7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
-
Upload
riski-munandar -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
1/10
Sulistyawati, dkk.
113Vol. 15 No. 3 Desember 2008
Abstrak
Glulam merupakan salah satu metoda mengatasi keterbatasan dimensi bahan dasar kayu yang tersedia.
Dengan mempersiapkan lamina-lamina dan menyusunnya serta melakukan proses perekatan antar permukaan
lamina dapat menghasilkan dimensi balok sesuai kebutuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan
nilai kekakuan dan kekuatan lentur maksimum balok glulam dengan ketebalan lamina yang berbeda serta
membandingkannya terhadap balok utuh. Kekakuan dinyatakan dalam MOE (modulus of elastcity), dankekuatan lentur maksimum dinyatakan dalam MOR (modulus of rupture). Penelitian ini menggunakan kayu
Akasia (Acacia mangium) termasuk kayu dengan kerapatan menengah. Balok glulam dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok ketebalan lamina, masing-masing 20 mm, 15 mm and 10 mm. Selain balok glulam disiapkan pula
balok utuh. Penampang melintang balok glulam maupun balok utuh adalah 60 mm x 60 mm. Perekat yang
digunakan adalah Polyurethane merupakan Water Based Polymer Isocyanate. Perekat terdiri dari dua bagian;begian pertama adalah PI 3100 sebagai cairan resin, dan H7 sebagai cairan pengeras. Berat labur perekat
diaplikasikan sebesar 280 g/m2pada kedua permukaan rekatan. Prosedur pengujian dilaboratorium dilakukan
berdasarkan ASTM D143-05, Standard Test Methods for Small Clear Specimen of Wood. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa konfigurasi penampang melintang balok glulam mempengaruhi nilai MOE dan MOR-nya;
semakin tipis ketebalan lamina mempunyai tendensi semakin tinggi MOE dan MOR-nya; nilai MOE dan MOR
balok glulam tidak berbeda nyata dengan balok utuh, dan kedua nilai tersebut dipengaruhi oleh tipe kerusakan
balok.
Kata-kata Kunci:Glulam, lamina, MOE, MOR.Abstract
Glued Laminated Beam represents one method in overcoming limited dimension of available raw material of
wood. Bystacking sequence of several timber layers to be bonded with glue perfectly, the dimension which wasrequired could be obtained. The objectives of this research were to determine the stiffness and maximum bend-
ing strength of glued laminated beam (glulam) with different thickness of lamina; it was compared to solid beam.The stiffness was represented asMOE(modulus of elasticity), and maximum bending strength as MOR (modulusof rupture). This research used Acacia (Acacia mangium) as a medium density wood. Glulam beam was divided
into 3 (three) groups based on the thickness of lamina, 20 mm, 15 mm and 10 mm respectively. Solid beam was
also prepared besides glulam beam. The cross section of glulam and solid beam was 60 mm x 60 mm. The adhe-
sive, Polyurethane was used as Water Based Polymer Isocyanate. It consisted of two parts; the first part of theadhesive was PI 3100 as a liquid resin, and H7 as a liquid hardener. The two parts were mixed in the ratio of
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum
Balok Glulam dan Utuh Kayu Akasia
Indah Sulistyawati
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti.Jl. Kyai Tapa No. 1, Jakarta 11440E-mail: [email protected]
Naresworo Nugoho
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor.E-mail: [email protected]
Surjono Suryokusumo
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor.E-mail: [email protected]
Yusuf Sudo Hadi
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor.
E-mail: [email protected]
ISSN 0853-2982
Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa SipilJurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
2/10
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum...
114 Jurnal Teknik Sipil
100:15 by weight. The glue spread of adhesive was applied 280 g/m2
in adouble spread. The procedure of
investigation in the laboratory was tested in accordance with ASTM D143-05, Standard Test Methods for Small
Clear Specimen of Wood.The result showed that the cross section configuration of glulam beam influenced in thevalue of MOE and MOR; the lesser the thickness of lamina the higher MOE and MOR value tendency were; the
MOE and MOR of glulam beam were not significant different with solid beam, and it were influenced by the type
of failure.
Keywords: Glued laminated, modulus of elasticity, modulus of rupture, stiffness, strength.
1. Pendahuluan
Kerusakan hutan terjadi akibat adanya penebangan
ilegal, kebakaran hutan, pelanggaran tata guna wilayahhutan dan implementasi penggunaan tanah hutan yangmenyimpang. Keadaan ini mengakibatkan terjadinyapengurangan produksi kayu dari hutan alam, sehinggaterjadi keterbatasan ketersediaan kayu berdiameter
besar. Di sisi lain, dengan semakin meningkatnyapertambahan penduduk kebutuhan kayu untuk
berbagai keperluan juga semakin meningkat.
Pada pertengahan tahun 1980-an pemerintah Indonesia
memulai membangun kawasan hutan tanaman industri(HTI) yang cepat tumbuh (FWI/GFW, 2001).Pemerintah menetapkan program HTI sebagai rencanauntuk menyediakan pasokan tambahan kayu yang
berasal dari hutan-hutan alam selain melakukanmelakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi.
Produksi yang dihasilkan dari HTI adalah untukmemenuhi kebutuhan kayu pulp dan kayu
pertukangan. Berdasarkan Statistik KehutananIndonesia tahun 2005 (Departemen Kehutanan, 2006)
menyatakan bahwa produksi kayu dari hutan tanamansebesar 13.58 juta m3 sedangkan dari hutan alam
sebesar 9,33 juta m3. Dapat dilihat bahwa potensi
hutan tanaman industri adalah cukup tinggi jika
dibandingkan dengan hutan alam.
Pada umumnya kayu yang dihasilkan dari jenis cepattumbuh mempunyai diameter kecil karena sikluspemotongan yang pendek, sehingga kayu sebagai
bahan alamiah berupa balok atau log belummerupakan produk yang efisien sebagai komponen
struktural. Adanya ketersediaan balok dengan diameterkecil, sedangkan kebutuhan sebagian komponenstruktural memerlukan dimensi cukup besar, makaperlu suatu metoda yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut.
Untuk memenuhi ketersediaan komponen strukturaldengan dimensi yang tidak tergantung dengan
diameter kayu, dikembangkanlah bentuk strukturbukan kayu utuh melainkan komponen laminasi yang
dibuat melalui perekatan atau biasa disebut denganbalok laminasi atau Glulam (Glued Laminated).Glulam adalah susunan beberapa lapis kayu direkatkan
satu sama lain secara sempurna menjadi satu kesatuantanpa terjadi diskontinuitas perpindahan tempat
(Serrano, 2002). Prinsip desain laminasi adalahmemaksimalkan dimensi dengan meminimalkanmaterial. Apabila prinsip tersebut dapat dilakukansecara simultan maka tujuan penggunaan laminasi
dapat dicapai secara maksimal, sehingga laminasimerupakan desain ekonomis dengan tetap memenuhi
prinsip struktural (Bodig dan Jayne, 2003). Moodydkk., 1999 menyatakan bahwa glulam merupakanrekayasa produk pengaturan tegangan (stress-rated
product) yang terdiri dari dua atau lebih lapisan kayuyang direkat satu dengan lainnya secara bersama-samadengan arah serat longitudinal seluruh lapisan yang
disebut sebagai lamina, paralel terhadap panjangnya.Moody dkk,. 1999 juga menyatakan bahwa glulammerupakan bahan yang terbuat dari lapisan kayu
pilihan.
Balok kayu utuh dengan adanya cacat kayu,mengakibatkan kapasitas memikul beban menjadilebih kecil, dengan memotong menjadi beberapa lapis
lebih tipis dan kemudian merekatkan kembali denganmenghilangkan cacat kayu atau mengatur posisi cacatkayu secara tepat maka sifat mekanisnya akanmeningkat. Dinyatakan oleh Berglund dan Rowell(2005), bahwa keuntungan paling besar daripenggunaan glulam adalah untuk menghasilkan balok
besar dapat dibuat dari kayu dengan log berdiameterkecil, kayu dengan kwalitas rendah, serta kayu tipis
dapat dikeringkan lebih cepat daripada kayu dengan
dimensi besar.
Perekat merupakan material dengan sifat berbedadengan kayu. Adanya perekat diantara lapisan kayupada glulam, memungkinkan terjadi perubahan sifatmekanis glulam, seperti kekakuan dan kekuatannya.
Dengan dimensi penampang melintang glulam yangsama, dapat disusun sejumlah lamina secara horizontaldengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
3/10
Sulistyawati, dkk.
115Vol. 15 No. 3 Desember 2008
lamina, semakin tipis tebal lamina. Semakin banyakjumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan.Pengaruh adanya bahan perekat dan perbedaanketebalan lamina pada balok glulam perlu diamatiuntuk mengetahui kemampuan kekakuan dan
kekuatannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilaikekakuan (MOE) dan kekuatan lentur ultimate (MOR)
balok glulam dengan ketebalan lamina yang berbeda
serta membandingkannya terhadap balok utuh.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan dan peralatan
Kayu yang digunakan pada penelitian ini adalahAkasia (Acacia mangium, famili Leguminosae) yang
merupakan kayu cepat tumbuh (fast growing species).Kayu ditebang dari Legok, Perum Perhutani Unit III,
Bogor, Jawa Barat dengan diameter log sekitar 22 cm
dan umur tanam sekitar 8 tahun.
Perekat yang digunakan adalah polyurethane (WaterBased Polymer Isocyanate, WBPI). Perekat dengannama PI-3100 terdiri dari 2 komponen yaitu base resin
dan hardener(H-7).
Kilang pengering digunakan untuk proses pengeringanlamina maupun balok utuh. Pengujian lenturdilakukan menggunakan Universal Testing Machine,
Instron 330 Type dengan kapasitas beban sebesar 50KN. Pelaksanaan pengujian dilakukan diLaboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan,Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor,
Jawa Barat.
2.1.1 Penyiapan benda uji
Balok kayu untuk glulam maupun balok utuh dipotong
dari log kayu dengan arah longitudinal. Papan laminadibuat dengan ketebalan masing-masing 25 mm, 20mm, dan 15 mm dengan lebar 60 mm dan panjang1000 mm. Balok utuh disiapkan dengan ukuran 65mm x 65 mm x 1000 mm untuk tebal, lebar danpanjang. Seluruh lamina dan balok utuh dikeringkan
dengan kilang pengering sampai mencapai kadar airkesetimbangan sekitar 14%. Permukaan lamina
maupun balok utuh dihaluskan sehingga tebal laminamasing-masing menjadi 20 mm, 15 mm, dan 10 mmdengan lebar seluruhnya 60 mm dan panjang 900 mm,serta dimensi balok utuh menjadi 60 mm x 60 mm x900 mm untuk lebar, tinggi dan panjangnya.
Pemilahan seluruh lamina dilakukan berdasarkanmodulus elastisitasnya (MOE) dengan caramengadakan pengujian lentur sistim non destructive
test. Masing-masing lamina diletakkan diatas duaperletakan sederhana, dan diberikan beban terpusatditengah bentang serta dilakukan pengukuran defleksidengan alat deflektometer ditengah bentang. Laminadengan kelompok ketebalannya dikumpulkan
berdasarkan besar MOE yang sama. Masing-masinglamina dengan ketebalan 20 mm disusun sebanyak 3lapis, 15 mm sebanyak 4 lapis, dan 10 mm sebanyak 6lapis, dan dikelompokkan untuk menjadi balok glulamA, B, dan C. Formasi MOE balok glulam denganmasing-masing ketebalan diatur sehingga mempunyai
nilai yang mendekati sama dengan MOE balok utuh;masing-masing jumlah benda uji balok glulam A, B,
C, dan balok utuh adalah 10 (sepuluh) buah.
Perekat disiapkan sesuai dengan standar teknik yangditentukan dari produsen. Sebelum diaplikasikan,kedua komponen perekat yaitu resin dan hardener
dicampur dan diaduk sampai rata denganperbandingan 100 : 15 (berdasarkan berat). Sebelum
proses perekatan, permukaan lamina dalam keadaanhalus, dibersihkan dari segala kotoran. Seluruh sistimpelaburan perekat dilakukan dengan menggunakan
kape, dan dilaburkan pada kedua permukaan (doublespread) lamina dengan berat labur 280 g/m2.Perekatan dimulai pada lapisan balok glulam
terbawah, dilanjutkan dengan lapisan lebih atas. Baloklaminasi yang telah selesai seluruh proses perekatandiletakkan diantara 2 (dua) buah profil besi siku yangdilengkapi dengan pelat besi dan selanjutnyadilakukan kempa dingin dengan cara diklem setiapjarak 30 cm selama 2 (dua) jam. Sebelum diadakan
perataan kembali seluruh permukaan glulam dandiadakan pengujian lentur, balok glulam perludikondisikan terlebih dahulu selama 7 hari untukmenjamin proses pematangan perekatan. Pengukurandimensi penampang melintang yang terdiri dari lebardan tinggi balok dilakukan pada seluruh balok glulam
maupun utuh. Gambar 1 menunjukkan penampang
balok laminasi maupun utuh.
60 mm
60 mm60 mm 60 mm60 mm
Glulam A
(3 x 20 mm)
Glulam B(4 x15 mm)
Glulam C(6 x 10 mm)
Balok Utuh
Gambar 1. Penampang melintang balok laminasi dan utuh
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
4/10
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum...
116 Jurnal Teknik Sipil
2.2 Pengujian lentur balok laminasi dan balok utuh
Setiap balok laminasi dan balok utuh diletakkan di atasdua perletakan dengan bentang antara keduanya 830mm. Perbandingan dari panjang bentang dan tinggipenampang balok adalah sekitar 14. Uji lentur
dilakukan berdasarkan peraturanASTM D 143 (2005),Test Methods for Small Clear Specimen of Wood.
Pengujian lentur balok dengan memberikan bebanterpusat ditengah bentang menggunakan UniversalTesting Machine, Instron 330 Type dengan kapasitasbeban sebesar 50 KN, dilengkapi dengan software seri9 (Gambar 3). Kecepatan pembebanan adalah 3 mm/menit, dan pengujian dilakukan sampai terjadi
kegagalan (failure) pada masing-masing balok.
Hasil uji lentur menghasilkan data defleksi () danbeban terpusat (P) yang bekerja ditengah bentang.MOE diperoleh dengan perhitungan secara analitikdengan mengambil data defleksi dari grafik P - yangmenunjukkan garis linier yaitu hubungan dalam bataselastis. Persamaan untuk memperoleh modulus
elastisitas MOE adalah:
MOR (modulus of rupture = modulus patahan)
merupakan tegangan lentur pada serat tepi atas ataubawah penampang balok yang paling jauh dari titikberat penampang akibat gaya maksimum yang bekerjapada saat terjadi kegagalan (failure). Persamaan untuk
memperoleh nilai MOR adalah:
dimana:P = beban (N)
Gambar 2. Proses pengempaan balok laminasi Gambar 3. Pengujian lentur menggunakan UTMInstron 330
3
3
4 bh
PLMOE = (1)
22
3
bh
PLMOR = (2)
L = panjang bentang (mm)b = lebar potongan melintang penampang (mm)h = tinggi potongan melintang penampang (mm)
= defleksi (mm)
3. Hasil dan Pembahasan
Kekakuan (stiffness) merupakan kemampuan menahanperubahan bentuk atau lengkungan, dan moduluselastisitas (MOE) kayu merupakan indikasi darikekakuan. Mamlouk dan Zaniewski, 2006 menyatakan
bahwa MOE adalah kemiringan proporsional garislinear dari kurva tegangan dan regangan. MOR(modulus of rupture) merupakan kekuatan serat yangterjadi pada beban maksimum yaitu pada saat bendamengalami kegagalan (failure), dan dikatakan sebagai
kekuatan maksimum.
Hasil pengujian lentur balok laminasi dan balok utuhdengan beban terpusat ditengah bentang dibuat grafik
hubungan P-, dan selanjutnya diadakan perhitunganMOE menggunakan Persamaan (1) dan MOR denganPersamaan (2). Gambar 4 menunjukkan bahwa MOErata-rata glulam A terdiri dari tiga lamina dengan
masing-masing ketebalan 20 mm adalah 11.3% lebihrendah dari balok utuh. Glulam B terdiri dari empatlamina dengan masing-masing ketebalan 15 mmmempunyai nilai MOE 11.0% lebih tinggi dari balokutuh. Sedangkan Glulam C terdiri dari enam laminadengan masing-masing ketebalan 10 mm adalah 9.5%
lebih tinggi dari balok utuh.
Analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%,
nilai Fhitung > F(a= 5%), dimana Fhitung = 6.47 dan F(a= 5%)
= 2.87, nilai MOE dipengaruhi oleh konfigurasi
penampang balok. Uji lanjut DMRT (DuncansMultiple Range Test) menunjukkan bahwa MOE balok
laminasi dengan ketebalan lamina 15 mm (glulam B)
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
5/10
Sulistyawati, dkk.
117Vol. 15 No. 3 Desember 2008
setara dengan 10 mm (glulam C), dan keduanya setaradengan balok utuh. MOE glulam dengan ketebalanlamina 20 mm (glulam A) tidak setara dengan glulam
B dan C, tetapi setara dengan balok utuh.
Ketebalan lamina glulam B dan C lebih tipis jikadibandingkan dengan A, dan jumlah lamina glulam Bdan C lebih banyak daripada A, maka luas bidangrekatan glulam B dan C lebih besar jika dibandingkandengan A. Hasil penelitian menunjukkan MOE glulamB dan C lebih besar daripada A, maka luas bidangrekatan mempunyai pengaruh terhadap nilai MOE.Lebih besar luas rekatan lebih besar nilai MOE balok
glulam atau kekakuannya. Meskipun luas rekatanglulam C lebih besar daripada B, MOE glulam C lebih
kecil daripada B, tetapi MOE keduanya setara.
Gambar 5 menunjukkan beban maksimum dan MOR
yang terjadi pada ketiga jenis glulam A, B, dan C sertabalok utuh. Ditinjau dari tiga balok glulam, C denganketebalan lamina 10 mm merupakan balok yangmenahan beban maksimum terbesar, yaitu 10.406 N,
diikuti dengan glulam B dengan ketebalan lamina 15mm, 10.360 N dan selanjutnya glulam A tebal lamina20 mm menahan beban maksimum paling kecil, 8.352
6039
71967300
5829
0
2000
4000
6000
8000
10000
Glulam A Glulam B Glulam C Balok Utuh
ModulusElastisitas(MPa
Gambar 4. Modulus elastisitas balok laminasi (glulam) dan balok utuh
N. Balok utuh menahan beban maksimum 9.045 N,lebih kecil dari glulam B dan C, tetapi lebih besar dariglulam A. Beban maksimum yang dapat dipikul oleh
glulam A adalah 7,7% lebih rendah, glulam B dan Cmasing-masing 14,5% dan 15,0% lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan balok utuh. Apabila ditinjau darinilai rata-rata ketiga jenis glulam, diperoleh hasilbeban maksimum rata-rata adalalah 9.706 N atau7,3% lebih besar apabila dibandingkan terhadap beban
maksimum yang dapat ditahan balok utuh. MORglulam A adalah 16.0% lebih rendah, dan masing-
masing 14.7% serta 3.6% lebih tinggi untuk glulam B
dan C apabila dibandingkan terhadap balok utuh.
Analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%,
nilai Fhitung > F( = 5%), dimana Fhitung = 12,73 dan F( =
5%) = 2.87, nilai MOR dipengaruhi oleh konfigurasipenampang balok. Uji lanjut DMRT menunjukkan
bahwa MOR glulam dengan ketebalan lamina 15 mm(glulam B) berbeda nyata dengan ketebalan lamina 10mm (glulam C), 20 mm (glulam A), dan balok utuh.Sedangkan glulam C dengan ketebalan lamina 10 mm
tidak berbeda nyata dengan balok utuh.
9045
8352
10360 10406
4437
60535478 5280
0
5000
10000
15000
Glulam A Glulam B Glulam C Baluk Utuh
P maks (N) MOR x 100 (MPa)
Gambar 5. Beban maksimum dan MOR balok glulam dan balok utuh
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
6/10
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum...
118 Jurnal Teknik Sipil
Rasio beban maksimum terhadap nilai MOR balokglulam A, B, C maupun balok utuh masing-masingadalah 1.9, 1.7, 1.9, dan 1.7. Glulam C dapat mencapai
beban maksimum sebesar 10.406 N, lebih besar daribalok glulam B, yaitu 10.360 N, tetapi MOR glulam C
sebesar 54.78 MPa lebih kecil dari pada MOR glulamB, yaitu 60.53 MPa. Seharusnya perbandingan bebanmaksimum yang dapat dipikul terhadap MOR yangterjadi pada masing-masing balok glulam maupun
balok utuh adalah sama. Pada kenyataannya keduanilai tersebut berbeda, hal ini terjadi oleh karena beban
maksimum diperoleh secara langsung dari pengujianlentur yang dilakukan pada saat pengujianlaboratorium, sedangkan MOR merupakan hasilperhitungan yang dipengaruhi oleh dimensipenampang balok. Dimensi balok yang dimaksudadalah lebar dan tinggi glulam maupun balok utuh.
Pengukuran dimensi hanya dilakukan pada tiga lokasisaja, yaitu pada bagian kiri, tengah dan kanan daribalok, kemudian diadakan perhitungan dimensipenampang rata-ratanya. Perbedaan juga terjadi olehkarena terdapat ketidakseragaman penampang padaseluruh panjang balok dan sifat heterogen kayu. Kayu
merupakan bio-material oleh karena kayu merupakansuatu bahan yang berasal dari proses metabolismeorganisme hidup yaitu tumbuh-tumbuhan berkayuyang berbentuk pohon (Bowyer dkk. 2003).Sifat heterogen kayu merupakan salah satu sifat utamayang menunjukkan bahwa proses metabolisme
organisme mengakibatkan ketidak seragaman padakayu. Apabila balok diasumsikan sebagai bahan yanghomogen pada seluruh panjangnya, seharusnya tidakterjadi perbedaan rasio beban maksimum dan MORpada masing-masing tipe balok glulam terhadap balokutuh. Sifat heterogen material kayu mempengaruhibeban maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji
(Bakar, S.A. dkk, 2004). Perbedaan terjadi diantarabalok glulam sendiri maupun terhadap balok utuh,selain dari sifat homogenitas bahan kayu jugadisebabkan oleh beberapa parameter antara lainkualitas perekatan maupun jumlah lamina pada glulamsehubungan dengan total luas rekatannya. Falk dan
Colling, 1995 menyatakan bahwa adanya rekatanlaminasi dapat menghasilkan kekuatan yang lebihtinggi dibandingkan dengan kekuatan laminanya
sendiri.
Tipikal kerusakan yang terjadi pada masing-masingkelompok balok glulam digunakan sebagai
pengamatan terjadinya perbedaan nilai bebanmaksimum yang dapat ditahan dan nilai MOR-nya.
Secara umum tipe kerusakan balok glulam maupunbalok utuh dapat dilihat pada Gambar 6. Hasilpengamatan pada saat pengujian lentur di laboratoriumterlihat bahwa dari sepuluh benda uji glulam Asebanyak lima buah mengalami kerusakan pada seratterluar balok yaitu pada daerah tarik dan kerusakan
slip terjadi pada rekatan lamina lapis terbawah balok.
Lima benda uji lain nya yang termasuk glulam Amengalami kerusakan pada serat terbawah balok,tanpa terjadi kerusakan slip antar lamina. Hampir
seluruh kerusakan glulam B terjadi pada serat terluarbalok yang merupakan daerah tarik, hanya terdapat
satu balok mengalami kerusakan pada serat terluardaerah tarik dan kerusakan slip pada rekatan laminalapis terbawah balok. Pada glulam C, dari sepuluhbenda uji terdapat dua buah benda uji mengalami
kerusakan slip pada daerah rekatan antar lamina,masing-masing satu buah terjadi kerusakan slip pada
rekatan lamina lapis pertama atau terbawah, satu buahbenda uji kerusakan slip pada rekatan lamina lapispertama dan kedua, balok lainnya yang termasukglulam C mengalami kerusakan sisi terluar yaitu padadaerah tarik balok. Kegagalan (failure) glulamhorizontal sering diawali dengan terjadinya slip pada
sambungan antara lapisan diikuti kerusakan padadaerah tarik yaitu pada serat bawah penampang
(Sulistyawati dkk., 2008).
Gambar 7 menunjukkan nilai MOE dan MOR rata-rata seluruh balok glulam A, B dan C, juga MOE danMOR rata-rata balok utuh. Besar MOE rata-rata balokglulam 3,0% lebih tinggi jika dibandingkan dengan
MOE balok utuh. Begitu pula MOR balok glulam0.81% lebih tinggi jika dibandingkan dengan MOR
balok utuh.
Gambar 8 menunjukkan hubungan MOE-MOR rata-rata dari balok Glulam A, B dan C, yaitu balok glulam
dengan lamina masing-masing 3 x 2 cm, 4 x 1.5 cm,dan 6 x 1.0 cm. Berdasarkan regresi tipe exponensialdapat dituliskan hubungan MOE dan MOR ketiga
jenis glulam adalah y = 3.741.6e0.0109x
dengan derajatkepercayaan R
2= 0.3853. Sedangkan Gambar 9
menunjukkan hubungan MOE-MOR untuk balok utuhdan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan y =
1680.4e0.0257x
dengan derajat kepercayaan R2= 0.6509.
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Konfigurasi penampang balok glulam dan balokutuh mempengaruhi nilai kekakuan dan kekuatan
maksimumnya.
2. Kekakuan balok glulam dengan ketebalan laminamasing-masing 20 mm, 15mm, dan 10 mm tidakberbeda nyata dengan balok utuh, tetapi kekakuan
balok glulam dengan ketebalan 20 mm berbedanyata dengan balok glulam yang mempunyaiketebalan lamina masing-masing 15 mm dan 10mm. Semakin tipis ketebalan lamina balok glulam,
cenderung kekakuan balok glulam semakin besar.
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
7/10
Sulistyawati, dkk.
119Vol. 15 No. 3 Desember 2008
3. Kekuatan lentur maksimum balok glulam denganketebalan lamina 15 mm berbeda nyata denganketebalan lamina 10 mm, 20 mm, dan balok utuh.
Sedangkan kekuatan lentur maksimum balokglulam dengan ketebalan 10 mm tidak berbeda
nyata dengan balok utuh. Semakin tipis ketebalanlamina balok glulam cenderung kekuatan lentur
maksimum balok glulam semakin besar.
4. Besar kekakuan atau MOE rata-rata balok glulam3,0% lebih tinggi jika dibandingkan dengan balokutuh. Begitu pula untuk nilai kekuatan lenturmaksimum atau MOR balok glulam adalah 0.81%
lebih tinggi jika dibandingkan balok utuh.
5. Kekakuan dan kekuatan lentur maksimum balok
glulam semakin kecil apabila terjadi kerusakan
slip pada antar lapisan lamina.
5. Saran
Untuk keperluan optimalisasi kemampuan balokglulam, selain mengadakan penelitian untuk
mengetahui kekakuan dan kekuatan lentur maksimumpada kayu jenis Akasia dengan perekat jenisPolyurethane, perlu dilakukan penelitian yang samadengan jenis kayu maupun perekat lainnya. Perluasandata analisis digunakan untuk memperoleh kekakuandan kekuatan lentur balok glulam optimal dengan jenis
kayu maupun perekat tertentu, serta selanjutnyadibandingkan dengan balok utuh dengan jenis kayu
sama dengan balok glulam yang diuji.
Daftar Pustaka
ASTM, 2005, Test Methods for Small Clear Specimenof Wood, ASTM D 143 (2005), West Consho-hocken: Annual Book of American Society for
Testing and Materials Standards.
Bakar, S.A., Saleh, A.L., and Mhamed, Z.B. 2004,
Factor Affecting Ultimate Strength of Solid andGlulam Timber Beams. Jurnal Kejuruyeraan
Awam 16(1). Hal: 38-47
Berglund, L., and Rowell, R.M. 2005, Wood Compo-sites. di dalam: Handbook of Wood Chemistry
and Wood Composites. CRC Press LLC. Hal
279-301.
Bowyer, J.L., Shmulsky, R., and Haygreen, J.G., 2003,Forest Products and Wood Science, Iowa State
Press. Hal: 205-227.
Bodiq, J., Jayne, B.A., 2003, Mechanics of Wood andWood Composites, New York: Van Nostrand
Reinhold Company, Hal: 335.
Departemen Kehutanan. 2006, Statistik KehutananIndonesia 2005, Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Falk, R.H., and Colling, F., 1995. Laminating Effects
in Glued-Laminated Timber Beams, Journal ofStructural Engineering. Hal: 1857-1863.
FWI/GFW., 2001, Potret Keadaan Hutan Indonesia.Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan
Washinghton D.C.: Global Forest Watch.
Mamlouk, M.S., and Zaniewski, J.P., 2006, Materialsfor Civil and Construction Engineer, Pearson
Education, Inc. Prentice Hall. Hal 3-7.
Moody, R.C., Hernandez, R., and Liu, J.Y., 1999,Glued Structural Members. Di dalam: Wood
Handbook-Wood as an Engineering Material.Gen. Tech. Rep. FPL-GTR-113, Madison, WI:US. Department of Agriculture, Forest Service,
Forest Product Laboratory. Hal 11-1 s/d 11-24.
Sulistyawati, I., Nugroho, N., Surjokusumo, S., danHadi, Y.S., 2008, The Bending of Vertical and
Horizontal Glued Laminated Timber byTransformed Cross Section Method,Journal ofTropical Wood Science and Technology, Vol 6No. 2 Juli 2008, the Indonesian Wood Research
Society. Hal 49-55.
Serrano, E., 2002,. Mechanical Performance andModelling of Glulam, di dalam: Timber Engi-neering, Thelanderson S., Larsen, H.J. John
Willey & Sons. Hal: 67-79.
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
8/10
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum...
120 Jurnal Teknik Sipil
Glulam A
Glulam B
Glulam C
Gambar 6. Tipikal kerusakan balok glulam
53236775
52806575
0
2000
4000
6000
8000
MOE MORx100 (Mpa)
Balok Glulam Balok Utuh
Gambar 7. MOE dan MOR rata-rata balok glu lam dan balok utuh
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
9/10
Sulistyawati, dkk.
121Vol. 15 No. 3 Desember 2008
y = 3741.6e0.0109x
R2
= 0.3853
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 20 40 60 80
MOE (MPa)
MOR(M
Pa
Gambar 8. Hubungan MOE-MOR balok g lulam
y = 1680.4e0.0257x
R2
= 0.6509
0
2000
4000
6000
8000
10000
45 50 55 60
MOE (MPa)
MOR(MPa
Gambar 9. Hubungan MOE-MOR balok u tuh
-
7/23/2019 7. Kekakuan Dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam Dan Utuh Kayu Akasia
10/10
Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum...
122 Jurnal Teknik Sipil