58313531-Bab-III-Bar4

52
BAB III DASAR TEORI III.1. Pembongkaran (Loosening) Pembongkaran atau pemboran (loosening/breaking) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk membebaskan batuan atau endapan bijih dari batuan induknya yang bersifat massive. Untuk melakukan pembongkaran tersebut diperlukan alat-alat yang sesuai. Dengan kondisi material yang akan dilakukan pembongkaran. Pemilihan alat-alat tersebut tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut : 1. Teknis, seperti tingkat kekerasan batuan dan lokasi batuan. 2. Ekonomis, misalnya biaya yang dikeluarkan untuk pembongkaran. III-1

Transcript of 58313531-Bab-III-Bar4

Page 1: 58313531-Bab-III-Bar4

BAB III

DASAR TEORI

III.1. Pembongkaran (Loosening)

Pembongkaran atau pemboran (loosening/breaking) adalah

serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk membebaskan batuan atau

endapan bijih dari batuan induknya yang bersifat massive.

Untuk melakukan pembongkaran tersebut diperlukan alat-alat yang

sesuai. Dengan kondisi material yang akan dilakukan pembongkaran.

Pemilihan alat-alat tersebut tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut :

1. Teknis, seperti tingkat kekerasan batuan dan lokasi batuan.

2. Ekonomis, misalnya biaya yang dikeluarkan untuk pembongkaran.

3. Lingkungan hidup, misalnya pemilihan alat yang relatif lebih sedikit

menimbulkan polusi udara atau air.

III.1.1 Alat-alat pembongkaran

Beberapa alat yang digunakan untuk melakukan pembongkaran

batuan atau endapan bijih yang lunak yaitu : power shovel, back hoe,

bucket wheel excavator, power scrapper, calm shell, shovel dozer,

shovel loader, track loader, grab loader, wheel loading, monitor

(giant), dan kapal keruk (dredge). .

III-1

Page 2: 58313531-Bab-III-Bar4

III-2

III.1.2 Bulldozer

Alat ini merupakan alat dorong atau alat gusur yang kuat serta

dapat banyak membantu pekerjaan alat-alat muat. Ditinjau dari segi

pergerakan ada dua macam bulldozer, yaitu:

a. Bulldozer yang memakai roda karet.

b. Bulldozer yang memakai rantai.

Ditinjau dari segi pergerakan bilahnya ada dua macam Bulldozer,

yaitu:

a. Bulldozer yang bilahnya digerakkan dengan tenaga hidrolik.

b. Bulldozer yang bilahnya digerakkan kabel.

Kemampuan Bulldozer sangant beraneka ragam, antara lain:

a. Pembebanan atau penebasan (clearing).

b. Merintis (Pioneering).

c. Gali angkut jarak pendek.

d. Menyebarkan matrial.

e. Meimbun kembali (backfilling).

Pada Bulldozer, untk menghitung produktivitasnya berdasarkan

pada kapasitas bilah Bulldozer tersebut dibagi dengan jarak kerja

percepatan maju dan percepatan mundur, sehingga menghasilkan

waktu yang diperlukan bulldozer tersebut untuk maju dan mundur, dan

ditambahkan dengan waktu tetap. Untuk mengurangi ketidaktepatan

dalam perhitungannya, perhitungan produktivitas bulldozer juga

Page 3: 58313531-Bab-III-Bar4

III-3

memperhatikan faktor koreksi (FK). Untuk memperkirakan

produktivitas Bulldozer dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana :

P = Produktivitas Bulldozer (m3 /jam)

KB = Kapasitas bilah (m3)

FK = Faktor Koreksi

J = Jarak kerja (m)

F = Kecepatan maju (m/menit)

R = Kecepatan mundur (m/menit)

Z = Waktu tetap (menit)

III.1.3 Pemboran (Drilling) dan Peledakkan (Blasting)

Pemboran dan peledakan merupakan aktivitas penambangan yang

bertujuan untuk memberaikan material overburden lapisan batubara

yang keras. Proses ini dilakukan terutama pada lapisan batu pasir

(sandstone) dan batu andesit

1. Pemboran (drilling)

Dalam suatu kegiatan penambangan, pembongkaran batuan

umumnya dilakukan dengan cara peledakan, dimana peledakan

Page 4: 58313531-Bab-III-Bar4

III-4

tersebut dimulai dengan melakukan pemboran, yaitu pada lubang-

lubang bor sebagai tempat memasukkan bahan peledak.

Kegiatan pemboran ini, ada beberapa faktor yang diperhatikan,

yaitu:

1.a Jenis batuan yang diledakkakan

Jenis batuan yang akan diledakkan menentukan pemilihan jenis

alat bor, antara lain batuan yang dipecahkan oleh tumbukan

(percussive) atau batuan dipecahkan oleh kekuatan baji dari

daya tekan yang terus menerus (Rotary crushing) digunakan

untuk batuan yang keras sedangkan rotary cutting (batuan

dipotong atau digerus) digunakan untuk batuan sedimen.

1.b Ukuran lubang bor, faktor yang penting dalam menentukan

ukuran (diameter) lubang ledak adalah besarnya produksi yang

diinginkan. Diameter yang lebih besar akan laju produksi yang

tinggi namun tetap memperhatikan batasan getaran yang

diizinkan terutama peledakan pada tambang bawah tanah.

1.c Kondisi lapangan, sangat mempengaruhi pemilihan peralatan

yang dipakai. Pada tambang terbuka lebih memungkinkan

untuk memilih peralatan bor yang besar dan berat karena cukup

mudah dalam operasi, apabila dibandingkan dengan tambang

bawah tanah.

Page 5: 58313531-Bab-III-Bar4

III-5

1.d Peraturan atau undang-undang setempat, pekerjaan di daerah

kota dekat gedung atau bangunan serta pada tambang bawah

tanah akan dipengaruhi oleh spesifik tentang getaran akibat

peledakan yang diizinkan. Hal ini akan membatasi pula jumlah

muatan perlubang ledak. Untuk memenuhi ketentuan diatas

maka dipakai lubang bor berdiameter lebih kecil.

1.e Ketinggian jenjang adalah parameter yang dihubungkan

dengan ukuran-ukuran lainnya. Tinggi jenjang dapat

ditentukan lebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau

tinggi jenjang ditentukan setelah mempertimbangkan aspek-

aspek lainnya. Tinggi jenjang maximum ditentukan pula oleh

peralatan bor yang tersedia, misalnya panjang batang bor (drill

rod) dan ukuran alat bor (rock drill). Dalam hal lubang ledak

dengan diameter besar, maka pertimbangan yang dipakai untuk

menentukan tinggi jenjang adalah factor keselamatan kerja,

yaitu mencegah batuan longsor dari permukaan jenjang.

a) Pola pemboran (Drill Pattern)

Pola pemboran adalah pengaturan letak-letak lubang tembak

atau rangkaian-rangkaian lubang bor pada permukaan tanah.

Ada beberapa macam pola pemboran yang umum dipakai

pada tambang terbuka, yaitu :

Page 6: 58313531-Bab-III-Bar4

III-6

a.1 Pola pemboran paralel (Paralel pattern)

i. Pola Bujur sangkar (Square pattern)

ii. Pola persegi panjang (Rectangular pattern)

a.2 Pola pemboran zig-zag

Macam-macam pola pemboran dapat dilihat pada (Gambar

3.1 dan 3.2).

GAMBAR 3.1

SQUARE DAN RECTANGULAR DRILL PATTERN

GAMBAR 3.2

PEMBORAN ZIG-ZAG

Page 7: 58313531-Bab-III-Bar4

III-7

b) Arah Pemboran (Drill Direction)

Ada dua cara penentuan arah dalam membuat lubang bor

pada tambang terbuka, yaitu mengebor dengan lubang bor

miring atau lubang bor tegak lurus (Gambar 3.3)

GAMBAR 3.3

ARAH PEMBORAN TEGAK DAN PEMBORAN MIRING

Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing arah

pemboran adalah :

Untuk lubang tembak tegak (vertikal)

Keuntungannya :

1. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih

pendek jika dibandingkan dengan lubang ledak miring.

2. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.

Page 8: 58313531-Bab-III-Bar4

III-8

3. Lebih mudah dalam pengerjaannya.

Kerugiannya :

1. Penghancuran sepanjang lubang tidak merata.

2. Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama

didaerah stemming.

3. Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang (toe).

4. Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang

(backbreak) dan getaran tanah.

Untuk lubang tembak miring

Keuntungannya :

1. Bidang bebas yang terbentuk semakin besar.

2. Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus.

3. Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan

jenjang yang dihasilkan lebih rata.

4. Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.

5. Hasil tumpukan (much pile shape) yang lebih bagus.

Kerugiannya :

1. Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang

sama antar lubang.

2. Biaya operasi semakin meningkat.

Sulit melakukan pemboran secara akurat khususnya bila

mengebor lebih dalam. Pada kegiatan pemboran dilakukan

Page 9: 58313531-Bab-III-Bar4

III-9

pengamatan kemampuan produksi (produktivitas) alat bor.

Untuk menghitung kemampuan produksi alat bor tersebut

maka harus dihitung kecepatan pemboran, effisiensi kerja alat

dan volume setara.

1. Kecepatan Pemboran

Kecepatan pemboran kedalaman tertentu adalah sebagai

berikut:

Vt = (H / Ct) X 60 menit

Dimana :

Vt = Kecepatan pemboran (m/menit)

H = Kedalaman lubang bor (m)

Ct = Waktu edar alat bor (menit)

Waktu yang diperlukan untuk satu siklus adalah sebagai

berikut :

Ct = Mt + Pt + Bt + St + Lt + Ht

Dimana :

Ct = Waktu untuk salu kali aktivitas pemboran dengan

kedalaman tertentu (menit).

Mt = Waktu untuk mengambil posisi (menit).

Pt = Waktu untuk mencari titik lubang pemboran (menit)

Bt = Waktu untuk membor (menit)

St = Waktu untuk menambah batang bor (menit)

Page 10: 58313531-Bab-III-Bar4

III-10

Lt = Waktu untuk mengangkat dan melepas batang bor

(menit)

Ht = Waktu untuk mengatasi hambatan saat pemboran

(menit)

2. Volume Setara (Equivalent Volume)

Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan

setiap meter atau feet kedalaman lubang bor setara dengan

sejumlah volume batuan atau berat batuan yang diledakkan,

dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft atau ton/m, ton/ft.

Volume setara sangat berguna untuk memperkirakan

kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk pembuatan

lubang tembak.

Dimana :

Veq = Volume setara (m3/meter) atau (ton/meter)

W = Berat batuan yang diledakkan (ton)

= A x L

A = Luas daerah yang akan diledakkan (m2)

L = Tinggi jenjang (meter)

n = jumlah lubang bor

Page 11: 58313531-Bab-III-Bar4

III-11

H = Kedalaman lubang bor (meter)

a. Effisiensi Peledakan

Merupakan perbandingan antara kedalaman lubang bor

yang dapat dicapai secara nyata dalam waktu kerja yang

tersedia terhadap kedalaman lubang bor yang seharusnya

dapat diperoleh dalam waktu kerja yang dinyatakan

dalam persen.

Dimana :

Ef = Effisiensi pemboran (%)

F = Kedalaman total pemboran (m)

Fi = Kedalaman yang seharusnya (m)

b. Produksi Mesin Bor

Produksi mesin bor dapat dihitung dengan formula

sebagai berikut:

Dimana :

P = Produksi mesin bor (m3/jam)

Vt = Kecepatan pemboran (m/menit)

P = Vt x Veq x Ef x 60

Page 12: 58313531-Bab-III-Bar4

III-12

Veq = Volume setara (m3/menit)

E = Effisiensi pemboran (%)

2. Peledakan

Kegiatan peledakan bertujuan untuk memberaikan batuan dari

batuan induknya. Dalam melaksanakan peledakan ini kita harus

memperhatikan hal-hal dibawah ini.

a. Peralatan Peledakan

Peralatan peledakan adalah semua bahan atau alat-alat yang

dapat digunakan lebih dari satu kali pemakaian dalam

operasional peledakan, antara lain :

a.1 Blasting Machine (Exploder)

Exploder adalah mesin ledak yang berfungsi sebagai

penghasil atau penyimpanan arus listrik untuk meledakkan

detonator dan bahan peledak.

a.2 Circuit tester (Blasting Ohmmeter)

Blasting ohmmeter adalah alat yang berfungsi untuk

mengetes rangkaian peledakan.

a.3 Leading Wire

Kabel utama yang berasal dari sumber tenaga listrik

berhubungan dengan Connecting Wire pada rangkaian

peledakan.

Page 13: 58313531-Bab-III-Bar4

III-13

a.4 Tongkat

Tongkat yang terbuat dari kayu dengan diameter 3 cm dan

panjang lebih dari kedalaman lubang bor. Fungsi dari alat ini

adalah untuk membantu dalam pengontrolan lubang tembak

sebelum diisi dengan bahan peledak.

b. Perlengkapan Peledakan

Perlengkapan peledakan adalah semua bahan atau alat-alat

yang hanya dapat digunakan untuk satu kali peledakan, antara

lain :

b.1 Detonator Listrik

Detonator listrik adalah peledak awal yang berfungsi untuk

meledakkan sumbu ledak bahan peledak. Detonator listrik

dapat meledak karena adanya arus listrik.

b.2 Leg Wire

Leg wire adalah kabel yang terdapat pada setiap

detonator yang berfungsi untuk menghubungkan kedua

ujung rangkaian peledakan dan dihubungkan ke sumber

arus listrik pada Blasting Machine.

b.3 Connecting Wire

Connecting wire adalah kabel penghubung yang digunakan

untuk menyambung antara kabel detonator yang satu

Page 14: 58313531-Bab-III-Bar4

III-14

dengan yang lainnya dalam satu rangkaian peledakan atau

menyambung leg wire yang terlalu pendek.

c. Geometri Peledakan

Keberhasilan kegiatan peledakan dapat dilihat dari

ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan. Oleh karena itu

untuk mendapatkan ukuran fragmentasi yang cocok maka kita

harus dapat melakukan modifikasi terhadap geometri

peledakan. Geometri peledakan ini terdiri dari :

c.1 Burden

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang

bebas yang terdekat, dan arah dimana perpindahan getaran

gelombang ledak akan terjadi. Untuk menghitung burden

dapat digunakan formula berikut :

Kb = Kb std x AF1 x AF2

Dimana :

Kb = Nisbah burden yang telah dikoreksi (burden

ratio)

Kb std = Nisbah burden standar (30)

AF1 = faktor penyesuaian terhadap bahan peledak

= [(SG x Ve2)/(SG std x V std2)]1/3

SG = Specifik gravity bahan peledak yang digunakan

Ve = Kecepatan ledak bahan peledak yang digunakan

Page 15: 58313531-Bab-III-Bar4

III-15

SG std = Specific gravity bahan peledak standar (1,2)

Ve std = Kecepatan ledak bahan peledak standar

(12.000 fps)

AF2 = Faktor penyesuaian kerapatan batuan

= (D std / D)1/3

D std = Kerapatan batuan standar (160 lb/cuft)

D = Kerapatan batuan yang akan diledakkan

Maka :

c.2 Spacing

Spacing merupakan jarak terdekat antara dua lubang

tembak yang berdekatan dalam satu baris. Berikut ini

formulasi untuk menentukan spacing :

S = Ks x B

Dimana :

S = Spacing ( meter )

B = Burden ( meter )

Ks = 1,0 – 2,0

c.3 Stemming

Stemming merupakan tempat material penutup didalam

lubang bor diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi

Page 16: 58313531-Bab-III-Bar4

III-16

stemming supaya tidak terjadi stress balance dan untuk

mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan

batuan dengan kekuatan yang besar. Ukuran stemming

yang dibutuhkan tergantung pada jarak burden. Berikut ini

formulasi untuk menentukan stemming :

T = Kt x B

Dimana :

T = Stemming ( meter )

B = Burden ( meter )

Kt = 0,5 – 1,0

c.4 Subdrilling

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di

bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang

dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang

dihasilkan rata. Tujuan adanya subdrilling ini agar batuan

dapat meledak secara full face sesuai dengan yang

diharapkan dan untuk menghindari toe. Secara teoritis

subdrilling dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

J = Kj x B

Dimana :

J = Subdrilling (m)

B = Burden (m)

Page 17: 58313531-Bab-III-Bar4

III-17

Kj = 0,2 – 0,5

c.5 Kedalaman Lubang Bor

Pada prinsipnya kedalaman lubang bor tidak boleh lebih

kecil daripada burden. Hal ini untuk menghindari over

break. Kedalaman lubang bor sangat erat hubungannya

dengan diameter lubang bor. Untuk menghitung

kedalaman lubang bor dapat digunakan formula sebagai

berikut :

H = Kh x B

Dimana :

H = Kedalaman lubang bor (m)

B = Burden (m)

Kh = 1,4 – 4

c.6 Tinggi Kolom Isian Bahan Peledak (PC)

Tinggi kolom isian bahan peledak merupakan selisih

antara kedalaman lubang ledak dengan stemming. Dapat

ditulis dengan formula berikut :

PC = H – T

Dimana :

PC = Tinggi kolom isian bahan peledak (m)

H = Kedalaman lubang ledak (m)

Page 18: 58313531-Bab-III-Bar4

III-18

T = Stemming (m)

d. Distribusi Bahan Peledak

Agar sedapat mungkin seluruh energi bahan peledak pada

saat peledakan dapat dimanfaatkan secara maksimal mungkin

untuk sejumlah massa batuan yang diledakkan, maka distribusi

bahan peledak didalam lubang bor merupakan faktor penting

dalam keberhasilan suatu peledakan.

1. Berat Bahan Peledak Dalam Lubang Ledak

Berat bahan peledak dalam kolom isian bahan peledak

merupakan fungsi dari density bahan peledak, diameter

bahan peledak dan panjang kolom isian bahan peledak.

Berat bahan peledak tersebut (loading faktor) dapat dihitung

dengan formula berikut ini :

E = PC x de

Dimana :

E = Berat bahan peledak setiap lubang ledak

PC = Panjang kolom isian bahan peledak (m)

de = 0,34 x De2 x SG x 1,48

De = Diameter lubang ledak (inchi)

SG = Specific gravity bahan peledak

1,48 = Konversi lbs/ft menjadi kg/m

Page 19: 58313531-Bab-III-Bar4

III-19

2. Powder Factor

Powder factor adalah suatu bilangan untuk menyatakan

jumlah material yang diledakkan atau dibongkar oleh

sejumlah tertentu bahan peledak. Istilah lain dari powder

factor adalah specific charge weight, beberapa cara dalam

menentukan powder faktor adalah sebagai berikut :

a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan

(kg/m3).

b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan

(kg/ton).

c. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg).

d. Volume batuan per berat batuan yang diledakkan

(m3/kg).

Perhitungan powder factor menurut R.L. Ash dalam

buku “The Mechanics of Rock Breakage” diformulasikan

sebagai berikut:

Pf = W / E

Dimana :

Pf = Powder factor (ton/lb)

W = Jumlah batuan atau material yang diledakkan (ton)

W = A x L x Dr

A = Luas daerah yang diledakkan

Page 20: 58313531-Bab-III-Bar4

III-20

L = Tinggi jenjang (ft)

Dr = Material density ratio

Dr = 0,0312 x SG

E = Berat bahan peledak

E = De x Pc x n

De = Loading density

Pc = Panjang muatan dari sebuah lubang tembak (ft)

N = Jumlah lubang bor

e. Sistem Peledakan

Sistem Peledakan untuk lubang ledak ada dua macam, yaitu :

e.1 Peledakan dengan meledakkan secara serentak antara

lubang-lubang ledak. Sistem peledakan ini menggunakan

instantaneous detonator.

e.2 Peledakan yang dilakukan secara beruntun, dengan

menggunakan delay detonator nomor 1 sampai 10,

sehingga antara lubang-lubang ledak terdapat selang waktu

peledakan.

f.. Rangkaian Peledakan

Rangkaian peledakan adalah susunan rangkaian arus listrik

untuk suatu operasi peledakan. Pada rangkaian peledakan perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

f.1 Pemilihan serta penempatan rangkaian peledakan.

Page 21: 58313531-Bab-III-Bar4

III-21

f.2 Hubungan-hubungan antara kawat sambungan.

f.3 Menghitung tenaga listrik yang dibutuhkan untuk

peledakan yang aman.

f.4 Mengawasi dan mengatur aliran listrik yang akan disusun.

Penyusunan rangkaian peledakan dilakukan dalam

beberapa susunan yaitu susunan seri, susunan parallel,

susunan kombinasi .

g. Pola Peledakan

Pola peledakan adalah pengaturan dari lubang tembak yang

mana akan diledakkan dahulu (dalam satu baris) dan baris

mana meledak kemudian, yang menentukan disini hanya

pada pemakaian delay detonator-nya. Ada dua pola (cara)

peledakan yang umum digunakan, yaitu :

g.1 Simultanious blasting

Simultanious blasting adalah peledakan dimana seluruh

lobang tembak yang ada diledakkan secara serentak.

g.2 Delay blasting

Delay blasting adalah peledakan secara beruntun perbaris

sesuai dengan nomor delay yang dipakai. Untuk lobang

tembak yang memakai nomor delay yang lebih kecil akan

meledak terlebih dahulu. Jadi pengaturan delay pada

lubang tembak dapat disebut pola peledakan. Ada beberapa

Page 22: 58313531-Bab-III-Bar4

III-22

keuntungan dengan menggunakan metode delay blasting,

yaitu :

i. Arah dari lemparan batuan/material dapat dikontrol.

ii. Adanya kemungkinan untuk mengurangi getaran-

getaran dari peledakan.

iii. Mengurangi kemungkinan terjadinya fly rock

i.v Mengurangi kemungkinan terjadinya toe (tonjolan-

tonjolan pada permukaan akibat hasil peledakan)

Berdasarkan cara/karakteristik peledakan, bahan peledak

dibagi menjadi tiga golongan :

1. Low Explossive

Ciri-ciri peledakannya adalah sebagai berikut :

a. Reaksi peledakan relatif lambat

b. Tidak seluruhnya bahan yang ada berubah dari fase padat

menjadi fase gas, yang menimbulkan tekanan dan

temperature yang tinggi.

c. Hanya menghasilkan proses pembakaran yang relatif lambat

(deflagration) dan tidak menghasilkan getaran gelombang

kejut (shockware).

2. High Explossive

Ciri-ciri peledakannya sebagai berikut :

Page 23: 58313531-Bab-III-Bar4

III-23

a. Reaksi peledakannya relatif lebih cepat daripada low

explosive.

b. Semua bahan peledak berubah menjadi fase gas.

c. Menghasilkan proses propagasi yaitu perubahan daripada

gelombang getaran melalui bahan peledak yang diikuti

dengan reaksi kimia yang menyediakan energi untuk

kelanjutan propagasi secara stabil.

3. Permissible Explossive

Ciri-ciri peledakannya adalah sebagai berikut :

a. Api peledakannya kecil dan peledakan berlangsung singkat.

b. Temperatur peledakannya relatif lambat

c. Tidak menghasilkan gas beracun.

III.2. Pemuatan (Loading)

Pemuatan (Loading) adalah suatu pekerjaan yang dilakukan untuk

mengambil dan memuat material kedalam suatu alat angkut, alat-alat muat ada

beberapa macam, yaitu :

III.2.1 Excavator

Pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan oleh excavator antara lain :

1. Menggali di lereng bukit

2. Memuat material ke alat angkut

Page 24: 58313531-Bab-III-Bar4

III-24

3. Membuang tanah penutup ke bagian belakang yang daerahnya

sudah kosong (filling digging method)

4. Menggali, mengangkat dan melepaskan material ke atas hopper,

grizzly, bin dan sebagainya

Produktivitas excavator tergantung dari beberapa hal, yaitu :

1. Keadaan material

2. Keadaan lapangan atau tempat kerja

3. Efisiensi alat myat dan alat angkut serta keserasian kedua alat

tersebut

4. Pengalaman operator

5. Kondisi kerja

6. Keadaan fisik alat

7. Kedalaman penggalian.

Untuk menghitung produktivitasnya berdasarkan pada kapasitas

penuh bucket excavator tersebut dibagi dengan waktu edar atau cycle

time (Ct) yang dihitung dari mulai excavator tersebut menggali

batubara, swing dalam keadaan berisi, memuat, hingga excavator

tersebut swing kembali dalam keadaan kosong. Untuk mengubah hasil

produksi dari satuan Lcm ke dalam satuan Bcm, maka harus dikalikan

dengan densitas batubara (). Untuk mengurangi ketidaktepatan dalam

perhitungannya, perhitungan produktivitas bulldozer juga

memperhatikan Faktor Koreksi (FK) yang meliputi faktor bucket,

Page 25: 58313531-Bab-III-Bar4

III-25

faktor pengembangan material, faktor efisiensi waktu, faktor efisiensi

kerja dan faktor efisiensi operator. Untuk memperkirakan

produktivitas excavator dapat digunakan formula sebagai berikut:

3600Qo = ___________ x A x x FK

Ct

Dimana :

Qo = Produktivitas optimal (Bcm/jam)

Ct = Cycle time (detik)

A = Bucket heaped capacity (m³)

= Densitas batubara (Bcm/m3)

FK = Faktor koreksi, terdiri dari :

1. Fk 1 = faktor bucket

2. Fk 2 = faktor pengembangan material

3. Fk 3 = faktor efisiensi waktu

4. Fk 4 = faktor efisiensi kerja

5. Fk 5 = faktor efisiensi operator

III.3 Pengangkutan (Hauling)

Pengangkutan (hauling) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan

untuk mengangkut material (bijih/batubara) dari suatu tempat (tambang) ke

tempat lain (penimbunan/stockpile). Alat angkut ada bermacam-macam,

diantaranya.

Page 26: 58313531-Bab-III-Bar4

III-26

1. Truck

2. Lori + lokomotif

3. Conveyor : belt conveyor, shaking conveyor

4. Cable way

5. Skip

6. Cage

7. Pipa + pompa

8. Power scrapper

9. Tongkang + kapal tunda, kapal bijih (ore ship)

Dump Truck merupakan alat angkut yang banyak dipakai untuk

mengangkut material-material seperti tanah, endapan bijih, batuan untuk

bangunan dan lain-lain pada jarak dekat sampai sedang. Karena kecepatannya

relatif tinggi (kalau jalur jalan baik), maka dump truck memiliki produksi yang

tinggi sehingga ongkos angkut per ton material menjadi rendah. Dump truck

juga cukup fleksibel, artinya dapat dipakai untuk mengangkut bermacam-

macam barang dengan muatan yang bentuk dan jumlahnya beraneka ragam dan

tidak tergantung dengan jalur jalan (dibanding dengan lori atau dengan belt

conveyer). Kemiringan jalan atau tanjakan dapat dilalui dengan baik berkisar

antara 7 % – 10 %.

III.4 Blending Batubara

Page 27: 58313531-Bab-III-Bar4

III-27

Blending batubara merupakan proses penyempurnaan antara dua jenis

batubara atau lebih dengan proporsi perbandingan dan metode yang telah

ditentukan dimana pencampuran tersebut juga melibatkan sifat-sifat kimia dari

bahan-bahan pencampur, sehingga memperoleh hasil yang berbeda dari bahan

campur semula. Tujuan dilakukan blending adalah untuk mendapatkan kualitas

batubara yang sesuai dengan standar permintaan pasar dari kualitas batubara

yang tidak memenuhi spesifikasi konsumen atau untuk mengefisiensikan

kuantutas batubara secara optimal.

III.4.1 Metoda blending

Adapun metode blending yang dimaksud, yaitu:

1. Pelaksanaan blending dengan stacker reclamer yang dilakukan di

stockpile. Pelaksanaan blending tersebut dikelompokkan menjadi

menjadi dua bagian, yaitu:

2. Stocking pada blending bed

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat membuat

tumpukan yang sekaligus membentuk formasi blending:

a. Roof Type Stockpile (Cevron Method)

Pada saat pencurahan batubara ke stockpile diusahakan untuk

membuat atap lapisan (Gambar3.4)

Page 28: 58313531-Bab-III-Bar4

III-28

GAMBAR 3.4

ROOF TYPE STOCKPILE

b. Lyne-Type Stocpilling

Mettode ini membentuk susunan seperti batubara, karena rumit

dan mahal, maka metode ini jarang dilaksanakan (Gambar3.5).

GAMBAR 3.5

LINE TYPE STOCKPILLING

c. Areal Stocpilling

Page 29: 58313531-Bab-III-Bar4

III-29

Material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis

secara horizontal dimana setiap perlapisan diratakan dahulu

baru kemudian dicurahkan lapisan lain. (Gambar 3.6)

GAMBAR 3.6

AREAL STOCKPILLING

d. Axial Stockpilling

Pencurahan material dilakukan dengan menggeser posisi

curahan lebih tinggi. (Gambar 3.7)

GAMBAR 3.7

AXIAL STOCKPILLING

e. Continous stockpilling

Page 30: 58313531-Bab-III-Bar4

III-30

Ukuran material tumpukan yang dicurahkan relatif sama tinggi

dan berjajar kesamping. (Gambar 3.8)

GAMBAR 3.8

CONTINOUS STOCKPILLING

f. Alternate Stockpilling

Material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak

tertentu, lapisan selanjutnya dicurahkan secara bergantian

sehingga bertemu ditengah. (Gambar 3.9)

GAMBAR 3.9

ALTERNATE STOCKPILLING3. Reclaiming pada Stockpile

Page 31: 58313531-Bab-III-Bar4

III-31

Timbunan di Stockpile akan di-reclaiming (ambil kembali) dari

bagian yang paling ujung dengan menggunakan scrapper.

a. Metode blending yang sesuai dengan kondisi stockpile

Metode ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi tumpukan

bahan blending yang ada di stockpile dan akan berpengaruh juga

terhadap kerja alat-alat bantu. Adapun peralatan yang digunakan

antara lain: buldozer, backhoe, shovel.

a.1 Metode Silang

Jika posissi dua tumpukan bahan blending berdekatan, sehingga

tidak terdapat bahan bebas diantara tumpukan tersebut. (Gambar

3.10)

GAMBAR 3.10

METODE SILANG

i. Metode Garis Berlapis

Page 32: 58313531-Bab-III-Bar4

III-32

Metode ini cocok untuk kondisi dua tumpukan bahan yang

saling berjauhan dan diantara dua tumpukan tersebut terdapat

lahan bebas. Alat yang digunakan adalah dua buah bulldozer.

(Gambar 3.11)

GAMBAR 3.11

METODE GARIS BERLAPIS

ii. Metode Tumpah Dorong

Metode ini digunakan untuk batubara yang berasal dari front

dengan menggunakan damp truck. Dalam pelaksanaan perlu

dilakukan koordinasi pengangkutan batubara dari front. Alat

yang dibutuhkan dua buah bulldozer. Cara kerja bulldozer

hampir sama dengan garis berlapis. Namun untuk metode ini

buldozer bergerak dengan arah yang sama (Gambar 3.12).

Page 33: 58313531-Bab-III-Bar4

III-33

GAMBAR 3.12

METODE TUMPAH DORONG

iii. Metode Curah Langsung

Alat yang digunakan adalah dua alat penumpah (backhoe atau

shovel), apron feeder (hopper yang dimodifikasi) dan satu

conveyor. Apron feeder harus dikonstruksi sedemikian rupa

sehingga debit batubara yang keluar dapat diatur.

Cara kerja:

Dua alat penumpah batubara masing-masing menumpaahkan

batubara ke apron feeder yang berlaainan setelah kedua apron

feeder penuh maka apron feeder satu dibuka dengan aturan

debit tertentu, baru seteleh batubara mengalir sampai dengan

apron feeder dan dibuka sesuai dengan proporsi yang

diharapkan.

Page 34: 58313531-Bab-III-Bar4

III-34

GAMBAR 3.13

SITUASI STOCKPILE DENGAN APRON FEEDER

iv. Metode Dua Conveyor

Dengan metode ini harus dipisahkan dua lahan untukk

kualitas yang berbeda sebagai bahan blending. Beberapa hal

yang harus diperhatikan:

- Kecepetan conveyor satu dan conveyor dua harus sama.

- Apron feeder satu dan apron feeder dua harus dikonstruksi

seperti metode curah langsung.

- Curahan conveyor satu dan conveyor dua harus bertabrakan

pada posisi curahan agak lurus.

Page 35: 58313531-Bab-III-Bar4

III-35

GAMBAR 3.14

SITUASI STOCKPILE DENGAN DUA CONVEYOR

(TAMPAK ATAS)