59 BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN...
Transcript of 59 BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN...
59
BAB IV
ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
dari setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Data yang diperoleh berasal
dari data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil
pretest, postest, dan gain ternormalisasi, sedangkan data kualitatif diperoleh dari
lembar observasi dan hasil angket siswa,. Pengolahan data kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 17.0 for windows dan
Microsoft Excel 2007.
A. Analisis Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan model ”SAVI”.
Dalam penelitian ini, dipilih dua kelas untuk dijadikan sebagai kelas
eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan
menggunakan model ”SAVI” dan kelas kontrol yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif.
Data yang disajikan merupakan data kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa kelas eksperimen yang terdiri dari 20 siswa dan kelas kontrol
terdiri dari 29 siswa. Data tersebut diperoleh dari hasil tes awal dan tes akhir
yang diberikan pada masing-masing kelompok dengan skor maksimal 50.
59
60
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dan disajikan pada Tabel
4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Besaran
Eksperimen Kontrol
Pretes Postes Gain
Ternormalisasi
Pretes Postes Gain
Ternormalisasi
Jumlah 368 610 8,38 422 600 4,99 Rata-rata 18,40 30,50 0,42 14,55 20,69 0,17 Varians 162,04 144,68 0,07 26,97 54,22 0,03 Standar Deviasi
12,73 12,03 0,26 5,19 7,36 0,17
Skor Terkecil 1 10 0,04 6 8 0 Skor Terbesar 38 50 1 26 32 0,55 SMI (Skor Maksimum Ideal)=50
Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.1 dan D.2.
1. Analisis data pretes (tes awal)
Berikut ini adalah Tabel 4.2 yang menyajikan statistik deskriptif
nilai pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Besaran Pretes
Eksperimen Kontrol Jumlah 368 422
Rata-rata 18,40 14,55 Skor Terkecil 1 6 Skor Terbesar 38 26
SMI (Skor Maksimum Ideal)=50
61
Terlihat pada Tabel 4.2 bahwa rata-rata skor pretes yang diperoleh
kelas eksperimen hanya 3,85 lebih besar dari rata-rata skor pretes yang
diperoleh kelas kontrol. Nampak bahwa kemampuan awal antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol tidak memiliki perbedaan yang begitu
jauh. Akan tetapi, hal ini belum cukup berarti untuk melihat apakah
terdapat perbedaan kemampuan awal atau tidak. Untuk menjawab itu
semua, maka digunakan uji statistik sebagai berikut.
a. Uji normalitas
Setelah diketahui gambaran statistik deskriptif skor pretes dari
kelas eksperimen maupun kelas kontrol, langkah selanjutnya adalah
melakukan uji normalitas terhadap skor pretes kedua kelas tersebut.
Untuk menguji normalitas skor pretes pada penelitian ini,
digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi
(α) sebesar 0,05. Perumusan hipotesis pengujian normalitas skor pretes
adalah sebagai berikut:
H0: Data sampel berdistribusi normal
H1: Data sampel tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya, adalah:
1) terima H0 jika α ≥ 0,05, dan
2) tolak H0 jika α < 0,05.
Output dari analisis uji normalitas Kolmogorov-Smirnov disajikan
pada Tabel 4.3 di bawah ini.
62
Tabel 4.3 Output Tests of Normality Pretes
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Pretes Eksperimen .219 20 .013
kontrol .137 29 .177
Berdasarkan Tabel 4.3 dan kriteria pengujian di atas, terlihat
bahwa nilai signifikansi atau probabilitas dari kelas eksperimen adalah
sebesar 0,013, sedangkan kelas kontrol adalah sebesar 0,177. Karena
nilai signifikansi pada kelas eksperimen lebih kecil dari 0,05, ini berarti
H0 ditolak atau data sampel tidak berdistribusi normal.
Karena data pretes salah satu kelas tidak berdistribusi normal,
maka tidak dilakukan uji homogenitas varians. Akan tetapi, untuk
menguji apakah terdapat perbedaan antara kemampuan awal siswa kelas
eksperimen dengan kemampuan awal siswa kelas kontrol dalam
pemecahan masalah matematis, dilakukan uji statistik non-parametrik
dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
b. Uji perbedaan dua rata-rata
Setelah dilakukan uji normalitas data hasil pretes diketahui bahwa
penyebaran skor pretes salah satu sampel tidak berdistribusi normal,
maka untuk menguji perbedaan dua rata-rata pretes digunakan statistik
uji non-parametrik, yaitu dengan uji Mann-Whitney.
63
Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya adalah sebagai
berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kemampuan awal
pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata antara kemampuan awal pemecahan
masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk
hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : µ E = µ K
H1 : µ E ≠ µ K
Keterangan:
µ E : rata-rata kemampuan awal pemecahan masalah matematis siswa
kelas eksperimen
µ K : rata-rata kemampuan awal pemecahan masalah matematis siswa
kelas kontrol
Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney (2-tailed)
dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,025.
Kriteria pengujiannya, adalah:
1) terima H0 jika α ≥ 0,025, dan
2) tolak H0 jika α < 0,025.
Output dari analisis uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 4.4 di
bawah ini.
64
Tabel 4.4 Output Uji Mann-Whitney Pretes
Pretes
Mann-Whitney U 266.000
Wilcoxon W 701.000
Z -.490
Asymp. Sig. (2-tailed) .624
Berdasarkan Tabel 4.4 dan kriteria pengujian di atas, terlihat
bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,624. Karena 0,624
lebih besar dari 0,025, ini berarti H0 diterima atau kemampuan awal
kelas eksperimen dan kelas kontrol sama. Selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran D.4.
2. Analisis data postes (tes akhir)
Berikut ini adalah Tabel 4.5 yang menyajikan statistik deskriptif
nilai postes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Besaran Postes
Eksperimen Kontrol Jumlah 610 600
Rata-rata 30,50 20,69 Skor Terkecil 10 8 Skor Terbesar 50 32
SMI (Skor Maksimum Ideal)=50
65
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa kelas eksperimen relatif lebih tinggi daripada
rata-rata kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kelas yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan model ”SAVI” memiliki
rata-rata kemampuan akhir pemecahan masalah matematis yang lebih baik
daripada kelas yang mendapatkan pembelajaran kooperatif. Namun hasil
tersebut belum pasti dapat menjawab hipotesis penelitian ini. Oleh karena
itu, dilakukan pengolahan data skor postes berikut ini.
a. Uji normalitas
Untuk menguji normalitas skor postes pada penelitian ini,
digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi
(α) sebesar 0,05. Perumusan hipotesis pengujian normalitas skor postes
adalah sebagai berikut:
H0: Data sampel berdistribusi normal
H1: Data sampel tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya, adalah:
a) terima H0 jika α ≥ 0,05, dan
b) tolak H0 jika α < 0,05.
Output dari analisis uji normalitas Kolmogorov-Smirnov disajikan
pada Tabel 4.6 di bawah ini.
66
Tabel 4.6 Output Tests of Normality Postes
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Postes Eksperimen .135 20 .200*
kontrol .138 29 .165
Berdasarkan Tabel 4.6 dan kriteria pengujian di atas, terlihat
bahwa nilai signifikansi atau probabilitas dari kelas eksperimen adalah
sebesar 0,200, sedangkan kelas kontrol memiliki signifikansi sebesar
0,165. Karena nilai signifikansi pada kedua kelas lebih besar dari 0,05,
ini berarti H0 diterima atau kedua kelas berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
Setelah dilakukan uji normalitas kedua data hasil postes yang
ternyata berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji
homogenitas. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah
masing-masing data yang diperoleh dari kedua kelas sampel memiliki
varians populasi yang sama atau berbeda. Uji statistik yang akan
digunakan adalah uji Levene dengan taraf signifikansi (α) sebesar 0,05.
Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya adalah:
H0 : Data postes berasal dari varians yang homogen
H1 : Data postes berasal dari varians yang tidak homogen
Kriteria pengujiannya, yaitu:
1) terima H0 jika α ≥ 0,05, dan
67
2) tolak H0 jika α < 0,05.
Output dari analisis uji homogenitas disajikan pada Tabel 4.7 di
bawah ini.
Tabel 4.7 Output Tests of Homogenity of Variances Postes
Berdasarkan Tabel 4.7 dan kriteria pengujian di atas, terlihat
bahwa nilai signifikansi sebesar 0,008. Karena nilai signifikansi uji
homogenitas postes kurang dar dari 0,05, ini berarti H0 ditolak atau data
postes berasal dari varians yang tidak homogen. Karena data postes
berasal varians yang tidak homogen, maka langkah selanjutnya untuk
melihat kelas mana yang mengalami peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis yang lebih baik adalah dengan
melakukan uji t′.
c. Uji t ′
Data postes yang telah diuji kenormalannya, ternyata berasal dari
varians yang tidak homogen. Oleh karena itu, langkah selanjutnya
adalah melakukan uji t′ (satu pihak).
Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kemampuan akhir
Levene Statistic df1 df2 Sig.
7.570 1 47 .008
68
pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dengan
kelas kontrol.
H1 : Rata-rata kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk
hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : µ 1 = µ 2
H1 : µ 1 > µ 2
Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika �′ ≥�1�1+�2�2
�1+�2 dan H0
diterima untuk harga-harga �′ lainnya.
Berdasarkan perhitungan manual diperoleh bahwa �′ ≈ 3,25 dan
�1�1+�2�2
�1+�2≈ 1,72 (perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran
D.7), maka kriteria pengujiannya adalah: tolak H0 jika �′ ≥ 1,72.
Karena �′ ≈ 3,25 dan 3,25 > 1,72, maka H0 ditolak atau rata-rata
kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa kelas yang
mengikuti pembelajaran matematika dengan model “SAVI” ( Somatic,
Auditory, Visual, Intellectual) lebih baik daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif.
3. Analisis data hasil angket
69
Setelah pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model
”SAVI” selesai, semua siswa pada kelas eksperimen diminta pendapatnya
mengenai respons mereka terhadap pembelajaran matematika yang telah
mereka alami dengan cara mengisi angket. Angket ini terdiri dari 27
pernyataan yang memuat sikap siswa terhadap matematika, sikap siswa
terhadap model ”SAVI” dan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa. Secara lengkap frekuensi, persentase dan skor penyebaran hasil
respons siswa terhadap matematika disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Respons Siswa Terhadap Matematika
Indikator Nomor & Sifat
Frekuensi & Persentase (%)
Skor Kelas
Kriteria
SS S TS STS
Minat/motivasi siswa terhadap
pelajaran matematika
1 Negatif
0 1 16 3
3,8 Baik
0 5 80 15
3 Negatif
0 2 8 10 0 10 40 50
5 Negatif
0 2 14 4 0 10 70 20
7 Negatif
0 2 12 6 0 10 60 30
9 Negatif
2 9 9 0 10 45 45 0
2 Positif
2 15 3 0 10 75 15 0
Manfaat pembelajaran matematika
4 Negatif
0 2 12 6
4,0 Baik
0 10 60 30
10 Negatif
0 4 12 4 0 20 60 20
6 Positif
2 18 0 0 10 90 0 0
8 Positif
7 10 2 1 35 50 10 5
70
Minat/motivasi siswa terhadap pembelajaran
model ”SAVI”
11 Negatif
0 0 15 5
4,2 Baik
0 0 75 25
12 Negatif
0 1 19 0 0 5 95 0
13 Negatif
0 0 15 5 0 0 75 25
19 Negatif
0 0 17 3 0 0 85 15
14 Positif
9 11 0 0 45 55 0 0
27 Positif
4 16 0 0 20 80 0 0
Manfaat pembelajaran
model ”SAVI”
15 Positif
4 16 0 0
4,1 Baik
20 80 0 0
16 Positif
5 13 2 0 25 65 10 0
17 Positif
3 17 0 0 15 85 0 0
20 Positif
7 10 3 0
35 50 15 0
21 Positif
6 12 2 0 30 60 10 0
18 Negatif
0 3 10 7 0 15 50 35
Menunjukkan sikap setuju terhadap pembelajaran dengan model ”SAVI” untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis
22 Positif
4 14 1 0
3,9 Baik
20 70 5 0
23 Positif
3 11 6 0 15 55 30 0
24 Positif
2 17 0 1 10 85 0 5
25 Positif
3 16 0 1 15 80 0 5
26 Positif
4 14 2 0 20 70 10 0
Tabel 4.8 di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa
(61,67%) memiliki minat/motivasi terhadap pelajaran matematika,
71
meskipun ada sebagian kecil dari siswa (15,83%) yang tidak menyukai
matematika. Tetapi rata-rata siswa memiliki respons yang positif (3,8)
terhadap matematika. Bahkan sebagian besar siswa (64%) menyatakan
setuju akan adanya manfaat pembelajaran matematika untuk kehidupan
mereka. Kemudian setelah mengalami pembelajaran matematika dengan
model “SAVI”, ternyata hampir seluruh siswa (78,33%) berminat terhadap
pembelajaran seperti ini dan sebagian besar siswa (65%) merasakan
manfaatnya. Selanjutnya, hampir seluruh siswa (88%) menyatakan sikap
setuju terhadap pembelajaran dengan model ”SAVI” untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis mereka, bahkan hampir
seluruh siswa (80%) juga berharap agar topik lain diajarkan dengan
pembelajaran “SAVI”.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dan persentase pada tabel
4.8, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa (80,19%) pada kelas
eksperimen memberikan respons yang positif terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan model “SAVI”. Data selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran E.7.
4. Analisis data hasil observasi
Selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan
model “SAVI” (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual), observer
mengamati kegiatan siswa dan guru. Secara keseluruhan pelaksanaan
model pembelajaran “SAVI” berjalan dengan baik. Setiap kegiatan diikuti
72
oleh siswa, mulai dari kegiatan Somatic, Auditory, Visual maupun
Intellectual. Berikut hasil kegiatan guru dan siswa yang diobservasi.
Tabel 4.9 Data Observasi Proses Pembelajaran
No. Hal yang diamati Pertemuan 1 2 3
Aktivitas Guru 1 Mengondisikan dan mengecek kehadiran siswa. √ √ √ 2 Menyampaikan inti tujuan pembelajaran. √ √ √ 3 Mengarahkan siswa untuk berkelompok. √ √ √ 4 Menyiapkan materi dan bahan ajar (LKS). √ √ √ 5 Memberitahukan prosedur pembelajaran. √ √ √ 6 Mengamati dan membimbing kegiatan siswa. √ √ √ 7 Memberikan waktu yang cukup untuk
menyelesaikan masalah/LKS. √ √ √
8 Membimbing diskusi kelas. √ - √ 9 Membimbing siswa untuk membuat kesimpulan. √ √ √ 10 Memberikan tugas dan memberitahukan materi
untuk pertemuan berikutnya. √ √ √
11 Menutup pembelajaran. √ √ √ Aktivitas Siswa 12 Memperhatikan penjelasan guru. √ √ √ 13 Mempelajari dan mengerjakan bahan ajar/LKS. √ √ √ 14 Berdiskusi dalam kelompok. √ √ √ 15 Memeragakan konsep sambil mempelajarinya
langkah demi langkah. √ √ √
16 Melihat, mengamati, dan mendemonstrasikan alat peraga. √ √ √
17 Memahami permasalahan yang disajikan dalam LKS.
- √ √
18 Mengajukan dan menjawab pertanyaan. √ √ √ 19 Siswa dari perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil diskusi. √ - √
20 Lancar dalam mengungkapkan pendapat. - - √ 21 Mencoba menyimpulkan materi pembelajaran. - √ √
Keterangan: √ = aspek yang diperhatikan muncul - = aspek yang diperhatikan tidak muncul
Berdasarkan Tabel 4.9, peneliti/guru telah melaksanakan fungsinya
dengan baik yaitu menjadi fasilitator yang mengarahkan siswa, mengamati
73
serta membimbing kegiatan siswa, baik ketika berdiskusi kelompok
maupun diskusi kelas (Auditory), melakukan kegiatan Somatic, Visual dan
Intellectual.
Pada pertemuan pertama, tidak semua siswa memperhatikan
penjelasan guru karena jam pelajaran yang kurang tepat, yaitu pukul 15.35
– 16.55. Hal ini merupakan kebijakan dari sekolah akan adanya jam pagi
dan jam siang. Pikiran siswa pasti sudah tidak fokus dan hanya
memikirkan kapan bel tanda berakhir pelajaran berbunyi. Selain itu,
dalam memeragakan konsep untuk mengontruksi konsep persegi panjang
(Somatic), siswa masih harus mendapatkan bimbingan karena merasa
bingung dengan petunjuk dan masalah yang dipaparkan dalam LKS.
Kemudian dalam diskusi kelas, siswa masih belum lancar dalam
mengungkapkan pendapat dan kesimpulan dari pembelajaran. Hal ini
disebabkan siswa tidak terbiasa belajar berkelompok dan mengerjakan
LKS.
Pada pertemuan kedua, diskusi kelas (Auditory) tidak dapat
dilaksanakan karena waktu yang tersedia tidak mencukupi serta kesalahan
informasi mengenai jadwal pelajaran matematika dan peneliti juga harus
mengajar di kelas kontrol pada jam pelajaran sebelumnya, sehingga proses
pembelajaran di kelas eksperimen menjadi kurang maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan observer, dapat disimpulkan bahwa
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung sudah berjalan baik
74
meskipun pada pertemuan pertama dan kedua tidak terlalu maksimal.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.4.
B. Pembahasan
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis
Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa, model “SAVI” (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual) dalam
pembelajaran matematika merupakan salah satu alternatif yang dapat
diterapkan dalam proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini diperoleh
temuan-temuan yang didasarkan rumusan masalah yaitu penggunaan
model “SAVI” dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis.
Setelah dilakukan pembelajaran di kedua kelas selama tiga kali
pertemuan, terlihat bahwa kemampuan akhir pemecahan masalah
matematis siswa yang mendapat model pembelajaran “SAVI” lebih baik
daripada kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan rata-
rata hasil postes dengan skor maksimum ideal (SMI) sebesar 50, yaitu:
kelas eksperimen mengalami kenaikan sebesar 12,10 dan kelas kontrol
mengalami kenaikan sebesar 6,14. Dari hasil pretes dan postes
menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
kedua kelompok secara umum mengalami peningkatan, walaupun ada
75
beberapa siswa kelas kontrol yang tidak mengalami peningkatan skor (gain
nol).
Jika dilihat dari hasil pretes dan postes, maka kualitas peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat model
pembelajaran “SAVI” lebih baik daripada kualitas peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil pretes dan
postes kedua kelompok. Rata-rata hasil pretes dan postes kelas eksperimen
adalah 18.40 dan 30,50, sedangkan rata-rata pretes dan postes kelas
kontrol adalah 14,55 dan 20,69.
Untuk melihat seberapa besar peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang mendapat model pembelajaran “SAVI” dan
siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari rata-rata
gain ternormalisasi. Rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen adalah
0,42 dengan kriteria sedang dan rata-rata kelas kontrol adalah 0,17 dengan
kriteria rendah. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik jika
dibandingkan dengan kelas kontrol.
Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika dengan model “SAVI” ( Somatic,
Auditory, Visual, Intellectual) lebih baik daripada siswa yang memperoleh
76
pembelajaran kooperatif. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
D.
2. Respons Siswa terhadap Model ”SAVI”
Secara umum respons siswa terhadap matematika menunjukkan
sikap yang positif. Hal ini dapat dilihat dari minat/motivasi siswa terhadap
matematika dan siswa menganggap bahwa matematika bermanfaat dan
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan dengan belajar
matematika, mereka berlatih untuk memecahkan masalah.
Selanjutnya respons yang ditunjukkan siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan model “SAVI” adalah positif. Hal ini dikarenakan
hampir seluruh siswa berpendapat bahwa pembelajaran matematika
dengan model “SAVI” yang telah mereka ikuti menarik dan tidak
membosankan, berbeda dengan pembelajaran yang lain. Mereka juga
merasa senang karena terdapat diskusi kelompok yang menyebabkan
belajar lebih efektif dan memudahkan mereka dalam memahami konsep
matematika yang sedang dipelajari. Selain itu, sebagian besar siswa
berharap agar topik lain selain persegi panjang dan persegi diajarkan
dengan model ”SAVI”. Sehingga, secara umum respons siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan model ”SAVI” adalah positif.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E.7.
77
3. Deskripsi Pelaksanaan Model ”SAVI”
Berdasarkan data yang diperoleh dari observer, pelaksanaan
pembelajaran matematika dengan menggunakan model ”SAVI” berjalan
dengan baik dan cukup lancar. Walaupun banyak kendala yang dihadapi
oleh peneliti baik dalam penyusunan bahan ajar maupun dalam mengelola
kondisi kelas pada saat pembelajaran berlangsung. Meskipun pada
pertemuan pertama siswa terlihat bingung dengan apa yang harus mereka
kerjakan, tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa mulai memahami teknis
pembelajaran yang dilaksanakan. Adapun deskripsi dari setiap kegiatan
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Somatic
Kegiatan Somatic dilakukan dengan cara siswa memeragakan
konsep sambil mempelajarinya langkah demi langkah. Siswa dituntut
untuk mengerjakan tugas individual untuk mengonstruksi konsep
matematika. Pada setiap pertemuan, siswa diminta untuk membawa alat
tulis pribadi khususnya penggaris. Namun, pada kenyataannya pada
setiap pertemuan masih saja ada beberapa siswa yang tidak membawa
peralatan tersebut, sehingga menghambat proses pembelajaran.
Pada pertemuan pertama, siswa secara berkelompok mengerjakan
LKS untuk mengontruksi konsep persegi panjang. Karena belum
terbiasa dan kondisi pengetahuan awal mereka kurang, maka pada
pertemuan pertama siswa masih bingung dan hasil pekerjaannya masih
banyak yang kurang maksimal.
Aktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan
dilihat pada
b. Auditory
Kegiatan
kelompok, mereka mengajukan dan menjawab pertanyaan
pada pertemuan pertama
pendapat ketika diskusi kelas
pembelajaran seperti ini
Aktivitas
pertemuan pertama siswa masih bingung dan hasil pekerjaannya masih
banyak yang kurang maksimal.
ktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan
dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Kegiatan auditory dilakukan dengan cara siswa berdiskusi dalam
kelompok, mereka mengajukan dan menjawab pertanyaan
pada pertemuan pertama mereka belum lancar dalam mengungkapkan
pendapat ketika diskusi kelas karena belum terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini. Namun pada umumnya semua siswa aktif
Gambar 4.1 Aktivitas Siswa pada saat melakukan kegiatan
78
pertemuan pertama siswa masih bingung dan hasil pekerjaannya masih
ktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan somatic dapat
dilakukan dengan cara siswa berdiskusi dalam
kelompok, mereka mengajukan dan menjawab pertanyaan. Akan tetapi,
lancar dalam mengungkapkan
karena belum terbiasa dengan
pada umumnya semua siswa aktif
iswa pada saat melakukan kegiatan Somatic
karena kelompok terbaik mendapatkan
mengakibatkan antusias
Aktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan
dilihat pada
c. Visual
Kegiatan
menggambar, mengamati dan mendemontrasikan alat peraga.
pertemuan pertama, siswa
yang harus mereka gunakan untuk mengerjakan LKS sehingga guru
dalam hal ini peneliti
Pada pertemuan ketiga, antusiasme siswa lebih tinggi
mereka dapat
menghitung luas serta menghitung keliling gambar berbentuk persegi
panjang dengan benang kasur
Contoh alat peraga
dilihat pada
Aktivitas
karena kelompok terbaik mendapatkan reward,
kibatkan antusiasme siswa dalam berdiskusi cukup tinggi.
Aktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan
dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini:
Kegiatan visual dilakukan dengan cara siswa melihat,
menggambar, mengamati dan mendemontrasikan alat peraga.
pertemuan pertama, siswa masih merasa bingung dengan alat peraga
yang harus mereka gunakan untuk mengerjakan LKS sehingga guru
dalam hal ini peneliti, harus membimbing mereka dengan sepenuh hati.
Pada pertemuan ketiga, antusiasme siswa lebih tinggi
mereka dapat memasang puzzle persegi panjang dan persegi
menghitung luas serta menghitung keliling gambar berbentuk persegi
panjang dengan benang kasur.
ontoh alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini
dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.2 Aktivitas Siswa pada saat melakukan kegiatan
79
reward, sehingga
siswa dalam berdiskusi cukup tinggi.
Aktivitas siswa pada saat melakukan kegiatan Auditory dapat
dilakukan dengan cara siswa melihat,
menggambar, mengamati dan mendemontrasikan alat peraga. Pada
merasa bingung dengan alat peraga
yang harus mereka gunakan untuk mengerjakan LKS sehingga guru,
membimbing mereka dengan sepenuh hati.
Pada pertemuan ketiga, antusiasme siswa lebih tinggi karena
persegi panjang dan persegi untuk
menghitung luas serta menghitung keliling gambar berbentuk persegi
yang digunakan dalam penelitian ini dapat
iswa pada saat melakukan kegiatan Auditory
80
d. Intellectual
Kegiatan Intellectual dilakukan dengan cara siswa mengerjakan
latihan soal yang diberikan secara individu. Soal-soal yang diberikan
merupakan soal-soal kontekstual yang tidak rutin.
Secara umum, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model ”SAVI” adalah alokasi
waktu yang kurang mencukupi khususnya pada kegiatan Somatic dan
Intellectual karena pada kegiatan ini masing-masing siswa dituntut
untuk mengerjakan sendiri dan memerlukan kondisi yang tenang untuk
lebih berkonsentrasi.
4. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran kooperatif
Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif, guru melakukan
pembelajaran dengan langkah-langkah mirip seperti pada model ”SAVI”
tetapi alat peraga dan diskusi kelas ditiadakan.
Gambar 4.3 Alat Peraga
81
Jika dibandingkan dengan pembelajaran model ”SAVI”, aktivitas
siswa cenderung pasif karena siswa tidak menggunakan alat peraga dalam
mengontruksi materi. Tetapi di sini justru diharapkan timbul kreativitas
siswa agar mereka dapat menyelesaian LKS dengan lebih mudah.
Kemudian, diskusi kelas juga ditiadakan, sehingga pembelajaran tidak
maksimal. Hal ini yang menyebabkan pembelajaran matematika dengan
model ”SAVI” lebih baik daripada pembelajaran kooperatif.