7. Bab IV Struktur Geologi

18
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Geologi Regional Menurut Sukamto (1982), secara regional daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar, dimana struktur lipatannya mempunyai jurus dan kemiringan tertentu. Perlipatannya dicirikan oleh kemiringan batuan, baik batuan Tersier maupun Kuarter (Plistosen), oleh sebab itu umur perlipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen. Struktur sesar mempunyai arah kemiringan sesar yang bervariasi, seperti pada daerah gunungapi Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara – Selatan, Timur – Barat, Baratdaya – Timurlaut, dan Baratlaut – Tenggara, dimana jenis sesar ini sangat sulit ditentukan. Terjadinya perlipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik di daerah setempat, dimana akhir dari kegiatan gunungapi Miosen diikuti

Transcript of 7. Bab IV Struktur Geologi

BAB IV

55PAGE 65

BAB IVSTRUKTUR GEOLOGI4.1 Struktur Geologi Regional

Menurut Sukamto (1982), secara regional daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar, dimana struktur lipatannya mempunyai jurus dan kemiringan tertentu. Perlipatannya dicirikan oleh kemiringan batuan, baik batuan Tersier maupun Kuarter (Plistosen), oleh sebab itu umur perlipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen.Struktur sesar mempunyai arah kemiringan sesar yang bervariasi, seperti pada daerah gunungapi Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara Selatan, Timur Barat, Baratdaya Timurlaut, dan Baratlaut Tenggara, dimana jenis sesar ini sangat sulit ditentukan. Terjadinya perlipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik di daerah setempat, dimana akhir dari kegiatan gunungapi Miosen diikuti oleh aktivitas tektonik yang menyebabkan terban Walanae. Peristiwa ini mengakibatkan terbentuknya sesar yang kemungkinan berlangsung sejak awal Miosen Tengah sampai kala Pliosen yang disertai dengan proses sedimentasi. Hal ini juga diikuti oleh kegiatan gunungapi pada daerah bagian barat. Peristiwa ini berlangsung selama Miosen Tengah sampai Pliosen.

Pada kala Miosen Tengah sampai Pliosen tersebut dimungkinkan juga terjadinya perlipatan gunungapi kontinen yang disertai dengan kegiatan magma yang masih berlangsung hingga kala Plistosen. Berhentinya kegiatan magma pada kala Plistosen Atas oleh kegiatan tektonik menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pembahasan mengenai struktur geologi daerah penelitian dapat memberikan gambaran tentang keberadaan pola struktur geologi, dan mekanisme gaya yang menyebabkan terjadinya struktur pada suatu daerah. Penentuan struktur geologi tersebut didasarkan pada data-data yang diperoleh, baik yang bersifat primer maupun sekunder, dan interpretasi pada peta topografi daerah penelitian.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data yang diperoleh selama tahapan penelitian di lapangan, dijumpai adanya ciri-ciri struktur geologi seperti breksi sesar, kekar pada batuan, gawir sesar, air terjun, dan mata air. Berdasarkan hal tersebut maka struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa: 1. Struktur kekar, dan 2. Struktur sesar

4.2.1 Struktur KekarKekar atau joint merupakan struktur rekahan yang terbentuk pada batuan dengan tidak atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billing, 1968). Pencataan data kekar tersebut meliputi pengukuran kedudukan kekar yang dilakukan secara acak dan pengamatan kekar secara umum serta pengambilan data visual dalam bentuk foto. Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode statistik yaitu diagram kipas untuk mengetahui arah umum gaya tegasan utama dan untuk menentukan jenis kekar yang terdapat pada daerah penelitian.

Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya terdiri atas kekar sistematik dan kekar non sistematik (McClay, 1987). Kekar sistematik yaitu kekar yang umumnya dijumpai dalam bentuk berpasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arah sejajar atau hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan. Sedangkan kekar non sistematik yaitu kekar yang tidak teratur susunannya, biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya tidak rata.

Kekar yang dijumpai pada daerah penelitian terdapat pada batuan beku basal. Dilihat dari bentuknya, kekar pada daerah penelitian termasuk dalam kekar tidak sistematik, dengan bukaan kekar 0,1 0,8 mm. Spasi atau jarak antara kekar berkisar antara 3 10 cm (Gambar 4.1). Berdasarkan genetiknya, kekar dibagi menjadi tension fracture (kekar tarik) dan shear fracture (kekar gerus) (Billing, 1968). Kekar tarik mempunyai ciri-ciri, bidang kekar tidak rata, bidang rekahnya relatif lebih besar dan karena terbuka, maka dapat terisi mineral yang kemudian disebut vein. Sedangkan kekar gerus mempunyai ciri bukaan kekar lebih kecil dan bidang kekar licin. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dan kenampakan kekar di lapangan, maka kekar yang dijumpai dilapangan termasuk kekar tarik (tension fracture) dimana bidang kekar tidak rata, bidang rekahnya relatif lebih besar.

Dalam penentuan arah tegasan yang bekerja dan mengontrol pembentukan struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian digunakan analisa kekar dengan menggunakan metode statistik yaitu diagram kipas.Dalam menggunakan metode ini, dilakukan pengukuran kekar pada batuan beku basal (stasiun 43). Dari hasil pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 50 kali kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan diagram kipas untuk menentukan arah yang bekerja.

Berdasarkan diagram kipas hasil pengukuran kekar pada stasiun 43 diperoleh arah umum kekar relatif Baratlaut Tenggara yang dibentuk oleh tegasan utama maksimum (1) pada arah N 65o W atau N 295o E tegasan utama minimum (3) pada arah N 250 E. No.(NoE/o)No.(NoE/o)No.(NoE/o)

1155/6521140/804150/68

2130/7022165/6342115/73

3115/6023150/6543145/74

4150/7524115/7044143/69

5255/7325125/6145117/70

6180/7726175/754675/73

7120/7827190/734755/63

8205/7228165/8548210/66

9135/7129200/6249110/65

10115/803095/6650105/71

11205/7031205/70

1265/6032160/79

13135/6433145/67

14200/653455/66

15120/7135130/67

16205/7936145/71

17190/663795/66

18345/6538225/67

19195/6739195/66

20150/7040280/69

Tabel 4.2 Tabel akumulasi frekuensi kekar pada batuan beku basal (Stasiun 43).

Interval

NoEFrekuensiInterval

NoWFrekuensi

TurusJumlahTurusJumlah

00 - 10II200 10II2

11 20III311 20III3

21 30IIIII521 30II2

31 40I131 40IIIIIII7

41 50II241 50III3

51 60II251 60III3

61 70I161 70IIIIIII7

71 80II271 80II2

81 - 90--81 - 90III3

Dari hasil analisa tersebut, dapat diketahui arah tegasan utama maksimum yang bekerja relatif Baratlaut Tenggara (Gambar 4.2).

4.2.2 Struktur Sesar

Struktur sesar atau patahan (fault) merupakan suatu rekahan disepanjang batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang berhadapan dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan (Billing, 1968). Billings, 1968 juga mengklasifikasikan sesar tersebut berdasarkan pergerakan relatif (relative movement) dan jenis gaya yang menyebabkannya. Berdasarkan hal tersebut, struktur sesar terbagi atas 3 (tiga), yaitu:

1. Sesar naik (Reverse fault), adalah sesar yang hanging wall-nya relatif bergerak naik, diakibatkan oleh gaya tekan (kompresi).

2. Sesar geser (Wrench fault), adalah sesar dimana kedua blok yang patah tersebut saling bergeser secara mendatar. Sesar ini diakibatkan oleh gaya kopel atau kompresi. Sesar ini dibagi dua yaitu sesar geser menganan (dekstral) dan sesar geser mengiri (sinistral).3. Sesar normal (Normal fault), adalah sesar yang hanging wall-nya relatif bergerak turun, diakibatkan oleh gaya tarikan (tention).

Sesar tidak dapat diamati secara langsung di lapangan, keberdaan sesar ini diketahui berdasarkan pengamatan beberapa jejak/trace di lapangan yang mendukung keberadaan sesar tersebut.Mengidentifikasi struktur pada daerah penelitian yaitu dengan mengenali ciri-ciri primer yang dijumpai di lapangan ataupun ciri sekunder yang akan mendukung keberadaan sesar tersebut. Selain itu identifikasi struktur juga harus tetap mengacu terhadap setting tektonik regional yang mempengaruhi daerah penelitian.

Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer ataupun data sekunder serta korelasi terhadap tektonik regional maka sesar yang bekerja pada daerah penelitian berupa sesar turun. Untuk mempermudah pembahasan maka sesar ini diberi nama belakang berdasarkan nama geografis daerah yang dilalui sesar tersebut.4.2.2.1 Sesar Geser BontotangngaSesar Geser Bontotangnga pada daerah penelitian berarah Baratlaut Tenggara, melewati daerah Bate-bate. Adapun ciri-ciri yang dijumpai di lapangan yang mengidentifikasikan keberadaan struktur sesar normal ini adalah : Adanya breksi sesar yang merupakan penciri primer adanya sesar pada suatu daerah pada stasiun 42 (Gambar 4.3)

Mataair yang merupakan penciri sekunder struktur geologi yang dijumpai pada stasiun 28 (Gambar 4.4)

Data kekar yang memberikan informasi arah tegasan utama maksimum yang bekerja pada daerah penelitian relatif berarah Baratlaut Tenggara dan relatif searah dengan arah zona sesar geser.Pembentukan struktur geologi berupa sesar geser Bontotangnga terjadi akibat adanya gaya tekanan/kompresi pada batuan di daerah penelitian dengan arah tegasan utama (1) yang relatif berarah Baratlaut Tenggara.Penentuan umur dari pembentukan Sesar geser Bontotangnga pada daerah penelitian ini yaitu berdasarkan umur batuan termuda yang dilewati yaitu basal yang berumur Plistosen sehingga dapat ditafsirkan sesar ini berumur post Plistosen.

4.2.4 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi

Berdasarkan data dan pola struktur geologi di daerah penelitian, menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian yang terjadi tidak terlepas dari pola pembentukan struktur oleh Reidel dalam Mc Clay, 1987 (Gambar 4.2).Penentuan arah tegasan utama pada daerah penelitian yaitu didasarkan analisa data kekar dengan menggunakan diagram kipas, diperoleh bahwa arah tegasan utama maksimum (1) yang menyebabkan kompresi pada daerah penelitian berarah relatif Baratlaut Tenggara.

Berdasarkan analisa terhadap struktur, kekar dan analisa terhadap sesar pada daerah penelitian, maka gaya kompresi yang bekerja pada tubuh batuan menghasilkan arah tegasan utama (1) yang berarah relatif Baratlaut Tenggara. Mekanisme struktur daerah penelitian berdasarkan pola Strain Elipsoide, menurut Reidel dalam McClay, 1987, adalah:

Akibat adanya gaya tektonik yang menghasilkan gaya kompresi dengan arah tegasan utama berarah Baratlaut Tenggara, mengakibatkan batuan tersebut mengalami fase deformasi plastis yaitu dengan terbentuknya kekar non sistematic. Gaya kompresi terus berlanjut sehingga menghasilkan gaya tarik (gaya tension) yang relatif tegak lurus arah tegasan maksimum (1) dan membentuk kekar tarik (extention joints). Apabila tekanan pada batuan terus ditingkatkan maka rekahan batuan yang terbentuk akan mengalami pergeseran/patah.

Berdasarkan Teori Reidel dalam McClay, 1987, dimana sumbu tegasan utama relatif berarah Baratlaut Tenggara dan bidang sesar yang relatif berarah utara, sehingga terbentuk Sesar Geser Bontotangnga pada daerah penelitian. Sesar Geser Bontotangnga ini diperkirakan terbentuk setelah pembentukan umur satuan basal pada daerah penelitian yaitu post Plistosen.

55

Gambar 4.1 Kenampakan kekar non sistematik pada basal. Difoto ke arah N 210oE pada Stasiun 43.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran kekar pada batuan beku basal (Stasiun 43).

Gambar 4.2 Diagram roset hasil pengukuran kekar pada stasiun 43

yang menunjukan arah tegasan maksimum (1) adalah

N 50o W dan arah tegasan minimum (3) adalah N 40o E

Gambar 4.3 Breksi sesar yang dijumpai pada daerah Lebong. Difoto ke arah N210o E pada stasiun 42.

Gambar 4.5 Air terjun yang dijumpai di daerah Takapala. Difoto ke arah N 350oE pada stasiun 5.

Gambar 4.4 Mataair yang dijumpai di sebelah Barat daerah Bontotangnga. Difoto ke arah N 280oE pada stasiun 28.

Gambar 4.5 Mekanisme struktur geologi, berdasarkan model teori Strain Elipsoide menurut Reidel dalam McClay,1987.

Gambar 4.6 Mekanisme pembentukan Sesar Geser Bontotangnga dengan bidang sesar ke arah timur.

_1116763116.unknown

_1117021879.unknown

_1116763077.unknown