6 Tatalaksana hipertensi

download 6 Tatalaksana hipertensi

of 6

description

tatalaksana

Transcript of 6 Tatalaksana hipertensi

6 TatalaksanaDalam menangani penyakit hipertensi, banyak organisasi kesehatan di dunia membuat suatu pedoman dalam tata laksana hipertensi. Pada intinya pedoman-pedoman tersebut berisikan cara mengatasi penyakit hipertensi dengan perubahan gaya hidup atau terapi non farmakologi, obat yang digunakan dalam terapi farmaklogi dan target tekanan darah yang ingin dicapai serta penanganan pada penderita hipertensi dengan keadaan khusus. Berikut ini beberapa pedoman tata laksana hipertensi:1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) 2003:a. Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole > 140 mmhg dan diastole > 90 mmhg diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi penderita yang obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan garam, tidak merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.b. Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih dari satu macam obat hipertensi. 42. Joint National Committee (JNC) berisikan:Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien hipertensi. Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan darah < 130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi. Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi kardiovaskular.Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll), beta bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga dipertimbangkan. Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-lain, obat anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya.Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan setiap 2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan darah, semakin sering monitoring dilakukan. 1,4

3. British Hypertensive Society (BHS)a. Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang keluarganya ada riwayat hipertensib. Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >140 dan diastole > 90c. Target yang ingin dicapai setelah pengobatan, sistole < 140 dan diastole < 85d. obat pilihan pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi. 4

4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)a. Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan terapi obatb. Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk penderita hipertensic. Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta blokerd. Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masing-masinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang fleksibel. 4

5. European Society of Hypertension (ESH)a. Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya.b. Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi tercapaic. Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obatd. Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus ditetapkan secara individual pada masing-masing pasiene. Penghambat ACE dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan. 4

6. UK's NICEa. Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahunb. ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransic. Penggunakan beta bloker sebagai lini keempat. 4

7. Pedoman Hipertensi (Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia)Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan :a. Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal dimulai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat.b. Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah = 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/ penyakit ginjal kronis).e. Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus, obat tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7). 1,4,5Sebagian ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap pada stroke perdarahan yaitu tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dan pada stroke iskemik tekanan darah sistolik > 180 mmHg.2Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga < 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200 mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160 mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.

6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam pertama dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut :1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan penurunan aliran darah otak4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.