59713205-SCM-N-VENSIM

24
5 2. DASAR TEORI 2.1. Supply chain management Supply chain management adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor, retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai cost dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan (David Simchi-Levi, Philip Kaminsky, and Edith Simchi-Levi, 2000). Dalam perusahaan, channel yang berhubungan sampai barang ke tangan end customer adalah sebagai berikut: Gb. 2.1. Rantai aliran barang di perusahaan Dengan tercapainya koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka di tiap channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami kekurangan barang juga tidak sampai kelebihan barang terlalu banyak. Tujuan dari supply chain management adalah mencapai biaya yang minimum dan service level yang maksimum. Supply chain management mempertimbangkan semua fasilitas yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan dan biaya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan customer. Supply chain management akan membahas seluruh aktivitas dari suatu perusahaan mulai dari level strategis, level tactical, dan level operasional. Kebijakan yang dihasilkan dari supply chain management nantinya mencakup banyak hal sebagai berikut: a. Kebijakan strategis. Kebijakan yang menyangkut kegiatan jangka panjang dari perusahaan seperti network configuration ( dimana mengambil bahan baku, Supplier Factory End customer Retailer

Transcript of 59713205-SCM-N-VENSIM

5

2. DASAR TEORI

2.1. Supply chain management

Supply chain management adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk

mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor,

retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada

saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai cost dari

sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang

diinginkan (David Simchi-Levi, Philip Kaminsky, and Edith Simchi-Levi, 2000).

Dalam perusahaan, channel yang berhubungan sampai barang ke tangan

end customer adalah sebagai berikut:

Gb. 2.1. Rantai aliran barang di perusahaan

Dengan tercapainya koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka di tiap

channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami kekurangan barang

juga tidak sampai kelebihan barang terlalu banyak. Tujuan dari supply chain

management adalah mencapai biaya yang minimum dan service level yang

maksimum. Supply chain management mempertimbangkan semua fasilitas yang

berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan dan biaya yang diperlukan dalam

memenuhi kebutuhan customer.

Supply chain management akan membahas seluruh aktivitas dari suatu

perusahaan mulai dari level strategis, level tactical, dan level operasional.

Kebijakan yang dihasilkan dari supply chain management nantinya mencakup

banyak hal sebagai berikut:

a. Kebijakan strategis. Kebijakan yang menyangkut kegiatan jangka panjang dari

perusahaan seperti network configuration ( dimana mengambil bahan baku,

Supplier Factory

Endcustomer

Retailer

6

dimana membangun pabrik, perlu menambah warehouse atau tidak), kebijakan

inventory, kebijakan produksi, dan lain-lain.

b. Kebijakan taktis. Kebijakan untuk menentukan parameter-parameter

perusahaan seperti menentukan reorder level, order-up-to-level, dan lain-lain.

c. Kebijakan operational. Kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan supply

chain sehari-hari seperti pembelian bahan baku, penjadwalan dalam produksi,

penjadwalan dari pengiriman barang ke customer, dan lain-lain.

Dua alasan sulitnya terjadi pengintegrasian dari supply chain adalah

(David Simchi-Levi, Philip Kaminsky, and Edith Simchi-Levi, 2000):

a. Fasilitas yang berbeda dari supply chain dapat memiliki perbedaan dari tujuan

yang ingin dicapai dan terdapat konflik dari tujuan tersebut

b. Supply chain adalah sistem dinamik yang selalu berubah dari waktu ke waktu.

Hal-hal yang menimbulkan biaya dari supply chain secara umum ada 2

yaitu:

a. Aktivitas fisik. Aktivitas fisik dari suatu perusahaan yaitu sourcing, proses

produksi, delivery, dan return.

b. Market mediation. Bagaimana supply chain bisa menjadi mediasi pasar yaitu

penghubung apa yang diinginkan customer dengan yang dilakukan supply

chain.

Ada 2 fokus utama dari supply chain yaitu:

a. Supply chain yang menginginkan efisiensi yang tinggi (cost efficiency)

Dalam melakukan semua aktivitas dari supply chain diusahakan dengan cost

yang rendah. Supply chain dengan fokus ini didesign dengan melihat :

- Economic of scale yang tinggi. Semua aktivitas dilakukan dalam unit

yang cukup tinggi.

- Jumlah fasilitas seperti warehouse dibuat seminimum mungkin

- Dalam memilih channel yang lain dilihat atau dipilih cost yang paling

murah

7

- Semua fasilitas digunakan dengan maksimal sehingga utilitas tinggi

- Berkaitan dengan inventory diusahakan seminimum mungkin sehingga

turnover rate harus tinggi

b. Supply chain yang menginginkan responsiveness yang tinggi

Dalam melakukan aktivitas dari supply chain diusahakan semuanya dengan

waktu yang singkat (cepat tanggap). Apa yang diinginkan oleh customer harus

dipenuhi dengan cepat. Strategi ini tidak melihat cost sama sekali, jadi

walaupun cost tinggi tidak apa-apa tetapi mampu memenuhi keinginan pasar

dengan cepat. Dalam mendesign yang dilihat adalah:

- Economic of scale yang tidak terlalu tinggi

- Jumlah fasilitas dibuat banyak tidak apa-apa, asalkan dapat memenuhi

kebutuhan customer dengan cepat

- Dalam memilih channel yang lain dipilih yang responsive

- Fasilitas yang ada dapat digunakan secara fleksible, utilitas tidak harus

tinggi

- Berkaitan dengan inventory diusahakan agar inventory tidak kurang,

diusahakan service level tinggi

Dalam memilih strategi yang ingin digunakan tergantung pada tipe produk

yang diproduksi. Secara umum ada 2 jenis produk yang diproduksi yaitu:

a. Produk yang inovatif. Sifatnya adalah sebagai berikut:

- Life cycle pendek. Hal ini menyebabkan supply chain yang didesign harus

banyak melakukan product design. Disini harus memperhatikan berapa

kali produk harus diganti karena kalau diganti terlalu sering jadinya biaya

tinggi.

- Variasi banyak. Karena inovatif maka tiap orang maunya tidak sama, yang

dilihat bukan fungsinya tapi lebih ke arah fashion.

- Sulit untuk dilakukan peramalan karena keinginan customer yang

berfluktuatif sehingga errornya akan tinggi.

- Profit margin bisa tinggi karena produk sudah ada tambahan features

baru. Hal ini bisa terjadi karena kalau produk dapat memenuhi yang

diinginkan oleh customer maka customer tidak apa-apa membayar lebih

8

karena yang dilihat tidak hanya fungsinya tapi juga modelnya. Disamping

itu juga hal ini dilakukan untuk mengganti semua biaya yang dikeluarkan

untuk memproduksi mulai dari error peramalan sampai nanti adanya

resiko tidak laku terjual.

b. Produk yang standard (functional). Sifatnya adalah sebagai berikut:

- Life cycle panjang. Produk tidak dilihat modelnya, tapi yang dilihat

fungsinya. Supply chain yang didesign tidak harus banyak melakukan

product design.

- Variasi sedikit.

- Jauh lebih mudah diramalkan. Hal ini karena customer tidak lihat model

tetapi lihat fungsinya, jadi jika fungsi terpenuhi maka customer akan

senang.

- Profit margin bisa rendah karena semuanya standard sehingga kalau

diberi harga yang mahal bisa saja produk jadinya tidak laku. Customer

tidak lihat model, yang dilihat fungsinya. Jadi kalau ada yang lebih murah

dan fungsi terpenuhi maka customer akan memilih produk dengan harga

yang lebih rendah.

Strategi yang digunakan nantinya sebaiknya disesuaikan dengan tipe dari

produk ini. Strategi yang paling baik adalah ada hubungan yang linear antara

variasi dari produk dan karakteristik dari supply chain (cost efficiency atau

responsiveness).

2.2. Kinerja dari supply chain management

Kinerja supply chain management adalah semua aktivitas pemenuhan

permintaan customer yang dinyatakan secara kuantitatif. Hasilnya nantinya adalah

angka atau prosentase dari aktivitas pemenuhan permintaan perusahaan kepada

customer. Tujuan dari pengukuran adalah :

• Untuk menciptakan proses delivery secara fisik (barang mengalir dengan

lancar dan inventory tidak terlalu tinggi)

• Melakukan stream lining information flow (adanya aliran informasi diantara

tiap channel)

9

• Cash flow yang baik pada setiap channel dari supply chain

Untuk pengukuran akan ditujukan pada proses-proses yang terjadi di

dalam perusahaan sehari-hari, dan kemudian dengan didasarkan atas kinerja yang

telah didapat dari berbagai referensi akan dilakukan penilaian atas proses yang

terjadi yang menggambarkan kinerja yang diukur tersebut.

Berikut ini adalah jenis kinerja yang diukur yaitu:

Tabel 2.1. Kinerja supply chain management

Kinerja Definisi

1. Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi

permintaan untuk dapat sesuai dengan

jumlah yang diminta oleh customer

2. Order fullfilment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan

untuk memenuhi permintaan customer

3. Perfect order Tingkat keakuratan perusahaan dalam

melakukan pemenuhan permintaan dari

customer

4. Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kebutuhan customer pada

kedatangan pertama kali

5. Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan

pemenuhan janji yang diberikan oleh

perusahaan jika terjadi kekurangan atau

jika terjadi kekosongan dari barang

yang diminta

6. Upside production flexibility Fleksibilitas dari supplier perusahaan

dalam memenuhi permintaan

perusahaan

10

Tabel 2.1. (Sambungan)

Kinerja Definisi

7. Fixed production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh

perusahaan

8. Total supply management cost:

- Order manufacturing cost Biaya order dari perusahaan

- Equipment related to

production as a % of revenue

Besarnya pembelian perlengkapan yang

diperlukan perusahaan

- Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory

- Inventory investment as % of

sales

Besarnya investasi dari inventory

- % of raw material, purchased

component, product compare

to total inventory investment

Jumlah bahan baku yang dibeli

perusahaan

13. Measure of excess/ obsolete

inventory

Adanya inventory yang

kelebihan/menjadi tidak tergunakan

14. Projected nventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan

perusahaan di masa depan

15. Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah

inventory yang disimpan

16. Value of slow moving product Jumlah dari barang dalam inventory

yang lama perpindahannya

17. Forecast accuracy:

- Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang

dilakukan

- Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang

dilakukan dilihat dari besarnya nilai

yang harus disediakan

11

Tabel 2.1. (Sambungan)

Kinerja Definisi

18. Transportation:

- Freight cost per unit shipped Biaya angkut dari pengiriman per unit

- Outbound freight cost as

percentage of net sales

Biaya kirim yang dibandingkan

terhadap penjualan

- Inbound freight cost as

percentage of purchases

Biaya angkut yang terjadi di dalam

perusahaan dibandingkan terhadap

pembelian

- Claims as % of freight costs Biaya klaim yang dibandingkan

terhadap biaya angkut

- Accecorials as percent of total

freight

Biaya tambahan dalam mengirim

- Percent of truckload capacity

utilized

Penggunaan ruang dalam kendaraan

- Mode selection vs optimal Cara pengiriman yang paling optimal

- Truck turn around time Lama waktu untuk mengisi kendaraan

yang datang

- Shipment visibility /

traceability percent

Kemampuan melihat kinerja pengiriman

dari ekspedisi yang digunakan

perusahaan

- Number of carriers per mode Jumlah ekspedisi yang menggunakan

cara pengangkutan yang sama dengan

perusahaan

- On time pickups Ketepatan waktu pengambilan dari

ekspedisi ke perusahaan

19. Return:

- Return processing cost as % of

product revenue

Biaya memproses barang yang

dikembalikan dibandingkan terhadap

penerimaan produk yang sejenis yang

dikirim

12

Tabel 2.1. (Sambungan)

Kinerja Definisi

19. Return:

- Return processing cost as % of

product revenue

Biaya memproses barang yang

dikembalikan dibandingkan terhadap

penerimaan produk yang sejenis yang

dikirim

- Return inventory status Jumlah inventory dari barang yang

dikembalikan

- Return cycle time:

- Cycle times to process excess

product return to resale

Waktu untuk memproses barang yang

dikembalikan untuk dijual kembali

- Cycle time to process obsolete

& end of life product return

disposal

Waktu untuk memproses barang yang

dikembalikan yang sudah habis masa

expired

- Cycle time to repair of

refurbish return for use

Waktu untuk memperbaiki barang yang

dikembalikan untuk digunakan kembali

- Percent actual achievement

versus published service

agreement cycle time

Waktu yang direncanakan dibandingkan

waktu aktual yang dilakukan berkaitan

dengan return

- # of repairs performed as % of

total units shipped annualy

Jumlah yang diperbaiki dibandingkan

terhadap jumlah yang dikirim

- # of repairs performed

internally as a % of total #

repairs performed

Jumlah yang diperbaiki oleh perusahaan

sendiri dibandingkan terhadap jumlah

total perbaikan yang harus dilakukan

- # of repairs performed

externally ( by third party ) as

a % of total # repairs

performed

Jumlah yang diperbaiki oleh pihak luar

dari perusahaan

13

Tabel 2.1. (Sambungan)

Kinerja Definisi

- Cost of units repaired/refur-

bished internally as a % of

total

Biaya memperbaiki barang yang

dikembalikan

- Cost of units

repaired/refurbished

externally as a % of total

Biaya perbaikan yang dilakukan oleh

pihak luar dari perusahaan

- defect free order to total order Jumlah pemenuhan permintaan yang

tanpa return

Sumber : dari berbagai referensi (telah diolah kembali)

2.2.1. Objective Matrix

Objective Matrix adalah suatu metode untuk mengukur produktivitas dari

suatu proses yang dilakukan dalam beberapa periode. Setelah dilakukan

pengukuran pada 2 periode yang berbeda kemudian akan dibandingkan untuk

mengetahui terjadi peningkatan atau penurunan.

Model pengukurannya adalah sebagai berikut:

14

Tabel 2.2. Pengukuran dengan Objective Matrix

Dan

seterusnya

Kinerja 4 Kinerja 3 Kinerja 2 Kinerja 1 Supply chain normalizing score

Dan

seterusnya

Nilai

kinerja 4

Nilai

kinerja 3

Nilai

kinerja 2

# Performance

Max Max 10

9

# 8

7

6

5

4

3

2

Min Min 1

8 (#) Score (1)

A Weight (2)

Value (1 x 2)

Performance indicator:

Keterangan: # = nilai dari kinerja 1; a = kepentingan dari kinerja 1

Langkah pengisian matrix adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kriteria yang diukur

Hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kriteria yang diukur adalah:

- Tiap kinerja yang harus diukur harus independent. Karena jika tidak

independent, akan terjadi replikasi pengukuran yang berarti hal itu sudah

diukur sebelumnya atau terjadi pengukuran dua kali. Mengukur yang satu

sebaiknya sudah cukup, tidak perlu mengukur yang lain (dalam hal ini

berarti yang lain itu dapat diketahui dari yang diukur tadi).

- Kriteria-kriteria itu kalau dijumlahkan menjadi satu penilaian kriteria. Oleh

karena yang diukur adalah kinerja supply chain management, maka berarti

keseluruhan sudah tercakup dalam pengukuran yang dilakukan dimana

Current Previous Index

15

dalam supply chain berarti seluruh proses dalam memenuhi permintaan

sudah diukur.

b. Penentuan elemen matrix

- Score yaitu nilai dari kriteria pada berbagai kondisi. Angka yang digunakan

sebagai acuan dalam pengukuran yaitu:

- 1 untuk kondisi terjelek dari hal yang diukur

- 5 untuk kondisi normal dari hal yang diukur

- 10 untuk kondisi terbaik dari hal yang diukur

Untuk score lainnya didapat dari interpolasi antara score yang digunakan

sebagai acuan tadi dengan rumus:

(selisih dari periode acuan dimana yang ingin diukur

terdapat diantara dua periode tersebut)

∆ =

(jarak dari dua periode acuan tersebut) (2.1.)

Kemudian angka untuk periode yang ingin dicari:

angka i = ∆ + score dari period acuan di bawahnya (2.2)

- Weight yaitu bobot yang digunakan dalam melakukan penilaian nantinya

- Value yaitu nilai akhir dari setiap kriteria yang diukur

c. Melakukan penilaian untuk tiap kinerja

- Dari pengukuran yang dilakukan diletakkan di performance. Kemudian

dicocokkan dengan angka yang ada di score, maka untuk kriteria itu akan

didapatkan score sesuai dengan yang score yang terdapat di nilai itu.

- Setelah didapatkan score, kemudian dikalikan dengan weight akan

didapatkan value dari kriteria yang diukur tadi. Kemudian value yang

didapatkan dijumlahkan semua, maka akan didapat nilai untuk kriteria yang

diukur secara keseluruhan.

Dari pengukuran di atas, jika didasarkan atas nilai saat ini maka nilai akhir

diletakkan di current dan jika didasarkan atas masa lalu maka nilai akhir

diletakkan di previous. Kemudian dilakukan lagi (jika yang sebelumnya dari masa

16

lalu maka dilakukan lagi untuk kondisi sekarang) lalu dibandingkan antara current

dan previous untuk mengetahui terjadinya peningkatan atau penurunan.

2.3. Kebijakan inventory

Inventory adalah barang yang diproduksi untuk disimpan untuk digunakan

di masa mendatang baik itu bahan baku, barang ½ jadi, atau barang jadi. Biaya

untuk meletakkan inventory ini akan tergantikan dengan berkurangnya

kemungkinan terjadi keterlambatan di perusahaan dalam memenuhi permintaan di

masa mendatang. Adanya penyimpanan bahan baku menyebabkan produksi tidak

sampai terhambat jika suatu saat terjadi keterlambatan pengiriman dari supplier

atau terjadi peningkatan permintaan yang cukup signifikan.

Dalam perusahaan adalah penting untuk mengatur inventory yang ada.

Tujuannya adalah agar inventory tidak terlalu berlebihan dan juga tidak

kekurangan saat dibutuhkan. Dengan diaturnya inventory ini akan dapat mencapai

service level yang tinggi jika permintaan customer banyak yang tidak dapat

dipenuhi jika hanya dengan produksi dan sebaliknya, jika inventory tidak cukup

maka dapat dibantu dengan produksi dimana kegiatan produksi dapat

direncanakan dengan tersedianya inventory tadi. Disamping service level tadi juga

berkaitan dengan biaya dari inventory itu sendiri. Jika inventory yang ada tidak

terlalu banyak maka biaya inventory juga tidak terlalu tinggi.

Kebijakan inventory dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (David

Simchi-Levi, Philip Kaminsky, and Edith Simchi-Levi, 2000):

• Permintaan dari customer. Karena permintaan dari customer yang berubah-

ubah maka perlu diramalkan untuk memperkirakan berapa yang sebaiknya

disediakan. Peramalan nantinya dilihat dari data historis dan juga dengan

mempertimbangkan variasi yang ada dari permintaan customer tersebut. Hal

yang penting dari pemintaan adalah jenis dari permintaan (apakah suatu item

independent atau dependent terhadap item yang lain) yang akan

mempengaruhi pemilihan metode dalam perencanaan inventory yang

dilakukan nantinya.

17

• Replenishment lead time. Hal ini perlu dipertimbangkan untuk mencegah jika

terjadi keterlambatan atau hal lain karena adanya ketidakpastian pada

replenishment lead time.

• Jumlah produk jenis lain yang disimpan di warehouse

• Lama dari jangka waktu perencanaan yang dibuat

• Biaya order dan biaya simpan. Biaya order terdiri dari cost dari produk dan

biaya transportasi. Biaya simpan terdiri dari biaya pajak dan biaya asuransi,

biaya pengaturan barang, biaya penggunaan ruang dalam gudang (atau jika

gudang disewakan kepada orang lain), obsolescence cost (resiko produk

menjadi turun nilainya yang disebabkan adanya perubahan di pasar atau

karena teknologi menjadi tidak tergunakan), cost of capital ( biaya untuk

pembelian material, tenaga kerja, dan overhead cost untuk jumlah inventory

yang disimpan)

• Service level requirement. Tingkat inventory nantinya dipengaruhi oleh

service level yang ditetapkan.

Fungsi dari pengaturan inventory adalah:

a. Perencanaan inventory. Untuk menentukan berapa yang harus disimpan dan

kapan harus melakukan penyimpanan itu.

b. Pengendalian inventory. Untuk menentukan jumlah yang sesuai dimana

barang harus dipesan kembali atau diproduksi kembali, jumlah persediaan

pengaman, dan pendataan tingkat dan kondisi dari inventory.

Dua hal yang penting dalam pengaturan inventory adalah demand

forecasting dan perhitungan order quantity (David Simchi-Levi, Philip Kaminsky,

and Edith Simchi-Levi, 2000).

Karena demand dari customer yang tidak pasti, maka perlu diatur apakah

order quantity nantinya sama dengan forecasting, lebih besar, atau lebih kecil.

Jika order quantity lebih besar dari forecasting apa resikonya, demikian juga jika

order quantity lebih kecil dari forecasting. Order quantity ini nantinya akan

mempengaruhi kebijakan inventory yang dilakukan. Metode yang dapat

digunakan untuk mengatur kebijakan inventory salah satunya adalah order point.

18

2.3.1. Order point

Order point atau stastitical inventory control atau stock replenishment

adalah sekumpulan data, prosedur, dan keputusan yang digunakan untuk

memastikan adanya pengadaan barang secara kontinu, walaupun permintaan tidak

dapat diperkirakan dan dilakukan untuk semua item yang disimpan (George W.

Plossl, 1994).

Dalam menentukan order point digunakan asumsi :

a. Demand bersifat independent

b. Adanya cadangan pengaman

c. Variasi permintaan tidak besar

Dengan order point, jumlah inventory yang ada dipantau dan jika

mencapai suatu titik tertentu ((re)order point) dilakukan pengisian kembali

(George W. Plossl, 1994). Hal ini dilakukan untuk semua item yang berada di

inventory dengan besarnya adalah permintaan selama lead time untuk memperoleh

produk tersebut ditambah dengan adanya safety stock.

Rumusnya adalah sebagai berikut (George W. Plossl, 1994):

Order point = Demand during lead time + safety stock (2.1)

Dengan digunakannya order point ini dapat membantu ketika terjadi

forecast errors dan hal-hal lain yang tidak diperkirakan dengan menambahkan

inventory tambahan yaitu safety stock. Safety stock yang disebut juga cadangan

dan stock penyangga, adalah inventory yang ditambahkan dalam perencanaan

kebutuhan untuk memenuhi permintaan yang tidak diperkirakan (George W.

Plossl, 1994).

Dalam menentukan safety stock digunakan tabel z distribusi normal dan

didasarkan atas service level yang ingin dicapai oleh perusahaan. Langkahnya

adalah sebagai berikut:

- Menentukan service level yang diinginkan

- Melihat tabel z distribusi normal sesuai service level yang telah ditentukan

di atas

19

- Kemudian hasil dari tabel z tadi dikalikan dengan standard deviasi dari

permintaan yang ada

Rumusnya adalah sebagai berikut:

SS = std dev x z (tabel distribusi normal) (2.2)

Setelah ditentukan order point, kemudian diatur jumlah yang akan

dipesan. Konsep dari stock replenishment memiliki perbedaan tujuan dengan 3

tujuan dasar manajemen yaitu (George W. Plossl, 1994):

- Customer service yang tinggi untuk penerimaan yang tinggi

- Jumlah inventory yang sedikit untuk return on investment yang tinggi

- Biaya yang rendah untuk profit yang tinggi

Dengan adanya stock replenishment, inventory dari suatu barang

diusahakan untuk ada setiap kali diperlukan. Hal ini adalah kondisi yang paling

baik dimana inventory ada setiap kali diperlukan, tidak terlalu cepat dan tidak

terlambat.

Metode yang disebut dengan time-phased order point (TPOP)

meningkatkan kemampuan dari order point dalam mengatur inventory untuk

barang dengan permintaan yang independent (George W. Plossl, 1994). Time-

phased order point melihat kemungkinan di masa mendatang dari keberadaan

suatu inventory untuk menentukan pemesanan yang harus dilakukan.

Time-phased order point tidak tergantung pada keadaan aktual ketika

dilakukan pengamatan untuk melakukan pemesanan dan alternatif yang baik

untuk melakukan pengisian ketika jumlah inventory mencapai order point karena

alasan sebagai berikut (George W. Plossl, 1994):

- Dengan time-phased order point dapat terlihat rencana pemesanan yang

akan dilakukan di masa mendatang.

- Mengijinkan adanya perencanaan ulang dari kebutuhan.

- Tersedianya hubungan antara perencanaan yang dilakukan untuk barang

dengan permintaan yang independent dan barang dengan permintaan yang

dependent.

20

- Time-phased order point mengijinkan adanya perencanaan dari kekurangan

yang dapat terjadi dari permintaan di masa mendatang.

Ciri-ciri dari time-phased order point lainnya adalah:

- Beberapa replenishment orders dapat direncanakan.

- Jika hasil peramalan, on-hand inventory, on-order inventory, dan parameter

lainnya berubah, planned dan released orders yang dilakukan dapat diubah.

- Perencanaan dengan time-phased order point dapat dijadwalkan kembali

secara backward atau forward sesuai dengan perubahan dari hasil

peramalan.

2.3.2. Peramalan

Peramalan adalah tindakan untuk memperkirakan besarnya permintaan di

masa datang. Sebelum meramalkan perlu dilihat pola dari data yang akan

diramalkan, dan pemakaian metode peramalan nantinya akan disesuaikan dengan

pola dari data tersebut.

Data dapat berpola:

a. Trend. Data menunjukkan kenaikan atau penurunan dan terlihat dengan jelas

dengan kenaikan atau penurunan tersebut.

b. Acak. Data tidak menunjukkan kecenderungan apapun, tidak berpola sama

sekali.

c. Seasonal. Data menunjukkan kecenderungan berulang dalam suatu periode

yang berbeda.

d. Cycle. Data menunjukkan adanya pola seasonal tapi dalam periode yang lebih

panjang.

Terdapat banyak metode peramalan dan penggunaan nantinya akan

disesuaikan dengan pola dari data yang ada. Beberapa metode peramalan adalah:

a. Moving Average. Metode ini meramalkan dengan menarik rata-rata dari data

dengan periode rata-rata yang disesuaikan dengan kecenderungan seasonal

pada data. Metode ini digunakan untuk data dengan pola data acak, stabil, dan

21

seasonal. Kurang baik jika digunakan untuk meramalkan data yang

mengandung trend.

b. Single Exponential Smoothing. Metode ini meramalkan dengan menggunakan

konstanta pemulusan tertentu sesuai dengan jumlah data yang akan

diramalkan. Metode Single Exponential Smoothing ini digunakan untuk data

dengan pola acak, stabil, dan ada seasonal.

c. Double Exponential Smoothing. Metode ini memuluskan kembali hasil

peramalan dari Single Exponential Smoothing. Digunakan untuk pola data

acak dan trend.

d. Metode Holt Winter. Metode ini disebut juga dengan metode Double

Exponential Smoothing dengan 2 parameter. Digunakan untuk data dengan

pola acak dan trend.

e. Dekomposisi multiplikatif. Metode ini digunakan untuk meramalkan data

yang mengandung pola trend, seasonal, acak, dan cycle. Digunakan

multifplikatif karena adanya variasi seasonal dari data.

f. Metode Winter’s (Winter’s multiplikatif). Metode ini digunakan untuk

meramalkan data dengan pola trend dan ada variasi seasonal.

2.4. Simulasi kebijakan yang dihasilkan

Di dalam tugas akhir ini akan dilakukan simulasi untuk melihat apakah

kebijakan yang dihasilkan untuk tiap kinerja yang telah diukur dapat digunakan,

dengan memperhatikan semua kemungkinan yang dapat terjadi di masa

mendatang. Dengan memberikan suatu kebijakan, dilihat apa yang terjadi

terhadap kinerja supply chain yang diukur. Simulasi yang digunakan adalah

sistem dinamik.

Dari hasil simulasi akan dilihat apakah yang harus dilakukan dengan

supply chain yang ada untuk dapat meningkatkan kinerja dari supply chain

tersebut, dan juga untuk melihat dampak dari suatu kebijakan terhadap biaya atau

kepuasan customer yang dicapai dari supply chain yang ada.

22

2.4.1. Sistem dinamik

Sistem dinamik adalah suatu metode yang digunakan untuk

mendeskripsikan, memodelkan, dan mensimulasikan suatu sistem yang dinamis

(dari waktu ke waktu terus berubah). Didalam sistem dinamik diajarkan

bagaimana berpikir secara sistem. Artinya adalah dalam menyelesaikan suatu

masalah tidak dilihat pada satu pokok bagian saja, tetapi dilihat semua

pengaruhnya terhadap semua yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah secara

sistem dinamis adalah dengan menggunakan system approach yaitu:

• Mengidentifikasi masalah

• Tentukan tujuan yang ingin dicapai

• Tentukan kriteria untuk masing-masing tujuan tadi

• Membangun model dari masalah yang dihadapi. Kemudian tentukan alternatif-

alternatif perbaikan yang ada

• Analisa alternatif yang telah ditentukan tadi

Dilihat hasil dari alternatif tadi bagaimana dan kemudian dibandingkan hasil

yang didapat dengan 2 cara yaitu:

- Verifikasi. Untuk melihat apakah model yang dibuat sudah menggambarkan

masalah sesungguhnya dengan benar dengan bertanya kepada orang yang

ahli berkaitan dengan masalah yang dimodelkan.

- Validasi. Untuk melihat apakah model yang dibuat sudah sesuai dengan

kenyataan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan

nilai yang ekstrem pada model yang dibuat tadi. Jika pada model hasilnya

berbeda dengan kenyataan maka model harus dilihat lagi.

• Terapkan alternatif pada masalah

• Monitor dan evaluasi hasilnya

Dalam membuat model simulasi dari sistem dinamis dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Membuat meta model dari suatu sistem. Didalam menghadapi suatu masalah

sebaiknya tidak berpikir secara lokal. Hal ini akan membuat pola pikir yang

ada menjadi berorientasi pada sebab akibat dan tidak akan menemukan solusi

23

yang terbaik. Solusi yang terbaik tidak akan didapatkan karena semuanya

selalu ada sebabnya dan dari sebab itu lalu akibat lagi, demikian seterusnya.

Dengan sistem dinamis, orientasi sebab akibat sebisa mungkin dihilangkan.

Dalam memodelkan suatu masalah dilihat peta hubungannya, struktur dari

sistem tersebut nantinya dilihat dari hubungannya. Dengan cara ini akan

didapatkan suatu feedback yang tertutup (loop). Loop ini dinamakan causal

loop diagram.

b. Dari causal loop yang telah dibuat tadi kemudian dibuat model simulasinya.

Dalam membuat model simulasi dikembangkan dari causal loop yang telah

dibuat. Dalam sistem dinamik dilihat pola perilaku dari masing-masing

komponen yang ada dalam causal loop yang telah dibuat tadi. Pola perilaku

adalah perubahan kinerja dari komponen yang diukur. Misalkan: yang ingin

diukur kelulusan mahasiswa, kinerja adalah jumlah mahasiswa. Maka pola

perilakunya adalah perubahan jumlah mahasiswa.

Karakteristik perilaku dari sistem dalam sistem dinamis adalah:

a. Exponential. Karakteristik ini menunjukkan adanya kenaikan atau penurunan

dari suatu sistem, tidak menuju ke suatu nilai tertentu.

b. Goal seeking. Karakteristik ini menunjukkan adanya kenaikan atau penurunan

dan mengarah ke suatu nilai. Semakin baik jika mendekati nilai yang

diinginkan.

c. Oscillation. Karakteristik ini menunjukkan perilaku yang berubah-ubah dari

sistem.

d. S-shaped. Karakteristik ini menunjukkan perubahan dari suatu perilaku

dimana perubahan mula-mula lambat lalu menjadi cepat dan akhirnya

mencapai kondisi stagnant.

e. Kombinasi dari karakteristik di atas. Misalkan exponential dan oscillation,

goal seeking dan oscillation, s-shaped dan oscilation.

Dari feedback loop yang telah dibuat tadi kemudian dilihat hubungan antar

komponen yang ada didalamnya. Hubungannya positif jika kenaikan yang satu

menyebabkan kenaikan yang lain. Hubungannya negatif jika kenaikan yang satu

24

menyebabkan turunnya yang lain. Kemudian dilihat jika jumlah hubungan yang

negatif genap maka causal loop tersebut adalah causal loop yang positif

(reinforcing feedback loop) dan jika jumlah hubungan yang negatif ganjil maka

causal loop tersebut adalah causal loop yang negatif (balance feedback loop).

Untuk causal loop yang negatif, hasil pengukuran dari perubahan perilakunya

nanti adalah goal seeking atau oscillation. Sedangkan untuk causal loop yang

positif, hasil pengukuran dari perubahan perilakunya akan berupa exponential atau

S-shaped.

Setelah membuat causal loop diagram, kemudian membuat modelnya.

Dalam membuat model digunakan software Vensim PLE. Variabel yang

digunakan dalam model adalah sebagai berikut:

a. Stock/level. Variabel yang dapat diketahui jumlahnya pada saat tertentu.

Misal: hari itu, tahun itu. Stock ini merupakan akumulasi dari rate/flow. Stock

akan menunjukkan suatu nilai tertentu pada saat simulasi dihentikan.

b. Rate/flow. Variabel yang dapat diketahui jumlahnya pada periode waktu

tertentu. Misalnya: dari tahun ini sampai tahun ini. Pada saat simulasi

dihentikan, rate akan bernilai nol atau nilai awal yang telah ditentukan.

c. Variabel tambahan yang disebut auxiliary variables. Jika variabel tidak

konstan maka ditulis dengan huruf kecil semua (kecuali untuk kasus tertentu),

jika variabel adalah fungsi yang ditentukan pada waktu tertentu maka tiga

huruf awal ditulis dengan huruf besar dan selebihnya dengan huruf kecil.

2.4.1.1. Memodelkan System Dynamic dalam Supply Chain Management

Tujuan memodelkan system dynamic dalam supply chain management

adalah:

a. Menentukan kebijakan inventory.

b. Pengembangan dari kebijakan yang sudah ditetapkan.

c. Mengantisipasi adanya pembesaran permintaan yang signifikan.

d. Pengurangan waktu.

e. Melakukan perubahan design dari supply chain dan jika dilakukan

pengintegrasian apa yang akan terjadi.

25

Sudut pandang yang digunakan dalam system dynamic adalah information

feed back dan delays. Dua hal ini dimaksudkan untuk melihat perilaku dinamis

dari suatu bentuk fisik, biologis, dan sosial dari suatu system. Feedback dan delay

ini sendiri juga menyebabkan perilaku dari suatu sistem.

Penerapan system dynamic dalam supply chain pertama kali berasal dari

konsep industrial dynamic yang diperkenalkan oleh Jay W. Forrester. Industrial

Dynamic adalah “…. suatu penelitian tentang karakter dari information feedback

suatu aktivitas industri untuk menunjukkan bagaimana perilaku organisasi yang

terjadi, perbesaran yang terjadi (berkaitan dengan kebijakan), dan adanya delay

(dalam keputusan atau tindakan) yang saling berinteraksi untuk mempengaruhi

suksesnya suatu perusahaan. Industrial dynamic memperlakukan interaksi dari

aliran informasi, uang, orders, materials, personnel, dan capital equipment dalam

suatu perusahaan, industry, atau national economy”. Suatu model production-

distribution system yang dikenal dengan nama “Forrester model”,

menggambarkan adanya 6 aliran yang saling berinteraksi dalam suatu sistem yaitu

aliran dari informasi, uang, material, permintaan, man power, dan capital

equipment. Dengan menggunakan Forrester model sebagai contoh, Forrester

mendeskripsikan bahwa dalam proses memodelkan suatu permasalahan, adalah

penting untuk memperhatikan adanya information feedback dalam metode system

dynamic yang digunakan. Di dalam Forrester model, terdapat hal yang penting

dalam supply chain dynamics yaitu demand amplification. Forrester menemukan

aturan dasar untuk merancang design dari supply chain yang efektif yaitu untuk

mengatasi adanya demand amplification harus dilakukan pengurangan dan

penghilangan dari delay dan membuat adanya feedback loop yang cocok (Towill

1996b).

Beberapa hal yang dibahas dalam memodelkan system dynamic pada

suppy chain adalah sebagai berikut:

a. Inventory management. Dengan meningkatnya persaingan dari pasar sekarang,

menyebabkan dikembangkannya system respon yang cepat dalam memenuhi

permintaan. System ini bertujuan untuk memberikan respon yang cepat

terhadap permintaan yang berubah dan mencapai inventory level yang tidak

terlalu tinggi.

26

b. Demand amplification. Suatu perbesaran permintaan yang terjadi, dan ketika

hal ini terjadi dilihat apa yang terjadi dengan performance atau kinerja suatu

perusahaan. Hasilnya adalah berapa performance setelah terjadi perbesaran

permintaan, lead time apakah harus berubah atau tidak, dan lain-lain yang

berhubungan dengan respon terhadap demand amplification.

c. Supply chain re-engineering. Respon yang berulang-ulang, efektif, dan efisien

terhadap perubahan di pasar adalah tantangan utama dalam supply chain

modern (Towill 1996b). Maka untuk menghadapi tantangan ini harus

dilakukan pengurangan waktu. Adanya pengurangan waktu ini dapat

memprediksikan peningkatan dari supply chain performance (Towill 1996b).

Dengan menggunakan Forrester model sebagai kerangka kerja untuk

meningkatkan performance dari system, Towill menyediakan beberapa urutan

dari strategi supply chain re-engineering. Suatu performance metric yang

diperkenalkan oleh Johansson et al. (1993) yang digunakan untuk melakukan

benchmarking dari supply chain adalah sebagai berikut:

Quality * customer_service_level

PI = (2.3)

Total_ cost * lead_time

Berdasarkan Towill 1996b, adanya pengurangan dari lead time mempunyai

pengaruh yang positif terhadap 3 komponen lainnya. Karena lead time

mempunyai pengaruh yang penting terhadap stabilitas dari supply chain,

keuntungan dari pengurangan waktu adalah peningkatan dari peramalan

permintaan, mendeteksi adanya defect lebih cepat lagi, barang lebih cepat ke

pasar, dan dapat menyediakan barang lebih cepat dari permintaan customer.

Dengan melihat hasil dari simulasi, Towill (1996b) menyarankan penggunaan

strategi re-engineering sebagai berikut:

- Pengurangan semua lead time (material, informasi, dan cash flow)

- Eliminasi waktu tunggu dalam pengambilan keputusan

- Penyediaan informasi yang telah dipercaya di semua pengambil keputusan

di arah hulu dari supply chain

27

2.4.1.2. Menyelidiki Pengaruh dari Model Fidelities pada Perubahan dari

Supply Chain

Dua hal yang menjadi tujuan dalam memodelkan supply chain adalah

(Jayendran Venkateswaran, Young-Jun Son, dan Boonserm Kulvatunyou

,2002):

a. Untuk menganalisa perubahan dari supply chain yang ada dan menentukan

strategi untuk meminimumkan perubahan tersebut.

b. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari keandalan suatu model yang

mewakili keadaan supply chain sesungguhnya.

Setelah didapatkan model yang dapat menggambarkan keadaan supply

chain, hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana menentukan strategi yang

paling efektif untuk dapat meningkatkan performance dari supply chain yang ada.

(apakah strategi yang dihasilkan dari simulasi jika diterapkan keadaan supply

chain sesungguhnya tetap efektif atau tidak). Karena dalam simulasi dilihat

pengaruh dari suatu strategi sebelum diterapkan pada keadaan sesungguhnya,

maka kedekatan model dengan keadaan nyata perlu diperhatikan. Beberapa

peneliti telah menggunakan model simulasi untuk menganalisa beberapa aspek

yang terdapat pada supply chain seperti instabilitiy dari supply chain (Bhaskaran

1998), performance effects dari operational factors (Beamon and Chen 2001),

demand amplification effects (Wikner, Towill, and Naim 1991), dan masih banyak

lagi lainnya.

Tujuan dari memodelkan dan menganalisa supply chain yang ada adalah

untuk mencapai tujuan yang terukur dan tidak terukur. Tujuan yang terukur

seperti biaya minimum, output yang meningkat, biaya per unit yang lebih rendah,

pengurangan lead time, menurunkan system dynamic yang ada, dan lain-lain

(Ayers 2001). Tujuan yang tidak terukur seperti mensinkronisasikan kebutuhan

dari customer melalui aliran barang dari supplier, meningkatkan service level dari

customer, membangun competitive advantage dari supply chain yang ada, dan

lain-lain (Cooper, Lambert and Pagh 1997).

28

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi efek dari

demand amplification pada supply chain sebagai berikut:

a. Penentuan inventory levels. Strategi ini digunakan untuk menganalisa

stabilitas dari permintaan yang ada. Tingkat inventory yang paling minimum

untuk tiap channel telah ditentukan sebelumnya. Tujuan yang dipilih adalah

meminimumkan permintaan maksimum dari manufacturer. Dengan

menggunakan cara ini meskipun perubahan dari supply chain yang ada telah

diminimumkan sampai yang paling minimum yang bisa dicapai, inventory

levels yang ada tidak selalu dengan biaya yang minimum. Cara lain dapat

ditempuh dengan tujuan mengoptimalkan model supply chain yang ada

dengan biaya yang minimum dan dengan persyaratan perubahan yang ada

dijaga pada tingkat yang paling minimum pada setiap simulasi yang

dilakukan.

b. Pengurangan lead time. Strategi ini digunakan untuk melihat pengaruh dari

berkurangnya lead time pada supply chain yang ada, dan dilakukan dengan

menggunakan desired inventory levels yang telah dihasilkan dari strategi 1 di

atas.