66ECB8DEd01

97
1 BAB 1 PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000 yang dihadiri 189 negara anggota menyepakati dan mengadopsi tujuan milenium atau (MDGs), salah satunya dalah memerangi penyakit menular. Visi DEPKES yaitu “ masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” dan misi ”membuat rakyat sehat”, Salah satu dari pelaksanan untuk mencapai visi tersebut maka Badan Litbangkes Depkes mengadakn Riset Kesehatan Dasar 1 ). Sesuai dengan 2 pernyataan diatas maka peneliti bermaksud untuk memaparkan 3 penyakit menular yang merupakan hasil dari data riskesdas 2007, hal- hal yang melatar belakangi pemilihan 3 penyakit tersebut adalah adanya data- data dibawah yang menyatakan bahwa Pneumonia, Typhus/ Paratpyhus dan Hepatitis masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari dinkes kabupaten/kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan memberi informasi bahwa pada pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2005 menyatakan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) 1,117,179 (7,05%) menduduki peringkat pertama dan pada pola 10 penyakit pasien rawat nginap di rumah sakit tahun 2005, Demam Tifoid dan Paratifoid 81,116 (3,15%) menduduki tempat kedua 2 ). Dalam istilah ISPA dan Pneumonia program menjelaskan bahwa pneumonia merupakan bagian dari ISPA.

Transcript of 66ECB8DEd01

Page 1: 66ECB8DEd01

1

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

bulan September 2000 yang dihadiri 189 negara anggota menyepakati dan

mengadopsi tujuan milenium atau (MDGs), salah satunya dalah memerangi

penyakit menular.

Visi DEPKES yaitu “ masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” dan misi

”membuat rakyat sehat”, Salah satu dari pelaksanan untuk mencapai visi tersebut

maka Badan Litbangkes Depkes mengadakn Riset Kesehatan Dasar1).

Sesuai dengan 2 pernyataan diatas maka peneliti bermaksud untuk memaparkan

3 penyakit menular yang merupakan hasil dari data riskesdas 2007, hal- hal yang

melatar belakangi pemilihan 3 penyakit tersebut adalah adanya data- data

dibawah yang menyatakan bahwa Pneumonia, Typhus/ Paratpyhus dan Hepatitis

masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia.

Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based

data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari

dinkes kabupaten/kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based

data) yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan memberi informasi bahwa

pada pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun

2005 menyatakan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) 1,117,179

(7,05%) menduduki peringkat pertama dan pada pola 10 penyakit pasien rawat

nginap di rumah sakit tahun 2005, Demam Tifoid dan Paratifoid 81,116 (3,15%)

menduduki tempat kedua 2). Dalam istilah ISPA dan Pneumonia program

menjelaskan bahwa pneumonia merupakan bagian dari ISPA.

Page 2: 66ECB8DEd01

2

Kasus hepatitis secara nasional mengalami fluktuasi dalam 5 tahun terakhir yang

tercermin dalam Angka insiden (AI) per 10.000 penduduk. Tahun 2001 tercatat AI

sebesar 1,3 jumlah kasus (26,75) yang kemudian turun menjadi 0,60 (jumlah

kasus 12,99) pada tahun 2002. Kasus hepatitis mengalami peningkatan tahun

2003 dengan AI sebesar 1,40 (jumlah kasus 29,59) yang kemudian kembali turun

pada tahun 2004 menjadi 0,56 (jumlah kasus 12162). Setelah sempat turun AI

kembali merangkak naik menjadi 0,9 (jumlah kasus 20,33) pada tahun 2005.

Menurut laporan pada tahun 2005, jumlah kasus hepatitis klinis yang dirawat jalan

di rumah sakit sebanyak 2.933 kasus, yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak

1.639 kasus dengan kematian pada 8 kasus, dan yang dirawat di puskesmas

13.938 kasus 3).

Determinan karakteristik individu yang dipakai adalah jenis kelamin, beberapa

literatur menyatakan jenis kelamin perlu diukur sebagai determinan karena ada

beberapa teori gen yang menyebutkan adanya perbedaan strukur gen pada laki-

laki dan perempuan akan dapat menyebabkan respon terhadap suatu penyakit,

atau juga kemungkinan terjadi perbedaan aktivitas antara 2 kelompok tersebut,

sedang umur, hal ini untuk mengetahui resiko yang terjadi dari setiap golongan

umur, seperti umur tua diyakini makin banyak terpapar berbagai macam penyakit

menular, dan imunitas semakin turun, 3,4,).

Determinan karakteristik keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan, pengeluaran

perkapita, dan jumlah balita dalam keluarga. Variabel pendidikan merupakan

suatu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan

manusia suatu negara, melalui pengetahuan dan pendidikan ada beberapa

perilaku yang berkontribusi terhadap derajat kesehatan. Pada variabel pekerjaan

dipercaya ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan karena

pada sekelompok pekerja tersebut diyakini beresiko terpapar agent penyakit

sehingga kalau imunitas mereka turun akan sangat beresiko untuk sakit . Sedang

pengeluaran perkapita dipakai sebagai ukuran kesejahteraan suatu keluarga atau

sosial ekonomi, variabel ini berguna untuk menentukan keberhasilan

pembangunan ekonomi suatu negara, hubungannya dengan derajat kesehatan

adalah sosial ekonomi sangat menentukan perilaku seseorang dalam

Page 3: 66ECB8DEd01

3

menerapkan kesehatan, karena adanya desakan atau faktor prioritas kebutuhan

hidup seseorang disamping pertimbangan kesehatan, hal ini terbukti adanya

beberapa penyakit yang sangat banyak terjadi pada kelompok sosial ekonomi

rendah. Determinan jumlah balita dalam rumah tangga dianggap sebagai faktor

adanya resiko sakit didalam suatu keluarga, karena makin banyak balita maka

makin banyak anak yang sangat bergantung pada orang dewasa, jumlah balita

yang ideal adalah 1 keluarga terdapat 1 balita, sehingga perhatian orang tua fokus

dalam memelihara kesehatan dan tumbuh kembang balita, apabila dalam

keluarga tersebut terdapat banyak balita sedang yang menjaga hanya 1 atau 2

orang atau hanya terdapat 1 atau 2 orang dewasa, maka bisa disimpulkan

mahkluk yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri ini sangat rentan untuk terkena

penyakit 3,4,5,6,7,8,9).

Beberapa determinan penyakit menular kebanyakan adalah karena sanitasi

lingkungan, kondisi rumah, akses dan pemanfaatan dan beberapa karakteristik

individu hal ini sudah sesuai dengan teori HL blum dan beberapa referensi yang

tidak mungkin disebutkan disebutkan satu persatu 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16).

Data riskesdas tahun 2007 terdiri dari; 22 pertanyaan (10 variabel penyakit

menular) tentang data morbiditas dari penyakit menular dari 50 pertanyaan (21

variabel penyakit yang digali). Dari 10 variabel tersebut hanya 7 penyakit yang

merupakan variabel penyakit menular langsung.

Dan beberapa determinan morbiditas pada penyakit menular langsung

(Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis), yang dicari hubungannya adalah:

umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin (gender), status hamil, tempat tinggal

bisa rural urban atau kabupaten hal ini dimungkinkan karena budaya yang

berbeda, sosial ekonomi, sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Page 4: 66ECB8DEd01

4

1.2. Perumusan Masalah

Data riskesdas tahun 2007 yang mengambil data dimasyarakat, dan juga

merupakan riset dasar merupakan daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk

menampilkan hasil riset ini agar menarik dan berguna bagi semua pihak, walapun

masih ada kekurangan dari beberapa variabel yang ada, terutama variabel

penggalian penyakit menular langsung, menimbang masalah morbiditas masih

didominasi penyakit menular, maka data morbiditas penyakit menular langsung

(Pneumonia, Typhus/Paratyphus dan hepatitis B)menurut determinan yang ada

dirasakan penting untuk membantu pelaksanaan kerja yang lebih efektif bagi

penentu kebijakan dan penanggulangan penyakit menular langsung. Dan

sepanjang pengetahuan peneliti belum ada orang yang meneliti atau

menampilkan data hubungan morbiditas penyakit Pneumonia,

Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan determinannya pada data riskesdas 2007.

1.3. Pertanyaan Peneliti

Bagaimana situasi morbiditas karena penyakit menular langsung

(Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis) di Indonesia? Dan determinan

apakah yang paling dominan setiap penyakit tersebut ?

1.4.Tujuan

1Tujuan Umum

Memperoleh faktor determinan yang dominan pada penyakit menular

langsung Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis ) yang menyebabkan

morbiditas dan di Indonesia.

2.Tujuan Khusus

1. Mencari hubungan antara morbiditas penyakit Pneumonia,

Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan faktor determinant status individu

(umur, jenis kelamin,) .

Page 5: 66ECB8DEd01

5

2. Mencari hubungan antara morbiditas penyakit Pneumonia,

Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan faktor determinant keluarga/

lingkungan seperti sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan, jumlah balita

dan asal daerah/ tempat tinggal, sanitasi lingkungan ,akses dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

1.5.Manfaat

1. Bermanfaat bagi perencanaan dan evalusi program penanggulangan

penyakit menular langsung (Pneumonia, Typhus/Paratyphus,Hepatitis )

2. Bermanfaat bagi rekan-rekan peneliti kelompok penelitian menular

langsung untuk menindaki penelitian dasar ini secara mendalam, baik

sampai pelacakan pada pemeriksaan laboratorium atau mengetahui

wilayah potensial penyakit tersebut.

Page 6: 66ECB8DEd01

6

BAB 2

METODOLOGI

2.1.Kerangka Teori

HL Blum:

Lingkungan

Perilaku

Herediter

Pelayanan

Kesehatan Status Kesehatan

Page 7: 66ECB8DEd01

7

2.2.Kerangka pikir

Status Individu:

- Umur

- Jenis kelamin

Morbiditas karena:

1. Pneumonia

2. Demam Typhoid/typhus

3. Hepatitis/Lever/Kuning

akses ke pelayanan kesehatan

Dan pemanfaatan pelayanan

kesehatana

Lingkungan:

- Sanitasi lingkungan

- Asal daerah(desa/kota)

- Sosial ekonomi

-

Status keluarga:

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Status sosek

- Jumlah balita

Page 8: 66ECB8DEd01

8

2.3. Tempat dan Waktu Penelitian:

Penelitian ini adalah penelitian analisa lanjut data riskesdas 2007 yang

dilaksanakan seluruh Indonesia maka analisa data ini akan di laksanakan

di Badan Litbangkes DEPKES ( 4 bulan)

2.4. Desain:

Crosseksional

2.5. Jenis Penelitian;

Deskriptif analitik

2.6. Populasi dan Sampel:

Populasi Riskesdas kesmas 2007-2008 adalah sama dengan Susenas

2007, yaitu penduduk Indonesia yang terpilih dalam sampling susenas

secara systematik random.; yaitu terpilih 278.352 rumah tangga yang

tersebar di 17.397 BS(blok sensus)di seluruh kabupaten atau kota di

Indonesia.

2.7. Cara Pemilihan dan Estimasi Sampel;

Cara pemilihan sample susenas 20007 dilakukan dengan memilih sejumlah

blok sensus secara PPS (probability Proportional to size) dari kerangka

sampel blok sensus, kemudian memilih 16 rumah tangga secara sistematik

random sampling dari tiap blok sensua biasa; untuk blok sensus besar,

memilih terlebih dahulu subblok sensus secara PPS, dan kemudian baru

memilih 16 rumah tangga secara sistematik random sampling.

2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel:

Inklusi:

Semua responden yang mengisi pertanyaan.

RKD BLOK II NO.2

Page 9: 66ECB8DEd01

9

RKD07.RT BLOK 1 pengenalan tempat,

BLOK IV kolom 3,4,5,7,8,9;

BLOK V; dan

RKD07 AV1 umur 29 kuesioner no 26 dan 27

RKD07 AV2 no 36

RKD07 AV3 no 69

BLOK VI no1- 11;

BLOK VII, no 1-14;

BLOK X A, B no 5,6, no 19-20;

BLOK X D no 1-9

BLOK XI no 1-2

Eksklusi:

apabila variabel diatas ada yang tidak lengkap

2.9. Variabel

Variabel dependent:

Morbiditas:

- Pneumonia ( semua kelompok umur)

- Demam typhoid (semua kelompok umur)

- Hepatitis/sakit liver/sakit kuning ( semua kelompok umur)

Variabel independent:

- Umur

- Jenis kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Akses ke pelayanan kesehatan

- Sanitasi lingkungan

- Asal daerah(desa atau kota)

- Wilayah

2.10. Cara Pengumpulan data:

Page 10: 66ECB8DEd01

10

Data yang dianalisa adalah data riskesdas 20007-2008 dikumpulkan

oleh tim pewawancara yang terdiri dari 4 orang, dan mendatangi rumah

responden untuk melakukan wawancara dan pengukuran.Kuesioner

yang digunakan terdiri dari kuesioner rumah tangga, kuesioner individu,

Untuk kegunaan analisa ini maka cara mengumpulkan data dengan

cara,

- Mengajukan permohonan penggunaan data kepada tim manajemen

data riskesdas 2007-2008.

2.11. Bahan dan Cara Kerja

- Menentukan variabel yang akan diperlukan

- Meneliti kelengkapan data yang diperoleh

- Melakukan analisa;

2.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

- Dilakukan analisa data menggunakan komputer dengan program SPSS

versi 16; baik secara univariat, bivariat, dan multivariat (logistik regresi)

2.13. Definisi Operasional

1. Variabel Dependent

Morbiditas penyakit penular langsung yaitu:

Kesakitan yang disebabkan oleh 3 penyakit dibawah ini:

1.1. Pneumonia:

Radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi

disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas > 50kali/menit)

sesak dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan

berkurang).

Pada morbiditas Pneumonia:

Penderita penyakit pneumonia paru baik didiagnosa tenaga kesehatan

maupun bukan tenaga kesehatan.

1. D (Diagnosa) atau 2. G (Gejala)

Page 11: 66ECB8DEd01

11

Ditanyakan dalam 1 bulan terakhir

1.2. Demam Typhoid:

Penyakit infeksi perut yang disebabkan salmonella typhii. Gejala demam

typhoid adalah infeksi perut yang ditandai dengan demam, biasanya suhu

badan meningkat mulai sore hari dan menurun pagi hari, disertai dengan

sakit kepala, permukaan lidah kotor, tebal berwarna putih kekuningan

dengan pinggiran lidah berwarna merah (bedakan pada balita lidah putih

karena minum susu), dapat disertai dengan gangguan pencernaan berupa

diare atau buang air besar sulit. Kadang-kadang disertai nyeri perut atau

nyeri diulu hati.

Morbiditas demam Typhus: penderita demam typhoid yang sudah

didiagnosa tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan.

1. D (Diagnosa) atau G (Gejala)

Ditanyakan dalam 1bulan terakhir

1.3. Hepatitis/Sakit Liver/Sakit Kuning:

Penyakit infeksi hati yang disebab oleh virus hepatitis A, B, C, D atau E.

Gejala hepatitis ditandai dengan demam. Lesu. Hilang nafsu makan, mual,

nyeri pada perut kanan atas, mual, muntah, disertai urin warna coklat yang

kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata

karena tingginya bilirubin dalam darah.

Morbiditas hepatitis: penderita hepatitis yang sudah didiagnosa oleh

tenaga kesehatan atau ditemukan pada saat wawancara riskesdas.

1. D (Diagnosa) atau G (Gejala)

Ditanyakan dalam 12 bulan terakhir

2. Variabel Independent

1. Status Individu

1.1. Jenis kelamin: jelas pada beberapa penyakit ada perbedaan resiko

biarpun tidak langsung, karena hal ini ada kaitannya dengan kegiatan

aktifitas menurut jenis kelamin (beberapa referensi menyebutkan pada

Page 12: 66ECB8DEd01

12

pneumonia banyak terjadi pada laki-laki, typhus dan hepatitis pada

kelompok laki-laki)

Kode 1; laki laki atau kode 2; perempuan.

1.2. Umur:

Dihitung dalam tahun dengan pembulatan kebawah atau umur pada

ulang tahun yang terakhir, kelompok umur pad penyakit pneumonia dan

hepatitis menurut teori makin tua makin banyak terpapar, sedang pada

penyakit typhoid kelompok umur sekolah yang banyak menderita sakit

typhus paratyphus

2. Karakteristik keluarga

2.1.Pendidikan (khusus untuk ART yang ≥ 10 tahun)

Kondisi pendidikan merupakan salah satu faktor yang kerap kali

ditelaah dalam menukur tingkat pembangunan manusia, Melalui

pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku

kesehatan. .

Kode 1 = Tidak pernah sekolah. Termasuk didalamnya adalah yang

belum sekolah karena belum mencapai usia sekolah.

Kode 2 = Tidak tamat SD. Termasuk tidak tamat madrasah ibtidaiyah

(MI)

Kode 3 = Tamat SD. Termasuk tamat madrasah ibtidaiyah/ Paket A dan

tidak tamat SLTP/MTs

Kode 4 = Tamat SLTP. Termasuk tamat madrasah Tsanawiyah (MTs)/

Paket B dan tidak tamat SLTA/MA

Kode 5 = Tamat SLTA. Termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA) Paket C,

D1, D3 mahasiswa drop-out.

Kode 6 = Tamat Perguruan Tinggi. Termasuk tamat Strata-1, Strata-2,

Strata-3.

2.2. Pekerjaan Utama (khusus ART ≥ 10 tahun)

Beberapa pekerjaan ada hubungan dengan resiko penyakit, hal ini

disebabkan karena keadaan tempat kerja yang tidak memungkinkan

Page 13: 66ECB8DEd01

13

berperilaku sehat, atau hal ini juga berhubungan dengan sosial

ekonomi.

Tanyakan kepada setiap ART berumur 10 tahun atau lebih mengenai

pekerjaan responden.

Kode 1 = Tidak bekerja adalah sedang mencari pekerjaan,

mempersiapkan suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi

belum mulai bekerja.

Kode 2 = Sekolah, adalah kegiatan bersekolah di sekolah formal baik

pada pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi

yang di bawah pengawasan Depdknas, departemen lain maupun

swasta.

Kode 3 = Mengurus Rumah tangga adalah kegiatan mengurus rumah

tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan

upah/gaji.

Kode 4 = TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat,

angkatan laut, angkatan udara dan kepolisian.

Kode 5 = Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai

pegawai negeri sipil.

Kode 6 = Pegawai BUMN adalah pegawai pemerintah yang non PNS

misalnya pegawai Telkom, PLN, PTKA.

Kode 07 = Pegawai Swasta adalah pekerja yang bekerja pada

perusahaan swasta.

Kode 08 = Wiraswasta/pedagang, orang yang melakukan usaha

dengan modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar

atau eceran.

Kode 09 = Pelayanan Jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan

mendapatkan imbalan atas pekerjaannya. Misalnya jasa tramsportasi

seperti sopir taksi, ojek.

Kode 10 = Petani adalah pemilik atau pengolah bahan pertanian,

perkebunan yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.

Kode 11 = Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau

pengumpulan hasil laut (misalnya ikan).

Page 14: 66ECB8DEd01

14

Kode 12 = Buruh, pekerja yang mendapatkan upah dalam mengolah

pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat angkut,

buruh pekerja).

2.3.Sosial ekonomi : menurut acuan BPS ada 5 :

1. Terendah

2. Kuintil 2

3. Kuintil 3

4. Kuintil4

5. Terkaya

2.4. Jumlah balita: Jumlah anak dibawah lima yang dipunyai dalam rumah

tangga responden dibagi menjadi

1. Jumlah balita 5 orang keatas

2. Jumlah balita 4 orang

3. Jumlah balita 3 orang

4. Jumlah balita 2 orang

5. Jumlah balita 1 orang

6 Tidak mempunyai balita

Kode 13 = Lainnya

3. Karakteristik lingkungan

3.1. Wilayah

Menurut propinsi tetapi tidak sampai ke analisa bivariat, sedang menurut

beberapa referensi penyakit pneumonia banyak dikota besar, penyakit

tipus dan hepatitis banyak dipedesaan.

Menurut kelompok ada 5 kelompok pulau

1. Jawa dan Bali

2. Sumatera

3. Kalimantan

4. Sulawesi

5. NTT dan NTB

6. Maluku dan Papua

3.2. Menurut daerah administrasi

Page 15: 66ECB8DEd01

15

1. Kota

2. Desa

3.3.Sanitasi Lingkungan (BlokVII)

Menurut teori penyakit menular sangat ditentukan oleh sanitasi

lingkungan baik rumah maupun lingkungan luar rumah, karena itu

beberapa teori menyebutkan bahwa perlu ada rumah sehat, untuk

meningkatkan kesehatan seseorang 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17).

Rumah sehat yang dipakai referensi adalah persyaratan perumahan

Menkes RI no. 829/Menkes/SK/VII/ 1989 antara lain:

1. Tidak terletak dekat daerah pembuangan akhir sampah

2. Tidak teletak pada daerah asap (pembakaran)

3. Kualitas udara lingkungan bebas gas beracun dan berbau

(Gas sulfur melebihi 0,10 ppm)

4. Debu tidak melebihi 350 mm³/m2 per hari

5. Kualitas Air Tanah harus memenuhi air baku sesuai undang2

6. Tersedia sumber Air bersih memenuhi persyaratan kesehatan

7. Bebas dari hewan pembawa penyakit (unggas,nyamuk, dsb)

8. Bahan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yg dpt

berkembangnya mikro organisme

9. Tersedia tempat pembuangan sampah

10. Kepadatan hunian:Ruang tidur minimal 8 meter, tidak

dianjurkan tinggal > dari 2 orang (tidak mendapatkan data)

3.3.1. Berapa jumlah pemakaian air untuk keperluan rumah tangga

Tujuan pertanyaan ini untuk mengetahui berapa volume air yang

biasanya digunakan untuk keperluan seluruh kegiatan anggota

rumah tangga dalam sehari, baik untuk kebutuhan minum,

memasak, mandi, cuci, maupun keperluan lain seperti buang air

besar, cuci peralatan, cuci kendaraan, dan menyiram tanaman.

Bila menggunakan sumber air dari PAM, tanyakan berapa meter

kubik pemakaian air dalam sebulan sesuai dengan rekening,

kemudian dibagi jumlah hari dalam sebulan. Pemakaian semua

kegiatan dilakukan disungai, pemakaian air dianggap menggunakan

Page 16: 66ECB8DEd01

16

20 liter per hari per orang, dan referensi ini yang dipakai untuk

mengukur kecukupan air seseorang.

Dibuat menjadi 2 kategori:

1. Kurang dari 20 liter perorang

2. Lebih atau sama dengan 20 liter perorang

3.3.2. Bagaimana kualitas fisik air minum?

Pertanyaan ini untuk mengetahui kualitas fisik air minum yang

digunakan ART( anggota Rumah Tangga). Kualitas fisik tersebut

meliputi kondisi air minum menurut persepsi responden yang terlihat

oleh mata secara visual, tercium oleh indra pencium, dan terasa oleh

lidah seperti: keruh, berwarna, berasa, berbusa, berbau.

Isi kode 1. Ya

2.Tidak

3.3.3. Bagaimana pengolahan dilakukan pengolahan air sebelum diminum?

Tujuan pertanyaan ini untuk mengetahui air minum yang tersedia

sebelum digunakan atau dikonsumsi dilakukan perlakuan

1. Tidak diolah : apabila langsung diminum

2. Diolah : Dimasak, Disaring, Diberi bahan kimia, dan lainnya

3.3.4. Dimana tempat penampungan air limbah dari kamar mandi/dapur/

tempat cuci?

Tempat penampungan air limbah/air kotor yang berasal dari kamar

mandi, tempat cuci, dan dapur.

Kode: 1. Tidak ada: tanpa penampungan (ditanah) atau langsung

kegot/kesungai

2.Ada penampungan : baik terbuka maupun tertutup

3.3.5. Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur/

tempat cuci?

Pertanyaan ini untuk mengetahui kondisi konstruksi saluran air

limbah/air kotor yang dialirkan dari kamar mandi, tempat cuci, dan

dapur menuju sarana pembuangan air limbah (SPAL) atau

sejenisnya.

Page 17: 66ECB8DEd01

17

Kode jawaban jenis saluran pembuangan air limbah

1. Saluran terbuka

2. Saluran tertutup

3.3.6. Apakah tersedia tempat pembuangan sampah di luar rumah?

Tempat pembuangan sampah diluar rumah artinya di luar bangunan

induk rumah, seperti dihalaman samping, depan atau dibagian

tertentu yang merupakan tempat pengumpulan sampah yang dimiliki

oleh rumah tangga tersebut. Ketersediaan tempat sampah dalam

berbagai bentuk dan kondisi

Kode 1. Tidak ada

2.Ada

3.3.7. Bila ya, apakah jenis tempat pengumpulan/penampungan sampah

rumah tangga tersebut?

Pertanyaan ini untuk mengetahui jenis tempat

pengumpulan/penampungan sampah diluar rumah yang dimiliki

rumah tangga responden.

Kode 1. Tempat sampah terbuka

2. Tempat sampah terbuka

3.3.8. Apa jenis hewan ternak yang dipelihara?

Tujuan pertanyaan untuk mengetahui keberadaan faktor risiko

terjadinya beberapa penyakit menular karena disebabkan

lingkungan seperti hepatitis, pneumonia,/flu karena hal ini

dihubungkan dalam syarat rumah sehat.

Kode: 1. Ya pelihara baik unggas, ternak sedang atau ternak besar

atau anjing dan sejenisnya.

2. Tidak pelihara

3.3.9. Apakah hewan peliharaan dikandangkan?

1. tidak dikandang

2. DiKandang

3.3.10. Jarak rumah dengan sumber pencemaran?

Sumber pencemaran baik oleh air, udara, tanah, bau, suara, radiasi

1. Ada sumber pencemaran

2. Tidak ada kode isian 9999

Page 18: 66ECB8DEd01

18

3.4.Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Hal ini berhubungan dengan apakah fasilitas kesehatan yang didirikan

pemerintah bisa diakses oleh responden, dan hal ini tentunya mereka

memanfaatkan atau tidak, sayang dalam penelitian ini pemanfaatan hanya

ditanyakan pada fasilitas kesehatan karena swadaya masyarakat seperti

posyando, polindes dan POD dan hal ini memang menurut teori Blum akan

menentukan derajat kesehatan seseorang.

3.4.1. Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan profesional

terdekat (rumah sakit, puskesmas, Pustu, Dokter praktek, Bidan

praktek), atau (Posyandu, Poskesdes, Polindes) :

Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya

kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih

dari 30 menit. (kode 1)

3.4.2. Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan swadaya

masyarakat terdekat (Posyandu, Poskesdes, Polindes) :

Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya

kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih

dari 30 menit. (kode 1)

3.4.3.Gabung waktu tempuh baik ke sarana kesehatan profesional maupun

swadaya masyarakat

Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya

kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih

dari 30 menit. (kode 1)

3.4.4.Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan

posyandu/poskesdes 3 bulan terakhir (jelas)

Jawaban yang ada

1. Tidak

2. Ya

3.4.5. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan

polindes/bidan desa, dalam 3 bulan terakhir (jelas)

Jawaban yang ada

1. Tidak

Page 19: 66ECB8DEd01

19

2. Ya

2.7.6. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan

polindes/bidan desa dalam 3 bulan terakhir (jelas)

Jawaban yang ada

1. Tidak

2. Ya

2.7.7. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan pos obat

desa (POD)/ warung obat desa (WOD) dalam 3 bulan terakhir (jelas)

Jawaban yang ada

1. Tidak

2. Ya

2.7.8. Gabung penggunaan ketiganya manfaat posyandu, polindes dan

POD

Jawaban yang ada

1. Tidak

2. Ya

2.7.9. Adanya sarana transportasi ke fasilitas kesehatan

1. Tidak

2. Ada

Page 20: 66ECB8DEd01

20

BAB III

HASIL PENELITIAN

Data diberikan dalam bentuk set data yang berupa CD. Sedang pada

kelengkapan variabel, semua variabel ada, kecuali data kepadatan hunian,

karena sesuatu hal maka peneliti melakukan analisa data tanpa menunggu data

kepadatan hunian.

3.1. ANALISA UNIVARIAT

Pneumonia merupakan kelanjutan dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

yang mengenai jaringan paru – paru atau ISPA berat. Pneumonia merupakan

penyakit menular yang menyebabkan kematian utama, terutama pada balita.

Dalam Riskesdas ini dikumpulkan data pneumonia . Kepada Responden

ditanyakan apakah satu bulan terakhir pernah didiagnosa Pneumonia oleh tenaga

kesehatan. Bagi responden yang menyatakan tidak pernah, ditanyakan apakah

pernah menderita gejala Pneumonia yaitu menderita panas tinggi disertai batuk

berdahak dan napa lebih cepat dan pendek dari biasa (kuping hidung) sesak

napas dengan tanda tarikan dinding dada bagian bawah

Distribusi data yang diperoleh pada analisa ini menunjukan prevalensi penderita

pneumonia sebesar 2,2 % dengan range (0,7%-5,8%) .

Prevalensi demam tifoid diperoleh dengan menanyakan apakah pernah

didiagnosa tifoid oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir, responden

yang menyatakan tidak pernah ditanyakan apakah satu bulan terakhir pernah

menderita gejala tifoid, seperti demam sore/malam hari kurang dari satu minggu,

sakit kepala, lidah kotor dan tidak bisa buang air besar.

Prevalensi hasil analisa lanjut ini menggambarkan prevalensi 1,5% bisa diartikan

ada kasus tifoid 1.500 per 100.000 penduduk range yang diperoleh antara 0,4%

sampai 2,6%.

Page 21: 66ECB8DEd01

21

Kasus hepatitis yang dideteksi pada survei Riskesdas adalah semua kasus

hepatitis klinis tanpa mempertimbangkan penyebabnya. Prevalensi hepatitis

diperoleh dengan menanyakan apakah pernah didiagnosa hepatitis oleh tenaga

kesehatan dalam 12 bulan terakhir, Responden yang menjawab tidak pernah

didiagnosa hepatitis dalam 12 bulan terakhir, ditanyakan apakah dalam kurun

waktu tersebut pernah menderita mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri perut

sebelah kanan atas, kencing berwarna air teh, serta kulit dan mata berwarna

kuning.

Pada analisa data diperoleh prevalensi sebesar 0,6% yang artinya adalah setiap

600 per seratus ribu penduduk (rentang 0,2% - 2,3%).

Semua pernyataan untuk lebih jelasnya dapat disimak pada tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi Responden menurut variabel dependent (Pneumonia, Typhus/

Paratyphus dan Hepatitis B) pada Data Riskesdas di Indonesia tahun

2007

Variabel penyakit Jumlah responden

%

1.Morbiditas Pneumonia 1.Ya 2.Tidak

21167 954014

2.2 97.8

2.Morbiditas Typhoid: 1.Ya 2.Tidak

15111

960070

1.5

98.5 3.Morbiditas karena hepatitis/sakit liver/sakit kuning: 1.Ya 2.Tidak

6045 469136

0.6 99.4

3.1.1. Sebaran responden menurut karakteristik individu

Pada variabel menurut karakteristik individu terdiri dari 2 variabel yaitu variabel

jenis kelamin dan umur, dapat diperhatikan pada tabel 2 dibawah.

Page 22: 66ECB8DEd01

22

Sebaran data menurut jenis kelamin memperlihatkan distribusi yang hampir

sama, kelompok jenis kelamin perempuan sedikit lebih banyak yaitu 50,8%,

daripada kelompok jenis kelamin laki – laki.

Pada distribusi menurut kelompok umur, di bagi menjadi 9 kelompok, yaitu

kelompok umur 1-4 tahun, 5-14 tahun, 15 -24 tahun, 25 -34 tahun, 35 – 44 tahun,

5 sampai 54 tahun, 55 sampai 64 tahun, 65- 74 tahun dan diatas 75 tahun.

Pada sebaran data, kelompok umur 5 -14 tahun menduduki peringkat pertama

yaitu 22,3%, sedang umur diatas 75 tahun menduduki peringkat terkecil yaitu

1,8%.

Tabel 2. Distribusi reponden menurut karakteristik individu pada Data Riskesdas

di Indonesia tahun 2007

Variabel Jumlah responden

%

1.Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

49,1 50,8

2.Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9.75=<

79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

8,3 22,3

16 15,9 14,7

11 6,2 3,8 1,8

3.1.2. Sebaran responden menurut karakteristik keluarga

Pada distribusi sampel menurut karakteristik keluarga terdiri dari variabel

pendidikan dan pekerjaan, serta status sosial ekonomi, dan jumlah balita yang

dipunyai responden.

Page 23: 66ECB8DEd01

23

Pada variabel pendidikan terdiri dari 6 kategori, yaitu tidak pernah sekolah, tidak

tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, Perguruan Tinggi. Tamat SD

menduduki. Sebaran data pada analisa ini memperlihatkan tamat SD adalah

responden terbanyak yaitu 29,8 %, peringkat pendudukan perguruan tinggi adalah

4,6%. Dan pada kelompok tidak lulus SD persentase yang ada adalah 8%.

Pada jenis pekerjaan responden terbanyak adalah nelayan yaitu 22,4 sedang

pada kelompok pekerjaan terendah adalah TNI/POLRI yaitu 0,4%, sedang kalau

dikelompokkan lagi ternyata kategori yang tidak bekerja misalnya tidak bekerja,

sekolah, dan ibu rumah tangg menduduki peringkat terbesar kedua yaitu 37,2%

yang terbagi menjadi (11,2%, 18,5%, 17,5%) .

Pada tingkat pengeluaran perkapita, kuintil pertama merupakan responden

terbanyak yaitu 24,3% dan responden terendah adalah kuintil 5 yaitu sebesar

15,4%.

Sedang sebaran responden yang mempunyai balita dalam rumah tangganya

adalah 55,5% responden tidak mempunyai balita, dan selebihnya 35,5%

responden mempunyai balita jumlahnya 1 orang dalam rumah tangga tersebut.

Page 24: 66ECB8DEd01

24

Tabel 3. Distribusi responden menurut karakteristik keluarga pada Data Riskesdas

Di Indonesia tahun 2007

Variabel Jumlah responden

%

1.Pendidikan 1.Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6. PT

60982

163779 228251 137473 140259 35566

8

21,4 29,8 17,9 18,3

4,6

2.Pekerjaan 1.Tidak bekerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai Swasta 8.Wiraswasta/Pdg 9.Pelayanan Jasa 10.Petani 11.Nelayan 12.Buruh 13.Lainnya

86117 142133 134599

3141 24755 3143

32751 74367 15675

171801 9385

51105 18486

11,2 18,5 17,5

0,4 3,6 0,4 4,3 9,7 2

22,4 1,2 6,7 2,4

3.Tingkat Pengeluaran per kapita perbulan 1.Kuintil 1 2.Kuintil 2 3.Kuintil3 4.Kuintil4 5. Kuintil 5

238690 211336 194619 178238 149676

24,3 21,8 20,1 18,4 15,4

4.Jumlah Balita dalam Keluarga 1. >4 balita 2. 3 balita 3. 2 balita 4. 1 balita 5 .Tidak punya anak

504 6889

70466 316557 49822

0,1 0,8 7,9

35,5 55,8

Page 25: 66ECB8DEd01

25

3.1.3. Sebaran responden menurut karakteristik lingkungan

Pada tabel 5. distribusi sampel menurut karakteristik lingkungan di bagi menjadi

wilayah Jawa Bali merupakan persentasi yang terbesar yaitu 33% , disusul

dengan wilayah Sumatra sebesar 31,1 % dan responden terendah adalah di

daerah Maluku dan Papua 4,6%.

Sedang pada wilayah administrasi terlihat sebaran sebagai pedesaan 63,6% dan

perkotaan sebanyak 36,4%.

Waktu tempuh ke sarana kesehatan (pelayanan kesehatan) yaitu rumah sakit,

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu (Pustu) ,

Dokter Praktek, Bidan Praktek yang jauh aksesnya 3.2% dan yang dekat

sebanyak 96,8%. Hal ini menggambarkan bahwa sebaran responden menurut

waktu tempuh ke sarana kesehatan profesional tidak menjadi masalah karena

kebanyakan sarana kesehatan tersebut dapat dicapai responden, dalam waktu

yang cepat yaitu kurang dari setengah jam.

Waktu tempuh ke sarana kesehatan (pelayanan kesehatan) yaitu Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos persalinan Desa

(Polindes). Jangkauan masyarakat ke pelayanan kesehatan yang dibentuk

masyarakat, dibagi menjadi 2 yaitu

1. Jauh artinya waktu tempuh kesarana pelayanan kesehatan tersebut lebih

dari 30 menit

2. Dekat artinya waktu tempuh kesarana pelayanan tersebut kurang dari 30

menit,

Sebaran responden menurut waktu akses ke pelayanan kesehatan yang dibentuk

masyarakat adalah 4, 2% responden dengan waktu tempuh pelayanan kesehatan

kurang dari 30 menit dan 95,8% responden dengan waktu tempuh ke pelayanan

kesehatan lebih dari 30 menit.

Gabung waktu akses ke pelayanan kesehatan adalah gabungan antara variabel

waktu akses ke pelayanan kesehatan profesional dengan gabungan antara

Page 26: 66ECB8DEd01

26

varabel waktu akses ke yang dibentuk masyarakat. Sebaran datanya adalah yang

5,8 % adalah responden dengan tempuh ke pelayanan kesehatan kurang dari 30

menit dan 94,2 % responden dengan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan

kesehatan lebih dari 30 menit.

Pemanfaatan ke posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) 3 bulan terakhir,

memperlihatkan jumlah responden yang tidak memanfaatkan sebanyak 67,3 % ,

sedang responden yang memanfaatkan 32,7 %.

Pemanfaatan ke Polindes ( Pondok Bersalin Desa) dalam 3 bulan terakhir ,

memperlihatkan jumlah responden yang tidak memanfaat polindes sebanyak

75.6 % dan responden yang memanfaatkan sebanyak 24.4%.

Pemanfaatan POD (Pos Obat Desa) dalam 3 bulan terakhir, sebaran responden

menurut jumlah responden adalah yang tidak memanfaatkan sebanyak 89.1%

dan yang memanfaatkan sebanyak 10.9%.

Gabung pemanfaatan posyandu atau polindes atau POD, atau dapat dikatakan

pemanfaatan responden terhadap tempat pelayanan yang bentuknya non formal

dari pemeintah, maka sebaran data yang ada tidak memanfaatkan 93.3 %

memanfaatkan 2,7%.

Angkutan umum atau transportasi baik darat, ataupun laut ke fasilitas pelayanan

kesehatan , maka sebaran data yang ada adalah responden dengan tidak ada

angkut ke pelayanan kesehatan adalah 53,6%, dan responden dengan tersedia

angkutan ke pelayanan kesehatan sebanyak 46,4 %.

Jumlah air yang dipakai artinya adalah jumlah air yang dipakai oleh individu

tersebut yaitu dipakai acuan 20 liter perorang, adapun jenis pemakaiannya

bervariasi mulai dari mandi cuci, dan minum; Adapun sebaran responden

memperlihatkan jumlah responden yang memakai air <20 liter sebanyak 5.5 %

dan responden yang memakai jumlah air >=20 liter 94.5 %.

Page 27: 66ECB8DEd01

27

Pencemaran sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran

Ada13.8 %dan responden yang tidak mempunyai sumber pencemaran 86.2%. Hal

ini menunjukkan bahwa ada pencemaran air dari sumber air, baik WC,

pembuangan air limbah rumah tangga dan sebagainya menunjukkan sebagian

kecil yaitu 13,8% dari responden yang sumber airnya dekat dengan sumber

pencemaran.

Kualitas fisik air minum terdiri dari kategori kurang baik sebanyak 13,8% dan baik

86.2 %, arti dari kualitas fisik sendiri adalah air tesebut tidak berbau, berasa,

berwarna.

Pada variabel Pengolahan air minum responden yang menjawab tidak mengolah

air sebelum diminum sebanyak 9,3% dan respoden yang mengolah air sebelum

digunakan sebanyak 90,7%. Pengolahan iar minum disini diartikan bagaimanan

pengolahan air minum sebelum diminum, arti tidak diolah adalah air sama sekali

tidak diolah, sedang pengertian yang diolah adalah di beri bahan kimia, disaring,

dimasak, di sinar dan sebagainya.

Dimana tempat penampungan air limbah dari kamar mandi/dapur jawaban

responden yang menjawab tidak ada sebanyak 89.4% sedang yang menjawab

ada sebanyak 10.4%. Dalam pengertian ini arti dari tempat pemnampungan air

limbah dari kamar mandi/dapur/tempat cuci. Sedang arti jawaban apabila

menjawab tidak ada di artikan tidak atau tanpa penampungan (ditanah) atau

langsung ke got, sedang arti dari ada adalah apabila menjawab ada bentuknya

tertutup atau terbuka di pekarangan.

Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur/tempat cuci?

Jawaban baik apabila responden menjawab salurannya ada dan tertutup, sedang

jawaban kurang baik apabila responden menjawab ada tetapi saluran terbuka

atau tanpa saluran, sedang distribusi data yang ada adalah jawaban kurang baik

sebanyak 58% sedang jawaban responden kategori SPAL baik adalah 42%.

Page 28: 66ECB8DEd01

28

Keberadaan tempat pembuangan sampah diluar rumah artinya diluar bangunan

induk rumah, seperti dihalaman samping, depan atau bagian tertentu yang

merupakan tempat pengumpulan sampah yang dimiliki oleh rumah tangga

tersebut. Ketersediaan tempat sampah dalam berbagai bentuk dan kondisi, baik

sampah dari semen, kaleng, plastik, papan dan sebagainya. Sebaran jawaban

responden adalahyang menjawab tidak mempunyai sebanyak 55,1 % lebih

banyak sedikit daripada yang menjawab ada yaitu 44,9 %.

Keadaan tempat sampah dimaksudkan apakah tempat sampah tersebut terbuka

atau tertutup, dan sebaran keadaan tempat sampah responden adalah 82.6%

adalah terbuka dan 17.4% tertutup.

Pelihara hewan ternak artinya apakah responden memelihara ternak, didalam

pengertian ini peneliti mengkompositkan beberapa variabel yaitu jawaban

responden menjawab ya dengan jenis ternak yang dipelihara bervariasi baik

ternak unggas (ayam, bebek, burung) atau responden memelihara ternak sedang

(kambing, domba, babi) atau ternak besar (sapi, kerbau, kuda) atau responden

memelihara binatang seperti anjing, kucing, kelinci dikategorikan dengan jawaban

ya memelihara dengan jumlah sekitar 55%, sedang jawaban responden yang

tidak memelihara sebanyak 45%.

Apa hewan ternak dikandangkan, artinya adalah ternak atau hewan peliharaan

tersebut dimasukkan dalam kandang baik kandang dalam rumah atau diluar

rumah, sedang yang termasuk tidak dikandangkan adalah hewan ternak tersebut

sama sekali tidak dikandangkan, dengan sebaran jawaban responden sebanyak

32.3% menjawab tidak dan sebanyak 67.7% menjawab ya dikandangkan.

Jarak rumah dari sumber pencemaran lingkungan di sekitar rumah baik jarak dari

jalan raya, rel kereta api, tempat pembuangan sampah, industri atau pabrik, pasar

tradisional, terminal/stasiun bis, kereta api, atau bandar udara, atau bengkel atau

jaringan listrik tegangan Tinggi, atau peternakan/Rumah potong hewan, sedang

jawaban dikategorika dekat apabila jarak kurang dari 500 meter dan kategori jauh

apabila lebih dari 500 meter sedangkan sebaran keadaan rumah responden

Page 29: 66ECB8DEd01

29

dengan jarak ke sumber pencemaran lingkungan adalah jawaban ya sebanyak

48.1%. Sedang untuk jawaban tidak jumlahnya 51.9%.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 4 dibawah.

Page 30: 66ECB8DEd01

30

Tabel 4. Distribusi responden menurut Propinsi Data Riskesdas di Indonesia Tahun 2007

JUMLAH %

DI Aceh 40892 4,2

Sumatra Utara 69256 7,1

Sumatra Barat 42021 4,3

Riau 25530 2,6

Jambi 22435 2,3

Sumatra Selatan 33358 3,4

Bengkulu 19042 2,0

Lampung 23833 2,4

Bangka Belitung 13645 1,4

Kepulauan Riau 12514 1,3

DKI Jakarta 16970 1,7

Jawa Barat 68460 7,0

Jawa Tengah 87119 8,9

DI Yogyakarta 10164 1,0

Jawa Timur 100966 10,4

Banten 17276 1,8

Bali 20603 2,1

Nusa Tenggara Barat 21297 2,2

Nusa Tenggara Timur 38000 3,9

Kalimantan Barat 27377 2,8

Kalimantan Tengah 28015 2,9

Kalimantan Selatan 25706 2,6

Kalimantan Timur 25928 2,7

Sulawesi Utara 14397 1,5

Sulawesi Tengah 21512 2,2

Sulawesi Selatan 54570 5,6

Sulawesi Tenggara 26642 2,7

Gorontalo 11245 1,2

Sulawesi Barat 10349 1,1

Maluku 10361 1,1

Maluku Utara 11521 1,2

Papua Barat 6898 0,7

Papua 15755 1,6

Total 973657 100.0

Page 31: 66ECB8DEd01

31

Tabel 5. Distribusi responden menurut karakteristik lingkungan pada Data

Riskesdas di Indonesia tahun 2007

Jumlah responden

%

1.Wilayah 1. Jawa Bali 2.. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

33

31,1 11

14,2 6,1 4,6

2.Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

36,4 63,6

3.Waktu tempuh ke sarana yankes (Rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1. Jauh 2. Dekat

30879 944302

3,2 96,8

4.Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu,Poskesdes, Polindes) 1. Jauh 2. Dekat

40784 934397

4,2 95,8

5.Gabung waktu tempuh kesarana yankesbaik Rumah sakit maupun posyandu 1. Jauh 2. Dekat

56958 918223

5,8 94,2

6.Pemanfaatan Posyandu dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memanfaatkan 2.Memanfaatkan

655080 318288

67,3 32,7

7.Pemanfaatan Polindes dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memanfaatkan 2.Memanfaatkan

734828 237341

75,6 24,4

8.Pemanfaatan POD dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memanfaatkan

865605

89,1

Page 32: 66ECB8DEd01

32

2.Memanfaatkan 105535 10,9 9.Gabung manfaat Posyandu, POD, Polindes: 1. Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

948988 26193

93,3 2,7

10.Angkutan umum ke fasilitas pelayanan kesehatan 1.Tidak tersedia 2.Tersedia

519702 449054

53,6 46,4

11.Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>=20 liter

49668 854651

5,5 94,5

12.Pencemaran sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ada 2.Tidak ada

216385 707833

13,6 86,2

13.Kualitas fisik air minum 1.Kurang baik 2.Baik

134832 840349

13,8 86,2

14.Pengolahan air minum 1.Tidak diolah 2. Diolah

90675 884506

9,3 90,7

15. Dimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Tidak ada 2. Ada

860884 94977

89,4 10,4

16. Keadaan saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Kurang baik 2. Baik

552767 400026

58 42

17.Keberadaan tempat sampah 1.Tidak 2.Ada

535169 436844

55,1 44,9

18.Keadaan tempat sampah 1.Terbuka 2.Tertutup

357317 75405

8,6 17,4

Page 33: 66ECB8DEd01

33

19. Pelihara hewan ternak 1.Pelihara 2.Tidak Pelihara

535173 437973

55 45

20. Apa hewan ternak dikandangkan 1.Tidak 2. Ya

172284 360865

32,3 67,7

21. Sumber Pencemaran lingkungan di sekitar rumah 1. Ada 2. Tidak ada

468827 506354

48,1 51,9

3.2. ANALISA BIVARIAT DAN HASIL AKHIR MULTIVARIAT 3.2.1. Hasil analisa bivariat antara pneumonia dengan beberapa variabel

independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat

Tiga belas provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi diatas angka nasional.

Provinsi dengan prevalensi pneumonia tinggi, antara lain DI Aceh, Sumatera

Barat, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, Papua, Maluku Utara

Tabel 6.

Hubungan antara penyakit Pneumonia dengan beberapa karakteristik individu

menunjukkan pada variabel jenis kelamin, memberikan gambaran bahwa

prevalensi pneumonia pada pada laki laki yaitu 2,3% dan pada kelompok wanita

2%, sehingga kelompok laki-laki mempunyai OR = 1,148 dibanding kelompok

perempuan, dengan p = 0,000 masuk menjadi kandidat multivariat.

Pada variabel kelompok umur prevalensi terbesar pada kelompok umur 75 tahun

keatas, disusul kelompok umur 65 tahun, kelompok umur 55 tahun dan 45 tahun

keatas, gambaran data menunjukkan adanya kenaikan prevalensi menurut umur

setelah umur 25 tahun keatas. Walaupun kalau di cermati ada penurunan

prevalensi menurut umur dimulai umur 0-4 tahun 2,9 % kemudian umur 5-14

Page 34: 66ECB8DEd01

34

tahun 1,7% dan umur 15 -24 tahun sebesar 1,2%. Dibanding dengan kelompok

umur 5-14 tahun, makin tua usia ods ratio makin besar, terlihat mencolok mulai

umur 25- 35 tahun keatas sampai kelompok umur 75 tahun keatas, yaitu mulai

dari OR= 0,493 ; OR= 0,567; OR=0,732, OR=1,020; OR=1,403; OR= 1,540

karena p=0,000 masuk menjadi kandidat model. Cermati tabel 6 dan 7 dibawah

ini.

Page 35: 66ECB8DEd01

35

Tabel 6. Prevalensi pneumonia menurut Propinsi Data Riskesdas Indonesia Tahun 2007

Propinsi Jumlah %

DI Aceh 40892 3,5

Sumatra Utara 69256 1,9

Sumatra Barat 42021 2,5

Riau 25530 1,6

Jambi 22435 1,4

Sumatra Selatan 33358 1,3

Bengkulu 19042 2,1

Lampung 23833 0,7

Bangka Belitung 13645 1,2

Kepulauan Riau 12514 1,1

DKI Jakarta 16970 1,9

Jawa Barat 68460 2,4

Jawa Tengah 87119 2

DI Yogyakarta 10164 1,8

Jawa Timur 100966 1

Banten 17276 1,9

Bali 20603 1,7

Nusa Tenggara Barat 21297 3,4

Nusa Tenggara Timur 38000 4,5

Kalimantan Barat 27377 1,3

Kalimantan Tengah 28015 1,2

Kalimantan Selatan 25706 2,4

Kalimantan Timur 25928 1,7

Sulawesi Utara 14397 1

Sulawesi Tengah 21512 3,5

Sulawesi Selatan 54570 2,9

Sulawesi Tenggara 26642 2,6

Gorontalo 11245 4,3

Sulawesi Barat 10349 1,4

Maluku 10361 2,2

Maluku Utara 11521 2,8

Papua Barat 6898 5,8

Papua 15755 5,3

Total 973657 2,2

Page 36: 66ECB8DEd01

36

Tabel 7. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik individu serta kandidat model multivariat pda Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

2,3 2

1.148(1.105 -1.191)

1a

0.000*

2.Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9.75=<

79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

3,1 1,8 1,4 1,6 1,9 2,5 3,4 4,6 5,2

1a 0,587(0,545 -0,631) 0,420(0,384-0,459) 0,493(0,454 -0,536) 0,567(0,521-0,617) 0,732(0,674 -0,795) 1,020(0,933-1,116) 1,403(1,278-1,539) 1,540(1,379-1,719)

0.000*

Khusus untuk kelompok umur akan dilakukan pengelompokan prevalensi

berdasarkan diagnosa penyakit oleh tenaga medis atau penemuan kasus waktu

tim riskesdas wawancara. Sedang untuk keperluan analisa tetap digunakan

pengelompokan kasus berdasar diagnosa atau gejala.

Pada tabel 8 dibawah terlihat ternyata penemuan kasus banyak ditemukan

sewaktu tim survey berada dilapangan.

Page 37: 66ECB8DEd01

37

Tabel 8. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia berdasarkan pengelompokan kasus menurut diagnosa dan gejala pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah responden

Diagnosa % Gejala %

Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9.75=<

79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

16,1 9

5,4 5,6

6,1 6,5 7

7,6 8,1

31,5 21,7 15,3

15 15,4 16,7 18,4 20,2 21,3

Pada variabel tingkat pendidikan kelompok tidak pernah sekolah mempunyai

prevalensi terbesar yaitu 4,7%, dan trend yang ada adalah makin tinggi

pendidikan makin menurun prevalensi pneumonia-nya. Pada responden dengan

pendidikan sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT)

prevalensinya terendah yaitu 1,2%. Demikian juga OR yang terjadi, makin tinggi

pendidikan responden makin rendah OR nya dibanding dengan yang tidak pernah

sekolah.

Pada pekerjaan prevalensi tertinggi adalah pada kelompok nelayan (1), kemudian

petani (0,90) dan lainnya (0,80). Tetapi kalau dilihat ORnya maka pada

kelompok responden yang tidak bekerja adalah (3,008) ini adalah OR tertinggi

dengan referens BUMN, kemudian disusul petani ( OR=2,924), kemudian

nelayan, buruh dan lainnya dengan OR masing-masing diatas 2, sedang OR yang

rendah adalah pegawai BUMN, pegawai swasta, dan PNS.

Pada tingkat pengeluaran memberi informasi makin besar kuintil makin sedikit

ORnya, dan hubungan ini memberikan kemaknaan 0,00. Hal ini sama dengan

laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007.

Page 38: 66ECB8DEd01

38

Pada responden yang mempunyai jumlah balita lebih dari 4 makin besar

prevalensinya demikian juga OR. Pada OR tersebut sebagai pembanding

kelompok responden dengan jumlah balita diatas 4 balita dalam keluarga

tersebut, tetapi pada kelompok keluarga yang tidak punya balita prevalensinya

juga besar, demikian juga OR-nya jika dibanding dengan OR pada kelompok

responden yang tidak mempunyai balita. hal ini kemungkinan menunjukkan makin

banyak balita makin tinggi pneumonianya.

Page 39: 66ECB8DEd01

39

Tabel 9. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik keluarga serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Pendidikan 1.Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6. PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

4,3 2,7 2 1,5 1,2 1,2

3,983(3,432-4,624) 2,750(2,374 -3,186) 1,992(1,725 -2,301) 1,355(1,165 -1,577) 1,158(0,994 -1,350) 1a

0.000*

2.Pekerjaan 1.Tidak bekerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai Swasta 8.Wiraswasta/Pdg 9.Pelayanan Jasa 10.Petani 11.Nelayan 12.Buruh 13.Lainnya

86117 142133 134599 3141 24755 3143 32751 74367 15675 171801 9385 51105 18486

0,7 0,5 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,5 0,8 1 0,9 0,7 0,8

3.008(1.855-4.877) 1.434(0.885-2.324) 1.855(1.144-3.008) 1.455(0,786-2.694) 1.285(0.777- 2.126)

1a 1.112(0.670-1.846) 1.741(1.068-2.836) 1.846(1.115- 3.055) 2.924(1.803 -4.742) 2.674(1.584-4.512) 2.356(1.447- 3.838) 2.324(1.408 -3.836)

0.000*

3.Tingkat Pengeluaran per kapita perbulan 1.Kuintil 1 2.Kuintil 2 3.Kuintil3 4.Kuintil4 5.Kuintil 5

235690 211336 194619 178238 179676

2,5 2,3 2,1 2 1,7

1.557(1.432-1.693) 1.395(1.288- 1.512) 1.321(1.217- 1.433) 1.202(1.111- 1.301)

1a

0.000*

4.Jumlah Balita dalam keluarga 1. 5 balita atau lebih 2. 4 balita 3. 3 balita 4. 2 balita 5. 1 balita 6 .Tidak punya anak

44 460 6889 70446 316557 498227

15,9 3 2,6 2,5 2,2 2,3

10,307(1,824-58,232 0,798(0,397-1,606) 1,057(0,813-1,376) 1,049(0,958-1,148) 0,948(0,902-0,997) 1a

0,012*

Page 40: 66ECB8DEd01

40

Prevalensi Pneumonia menurut propinsi sudah dijelaskan diatas, dan dibawah ini

adalah sebaran prevalensi pneumonia menurut pulau, tertinggi adalah pulau

Nusa Tenggara, 4,1%, kemudian Maluku dan Papua sebanyak 4%, sedang pada

nilai OR tertinggi adalah Maluku dan Papua 2,1 kemudian Nusa Tenggara OR=

1,85 kemudian pulau Kalimantan OR=0,796 paling rendah dibanding pulau lain.

Pada wilayah administrasi maka pedesaan mempunyai prevalensinya 2,5 % dan

wilayah perkotaan yaitu 1,6% sehingga untuk wilayah pedesaaan OR=

1,404(1,303 – 1,513) dibanding dengan wilayah perkotaan.

Waktu tempuh responden ke sarana yankes (Rumah sakit, Puskesmas, Pustu,

Dokter Praktek, Bidan Praktek), disini menunjukkkan bahwa responden yang

mempunyai waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan dengan waktu

tempuh lama prevalensinya 4% dibanding responden yang waktu tempuh ke

sarana tersebut sebentar (kurang dari 30 menit) jumlah prevalensinya 2,1 % .

OR=1,915 pada kelompok responden yang mempunyai waktu tempuh kesarana

pelayanan kesehatan profesional jauh.

Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu,Poskesdes, Polindes) jauh

prevalensi pneumonianya sebesar 3,1% dan dekat prevalensi pneumonia sebesar

2,1% dengan OR pada kelompok responden yang waktu tempuh kesarana

kesehatan sebesar 1,411.

Semua variabel (21 variabel) pada analisa bivariat mempunyai p dibawah 0,25,

karena pertimbangan maka yang masuk menjadi kandidat model adalah 17

variabel.

Page 41: 66ECB8DEd01

41

Tabel 10. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik lingkungan serta kandidat model multivariat pda Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Wilayah 1. Jawa Bali 2.. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

1,7 1,9 1,6 2,7 4,1 4

1a 0,896(0,829-0,969)

0.796(0.720 - 0.881) 1.407(1.285 - 1.541) 1.852(1.658 - 2.068) 2.179(1.917 - 2.478)

0.000*

2.Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

1,6 2,5

1a 1,404(1,303 -1,513)

0,000*

3.Waktu tempuh ke sarana yankes (Rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1. Lama 2. Cepat

30879 944302

4 2,1

1.915(1.665 - 2.201) 1a

0.000*

4.Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu,Poskesdes, Polindes) 1. Lama 2. Cepat

40784 934397

3,1 2,1

1,411(1,251 -1,592) 1a

0.000*

5.Gabung waktu tempuh kesarana yankesbaik Rumah sakit maupun posyandu 1. Lama 2. Cepat

56985 918223

3,4 2,1

1,555(1,394 -1735) 1a

0,000*

6.Pemanfaatan Posyandu dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memanfaatkan 2.Memanfaatkan

655080 318288

2 2,5

0,825(0,787 -0,866) 1a

0.000*

Page 42: 66ECB8DEd01

42

7.Pemanfaatan Polindes dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memnftkan 2.Memanfaatkan

734828 237341

2 2,6

0,793(0,749-0,840)

1a

0.000*

8.Pemanfaatan POD dalam 3 bulan terakhir: 1.Tidak memnftkan 2.Memanfaatkan

865605 105535

2,1 2,4

0,893(0,825-0,921) 1a

0.008*

9.Gabung manfaat Posyandu, POD, Polindes: 1. Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

948988 26193

2,1 3,2

0,709(0,624-0,805) 1a

0,000*

10.Angkutan umum ke fasilitas pelayanan kesehatan 1.Tidak tersedia 2.Tersedia

519702 449054

2,2 2,1

0,953(0,897 -1,013) 1a

0,121*

11.Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>=20 liter

49668 854651

3,1 2,1

1,504(1,315 –1,720) 1a

0.000*

12.Pencemaran sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ada 2.Tidak ada

216385 707833

2,4 2,1

1,143( 1,080 -1,211) 1a

0.000*

13.Kualitas fisik air minum 1.Kurang baik 2.Baik

134832 840349

3,2 2

1,584(1,471 -1,706) 1a

0.000*

14.Pengolahan air minum 1.Tidak diolah 2. Diolah

90675 884506

3,2 2,1

1,266(1,168 -1,372) 1a

0.000*

15. Apakah mempunyai saluran pembuangan air limbah dari kamar

0.000*

Page 43: 66ECB8DEd01

43

mandi/dapur 1. Tidak ada 2. Ada

860889 999777

2,2 1,6

1.289(1.192 - 1.395) 1a

16. Keadaan saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Kurang baik 2. Baik

552767 400026

2,2 2

1,057(1,001 -1,116) 1a

0.045*

17.Apakah mempunyai tempat sampah 1.Tidak 2. Ya

535109 436844

2,5 2,2

1,407(1,335 -1,482) 1a

0,000*

18.Keadaan tempat sampah 1.Tertutup 2.Terbuka

357317 75405

1,8 1,6

1,269(1,139 - 1,414) 1a

0,000*

19. Pelihara hewan ternak 1.Pelihara 2.Tidak Pelihara

535173 437973

2,5 1,8

1,278(1,215 -1,345) 1a

0.000*

20. Apakah ternak dikandangkan 1. Tidak 2. Ya

172284 360865

2,8 2,4

1,107(1,035 -1,185) 1a

0,003*

21. Sumber Pencemaran lingkungan di sekitar rumah 1. Ada 2. Tidak ada

468827 506354

1,9 2,4

0,846(0,795-0,900) 1a

0.000*

Page 44: 66ECB8DEd01

44

3.2.2. Model akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan determinan

Dari hasil bivariat sampai kemultivariat ternyata ada hubungan antara penyakit

pneumonia dengan jenis kelamin, dan hal ini menunjukkan bahwa prosentase

laki-laki lebih banyak yang terkena penyakit pneumonia daripada perempuan, dan

odd ratio ajust pada kelompok laki-laki sebesar 1,228 dibanding dengan

kelompok perempuan.

Pada kelompok umur, hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa proporsi

responden yang berumur 75 tahun atau lebih prosentasenya lebih tinggi dibanding

dengan kelompok umur lainnya.

Tabel 11. Hasil akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

2,3 2

1,228(1,161-1,299) 1a

0.000

2.Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9. 75=<

79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

3,1 1,8 1,4 1,6 1,9 2,5 3,4 4,6 5,2

1a 1,070(0,950-1,205) 1,246(1.088-1.426) 1,376(1.202-1.575) 1,606(1.405-1.837) 2,047(1.784-2,348) 2,589(2.253-2.974) 2,591(2.219-3.024)

0.000

Pada variabel pendidikan responden yang tidak pernah sekolah ternyata

menunjukkan prosentase yang paling tinggi terkena pneumonia dibandingkan

dengan responden yang bersekolah. Pada variabel pekerjaan, petani mempunyai

prosentase yang paling tinggi, kemudian disusul kelompok nelayan, kemunian

lainnya, dan yang paling rendah adalah kelompok pegawai BUMN.

Page 45: 66ECB8DEd01

45

Tingkat pengeluaran perkapita, persentase responden dalam group kuintil 1

peluang untuk menderita penyakit pneumonia paling tinggi dibandingkan dengan

responden dalam group kuintil 2 sampai kuintil 5, dengan pembanding kuintil 5.

Tabel 12. Hasil akhir analisa multivariat antara Pneumonia dengan beberapa

karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Pekerjaan 1.Tidak bekerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai Swasta 8.Wiraswasta/Pdg 9.Pelayanan Jasa 10.Petani 11.Nelayan 12.Buruh 13.Lainnya

86117 142133 134599 3141 24755 3143 32751 74367 15675 171801 9385 51105 18486

0,7 0,5 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,5 0,8 1 0,9 0,7 0,8

1,603(0,957-1,686) 1,145(0,679-1,931) 1,268(0,756-2,126) 1,201(0,621-2,320) 1,223(0,714-2,096) 1a 1,156(0,675-1,980) 1,242(0,738-2,090) 1,255(0,734-2,148) 1,307(0,780-2,189) 1,178(0,675-2,056) 1,355(0,806-2,279) 1,392(0,817-2,373)

0.000

2.Pendidikan 1.Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6. PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

4,3 2,7 2 1,5 1,2 1,2

2,383(1,881-2,770) 2,175(1,855-2,622) 1,749(1,458-2,097) 1,351(1,124-1,623) 1,197(1,005-1,427) 1a

0.000

3.Tingkat Pengeluaran per kapita perbulan 1.Kuintil 1 2.Kuintil 2 3.Kuintil3 4.Kuintil4 5. Kuintil 5

235690 211336 194619 178238 179676

2,5 2,3 2,1 2 1,7

1,227(1,113 -1,353 1,166(1,007-1,215) 1,165(1,009-1,216) 1,064(0,973-1,163) 1a

0.000

Untuk wilayah regional, wilayah Nusa Tenggara mempunyai persentase yang

paling tinggi, kemudian disusul wilayah Maluku dan Papua, serta Sulawesi,

sedangkan pada sebaran menurut Odds Ratio maka Maluku dan Papua

menduduki peringkat pertama, kemudian Nusa Tenggara dan kemudian Sulawesi.

Page 46: 66ECB8DEd01

46

Waktu tempuh kesarana kesehatan profesional yaitu kesarana kesehtan rumah

sakit. Puskesmas, pustu, dokter praktek, dan bidan praktek, dari data yang ada

dapat dijelaskan bahwa waktu tempuh yang lama mempunyai resiko

mendapatkan sakit pneumonia sebesar 1,516 kali dibanding pada kelompok yang

waktu tempuhnya sebentar.

Untuk jumlah air, variabel pencemaran sumber air, dan kualitas air mempunyai

OR masing-masing 1,669, dan lalu 1,119 dan 1,508.

Sedang variabel ada tempat sampah OR=1,231 untuk yang tidak mempunyai

tempat sampah sebesar untuk sakit pneumonia, dan yang pelihara hewan ternak

mempunyai peluang 1,120 untuk sakit pneumonia.

Lebih jelas cermati tabel 13 dibawah.

Page 47: 66ECB8DEd01

47

Tabel 13. Hasil akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah responden

Pneumonia %

OR P

1.Wilayah 1. Jawa Bali 2.. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

1,7 1,9 1,6 2,7 4,1 4

1a 0,923(0,844-1,010) 0,780(0,692-0,880) 1,364(1,230-1,513) 1,773(1,563-2,010) 1,957(0,698-2,254)

0.000

2.Waktu tempuh ke sarana yankes (Rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1. Lama 2. Cepat

30879 944302

4 2,1

1,504(1,266-1,788) 1a

0,000

3.Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>=20 liter

49668 854651

3,1 2,1

1,669(1,449-1,922) 1a

0.000

4.Pencemaran sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ada 2.Tidak ada

216385 707833

2,4 2,1

1,181(1,106-1,262) 1a

0.000

5.Kualitas fisik air minum 1.Kurang baik 2.Baik

134832 840349

3,2 2

1,508(1,388-1,638) 1a

0.000

5.Adakah tempat sampah diluar rumah 1.Tidak 2. Ada

535109 436844

2,5 2,2

1,231(1,157-1,309) 1a

0.000

6. Pelihara hewan ternak 1.Pelihara 2.Tidak Pelihara

535173 437973

2,5 1,8

1,120(1,056-1,188) 1a

0,000

Page 48: 66ECB8DEd01

48

3.2.3. Hasil analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa

variabel independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat

Pada sebaran variabel independent menurut propinsi maka propinsi DI aceh

menduduk peringkat pertama (2,6%) kemudian Bengkulu (2,5), disusul Gorontalo

(2,4%), sedang angka typhus dan paratyphus nasional adalah 1,6%. Beberapa

daerah diatas angka nasional adalah propinsi Aceh, bengkulu, Jawa barat,

banten, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.

Page 49: 66ECB8DEd01

49

Tabel 14. Prevalensi typhus/paratyphus menurut Propinsi Data Riskesdas Indonesia Tahun 2007

Provinsi Total %Typhus/Paratyphus

DI Aceh 40892 2,6

Sumatra Utara 69256 1,0

Sumatra Barat 42021 1,4

Riau 25530 1

Jambi 22435 1,3

Sumatra Selatan 33358 1,4

Bengkulu 19042 2,5

Lampung 23833 0,8

Bangka Belitung 13645 0,8

Kepulauan Riau 12514 0,8

DKI Jakarta 16970 1,3

Jawa Barat 68460 2

Jawa Tengah 87119 1,5

DI Yogyakarta 10164 0.8

Jawa Timur 100966 1.1

Banten 17276 2.2

Bali 20603 0.9

NTB 21297 1.9

NTT 38000 2.2

Kalimantan Barat 27377 1.8

Kalimantan Tengah 28015 1.6

Kalimantan Selatan 25706 2.0

Kalimantan Timur 25928 2.0

Sulawesi Utara 14397 0.4

Sulawesi Tengah 21512 2.0

Sulawesi Selatan 54570 1.8

Sulawesi Tenggara 26642 1.4

Gorontalo 11245 2.4

Sulawesi Barat 10349 1.1

Maluku 10361 1.4

Maluku Utara 11521 1.4

Papua Barat 6898 2.2

Papua 15755 2.1 Total 973657 1,6

Sebaran prevalensi penyakit typhus dan paratyphus menurut beberapa variabel

independent karakteristik individu, yaitu jenis kelamin dan umur.

Page 50: 66ECB8DEd01

50

Pada sebaran penyakit menurut jenis kelamin maka laki-laki 1,6%, dan

perempuan 1,5%, dan OR pada kelompok laki-laki adalah 1,104 dibanding

dengan kelompok perempuan, dengan p = 0,000 jadi masuk kandidat multivariat

Distribusi penyakit menurut umur ada 9 kelompok umur, dilihat dari persentase

memperlihatkan bahwa kelompok umur 5-14 adalah kelompok terbanyak yang

terkena typhus dan para typhus, dengan p=0,000 maka OR yang paling besar

adalah kelompok umur 5-14 tahun.

Tabel 15. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil

analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik individu serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah

responden

Typhus/

Paratyp

hus

%

OR P

1.Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

1,6 1,5

1,104(1,057 -1,154)

1a 0,000*

2.Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9. 75=<

741395 2055105 213775 1506555 1511162 1445758 636331 394766 185823

1,6 2,1 1,7 1,4 1,4 1,3 1,3 1,2 1,5

1,098(0,908 – 1.329) 1,435(1,201-1,716) 1,148(0,957- 1,377) 0,938(0,785-1,122) 0,941(0,781 -1,135) 0,902(0,747 -1,089) 0,890(0,737 -1,075) 0,850(0,688-1,049)

1a

0,000*

Pada kelompok pendidikan tertinggi yang pberpeluang untuk sakit

Typhus/Paratyphus adalah tidak pernah sekolah, dan tidak tamat SD kemudian

dan yang paling rendah adalah tamat Perguruan Tinggi. Sedang OR tertinggi

adalah tidak tamat SD, terendah tamat SLTA kalau dibanding dengan perguruan

tinggi, dengan p= 0,000. Dan merupakan kandidat multivariat.

Page 51: 66ECB8DEd01

51

Pada kelompok kuintil ternyata kuintil 1 paling tinggi odds ratio terjadi typhus dan

paratyphus daripada kuintil lainnya, makin besar kuintil atau tingkat pengeluaran

makin kecil odds ratio yang terjadi. Lihat tabel 15 dibawah dan p yang didapat

adalah = 0,000

Pada kepemilikan balita didalam rumah tangga responden maka responden yang

memilik balita 4 orang atau lebih memiliki OR= 1,55.

Page 52: 66ECB8DEd01

52

Tabel 16. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik keluarga serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah

responden

total

Typhus/Paratyphus %

OR P

1.Pendidikan 1.Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6.PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

1,8 1,8 1,6 1,4 1,1 1,1

1,657(1,394-1,969) 2,088(1,787-2,448) 1,781(1,526-2,079) 1,539(1,315-1,801) 2,296(1,015-1,408)

1a

0,000*

2.Pekerjaan 1.Tidak bekerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai Swasta 8.Wiraswasta/Pdg 9.Pelayanan Jasa 10.Petani 11.Nelayan 12.Buruh 13.Lainnya

86117 142133 134599 3141 24755 3143 32751 74367 15675 171801 9385 51105 18486

1,6 1,8 1,3 1 1 1 1,1 1,1 1,6 1,8 1,6 1,6 1,2

1,864(1,150-3,023) 2,234(1,378-3,623) 1,444(0,089-2,343) 1,096(0,560-2,143) 0,961(0,573-1,610)

1a 1,395(0,842-2,310) 1,387(0,851-2,261) 1,387(0,851-2,261) 1,723(1,031-2,878) 1,876(1,157-3,041) 1,859(,073-3,221)

1,929(1,181-3,152) 1,293(0,794-2,107)

0,000*

3.Tingkat Pengeluaran per kapita perbulan 1.Kuintil 1 2.Kuintil 2 3.Kuintil3 4.Kuintil4 5.Kuintil 5

235690 211336 194619 178238 149676

1,7 1,7 1,5 1,5 1,3

1,275(1,170-1,389) 1,260(1,155-1,374) 1,145(1,052-1,245) 1,127(1,034-1,228)

1a

0,000*

4.Jumlah Balita 1. 5 balita 2. 4 balita 3. 3 balita 4. 2 balita 5. 1 balita 6 .Tidak punya anak

44

460 6889 70446 316557 498227

2,3 0,4 1,5 1,5 1,5 1,6

1,550(0,363-6,617) 0,113(0,026-0,493) 0,722(0,538-0,968) 0,816(0,736-0,905) 0,888(0,838-0,948)

1a

0,000*

Page 53: 66ECB8DEd01

53

Pembagian wilayah menurut pulau, maka kalau dilihat persentase yang terjadi

maka NTB dan NTT termasuk daerah yang tinggi (2,1%), dan terkecil adalah

Sumatra(1,4%). P yang didapat adalah 0,000 maka masuk menjadi kandidat

multivariat demikian juga OR yang terjadi, sesuai dengan persentase.

Sedang pembagian atau sebaran responden menurut wilayah administrasi maka

pedesaan memilik odds ratio sebesar 1,338 dibanding dengan perkotaan, dengan

p=0,000.

Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan profesional memperlihatkan untuk waktu

tempuh cepat persentase yang sakit Typhus adalah 1,5% dan untuk waktu

tempuh lama maka persentase responden yang sakit Typhus dan Paratyphus

adalah 2,4%, dengan dengan OR untuk yang lama jarak tempuhnya adalah 1,637,

dengan p dibawah 0,25, maka masuk kandidat multivariat.

Waktu tempuh kesarana kesehatan swadaya masyarakat untuk responden

dengan waktu tempuh lama persentase yang sakit Typhus adalah 2,1% dengan

OR= 1,326 dan p masuk kandidat multivariat.

Gabung waktu tempuh kesarana kesehatan baik swadaya masyarakat maupun ke

sarana kesehatan profesional maka responden yang sakit Typhus dengan waktu

tempuh lama adalah 2,1% dengan OR= 1,395 dan merupakan kandidat

multivariat.

Sedang pada sebaran pemanfaatan sarana kesehatan kelihatannya ada yang

terbalik dari analisa hubungan yang ada, yaitu kalau dilihat sebaran persentase

maka ternyata yang memakai posyandu, Polindes, dan POD, dan gabung

pemanfaatan ketiganya maka justru yang memakai mempunyai persentase yang

tinggi untuk sakit Typhus dan Paratyphus, jika dibanding dengan yang tidak

memakai, maka OR yang terjadi adalah justru yang tidak menggunakan fasilitas

kesehatan mempunyai OR dibawah 0, misalnya0,844; 0,728,0,778 dan 0,617.

Dari peristiwa tersebut dapat di maklumi bahwa mereka menggunakan fasilitas

Page 54: 66ECB8DEd01

54

kesehatan karena mereka sudah sakit, jadi mereka menggunakan fasilitas

kesehatan tersebut karena akan berobat, maka berdasarkan pertimbangan

tersebut mak pemanfaatan tidak diikutkan dalam analisa multivariat.

Sedang adanya sarana angkutan ke fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa

persentase yang sakit typhus pada responden yang tidak mempunyai sarana ke

fasilitas kesehatan 1,7 sedang persentase responden yang mempunyai sarana ke

fasilitas kesehatan adalah 1,5, sedang OR yang ada adalah 0,917 dengan p=

0,008. Dan merupakan kandidat masuk multivariat.

Jumlah air yang dipakai, pada analisa riskesdas ini air yang dipakai cukup apabila

>=20 liter, dan persentase yang sakit typhus dan paratyphus yang sakit adalah

1,7%, dan masih masuk ke kandidat multi walaupun p=0,231.

Kualitas air, menunjukkan responden dengan kualitas air kurang baik, dan

menderita typhus dan paratyphus lebih banyak yaitu 2,3% daripada responden

yang sakit typhus dengan kualitas air yang digunakan baik, dan OR= 1,489. p =

0,000 masuk kandidat multivariat.

Pada variabel cara pengolahan air responden sebelum digunakan, didapat diatas

p diatas 0,25, maka variabel ini tidak masuk kandidat multivariat. Dan sebaran

prevalensi adalah responden dengan mengunakan air yang tidak diolah sebanyak

1,7% yang sakit typhus dan paratyphus.

Pada responden dengan sumber air ada sumber pencemaran kurang dari 10m,

maka didapatkan bahwa responden dengan sumber air ada sumber pencemaran

yang sakit typhus dan paratyphus sebanyak 1,7% dengan OR=1,134 dengan

p=0,000.

Peluang sakit typhus pada responden yang memelihara hewan ternak adalah 1,7

lebih besar daripada responden yang tidak memelihara hewan ternak, karena

p=0,000 maka variabel ini masuk ke analisis multivariat.

Page 55: 66ECB8DEd01

55

Pada responden yang memelihara hewan ternak, dan dikandangkan maka

didapat p = 0, 337, jadi variabel ini tidak masuk dalam analisis multivariat.

Sebaran responden menurut sumber pencemaran yang ada di sekitar rumah,

seperti adanya pasar, tempat pembuangan sampah dan sebagainya, maka

didapat p = 0,000 dengan responden yang ada sumber pencemaran disekitar

rumah yang sakit typhus sebanyak sebanyak 1,4%

Tabel 17. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karateristik lingkungan serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah responden

Typhus/Paratyp

hus %

OR P

1.Wilayah 1. Jawa Bali 2. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

1,5 1,4 1,8 1,6 2,1 1,7

1a

0,752(0,689 -0,821) 1,041(0,938 -1.156) 0,931(0,844 -0,026) 1,314(1,152- 1,500) 1,129(0,947 -1,347)

0,000*

2.Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

1,2 1,8

1a

1,338(1,241-1,443)

0,000*

3.Waktu tempuh ke sarana yankes (rumah sakit, Puskesmas, Pustu,Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1.Lama 2.Cepat

30899 944302

2,4 1,5

1,637(1,385-1,935) 1a

0,000*

4.Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu, Pos Kesdes,polindes ) 1. Lama 2. Cepat

40784 934397

2,1 1,5

1,326(1,159-1,517) 1a

0,000*

5.Gabung Waktu Kesarana Yankes Baik rumah sakit atau posyandu

56958

2,1

1,395(1,235-1,576)

0,000*

Page 56: 66ECB8DEd01

56

1.Lama 2.Cepat

918225 1,5 1a

6.Pemanfaatan Posyandu 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

655080 318288

1,4 1,8

0,844(0,799 -0,892)

1a

0,000

7.Pemanfaatan Polindes 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

734828 237341

1,4 1,9

0,728(0,686 -0,771)

1a

0.000

8.Pemanfaatan POD 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

865605 105335

1,5 2

0,778(0,711 -0,852)

1a

0,000

9.Gabung pemanfaatan, posyandu, Polindes, POD 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

948988 26193

1,5 2,3

0,617(0,538-0,727) 1a

0,000

10.Angkutan umum ke fasilitas pelayanan kesehatan 1.Tidak tersedia 2.Tersedia

328979 8667564

1,7 1,5

0,917(0,860-0,977) 1a

0,008*

11. Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>= 20 liter

49668

854651

1,7 1,5

1,100(0,941 -1,284)

1a

0,231*

12.Dari sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ya 2.Tidak

216385 707833

1,7 1,5

1,134(1,064 -1,210) 1a

0.000*

13.Kualitas Fisik Air 1.Kurang berkualitas 2. Berkualitas

134832 840349

2,3 1,4

1,489(1,378-1,608)

1a

0,000*

14.Pengolahan air minum sebelum diminum 1. Tidak diolah 2. Diolah.

90475 884506

1,9 1,5

1,053(0,955 -1,160) 1a

0,302

15. Apakah mempunyai saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Tidak ada 2. Ada

860889 99977

1,6 1,2

1,287(1,178-1,408) 1a

0,000*

Page 57: 66ECB8DEd01

57

16. Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Terbuka 2. Tertutup

552767 400026

1,5 1,5

0,965(0,913-1,020) 1a

0,206*

17 Keberadaan tempat sampah 1. Tidak ada 2. Ada

357317 436844

1,7 1,4

1,226(1,101-1,364)

1a

0,000*

18. Keadaan tempat sampah 1. Terbuka 2. Tertutup

535109 75405

1,4 1,3

1,174(1,107 -1,245) 1a

0,000*

19. Pelihara hewan ternak 1.Pelihara 2.Tidak Pelihara

535174 437973

1,7 1,3

1,159(1,097 -1,225)

1a

0,000*

20. Apakah ternak dikandangkan 1. Tidak 2. Ya

172284 360865

1,8 1,7

1,038(0,962-1,121) 1a

0,337*

21. Sumber Pencemaran lingkungan di sekitar rumah 1. Ada 2. Tidak ada

468827 506354

1,4 1,7

0.886(0,830-0,946) 1a

0,000*

3.2.4. Model akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan

determinan

Pada sebaran beberapa analisa bivariat maka yang masuk menjadi kandidat ke

analisa multivariat adalah 18 variabel ( jenis kelamin, umur, pendidikan,

pekerjaan, tingkat pengeluaran perkapita, jumlah balita, wilayah,wilayah

administrasi,waktu tempuh serta adanya transportasi ke yankes, jumlah air yang

dipakai, adanya sumber pencemaran kurang dari 10 m disekitar sumber air,

kualitas air, adanya saluran pembuangan air limbah, keadaan saluran

pembuangan air limbah, adanya tempat sampah, keadaan tempat sampah,

adanya hewan ternak, serta pencemaran sekitar rumah responden) yaitu dengan

p<= 0,25

Page 58: 66ECB8DEd01

58

Pada variabel jenis kelamin setelah hasil akhir multivariat maka kelompok laki laki

mempunyai peluabg sakit typhus/ paratyphus sebesar 1,142 dibanding kelompok

perempuan.Variabel umur maka umur yang besar peluangnya untuk sakit typhus

paratyphus adalah kelompok umur 5-14 tahun yaitu sebesar 1,449, kemudian

diikuti umur 15 sampai 24 tahun, hal ini bisa terjadi karena usia-usia tersebut anak

mulai jajan diluar rumah. Dan pada kelompok umur ini mempunyai trend semakin

tua semakin berkurang peluang untuk menjadi sakit typhus paratyphus. Sedang

umur 1-4 tahun tidak muncul, untuk analisa multivariat, pada waktu analisa

bivariat kelompok ini muncul OR, hal ini adanya trend, karena dianggap keluar

dari trend maka tidak muncul pada analisa multivariat.

Tabel 18. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

responde

n

Typhus/Par

atyphus

%

OR P

1.Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

1,6 1,5

1,142(1,081-1,208) 1a

0,000

2.Umur (tahun) 1.1-4 2.5-14 3.15-24 4.25-34 5.35-44 6.45-54 7.55-64 8.65-74 9. 75=<

741395 2055105 213775 1506555 1511162 1445758 636331 394766 185823

1,6 2,1 1,7 1,4 1,4 1,3 1,3 1,2 1,5

1,449(1164- 1.804) 1,382(1,107-1,726) 1,177(0,945-1,465) 1,152(0,925-1,435) 1,047(0,843-1,301) 1,031(0,830-1,281) 0,986(0,779-1,249) 1a

0,000

Pada hasil akhir multivariat menurut karakteristik keluarga, variabel yang masih,

dan akhir dianggap varaiabel yang dominan menurut kelompok ini adalah variabel

pendidikan dan jumlah balita, pada variabel pendidikan trend yang ada adalah

makin tinggi pendidikan makin turun resiko untuk menderita typhus dan

paratyphus, maka OR terbesar dimiliki oleh kelompok tidak pernah sekolah, hal ini

sesuai dengan hasil laporan riskesdas 2007.

Page 59: 66ECB8DEd01

59

Pada variabel jumlah balita pada rumah tangga tersebut, maka resiko tertinggi

adalah responden yang punya balita 5 atau lebih, OR= 3,368, sedang pada

variabel ini tidak mempunyai trend, dan peluang untuk sakit typhus dan

paratyphus pada hasil analisa ini adalah responden dimana dalam rumahnya

terdapat jumlah balita 4.

Tabel 19. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Variabel Jumlah

respon

Den

%Typhus/

Paratyph

us

OR P

1.Pendidikan 1.Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6.PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

1,8 1,8 1,6 1,4 1,1 1,1

1,714(1,390-2,113) 1,746(1,442-2,114) 1,577(1,314-1,894) 1,404(1,166-1,689) 1,257(1,042 -1,517)

1a

0,000

2.Jumlah Balita dalam keluarga 1. 5 balita 2. 4 balita 3. 3 balita 4. 2 balita 5. 1 balita 6 .Tidak punya anak

44 460 6889 70446 316557 498227

2,3 0,4 1,5 1,5 1,5 1,7

3,368(1,417-8,003) 2,196E-9(1,506E-9-3,202E-9)

0,743(0,482-1,114) 0,797(0,695-0,915) 0,894(0,831-0,961)

1a

0,000

Wilayah menurut pulau wilayah paling tinggi OR adalah 1,052, kemudian Maluku

dan Papua, baru Kalimantan.

Menurut wilayah administrasi maka responden yang tinggal di pedesaan

mempunyai peluang 1,283 kali untuk sakit typhus paratyphus dibanding

responden yang tinggal di perkotaan.

Page 60: 66ECB8DEd01

60

Waktu tempuh, hal ini merupakan perwakilan dari akses responden bisa mencapai

fasilitas kesehatan, maka didapat peluang, 1,42 untuk yang waktu tempuhnya

lama pada variabel waktu tempuh ke fasilitas kesehatan profesional, sedang

waktu tempuh kesaran kesehtana swadaya masyarakat OR yang lama sebesar

1.224 berarti aksesnya susah atau jaraknya jauh.

Sedang pada variabel tentang air, yang masuk sampai akhir adalah kualitas air,

jumlah air dan sumber pencemaran disekitar air, Pada kualitas air disini adalah

ada peluang sebesar 1,401 pada responden yang mempunyai air dengan kualitas

buruk untuk sakit typhus dan paratyphus, sedang pada responden yang dalam

sumber airnya terdapat sumber pencemaran mempunyai peluang sebesar 1,097

kali , dan tentang kecukupan air responden yang tidak cukup memakai air

cenderung sakit paratyphus sebesar 1,273 kali

Pada variabel lingkungan yang masih eksis adalah adanya saluran pembuangan

limbah dan mempunyai tempat sampah diluar rumah masing-masing OR untuk

sakit typhus dan paratyphus adalah 1,180 dan 1,098.

Tabel 20. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

responden

Typhus/

Paratyp

hus

%

OR p

1.Wilayah 1. Jawa Bali 2.. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

1,5 1,4 1,8 1,6 2,1 1,7

1a

0,627(0,565-0,696) 0,806(0,712-0,913) 0,735(0,651-0,830) 1,052(0,902-1,226) 0,850(0,699-1,034)

0,000

2.Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

1,2 1,8

1,283(1,169 -1,410) 1a

0,000

3.Waktu tempuh ke sarana yankes (rumah

Page 61: 66ECB8DEd01

61

sakit, Puskesmas, Pustu,Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1.Lama 2.Cepat

30899 944302

2,4 1,5

1,420(1,137-1,773)

1a

0,002

4.Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu, Pos Kesdes,polindes ) 1. Lama 2. Cepat

40784 934397

2,1 1,5

1,226(1,033-1,455)

1a

0,020

5.Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>= 20 liter

49668

854651

1,7 1,5

1,273(1,067 -1,519) 1a

0,007

6.Dari sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ya 2.Tidak

216385 707833

1,7 1,5

1,097(1,013-1,188) 1a

0,022

7.Kualitas Fisik Air 1.Kurang berkualitas 2. Berkualitas

134832 840349

2,3 1,4

1,401(1,279-1,533) 1a

0,000

8.Apakah mempunyai saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Tidak ada 2. Ada

860889 999777

1,6 1,2

1,180(1,051-1,326)

1a

0,005

9. Apakah mempunyai tempat pembuangan sampah diluar rumah 1. Tidak 2. Ada

357317 436844

1,7 1,4

1,098(1,023-1,178)

1a 0,010

3.2.5. Hasil analisa bivariat antara hepatitis dengan beberapa variabel

independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat

Hepatitis klinis terdeteksi diseluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi

sebesar 0,6% . tiga belas propinsi memiliki angka rata- rata diatas angka nasional

yaitu; DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara,

Page 62: 66ECB8DEd01

62

Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, Papua.

Dari tiga belas propinsi tersebut diatas propinsi tertinggi adalah propinsi Sulawesi

Tengah.

Tabel 21. Prevalensi hepatitis menurut Propinsi Data Riskesdas Indonesia Tahun

2007

Propinsi Jumlah %

DI Aceh 40892 1,2

Sumatra Utara 69256 0,4

Sumatra Barat 42021 0,8

Riau 25330 0,8

Jambi 22435 0,7

Sumatra Selatan 33358 0,3

Bengkulu 19042 0,4

Lampung 23833 0,2

Bangka Belitung 13645 0,5

Kepulauan Riau 12514 0,4

DKI Jakarta 16970 0,6

Jawa Barat 68460 0,6

Jawa Tengah 87119 0,5

DI Yogyakarta 10164 0,2

Jawa Timur 100966 0,3

Banten 17276 0,5

Bali 20603 0,3

Nusa Tenggara Barat 21297 0,9

Nusa Tenggara Timur 38000 1,5

Kalimantan Barat 27377 0,4

Kalimantan Tengah 28015 0,4

Kalimantan Selatan 25706 0,5

Kalimantan Timur 25928 0,3

Sulawesi Utara 14397 1

Sulawesi Tengah 21512 2,3

Sulawesi Selatan 54570 0,6

Sulawesi Tenggara 26642 0,7

Gorontalo 11245 1,4

Sulawesi Barat 10349 0,5

Maluku 10361 0,4

Maluku Utara 11521 0,9

Papua Barat 6898 1,1

Papua 15755 0,8

Total 973657 0,6

Page 63: 66ECB8DEd01

63

Pada analisa bivariat prevalensi hepatitis menurut jenis kelamin didapat OR

pada kelompok laki-laki 1,474 dengan p=0,000, sedang persentase menurut jenis

kelamin ternyata kelompok laki-laki lebih banyak yang menderita hepatitis

sebanyak 0,7%. Dan variabel ini masuk kekandidat model multivariat.

Pada sebaran data untuk variabel Umur, ternyata umur 1-4 tahun dengan angka

persentase 2,6 pada uji bivariat tidak keluar angkanya, hal ini bisa disebabkan

karena angkanya terlalu kecil, untuk analisa selanjutnya bisa disarankan untuk di

komposit dengan kelompok umur yang lebih besar, dan kalau dilihat tren yang

terjadi maka kelompok umur tua makin banyak yang menderita hepatitis,

dibanding kelompok umur yang lebih muda, dan OR kelompok umur 65-74

mencapai 2,696 hal ini kalau dibanding dengan kelompok umur 5-10 tahun. Dan p

yang didapat= 0,000, masuk kandidat multivariat.

Tabel 22. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa

bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakteristik individu serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

hepatiti

s%

OR P

1. Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

0.7 0.6

1,474(1,316 -1,652) 1a

0,000*

2. Umur (tahun) 1.1-4 2.5-10 3.10-15 4.15-24 5.25-34 6.35-44 7.45-54 8.55-64 9.65-74 10>=75

16614 79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

0.2 0.3 0.4 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 0.9 0.9

1a 1,240(0,988 - 1,556) 1,759(1,396 -2,216) 2,129(1,716-2,642) 2,035(1,625 -2,549) 2,035(1,938 - 3,013) 2,417(1,846- 2,993) 2,696(2,077 -3,499) 2,599(1,920- 3,518)

0,000*

Pada hasil analisa bivariat variabel karakteristik keluarga menurut penyakit

hepatitis maka diperoleh gambaran bahwa pada pendidikan tinggi maka makin

Page 64: 66ECB8DEd01

64

menurut persentase, penyakit tersebut, demikian juga kalau dilihat tren OR yang

terjadi.

Pada kelompok pekerjaan, pegawai swasta dan BUMN biasanya merupakan

kelompok terkecil, maka PNS dijadikan referens, maka dihasilkan kelompok

dengan OR tertinggi adalah pelayan jasa, kemudian petani disusul nelayan,

kemudian disusul pekerjaan lainnya. p=0,000.

Pada tingkat kuintil, diperoleh sebaran yang tidak memiliki trend, dan OR tertinggi

dimiliki oleh kelompok kuintil 2, hal ini menunjukan bahwa ternyata pada kelompok

variabel pengeluaran prevalensi ini tidak memandang kelompok, jadi bisa

menyerang kelompok manapun, p dibawah 0,25.

Demikian juga pada uji bivariat yang dilakukan pada kelompok responden dengan

kepemilikan balita, maka, dalam hal ini yang tertinggi OR-nya adalah responden

yang memiliki balita 2.

Keempat variabel karakteristik keluarga masuk menjadi kandidat model mutivariat

karena p dibawah 0,25.

Page 65: 66ECB8DEd01

65

Tabel 23. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakteristik keluarga serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

hepat

itis%

OR P

1. Pendidikan 1Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6.PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.6

1,443(1,151-1,810) 1,320(1,067-1,633) 1,227(1,003-1,501) 0,974(0,791-1,200) 0,824(0,666-1,019)

1a

0,000*

2. Pekerjaan 1.Tidak bekerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai Swasta 8.Wiraswasta/Pdg 9.Pelayanan Jasa 10.Petani 11.Nelayan 12.Buruh 13. Lainnya

86117 142133 134599 3141 24755 3143 32751 74367 15675 171801 9385 51105 18486

0.7 0.5 0.7 0.6 0.5 0.4 0.4 0.5 0.8

1 0.9 0.7 0.8

2,664(1,246-5,695) 1,720(0,806-3,670) 2.386(1,119-5,085) 2,026(0,774-5,301) 1,775(0,804-3.916)

1a 1,446(0,661-3,165) 2,029(0,944-4,363) 2,660(1,203-5,884) 3,335(1,570-7,083) 3,087(1,369-6,958) 2,650(1,231-5,706) 3,026(1,379-6,640)

0,000*

3. Tingkat Pengeluaran per kapita perbulan 1.Kuintil 1 2.Kuintil 2 3.Kuintil3 4.Kuintil4 5.Kuintil 5

235690 211336 194619 178238 149676

0,6 0,7 0,6 0,6 0,6

1,149(1,004-1,316) 1,186(1,037-1,357) 0,066(0,931-1,221) 1,068(0,935-1,220)

1a

0,103*

4.Jumlah Balita dalam keluarga 1. 5 balita 2. 4 balita 3. 3 balita 4. 2 balita

44 460 6889 70446

0 0 0,6 0,7

1,892E-9(7,010E-10-5.104E-9) 1,892E-9(1,194E-8-2,996E-9)

0,674(0,445- 1,020) 1,608(0,866-1,173) 0,805(0,737-0,879)

0,000*

Page 66: 66ECB8DEd01

66

5. 1 balita 6 .Tidak punya anak

316557 498227

0,6 0,7

1a

Pada pengelompok responden menurut wilayah, maka didaerah NTT dan NTB

merupakan kelompok dengan OR tertinggi, hal tersebut sesuai dengan

pengelompok responden menurut propinsi, dan karena OR dibawah 0,25 maka

masuk kekandidat model multivariat.

Sedang menurut variabel wilayah administrasi, responden yang tinggal di

pedesaan yang banyak mengalami hepatitis dibanding responden yang tinggal di

perkotaan, dan masuk sebagai kandidat model multivariat.

Pada variabel transportasi, adanya angkutan dan waktu tempuh ke fasilitas

kesehatan baik profesional maupun fasilitas kesehatan tradisioal masuk ke

kandidat model bivariat.

Sedang pada kelompok variabel pemanfaatan posyandu, WOD, dilihat pada

sebaran data justru pada kelompok responden yang memanfaatkan fasilitas

kesehatan banyak yang menderita sakit Hepatitis,dan justru yang tidak

menggunakan mempunyai peluang tercegah sakit hepatitis, karena pertimbangan

causal plausability maka tidak dimasukkan dalam kandidat multivariat, walaupun

p dibawah 0,25.

Variabel jumlah air yang dipakai pada setiap respoden bila dihubungkan dengan

kejadian hepatitis maka responden yang memakai air cukup atau jumlah >= 20

liter adalah 0,6 %, dan responden dengan jumlah air kurang sebanyak 0,9% .

Hasil analisa menunjukkan p dibawah 0,25.

Variabel kualitas air, sumber pencemaran disekitar sumber air, pelihara ternak,

adanya tempat sampah keadaan tempat sampah, adanya tempat pembuangan air

limbah, keadaan pembuangan air limbah masuk kekandidat multivariat.

Page 67: 66ECB8DEd01

67

Variabel responden menurut pemanfaatan POD dan variabel bagaimana

keadaan tempat sampah karena p diatas 0,25, maka tidak ikut dalam pemodelan

multivariat

Tabel 24. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa

bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakter lingkungan serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

Hepatitis

%

OR P

1. Wilayah 1. Jawa Bali 2. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5. NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

0.4 0.6 0.4

1 1.3 0.8

1a

1,144(1,001- 1,308)

0,818(0,697-0,961)

1,974(1,710-2,291)

2,965(2,429-3,619)

1,559(1,257-1,932)

0,000*

2. Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

0.4 0.7

1.474(1,316-1,652)

1a

0,000*

3.Adakah alat transportasi umum ke pelayanan kesehatan terdekat: 1.Tidak ada 2.Ada

519702 449054

0,6 0,6

1,852(0,773-0,939)

1a

0,001*

4. Waktu tempuh ke sarana yankes (rumah sakit, Puskesmas, Pustu Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1. Lama 2. Cepat

30879 944302

1.2 0.6

2,485(1,992-3,099)

1a

0,000*

5. Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu, Pos Kesdes,polindes ) 1. Lama 2. Cepat

40784 934397

1 0.6

1,917(1,548-1,373)

1a

0,000*

6. Gabung Waktu Kesarana Yankes Baik rumah sakit atau posyandu 1. Lama

56958 918223

1 0.6

1,974(1,644-2,372)

1a

0,000*

Page 68: 66ECB8DEd01

68

2.Cepat 7. Pemanfaatan Posyandu 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

655080 318288

0,6 0,7

0,919(0,836-1,009)

1a

0,008*

8. Pemanfaatan Polindes 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

734828 237341

0.6 0.7

0,878(0,795-0,969)

1a

0,010*

9. Pemanfaatan POD 1. Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

86505 105535

0,6 0,6

0,949(0,815-1,105) 0,498

10. Gabung manfaat, posyandu, Polindes,POD 1.Tidak memanfaatkan 2. Memanfaatkan

948988 26193

0.6 0.8

0,815(0,659 -1,008)

1a

0,059*

11. Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>= 20 liter

49668 854651

0.9 0.6

1.638(1,363-1,970)

1a

0,000*

12. Dari sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran 1.Ya 2.Tidak

216385 707833

0.7 0.6

1.189(1,072-1,318)

1a

0,001*

13. Kualitas Fisik Air 1.Kurang berkualitas 2. Berkualitas

134832 840349

0.9 0.6

1,517(1,340-1,717)

1a

0,000*

14. Pengolahan air minum sebelum diminum 1. Tidak diolah 2. Diolah

90675 884506

0.8 0.6

1,129(0,979-1,302)

1a

0,095*

15. Apakah ada saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1. Tidak ada 2. Ada

860889 999777

0.6 0.4

1,342(1,161 -1,550)

1a

0,000*

16. Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur 1.kurang baik 2.baik

552767 400026

0.6 0.6

1,113(1,012-1,324)

1a

0,027*

0,000*

Page 69: 66ECB8DEd01

69

17.Ada tempat sampah 1.Tidak ada 2. Tidak ada

535109 436844

0.7 0.5

1,289(1,175-1,414)

1a 18. Bagaimana tempat sampah yang ada 1. Terbuka 2. Tertutup

357317 75405

0.5 0.5

1.028(0.,864-1,222)

1a

0,759

19. Apakah ada hewan ternak 1. Tidak 2. ya dikandangkan

172284 360865

0.9 0.7

1,343(1,224-1,473)

1a

0,000*

20. Apakah hewan ternak dikandangkan 1. Tidak 2. Ya dikandangkan

172284 360865

2,8 2,4

1,232(1,087-1,396)

1a

0,001*

21. Sumber Pencemaran lingkungan di sekitar rumah 1. Ada 2. Tidak ada

357317 75405

0.5 0.5

0,923(0,834-1,022)

1a

0,122*

3.2.6. Model akhir analisa multivariat antara hepatitis dengan determinan Setelah analisa multivariat, maka didapatkan hasil akhir yang masuk ke model

akhir multivariat adalah 11 variabel, dengan nama-nama variabel sebagai berikut;

variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah balita dalam rumah tangga

responden, waktu tempuh kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air,

jenis tempat sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah menurut

daerah administrasi.

Pada analisa multivarait antara hepatitis dengan karakteristik individu. Ternyata

OR laki-laki untuk menderita hepatitis adalah 1, 275 dibanding kelompok wanita.

Sedang kelompok umur ada 10 kelompok, dan OR tertinggi pada hasil akhir

multivariat ini adalah kelompok umur 65 keatas, dan trend penyakit makin tua

umur seseorang makin besar OR - nya, hal ini dikarenakan makin tua umur

seseorang makin banyak terpapar.

Page 70: 66ECB8DEd01

70

Tabel 25. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

Hepatitis

%

OR P

1. Jenis kelamin 1.Laki-laki 2.Perempuan

478411 495246

0.7 0.6

1,275(1,176 -1,382)

1a

0,000 2. Umur (tahun) 1.1-4 2.5-10 3.10-15 4.15-24 5.25-34 6.35-44 7.45-54 8.55-64 9.65-74 10>=75

16614 79072 213775 153089 152637 140574 105100 59802 36056 16938

0.2 0.3 0.4 0.6 0.7 0.7 0.8 0.9 0.9 0.9

1a

1,625(1,360 - 1,942)

1,993(1,674 -2,373)

1,896(1,605 – 2,241)

1,946(1,642 – 2,306)

1,989(1,645– 2,404)

2,174(1,740 - 2,715)

2,125(1,626 – 2,776)

0,000

Hubungan variabel pendidikan, makin rendah pendidikan responden makin besar

OR untuk terkena penyakit dibanding dengan kelompok pendidikan tinggi, hal ini

bisa dimaklumi, kemungkinan responden dengan pendidikan tinggi lebih bergaya

hidup sehat.

Pada variabel responden dengan jumlah balita, maka jumlah balita 2 dalam rumah

tangga responden tersebut mempunyai OR paling tinggi, tetapi pada sebaran OR

menurut jumlah balita, ternyata tidak mempunyai trend.

Tabel 26. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan

Page 71: 66ECB8DEd01

71

beberapa karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

Hep

atiti

s

OR p

1. Pendidikan 1Tidak pernah sekolah 2.Tidak tamat SD 3.Tamat SD 4.Tamat SLTP 5.Tamat SLTA 6.PT

60982 163779 228251 137473 140259 35566

0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.6

1,265(0,981-1,631) 1,253(1,990-1,586) 1,138(0,909-1,425) 0,900(0,715-1,134) 0,815(0,646-1,028)

1a

0,000

2.Jumlah Balita dalam keluarga 1. 5 balita 2. 4 balita 3. 3 balita 4. 2 balita 5. 1 balita 6 .Tidak punya anak

44 460 6889 70446 316557 498227

0 0

0,6 0,7 0,6 0,7

1,198E-9(3,164E-10-4,535E-9) 2,702E-9(1,806E-9-4,041E-9)

0,692(0,403- 1,188) 1,117(0,937-1,333) 0,987(0,895-1,088)

1a

0,000

Pada Sebaran penyakit menurut wilayah pulau ternyata NTT dan NTB mempunyai

OR tertinggi yaitu 2,5 kali lipat dibanding Jawa dan Bali, kemungkinan hal ini

adanya sosial budaya yang menyebabkan penyakit ini tinggi didaerah-daerah

tersebut.

Pada sebaran responden yang menempati pedesaan cenderung untuk sakit

dengan OR 1,254 dibanding responden yang tinggal di perkotaan.

Waktu tempuh kesarana pelayanan kesehatan ini mengambarkan akses

responden kesarana pelayanan kesehatan, apabila makin lama waktu tempuhnya

maka makin jarang kemungkinan dia datang ke fasilitas kesehatan tersebut dan

makin jarang dia terpapar penyuluhan, dan hal ini akan mempengaruhi perilaku

hidup sehat mereka, OR= 1,787

Jumlah air menurut referensi riskesdas pemakaian air yang cukup adalah

perorang 20 liter, dan hasil analisa disini menunjukkan bahwa responden dengan

Page 72: 66ECB8DEd01

72

air yang kurang dari 20 liter mempunyai OR= 1,614 mempunyai peluang sakit

pneumonia dibandingkan dengan responden yang memakai air yang cukup.

Pada responden dengan pemakaian air yang tidak berkualitas mempunyai

peluang untuk sakit pneumonia sebesar adalah 1,448 kali, dibanding dengan

responden yang memakai air berkualitas.

Pada keberadaan tempat sampahmenunjukkan adanya peluang sakit hepatitis

klinis sebanyak 1,143 pada kelompok responden yang tidak mempunyai,

dibanding pada kelompok responden yang mempunyai tempat sampah, hal ini

memang secara logika berhubungan, penyakit apapun kalau lingkungan rumah

sanitasinya jelek, maka akan memperparah keadaan.

Pada variabel responden dengan pemeliharaan binatang maka OR yang didapat

1,171 dibanding pada responden yang tidak memelihara binatang.

Page 73: 66ECB8DEd01

73

Tabel 27. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan beberapa karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007

Jumlah

respond

en

Hepatitis

%

OR P

1. Wilayah 1. Jawa Bali 2. Sumatra 3. Kalimantan 4. Sulawesi 5.NTT dan NTB 6.Maluku dan Papua

321558 302526 107026 138715 59297 44535

0.4 0.6 0.4

1 1.3 0.8

1a

0.948(0,819-1,096) 0,694(0,578-0,834) 1,809(1,543-2.122) 2,521(2,066-3,077) 1,296(1,028-1,634)

0,000

2. Wilayah administrasi 1.Perkotaan 2.Pedesaan

353632 620025

0.4 0.7

1a

1,254(1,091-1,442) 0,000

3. Waktu tempuh ke sarana yankes (rumah sakit, Puskesmas, Pustu Dokter Praktek, Bidan Praktek) 1.Lama 2. Cepat

30879 944302

1.2 0.6

1,787 (1,403-2,275)

1a

0,000

4. Jumlah air yang dipakai 1.<20 liter 2.>= 20 liter

49668 854651

0.9 0.6

1,614(1,341-0,944)

1a 0,000

5. Kualitas Fisik Air 1.Kurang berkualitas 2. Berkualitas

134832 840349

0.9 0.6

1,448(1,259 – 1,666)

1a

0,000

6.Ada tempat sampah 1. Ada 2. Tidak ada

535109 436844

0.7 0.5

1,143(1,028-1,271)

1a 0,000

7. Apakah ada hewan ternak 1. Ya 2. Tidak

172284 360865

0.9 0.7

1,171(1,060-1,295) 1a

0,002

Page 74: 66ECB8DEd01

74

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Kejadian morbiditas pneumonia dengan determinan dan determinan

yang dominan.

Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh

bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi

kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti

kanker paru atau terlalu banyak minum alkohol 8,9).

Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas

(ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan,

Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat

ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak

memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun 8,9 ).

Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang masih tinggi kejadiannya di

Indonesia, data -data dibawah adalah data hasil survey tentang pneumonia,

dengan responden yang berbeda-beda, misalnya studi morbiditas, dan hasil

pengumpulan data dari Dinas kesehatan kabupaten kota/kota serta dari sarana

pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem

pencatatan dan pelaporan. Gambaran 10 besar penyakit pada pasien rawat jalan

di Rumah sakit pada tahun 2006, adalah 9,32% kunjungan merupakan kasus

ISPA dengan nominal 96.046 orang. Sedang Data tahun 2006 dari 10 penyakit

utama pasien rawat inap di rumah sakit, pneumonia menduduki peringkat ke 8

dengan kode DTD(169) dan kode ICD(J12J18) dalam persen 1,69, dan nominal

37.634 orang2).

Laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007 menyebutkan prevalensi pneumonia

menurut diagnosa dan gejala adalah 2,13% ( rentang 0,8% - 5,6%). Sedang pada

analisa lanjut ini menunjukan prevalensi penderita pneumonia sebesar 2,2 %

Page 75: 66ECB8DEd01

75

atau ada 2.200 penderita pneumonia pada 100.000 penduduk, dan rentang nilai

prevalensi (0,7%- 5,8%).

Pneumonia menurut propinsi menunjukkan bahwa propinsi dengan prevalensi

pneumonia tinggi (diatas angka nasional), terdapat di Papua Barat, Papua,

Gorontalo, NTT, DI Aceh, NTB, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan

Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara,

enam propinsi yang disebut dari awal adalah propinsi dengan prevalensinya

diatas 3%.

Dari beberapa propinsi diatas merupakan propinsi yang masih berkembang,

sehingga beberapa sarana dan prasarana pendukung kesehatan masih sangat

minim, dan sebagian besar adalah propinsi dengan daerah susah air bersih,

disamping itu juga ada kemungkinan perilaku hidup penduduknya.

Hubungan antara penyakit Pneumonia dengan karakteristik individu, memberikan

gambaran bahwa prevalensi pneumonia pada laki-laki yaitu 2,3% sedang pada

kelompok wanita 2%, kelompok laki-laki berpeluang sakit 1,148 kali dibanding

kelompok perempuan, dan setelah multivariat didapat OR kelompok laki-laki

=1,228 dan p=0,000. Hasil analisa ini sama dengan referensi yang disebutkan

diatas, Hal ini kemungkinan karena laki-laki lebih banyak keluar rumah untuk

bekerja sehingga lebih banyak kontak dengan udara yang kotor dibandingkan

dengan perempuan yang biasanya hanya sebagai ibu rumah tangga dan lebih

banyak tingggal dirumah sehingga jarang kontak dengan udara yang tercemar

dengan berbagai bakteri atau virus penyebab pneumonia.

prevalensi kasus pneumonia menurun setelah kelompok umur 0-4 sampai

kelompok umur 15 -24 tahun. Dan setelah itu mulai naik pada kelompok umur

lebih tua, jadi bisa dikatakan mempunyai 2 puncak biarpun puncak yang kelompok

umur muda tidak setinggi pada pada puncak kelompok umur tua. Gambaran hasil

distribusi persentase pada kelompok umur menunjukkan bahwa setelah umur 25

tahun maka makin tua umur responden makin banyak yang menderita pneumonia

. Ada beberapa pemikiran dan secara logika menerangkan bahwa makin tua umur

seseorang makin menurun kondisi fisiknya dan makin rapuh terhadap beberapa

Page 76: 66ECB8DEd01

76

penyakit, hal ini dicontohkan kasus bapak presiden kita yang kedua, biarpun

kesehatannya terkontrol, ternyata beliau juga bisa terkena pnumonia pada usia

yang makin tua.

Data pengelompokan menurut umur pada analisa bivariat semua kelompok umur

keluar ORya, pada analisa multivariat kelompok umur balita tidak keluar ORnya,

hal ini kemungkinan karena kelompok umur balita terlalu sedikit,

Solusi yang baik sebetulnya dilakukan pengelompokan umur lagi, yaitu balita

digabung dengan kelompok umur yang lebih tua, tetapi peneliti

mempertimbangkan alasan-alasan dibawah ini, yaitu upaya pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya

penemuan kasus secara dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat

terhadap penderita pneumonia balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan

melalui suatu manajemen terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke

unit pelayanan kesehatan atau lebih dikenal dengan manajemen terpadu Balita

Sakit (MTBS). Penemuan kasus diutamakan pada balita. Target penemuan

penderita pneumonia balita tahun 2005 – 2009; yaitu 46%, 56%, 66%, 76%, 86%

dari semua kasus. Kenyataan kurun waktu lima tahun terakhir hasil penemuan

penderita pneumonia pada balita dapat dilihat 2003-2007; 30%, 36%, 27,75%,

25,19% dan 21,52% 3).

Penemuan pneumonia pada balita lebih diprioritaskan karena pneumonia adalah

pembunuh utama pada balita, dari survei mortalitas yang dilakukan oleh subdit

ISPA tahun 2005 menempatkan Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi

terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian bayi.

Pada survey yang sama menyebutkan bahwa sebanyak 23,6% kematian pada

balita disebabkan oleh penyakit ini, yang merupakan proporsi terbesar dari

seluruh penyebab kematian balita 2).

Meskipun secara umum di Indonesia, Angka Kematian Balita cenderung

menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, Pneumonia masih merupakan

penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak Balita, Hal ini

Page 77: 66ECB8DEd01

77

dapat dilihat melalui hasil survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10

provinsi dan hasilnya 23,6%( profil kesehatan Indonesia 2005,2006). Estimasi

angka insiden pneumonia balita yang digunakan adalah 10-21% (WHO) 2).

Hambatan yang ditemui dalam meningkatkan cakupan penemuan Pneumonia

Balita di Puskesmas adalah:

1. Tenaga terlatih MTBS/tatalaksana Standar ISPA tidak melaksanakan di

Puskesmas

2. Pembiayaan (logistik dan Operasional) terbatas

3. Pembinaan (bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi) secara berjenjang

masih sangat kurang

4. ISPA merupakan pandemi yang dilupakan/tidak prioritas sedangkan

masalah ISPA merupakan masalah multisektoral

5. Gejala Pneumonia sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga

kesehatan yang tidak terlatih.

Prevalensi pneumonia pada balita hasil analisa data riskesdas adalah 3,1 % dari

semua sampel dengan definisi Pneumonia Diagnosa dan gejala, sedangkan pada

temuan balita pneumonia oleh tenaga kesehatan sebanyak 16,1% dengan

nominal 12788, sedang temuan oleh tim survey sebanyak 31,5% dengan nominal

21166 . Jumlah balita Indonesia berjumlah sekitar 110 juta, dan diperkiraan

prevalensi pneumonia sekitar 10-21% (WHO), Hal ini karena jumlah sampel yang

beda sehingga, menyebabkan perbedaan juga, tetapi hal ini merupakan hal yang

menarik untuk ditelaah. Dan perlu diperhatikan pengertian Pneumonia sendiri

yang belum konsisten, misalnya kadang- kadang program menyebut ISPA dan

kadang-kadang program menyebut pneumonia, jadi hasil laporan profil kesehatan

2007 untuk pneumonia, tidak bisa begitu saja diterima sebagai perbandingan.

Sepanjang tahun 2007 ditemukan penderita pneumonia pada balita sebanyak

477.420. Informasi lebih rinci mengenai kasus pneumonia pada balita

berdasarkan provinsi dapat dilihat pada lampiran.1

Page 78: 66ECB8DEd01

78

Pada tingkat pendidikan terdapat kelompok tidak pernah sekolah mempunyai

prevalensi terbesar yaitu 4,7%, makin tinggi pendidikan makin menurun prevalensi

pneumonianya. Pada responden dengan pendidikan sekolah menengah atas

(SMA) dan perguruan tinggi (PT) prevalensinya terendah yaitu 1,2%. Demikian

juga OR yang terjadi, makin tinggi pendidikan responden makin rendah OR nya

dibanding dengan yang tidak pernah sekolah. Hal ini sesuai dengan laporan

riskesdas nasional tahun 2007, dan sesuai dengan teori HL Blum, serta

pernyataan pada profil kesehatan 2007,bahwa determinan pendidikan tetap perlu

untuk melihat kelompok pendidikan mana yang paling banyak terkena sakit,

karena akan berpengaruh pada perilaku hidup sehat. Variabel ini merupakan

variabel dominan untuk terjadinya Pneumonia.

Pada pekerjaan prevalensi tertinggi adalah pada kelompok nelayan (1), kemudian

petani (0,90) dan lainnya (0,80). Tetapi kalau dilihat ORnya maka pada

kelompok responden yang tidak bekerja adalah (3,008) ini adalah OR tertinggi,

kemudian disusul petani ( OR=2,924), kemudian nelayan, buruh dan lainnya.

Setelah dilakukan analisa multivariat maka kelompok pekerjaan, petani

mempunyai OR yang paling tinggi, kemudian disusul kelompok nelayan,

kemudian pekerjaan lainnya, dan yang paling rendah adalah kelompok pegawai

BUMN, hal ini kemungkinan pegawai BUMN makin bagus kesejahteraan, dan

lingkungan kerjanya, dibanding dengan kelompok pekerjaan lainnya.

Pada tingkat pengeluaran memberi informasi makin besar kuintil makin sedikit

ORnya, dan hubungan ini memberikan kemaknaan 0,00. Hal ini sama dengan

laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007. Hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa

makin miskin seseorang makin ada peluang untuk sakit pneumonia. Variabel

pengeluaran perkapita merupakan determinan yang dominan.

Pada responden yang mempunyai jumlah balita lebih dari 4 makin besar

prevalensi dan peluang untuk sakit pneumonia. Variabel ini gugur sebagai

varaibel dominan untuk determinan pneumonia.

Page 79: 66ECB8DEd01

79

Analisa multivariat Untuk wilayah regional, wilayah Nusa Tenggara mempunyai

persentase yang paling tinggi, kemudian disusul wilayah Maluku dan Papua, serta

Sulawesi, sedangkan pada sebaran menurut Odds ratio maka maluku dan papua

menduduki peringkat pertama, kemudian Nusa Tenggara dan selanjutnya

Sulawesi, hal ini kemungkinan karena daerah yang kering dan sosial ekonomi

rendah, serta kemungkinan kurangnya jumlah fasilitas kesehatan.

Waktu tempuh ke fasilitas kesehatan profesional mempengaruhi terjadinya

pneumonia, hal ini dapat dijelaskan bahwa jarak yang dekat lebih cepat berobat

ke fasilitas kesehatan daripada jarak yang jauh, sehingga penyakit ISPA tidak

menjadi pneumonia. Jarak yang jauh mempunyai odds ratio sebesar 1,516 kali

dibanding resiko yang dekat

Masalah pengadaan air bersih bagi masyarakat merupakan kebutuhan yang

mutlak dan tidak bisa dihindarkan sebagai salah satu sarana untuk mencapai

masyarakat sehat. Namun, kenyataannya masyarakat Indonesia, khususnya di

daerah kering, sangat sulit mendapatkan air bersih. Untuk itu, tidak bisa dipungkiri

bahwa di daerah yang sulit mendapatkan air bersih sangat rentan terhadap

penyakit menular6 ).

Notoatmojo mendefinikan sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air

bersih dan sebagainya 17).

Variabel jumlah air yang dipakai pada setiap respoden bila dihubungkan dengan

kejadian pneumonia maka responden yang memakai air cukup atau jumlah >= 20

liter adalah 0,6 %, dan responden dengan jumlah air kurang dari 20 liter

sebanyak 0,9% . Hasil analisa menunjukkan p diatas 0,25.

Variabel kualitas air, sumber pencemaran disekitar sumber air, pelihara ternak,

adanya tempat sampah keadaan tempat sampah, adanya tempat pembuangan air

limbah, keadaan pembuangan air limbah masuk kekandidat multivariat.

Page 80: 66ECB8DEd01

80

Untuk jumlah air yang mencukupi hal ini berhubungan dengan perilaku kebersihan

seseorang, makin banyak seseorang memakai air makin mempunyai perilaku

sehat yang baik, hal ini, berhubungan dengan cara-cara pemerintah dalam

menurunkan suatu prevalensi penyakit, terutama penyakit menular, seperti

halnya kasus- kasus flu burung, makin sering seseorang mencuci tangan maka

makin kecil resiko untuk terkena penyakit menular tersebut, Sehingga masalah ini

bisa dipikirkan secara logika bahwa semua penyakit akan berhubungan juga

dengan perilaku, disamping dengan jumlah agent dan juga daya tahan seseorang,

baik itu penyakit karena perantara udara, maupun makanan.

Sedang untuk variabel pencemaran sumber air, dan kualitas air, secara tidak

langsung dapat mempengaruhi terjadinya pneumonia, ini dimungkinkan karena 3

variabel tersebut sangat berhubungan dengan suatu kriteria dari rumah sehat,

yang kebanyakan penghuninya adalah dari pendidikan rendah, karena sumber air

yang mereka gunakan tidak baik maka hal ini juga akan mempengaruhi imunitas

seseorang terhadap beberapa serangan penyakit, dan akan dapat dipastikan

akan menganggu kesehatan masyarakat pengguna air tersebut. Jadi dengan

kondisi tersebut maka bukan hanya penyakit pneumonia saja yang meningkat

didaerah tersebut, kemungkinan penyakit lainnya akan lebih tinggi.

Variabel adakah tempat sampah, hal ini menggambarkan adanya pencemaran

lingkungan dengan ada atau tidak adanya tempat sampah, dan pada odds ratio

yang tidak mempunyai tempat sampah ternyata 1,231 cenderung sakit pneumonia

daripada yang mempunyai tempat sampah. Dengan tidak mempunyai tempat

sampah maka memungkinkan bakteri dan virus akan beterbangan diudara

sekitarnya, demikian juga akan mengundang binatang penyebarnya

(lalat,kecoa,tikus dll)

Sedang kan pada variabel pelihara hewan ternak, kemungkinan pneumonia

diagnosisnya bisa overlapping dengan asma, maka kemungkinan adanya alergi

terhadap hewan-hewan tersebut atau kemungkinan adanya kasus- kasus flu

burung, karena salah satu penyebab utama pneumonia oleh virus adalah virus

influenza.

Page 81: 66ECB8DEd01

81

Lebih jelas cermati tabel 13 diatas.

4.2. Kejadian morbiditas typhus/paratyphus dengan determinan dan

determinan yang dominan.

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,

cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi

pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan

penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase

konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu

Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever 12,13,14,15,16).

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.

Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering

merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan perilaku yang tidak

sehat12,13,14,15,16 ).

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin

lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.

Sedangkan orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas,

kemudian menghilang atau sembuh sendiri 12,13,14,15,16 ).

Prevalensi tifoid klinis nasional sebesar 1,6% (rentang: 0,3% - 3%). Sedang

prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus tifoid

1.500 per 100.000 penduduk, pada kisaran nilai (0,4% - 2,6%).

Sebaran variabel independent menurut propinsi maka propinsi DI aceh

menduduk peringkat pertama. Menurut persentase propinsi terbesar adalah

Namru Aceh Darussalam, (2,6%) kemudian Bengkulu (2,5), disusul Gorontalo

(2,4%), sedang angka typhus dan paratyphus nasional adalah 1,6%. Tetapi data

yang diperoleh pada analisa data ini adalah rentang pervalensinya (0,4%-2,6%).

Beberapa daerah diatas angka nasional adalah propinsi Aceh, bengkulu, Jawa

Page 82: 66ECB8DEd01

82

barat, banten, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.

Beberapa analisa bivariat maka yang masuk menjadi kandidat ke analisa

multivariat adalah 18 variabel ( jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,

tingkat pengeluaran perkapita, jumlah balita, wilayah, wilayah administrasi, waktu

tempuh serta adanya transportasi ke yankes, jumlah air yang dipakai, adanya

sumber pencemaran kurang dari 10 m disekitar sumber air, kualitas air, adanya

saluran pembuangan air limbah, keadaan saluran pembuangan air limbah,

adanya tempat sampah, keadaan tempat sampah, adanya hewan ternak, serta

pencemaran sekitar rumah responden) yaitu dengan p<= 0,25

Variabel jenis kelamin setelah hasil akhir multivariat maka kelompok laki laki

mempunyai peluang sakit typhus/ paratyphus sebesar 1,142 dibanding kelompok

perempuan, hal ini karena kebiasan kaum laki-laki kurang perhatian dalam

kesehatannya dan suka jajan di jalan. Ini sesuai dengan teori yang ada dan

laporan nasional riskesdas.

Pada rentang kelompok umur merata pada umur dewasa. Prevalensi tifoid

terbanyak kelompok umur 5-14 tahun dan terendah kelompok umur 65-74, ini

kemungkinan usia –usia sekolah merupakan resiko, dimana anak-anak sudah

mengenal jajan diluar rumah, sedang tempat jajan disekitar sekolah belum tentu

terjamin kebersihannya.

Wilayah pedesaan mempunyai prevalensi yang tinggi dibandingkan perkotaan,

Dengan prevalensi tifoid cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan

pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT perkapita rendah pada data

laporan nasional Riskdesdas

Laporan Profil Kesehatan Indonesia 2007 Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta 2008, gambaran pola 1 penyakit terbanyak pada pasien rawat

inap di rumah sakit tahun 2006 dapat dilihat bahwa demam tifoid dan paratifoid

Page 83: 66ECB8DEd01

83

kode DTD (2) dan kode ICD (A1) didapat angka nominal 72.804 dengan

persentase 3,26%. Menduduki peringkat ke3 setelah penyakit diare dan

gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis inf) dan demam berdarah

dengue.

Survey mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi, menyatakan bahwa

angka kematian bayi karena tifoid menduduki peringkat ke 9 yaitu 1,2%, sedang

AKABA (Angka Kematian Balita) data terakhir pada hasil SDKI 2002-2003 yaitu

46 per 1000 kelahiran hidup. Tetapi dari hasil mortalitas penyakit Tifoid

menduduki peringkat ke 6 yaitu sebesar 3,8%.

Kelompok pendidikan prevalensi tertinggi adalah kelompok tidak pernah sekolah,

dan tidak tamat SD kemudian persentase menurun dan yang paling rendah

adalah tamat Perguruan Tinggi. Sedang OR tertinggi adalah tidak tamat SD,

terendah tamat SLTA kalau dibanding dengan perguruan tinggi, dengan p= 0,000,

hal ini sesuai dengan hasil laporan riskesdas 2007. Variabel pengeluaran

dikelompokkan dalam kuintil ternyata kuintil 1 paling tinggi odds ratio terjadi

typhus dan paratyphus daripada kuintil lainnya, makin besar kuintil atau tingkat

pengeluaran makin kecil odds ratio yang terjadi. Lihat tabel 15 dibawah dan p

yang didapat adalah = 0,000. Pada variabel jumlah balita pada rumah tangga

tersebut, maka resiko tertinggi adalah responden yang punya balita 5 atau lebih

dan OR= 3,368, dengan pembanding kelompok tidak mempunyai balita sedang

pada variabel ini tidak mempunyai trend kelompok.

Sedang pembagian atau sebaran responden menurut wilayah administrasi maka

pedesaan memilik odds ratio sebesar 1,338 dibanding perkotaan, dengan

p=0,000. Setelah diajust OR menjadi 1,283 kali untuk sakit typhus paratyphus

pada responden yang tinggal didesa dibanding responden yang tinggal di

perkotaan. Hal ini kemungkinan didesa masih minim fasilitas umum yang

menyediakan tempat penunjang perilaku hidup sehat. Semua variabel waktu

tempuh kefasilitas kesehatan masuk ke kandidat model, dan akhirnya pada model

akhir memperlihatkan bahwa waktu tempuh fasilitas profesional didapat peluang,

1,42 untuk responden yang mempunyai waktu tempuhnya lama, sedang waktu

Page 84: 66ECB8DEd01

84

tempuh kesarana kesehatan swadaya masyarakat OR yang waktu tempuh

responden yang lama sebesar 1.224 berarti aksesnya susah atau jaraknya jauh.

Sedang pada sebaran pemanfaatan sarana kesehatan kelihatan ada hubungan

causal plausability yaitu kalau dilihat sebaran persentase maka ternyata yang

memakai posyandu, olindes, dan pod, dan gabung pemanfaatan ketiganya

memakai mempunyai persentase penyakit typhus tinggi , maka OR yang terjadi

adalah responden yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan mempunyai

mempunyai peluang mencegah penyakit typhus yaitu 0,844, 0,728, 0,778 dan

0,617. Dari peristiwa tersebut dapat di maklumi bahwa mereka menggunakan

fasilitas kesehatan karena mereka sudah sakit, jadi persentase yang sakit pada

pengguna fasilitas kesehatan tinggi. berdasarkan pertimbangan tersebut maka

pemanfaatan fasilitas kesehatan tidak diikutkan dalam analisa multivariat. Adanya

sarana angkutan ke fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa persentase yang

sakit typhus pada responden yang tidak mempunyai sarana ke fasilitas kesehatan

sebesar 1,7 dengan peluang 0,917 dengan p= 0,008. Dan merupakan kandidat

masuk multivariat, tetapi tidak sebagai variabel dominan.

Sekali lagi air merupakan sarana untuk berperilaku hidup sehat, dan air juga

merupakan sumber kehidupan, maka penjelasan tentang variabel air adalah

sebagai berikut. Pada variabel tentang air, yang masuk sampai akhir adalah

kualitas air, jumlah air dan sumber pencemaran disekitar air, Pada kualitas air

disini adalah ada peluang sebesar 1,401 pada responden yang mempunyai air

dengan kualitas buruk untuk sakit typhus dan paratyphus, sedang pada

responden yang dalam sumber airnya terdapat sumber pencemaran mempunyai

peluang sebesar 1,097 kali , dan tentang kecukupan air responden yang tidak

cukup memakai air cenderung sakit paratyphus sebesar 1,273 kali

Pada responden yang memelihara hewan ternak adalah 1,7 lebih besar daripada

responden yang tidak memelihara hewan ternak, karena p=0,000 maka variabel

ini masuk ke analisis multivariat, dan bukan sebagai variabel dominan

Page 85: 66ECB8DEd01

85

Variabel responden menurut sumber pencemaran yang ada di sekitar rumah,

seperti adanya pasar, tempat pembuangan sampah dan sebagainya, masuk

sebagai kandidat model multivariat tetapi tidak sebagai variabel dominan.

4.3. Kejadian morbiditas hepatitis dengan determinan dan determinan yang

dominan.

Kasus hepatitis yang dideteksi pada survey riskesdas adalah semua kasus

hepatitis klinis tanpa mempertimbangkan penyebabnya. Prevalensi hepatitis

diperoleh dengan menanyakan apakah pernah didiagnosa hepatitis hepatitis oleh

tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak

pernah didiagnosa hepatitis dalam 12 bulan terakhir, ditanyakan apakah dalam

kurun waktu tersebut pernah menderita mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri

perut sebelah kanan atas, kencing warna air teh, serta kulit dan mata berwarna

kuning.

Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus

hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus

lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi

sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan

obat-obatan 9,10)

Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat

buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah

yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan 9,10).

Cara pencegahan hepatitis adalah menjaga kebersihan perorangan seperti

mencuci tangan. Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi

imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix)

atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis B (Twinrix). Imunisasi hepatitis A

dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan

kemudian, sementara imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu

Page 86: 66ECB8DEd01

86

bulan dan 6 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang

potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang sering jajan di luar

9,10).

Pada hasil laporan Riskesdas menyatakan Hepatitis Klinis terdeteksi diseluruh

provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% rentang (0,2% - 1,9%), hal

ini hampir sama dengan analisa yang dilakukan pada analisa lanjut yaitu hasilnya

0,6 (0,2% - 2,3%).

Hepatitis klinis terdeteksi diseluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi

sebesar 0,6% . tiga belas propinsi memiliki angka rata- rata diatas angka nasional

yaitu; DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, Papua.

Dari tiga belas propinsi tersebut diatas propinsi tertinggi adalah propinsi Sulawesi

Tengah.

Data hepatitis dari profil kesehatan Indonesia tahun 2006, melaporkan, jumlah

kasus hepatitis klinis yang dirawat jalan di rumah sakit sebanyak 2.676 kasus,

yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 1.671 kasus dengan kematian pada 5

kasus, dan yang dirawat di puskesmas 12.413 kasus. Jumlah kasus penyakit

hepatitis klinis menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan dalam lampiran 2.

Setelah analisa multivariat, maka didapatkan hasil akhir yang masuk ke model

akhir multivariat adalah 11 variabel, dengan nama-nama variabel sebagai berikut;

variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah balita dalam rumah tangga

responden, waktu tempuh kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air,

jenis tempat sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah menurut

daerah administrasi.

Hasil analisa bivariat prevalensi hepatitis menurut jenis kelamin didapat OR pada

kelompok laki-laki 1,474.Sedang hasil akhir multivarait antara hepatitis dengan

karakteristik individu, jenis kelamin ternyata OR laki-laki untuk menderita hepatitis

adalah 1, 275 dibanding kelompok wanita. Hal ini dikarenakan laki-laki cenderung

Page 87: 66ECB8DEd01

87

berperilaku tidak sehat dibanding kelompok wanita, dan ada beberapa penelitian

bahwa hal ini disebabkan adanya perbedaan gen pada laki-laki dan

perempuan.(22)

Sebaran data untuk variabel Umur, ternyata umur 1-4 tahun dengan angka

persentase 2,6 pada uji bivariat tidak keluar angkanya, hal ini bisa disebabkan

karena angkanya terlalu kecil, untuk analisa selanjutnya bisa disarankan untuk di

komposit dengan kelompok umur yang lebih besar, dan kalau dilihat tren yang

terjadi maka kelompok umur tua makin banyak yang menderita hepatitis,

dibanding kelompok umur yang lebih muda, dan OR kelompok umur 65-74 adalah

yang tertinggi kalau dibanding dengan kelompok umur 5-10 tahun, karena p yang

didapat= 0,000, merupakan variabel dominan.

Pada hasil analisa bivariat variabel karakteristik keluarga menurut penyakit

hepatitis diperoleh gambaran bahwa pada pendidikan yang lebih tinggi,akan

semakin menurun persentase penyakit tersebut, demikian juga kalau dilihat tren

OR yang terjadi. Dan merupakan variabel dominan terjadinya hepatitis. Sesuai

dengan teori penyakit maka makin rendah pendidikan makin sedikit pengetahuan

untuk hidup sehat, dan cenderung beresiko untuk terpapar penyakit. Kelompok

pekerjaan, pegawai swasta dan BUMN biasanya merupakan kelompok terkecil,

dan PNS dijadikan referens, maka dihasilkan kelompok dengan OR tertinggi

adalah pelayan jasa, petani disusul nelayan, kemudian pekerjaan lainnya.

p=0,000, bukan merupakan variabel dominan. Pada tingkat pengeluaran,

diperoleh sebaran yang tidak memiliki trend, dan masuk sebagai kandidat

multivariat tetapi tidak sebagai variabel yang dominan. Pada kelompok responden

dengan kepemilikan balita, maka, dalam hal ini yang tertinggi OR-nya adalah

responden yang memiliki balita 2. Dan sebagai variabel dominan.

Pengelompok responden menurut wilayah, maka didaerah NTT dan NTB

merupakan kelompok dengan OR tertinggi dan sebagai variabel dominan,

demikian juga variabel wilayah menurut administrasi. Waktu tempuh kesarana

pelayanan kesehatan ini mengambarkan akses responden kesarana pelayanan

kesehatan, apabila makin lama waktu tempuhnya maka makin jarang

Page 88: 66ECB8DEd01

88

kemungkinan dia datang ke fasilitas kesehatan tersebut dan makin jarang dia

terpapar penyuluhan, dan hal ini akan mempengaruhi perilaku hidup sehat

mereka, OR= 1,787 dan termasuk variabel dominan. Jumlah air menurut referensi

riskesdas pemakaian air yang cukup perorang adalah 20 liter, dan hasil analisa

disini menunjukkan bahwa responden dengan air yang kurang dari 20 liter

mempunyai OR= 1,614 mempunyai peluang sakit pneumonia dibandingkan

dengan responden yang memakai air yang cukup, merupakan variabel dominan.

Pada responden dengan pemakaian air yang tidak berkualitas mempunyai

peluang untuk sakit hepatitis sebesar adalah 1,448 kali, dibanding dengan

responden yang memakai air berkualitas, masuk variabel dominan. Pada

keberadaan tempat sampah menunjukkan adanya peluang sakit hepatitis klinis

sebanyak 1,143 pada kelompok responden yang tidak mempunyai, dibanding

pada kelompok responden yang mempunyai tempat sampah, hal ini memang

secara logika berhubungan, penyakit apapun kalau lingkungan rumah sanitasinya

jelek, maka akan memperparah keadaan, masuk sebagai variabel dominan. Pada

variabel responden dengan pemeliharaan binatang maka OR yang didapat 1,171

dibanding pada responden yang tidak memelihara binatang, variabel ini

merupakan variabel dominan.

Page 89: 66ECB8DEd01

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada determinant faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia

ada 12 variabel antara lain, jenis kelamin, umur, pendidikan

pekerjaan, jumlah balita, wilayah, waktu tempuh ke sarana

kesehatan profesional, kecukupan pemakaian air responden,

variabel pencemaran air pada sumber air yang dipakai responden,

kualitas air yang dipakai responden, dan juga adanya variabel

adanya tempat sampah diluar rumah, variabel responden yang

memelihara hewan ternak)

2. Determinant faktor yang mempengaruhi terjadinya

typhus/paratyphus terdapat 13 variabel antara lain variabel jenis

kelamin dan umur, variabel pendidikan , jumlah balita dalam rumah

tangga responden, waktu tempuh kesaran fasilitas kesehatan baik

kesehatan profesional maupun kesehatan swadaya masyarakat,

wilayah menurut pulau dan administrasi, serta kecukupan air,

adanya sumber pencemaran disekitar sumber air minum, dan

kualitas air, adanya tempat sampah, dan saluran pembuangan

limbah)

3. Faktor deteminant yang berhubungan dengan terjadinya Hepatitis

adalah 11 variabel yaitu; variabel jenis kelamin, umur, pendidikan,

jumlah balita dalam rumah tangga responden, waktu tempuh

kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air, jenis tempat

sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah

menurut daerah administrasi

4. Faktor determinan dominan pada ketiga penyakit yaitu, umur,

jeniskelamin, pendidikan, waktu tempuh kesarana kesehatan,

kecukupan air, kualitas air.

Page 90: 66ECB8DEd01

90

5. Propinsi yang mempunyai angka prevalensi tinggi atau diatas angka

nasional pada tiga penyakit tersebut adalah, DI Aceh, NTT, NTB,

Gorontalo, Papua Barat, Papua, Sulawesi Tengah

5.2.Saran

1. Untuk penentu kebijakan dan pelaksana di 6 propinsi lebih

diutamakan untuk meningkatan derajat kesehatan penduduknya.

2. Variabel pendidikan merupakan salah satu variabel dominan,

maka untuk mengurangi peluang sakit salah satunya adalah

meningkatan pendidikan penduduk, penyediaan air yang cukup

otomatis berkualitas, dan mendirikan fasilitas kesehatan yang

dapat dengan mudah di akses oleh penduduk sekitarnya.

,.

Page 91: 66ECB8DEd01

91

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada kepala Badan Litbangkes Dr Triono Soendoro, PhD, Kepala Puslitbang

BMF DR dr Trihono ,tim Panitia Pembina Ilmiah dr Emiliana tjitra, PHD dkk., tim

Komisi Ilmiah DR Soewarto Kosen, MPH. dan revier bapak DR .drs.Tris Eryando

peneliti ucapkan banya terimakasih atas bimbingan pembuatan protokol sampai

pelaporan,

Kepada suamiku Bambang Suteja, dan ketiga anakku, Shollahuddin, Mentari,

Iqbal, karena pekerjaan ibu, maka berkurang waktu ibu untuk memperhatikan,

membimbing dan mendampingi kalian dalam segala suasana, maka kami

ucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada kalian berempat, semoga Allah

selalu melindungi dan membimbing kalian.

Page 92: 66ECB8DEd01

92

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. DepKes RI, Buku Pedoman Pengisian Kuesioner, Riskesdas, Jakarta,

2007, halaman 138 .

2. Depkes RI, PPM dan PL, Profil Kesehatan Indonesia 2005, Jakarta,

2006.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , PPM dan PL, Profil

kesehatan Indonesia 2007, Jakarta, 2008.

4. http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html,Nopember

2008

5. http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia, Nopember,2008

6. http://www.inawater.com/news. kemitraan air Indonesia, Nopember,2008

7. http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html,

Nopember,2008

8. http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/pneumionia.html,

Nopember,2008

9. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php. Nopember,2008

10. http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797 Nopember,2008

11. http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehatan/kes1.html

Nopember,2008

12. http://ww.medscape.com Nopember,2008

13. Http://www.emedicine.com Nopember,2008

14. Http://www.merck.com Nopember,2008

15. Ranjan L.Fernando et al. Tropical Infectious Diseases Epidemiology,

Investigation, Diagnosis and Management, London, 2001;45:270-272

16. Braunwald. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New

York, 2005.

17. Depkes RI, Peraturan Tentang Rumah Sehat, Menkes RI no.

829/Menkes/SK/VII/ 1989, Jakarta 1990

18. UNICEF, WHO, UNESCO, UNFPA, UNDP, UNAIDS, WFP and World

Bank, Pedoman Hidup Sehat Diadaptasi dari Facts for Life Third Edition,

Pusat promosi kesehatan, Depkes, Jakarta, 2003.

Page 93: 66ECB8DEd01

93

19. http:// www. Karang joang, dkk, bpp.com.“ 5% kematian Balita

disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi”, Pusat

komunikasi , sekretariat jendral Depkes, Kamis, 28 November 2007.

20. Http: Bank data. Depkes. Go.id , “ Penyakit Yang Dapat Di Cegah

Dengan Imunisasi”, dari hasil SKRT 1992 dan 1995, Kamis 28 November

2007.

21. http: Dinkes-Kutaikertanegara. go.id “ Jumlah Kasus dan Angka

Kesakitan Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I), Kabupaten Kartanegara, Kamis 28 November 2007.

22. Badan Litbangkes DEPKES ,2005, Data Susenas 2004 Sustansi

Kesehatan; Status Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku hidup

Sehat dan Kesehatan Lingkungan, Jakarta, 2005

23. FKMUI, Kumpulan kuliah statistik Demografi, Depok, 2002

24. Arikunto suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta, 1997.

25. Pusat Data Dan Informasi Depkes RI, Modul Analisis Data Menggunakan

SPSS, Jakarta, 2004.

26. Winardi, Pengantar Metodologi Research,Alumni, Bandung, 1982.

27. Royston Erica dan Amstrong Sue, Pencegahan Kematian Ibu hamil Edisi

Bahasa Indonesia, WHO, 1989.

28. Sastroasmoro Sudigdo, Ismail Sofyan, Dasar-dasar Metodologi Penelitian

Klinis Edisi ke-2, CV Sagung Seto, Jakarta 2002.

29. BPS, Jakarta- Indonesia, Statistik Indonesia Statistical Yearbook of

Indonesia 2007.

Page 94: 66ECB8DEd01

94

Lampiran 1. Kasus pneumonia pada balita menurut propinsi

Page 95: 66ECB8DEd01

95

Lampiran 2. Kasus hepatitis klinis menurut propinsi

Page 96: 66ECB8DEd01

96

Lampiran 3. Kuesioner Riskesdas 2007

Page 97: 66ECB8DEd01

97

Lampiran 4. Kuesioner Susenas 2007