7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya...

40
155 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG Tata kelola kawasan dan sumberdaya pesisir dan perikanan di Indonesia mempunyai sejarah perkembangan yang dinamis. Tata kelola tersebut dibuktikan dengan beberapa sistem regime pengelolaan sumberdaya perikanan dan pesisir di Indonesia dengan berbagai regime, seperti regime negara dengan kawasan taman nasional yang berada di bawah kewenangan dan kekuasaan Ditjen PHKA Kementrian Kehutanan, regime masyarakat seperti Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang merupakan kewenangan masyarakat, di mana merupakan devolusi konsep dari LIPI dan Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten, serta perkembangan yang terbaru adalah pengelolaan sumberdaya perikanan dengan regime pasar, seperti program inisiatif Seafood Savers dari WWF Indonesia yang merupakan program jaringan buseniss to buseniss, dengan mengadvokasi perusahaan yang secara sukarela (volunteer), melakukan praktek-praktek perikanan tangkap secara tanggung jawab. Merujuk dari Bromley; Berkes (1988) (dalam Hanna and Munasinghe, 1995 dan Satria, 2009: 5), menyebutkan kepemilikan sumberdaya ada empat rezim, yaitu: open access, state regime, private (market) regime dan communal regime. Dari keempat regime pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan karang di Wakatobi, dijelaskan sebagai berikut: 7.1. Regime Negara Kekayaan keanekaragaman hayati ini telah menjadi daya tarik tersendiri bagi kegiatan penelitian (Operation Wallacea) dan juga ekowisata bahari (Wakatobi Dive Resort). Kedua kegiatan ini bersifat internasional dan hal ini membuktikan bahwa nilai keanekaragaman hayati TNW sudah diakui oleh dunia. Secara ekonomis, keberadaan TNW juga menjadi sumber perekonomian masyarakat maupun daerah melalui kegiatan perikanan laut. Produksi dan kelimpahan ikan karang secara umum belum memberikan gambaran jelas, namun berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu diketahui bahwa rata-rata hasil tangkapan adalah 5 – 10 kg/trip. Kelimpahan ikan hias famili Pomacentridae yang di temukan di sekitar P. Kapota berkisar 17 – 178 ekor /150 m 2 (Haryano (2002) dalam RPTN 2008).

Transcript of 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya...

Page 1: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

155  

7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG

Tata kelola kawasan dan sumberdaya pesisir dan perikanan di Indonesia

mempunyai sejarah perkembangan yang dinamis. Tata kelola tersebut dibuktikan

dengan beberapa sistem regime pengelolaan sumberdaya perikanan dan pesisir di

Indonesia dengan berbagai regime, seperti regime negara dengan kawasan taman

nasional yang berada di bawah kewenangan dan kekuasaan Ditjen PHKA

Kementrian Kehutanan, regime masyarakat seperti Daerah Perlindungan Laut

(DPL) yang merupakan kewenangan masyarakat, di mana merupakan devolusi

konsep dari LIPI dan Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Dinas Keluatan

dan Perikanan Kabupaten, serta perkembangan yang terbaru adalah pengelolaan

sumberdaya perikanan dengan regime pasar, seperti program inisiatif Seafood

Savers dari WWF Indonesia yang merupakan program jaringan buseniss to

buseniss, dengan mengadvokasi perusahaan yang secara sukarela (volunteer),

melakukan praktek-praktek perikanan tangkap secara tanggung jawab.

Merujuk dari Bromley; Berkes (1988) (dalam Hanna and Munasinghe,

1995 dan Satria, 2009: 5), menyebutkan kepemilikan sumberdaya ada empat

rezim, yaitu: open access, state regime, private (market) regime dan communal

regime. Dari keempat regime pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan

karang di Wakatobi, dijelaskan sebagai berikut:

7.1. Regime Negara

Kekayaan keanekaragaman hayati ini telah menjadi daya tarik tersendiri

bagi kegiatan penelitian (Operation Wallacea) dan juga ekowisata bahari

(Wakatobi Dive Resort). Kedua kegiatan ini bersifat internasional dan hal ini

membuktikan bahwa nilai keanekaragaman hayati TNW sudah diakui oleh dunia.

Secara ekonomis, keberadaan TNW juga menjadi sumber perekonomian

masyarakat maupun daerah melalui kegiatan perikanan laut. Produksi dan

kelimpahan ikan karang secara umum belum memberikan gambaran jelas, namun

berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap

bubu diketahui bahwa rata-rata hasil tangkapan adalah 5 – 10 kg/trip. Kelimpahan

ikan hias famili Pomacentridae yang di temukan di sekitar P. Kapota berkisar 17

– 178 ekor /150 m2 (Haryano (2002) dalam RPTN 2008).

Page 2: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

156  

Pada awalnya, Taman Nasional masuk ke wilayah Kabupaten Buton, tetapi

sejak mengalami pemekaran menjadi daerah kabupaten tersendiri, maka Taman

Nasional sudah masuk ke wilayah Kabupaten Wakatobi. Ada beberapa hal penting

dengan terbentuknya Taman Nasional Wakatobi dan pemekaran Kabupaten

Wakatobi, isu pertama yang muncul terkait dengan pengelolaan kawasan adalah

batas atau kawasan luasan mempunyai luasan yang sama antara luasan kabupaten

dan luasan taman nasional. Terbentuknya Kabupaten Wakatobi tersebut, maka

perlu diantisipasi terhadap kemungkinan adanya tumpang tindih dalam

menggunakan ruang atau kawasan untuk kepentingan pengembangan

pembangunan daerah dan ekonomi masyarakat dengan kepentingan pelestarian

keanekaragaman hayati.

Terhadap hal tersebut, telah beberapa kali dilakukan komunikasi dengan

Bupati Wakatobi, dan terakhir pada tanggal 21 Maret 2005 dilaksanakan rapat

koordinasi di Jakarta dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Wakatobi (Pemkab

Wakatobi) serta stakeholders terkait. Beberapa kesepahaman yang diperoleh

antara lain :

1. Kedua belah pihak (Ditjen PHKA/BTNKW dan Pemkab Wakatobi) sepakat

untuk tidak mempertentangkan masalah kewenangan dulu, namun secara

bersama memfokuskan diri terhadap upaya penyelesaian persoalan-persoalan

yang ada dan menyelaraskan program serta kegiatan ke depan

2. Pengembangan Kabupaten Wakatobi akan diarahkan pada dua sektor utama

yaitu Perikanan (fisheries) dan Pariwisata (ecotourism), karena itu keberadaan

TNKW sebagai perwujudan dari upaya konservasi sumberdaya alam dan

keanekaragaman hayati perairan laut Kepulauan Wakatobi harus tetap

dipertahankan.

3. Sepakat untuk segera dilakukan penataan zonasi taman nasional yang

kemudian akan menjadi input dan diakomodasikan ke dalam penyusunan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Wakatobi yang

diagendakan akan dilakukan pada tahun 2006.

Page 3: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

 

Gambar. 7.1

Ta

yaitu peng

pusat (pem

terjadi rev

revisi Tah

1. Zo

ala

ma

kea

un

pen

bu

Ijin

2. Zo

kar

zon

ada

ber

dan

1. Peta zonasi

aman Nasio

gaturan sum

merintahan)

visi zonasi

hun 2005, te

ona inti (ZI

am baik bio

anusia, ya

anekaragam

ntuk kegiata

nelitian, pe

udaya, deng

n Masuk Ka

ona Perlind

rena letak,

na inti dan

alah restor

rlayar dan b

n upacara

Taman Nasio

onal adalah

mberdaya se

). Setidakny

pada Tahun

erbentuk beb

I): Bagian

ota atau fis

ang mutlak

man hayati y

an restorasi

endidikan d

an ijin dari

awasan Kon

dungan Bah

kondisi dan

zona pema

rasi sumber

berlabuh. S

adat, ritual

onal revisi Tah

h pengelola

ebuah kawa

ya dalam zo

n 2003 dan

berapa zona

(area) tama

iknya masi

k dilindun

yang asli da

i sumberda

dan upacara

i Balai Tam

nservasi) da

hari (ZPB):

n potensiny

anfaatan. K

rdaya alam

Sedangkan u

l agama, si

hun 2005. RPT

aan laut de

asan yang at

onasi Tama

n ditetapkan

asi, diantara

an nasional

h asli dan

ngi. Berfun

an khas. Zo

aya alam.

a adat, ritua

man Nasiona

an surat ijin

Bagian (a

a mampu m

Kegiatan yan

m, berlayar

untuk kegia

itus sejarah

TN Wakatobi

engan sistem

turannya ad

an Nasional

n padaTahu

anya adalah:

l yang mem

tidak atau

ngsi untuk

ona ini bole

Sedangkan

al agama, s

al dengan S

lainnya yan

area) taman

mendukung

ng boleh di

melintas (

atan peneli

h dan buda

2008.

m sentralil

dalah datang

l Wakatobi

un 2005. Se

:

mpunyai ko

belum diga

k perlindu

eh di pergun

untuk keg

situs sejarah

SIMAKSI (

ng relevan.

n nasional

pelestarian

ilakukan di

(tidak berh

itian, pendi

aya, serta w

157 

asasi,

g dari

telah

etelah

ondisi

anggu

ungan

nakan

giatan

h dan

(Surat

yang

pada

ZPB

henti),

dikan

wisata

Page 4: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

158  

dengan ijin dari Balai Taman Nasional dengan SIMAKSI (Surat Ijin

Masuk Kawasan Konservasi) dan surat ijin lainnya yang relevan.

3. Zona Pemanfaatan Lokal (ZPL): Zonasi ini juga dikenal dengan sebutan

Zona Pemanfaatan Tradisional adalah zona yang dimanfaatkan terbatas

secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat

sekitarnya yang biasa menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut.

Dalam zona ini semua kegiatan penangkapan ikan secara tradisional,

artinya tidak bersifat merusak atau menimbulkan efek perusakan

diperbolahkan. Untuk kegiatan peneltian dan wisata harus menggunakan

ini dari Balai Taman Nasional.

4. Zona Pemanfaatan Umum (ZPU): Zonasi yang diperuntukkan bagi

pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam. Ada tambahan

dalam hal ini, bahwa di ZPU ini, nelayan bukan dari wilayah Wakatobi,

boleh memanfaatkan dalam zonasi ini, sepanjang kegiatannya tidak

bersifat merusak dan dalam operasi kegiatannya mempunyai ijin yang

legal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk

semua bentuk penangkapan yang berisfat ramah lingkungan diijinkan di

zona ini. Untuk kegiatan penelitian dan wisata harus menggunakan ijin

masuk kawasan konservasi.

5. Zona Pariwisata (ZPr): Bagian dari tama nasional yang letak, kondisi dan

potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan

pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Dalam ZPr tidak

diperkenakan terjadi pemanfaatan sumberdaya perikanan. Zona ini

dikhususkan untuk wisata dan peelitian dengan ijin dari Balai Taman

Nasional dan diperbolehkan secara legal untuk berlayar melintas,

berlabuh, restorasi sumberdaya, pendidikan serta upacara adat, ritual

agama, situs sejarah dan budaya.

6. Zona Daratan/Khusus (Land Zone): Wilayah daratan berupa pulau-pulau

yang berpenduduk dan telah terdapat hak kepemilikan atas tanah oleh

masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal sebelum wilayah

tersebut ditetapkan sebagai taman nasional dimana pengaturannya akan

lebih lanjut melalui rencana umum tata ruang kabupaten. Zona khusus ini

Page 5: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

159  

adalah zona yang kepengaturannya selain diatur oleh Taman Nasional

tetapi juga diatur oleh Pemerintah Kabupaten. Dalam hal ini ada transfer

kepercayaan yang dibagikan oleh Taman Nasional kepada Pemerintah

Daerah Wakatobi untuk mengatur dan mengelola. Kebijakan yang

diselaraskan antara kepentingan Taman Nasional dan kepentingan daerah,

terbingkai dalam RPMJD (Rencana Pembangunan Menengah Daerah)

dimana disesuaikan dengan RPTN (Rencana Pengelolaan Taman

Nasional) Wakatobi 1998-2023.

Manfaat zonasi dalam Taman Nasional Wakatobi adalah bertujuan untuk

melindungi sumberdaya-sumberdaya penting di Wakatobi. Kekayaan hayati laut

yang terdapat di Taman Nasional Wakatobi, terdapat delapan jenis kekayaan

sumberdaya alam yang menjadi target konservasi. Kedelapan target konservasi

adalah:

1. Terumbu karang (termasuk terumbu karang tepi, terumbu karang

cincin, terumbu karang penghalang dan gosong karang) dengan

termasuk tiga sub target yang menjadi fokus perhatian yaitu: karang;

benthic yang berasosiasi dengan karang; dan ikan karang;

2. Padang Lamun;

3. Mangrove;

4. Paus dan Lumba-lumba;

5. Habitat burung pantai bertelur;

6. Pantai peneluran penyu;

7. Daerah pemijahan ikan (SPAGs) dengan empat sub target, yaitu:

Kerapu (grouper), kakap (snapper), Kakaktua kepala benjol

(bumphead parrotfish), dan Napoleon (napoleon wrasse).

8. Species laut dan pesisir yang memberikan manfaat ekonomi, yaitu:

ikan target yang menjadi perdagangan, ikan karang hidup, ikan

pemakan herbivora yang banyak ditangkap (Baronang, Kakaktua,

Kuli Pasir (surgeon), ikan pelagis yang tertangkap di bawah

minimum size, atau tertangkap dengan sengaja (Sumber RPTNW

1998-2023 (edisi revisi 2008); hal 52-53).

Page 6: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

160  

komo

kons

berku

Telah

pada

mem

Duga

kegia

karen

Kabu

Daer

dapa

surve

didug

2012

 

Sumb

peng

kebe

zona

botto

Gambar Potensi

odifikasi ik

ervasi SPA

umpulmya

h dilakukan

a Tahun 20

mijah ikan k

aan 25 lok

atan over fi

na, kawasa

upaten Wak

rah untuk pe

at berakibat

ey terbaru T

ga sebagai

2).

Berdasar

berdaya Al

gawetan, per

rlanjutan. S

asi (penataan

om up dida

7.2. Peta pote

i alam hay

kan konsum

AGs (spaw

jenis ikan

n survey ol

003 terident

karang. Aka

kasi tidak

ishing dan

an Taman

katobi sebag

embanguna

serius terha

Tahun 2012

tempat me

r Undang-

lam Hayati

rlindungan

Semangat pe

n ruang dal

asari denga

ensi sumberda

ati Taman

msi karang

wning aggre

karang tert

leh join pro

tifikasi 29

an tetapi ha

lainnya su

destructive

n Nasional

gai kabupate

an daerahny

adap keberla

2 dilakukan

emijah ikan

-Undang N

i dan Ekos

dan pemanf

engelolaan T

am kawasan

an tiga dim

aya penting Ta

Naional W

g hidup sa

egation sit

tentu untuk

ogram (Tam

lokasi SPA

anya 4 loka

dah menga

e fishing. Ha

l Wakatob

en baru yan

ya. Kesalah

anjutan peri

n dengan mo

n karang (S

No. 5 Tah

ssitemnya, f

faatan lesta

Taman Nas

n konservas

mensi: 1).

aman Nasiona

Wakatobi ya

lah satunya

tes) dimana

k memijah

man Nasion

AGs yang d

asi saja yan

alami kerus

al ini pentin

bi, terjadi

ng membutu

strategi pem

ikanan (RP

onitoring 1

Sahri, (30 T

hun 1990

fungsi Tam

ari sumberda

ional Waka

si) yang pen

Terdapat p

al Wakatobi.

ang berkait

a adalah k

a merupak

(RPTNW,

nal, TNC d

diduga seba

ng positif m

sakan karen

ng untuk di

pemekaran

uhkan Penda

mbangunan

TNW, 2008

8 lokasi SP

Tahun), 26

tentang K

man Nasion

aya alam ha

atobi berkait

nunjukkann

pergeseran

tan dengan

konsentrasi

kan tempat

2008: 66).

dan WWF)

agi tempat

masih aktif.

na adanya

iperhatikan

n otonom

apatan Asli

kabupaten

8). Adapun

PAGs yang

November

Konservasi

nal sebagai

ayati untuk

tan dengan

nya bersifat

paradigma

Page 7: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

161  

tentang pengelolaan kawasan konservasi, yaitu manfaat keberlanjutan sumberdaya

pesisir bersama masyarakat dan bersama pemerintah daerah (kepentingan

ekonomi jangka panjang); 2). Terdapat integrasi dua program yaitu Rencana

Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD); 3). Pengelolaan zonasi kawasan konservasi

disinergikan dengan RTRWP Kabupaten Wakatobi, dengan melibatkan seluruh

stakeholder. Sehingga pada Tahun 2007 mengakomodir semua kepentingan

stakeholder (Kris, 18 Mei 2012).

Dalam melaksanakan agenda konservasi Taman Nasional, TNW bermitra

dengan TNC/WWF dalam satu atap join program. Hal ini di sepakati melalui

MoU antara TNC/WWF dengan Kemenhut. Join program terbentuk, karena

kemitraan mempunyai tujuan, visi, misi yang sejalan dalam pengelolaan

sumberdaya berkelanjutan (konservasi). Praktek dalam kemitraan join program

didasari dengan kordinasi dan konsilidasi kerja, dalam bentuk rencana kerja setiap

tahun (didalam agenda rencan kerja) dan ketika di lapangan diadakan kordinasi

dan komunikasi antara satu dengan lainnya. Fungsi adanya join program

merupakan praktek kolaboratif sistem yang dibentuk berdasarkan kesepakatan

satu dengan lainnya dalam pola kerja kemitraan, dimana TNC dan WWF sebagai

supporting sistem dan dana dalam program konservasi bersama Taman Nasional

(Kris, 18, Mei 2012).

Konservasi kawasan Taman Nasional Wakatobi pada kenyataannya

menunjukkan tekanan yang berat, yaitu banyak pelanggaran terhadap wilayah

zonasi, masih berlangsungnya kegiatan pertambangan batu karang dan pasir laut,

masih diketemukannya perburuan satwa yang dilindungi, dan sampai saat ini pun

masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang lain terhadap kawasan konservasi.

Dalam Tahun 2012, terjadi penembakkan yang menyebabkan kematian nelayan

pengebom, karena terkait dengan pemboman karang, yang terjadi di Karang

Kaledupa III, Bulan Februari lalu, yang menewaskan satu korban Bajo Kendari

dan Tanggal 29 November 2012 di Karang Kapota yang juga menewaskan satu

orang Bajo Kendari, akibat pengeboman ikan (Tn, (40 Tahun), 4 Desember 2012).

Awal terbentuknya zonasi Taman Nasional Wakatobi mendapat

perlawanan dari masyarakat. Perlawanan berkaitan dengan zonasi dikarenakan ada

Page 8: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

162  

pelarangan untuk menangkap ikan di kawasan karang tidak diperbolehkan oleh

Taman Nasional Wakatobi. Adanya praktek zonasi, terutama pelarangan untuk

menangkap ikan di zona bahari dan zona inti serta zona pariwisata. Menurut

penuturan nelayan Bajo Mola, bahwa zonasi berarti pelarangan untuk

mendapatkan makan (zo: dilarang, nasi: makanan). Aturan kawasan konservasi

berimbas nyata terhadap pelarangan untuk masyarakat Wakatobi terutama

masyarakat Bajo yang berprofesi sebagai penambang batu karang dan pasir. Hal

ini dinilai mematikan kondisi mata pencaharian masyarakat Bajo, padahal yang

membutuhkan material bangunan seperti pasir dan batu karang bukan hanya

masyarakat Bajo semata tetapi juga masyarakat Wakatobi. Masyarakat Bajo

membutuhkan batu karang untuk menimbun wilayah laut yang digunakan sebagai

pemukiman mereka. Sedangkan pasir dan batu karang digunakan sebagai bahan

bangunan pasir, pembuatan batako dan pondasi rumah.

Transformasi pengetahuan akan rumah batu (bangunan rumah dengan batu

dan semen) mulai sejak Tahun 1970-an akhir. Dimulai dulu dari pembangunan

rumah yang ada di Wanci, sedangkan untuk Bajo Mola dimulai dengan rumah,

kepala desa Mola Raya pertama yang terletak di Mola Selatan. Untuk Tomia,

hampir semua rumah di daratan Tomia sudah menggunakan rumah batu. Hal ini

dikarenakan orang Wakatobi berdagang lintas pulau, sampai ke Pulau Jawa.

Tranformasi pengetahuan bentuk rumah dari masyarakat Jawa inilah membuat

masyarakat membangun rumah batu seperti yang mereka lihat di Jawa (H. Armn,

(47 Tahun), Juni 2012). Kebutuhan rumah batu dan bangunan berpondasi lebih

meningkat ketika Wakatobi menjadi daerah pemekaran Kabupaten Wakatobi.

Sampai saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi belum bisa memberikan

alternatif, mengenai material bangunan tersebut. Lebih diperparah, kadang untuk

membangun infrastruktur pemerintahan, masih menggunakan pasir laut dan batu

karang ataupun batu karang yang ada di daratan.

Tantangan konservasi Taman Nasional Wakatobi tidak hanya terbatas

dalam galian material pasir dan batu karang saja. Untuk aktifitas perikanan, masih

terlihat belum efektifnya agenda konservasi yang ada di Wakatobi. Penggunaan

alat tangkap yang dapat mengancam degradasi sumberdaya karang menjadi

permasalahan serius di dalam kawasan. Jauh sebelum ditetapkannya Taman

Page 9: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

163  

Nasional Wakatobi, nelayan Wakatobi sudah memanfaatkan sumberdaya

perikanan, terutama perikanan karang secara turun menurun. Kebiasaan

masyarakat menangkap di daerah karang dengan menggunakan alat tangkap yang

masih bebas. Masyarakat beranggapan sumberdaya laut adalah milik bersama.

Dalam pandangan masyarakat Bajo, daerah-daerah karang yang memiliki

potensi ikan melimpah, sudah di klaim secara turun menurun menjadi hak milik

masyarakat. Untuk masyarakat daratan Wangi-Wangi dan Tomia, terdapat

pandangan, sejajar dengan pohon kelapa yang berada di kebunnya, sejauh

memandang, wilayah lautnya adalah miliknya. Untuk masyarakat daratan baik

Wangi-Wangi dan Tomia sudah mengenal sistem Huma. Huma merupakan daerah

tangkapan ikan, yang ditandai dengan gubuk di tengah laut (diatas karang),

menandakan sebagai daerah kekuasaan orang yang mendirikan. Orang Tomia,

lebih mengenal ini daripada orang Wangi-Wangi. Huma, adalah peristirahatan

sementara, ketika nelayan melaut untuk pasang bubu. Adapun apabila nelayan lain

ingin memasang bubu ditempat yang sudah bertuan (ada Huma), maka harus ijin

terlebih dahulu kepada pemiliknya. Untuk Wangi-Wangi dan Tomia, dikenal

dengan daerah wilayah perikanan masyarakat yang dikenal dengan sero. Sero

adalah tempat perangkap ikan didaerah pesisir (pasang surut) yang diterdiri dari

bambu atau batang, di tancapkan dalam dasar pantai memanjang ke laut. Sero

merupakan hak kepemilikan pribadi, yang secara adat diatur oleh Sara Hokumi

(pengaturan yang berhubungan dengan kemaslahatan di bawah keputusan Imam

Masjid). Sero mempunyai sifat dapat diturunkan oleh generasinya (Hanan, (39

Tahun), 9 Mei 2012).

Dengan hadirnya Taman Nasional Wakatobi yang menggunakan sistem

pengaturan melalui zonasi, memberikan pengaruh ketakutan masyarakat berkaitan

dengan mata pencaharian mereka. Berdasar hasil survey di lapangan, sampai saat

ini masyarakat belum percaya bahwa zonasi telah ditetapkan. Rupaya

permasalahan tentang zonasi digunakan sebagai alat kepentingan politik. Dalam

hal kepentingan politik, digunakan oleh elit atau oknum tertentu baik untuk

mendapatkan pengaruh masa, atau digunakan untuk mempengaruhi masa demi

tujuan politik semata. Tahun 2009 terjadi isu provokasi zonasi di Tomia yang

dilakukan oleh balon anggota dewan waktu itu. Dengan menyebarkan foto copy

Page 10: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

164  

peta zonasi taman nasional, sehingga dalam foto copy tersebut berwarna hitam

semua yang merupakan daerah zonasi. Pasca pemilihan kepala daerah, terjadi aksi

masa besar-besaran berkaitan dengan zonasi Tahun 2011. Isu zonasi menjadi isu

sentral bagi pihak yang kalah dama politik kekuasaan dengan mengatasnamakan

sebagai penyalur aspirasi masyarakat terutama masyarakat Bajo (Skr, (38 Tahun)

12 Mei 2012; Udn Knsng (56 Tahun) 11 Juni 2012).

Bentuk perlawanan dari masyarakat sebagai akibat kekecawaan

masyarakat dengan adanya zonasi yang melarang mata pencaharian mereka. Pada

Tahun 1996-2003 terjadi banyak sekali zona inti. Hal ini tentunya menimbulkan

kemarahan bagi masyarakat dibuktikan dengan terjadi pengeboman kantor Balai

Taman Nasional di Bau-Bau sebelum Tahun 2003, terjadi konflik di Tomia

berkaitan dengan zonasi Tahun 2003, yang diduga diprovokatori oleh staf

Wakatobi Dive Resort, dan Tahun 2011 demo tentang zonasi terkait dengan pasca

pemilikan kepala daerah (Sofian, 44 Tahun, 24 April 2011).

Polemik tentang zonasi sampai saat ini masih menjadi isu yang hangat

berkaitan dengan livelihood nelayan ikan dasar (ikan karang). Pelarangan-

pelarangan menggunakan alat-alat tradisional yang menurut peraturan perundang-

undangan perikanan, tidak diperbolehkan kerap muncul sebagai konflik antara

masyarakat dengan pihak pengelola kawasan, seperti Taman Nasional Wakatobi

dan DKP Waktobi. Penggunaan kompressor untuk menangkap teripang,

penggunaan ganco untuk menangkap lobster, sampai pada penggunaan bubu, yang

dinilai oleh pihak pengelola menggunakan batu karang untuk menenggelamkan

bubu. Hal ini jelas di tentang oleh masyarakat. Penentangan masyarakat terbukti

dilapangan masih ditemukan alat tangkap yang digunakan secara turun menurun.

Berdasar wawancara di lapangan, hampir seluruh masyarakat Bajo

terutama masayrakat Bajo Mola dan Bajo Lamanggau, belum meyakini kalau

zonasi itu telah ditetapkan. Mereka saat ini masih bebas menangkap ikan

dimanapun, kecuali zona inti. Ada permasalahan dengan penetapan zona inti di

TNW, yaitu untuk zona daratan dalam zona inti masih terdapat kebun milik

masyarakat. Menurut berbagai sumber dari Taman Nasional, bahwa dasarnya hal

ini sudah pernah dibahas dan diangkat diskusi dengan stakeholder lainnya, akan

tetapi mengingat bahwa ada sistem tradisional kelembagaan adat yang masyarakat

Page 11: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

165  

masih pegang kuat, terutama berkaitan dengan permasalahan kintal (lahan atau

kebun/pekarangan yang menjadi hak milik). Pemerintah Kabupaten Wakatobi

(institusi yang mempunyai kewenangan dalam pengaturan zona khusus) belum

bisa mengganti (tukar guling) tanah milik warganya di dalam zona inti dengan

tanah lainnya. Kepemilikan warga terhadap lahan di zona inti terkait dengan

kebun kelapa.

Permasalahan yang dihadapi Taman Nasional berkaitan dengan

pengelolaannya hingga saat ini salah satunya adalah permasalahan zonasi yang

dipolitisasi, oleh pihak yang memanfaatkan secara politik. Sehingga pemahaman

masyarakat tentang zonasi apakah sudah ditetapkan atau belum, menjadi pemahan

ganda. Sosialisasi tentang zonasi sudah dilakukan, dan pembagian peta zonasi pun

sudah diberikan untuk masyarakat. Sebagian dari nelayan sebetulnya memahami

zonasi, tetapi mereka menganggap bahwa semua zona masih dijadikan area

penangkapan ikan, kecuali zona inti yang mempunyai kondisi alam sangat berat

untuk dilewati perahu penangkap ikan (Wahyuni, 40 Tahun, 5 Mei 2012).

Polemik tumpang tindih kebijakan berkaitan dengan pengelolaan kawasan

dengan kepentingan daerah, menjadi permasalahan tersendiri dalam pengelolaan

Taman Nasional Wakatobi. Setidaknya ada empat polemik kepentingan

konservasi dengan kepentingan pembangunan adalah sebagai berikut:

1. Terdapatnya zonasi dalam zonasi;

Pembentukkan Daerah Perlindungan Laut/ Marine Sanctuary

(DPL) yang dibentuk oleh program COREMAP Phase II,

mempunyai tumpah tindih pengelolaan yang pada dasarnya tidak

diperbolehkan adanya zonasi dalam zonasi. Akan tetapi karena

kepentingan DPL baik secara ekosistem maupun ekonomi tidak

menyimpang dari aturan konservasi Taman Nasional, maka

diperbolehkannya adanya DPL dalam kawasan konservasi. DPL

mempunyai peran dan pengaruh guna mendukung konservasi

dengan memperkuat fungsi Taman Nasional sebagai pengelola

konservasi dan keberlanjutan sumberdaya.

2. Terdapatnya tumpang tindih kewenangan dengan DKP berkaitan

dengan perikanan;

Page 12: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

166  

Praktek-praktek perikanan di kawasan menjadi tanggung jawab

Taman Nasional dan DKP. Akan tetapi peran DKP lebih

mendominasi. Segala perijinan berkaitan dengan perikanan adalah

tanggung jawab DKP, termasuk anggaran dari hasil perikanan.

DKP dan Taman Nasional mempunyai tugas pokok da fungsi

masing-masing sesuai dengan kewenangannya. Akan tetapi dalam

prakteknya DKP lebih mendominasi dalam pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya perikanan.

3. Terdapatnya tumpang tinding kewenangan dengan Disparbud

berkaitan dengan kepariwisataan;

Pariwisata yang diperbolehkan di dalam kawasan adalah pariwisata

yang bersifat wisata alam. Artinya tidak ada bentuk pariwisata

buatan yang akan merusak sifat dari alam itu sendiri. Pariwisata

diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan agenda

konservasi dan Undang-Undang konservasi serta dapat

memperkuat fungsi kontrol dan pengawasan konservasi. Zona

pariwisata bawah laut mendukung adanya konservasi terumbu

karang. Adapun kegiatan pariwisata yang diperbolehkan adalah:

kegiatan parwisata yang menghormati kebudayaan lokal; tidak

melanggaran aturan perundang-undangan; dan memberikan

kontribusi secara ekonomi kepada masyarakat dan daerah. Ada tiga

pengelolaan konservasi di Wakatobi, dua diantaranya adalah milik

pribadi. Ijin kepariwisataan terdapat dua jenis, ijin usaha pariwisata

alam (untuk perusahaan jasa wisata yang berbadan hukum-

dikeluarkan oleh Menhut dan kontrol dari Ditjen PHKA) dan ijin

usaha jasa wisata (untuk jasa wisata perorangan-dikeluarkan oleh

Ka Sekwil TN). Wakatobi Diver Resort (WDR) di Tomia

merupakan usaha pariwisata yang dijalankan oleh investor asing;

saat ini pendaftaran dalam LPPA sedang dalam proses. Patuno

Resort, yang diduga merupakan kepunyaan Bupati Wakatobi,

belum mempunyai ijin. Untuk pengelolaan wisata yang sudah

melibatkan masyarakat adalah wisata Pulau Hoga. Di Hoga ada

Page 13: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

167  

masyarakat Kaledupa dan Bajo Sampela yang diberi wewenang

untuk menjaga dan mengelola zona pariwisata. Permaslahan

selanjutanya berkaitan dengan ego Disparbud Wakatobi dan Taman

Nasional Wakatobi. masing-masing lembaga membentuk daerah

wisata yang dikelola masyarakat. Taman Nasional membentuk 5

desa binaan sebagai Model Desa Konservasi (MDK), yaitu di Desa

Darawa dan Samabahari (Kaledupa), Desa Kapota (Wangi-Wangi),

Desa Teemoane (Tomia) dan Desa Wali (Binongko). Disparbud

membentuk desa konservasi sendiri, dengan menetapkan desa

konservasi yang sudah terdapat DPL dari COREMAP seperti di

Desa Waha (Wangi-Wangi). Permasalahan berikutnya adalah,

bahwa daerah memberikan tarikan retribusi untuk pengunjung

pariwisata, yang seharusnya adalah kewenangan dari Taman

Nasional Wakatobi. Perijinan tentang masuk kawasan konservasi,

belum sepenuhnya efektif. Di lapangan dibuktikan dengan

kunjungan turis baik untuk WDR di Tomia, maupun Patuno Resort

belum diterapakan sepenuhnya ijin masuk kawasan konservasi. Hal

ini terjadi karena pihak penyelenggara jasa konservasi mempunyai

kewenangan tersendiri sehingga Taman Nasional tidak isa

mengkontrolnya.

4. Terdapatnya polemik pembebasan lahan berkaitan dengan masalah

zona khusus dalam zona inti.

Sampai saat ini belum ada upaya pembebasan lahan penduduk

(kebun kelapa) yang berada di tengah-tengan zona inti. Namun hal

ini terus diupayakan oleh Taman Nasional dengan Pemda untuk

membahas masalah ini. Permasalahan ini diakui oleh pihak Taman

Nasional, mengingat sumberdaya kelautan adalah open access dan

terbatasnya kemampuan Taman Nasional dalam monitoring.

Tekanan dan kendala konservasi dalam kawasan Taman Nasional di

Wakatobi sangat berat, mengingat bahwa: Pertama, penetapan kawasan

konservasi laut seluas dengan wilayah kabupaten. Kedua, laut merupakan

sumberdaya milik bersama yang sudah di manfaatkan secara turun menurun dan

Page 14: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

168  

bebas bagi siapapun (free for all). Ketiga, potensi alam di Wakatobi

mengandalkan sektor perikanan, dan hidup komunitas Bajo yang tidak

mempunyai akses ke lahan pertanian kecuali hidup sebagai nelayan. Sejak

ditetapkannya kawasan konservasi laut di Wakatobi, terdapat tranformasi

pengaturan sumberdaya yang bersifat sentralisasi. Sistem pengelolaan Taman

Nasional di Wakatobi, merunut dari kondisi di lapangan dapat ditemukan data

sebagai berikut : Tabel 7.1. Kelemahan dan kelebihan regime state dalam pengelolaan Sumber Daya Perikanan

Regimes Kelemahan Kelebihan State Property Taman Nasional Wakatobi

- Terjadi pengaturan satu arah dari pemerintah terhadap pengelolaan sumberdaya alam;

- Terjadi ketumpang tindihan Undang-Undang/regulasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata dengan DKP; Disparbud ataupun pihak pengelola jasa pariwisata asing/perorangan;

- Terjadi pengkavlingan daerah laut yang merupakan adanya proses kepemilikan Negara, sehingga terjadi perubahan pemanfaatan perikanan oleh masyarakat;

- Terdapat dualisme kebijakan SDA (konservasionisme- paradigma Taman Nasional dan developmentalisme-paradigma pembangunan daerah);

- Mengingat bahwa wilayah kawasan sangat luas, yaitu, 1,39 juta Ha., menjadikan lemahnya dalam monitoring, surveillance and control sehingga masih terjadi kebocoran dalam pemanfaatan sumberdaya;

- Terjadi pemaksaan perubahan kebiasaan nelayan,yang tadinya bebas dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan, menjadi ada batasan-batasan strick berkaitan dengan zonasi

- Memunculkan konflik laten antara masyarakat dengan pemerintah sebagai pelindung sumberdaya perikanan dan konflik masyarakat dengan pemerintah sebagai agen pembangunan;

- Karena potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Wakatobi melimpah, dan adanya konsep devolusi dan desentralisasi pengelolaan lingkungan untuk daerah, menjadikan banyak stakeholder/shareholder mempunyai kepentingan akan kawasan. Sehingga memunculkan tindakan rent seeking dari agen pemerintah dan fenomena free rider tumbuh subur sebagai praktek pemanfaatan dualisme konservasi dan pembangunan.

- Ada control access yang jelas dari pemerintah sebagai agen pelindung sumberdaya dan pembangunan ekonomi;

- Pemerintah daerah, negara dan masyarkat mempunyai tanggung jawab akan kerusakan menipisnya SDA;

- Terdapat kelembagaan konservasi yang mapan dengan perhatian ke arah konservasi wilayah.

Diadopsi dan disarikan dari Berkes, 1988; Satria, 2009.

Indikator belum efektif dan efesiennya institusi pengelolaan kawasan

konservasi Taman Nasional Wakatobi, setidaknya dipengaruhi oleh tiga pilar

dimensi (Scott, 2004; Satria, 2006; 2009: 14), yaitu 1). Pilar normatif: dimensi

yang berisi sitem nilai yang menjadi dasar pengelolaan sumberdaya perikanan. 2).

Pilar regulatif: berisi tentang tata pengelolaan sumberdaya perikanan dan 3). Pilar

Page 15: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

169  

kognitif: berisi tentang teknik pengelolaan sumberdaya perikanan beserta dengan

pengetahuan lokal.

Pertama, dimensi normatif, sistem nilai yang menjadi dasar pengelolaan

kawasan untuk saat ini sebagai aturan formal belum terakomodir sepenuhnya

dalam praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh masyarakat. Nelayan Bajo

di Wakatobi mengenal adagium pada pemanfaatan sumberdaya perikanan dan

kelautan sebagai wilayah mereka. Adagium tersebut berupa semboyan, apabila

ada daun masih banyak pada pohonnya maka di laut pun masih banyak tersedia

ikannya. Disamping itu, padangan masyarakat Bajo tentang laut merupakan kebon

bagi mereka (koko dilao). Aturan-aturan dari Taman Nasional Wakatobi

merupakan hal yang baru dikenal oleh masyarakat Wakatobi, khususnya oleh

masyarakat Bajo. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat Bajo untuk memahami aturan

taman nasional membutuhkan waktu dan proses yang lama.

Kedua, dimensi regulatif bahwa belum efektif pengelolaan sumberdaya

kelautan dan perikanan terkait tentang zonasi kawasan konservasi adalah sebagai

berikut:

a) Kejelasan batas wilayah: lemahnya tata batas tentang zonasi

kawasan di laut adalah tidak adanya tanda (mark/bouy) yang jelas

disetiap zonasi. Untuk beberapa tahun kebelakang pernah dipasang

tanda di setiap zona pemanfaatan bahari (di Zona Karang Kaledupa

III), akan tetapi sekarang sudah hilang;

b) Kesesuaian aturan dengan kondisi lokal: belum/tidak ada terobosan

alternatif livelihood untuk nelayan. Akan tetapi inisiasi zonasi

Tahun 2001 berjalan secara efektif, melibatkan peran serta grass

root pada Tahun 2003 dengan ditetapkan revisi zonasi pada Tahun

2007. Bentuk partisipatif grass root diikutsertakan masyarkat Bajo

dalam pemanfaatan ruang. Revisi zonasi merupakan zonasi adaptif,

artinya disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya;

c) Aturan disusun dan dikelola oleh pengguna sumberdaya:

masyarakat belum mampu secara mandiri untuk membuat aturan-

aturan yang dibuat dan disepakati oleh masyarakat sebagai

pedoman dan pandangan hidup masyarakat untuk mengelola

Page 16: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

170  

sumberdaya perikanan; dari pihak Taman Nasional memberikan

pembinaan, pengetahuan dan pemberdayaan terkait tuntutan

ditegakanya arturan konservasi; Taman Nasional mengkaji aturan

lokal dalam kaitannya apakah bertentangan atau tidak dengan

aturan konservasi yang lebih tinggi “asas derograt infriori lex

derogat superiori” diberlakuan sebagai asas legitimasi perundang-

undangan;

d) Belum adanya kelembagaan lokal yang mempunyai fungsi sebagai

aturan pengelolaan sumberdaya perikanan. Masyarakat belum

mempunyai bargaining position dan posisi dalam menentukan

mekanisme aturan pengelolaan, membuat dan merevisi aturan

tersebut. Aturan tersebut masih dirumuskan dan diputuskan oleh

stakeholder pemerintah. Dalam membuat mekanisme aturan, peran

masyarakat sangat miskin. Pengakuan keadilan dan distribusi

keadilan yang diterima di masyarakat dalam keterlibatan

pengelolaan sumberdaya perikanan sangat miskin.

e) Masyarakat belum mampu melaksanakan instrument dan

melakukan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam

melakukan pengawasan masyarakat lainnya. Hal ini dikarenakan

dinamika struktur sosial nelayan Wakatobi dipengaruhi oleh ikatan

patron-klien. Monitoring dari Taman Nasional belum maksimal,

dan juga monitoring dari DKP (Pemda). Pelaksanaan monitoring

mendapat kendala dalam hal supporting dana. Ada tiga bentuk

operasi kawasan, yaitu operasi gabungan, operasi fungsional dan

operasi rutin. Operasi gabungan melibatkan semua stakeholder

termasuk TNI/Polri; operasi fungsional merupakan tupoksi

Jagawana/Polhut dan operasi rutin adalah operasi yang dilakukan

join program termsuk operasi insidental;

f) Sanksi belum dilakukan secara optimal oleh pengelola kawasan

konservasi. Banyak pelanggaran yang masih terjadi. Dan

mudahnya penyelesaian pelanggaran yang di sinyalir menggunakan

jasa rent seeking. Banyaknya stakeholder dan shareholder aktor

Page 17: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

171  

pemerintah yang mempunyai kepentingan akan Taman Nasional,

sehingga optimalisasi supremasi hukum menjadi lemah. Sistem

banyak pintu menjadikan penerapan sanksi menjadi lemah. Taman

Nasional menggandeng Polisi, TNI AL dan Kejaksaan terkait

dengan pelanggaran-pelanggaran destructive fishing dikenakan

sanksi pidana;

g) Mekanisme penyelesaian konflik sudah melalui proses peradilan.

Akan tetapi, karena institusi penegakkan hukum belum efektif,

banyak terjadi yang konflik yang tidak selesai. Taman Nasional

melakukan tindakan preemptive dan preventive berkaitan dengan

pelanggaran kawasan. Pembinaan, sosialisasi dan pengetahuan

dierikan kepada pelaku pelanggar kawasan;

h) Belum ada pengakuan dari pemerintah akan local wisdom sebagai

aturan formal pengelolaan sumberdaya perikanan. Taman Nasional

masih mempertimbangkan pengetahuan lokal berkaitan dengan

penagturan zonasi;

i) Sudah terbentuk jaringan antar komunitas, yaitu terbentuknya

forum komunikasi nelayan pulau (Jala) (bridging social

capitalism). Sudah terdapat jejaring dengan LSM (TNC/WWF),

Jagawan Taman Nasional, dan DKP melalui program COREMAP

(linking social capital). Akan tetapi, untuk komunitas Bajo,

jejaring dengan sesama komunitas nelayan dan jejaring di luar

komunitas mendapat kendala, karena dari budaya masyarakat Bajo

yang tertutup dan pemalu. Pemalu dan tertutup disebabkan karena

kesejarahan, masyarakat Bajo menjadi komunitas marjinal dari

pada komunitas lainnya. Bajo mempunyai kebatasan dalam

bergaul, karena hambatan komunikasi dan Bahasa Indonesia.

Ketiga, dimensi kognitif, belum terakomodirnya pengetahuan-pengetahuan

lokal dalam aturan formal konservasi kawasan Taman Nasional laut Wakatobi.

Pengetahuan masyarakat Kaledupa”tuba dikatatuang” yang artinya ambillah ikan

hari ini secukupnya dan simpan untuk masa depan, belum menjadi aturan formal.

Sistem Huma yang dimiliki oleh masyarakt Wangi-Wangi (Desa Numana) dan

Page 18: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

172  

masyarakat Tomia, tidak/belum diakui sebagai pengetahuan lokal. Meluruhnya

pengetahuan Bajo tentang satwa laut yang pamali seperti gurita, lumba-lumba dan

penyu ditangkap sebagai dampak masuknya pasar, dan menghilangnya ”maduai

pinah” ritual ijin kepada mbo dilao sebagai penguasa di lautan agar berkah dan

“pamunang ala’ baka raha (pemberian anugrah baik dan buruk) menghomati

tempat yang dilarang. Tuba dikatatuang sebagai ungkapan masyarakat daratan

Wakatobi, yang berarti, tangkaplah ikan hari ini secukupnya dan sisakan untuk

besok demi anak cucu kita. Semboyan Tuba dikatatuang saat ini sedang digalakan

oleh pihak konservasi Taman Nasional Wakatobi bekerja sama dengan join

program TNC-WWF Wakatobi, yang diperkuat melalui pembentukan kelompok

masyarakat antar pulau. Untuk Wangi-wangi (KOMANANGI), Kaledupa

(FORKANI), Tomia (KOMUNTO) dan Binongko (FONEB).

7.2. Regime Masyarakat Perkembangan pengaturan kawasan konservasi sumberdaya kelautan dan

perikanan di Wakatobi, terdapat upaya pemerintah pusat maupun NGO serta

dibantu oleh pemerintah daerah tentang konservasi sumberdaya kelautan dan

pesisir Wakatobi. Konservasi tersebut dimulai dari banyaknya penelitian yang

dilakukan baik oleh LIPI maupun oleh Operation Wallacea pada era 1990-an.

Dari adanya penelitian tersebut membuahkan hasil kebijakan, bahwa kawasan

perairan Taman Nasional Wakatobi ditunjuk sebagai Taman Nasional pertama

kalinya pada Tahun 1996. Kemudian program konservasi yang kedua adalah

adanya upaya konservasi dan rehabilitasi terumbu karang di perairan Indonesia.

Program konservasi dan rehabilitasi terumbu karang ini dinamakan dengan

COREMAP. COREMAP merupakan program inisiasi dari LIPI, KKP (pada

waktu itu namanya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)) dan asing (World

Bank/ADB dan AUSAid), sebagai bentuk upaya pembangunan konservasi melalui

konsentrasi ke pelesatrian dan perbaikan terumbu karang, yang meliputi tiga fase.

Fase I merupakan Fase Inisiasi, (1998-2004), Fase II dinamakan sebagai fase

desentralisasi dan akselerasi (2004-2009) dan Fase III dinamakan sebagai fase

kelembagaan (2010-2015).

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP)

phase II, merupakan program nasional dengan tujuan meningkatkan kapasitas

masyarakat dan institusi lokal (capacity building) dalam pengelolaan terumbu

Page 19: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

173  

karang dengan penguatan kapasitas institusi lokal dan kesadaran mengelola

sumberdaya karang secara keberlanjutan demi terwujudnya kesejahteraan

masyarakat. Program COREMAP phase II menitikberatkan pembangunan

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang dikenal oleh masyarakat sebagai

Daerah Perlindungan Laut (DPL/marine sanctuary). Pola program KKLD ini

tidak langsung menyentuh pada aspek rehabilitasi terumbu karang, akan tetapi

lebih kearah penguatan kebijakan dalam membentuk kelompok masyarakat

pengelola terumbu karang, yang tujuannya untuk mencari alternatif mata

pencaharian, sehingga diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap

penggunaan sumberdaya karang. Faktor-faktor ekonomi sebagai alternatif mata

pencaharaian yang dikaji kelayakannya adalah: 1). Kesesuaian lokasi (seperti

kebutuhan pengembangan mariculture, kondisi lingkungan perairan, dan

kebiasaan masyarakat setempat), 2). Penguasaan teknologi, 3). Mempunyai

manfaat sebagai kepentingan umum, 4). Ketersediaan sarana dan prasarana, 4).

Tersedianya tenaga terampil, dan 5). Keterjangkauan akses komoditi terhadap

pasar (Ditjen KP3K DKP, COREMAP Phase II, 2006).

Program KKLD merupakan salah satu upaya jejaring Kawasan Konservasi

Laut (KKL) sebagai bentuk pengelolaan kolaboratif sumberdaya perikanan yang

menjadi agenda utama Departemen Kelautan Perikanan (sekarang Kemetian

Kelautan Perikanan (KKP)). Tujuan dengan dibentuknya jejaring KKL adalah

sebagai penopang: 1). Menggambarkan, menjaga dan memelihara

keanekaragaman hayati, 2). Memberikan model pemanfaatan Kawasan

Konservasi Perairan (KKP), 3). Menjaga dan melindungi biota laut yang

dilindungi dari berbagai ancaman, 4). Menjaga potensi sumberdaya perikanan dan

kelautan, serta 5). Upaya memperluas dan meningkatkan ketahanan Kawasan

Konservasi Perairan. Program Kawasan Konservasi Perikanan terus diupayakan

oleh KKP baik ditingkat lokal maupun regional. Program ini salah satunya

diinisiasi oleh COREMAP Phase II yang mengintegrasikan pengelolaan Daerah

Perlindungan Laut (DPL) tingkat desa sebagai sebuah pengelolaan KKLD tingkat

kabupaten (Ditjen KP3K DKP; COREMAP Phase II, 2006).

Sejarah COREMAP Phase II (2005) masuk ke wilayah Wakatobi dimulai

Tahun 2006 sampai Tahun 2011. Tujuan COREMAP di Wakatobi mempunyai

Page 20: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

174  

tujuan mikro dan makro. Untuk tujuan mikro, dengan melakukan penyadaran

kepada masyarakat akan manfaat terumbu karang dan pentingnya konservasi

terumbu karang. Sedangkan tujuan makro, untuk saat ini belum dilakukan, yaitu

mengenai pembangunan teknis transplantasi karang (Ir, 2 Juni 2012).

Untuk memenuhi tujuan mikro dan makro, COREMAP mempunyai

struktur yang bekerja di tiga level pemberdayaan, yaitu tingkat kabupaten, tingkat

kecamatan dan tingkat desa. Struktur lembaga yang bekerja di masyarakat adalah

sebagai berikut:

1. SETO (senior extension and training officer), mempumyai

tanggung jawab untuk kordinasi aktivitas fasilitator masyarakat

dalam melaksanakan agenda COREMAP di empat kecamatan di

Kabupaten Wakatobi;

2. Fasilitator Masyarakat (community facilitator), melakukan

pendampingan kelembagaan masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pengelolaan

dan rehabilitasi terumbu karang;

3. Motivator Desa (village motivator), mempunyai tugas

mendampingi masyarakat, mendukung dan memfailitasi lahirnya

Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang).

Gambar 7.3. Struktur Organisasi COREMAP

PMU (Project Management Unit)

Community Based Management

MD

FM LPSTK (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang

DPL (Daerah Perlindungan Laut) Pokwasmas Lembaga keuangan

mikro

SETO

Page 21: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

 

Ba

seed fund

(simpan-p

turun, Tah

sebesar R

sebesar Rp

seed fund

untuk mem

dari kesep

grant ad

COREMA

jt. dan Tah

Seb

termbu ka

Perlindung

Adapun

Pembentu

COREMA

Saat ini W

Tu

ataupun w

budidaya t

Gambar 7.4

antuan dana

d merupaka

pinjam), untu

hun 2007 s

Rp. 5,6 jt.

p. 100jt per

d¸ kira-kira

mbangun in

pakatan ma

dalah sebag

AP baru seb

hun 2011 su

bagai ujud

arang), ak

gan Laut (D

pembiayaan

ukan DPL

AP, dan dis

Wakatobi me

ujuan utama

wisata. Untu

tidak diperb

. Peta DPL ma

a dari CORE

an dana be

uk anggaran

sebesar Rp.

Sedangkan

r desa. Menu

mencapai

nfrsatruktur

asyarakat. A

gai berikut:

banyak 23 d

udah tidak a

d dari adan

khirnya di

DPL) yang

n pembua

disepakati

sepakati titi

emiliki 54 D

a untuk pem

uk kegiatan

bolehkan da

asyarakat desa

EMAP seca

ergilir seba

n /satu desa

19,3 jt, Ta

n bantuan u

urut penutu

20%. Seda

desa seper

Adapun dan

Tahun 200

esa, Tahun

ada pendana

nya RPTK

bentuk LP

g terbentuk

atan DPL

oleh masy

ik kordinat

DPL yang te

mbentukan D

n aktifitas

alam kawasa

a yang difasili

ara mikro t

agai bentuk

a adalah Rp.

ahun 2008

untuk mem

ran, Ir, 2 Ju

angkan untu

rti jalan seta

na turun sec

09 terdapat

2010 turun

aan dari CO

K (rencana

PSTLK dib

dari 10%

itu dari

yarakat dan

t untuk dae

erbagi dalam

DPL adalah

perikanan

an DPL(Ir,

itasi oleh COR

terdapat dua

k pinjaman

. 50 juta, de

Rp. 25 jt d

mbangun inf

uni 2006, un

uk village g

apak, gardu

cara bertaha

t penambah

n dana Rp. 1

OREMAP.

pengelola

bentuklah k

total area

anggaran

n difasilita

erah perlind

m empat kec

h sebagai sa

baik penan

2 uni 2012)

REMAP (COR

a program,

n ke masya

engan pemb

dan Tahun

frastruktur

ntuk kredit m

grant digun

u, dll. tergan

ap untuk vi

han desa b

100 jt dan R

aan sumber

kawasan D

laut milik

village g

atori oleh p

dungan ters

camatan.

arana konse

ngkapan ata

).

REMAP, 200

175 

yaitu

arakat

bagian

2009

desa,

macet

nakan

ntung

illage

binaan

Rp. 50

rdaya

Daerah

desa.

grant.

pihak

sebut.

ervasi

aupun

8)

Page 22: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

176  

Idrs, 30 Tahun, (28 Maret, 2011) sebagai fasilitator COREMAP tingkat

kecamatan (2009-2011) menegaskan bahwa agenda COREMAP dengan tujuan

mikro merupakan aplikasi terhadap penguatan kelembagaan masyarakat terhadap

sumberdaya terumbu karang dan penguatan kelembagaan keuangan rumah tangga.

Kelembagaan ekonomi rumah tangga (Lembaga Keuangan Mikro/LKM)

merupakan stimulus bantuan simpan pinjam yang ditujukan untuk masyarakat

tidak mampu serta masyarakat yang mempunyai mata pencaharian yang

tergantung dari sumberdaya karang dan laut dengan tujuan untuk meminimalisir

kegiatan penambangan pasir dan batu karang beralih menjadi pembudidaya

rumput laut atau ikan serta alternatif mata pencaharian lain. Idrs, juga menjelaskan

bahwa program COREMAP untuk unit pedesaan dibentuk POKWASMAS yang

dibekali pelatihan pemetaan desa dan DPL serta pelatihan transplantasi karang

dan pelatihan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang.

Permasalahan mengenai seed fund, menjadi polemik tersendiri.

Terhambatnya kredit macet sekitar 20% (Ir, 2 uni 2012), dikarenakan oleh

pemahaman masyarakat bahwa seed fund adalah hibah untuk masyarakat sehingga

tidak dikembalikan (Tn, 40 Tahun, 3 Mei 2012). Menurut penuturan Rk, (32

Tahun), 16 Mei 2012, hal ini disebabkan karena seed fund oleh masyarakat

diartikan sebagai pinjaman negara, sehingga masyarakat tidak berhak untuk

mengembalikan dana bergulir tersebut. Seed fund untuk masing-masing desa

memiliki perbedaan besar pinjaman, ada yang sebesar Rp. 2,5 jt.,-Rp. 2 jt., Rp. 1

jt., bahkan ada yang hanya Rp. 500.000,-. Menurut Styni, (8 Juni, 2012), dana

bergulir sebagai program seed fund untuk Desa Waha mempunyai kendala dalam

pengembalian pinjaman. Banyaknya kredit macet dikarenakan salah satunya

adalah tidak ada kelanjutan usaha yang modalnya diperoleh dari hasil pinjaman.

Pinjaman COREMAP dikelola oleh LPSTK dengan bunga sebesar 1%-1,5%

setiap bulan. Kebanyakan masyarakat meminjam dana bergulir sekitar Rp. 1 juta

untuk jangka waktu 12 bulan dan setiap bulan mengembalikan Rp. 99.000,-.

Permasalahan yang terjadi dalam istilah kredit macet untuk pinujaman dana

bergulir dikarenakan sebetulnya belum adanya alternatif mata pencaharian untuk

masyarakat.

Page 23: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

177  

Tidak efektifnya village grant ataupun seed fund ini juga dipengaruhi oleh

kekuatan aktor (penguasa) yang ada di desa. Kedekatan aktor elit desa dengan

staff dari COREMAP membawa dampak yang menyebabkan disparitas sosial.

Dana yang digulingkan untuk village grant banyak yang tidak tepat dan tidak

merata secara keadilan bagi masyarakat yang seharusnya menerima bantuan

tersebut. Sebagai contoh, akuisisi bantuan oleh kepala desa, yang seharusnya

menjadi milik masyarakat desa adalah bantuk kelembagaan peran ibu-ibu. Salah

satu di komunitas Bajo Mola, (salah satu desa di Mola), program bantuan

COREMAP untuk pengembangan ekonomi masyarakat yang melibatkan peran

dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga untuk ibu-ibu sebagai alternatif

pekerjaan diakui oleh seorang kepala desa. Ketidakadilan tersebut bahwa bantuan

dijadikan sebagai usaha pribadi dan keluarganya.

Idrs, 30 Tahun (19 April 2012), menjelaskan bahwa program COREMAP

banyak yang tidak tepat sasaran dan tepat guna. Banyak sekali program bantuan

dari COREMAP mengenai fasilitas ataupun sarana yang berkaitan perikanan ke

masyarakat. Hal ini disesuaikan karena ada yang kurang tepat dalam pendekatan

distribusi bantuan kepada masyarakat. Lemahnya monitoring dan kontrol dari

PMU dan SETO terhadap distribusi bantuan menjadikan batuan tersebut tidak

terdistribusikan secara benar, yaitu salah target ke orang-orang yang sebetulnya

tidak perlu menerima. Hal ini disebabkan ada dua faktor yaitu faktor teknis dan

faktor politis. Faktor teknis adalah identifikasi permasalahan dilapangan, melalui

pendekatan perbaikan livelihood dan siapa saja yang berhak menerima bantuan.

Faktor teknis ini tidak diterima sebagai identifikasi yang utuh dari staff yang

bekerja di lapangan oleh atasan COREMAP, seperti SETO dan PMU. Sedangkan

faktor politis adalah ada keterkaitannya dengan aroma dominasi politik oleh

penguasa.

Disamping itu, juga terlihat ada permainan pada level fasilitator

masyarakat dan level motivator desa, bahwa program COREMAP digunakan juga

untuk mencari hasil tambahan untuk staff yang ada di lapangan. Sehingga, proses

identifikasi dan pendistribusian bantuan juga terjadi pada aras staff di lapangan

menjadi bias politik dan ekonomi yang digunakan untuk kedekatan staff dengan

masyarakat terutama elit desa (kepala desa, perangkat desa ataupun tokoh desa).

Page 24: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

178  

Hal ini dibuktikan dengan pembentukan kelompok yang menerima bantuan adalah

kelompok yang dibentuk oleh fasilitator masyarakat dan atau motivator desa.

Tentunya sudah ada persekutuan politik dan ekonomi antara kelompok yang

dibentuk secara tiba-tiba dengan motivator desa ataupun fasilitator masyarakat

(Tn, 40 Tahun, 3 Mei 2012). Akan tetapi tidak secara general, hanya terjadi

dibeberapa desa saja, seperti di Mola Nelayan Bakti dan Mola Selatan.

Penyimpangan penggunaan program village grant di Desa Longa dan

Patuno Kecamatan Wangi-Wangi, adalah alokasi dana village grant untuk

membangun pagar penduduk ditepi jalan, yang jauh melenceng dari agenda

COREMAP. Program COREMAP juga dipakai secara politik oleh pejabat

pemerintah yang mempunyai kepentingan. Hal ini dibuktikan dengan dipecatnya

delapan anggota COREMAP yang tidak mendukung Pilkada, dari Kepala Daerah

Wakatobi terpilih. Kegagalan program COREMAP lainnya adalah tidak berbekas

pada bantuan, seperti pengadaan keramba yang tidak berbekas sampai saat ini.

Seperti kasus di Desa Nelayan Bakti perkampungan Bajo Mola (Idrs, 30 Tahun,

19 April 2012).

Program seed fund dan village grant belum mampu menjawab konservasi

terumbu karang di Wakatobi. Agenda besar rehabilitasi konservasi terumbu

karang yang dijalankan oleh COREMAP untuk di Wakatobi belum bisa

memberikan jawaban alternatif mata pencaharian masyarakat Wakatobi,

khususnya masyarakat Bajo. Pembuatan DPL yang menjadi pembatasan akses

masyarakat Bajo (masyarakat yang tidak mempunyai akses laut secara komunal)

dalam memanfaat sumberdaya karang termasuk ikan karang hidup. Sehingga,

nelayan ikan karang hidup masih tetap mencari ikan dasar di karang yang tidak

terdapat DPL. Peruntukan DPL dalam prakteknya, jauh dari konsep awal

pembentukan DPL yaitu sebagai zona konservasi dan pariwisata tanpa ada

aktifitas yang menggunakan sumberdaya karang termasuk aktifitas penangkapa

ika di DPL. Akan tetapi dalam prakteknya, DPL juga digunakan oleh masyarakat

untuk budidaya mariculture seperti budidaya rumput laut. Untuk kedepannya

akan terjadi konflik horizontal sesama masyarakat desa yang memiliki DPL,

dalam berkompetisi akses memanfaatkan zona DPL untuk budidaya mariculture.

Page 25: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

179  

Tujuan dibentuknya DPL untuk pemulihan sumberdaya terumbu karang

(recovery), yang dirumuskan sebagai bentuk keseimbangan antara pemulihan serta

kelestarian sumberdaya karang dengan pemanfaatan sumberdaya karang. Akan

tetapi untuk saat ini belum terlihat hasil yang menyentuh sesuai dengan agenda

keseimbangan pemulihan terumbu karang dan pemanfaatan. Permasalahan

mengenai DPL, dalam tahap konsep sangat bagus. Akan tetapi kenyataan

dilapangan bahwa DPL belum atau tidak berfungsi secara efektif. Untuk sebagian

masyarakat di Kaledupa Selatan, DPL digunakan untuk budidaya rumput laut,

juga di Desa Liya Bahari, Wangi-Wangi Selatan. DPL, merupakan bentuk ekslusi

dan alienasi terhadap pengguna sumberdaya yang berasal dari desa lainnya.

Ekslusivitas wilayah DPL hanya diperuntukan untuk anggota masyarakat

desa yang mempunyai wilayah DPL tersebut. Styni, 40 Tahun (8 Juni 2012),

menjelaskan bahwa untuk Desa Waha, DPL diperuntukkan untuk wisata yang

dikelola masyarakat Desa Waha. Peruntukan DPL hanya untuk kegiatan warga

desanya. Warga desa yang lain diperbolehkan lewat, tetapi tidak boleh menangkap

ikan dan sandar di daerah DPL apalagi menggunakan bom dan potassium.

Peruntukan untuk menambang pasir diperbolehkan hanya untuk masyarakat Desa

Waha (pasir tersebut hanya untuk kepentingan pribadi/tidak diperjualbelikan), dan

tidak ada aktivitas penambangan batu karang. Nelayan Desa Waha diperbolehkan

bersandar asal dengan batu yang sudah karang yang sudah mati dan tidak

diperkenakan dengan jangkar.

DPL digunakan untuk budidaya rumput laut oleh masyarakat desa yang

memiliki DPL. Dari 54 DPL yang terbentuk, salah satunya untuk Wangi-Wangi

Selatan yaitu Desa Liya Mawi dan Kaledupa Selatan untuk Desa Tanjung

dijadikan oleh masyarakat desa sebagai areal budidaya rumput laut. Budidaya

rumput laut digunakan sebagai bentuk usaha masyarakat untuk tidak

menggantungkan mata pencahariannya menggunakan sumberdaya karang.

Permasalahan yang terjadi adalah mulai terbentuk klaim atas wilayah DPL yang

digunakan untuk budidaya rumput laut. Untuk kasus di Desa Tanjung, hampir

seluruh wilayah laut milik Desa Tanjung digunakan sebagai budidaya rumput laut.

Menurut penuturan petani budidaya rumput laut (10 Juni 2012), mengatakan

bahwa kepemilikan budidaya rumput laut rata-rata pemiliknya mempunyai 1-3 ha.

Page 26: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

180  

Dalam satu ha terdapat budidaya rumput laut sepanjang 100 meter dengan

kedalaman 7 depa (dikonversi ke meter, 10,5 meter). 1 ha mempunyai luas

100m2x100m2, yang bisa menampung 25 tali rumput laut berjejer (jarak antar

tali 4 meter berbaris) dengan panjang tali sampai 90 meter.

Hal ini nantinya akan menjadi persoalan berkaitan dengan permasalahan

konservasi Taman Nasional. Ketidakmerataan distribusi kesempatan untuk

menggunakan wilayah laut desa termasuk DPL menjadi masalah tersendiri untuk

masyarakat yang tidak mempunyai daerah laut, seperti Bajo Mola. Selain

kecemburuan sosial, yang menjadi kekhawatiran konflik kedepan adalah sifat

eksklusivitas dari DPL itu sendiri. Dalam mekanisme DPL terdapat aturan

mekanisme yang berhak untuk memanfaatkan DPL dan juga sanksi terhadap

pelanggaran DPL. Aturan tersebut diakomodir oleh perdes. Untuk setiap desa

mempunyai aturan desa berkaitan dengan DPL yang berbeda. Sebagai contoh

untuk di Desa Tanjung, apabila ada perahu/bodi dan memutuskan tali budidaya

rumput laut maka dikenai sanksi pertali membayar Rp. 500.000,-. Kemudian ada

kecenderungan dari masyarakat pemudidaya, apabila terdapat gangguan pada

budidaya rumput laut, seperti berwarna kuning, masyarakat Desa Tanjung,

menuduh orang Bajo yang menyebabkan rumput laut kuning, karena

menggunakan potassium untuk menangkap ikan.

Kajian DPL yang merupakan zonasi dalam zonasi Taman Nasional,

menjadi perbincangan tersendiri. Di dalam DPL tersebut terdapat overlapping

kebijakan antara kebijakan DKP dan kebijakan TNW. DPL selain digunakan

sebagai daerah konservasi juga digunakan sebagai daerah pariwisata. Hal ini

tentunya, apabila diatur dan disinergitaskan dengan aturan Taman Nasional tidak

akan terjadi permasalahan. Akan tetapi saat ini di lapangan kordinasi antara

program DPL dengan zonasi taman nasional belum bisa menjawab persoalan

tekanan terhadap kawasan terumbu karang. Di lapangan masih terdapat praktek-

praktek perikanan yang dilakukan masyarakat dalam zonasi yang tidak

diperbolehkan penangkapan ikan, terutama masyarakat Bajo yang tidak

mempunyai wilayah DPL.

Pelaksanaan program COREMAP pada aras kabupaten dijadikan sebagai

program politik bantuan, yang di alokasikan dananya untuk tindakan korupsi bagi

Page 27: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

181  

pejabatnya. Hal ini dikaitkan bahwa COREMAP adalah kegiatan yang sarat

dengan bantuan dana taktis. Sehingga digunakan oleh pejabat yang berkuasa demi

kepentingan dirinya. Fenomena rent seeking sebagai tindakan korupsi pejabat

dalam struktur organisasi COREMAP menimbulkan efek kecemburuan antara

masyarakat dengan COREMAP. Ketidakpercayaan masyarakat terbukti dari

bantuan yang diberikan COREMAP tidak menawab permasalahan konservasi

terumbu karang.

Penambahan desa baru dalam program RPTK, dibuat agar terjadi

kebocoran dana. Pembuatan RPTK yang melahirkan LPSTK mempunyai

anggaran besar (termasuk anggaran village grant), yang mana hal ini dilakukan

agar terjadi kebocoran dana. Ini dilakukan oleh ketua PMU (Kadis DKP

Wakatobi). Pada Tahun 2010, terjadi pemotongan gaji yang dilakukan oleh ketua

PMU bersama SETO terhadap gaji Fasilitator Masyarakat (FM) dan Motivator

Desa (MD), hal ini berkaitan dengan kunjungan Menteri KKP pada waktu itu dan

artis Manohara. Tindakan ini merupakan bentuk dari pengambilan keputusan oleh

ketua PMU dimana difasilitasi oleh SETO (Rk, 32 Tahun, 16 Mei 2012).

COREMAP salah satu permasalahan bagaimana penyaluran dana yang

dikelola keuangannya oleh DKP. Program salah target dan sasaran sering

disuarakan oleh nelayan sebagai kekecawaan mereka terhadap kinerja DKP. DKP

Kabupaten Wakatobi dinilai tidak melihat dilapangan ketika akan

menggelontorkan bantuan. Staff DKP dan pejabatnya lebih dinilai kepada

kepentingan politis mereka. Hal ini ditunjukkan dilapangan, apabila ada bantuan

dari DKP Kabupaten, baik berkaitan dengan pengadaan infrastruktur maupun

bantuan program konservasi, yang mendapatkan adalah orang yang dekat dengan

pemerintah saja, seperti kepala desa maupun keluarganya. Nelayan KTP (nelayan

bukan asli, sebutan untuk masyarakat Bajo Mola yang menganggap sebagai

nelayan gadungan dan berani tampil di publik ketika ada permasalah pemberian

bantuan dari pemerintah) selalu mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan

bantuan karena difasilitasi oleh orang-orang pemerintahan. Tentunya hal ini

menjadi kecemburuan bagi masyarakat Bajo.

Dd, 30 Tahun (17 April 2012), menjelaskan tentang tugasnya bahwa di

Wakatobi sebagai penyuluh untuk perikanan budidaya. BP SDMKP (Balai

Page 28: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

182  

penyuluhan sumberdaya manusia kelautan dan perikanan) adalah program dari

KKP Pusat yang diperbantukan kepada DKP untuk membentuk kelompok nelayan

penerima dana hibah untuk nelayan dari pemerintah, dulu bernama PNPM

perikanan. Dd (30 Tahun), menjelaskan perihal bantuan, bahwa pembentukan

kelompok merupakan rekayasa dari DKP. Ketika menanyakan tentang kenapa

kelompok nelayan ini mendapatkan bantuan. Apakah sudah tepat sasaran dan

tepat guna. Pertanyaan ini diajukan ke kadis DKP, ternyata jawabannya adalah ya

begitulah adanya. Dedi mengeluh kelompok nelayan dan bantuan sangat kuat

interfensi dari Bupati dan Kadis DKP. Mereka yang diberi bantuan adalah orang-

orang yang dekat dengan penguasa. Hal ini senada diucapkan oleh Id, alokasi

bantuan perikanan yang terjadi komunitas nelayan Mola. Bantuan yang diberikan

untuk BP SDM KP (Balai Penyuluhan Sumberdaya Manusia, Kelautan dan

Perikanan) itu sebesar 100 juta pada awal-awalnya Tahun 2010, kemudian pada

akhir Tahun 2011 Bulan Oktober per kelompok menerima bantuan sebesar Rp. 65

juta untuk budidaya rumput laut. Keterlambatan dana dari DKP membuat

budidaya untuk rumput laut yang merupakan bantuan dari BP SDMKP dari KKP

Pusat yang dialokasikan ke DKP Kabupaten menjadi budidaya rumput laut tidak

berhasil.

Penilian Dd (30 Tahun), sebagai staff BP SDMKP terhadap DKP

berkaitan dengan anggaran dana bantuan sangat tertutup. Bantuan yang turun

tidak pernah di evaluasi dan di kontrol setelah pemberian bantuan. Tenaga

pendampingan dari DKP juga tidak pernah turun kelapangan. Apalagi di pulau

tomia, sekitar ada beberapa kelompok yaitu 5 kelompok di Desa Tongano dan

Desa Lamanggau. Bantuan keramba di Desa Tongano sekarang sudah hilang tidak

berbekas, demikian juga dengan bantuan rumput laut pun tidak berhasil. Untuk

idealnya rumput laut di tanam bulan ke-5 sampai bulan ke-9, akan tetapi bantuan

turun bulan setelah bulan ke-9. Sedangkan penanaman rumput laut setelah bulan

ke-9, sangat rentan dengan kondisi cuaca dan penyakit.

Masalah bantuan dari pemerintah, baik dari pemerintah pusat maupun

pemerintah provinsi yang diberikan guna mendukung sector perikanan, menjadi

hal yang tertutup. Ketidaktransparan tentang kontribusi bantuan yang disebabkan

oleh keputusan Kadis DKP, menjadikan kecemburuan dan kekecawaan nelayan.

Page 29: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

183  

Pemberian bantuan kepada kelompok juga tidak merata. Penyuluh dari BP

SDMKP sering mendapat kompalin dari masyarakat yang seharusnya itu

menerima dan berhak. Ini menandakan bahwa sangat lemah kontrol dari

masyarakat dan sangat kuatnya kekuasaan pejabat yang mempunyai kewenangan. Tabel 7.2. Bantuan dari pemerintah kabupaten (DKP) yang berkaitan dengan perikanan

Tahun Jenis Bantuan Anggaran Keterangan Sumber data

2005-2006

Kapal Pelingkar 10 unit

Rp. 3 Miliar

Tidak layak dan gagal. Pengadaan kapal pelingkar, kapal second sehingga rusak mesinnya (observasi dilapangan). Untuk semua kecamatan sampai sekarang tidak berfungsi.

Wawancara dengan Pak My, Ln (35 Tahun) Bendahara DKP (2005-2011), 5 Mei 2012; Rk, 16 Mei 2012

2006 PEMP Modal Usaha Koperasi Nelayan. Tidak efektif. Permasalahannya, kelompok penerima bantuan baru terbentuk, ketika aka nada bantuan. Informasi dan pembentukan kelompok, adalah orang-orang yang dekat dengan staff atau fasilitator PEMP

Rk, (16 Mei 2012); Dd (17 April 2012)

2007 Kapal Pelingkar 18 unit

Rp. 18 unit Tidak layak dan tidak fungsi

2009/2010 Katinting - Yang mendapatkan keluarga dari mantan

Kades Mola Utara Rk, (32 Tahun) (16 Mei 2012) Tn, Mola (29 Mei 2012)

2010 Rumpon, Katinting, bodi, BBM

- Dijalankan oleh Badan Penyuluhan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (BP SDMKP). Hasilnya hanya untuk orang yang dekat dengan Kadis/pejabat DKP.

Rk, (16 Mei 2012); Dd(30 Tahun) (Penyuluh BP SDMKP), (17 April 2012)

2011 Keramba apung bantuan dari KKP

@ Rp. 250.000,-

Di Mola, orang yang mendapatkan bukan nelayan ikan dasar (ikan karang hidup). Yang menjadi kordinator yang menentukan siapa yang mendapatkan adalah orang yang dekat dengan pejabat pemerintah.

Tn,(40 Tahun) Dmrdn (41 Tahun) Mola (29 Mei

Page 30: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

184  

2012) 2010/2011 Bantuan

rumput laut @ Rp. 65 juta/kelompok

Tidak berhasil sebagaimana semestinya. Kesalah teknis pemberian bantuan. Budidaya rumput laut tidak berhasil karena terserang penyakit

Dd, (30 Tahun)(17 April 2012)

2012 Kelompok Jaring 20 orang, Kelompok Lamba 20 orang, 2 kelompok bantuan tali dan benih rumput laut

Jaring 4 karung (10 pcs), Lamba 4 karung (10 pcs). Tiga karung benih (@ 50 kg)

Yang mendapatkan orang Lamanggau daratan, bukan Bajo Lamanggau

Skr (38 Tahun), Lamanggau (12 Mei 2012).

Sumber: Wawancara dengan berbagai nara sumber, baik nelayan, tokoh masyarakat ataupun staf

DKP; April-Juni 2012.

Porgram COREMAP Phase II diharapkan memberikan warna baru tentang

konservasi. Akan tetapi dalam prakteknya masih jauh dari praktek konservasi.

Idrs, 30 Tahun (19 April 2012), menjelaskan bahwa dilematis untuk konservasi

dari program COREMAP. Program COREMAP seharusnya yang menguatkan

kapasitas masyarakat dalam konservasi terumbu karang, belum terlihat untuk di

Wakatobi. Hal ini disebabkan antara pelaksanaan (juknis) di lapangan dengan

usulan masyarakat yang dituangkan dalam Rencana Pengelolaan Terumbu Karang

(RPTK) belum sinkron. Sebagai contoh adalah tidak tepatnya pembangunan infra

struktur yang tidak ada kaitannya dengan program konservasi terumbu karang.

Hal ini dikarenakan ada instruisi kekuasaan yang dilakukan oleh elit penguasa.

Penguasa yang mempunyai wewenang terhadap program ini, tidak hanya sebatas

pada anggaran bantuan, tetapi juga menentukan siapa yang bisa mendukung

kekuasaannya.

7.3. Regime Pasar dan Tantangannya

Ada pembicaraan menarik dengan salah satu eksportir ikan konsumsi

karang hidup (16 Juli 2012), bahwa ada seorang pejabat KKP pernah mengatakan,

kalau agenda konservasi terumbu karang (COREMAP) gagal maka yang

membiayai rehabilitasi terumbu karang adalah perusahaan perikanan karang

hidup. Perusahaan perikanan karang hidup sanggup membiayai rehabilitasi karang

tetapi hanya di daerah operasi (tangkapannya) saja. Tidak boleh di daerah operasi

(tangkapan) orang lain, dan setidaknya ada kebijakan regulasi juga untuk

pengusaha lainnya. Banyak yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam

Page 31: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

185  

mengelola konservasi terumbu karang. COREMAP untuk Indonesia Timur

dibiayai oleh World Bank dan di Indonesia Barat oleh Asian Development Bank

yang keseluruhannya adalah pinjaman Pemerintah Indonesia. Kesemuanya

pembiayaan rehabilitasi terumbu karang adalah hutang yang harus

dipertanggungjawabkan keberhasilannya.

Belum maksimalnya pengelolaan terumbu karang, baik yang dilakukan

oleh Balai Taman Nasional Wakatobi dan COREMAP di Wakatobi, terindikasi

masih terjadi praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya laut dan perikanan yang

belum bisa diharapakan dari idealisme kawasan konservai. Pengelolaan baik yang

menjadi program Taman Nasional dan program COREMAP, belum mengatasi

permasalahan sumberdaya perikanan di Wakatobi. Praktek penambangan batu

karang dan pasir laut untuk bahan bangunan, serta masih terdapat anggapan zonasi

belum ditetapkan dan sampai pada tahapan penggunaan alat tangkap perikanan

yang tidak ramah lingkungan termasuk penggunaan potassium dan bom.

Alasan masyarakat menggunakan sumberdaya kelautan dan perikanan

menjadi salah satu mata pencaharian tunggal, adalah bentuk rasionalitas logis,

mengingat praktek-praktek konservasi yang ada di kawasan belum menjawab

permasalahan masyarakat berkaitan dengan alternatif livelihood mereka. Adanya

sistem zonasi Taman Nasional mengubah pola kebiasaan lama yang secara turun

menurun dilakukan oleh nelayan ikan karang. Sistem konservasi komando dari

regime negara, menyebabkan nelayan tidak leluasa lagi dalam menggunakan

sumberdaya perikanan. Disisi lain, dengan terbentuknya DPL sebagai program

COREMAP yang merupakan zona konservasi dan pariwisata, menimbulkan

adanya polemik-polemik permasalahan baru bagi masyarakat yang tidak

mempunyai wilayah laut desa, dan akses nelayan terhadap sumberdaya menjadi

semakin sempit, dikarenakan DPL berada di zona pemanfaatan lokal. Eksklusi

dan alienasi terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan di dalam DPL kepada

pengguna sumberdaya dari desa lain pun terjadi.

Ketika  permasalahan penggunaan sumberdaya belum bisa terjawabkan

oleh sistem pengelolaan kawasan dengan regime negara dengan hadirnya Taman

Nasional dan ataupun dengan regime masyarakat dengan sistem devolusi

kekuasaan dari LIPI dan Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) kepada Dinas

Page 32: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

186  

Kelautan Perikanan Kabupaten sebagai ujud dari konsep desentralisasi melahirkan

politik dana dan politik bantuan. Kehadiran pola pengelolaan tersebut menjadikan

pola pemanfaatan sumberdaya perikanan karang tidak berubah sesuai dengan

agenda konservasi dan keberlanjutan sumberdaya perikanan.

Konsep pengelolaan modernisasi secara global melahirkan pola

pengelolaan konservasi yang di dorong oleh pasar. Agenda konservasi melalui

jaringan business to bussines, diinisiatifkan sebagai upaya menjawab belum

efektifnya pengelolaan sumberdaya perikanan yang diatur oleh negara dan

pemerintah daerah. Standarisasi produk perikanan ramah lingkungan merupakan

upaya praktek-praktek perikanan berkelanjutan yang berharap bisa mendukung

upaya konservasi dan pembangunan ekonomi di kawasan Taman Nasional

Wakatobi.

Standarisasi dan pola pemanfaatan produk perikanan yang

bertanggungjawab adalah suatu tanda bahwa produk yang dijual tersebut

diperoleh melalui suatu cara yang memperhatikan kaidah lingkungan sehingga

pemanfaatan sumber daya alam dapat berlangsung selama mungkin. Dalam

produk perikanan, standarisasi produk perikanan mengacu pada produk yang

diperoleh dari hasil tangkapan di alam. Food Agriculture Organization (FAO)

telah menerbitkan pedoman bagi pemerintah dan organisasi yang telah

menjalankan, atau sedang mempertimbangkan untuk membentuk skema

standrisasi perikanan tangkap dalam rangka sertifikasi serta promosi produk

berlabel dari penangkapan yang berkelanjutan atau dikelola dengan baik.

Secara garis besar persyaratannya adalah dapat dipercaya, melalui proses

audit independen, sertifikasi pihak ketiga, transparansi dalam penentuan standard

dan akuntabilitas, dan mendasarkan standar pada kajian ilmiah yang baik. Prinsip-

prinsip sertifikasi ekolabel menurut FAO sebagai bentuk dari consensus Code of

Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Tahun 1998, adalah sebagai berikut:

1. be a voluntary nature and market driven;

2. be transparent;

3. be non discriminatory, do not crate obstacles to trade and allow

for fair competition;

4. establish clear accountability for the promoters of schemes and for

Page 33: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

187  

the certifying bodies in conformity with international standards;

5. there should be reliable auditing and verification process ;

6. recognize the sovereign rights of state and comply with all relevant

laws and regulations;

7. ensure equivalence of standards between countries;

8. be based on the best scientific evidence;

9. be practical, viable and verifiable;

10. ensure that labels communicate truthful information;

11. must provide for clarity (Deere, 1999: 30 IUCN-The World

Conservation Union and FAO).

Inisiatif Seafood Savers pada dasarnya adalah untuk improvisasi produksi

perikanan yang bertanggung jawab sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya

IUU Fishing yang sudah menjadi kegiatan dalam perikanan tangkap di wilayah

perairan Indonesia. Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing merupakan

kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh

peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau

lembaga pengelola perikanan yang tersedia. Definisi dan batasan dari IUU Fishing

mengadopsi dari IPOA (International Plan of Action to Prevent, Deter and

Eliminate)-IUU Fishing sebagai hasil dari komite FAO pada konvensi perikanan

dunia pada Tahu 2001 (Baird, 2006:9).

Menurut IPOA-IUU (II. Nature and Scope of IUU Fishing and the

International Plan of Action) (2001), (Baird, 2006:11; Nikijuluw; 2008: 13-48),

adalah sebagai berikut:

Illegal Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan : • Penangkapan yang dilakukan oleh suatu negara atau kapal asing diperairan

yang bukan merupakan yuridiksinya, tanpa izin ke pemeintah/negara dan

kegiatan perikananya bertentangan dengan aturan yuridiksi negara

tersebut;

• Penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal ikan berbendera salah satu

negara yang tergabung dalam RFMO (Regional Fisheries Management

Organisation) tetapi pengoperasian kapalnya bertentangan dengan aturan

yang diadopsi oleh RFMO tersebut;

Page 34: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

188  

• Penangkapan ikan yang bertentangan dengan undang-undang suatu negara

atau peraturan internasional termasuk aturan-aturan yang ditetapkan oleh

negara anggota RMFO.

Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :

a) Penangkapan ikan tanpa izin;

b) Penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu/izin ganda;

c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;

d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan izin.

Unreported Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan : • Kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau terjadi salah

pelaporan kepada otoritas pemerintah tertentu dan/atau bertentangan

dengan hukum/aturan yang berlaku;

• Kegaiatan penangkapan ikan yang dilakukan di kawasan yang merupakan

kompetensi suatu RMFO tertentu, dimana kegiatan tersebut tidak

dilaporkan atau salah pelaporan, sehingga bertentangan dengan prosedur

pelaporan yang berlaku di RMFO.

Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di Indonesia: • Penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang

sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan;

• penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transshipment di

tengah laut)

Kegiatan Unregulated Fishing:

• Kegiatan penangkapan ikan pada kawasan yang merupakan tanggung

jawab RFMO tertentu, akan tetapi bertentangan dengan tindakan-tindakan

konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh RFMO. Dilakukan oleh

kapal yang tidak beridentitas negara, atau kapal yang berbendera bukan

negara RFMO atau perusahan ikan tertentu;

• Penangkapan ikan atas jenis ikan tertentu atau didaerah perairan tertentu

yang terdapat pengelolaan konservasi baik diatur oleh negara tersebut atau

merujuk aturan internasional.

Kegiatan Unregulated Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah:

• Penangkapan ikan di laut lepas yang berkaitan dengan spesies tertentu;

Page 35: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

189  

• Penangkapan jenis ikan tertentu di daerah konservasi yang dilakukan

secara sembunyi-sembunyi.

Sebagai kawasan konservasi Taman Nasional Wakatobi memiliki aturan

yang tidak melegalkan tindakan perikanan yang berkaitan dengan penggunaan alat

tangkap yang merusak sumberdaya terumbu karang dan menangkap spesies yang

dilindung secara peraturan perundang-undangan seperti yang termaktub dalam

UU No.5 Tahun 1990 Pasal 21 (1,2); UU No. 31 Pasal 8 (1); PP No 7 Tahun 1999

dan PP. No 8 Tahun 1999. Merujuk dari aturan Taman Nasional Wakatobi, ada

beberapa spesies target perikanan yang dilindungi dalam kawasan yaitu: Penyu

Sisik, Penyu Hijau, Lumba-Lumba, Napoleon, Ketam Kelapa, Kima dan Lola

RPTNW, 2008; 21-22).

Aktivitas produksi komoditas ikan konsumsi karang hidup yang terjadi di

Perairan Wakatobi, masih besar kemungkinan terjadi praktek IUU Fishing.

Praktek-praktek IUU Fishing tersebut terbungkus pada praktek-praktek yang lain.

Produksi komoditas yang terdapat di kawasan perairan Wakatobi mempunyai dua

sifat komoditas, komoditas untuk memenuhi pasar dalam negeri dan untuk pasar

ekspor. Untuk pasar ekspor, seperti halnya usaha produksi penangkapan Napoleon

yang dibarengi dengan usaha produksi ikan Kerapu dan Sunu. Untuk mengelabui

pengontrolan dari pihak Jagawana dan DKP, beberapa pengumpul ikan

(kordinator) menggunakan kedok ikan Kerapu dan Sunu sebagai usaha utama

mereka (Idr, 30 Tahun, 30 Maret 2012).

Penangkapan komoditas Napoleon kebanyakan menggunakan bius

(potassium), walaupun Napoleon pada dasarnya bisa tertangkap melalui pancing,

bubu ataupun jaring (lamba). Akan tetapi untuk penangkapan dengan

menggunakan bubu dan jaring kebanyakan mati. Susahnya Napoleon ditangkap

menggunakan alat tangkap pancing, dikarenakan bentuk morfologi mulut

Napoleon yang menurut nelayan susah untuk makan umpan dari pancing,

disamping habitat Napoleon di karang yang dikenal sebagai ikan pemalu (My, 20

Tahun, 22 Mei 2012; Armn, 18 Mei 2012).

Penangkapan spesies target perikanan yag tergolong dilindungi yang

kebutuhannya untuk pasar domsetik adalah masih terjadinya penangkapan dan

pemanfaatan spesies seperti: Kima, Penyu Hijau (penyu laut) dan telurnya. Hal ini

Page 36: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

190  

masih banyak ditemukan di masyarakat atau pasar tradisional. Masyarakat

memanfaatkan kima untuk dimakan sendiri dan dijual dalam bentuk sudah

dikeringkan. Sedangkan untuk Penyu Laut dan telurnya di jual di pasar. Harga

daging Penyu Laut dijual dengan harga Rp. 10.000/kg, sedangkan telurnya Rp.

3000,-/butir. Menurut informasi dari masyarakat Ketam Kelapa masih sering

ditemukan di pasar tetapi sudah sangat jarang. Satu ekor Ketam Kelapa (Kepiting

Kanari: bahasa Wanci) di jual denga harga Rp. 150.000/ekor.

Komoditas spesies target tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat ataupun

dijual ke eksportir. Seperti untuk Napoleon dan Penyu Laut, salah satu kordinator

di Mola kadang mendapat pesanan apabila ada pejabat pemerintah datang ke

Wakatobi. Pesanan tersebut dikirim ke salah satu resort yang ada di Wangi-

Wangi. Menurut penuturan Md. Kllng (40 Tahun), (4, April 2003) bahwa

Napoleon kadang dipesan oleh resort yang ada di Wanci dan kadang untuk

Napoloen mati di jual ke kendari. Harga satu ekor Napoleon mati ukuran up

(diatas 600 gram) dijual seharga Rp. 500.000,- untuk kondisi hidup di jual antara

Rp. 500.000,- sampai Rp. 1 jt. Kllg, membeli dari nelayan seharga Rp. 200.000,-

untuk kondisi mati dan Rp. 400.000,- untuk kondisi hidup (tergantung ukuran).

Kllg, saat ini masih sering mendapat pesanan tentang Napoleon oleh pejabat.

Menurutnya Napoleon mempunyai khasiat (informasi dari orang putih (orang

cina) yaitu bisa mencuci darah 10 kali dan memperpajang umur. Menurutnya yang

paling banyak proteinya adalah bagian sisik. Napoleon juga mempunyai mitos

sebagai segala obat buat penyakit dan obat kuat.

Penyu Laut menurut laporan nelayan dan kordinator dimanfaatkan sudah

seperti tradisi. Bukan hanya orang Bajo saja dan Bali yang mengkonsumsi Penyu

Laut, tetapi juga Masyarakat Mandati yang mengkonsumsi Penyu Laut untuk

hajatan ataupun pesta keluarga. Penyu menurut kepercayaan masyarakat Mandati

adalah sesajian yang istimewa dan menu makanan utama untuk menjamu para

pejabat. Nn, (18 Tahun) (29 Maret 2012), menjelaskan bahwa kadang diancam

oleh polisi, kalau punya Penyu tetapi tidak di jual dengan dalih akan ditangkap

dan dilaporkan. Penyu tersebut dihargai dengan harga Rp. 50.000,- ampai

Rp.150.000,- tergantung dari ukuran.

Page 37: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

191  

Berdasarkan keterangan diatas aktivitas Illegal Fishing, sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan adalah penggunaan metode dan teknologi yang

bersifat merusak, yang bertentang dengan perundang-undangan perikanan dan

konservasi. Penyebab Illegal Fishing yang terjadi di kawasan konservasi Taman

Nasional Wakatobi adalah sebagai berikut:

• Meningkat dan tingginya permintaan ikan (termasuk pasar ekspor di luar negeri);

• Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut

• Belum ada visi yang sama antar aparat penegak hukum

• Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana terhadap kegiatan

penggunaan alat yang merusak lingkungan.

Kegiatan perikanan di perairan Wakatobi berkaitan dengan area kawasan

konservasi adalah dengan Unreported Fishing hasil produksi perikanan. Untuk

penangakapan aktivitas ikan konsumsi karang hidup masih ada yang

menggunakan sistem pengangkutan yang mengundang kapal impor dari Hong

Kong. CV. J.M. mulai dari Tahun 1992 sampai sekarang masih menggunakan

pengiriman komoditas ke Hong Kong dengan kapal. Dalam sistem pengambilan

komoditas ikan konsumsi karang hidup, dilakukan malam hari (Hndr, 39 Tahun,

27 April 2012). Kapal impor Hong Kong mendapat ijin dari DKP Buton dan

mengurus perijinan juga untuk keterangan asal ikan ke DKP Wakatobi.

pengurusan ijin atas surat keterangan asal ikan untuk DKP Wakatobi diwakili oleh

kordinator kepercayaan dari CV. J.M., sedangkan untuk DKP Buton di urus oleh

staff kantor CV. J.M. (data sekunder DKP Wakatobi dan DKP Buton).

Pelaporan hasil tangkapan ikan untuk wilayah Wakatobi masih

mempunyai kendala. Hal ini dikarenakan setiap kordinator masih malas untuk

memberikan pembukuan produksi tangkapan ikan konsumsi karang hidup (Li; An,

16 Juni 2012). Kendala tentang pelaporan produksi hasil tangkapan ikan juga

tidak hanya datang dari pelaku pengusaha, akan tetapi juga dari Dinas Kelautan

Perikanan Kabupaten yang masih longgar dalam pengawasan dan pengaturan.

H. Bh (2 Juni 2012), menjelaskan bahwa mengenai pengawasan kouta

perikanan yang dilakukan oleh DKP Wakatobi tertanggal 31 Mei 2012.

Menyatakan bahwa pihaknya masih menetapkan harga per kilogram sebagai

Page 38: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

192  

retribusi daerah dengan ketentuan harga dasar sebagai pelaksanaan Keputusan

Bupati yang merupakan kombinasi harga di pasar dengan harga di nelayan, bukan

harga di pengusaha. Inilah yang menjadi kekurangan dalam pengontrolan

produksi ikan. Kemudian apabila ada laporan yang dilaporkan ke DKP sebelam

proses pengangkutan ikan, itu tidak pas di kondisi lapangan, diberi toleransi,

misalnya dalam laporan itu ada 10 ton, ternyata lebih dari 10 ton, maka tidak

dikenakan sanksi apapun dan dianggap wajar. Tetapi apabila lebih dari 5 ton dari

apa yang dilaporkan akan ditindak.

Penyebab Unreported Fishing yang terjadi di Wakatobi adalah sebagai berikut:

• Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan (log book)/

angkutan ikan;

• Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data

hasil tangkapan (log book)/angkutan ikan;

• Hasil tangkapan dan fishing ground dianggap rahasia dan tidak untuk

diketahui pihak lain (saingan);

• Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang

sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol;

• Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan memiliki

pelabuhan/tangkapan tersendiri;

• Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas

terkait cenderung lebih rendah dari sebenarnya. Menurut petugas retribusi

laporan produksi umumnya tidak pernah mencapai 20% dari produksi

yang sebenarnya.

Sementara itu dari kajian tentang ijin quota penangkapan Napoleon

sebagai ikan yang dilindung, terdapat bahwa pemberian ijin kepada salah satu

perusahaan yang beroperasi di perairan Wakatobi, yaitu CV. J.M. memiliki ijin

penangkapan dari BKSDA Wilayah II Sulawesi Tenggara yang ada di Kabupaten

Buton. Ijin tersebut melampirkan nelayan/kordinator yang berhak menangkap

Napoleon. Ditemukan dalam data sekunder ada tiga kordinator yang berasal dari

Wakatobi, yaitu Hyd (dari Mola), Ily (Tomia) dan Dmr (Tomia). Kelengahan dan

tidak adanya sistem cross check antar dinas ataupun departemen menjadikan

Page 39: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

193  

kebocoran dalam perijinan. BKSDA setempat tidak saling kordinasi denga Balai

Taman Nasional Wakatobi dan DKP setempat.

Penyebab Unregulated Fishing: • Lemahnya peraturan perundangan;

• Lemahnya monitoring, control and surveillance terhadap kawasan;

• Tumpang tinding kewenangan pengelolaan kawasan konservasi

konservasi;

• Belum harmonisanya produk hukum tentang pengelolaan kawasan

konservasi;

• Banyak terlibat aktor yang memanfaatkan kawasan konservasi untuk

tindakan kepentingan politiknya.

Komoditas Napoleon menjadikan Napoleon diburu walaupun merupakan

aktivitas illegal dalam kawasan konservasi. Penggunaan alat tangkap yang cepat

untuk mendapatkan Napoleon tetap dilakukan walaupun telah ada larangan dari

aturan konservasi Taman Nasional Wakatobi. Kegiatan tangkapan dan usaha

Napoleon menjadi catatan tersendiri sebagai usaha yang terselubung dan bersifat

illegal yang legal.

Rekomendasi tersebut merupakan hasil dari penilaian langsung di

lapangan yang dilakukan oleh WWF-Indonesia. Beberapa elemen yang menjadi

obyek dalam penilaian tersebut mencakup aktivitas perikanan perusahaan,

kesesuaian aktivitas perikanan dengan standar IPOA-IUU Fishing dan kepatuhan

perusahaan terhadap praktik-praktik ramah lingkungan lainnya, seperti

pengelolaan limbah B3, efisiensi energi, dan menuju kepemilikan atas sertifikat

ekolabel. Selain itu, kajian ini juga menyentuh hal-hal di luar isu lingkungan,

yaitu mekanisme rantai dagang (supply chain) dan pembagian keuntungan yang

diberlakukan dalam rantai tersebut (WWF Indonesia, 2011). Agenda Seafood

Savers mempunyai tujuan dalam mendukung pengelolaan kawasan Taman

Nasional Wakatobi terutama dalam perlindungan daerah karang, sebagaimana

merupakan delapan potensi sumberdaya kawasan Wakatobi yang harus dijaga

kelestariannya.

Keprihatinan dunia terhadap kegiatan IUU Fishing, meningkatkan

kesadaran masayrakat dunia terutama konsumen terhadap kondisi kritis perikanan

Page 40: 7. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN KARANG · ntuk kegia tus sejarah N Wakatobi ngan sistem urannya ad n Nasional padaTahu nya adalah: yang mem tidak atau gsi untuk na ini bole Sedangkan

194  

dunia. Di Indonesia diinisiasikan oleh WWF Indonesia Fisheries Chapture dalam

upaya pengamanan produk-produk perikanan laut yang ramah lingkungan demi

terwujudnya keberlanjutan perikanan. Sebagai launch product of Seafood Savers

diinisiasikan mulai Tahun 2008 dan di implementasikan pada Tahun 2011. Untuk

perikanan ikan konsumsi karang hidup di implementasikan dengan melihat

kawasan TN Wakatobi sebagai pilot project adanya upaya perikanan tangkap

yang bertanggung jawab terhadap ekologi yaitu Seafood Savers.

Seafood Savers merupakan praktek kelola sumberdaya perikanan yang

melibatkan kerjasama antar korporasi yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia pada

Bulan Oktober Tahun 2009. Tujuan Seafood Savers tidak lain adalah untuk

menguatkan dukungan dari sektor industri terhadap praktek perbaikan

pengelolaan perikanan laut di Indonesia. Perusahaan perikanan merupakan sektor

industri perikanan yang mempunyai kepentingan dan berpengaruh pada

pemanfaatan sumberdaya perikanan sekaligus kerusakan lingkungan serta

kelangsungan sumber daya alam. Inisiasi dari WWF Indonesia, hadir pada Tahun

2009 dengan launch seafood savers, sebagai bentuk upaya konservasi spesies,

yang sudah mengkhawatirkan (WWF Indonesia, 2011). Untuk komoditas

perikanan karang dilakukan di Taman Nasional Wakatobi, dipilih sebagai pilot

project untuk program Seafood Savers dengan berbagai pertimbangan. Dalam

kawasan Taman Nasional Wakatobi, terdapat potensi sumberdaya perikanan yang

melimpah, termasuk kondisi stok perikanan karang hidup yang masih bagus. Akan

tetapi di dalam kawasan juga masih terdapat praktek-praktek penangkapan ikan

yang masih bersifat merusak, yaitu dengan menggunakan bom dan bius. Dengan

adanya program Seafood Savers, diharapkan mampu untuk mewujudkan

keberlanjutan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi Taman Nasional

Wakatobi.