58313531-Bab-III-Bar4
-
Upload
akbarullah -
Category
Documents
-
view
17 -
download
3
Transcript of 58313531-Bab-III-Bar4
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Pembongkaran (Loosening)
Pembongkaran atau pemboran (loosening/breaking) adalah
serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk membebaskan batuan atau
endapan bijih dari batuan induknya yang bersifat massive.
Untuk melakukan pembongkaran tersebut diperlukan alat-alat yang
sesuai. Dengan kondisi material yang akan dilakukan pembongkaran.
Pemilihan alat-alat tersebut tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut :
1. Teknis, seperti tingkat kekerasan batuan dan lokasi batuan.
2. Ekonomis, misalnya biaya yang dikeluarkan untuk pembongkaran.
3. Lingkungan hidup, misalnya pemilihan alat yang relatif lebih sedikit
menimbulkan polusi udara atau air.
III.1.1 Alat-alat pembongkaran
Beberapa alat yang digunakan untuk melakukan pembongkaran
batuan atau endapan bijih yang lunak yaitu : power shovel, back hoe,
bucket wheel excavator, power scrapper, calm shell, shovel dozer,
shovel loader, track loader, grab loader, wheel loading, monitor
(giant), dan kapal keruk (dredge). .
III-1
III-2
III.1.2 Bulldozer
Alat ini merupakan alat dorong atau alat gusur yang kuat serta
dapat banyak membantu pekerjaan alat-alat muat. Ditinjau dari segi
pergerakan ada dua macam bulldozer, yaitu:
a. Bulldozer yang memakai roda karet.
b. Bulldozer yang memakai rantai.
Ditinjau dari segi pergerakan bilahnya ada dua macam Bulldozer,
yaitu:
a. Bulldozer yang bilahnya digerakkan dengan tenaga hidrolik.
b. Bulldozer yang bilahnya digerakkan kabel.
Kemampuan Bulldozer sangant beraneka ragam, antara lain:
a. Pembebanan atau penebasan (clearing).
b. Merintis (Pioneering).
c. Gali angkut jarak pendek.
d. Menyebarkan matrial.
e. Meimbun kembali (backfilling).
Pada Bulldozer, untk menghitung produktivitasnya berdasarkan
pada kapasitas bilah Bulldozer tersebut dibagi dengan jarak kerja
percepatan maju dan percepatan mundur, sehingga menghasilkan
waktu yang diperlukan bulldozer tersebut untuk maju dan mundur, dan
ditambahkan dengan waktu tetap. Untuk mengurangi ketidaktepatan
dalam perhitungannya, perhitungan produktivitas bulldozer juga
III-3
memperhatikan faktor koreksi (FK). Untuk memperkirakan
produktivitas Bulldozer dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :
P = Produktivitas Bulldozer (m3 /jam)
KB = Kapasitas bilah (m3)
FK = Faktor Koreksi
J = Jarak kerja (m)
F = Kecepatan maju (m/menit)
R = Kecepatan mundur (m/menit)
Z = Waktu tetap (menit)
III.1.3 Pemboran (Drilling) dan Peledakkan (Blasting)
Pemboran dan peledakan merupakan aktivitas penambangan yang
bertujuan untuk memberaikan material overburden lapisan batubara
yang keras. Proses ini dilakukan terutama pada lapisan batu pasir
(sandstone) dan batu andesit
1. Pemboran (drilling)
Dalam suatu kegiatan penambangan, pembongkaran batuan
umumnya dilakukan dengan cara peledakan, dimana peledakan
III-4
tersebut dimulai dengan melakukan pemboran, yaitu pada lubang-
lubang bor sebagai tempat memasukkan bahan peledak.
Kegiatan pemboran ini, ada beberapa faktor yang diperhatikan,
yaitu:
1.a Jenis batuan yang diledakkakan
Jenis batuan yang akan diledakkan menentukan pemilihan jenis
alat bor, antara lain batuan yang dipecahkan oleh tumbukan
(percussive) atau batuan dipecahkan oleh kekuatan baji dari
daya tekan yang terus menerus (Rotary crushing) digunakan
untuk batuan yang keras sedangkan rotary cutting (batuan
dipotong atau digerus) digunakan untuk batuan sedimen.
1.b Ukuran lubang bor, faktor yang penting dalam menentukan
ukuran (diameter) lubang ledak adalah besarnya produksi yang
diinginkan. Diameter yang lebih besar akan laju produksi yang
tinggi namun tetap memperhatikan batasan getaran yang
diizinkan terutama peledakan pada tambang bawah tanah.
1.c Kondisi lapangan, sangat mempengaruhi pemilihan peralatan
yang dipakai. Pada tambang terbuka lebih memungkinkan
untuk memilih peralatan bor yang besar dan berat karena cukup
mudah dalam operasi, apabila dibandingkan dengan tambang
bawah tanah.
III-5
1.d Peraturan atau undang-undang setempat, pekerjaan di daerah
kota dekat gedung atau bangunan serta pada tambang bawah
tanah akan dipengaruhi oleh spesifik tentang getaran akibat
peledakan yang diizinkan. Hal ini akan membatasi pula jumlah
muatan perlubang ledak. Untuk memenuhi ketentuan diatas
maka dipakai lubang bor berdiameter lebih kecil.
1.e Ketinggian jenjang adalah parameter yang dihubungkan
dengan ukuran-ukuran lainnya. Tinggi jenjang dapat
ditentukan lebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau
tinggi jenjang ditentukan setelah mempertimbangkan aspek-
aspek lainnya. Tinggi jenjang maximum ditentukan pula oleh
peralatan bor yang tersedia, misalnya panjang batang bor (drill
rod) dan ukuran alat bor (rock drill). Dalam hal lubang ledak
dengan diameter besar, maka pertimbangan yang dipakai untuk
menentukan tinggi jenjang adalah factor keselamatan kerja,
yaitu mencegah batuan longsor dari permukaan jenjang.
a) Pola pemboran (Drill Pattern)
Pola pemboran adalah pengaturan letak-letak lubang tembak
atau rangkaian-rangkaian lubang bor pada permukaan tanah.
Ada beberapa macam pola pemboran yang umum dipakai
pada tambang terbuka, yaitu :
III-6
a.1 Pola pemboran paralel (Paralel pattern)
i. Pola Bujur sangkar (Square pattern)
ii. Pola persegi panjang (Rectangular pattern)
a.2 Pola pemboran zig-zag
Macam-macam pola pemboran dapat dilihat pada (Gambar
3.1 dan 3.2).
GAMBAR 3.1
SQUARE DAN RECTANGULAR DRILL PATTERN
GAMBAR 3.2
PEMBORAN ZIG-ZAG
III-7
b) Arah Pemboran (Drill Direction)
Ada dua cara penentuan arah dalam membuat lubang bor
pada tambang terbuka, yaitu mengebor dengan lubang bor
miring atau lubang bor tegak lurus (Gambar 3.3)
GAMBAR 3.3
ARAH PEMBORAN TEGAK DAN PEMBORAN MIRING
Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing arah
pemboran adalah :
Untuk lubang tembak tegak (vertikal)
Keuntungannya :
1. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih
pendek jika dibandingkan dengan lubang ledak miring.
2. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.
III-8
3. Lebih mudah dalam pengerjaannya.
Kerugiannya :
1. Penghancuran sepanjang lubang tidak merata.
2. Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama
didaerah stemming.
3. Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang (toe).
4. Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang
(backbreak) dan getaran tanah.
Untuk lubang tembak miring
Keuntungannya :
1. Bidang bebas yang terbentuk semakin besar.
2. Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus.
3. Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan
jenjang yang dihasilkan lebih rata.
4. Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.
5. Hasil tumpukan (much pile shape) yang lebih bagus.
Kerugiannya :
1. Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang
sama antar lubang.
2. Biaya operasi semakin meningkat.
Sulit melakukan pemboran secara akurat khususnya bila
mengebor lebih dalam. Pada kegiatan pemboran dilakukan
III-9
pengamatan kemampuan produksi (produktivitas) alat bor.
Untuk menghitung kemampuan produksi alat bor tersebut
maka harus dihitung kecepatan pemboran, effisiensi kerja alat
dan volume setara.
1. Kecepatan Pemboran
Kecepatan pemboran kedalaman tertentu adalah sebagai
berikut:
Vt = (H / Ct) X 60 menit
Dimana :
Vt = Kecepatan pemboran (m/menit)
H = Kedalaman lubang bor (m)
Ct = Waktu edar alat bor (menit)
Waktu yang diperlukan untuk satu siklus adalah sebagai
berikut :
Ct = Mt + Pt + Bt + St + Lt + Ht
Dimana :
Ct = Waktu untuk salu kali aktivitas pemboran dengan
kedalaman tertentu (menit).
Mt = Waktu untuk mengambil posisi (menit).
Pt = Waktu untuk mencari titik lubang pemboran (menit)
Bt = Waktu untuk membor (menit)
St = Waktu untuk menambah batang bor (menit)
III-10
Lt = Waktu untuk mengangkat dan melepas batang bor
(menit)
Ht = Waktu untuk mengatasi hambatan saat pemboran
(menit)
2. Volume Setara (Equivalent Volume)
Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan
setiap meter atau feet kedalaman lubang bor setara dengan
sejumlah volume batuan atau berat batuan yang diledakkan,
dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft atau ton/m, ton/ft.
Volume setara sangat berguna untuk memperkirakan
kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk pembuatan
lubang tembak.
Dimana :
Veq = Volume setara (m3/meter) atau (ton/meter)
W = Berat batuan yang diledakkan (ton)
= A x L
A = Luas daerah yang akan diledakkan (m2)
L = Tinggi jenjang (meter)
n = jumlah lubang bor
III-11
H = Kedalaman lubang bor (meter)
a. Effisiensi Peledakan
Merupakan perbandingan antara kedalaman lubang bor
yang dapat dicapai secara nyata dalam waktu kerja yang
tersedia terhadap kedalaman lubang bor yang seharusnya
dapat diperoleh dalam waktu kerja yang dinyatakan
dalam persen.
Dimana :
Ef = Effisiensi pemboran (%)
F = Kedalaman total pemboran (m)
Fi = Kedalaman yang seharusnya (m)
b. Produksi Mesin Bor
Produksi mesin bor dapat dihitung dengan formula
sebagai berikut:
Dimana :
P = Produksi mesin bor (m3/jam)
Vt = Kecepatan pemboran (m/menit)
P = Vt x Veq x Ef x 60
III-12
Veq = Volume setara (m3/menit)
E = Effisiensi pemboran (%)
2. Peledakan
Kegiatan peledakan bertujuan untuk memberaikan batuan dari
batuan induknya. Dalam melaksanakan peledakan ini kita harus
memperhatikan hal-hal dibawah ini.
a. Peralatan Peledakan
Peralatan peledakan adalah semua bahan atau alat-alat yang
dapat digunakan lebih dari satu kali pemakaian dalam
operasional peledakan, antara lain :
a.1 Blasting Machine (Exploder)
Exploder adalah mesin ledak yang berfungsi sebagai
penghasil atau penyimpanan arus listrik untuk meledakkan
detonator dan bahan peledak.
a.2 Circuit tester (Blasting Ohmmeter)
Blasting ohmmeter adalah alat yang berfungsi untuk
mengetes rangkaian peledakan.
a.3 Leading Wire
Kabel utama yang berasal dari sumber tenaga listrik
berhubungan dengan Connecting Wire pada rangkaian
peledakan.
III-13
a.4 Tongkat
Tongkat yang terbuat dari kayu dengan diameter 3 cm dan
panjang lebih dari kedalaman lubang bor. Fungsi dari alat ini
adalah untuk membantu dalam pengontrolan lubang tembak
sebelum diisi dengan bahan peledak.
b. Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan peledakan adalah semua bahan atau alat-alat
yang hanya dapat digunakan untuk satu kali peledakan, antara
lain :
b.1 Detonator Listrik
Detonator listrik adalah peledak awal yang berfungsi untuk
meledakkan sumbu ledak bahan peledak. Detonator listrik
dapat meledak karena adanya arus listrik.
b.2 Leg Wire
Leg wire adalah kabel yang terdapat pada setiap
detonator yang berfungsi untuk menghubungkan kedua
ujung rangkaian peledakan dan dihubungkan ke sumber
arus listrik pada Blasting Machine.
b.3 Connecting Wire
Connecting wire adalah kabel penghubung yang digunakan
untuk menyambung antara kabel detonator yang satu
III-14
dengan yang lainnya dalam satu rangkaian peledakan atau
menyambung leg wire yang terlalu pendek.
c. Geometri Peledakan
Keberhasilan kegiatan peledakan dapat dilihat dari
ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan. Oleh karena itu
untuk mendapatkan ukuran fragmentasi yang cocok maka kita
harus dapat melakukan modifikasi terhadap geometri
peledakan. Geometri peledakan ini terdiri dari :
c.1 Burden
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang
bebas yang terdekat, dan arah dimana perpindahan getaran
gelombang ledak akan terjadi. Untuk menghitung burden
dapat digunakan formula berikut :
Kb = Kb std x AF1 x AF2
Dimana :
Kb = Nisbah burden yang telah dikoreksi (burden
ratio)
Kb std = Nisbah burden standar (30)
AF1 = faktor penyesuaian terhadap bahan peledak
= [(SG x Ve2)/(SG std x V std2)]1/3
SG = Specifik gravity bahan peledak yang digunakan
Ve = Kecepatan ledak bahan peledak yang digunakan
III-15
SG std = Specific gravity bahan peledak standar (1,2)
Ve std = Kecepatan ledak bahan peledak standar
(12.000 fps)
AF2 = Faktor penyesuaian kerapatan batuan
= (D std / D)1/3
D std = Kerapatan batuan standar (160 lb/cuft)
D = Kerapatan batuan yang akan diledakkan
Maka :
c.2 Spacing
Spacing merupakan jarak terdekat antara dua lubang
tembak yang berdekatan dalam satu baris. Berikut ini
formulasi untuk menentukan spacing :
S = Ks x B
Dimana :
S = Spacing ( meter )
B = Burden ( meter )
Ks = 1,0 – 2,0
c.3 Stemming
Stemming merupakan tempat material penutup didalam
lubang bor diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi
III-16
stemming supaya tidak terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan
batuan dengan kekuatan yang besar. Ukuran stemming
yang dibutuhkan tergantung pada jarak burden. Berikut ini
formulasi untuk menentukan stemming :
T = Kt x B
Dimana :
T = Stemming ( meter )
B = Burden ( meter )
Kt = 0,5 – 1,0
c.4 Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di
bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang
dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang
dihasilkan rata. Tujuan adanya subdrilling ini agar batuan
dapat meledak secara full face sesuai dengan yang
diharapkan dan untuk menghindari toe. Secara teoritis
subdrilling dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
J = Kj x B
Dimana :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
III-17
Kj = 0,2 – 0,5
c.5 Kedalaman Lubang Bor
Pada prinsipnya kedalaman lubang bor tidak boleh lebih
kecil daripada burden. Hal ini untuk menghindari over
break. Kedalaman lubang bor sangat erat hubungannya
dengan diameter lubang bor. Untuk menghitung
kedalaman lubang bor dapat digunakan formula sebagai
berikut :
H = Kh x B
Dimana :
H = Kedalaman lubang bor (m)
B = Burden (m)
Kh = 1,4 – 4
c.6 Tinggi Kolom Isian Bahan Peledak (PC)
Tinggi kolom isian bahan peledak merupakan selisih
antara kedalaman lubang ledak dengan stemming. Dapat
ditulis dengan formula berikut :
PC = H – T
Dimana :
PC = Tinggi kolom isian bahan peledak (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
III-18
T = Stemming (m)
d. Distribusi Bahan Peledak
Agar sedapat mungkin seluruh energi bahan peledak pada
saat peledakan dapat dimanfaatkan secara maksimal mungkin
untuk sejumlah massa batuan yang diledakkan, maka distribusi
bahan peledak didalam lubang bor merupakan faktor penting
dalam keberhasilan suatu peledakan.
1. Berat Bahan Peledak Dalam Lubang Ledak
Berat bahan peledak dalam kolom isian bahan peledak
merupakan fungsi dari density bahan peledak, diameter
bahan peledak dan panjang kolom isian bahan peledak.
Berat bahan peledak tersebut (loading faktor) dapat dihitung
dengan formula berikut ini :
E = PC x de
Dimana :
E = Berat bahan peledak setiap lubang ledak
PC = Panjang kolom isian bahan peledak (m)
de = 0,34 x De2 x SG x 1,48
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SG = Specific gravity bahan peledak
1,48 = Konversi lbs/ft menjadi kg/m
III-19
2. Powder Factor
Powder factor adalah suatu bilangan untuk menyatakan
jumlah material yang diledakkan atau dibongkar oleh
sejumlah tertentu bahan peledak. Istilah lain dari powder
factor adalah specific charge weight, beberapa cara dalam
menentukan powder faktor adalah sebagai berikut :
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan
(kg/m3).
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan
(kg/ton).
c. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg).
d. Volume batuan per berat batuan yang diledakkan
(m3/kg).
Perhitungan powder factor menurut R.L. Ash dalam
buku “The Mechanics of Rock Breakage” diformulasikan
sebagai berikut:
Pf = W / E
Dimana :
Pf = Powder factor (ton/lb)
W = Jumlah batuan atau material yang diledakkan (ton)
W = A x L x Dr
A = Luas daerah yang diledakkan
III-20
L = Tinggi jenjang (ft)
Dr = Material density ratio
Dr = 0,0312 x SG
E = Berat bahan peledak
E = De x Pc x n
De = Loading density
Pc = Panjang muatan dari sebuah lubang tembak (ft)
N = Jumlah lubang bor
e. Sistem Peledakan
Sistem Peledakan untuk lubang ledak ada dua macam, yaitu :
e.1 Peledakan dengan meledakkan secara serentak antara
lubang-lubang ledak. Sistem peledakan ini menggunakan
instantaneous detonator.
e.2 Peledakan yang dilakukan secara beruntun, dengan
menggunakan delay detonator nomor 1 sampai 10,
sehingga antara lubang-lubang ledak terdapat selang waktu
peledakan.
f.. Rangkaian Peledakan
Rangkaian peledakan adalah susunan rangkaian arus listrik
untuk suatu operasi peledakan. Pada rangkaian peledakan perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
f.1 Pemilihan serta penempatan rangkaian peledakan.
III-21
f.2 Hubungan-hubungan antara kawat sambungan.
f.3 Menghitung tenaga listrik yang dibutuhkan untuk
peledakan yang aman.
f.4 Mengawasi dan mengatur aliran listrik yang akan disusun.
Penyusunan rangkaian peledakan dilakukan dalam
beberapa susunan yaitu susunan seri, susunan parallel,
susunan kombinasi .
g. Pola Peledakan
Pola peledakan adalah pengaturan dari lubang tembak yang
mana akan diledakkan dahulu (dalam satu baris) dan baris
mana meledak kemudian, yang menentukan disini hanya
pada pemakaian delay detonator-nya. Ada dua pola (cara)
peledakan yang umum digunakan, yaitu :
g.1 Simultanious blasting
Simultanious blasting adalah peledakan dimana seluruh
lobang tembak yang ada diledakkan secara serentak.
g.2 Delay blasting
Delay blasting adalah peledakan secara beruntun perbaris
sesuai dengan nomor delay yang dipakai. Untuk lobang
tembak yang memakai nomor delay yang lebih kecil akan
meledak terlebih dahulu. Jadi pengaturan delay pada
lubang tembak dapat disebut pola peledakan. Ada beberapa
III-22
keuntungan dengan menggunakan metode delay blasting,
yaitu :
i. Arah dari lemparan batuan/material dapat dikontrol.
ii. Adanya kemungkinan untuk mengurangi getaran-
getaran dari peledakan.
iii. Mengurangi kemungkinan terjadinya fly rock
i.v Mengurangi kemungkinan terjadinya toe (tonjolan-
tonjolan pada permukaan akibat hasil peledakan)
Berdasarkan cara/karakteristik peledakan, bahan peledak
dibagi menjadi tiga golongan :
1. Low Explossive
Ciri-ciri peledakannya adalah sebagai berikut :
a. Reaksi peledakan relatif lambat
b. Tidak seluruhnya bahan yang ada berubah dari fase padat
menjadi fase gas, yang menimbulkan tekanan dan
temperature yang tinggi.
c. Hanya menghasilkan proses pembakaran yang relatif lambat
(deflagration) dan tidak menghasilkan getaran gelombang
kejut (shockware).
2. High Explossive
Ciri-ciri peledakannya sebagai berikut :
III-23
a. Reaksi peledakannya relatif lebih cepat daripada low
explosive.
b. Semua bahan peledak berubah menjadi fase gas.
c. Menghasilkan proses propagasi yaitu perubahan daripada
gelombang getaran melalui bahan peledak yang diikuti
dengan reaksi kimia yang menyediakan energi untuk
kelanjutan propagasi secara stabil.
3. Permissible Explossive
Ciri-ciri peledakannya adalah sebagai berikut :
a. Api peledakannya kecil dan peledakan berlangsung singkat.
b. Temperatur peledakannya relatif lambat
c. Tidak menghasilkan gas beracun.
III.2. Pemuatan (Loading)
Pemuatan (Loading) adalah suatu pekerjaan yang dilakukan untuk
mengambil dan memuat material kedalam suatu alat angkut, alat-alat muat ada
beberapa macam, yaitu :
III.2.1 Excavator
Pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan oleh excavator antara lain :
1. Menggali di lereng bukit
2. Memuat material ke alat angkut
III-24
3. Membuang tanah penutup ke bagian belakang yang daerahnya
sudah kosong (filling digging method)
4. Menggali, mengangkat dan melepaskan material ke atas hopper,
grizzly, bin dan sebagainya
Produktivitas excavator tergantung dari beberapa hal, yaitu :
1. Keadaan material
2. Keadaan lapangan atau tempat kerja
3. Efisiensi alat myat dan alat angkut serta keserasian kedua alat
tersebut
4. Pengalaman operator
5. Kondisi kerja
6. Keadaan fisik alat
7. Kedalaman penggalian.
Untuk menghitung produktivitasnya berdasarkan pada kapasitas
penuh bucket excavator tersebut dibagi dengan waktu edar atau cycle
time (Ct) yang dihitung dari mulai excavator tersebut menggali
batubara, swing dalam keadaan berisi, memuat, hingga excavator
tersebut swing kembali dalam keadaan kosong. Untuk mengubah hasil
produksi dari satuan Lcm ke dalam satuan Bcm, maka harus dikalikan
dengan densitas batubara (). Untuk mengurangi ketidaktepatan dalam
perhitungannya, perhitungan produktivitas bulldozer juga
memperhatikan Faktor Koreksi (FK) yang meliputi faktor bucket,
III-25
faktor pengembangan material, faktor efisiensi waktu, faktor efisiensi
kerja dan faktor efisiensi operator. Untuk memperkirakan
produktivitas excavator dapat digunakan formula sebagai berikut:
3600Qo = ___________ x A x x FK
Ct
Dimana :
Qo = Produktivitas optimal (Bcm/jam)
Ct = Cycle time (detik)
A = Bucket heaped capacity (m³)
= Densitas batubara (Bcm/m3)
FK = Faktor koreksi, terdiri dari :
1. Fk 1 = faktor bucket
2. Fk 2 = faktor pengembangan material
3. Fk 3 = faktor efisiensi waktu
4. Fk 4 = faktor efisiensi kerja
5. Fk 5 = faktor efisiensi operator
III.3 Pengangkutan (Hauling)
Pengangkutan (hauling) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan
untuk mengangkut material (bijih/batubara) dari suatu tempat (tambang) ke
tempat lain (penimbunan/stockpile). Alat angkut ada bermacam-macam,
diantaranya.
III-26
1. Truck
2. Lori + lokomotif
3. Conveyor : belt conveyor, shaking conveyor
4. Cable way
5. Skip
6. Cage
7. Pipa + pompa
8. Power scrapper
9. Tongkang + kapal tunda, kapal bijih (ore ship)
Dump Truck merupakan alat angkut yang banyak dipakai untuk
mengangkut material-material seperti tanah, endapan bijih, batuan untuk
bangunan dan lain-lain pada jarak dekat sampai sedang. Karena kecepatannya
relatif tinggi (kalau jalur jalan baik), maka dump truck memiliki produksi yang
tinggi sehingga ongkos angkut per ton material menjadi rendah. Dump truck
juga cukup fleksibel, artinya dapat dipakai untuk mengangkut bermacam-
macam barang dengan muatan yang bentuk dan jumlahnya beraneka ragam dan
tidak tergantung dengan jalur jalan (dibanding dengan lori atau dengan belt
conveyer). Kemiringan jalan atau tanjakan dapat dilalui dengan baik berkisar
antara 7 % – 10 %.
III.4 Blending Batubara
III-27
Blending batubara merupakan proses penyempurnaan antara dua jenis
batubara atau lebih dengan proporsi perbandingan dan metode yang telah
ditentukan dimana pencampuran tersebut juga melibatkan sifat-sifat kimia dari
bahan-bahan pencampur, sehingga memperoleh hasil yang berbeda dari bahan
campur semula. Tujuan dilakukan blending adalah untuk mendapatkan kualitas
batubara yang sesuai dengan standar permintaan pasar dari kualitas batubara
yang tidak memenuhi spesifikasi konsumen atau untuk mengefisiensikan
kuantutas batubara secara optimal.
III.4.1 Metoda blending
Adapun metode blending yang dimaksud, yaitu:
1. Pelaksanaan blending dengan stacker reclamer yang dilakukan di
stockpile. Pelaksanaan blending tersebut dikelompokkan menjadi
menjadi dua bagian, yaitu:
2. Stocking pada blending bed
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat membuat
tumpukan yang sekaligus membentuk formasi blending:
a. Roof Type Stockpile (Cevron Method)
Pada saat pencurahan batubara ke stockpile diusahakan untuk
membuat atap lapisan (Gambar3.4)
III-28
GAMBAR 3.4
ROOF TYPE STOCKPILE
b. Lyne-Type Stocpilling
Mettode ini membentuk susunan seperti batubara, karena rumit
dan mahal, maka metode ini jarang dilaksanakan (Gambar3.5).
GAMBAR 3.5
LINE TYPE STOCKPILLING
c. Areal Stocpilling
III-29
Material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis
secara horizontal dimana setiap perlapisan diratakan dahulu
baru kemudian dicurahkan lapisan lain. (Gambar 3.6)
GAMBAR 3.6
AREAL STOCKPILLING
d. Axial Stockpilling
Pencurahan material dilakukan dengan menggeser posisi
curahan lebih tinggi. (Gambar 3.7)
GAMBAR 3.7
AXIAL STOCKPILLING
e. Continous stockpilling
III-30
Ukuran material tumpukan yang dicurahkan relatif sama tinggi
dan berjajar kesamping. (Gambar 3.8)
GAMBAR 3.8
CONTINOUS STOCKPILLING
f. Alternate Stockpilling
Material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak
tertentu, lapisan selanjutnya dicurahkan secara bergantian
sehingga bertemu ditengah. (Gambar 3.9)
GAMBAR 3.9
ALTERNATE STOCKPILLING3. Reclaiming pada Stockpile
III-31
Timbunan di Stockpile akan di-reclaiming (ambil kembali) dari
bagian yang paling ujung dengan menggunakan scrapper.
a. Metode blending yang sesuai dengan kondisi stockpile
Metode ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi tumpukan
bahan blending yang ada di stockpile dan akan berpengaruh juga
terhadap kerja alat-alat bantu. Adapun peralatan yang digunakan
antara lain: buldozer, backhoe, shovel.
a.1 Metode Silang
Jika posissi dua tumpukan bahan blending berdekatan, sehingga
tidak terdapat bahan bebas diantara tumpukan tersebut. (Gambar
3.10)
GAMBAR 3.10
METODE SILANG
i. Metode Garis Berlapis
III-32
Metode ini cocok untuk kondisi dua tumpukan bahan yang
saling berjauhan dan diantara dua tumpukan tersebut terdapat
lahan bebas. Alat yang digunakan adalah dua buah bulldozer.
(Gambar 3.11)
GAMBAR 3.11
METODE GARIS BERLAPIS
ii. Metode Tumpah Dorong
Metode ini digunakan untuk batubara yang berasal dari front
dengan menggunakan damp truck. Dalam pelaksanaan perlu
dilakukan koordinasi pengangkutan batubara dari front. Alat
yang dibutuhkan dua buah bulldozer. Cara kerja bulldozer
hampir sama dengan garis berlapis. Namun untuk metode ini
buldozer bergerak dengan arah yang sama (Gambar 3.12).
III-33
GAMBAR 3.12
METODE TUMPAH DORONG
iii. Metode Curah Langsung
Alat yang digunakan adalah dua alat penumpah (backhoe atau
shovel), apron feeder (hopper yang dimodifikasi) dan satu
conveyor. Apron feeder harus dikonstruksi sedemikian rupa
sehingga debit batubara yang keluar dapat diatur.
Cara kerja:
Dua alat penumpah batubara masing-masing menumpaahkan
batubara ke apron feeder yang berlaainan setelah kedua apron
feeder penuh maka apron feeder satu dibuka dengan aturan
debit tertentu, baru seteleh batubara mengalir sampai dengan
apron feeder dan dibuka sesuai dengan proporsi yang
diharapkan.
III-34
GAMBAR 3.13
SITUASI STOCKPILE DENGAN APRON FEEDER
iv. Metode Dua Conveyor
Dengan metode ini harus dipisahkan dua lahan untukk
kualitas yang berbeda sebagai bahan blending. Beberapa hal
yang harus diperhatikan:
- Kecepetan conveyor satu dan conveyor dua harus sama.
- Apron feeder satu dan apron feeder dua harus dikonstruksi
seperti metode curah langsung.
- Curahan conveyor satu dan conveyor dua harus bertabrakan
pada posisi curahan agak lurus.
III-35
GAMBAR 3.14
SITUASI STOCKPILE DENGAN DUA CONVEYOR
(TAMPAK ATAS)