53238229-bank-syariah.docx

50
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id 1 IDENTITAS DOKUMEN (Preview) Judul : RINGKASAN RISET KAJIAN TERHADAP KEPATUHAN SYARIAH DALAM PRAKTIK PEMBIAYAAN DI BMT SLEMAN, YOGYAKARTA Nama Jurnal : Jurnal Fenomena Edisi : Volume 6-Nomor 1-Maret 2008 Penulis : Nur Kholis, S.Ag, M.Sh.Ec Abstrak : This research is about Syariah compliance of the financing practice at Baitul Mal Wattamwil (BMT), Sleman, Yogyakarta. Objectives of this research are: (1) study to the practice of BMT’s financing products, its procedures and its application in the BMTs, Sleman, Yogyakarta. The practices of them will be analyzed by Syariah’s rules to prove its compliance to it or not, (2) study to mark up price and loss sharing method as a way to get profit in financing product to show its similarities or differences with interest rate determination in conventional bank and to show its compliance to Syariah’s rules or not, (3) study to the policies and actions of BMT’s management if default payment by client occured. The practice of the policies and actions of BMT’s management to the default payment case will be analyzed by Syariah’s rules to prove its compliance to it or not. It is a qualitative research. It applies theoretical and empirical methods. Reflective thinking analytical method, with combination of deductive, inductive, and comparative thinking pattern applies in this research as method of analysis. The research found that the most of methods, procedures and operations of financing product at BMT’s sample in Sleman, Yogyakarta is in line with Syari‘ah principles/are compliance to Syari‘ah rules and regulations.

Transcript of 53238229-bank-syariah.docx

Page 1: 53238229-bank-syariah.docx

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

1

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

Judul : RINGKASAN RISET KAJIAN TERHADAP KEPATUHAN SYARIAH DALAM

PRAKTIK PEMBIAYAAN DI BMT SLEMAN, YOGYAKARTA

Nama Jurnal : Jurnal Fenomena

Edisi : Volume 6-Nomor 1-Maret 2008

Penulis : Nur Kholis, S.Ag, M.Sh.Ec

Abstrak : This research is about Syariah compliance of the financing practice

at Baitul Mal

Wattamwil (BMT), Sleman, Yogyakarta. Objectives of this research are: (1)

study to

the practice of BMT’s financing products, its procedures and its application in

the

BMTs, Sleman, Yogyakarta. The practices of them will be analyzed by

Syariah’s

rules to prove its compliance to it or not, (2) study to mark up price and loss

sharing

method as a way to get profit in financing product to show its similarities or

differences with interest rate determination in conventional bank and to

show its

compliance to Syariah’s rules or not, (3) study to the policies and actions of

BMT’s

management if default payment by client occured. The practice of the

policies and

actions of BMT’s management to the default payment case will be analyzed

by

Syariah’s rules to prove its compliance to it or not.

It is a qualitative research. It applies theoretical and empirical methods.

Reflective

thinking analytical method, with combination of deductive, inductive, and

Page 2: 53238229-bank-syariah.docx

comparative thinking pattern applies in this research as method of analysis.

The

research found that the most of methods, procedures and operations of

financing

product at BMT’s sample in Sleman, Yogyakarta is in line with Syari‘ah

principles/are

compliance to Syari‘ah rules and regulations.

keywords : Syariah compliance, BMT, Praktik Pembiayaan

Kesimpulan : Berdasarkan pada analisis yang telah dilaksanakan, telah

nampaklah tiga

kesimpulan sebagai jawaban terhadap rumusan masalah yaitu (1) Sebagian

besar

prosedur (yang meliputi tiga fase yaitu fase permulaan pembiayaan, fase

masa

pembiayaan, dan fase setelah pembiayaan), dan pelaksanaan akad

pembiayaan

oleh BMT di Yogyakarta telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Walau

terdapat

transaksi di BMT Dana Syariah yang terlibat dengan jual beli fuduli. (2)

Penentuan

margin keuntungan dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di BMT Dana

Syariah

dan BMT FORMANIS ditentukan dengan cara negosiasi antara pihak BMT dan

nasabah sehingga kedua-dua pihak bersepakat untuk mengadakan kontrak

pembiayaan. Cara penentuan margin keuntungan dan bagi hasil seperti ini

telah

memenuhi syarat-syarat akad pembiayaan. (3) Sikap dan tindakan pihak

manajemen BMT apabila terjadi kelewatan atau keingkaran pembayaran

oleh

nasabah dari waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan adalah sesuai dengan

Page 3: 53238229-bank-syariah.docx

ketentuan Syariah, kecuali ada tindakan pihak manajemen BMT Dana

Syariah yang

perlu diluruskan.

Penerbit : Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM)

Univervitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Bahasa : Indonesia

Format : PDF

Web : http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id

Tag : Jurnal Penelitian dan Pengabdian

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

2

RINGKASAN RISET

KAJIAN TERHADAP KEPATUHAN SYARIAH

DALAM PRAKTIK PEMBIAYAAN DI BMT SLEMAN, YOGYAKARTA

A. Pendahuluan

Dalam praktiknya BMT melaksanakan dua jenis kegiatan yaitu Baitul

Tamwil dan Baitul Mal.Baitul Tamwil bergiat mengembangkan usaha-usaha

produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas kegiatan pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong

kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi. Sedangkan baitul

Mal menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah serta menjalankannya

sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Menurut Dawam Rahardjo, pendirian dan perkembangan BMT di

Indonesia dipelopori oleh Muhammadiyah,1 suatu ormas yang menganut

paham purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dan cenderung kepada reformis

modernis yang berpusat di Yogyakarta. Diduga, karakteristik itu berimplikasi

pada sikap para jemaahnya terhadap pengembangan perbankan Syariah.

Muhammadiyah lebih terbuka dan cepat menerima daripada ormas lain.2

Kader-kader Muhammadiyah dengan aktif melakukan promosi dan aktivitas

dalam hal perbankan Syariah, di antaranya dengan mendirikan BMT-BMT.

Page 4: 53238229-bank-syariah.docx

Selain itu, dalam kenyataannya, keberadaan perbankan Syariah masih

berpusat di masyarakat perkotaan dan lebih melayani pada usaha-usaha

golongan menengah ke atas. Sementara umat Islam Yogyakarta yang

menginginkan bermu‘amalah secara Islam tidak hanya yang berada di kota

tetapi juga mereka yang berada di pinggiran kota dan desa. Mereka

umumnya memiliki perusahaan yang relatif kecil dan terbatas. Untuk itu,

sekalipun sudah cukup banyak didirikan bank-bank Syariah di Yogyakarta,

namun mereka (kaum muslimin di desa ataupun muslimin di kota yang

mempunyai perusahaan kecil) masih belum mendapatkan akses yang 1 M.

Dawam Rahardjo, (2004) “Menegakkan Syariat Islam di Bidang Ekonomi”,

kata pengantar Buku Bank Islam. Jakarta: Rajawali Press, h. xxii; Soertiana

Nitisoemantri (2000), “Muhammadiyah dan Perkembangan Mu‘amalah

Kontemporer”, dalam Muhammad Azhar et al. (eds.), Pengembangan

Pemikiran Keislaman Muhammadiyah: Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta:

LPPI UMY dan Majlis Tarjih Muhammadiyah, hh. 77-84.

2 Abdul Mughits (2003), “Sosialisasi Bank Syariah di Kantong-kantong NU”,

dalam Irwan Kelana et al. (eds.), Perbankan Syariah Masa Depan. Jakarta:

Senayan Abadi Publishing, hh. 59-60. Jurnal Penelitian & Pengabdian

dppm.uii.ac.id

3 optimum kepada perbankan Syariah.

Karena itulah dikembangkan institusi-institusi keuangan Syariah mikro yang

dapat berinteraksi dengan umat di desa dengan kemudahan memberikan

pembiayaan usaha-usaha kecil yang diberi nama Baitul Mal wat-Tamwil

(BMT). 3 Barangkali unit-unit keuangan Syariah kelas mikro inilah yang

memberikan keunikan terhadap perkembangan institusi keuangan Syariah di

Indonesia dibandingkan dengan yang berkembang di negara-negara Islam

lainnya. Skala usaha seperti ini nampaknya kurang atau memang tidak

dikembangkan di Timur Tengah dan juga Malaysia serta Brunei, karena

perbedaan tingkat pendapatan per kapita penduduknya. Mereka lebih tinggi

pendapatannya dan lebih banyak tinggal di kota. Mereka lebih mudah dan

confident untuk mendapatkan akses kepada perbankan syariah.4 BMT

Page 5: 53238229-bank-syariah.docx

diperlukan masyarakat dengan pertimbangan-pertimbangan: pertama,

masih terdapat kurang lebih 34,8 juta pengusaha kecil di Indonesia.5 Kedua,

masih sangat sedikit lembaga perbankan yang mampu berhubungan

langsung dengan pengusaha kecil bawah dan kecil.

Kalaupun ada lembaga-lembaga keuangan yang dapat berhubungan

langsung dengan pengusaha kecil bawah dan kecil bersifat profit oriented

sehingga ada kecenderungan mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan.

Pendirian lembaga-lembaga keuangan syariah kelas BMT, dalam realitasnya

belum berbanding lurus dengan pemahaman masyarakat soal perbankan

syariah. Hasil Riset Direktorat

Riset dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (DPNP-BI)

bekerjasama dengan tiga universitas di pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa

Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur) pada tahun 2000 menunjukkan masih

banyak terjadi kesalahpahaman dan rendahnya pemahaman masyarakat

tentang perbankan syariah. Sebanyak 94 % dari 4000 responden yang telah

dijelaskan mengenai sistem perbankan syariah mengakui bahwa sistem bagi

hasil (profit sharing) adalah sistem yang dinilai universal dan dapat diterima

karena bersifat menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah.

Disamping itu awareness masyarakat akan eksistensi sistem perbankan

syariah juga relatif tinggi (79 %).

Namun pemahaman tentang keunikan dan karakteristik dari produk-

produk perbankan syariah masih sangat rendah. Bahkan terdapat kecurigaan

dan ketidakpuasan masyarakat yang menganggap bahwa bank syariah sama

saja dengan bank konvensional (10,2 persen dari 1500 responden).

Sedangkan bagi hasil atau marjin/mark-up akad murabahah (prinsip jual beli)

yang digunakan bank syariah dianggap sama saja dengan bunga (16,5

persen dari 1500 responden).

Bahkan sebagian responden yang telah menjadi nasabah ada yang

sebagiannya mempunyai kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah

karena faktor pelayanan yang kurang baik atau keraguan terhadap

konsistensi penerapan prinsip syariah.6 Kecurigaan dan ketidakpuasan

Page 6: 53238229-bank-syariah.docx

tersebut didasarkan pada pengalaman interaksi dengan sejumlah bank

syariah (khususnya BMT) yang belum melaksanakan prinsip-prinsip syariah

secara konsisten. Ada ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan BMT

dengan operasionalisasinya di lapangan. Terdapat ketidakcocokan (kalau

tidak dikata penyimpangan) dari garis syariah yang ditentukan. Hal ini

menyebabkan berkurangnya kepercayaan dari nasabah ataupun masyarakat

3 Heri Sudarsono (2004), Bank dan Lembaga Kewangan Syariah; Deskripsi

dan Ilustrasi. Yogyakarta:

EKONISIA., h. 97.

4 Sulistyowati (2003), “Mengembangkan Franchise BMT-BMI”, dalam Irwan

Kelana et al. (eds.), Perbankan

Syariah Masa Depan. Jakarta: PT Senayan Abadi, h. 156.

5 Lihat Robert Rice (2004), “The Contribution of Household and Small

Manufacturing Establishment to The

Rural Economy”, dalam Thomas R. Leinbach (ed.) (2004), The Indonesian

Rural Economy, Mobility, Work and

Enterprise. Pasir Panjang Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, h.

79.

6 Bank Indonesia (2000), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat

terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa.

Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

4

calon nasabah.7 Selain itu ada juga karena prasangka, salah interpretasi,

dan bias komunikasi dari masyarakat pengguna jasa lembaga keuangan

syariah. Bahkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Magister Studi Islam UII

(MSI UII), menunjukkan bahwa mayoritas pegawai yang direkrut oleh BMT

belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan

institusi keuangan Syariah.8 Realitas yang demikian itu menyebabkan

timbulnya isu-isu kontorversi yang berkembang di masyarakat seputar

praktik pembiayaan yang diterapkan BMT. Oleh sebab itulah, perlu

Page 7: 53238229-bank-syariah.docx

meningkatkan purifikasi praktik lembaga keuangan syariah yang konsisten

dalam menerapkan prinsip dan kegiatan sesuai syariah. Penyimpangan dari

konsepsi lembaga keuangan syariah akan menghilangkan jati diri dan

keunikan lembaga keuangan syariah (BMT), yang pada gilirannya akan

menghilangkan eksistensi lembaga keuangan syariah. Oleh karena itulah,

kajian ini akan memfokuskan pada kajian tentang isu-isu kontroversi dalam

pelaksanaan produk pembiayaan di BMT Sleman, Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini yaitu

1. Mengkaji praktik pelaksanaan pembiayaan di BMT Sleman untuk

membuktikan sesuai atau tidaknya praktik pelaksanaan pembiayaan di

BMT Slemantersebut dengan prinsip-prinsip Syariah,

2. Mengkaji cara penentuan margin keuntungan atau bagi hasil dalam

kontrak pembiayaan selanjutnya dikaji persamaan dan perbedaannya

dengan penetapan tingkat bunga dalam bank konvensional untuk

membuktikan sesuai atau tidaknya dengan prinsip-prinsip Syariah,

3. Mengkaji sikap dan tindakan pihak BMT apabila terjadi kegagalan

pembayaran (default payment) oleh nasabah sesuai waktu yang telah

ditetapkan untuk membuktikan sesuai atau tidaknya sikap dan

tindakan pihak BMT apabila terjadi kegagalan pembayaran (default

payment) dengan prinsip-prinsip Syariah.

Secara khusus, kajian ini penting untuk dijalankan untuk membuktikan

benar atau tidaknya isu-isu yang berkembang di masyarakat agar

masyarakat mendapatkan informasi yang sebenarnya berkaitan dengan isu-

isu tersebut. Dengan demikian, kajian ini bermanfaat untuk memberikan

jawaban terhadap benar atau tidaknya isu-isu yang berkait dengan praktik

pembiayaan BMT kepada masyarakat.

Di samping itu, hasil temuan kajian ini juga berkemungkinan untuk

bisa dijadikan dasar untuk memperbaiki sebarang kelemahan sekiranya ada

atau memberi penjelasan terhadap persepsi masyarakat yang berkenaan

dengan pelaksanaan pembiayaan di BMT.

Page 8: 53238229-bank-syariah.docx

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang diaplikasikan dalam riset ini terdiri dari dua

macam, yaitu kaedah

teoritikal dan kaedah empirikal.

1. Kaedah Teoritikal

Metode ini digunakan untuk mengetahui secara pasti konsep

pembiayaan, cara penyelesaian default payment, dan penentuan

keuntungan secara teori dalam Islam. Ini dilakukan untuk menghindari salah

paham dalam memahami konsep pembiayaan, cara penyelesaian default

payment, dan penentuan keuntungan yang sesungguhnya dalam hukum

Islam.

Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam kaedah teoritikal

ini pengkaji menggunakan penyelidikan perpustakaan dengan merujuk

kepada al-Qur’an, al-Sunnah, kitabkitab, buku-buku yang telah diterbitkan,

artikel-artikel dari jurnal, makalah seminar dan juga profil-profil institusi BMT

serta dokumen-dokumen yang berkaitan. Disamping itu untuk melengkapi

kaedah teoritikal ini pengkaji menggunakan internet untuk mendapatkan isu-

isu mutakhir yang berkaitan dengan judul penelitian.

7 Amir Muallim (2003), “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan

Syariah” dalam Jurnal al-Mawarid,

Edisi X Tahun 2003, p. 19. Lihat pula Muhammad (2002), Manajemen Bank

Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN,

h. 4

8 Tim Peneliti Magister Studi Islam Universiti Islam Indonesia (MSI UII)

(2004), Profesionalisme Praktisi BMT

di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Yogyakarta: MSI UII, hh. 50-51.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

5

2. Kaedah Empirikal

Page 9: 53238229-bank-syariah.docx

Kaedah empirikal digunakan untuk membuktikan benar atau tidaknya

isu-isu dalam pelaksanaan pembiayaan oleh BMT yang dikaji dalam

penelitian ini. Tolok ukur untuk menilai kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip

Syariah adalah kaedah teoritikal yang telah menjadi teori asas dalam

penyelidikan ini. Untuk mendapatkan bukti empirikal dalam kajian ini,

pengkaji menggunakan tiga tahap, yaitu tahap penentuan subjek, tahap

pengumpulan data dan tahap penganalisaan data.

a. Metode Penentuan Subjek

Wilayah penelitian ini adalah Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Dipilihnya Sleman sebagai wilayah penelitian karena ternyata BMT

mengalami perkembangan yang sangat pesat, paling tidak dari segi

kuantitas, di Kabupaten Sleman. Dari jumlah total 83 BMT yang aktif di DI

Yogyakarta, 3 di antaranya terletak di Sleman.

Sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan

metode cluster sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel yang

dilakukan dengan membagi populasi dalam subkelompok. Sub-kelompok

yang dimaksud adalah sub-kelompok BMT berbasis masjid dan BMT berbasis

pasar. Berdasarkan klaster tersebut, unit sampel dalam penelitian ini adalah

1 BMT berbasis masjid yaitu BMT FORMANIS di Wedomartani dan 1 BMT

berbasis pasar yaitu BMT Dana Syariah di Pakem.

Penentuan sampel ini dipilih berdasarkan alasan-alasan sebagai

berikut:

1. BMT yang ada di wilayah Kabupaten Sleman baik yang berbasis masjid

maupun yangberbasis pasar relatif bersifat homogen baik dari sisi

mekanisme pendirian, struktur organisasi, jenis produk dan jasa, dan

pola manajemen organisasi.

2. Penelitian sampel dapat dilakukan lebih cepat dan lebih efisien,

sehingga pengumpulan dan pengolahan datanya dapat dilakukan lebih

cepat.

Page 10: 53238229-bank-syariah.docx

3. Penelitian sampel dapat menghasilkan informasi yang lebih

komprehensif, sebab sebuah sampel kecil dapat diselidiki secara lebih

mendalam.

b. Teknik Pengumpulan Data

Guna menghasilkan temuan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini,

beberapa teknik akan digunakan untuk pengumpulan data, yaitu:

1). Penyebaran Kuisioner

Alat ini akan dirancang sedemikian rupa, yakni dalam bentuk isian dan

pertanyaan terbuka, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang dimuat di

dalamnya dapat mengungkap pandangan, pengetahuan dan pemahaman

para praktisi BMT tentang isu-isu yang dikaji. Responden dalam penyebaran

kuisioner ini adalah para praktisi BMT berjumlah 6 orang. Kuisioner tersebut

dikirimkan kepada responden sebelum menjalankan wawancara dengan

pengurus BMT.

2). Wawancara Mendalam (In-dept Interview)

Responden diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang

disampaikan dalam riset ini. Metode ini digunakan untuk mendapatkan

informasi lebih lanjut tentang beberapa isu yang dikaji dalam riset ini.

Persoalan yang dikemukakan relatif sama dengan pertanyaan-pertanyaan

yang dituangkan dalam kuisioner, cuma ditambah dengan beberapa

persoalan tambahan lain yang berkaitan dengan persoalan-persoalan dasar

tersebut berdasarkan kondisi dan situasi di lapangan. Persoalan-persoalan

tambahan tersebut diutarakan untuk mendapat penjelasan terperinci

berkenaan jawaban responden terhadap persoalan yang diajukan.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

6

3). Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data dengan menjalankan

penyelidikan terhadap segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan

kajian. Metode ini dibuat dengan pengambilan data dan informasi dari

Page 11: 53238229-bank-syariah.docx

sumber-sumber sekunder yaitu buku-buku, majalah, jurnal, makalah

seminar, laporan, dan rekod-rekod yang berkaitan dengan judul riset.

c. Metode Analisis Data

Metode analisis akan dilakukan dengan cara kualitatif dengan menggunakan

metode reflective thinking dengan pola deduktif-induktif dan komparatif.9

Model analisis tersebut lebih mementingkan pengolahan dan menganalisis,

serta mengkonstruksi data secara kualitatif. Sedangkan yang dimaksud

dengan metode kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan

data deskriptif-analitis yakni data yang dinyatakan dalam bentuk tulisan dan

pernyataan yang nyata yang dikaji dan dipelajari sebagai sesuatu yang

utuh.10 Metode reflective thinking dengan pola deduktif-induktif akan

digunakan untuk menganalisis ketepatan prosedur dan pelaksanaan produk

pembiayaan oleh BMT dengan prinsip-prinsip Syariah.

Metode reflective thinking dengan pola komparatif akan digunakan untuk

menganalisis persamaan atau perbedaan antara penentuan margin

keuntungan atau bagi hasil dengan bunga di bank konvensional. Sedangkan

metode reflective thinking dengan pola induktif-deduktif akan digunakan

untuk menganalisis sikap dan tindakan pihak BMT terhadap isu default

payment.

C. Analisis terhadap Praktik Pembiayaan, Penentuan Margin

Keuntungan atau Bagi Hasil

dan Sikap Manajemen BMT terhadap Default Payment

Sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan bahwa prosedur

pembiayaan di BMT Yogyakarta meliputi proses-proses yang dapat dibagi

menjadi tiga fase yaitu11 fase permulaan pembiayaan, fase masa

pembiayaan, fase setelah pembiayaan. Ringkasnya fase permulaan

pembiayaan meliputi: permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan

disertai syarat-syarat yang ditetapkan BMT, selanjutnya dilakukan proses

analisis pembiayaan permulaan oleh komite pembiayaan. Jika rapat komite

pembiayaan menyetujui, maka akan dilanjutkan dengan survey kepada

nasabah yang di lakukan oleh surveyor dari pihak BMT. Data-data yang

Page 12: 53238229-bank-syariah.docx

diperoleh dari survey ke nasabah kemudian dibawa ke rapat komite

pembiayaan yang anggotanya terdiri dari ketua pemasaran, surveyor,

bagian keuangan dan staf pemasaran.

Apabila suatu permohonan telah diluluskan oleh komite pembiayaan,

maka tahap selanjutnya adalah pencairan pembiayaan dengan tahap-tahap

seperti berikut:

1. Pembuatan kesepakatan dengan nasabah (termasuk di dalamnya

perundingan tentang margin keuntungan,model pembayaran

angsuran, pengikatan jaminan dan sebagainya).

2. Pengikatan akad pembiayaan.

3. Pembacaan akad yang dihadiri oleh saksi dari kedua belah pihak.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa

prosedur pembiayaan

ada fase permulaan pembiayaan tidak didapati hal-hal yang bertentangan

dengan ketentuan Syariah. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak BMT

dalam permohonan pembiayaan masih dalam batas yang dibolehkan oleh

Syariah. Tindakan survey ke nasabah yang dilakukan oleh surveyor dari

pihak BMT merupakan langkah berjaga-jaga untuk menghindari kelalaian

nasabah, sekaligus salah satu bentuk dan wujud tanggungjawab terhadap

amanah yang diberikan para penabung dan investor di BMT, supaya pihak

penabung dan pihak BMT tidak dirugikan karena kelalaian nasabah yang

tidak bertanggungjawab. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

9 Noeng Muhadjir (1990), Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake

Sarasin, h.109.

10 Roni Hanitijo Soemitro (1982), Metodologi Penelitian Hukum. Bandung:

Sinar Baru, h. 93.

11 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

7

Page 13: 53238229-bank-syariah.docx

__ __ __ _ __ ___ __ __ _____ ___ _ __ ____ __ ___ _ ____ ____ _ !_"#_ __$

%& __ _'(")_ __ __

_*+_ _,- _'

Artinya:

“Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan

(memerintahkan kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia,

lakukan secara adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Terjemahan Surah al-Nisa’ (4):

58

Rapat komite pembiayaan dalam prosedur pembiayaan berarti forum

musyawarah untuk

memutuskan baik permohonan pembiayaan diluluskan atau tidak.12

Keputusan yang diambil

dalam forum musyawarah yang melibatkan banyak pihak yang pakar dalam

bidang masing-masing

akan menghasilkan keputusan yang lebih bisa menjadi pegangan dan dapat

dipertanggungjawabkan. Dengan demikian rapat komite pembiayaan ini juga

merupakan salah

satu bentuk dan wujud tanggungjawab pihak BMT terhadap amanah yang

diberikan para

penabung di BMT supaya pihak penabung dan pihak BMT tidak dirugikan

karena kelalaian

nasabah yang tidak bertanggungjawab. Tindakan yang demikian ini

bertepatan dengan firman

Allah SWT dalam Surah al-Nisa’ (4): 58 tersebut.

Tindakan BMT untuk membuat kesepakatan dengan nasabah (termasuk di

dalamnya

Page 14: 53238229-bank-syariah.docx

negosiasi tentang margin keuntungan dan bagi hasil, model pembayaran

angsuran, pengikatan

jaminan dan sebagainya) menunjukkan bahwa akad pembiayaan antara

pihak BMT dan nasabah

pembiayaan dilaksanakan berasaskan kesepakatan dan keridaan antara

kedua belah pihak (‘an

taradin minkum). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Surah Al-Nisa’ (4):

29, yaitu:

_ ./__ ____0& 1_ _ _" 2_(& 34 567 __ & __ 1_ 89:__ _ _,_ _ ___"_ ___')&

1 ___"; 3_<__ ___ _

_,_6 _ _ _' __ __

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan

jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka

sama-suka di antara

kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang

kepadamu.

Pembacaan akad pembiayaan yang dihadiri saksi dari kedua belah pihak

yang menjadi

bagian prosedur pembiayaan di BMT semakin mengukuhkan asumsi bahwa

akad pembiayaan

yang dibuat antara BMT dan nasabah pembiayaan merupakan hasil

kesepakatan dan keridaan

dari kedua belah pihak. Tindakan ini menunjukkan sikap hati-hati pihak BMT

terhadap uang

simpanan anggota yang merupakan amanah bagi pihak BMT untuk

menginvestasikan secara halal

dan menguntungkan, di samping itu akan memberikan kesadaran bagi pihak

nasabah pembiayaan

Page 15: 53238229-bank-syariah.docx

untuk menepati akad yang disepakati, terutamanya dalam hal pembayaran

angsuran, karena

disaksikan oleh para saksi yang membolehkan nasabah didakwa di

pengadilan jika ia lalai atau

mungkir janji. Tindakan pihak BMT ini sesuai dengan firman Allah SWT:

12 Al-Quran banyak menyebutkan perintah tentang musyawarah ini,

misalnya Surah ’Ali ‘Imran (3): 159;

Surah al-Syura (42): 38. Untuk mendapatkan pendedahan lebih lebih luas

tentang syuro, musyawarah dan demokrasi,

sila lihat Dawam Rahardjo (2002), Ensiklopedi Al-Quran, Tafsir Sosial

Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Jakarta:

Paramadina, hh. 440-460.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

8

=____ 8>& __ ?___@__ 3" __A(& 3B _&_("__ 8C(D __C6 __ _ E _FD _ _C6

3" 3__,_G ____@_H__

I(J#_ =____ ('<_D

Artinya:

“Dan hendaklah persaksikanlah (akad mu‘amalah secara hutang itu) dengan

dua orang

saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki,

maka harus satu

orang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,

supaya jika

seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya”. Terjemahan Surah al-

Baqarah (2): 282.

Model pelaksanaan akad pembiayaan sebagaimana dilaksanakan oleh BMT

BMT

FORMANIS telah memenuhi syarat dan rukunnya. Terdapat aspek yang perlu

diperhatikan terkait

Page 16: 53238229-bank-syariah.docx

pelaksanaan akad pembiayaan dengan instrumen murabahah antara pihak

BMT Dana Syariah

dengan pihak nasabah dalam hal pembiayaan untuk barang-barang tertentu

seperti bensin, buahbuahan,

bawang merah, bawang putih dan sebagainya. Dalam hal ini, kontrak

pembiayaan

dengan instrumen murabahah antara pihak BMT dan nasabah dilaksanakan

di kantor BMT Dana

Syariah. Pihak BMT biasanya langsung memberikan uang tunai kepada

nasabah, kemudian untuk

pembelian barang yang dikehendaki, pihak BMT mengamanahkannya

kepada nasabah tersebut

untuk membelinya sendiri. Pihak BMT tidak terlibat dalam pembelian.13

Kontrak pembiayaan murabahah antara BMT Dana Syariah dan nasabah

sebagaimana

pada mekanisme tersebut, berarti barang yang menjadi objek kontrak belum

ada atau belum

menjadi hak milik pihak BMT Dana Syariah. Dalam hal ini, menurut hukum

Muamalat Islam, rukun

akad murabahah mewajibkan wujudnya barang yang dijadikan objek akad.14

Apabila hal ini terjadi,

bisa dikatakan BMT Dana Syariah terlibat dengan transaksi jual beli fuduli15

yaitu transaksi jual beli

di mana pihak penjual (BMT Dana Syariah) belum benar-benar memiliki

barang yang dijual tetapi

sudah dijual lagi kepada pihak pembeli (nasabah). Transaksi jual beli yang di

dalamnya terlibat

unsur fuduli, menurut sebagian ulama, diantaranya Ulama Hanabilah,

Syafi‘iyyah, dan Zahiriyyah

adalah dilarang oleh Syariah.16 Padahal salah satu unsur pembeda antara

praktik pemberian

Page 17: 53238229-bank-syariah.docx

pinjaman kredit di bank konvensional dengan pembiayaan murabahah di

lembaga keuangan Islam

adalah adanya transaksi jual beli terhadap barang yang menjadi objek akad

dalam pembiayaan

dengan instrumen murabahah.17

Pada fase masa pembiayaan, pihak BMT Dana Syariah maupun BMT

FORMANIS

melakukan kunjungan ke nasabah, memberikan pembinaan dalam memanaj

keuntungan usaha

dengan membaginya untuk membayar angsuran maupun untuk kepentingan

tabungan supaya

pengusaha dapat menikmati keuntungan pada masa depan dengan

meningkatnya aset.18 Hal ini

akan mempererat hubungan antara pihak BMT dan nasabah, karena model

hubungan antara

keduanya bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan

batas yang telah

13 Ibid.

14 Muhammad al-Khatib al-Syarbini (1958), Mughni al-Muhtaj, juz 1.

Kaherah: Syarikah Maktabah wa

Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, h. 253; Al-Kasani (t.t), Bada’i‘

al-Sana’i‘ fi Tartib al-Syara’i‘ , juz

5. Beirut: Matba‘ah al-‘Asimah, h. 138; ‘Abd al-Razzaq al-Sanhuri (1981),

Masadir al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, juz 3.

Beirut: al-Majma‘ al-‘Arabi al-Islami, h. 16.

15 Lihat Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (t.t.), Al-Majmu‘ Syarh al-

Muhadhdhab, juz 9. Kaherah:

Matba‘ah al-Tadamun al-Akhawi, h. 265.

16 Menurut Ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, ia diharuskan dengan

persyaratan tertentu, iaitu (1) akad itu

Page 18: 53238229-bank-syariah.docx

mendapat keizinan ketika ketika akad itu berlangsung, (2) keizinan itu mesti

wujud ketika wujudnya penjual, pembeli,

pemilik barangan yang dijual. Jika syarat ini tidak ada, maka akad itu batal,

(3) tidak mungkin meneruskan akad ketika

pihak yang berkepentingan menolak memberi izin. Lihat Wahbah al-Zuhayli

(1989), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz

4. Beirut: Dar al-Fikr, hh. 3341-3343.

17 Muhammad Syafi‘i Antonio (1999), Bank Syariah Wacana Ulama dan

Cendekiawan. Jakarta: Bank

Indonesia, h. 56.

18 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

9

ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah

islamiyyah yang bersifat

alamiah.19 Dengan melakukan pembinaan kepada nasabah pembiayaan,

pihak BMT bisa

mendapatkan keuntungan yang diperuntukkan kepadanya jika nasabah

membayar angsurannya

tepat waktu. Kunjungan ini juga menjadikan pihak BMT dapat mengetahui

sebab sebenarnya

keterlambatan nasabah membayar angsurannya (jika terlambat bayar

angsuran), seperti keadaan

bangkrut dan sebagainya. Dalam hal ini, BMT bisa memberikan toleransi

yang sewajarnya terkait

keterlambatan angsuran. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

_____& ___' __ _ _ *J __K_+& ___ 5(.," _ 5(_D 5(.4 __ _' ___

Artinya:

Page 19: 53238229-bank-syariah.docx

“Dan jika ia (orang yang berhutang itu) masih dalam kesukaran, maka

berilah tangguh

sampai ia kelapangan/berkemudahan”. Terjemahan Surah al-Baqarah (2):

280

Tindakan mendokumentasikan pembiayaan oleh pihak BMT pada fase masa

pembiayaan,20

adalah sangat penting bagi institusi BMT karena data tersebut dapat

digunakan untuk

melakukan pengawasan dan pembinaan nasabah. Ini sesuai dengan perintah

Allah SWT:

_ _____ ___ ___ _____ _______ ____ ___ __ ___ ___ __ !_ ___" __#_

_$_ __

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermu‘amalah tidak secara tunai

(secara hutang)

untuk masa yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya

(mencatatkannya). Dan

hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”.

Terjemahan Surah

al-Baqarah (2): 282

Kegiatan pencatatan dan dokumentasi ini menjadikan aktivitas hutang

piutang menjadi

semakin mudah dipertanggungjawabkan dan mudah mengingatnya.

Semakin lengkap pencatatan

manajemen pembiayaan semakin baik, karena semakin memudahkan untuk

menunaikan amanah

dan mempertanggungjawabkannya.

Prosedur pembiayaan di BMT juga melibatkan fase setelah pembiayaan yang

meliputi

kegiatan menjalin ikatan lebih lama dengan silaturahmi ke kediaman

nasabah dan penawaran

Page 20: 53238229-bank-syariah.docx

pembiayaan baru.21 Fase ini memanglah sangat penting karena

perhubungan antara BMT dan

nasabah pembiayaan bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si

berhutang dengan batas yang

telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah

islamiyyah yang bersifat

alamiah. Di samping itu, BMT juga sangat berkepentingan untuk

melaksanakan fase setelah

pembiayaan ini karena ia perlu mempunyai banyak nasabah yang

mempunyai loyalitas tinggi,

supaya ia bisa eksis di tengah masyarakat. Para nasabah pembiayaan yang

mempunyai prestasi

baik, pihak BMT dapat menawarkan pembiayaan lagi, karena dari sinilah

sebenarnya pihak BMT

bisa memperoleh pendapatan yang menguntungkan.

Penentuan margin keuntungan dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di

BMT Dana

Syariah dan BMT FORMANIS sebagaimana diuraikankan pada sub bab

terdahulu, ditentukan

dengan cara negosiasi antara pihak BMT dan nasabah.22 Cara penentuan

margin keuntungan

seperti ini telah memenuhi syarat-syarat akad pembiayaan, sepertimana

yang diterangkan para

19 Lihat penjelasan lebih luas lagi pada artikel Joni Tamkin bin Borhan

(2001), “Falsafah Ekonomi dan

Instrumen Muamalah dalam Amalan Perbankan Islam di Malaysia”, Jurnal

Ushuluddin, Bil 14, hh. 127-130: idem

(2000), “The Tawhidic Paradigm in Islamic Banking”, dalam Jurnal

Ushuluddin, Bil 11, hh. 45-58. Lihat pula Farhad

Nomani dan Ali Rahnema (1994), Islamic Economic Systems. London: Zed

Books Ltd., hh. 31-32.

Page 21: 53238229-bank-syariah.docx

20 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

21 Ibid.

22 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.; Wawancara dengan Henri Wibowo (Pemasaran BMT

Dana Syariah) pada 14 Mei 2007, di kantor

BMT Dana Syariah.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

10

ulama.23 Cara seperti yang diamalkan BMT ini menyerupai dengan cara

Rasulullah SAW

melakukan perniagaan. Dalam menentukan harga jual, Rasulullah SAW

secara detail menjelaskan

berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap

komoditas dan berapa

keuntungan wajar yang diinginkan.24 Cara seperti yang dilakukan oleh

Rasulullah SAW ini

merupakan salah satu cara yang sangat tepat dalam menentukan harga jual

terhadap barang

dengan akad murabahah.

Cara penentuan margin keuntungan oleh BMT Yogyakarta tersebut berbeda

dengan cara

penetapan tingkat bunga di bank konvensional sebagai bentuk keuntungan

bank dalam pemberian

kredit. Bank konvensional yang mempraktikkan sistem bunga25

menggunakan konsep biaya (cost

concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya bunga yang dijanjikan di

muka kepada nasabah

Page 22: 53238229-bank-syariah.docx

penabung merupakan biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu,

pihak bank harus

mengenakan bunga yang lebih tinggi kepada nasabah yang meminjam

daripada tingkat bunga

yang diberikan pihak bank kepada penabung.26

Metode penghitungan margin keuntungan yang dipraktikkan pihak BMT

Dana Syariah ialah

dengan cara menjumlahkan keseluruhan harga total, kemudian dibagi dalam

berapa kali angsuran,

secara lahiriah menyerupai dengan penghitungan tarif keuntungan

berasaskan tingkat bunga di

bank konvensional yang menggunakan tarif flat. Walaupun pihak manajemen

BMT menyatakan

bahwa pihak BMT tidak mempertimbangkan tingkat bunga yang sedang

berkembang di bank

konvensional dalam penentuan margin keuntungan.27 Akan tetapi hal ini

perlu mendapat perhatian

karena bisa menimbulkan kesan bahwa tidak ada perbedaan ekonomi yang

mendasar antara

pinjaman dengan bunga di institusi keuangan konvensional dengan praktik

pembiayaan dengan

instrumen murabahah di institusi keuangan Islam.28

Kesan negatif itu misalnya terlihat dalam temuan kajian Direktorat Kajian

dan Pengaturan

Perbankan Bank Indonesia (DPNP-BI) bekerjasama dengan tiga universitas di

pulau Jawa

(Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya) pada

tahun 2000 yang

menunjukkan bahwa masih banyak terjadi salah faham dan rendahnya

pemahaman masyarakat

Page 23: 53238229-bank-syariah.docx

tentang perbankan Syariah. Temuan tersebut di antaranya, terdapat

kecurigaan dan ketidakpuasan

23 Misalnya ‘Abd al-Salam Ibn Sa‘id Ibn Habib al-Tanukhi Sahnun (t.t.), Al-

Mudawwanah al-Kubra, jil. 3.

Beirut: Dar al-Sadir, h. 325; Ibn Qudamah (1972), op.cit., jil. 4, h. 102.

24 Lihat Afzalur Rahman (1979), Muhammad Blessing for Mankind. London:

The Muslim Schools Trust

London, hh. 134-136; Afzalur Rahman (1997), Muhammad: Encyclopedia of

Seerah. Isnan et al. (terj.), Muhammad

Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, hh. 24-28;

Muhammad Husain Haekal (1981), Hayat

Muhammad. Ali Audah (terj.), Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, hh. 71-73;

H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini (2000), Membangun Peradaban Sejarah

Muhammad SAW Sejak Sebelum Diutus

Menjadi Nabi. Bandung: Pustaka Hidayah, hh. 224-226.

25 Teori asas sistem keuangan pada bank konvensional adalah teori nilai

uang. Teori tersebut dapat

diilustrasikan seperti berikut: bahwa nilai uang Rp 1000.000,- pada masa

sekarang akan berbeda dengan nilai uang Rp

1000.000,- pada masa lima tahun mendatang. Uang Rp 1000.000,- tersebut

mempunyai kesempatan untuk

menghasilkan uang. Terdapat dua hal pokok yang mendasari konsep

tersebut: yaitu adanya inflasi (presence of

inflation) dan preferensi konsumsi untuk masa sekarang daripada masa

depan. Lihat Damadaron Aswath (2001),

Corporate Finance: Theory and Practice. New York: John Wiley & Sons, h. 112

26 Lihat Muhammad Uzair (1980), “Some Conceptual and Practical Aspect of

Interest Free Banking, dalam

Khursid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics. Leicester: The Islamic

Foundation and Jeddah: International

Page 24: 53238229-bank-syariah.docx

Center for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University, h. 47.

27 Walau sebenarnya penentuan margin keuntungan dalam kontrak

murabahah dengan mempertimbangkan

tingkat bunga yang sedang berkembang di bank konvensional

(benchmarking) adalah tidak menjadikan kontrak

murabahah menjadi batal/tidak sah, sepanjang ketentuan syarat dan rukun

terpenuhi dalam kontrak tersebut. Hanya saja

benchmarking yang seperti itu perlu dihindari sejauh mungkin. Lihat

Muhammad Taqi Usmani (2002), An Introduction

to Islamic Finance. London: Kluwer Law International, h. 48.

28 Seperti dikemukakan oleh Volker Nienhaus (1986), “Islamic Economics,

Finance and Banking Theory and

Practice”, dalam Butterworths Editorial Staff (ed.), Islamic Banking and

Finance. Edinburgh: Butterworth & Co

(Publishers) Ltd, h. 10. Muhammad Taqi Usmani menyatakan bahwa asalnya

murabahah bukanlah sebagai instrumen

pembiayaan, ia hanyalah suatu bentuk penyimpangan dari usaha untuk

menghindari bunga. Ia bukanlah instrumen yang

ideal untuk mencapai tujuan ekonomi Islam yang sesungguhnya. Lihat

Muhammad Taqi Usmani (2002), op.cit., h. 41.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

11

masyarakat yang menganggap bahwa bank Syariah sama saja dengan bank

konvensional (10.2

% dari 1.500 responden). Margin keuntungan atau mark-up harga dalam

akad murabahah yang

dipraktikkan bank Syariah dianggap sama saja dengan bunga bank (16.5 %

dari 1.500

responden).29

Dalam praktik akad murabahah oleh BMT Dana Syariah, terlihat bahwa

bagian keuntungan

Page 25: 53238229-bank-syariah.docx

yang diperoleh oleh pihak BMT adalah bagian keuntungan yang pasti (fixed

return),30 yang mana

hal ini secara lahiriah dan sepintas lalu menyerupai dengan apa yang

berlaku dalam praktik kredit

oleh bank-bank konvensional. Dalam perkataan lain, pihak BMT menghadapi

risiko kerugian yang

minimal dalam operasinya.31 Akan tetapi sebenarnya terdapat perbedaan

yang mendasar dalam

aspek ini antara praktik akad murabahah oleh BMT dan praktik kredit oleh

bank-bank konvensional

yaitu jika nasabah BMT terlambat atau gagal membayar angsuran, secara

fikih mereka tidak akan

dikenakan denda. Sementara praktik di bank-bank konvensional jika nasabah

terlambat atau gagal

membayar angsuran pinjaman (pinjaman pokok tambah bunga), maka bank

akan mengenakan

denda.

Dalam praktik akad murabahah oleh BMT, terlihat bahwa dalam hal

penghitungan jumlah

margin keuntungan senantiasa mempertimbangkan jangka waktu

pembiayaan. Semakin lama

jangka waktu pembiayaannya, maka semakin besarlah margin keuntungan

yang diminta oleh

pihak BMT. Walaupun jumhur ulama baik dari mazhab Hanafiyyah,

Hanabilah, Syafi‘iyyah, maupun

Malikiyyah32 dan para intelektual muslim kontemporar seperti Yusuf al-

Qaradawi,33 Rafiq Yunus al-

Misri,34 dan Muhammad Uthman Syubair35 memperbolehkan bahwa jual

beli dengan pembayaran

tangguh penjual dapat menaikkan harga disebabkan oleh penangguhan

pembayaran dengan

Page 26: 53238229-bank-syariah.docx

syarat harga jual telah dinyatakan dalam kontrak pada peringkat awal jual

beli dilakukan. Akan

tetapi, secara lahiriah hal ini menyamai dengan penghitungan tingkat bunga

dalam pinjaman kredit

di bank konvensional yang juga mempertimbangkan jangka waktu kredit.

Semakin lama jangka

masa kreditnya, maka semakin besarlah bunga yang dikenakan pihak bank

konvensional terhadap

peminjamnya.

Namun demikian, sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar dalam

aspek ini antara

praktik akad murabahah oleh BMT Dana Syariah dan praktik kredit oleh

bank-bank konvensional

yaitu jika nasabah di bank-bank konvensional terlambat atau gagal melunasi

hutang pinjaman

pada waktu yang telah ditetapkan, maka bank akan mengenakan denda.

Sementara jika nasabah

BMT terlambat atau gagal membayar hutang, mereka tidak bisa dikenakan

denda, karena pada

hakikatnya ketika kontrak murabahah sudah ditandatangani, maka harga

itulah yang akan berlaku

hingga akhir, tidak dibenarkan adanya penambahan terhadap harga

kesepakatan.36 Akademi Fikih

Islam mengeluarkan fatwa bahwa jika nasabah gagal membayar pada waktu

yang telah disepakati

29 Lihat Bank Indonesia (2000), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat

terhadap Bank Syariah di Pulau

Jawa. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan.

30 Abdullah Saeed (1996), Islamic Banking and Interest: A Study of The

Prohibition of Riba and Its

Contemporary Interpretation. Leiden: E.J Brill, hh. 84-87.

Page 27: 53238229-bank-syariah.docx

31 Achmad Tohirin (2000), “Bank Konvensional dan Bank Islam dalam

Perbandingan” (Kertas kerja Seminar

Peringkat Kebangsaan di Universiti Muhammadiyah Yogyakarta, 13 Mei

2000), h. 5.

32 Lihat Syams al-Din al-Syaikh Muhammad al-Dasuqi (t.t.), Hasyiyah al-

Dasuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir, 4 j.

Beirut: Dar al-Fikr. juz. 3, h. 165; Muhammad ‘Ala’ al-Din Afnadi Ibn ‘Abidin

(1966), Hasyiyah Ibn ‘Abidin, juz. 5.

Beirut: Dar al-Ma‘rifah, h. 142; Muhammad al-Khatib al-Syarbini (1958),

op.cit., juz. 2, h. 79.

33 Lihat Yusuf al-Qaradawi (1987), Bay‘ al-Murabahah li al-Amir bi al-Syira’

kama Tajrihi al-Masarif al-

Islamiyyah. t.t.p.: Maktabah Wahbah, h. 26.

34 Rafiq Yunus al-Misri (1999), al-Riba wa al-Fa’idah, Dirasah Iqtisadiyyah

Muqaranah. Damsyiq: Dar al-

Fikr al-Mu‘asir, h. 20.

35 Muhammad Uthman Syubair (1998), al-Mu‘amalat al-Maliyyah al-

Mu‘asirah fi al-Fiqh al-Islami, Beirut:

Dar al-Nafa’is, h. 266.

36 Lihat Mohd. Daud Bakar (1999), “Isu Syari‘ah dalam Perbankan dan

Kewangan Islam: Pelaksanaan, Potensi

dan Cabaran dalam Pasaran Kewangan Islam dan Konvensional” (Kertas

Kerja dibentangkan di Seminar Sistem

Kewangan Islam, anjuran Kolej Islam Darul Ehsan, Shah Alam, 7 Ogos 1999),

h. 5. Lihat juga Tim Ingram (1986),

“Islamic Banking: A Foreign Bank’s View”, dalam Butterworths Editorial Staff

(ed.), Islamic Banking and Finance.

Edinburgh: Butterworth & Co (Publishers) Ltd, h. 56.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

12

Page 28: 53238229-bank-syariah.docx

maka pihak bank Syariah tidak boleh mengenakan denda atau pembayaran

lain atas kelewatan

tersebut, karena hal ini sama saja dengan menerapkan konsep bunga

terhadap angsuran

tersebut.37

Jika diperhatikan lebih seksama lagi, sesungguhnya terdapat banyak

perbedaan antara

pinjaman kredit yang berasaskan bunga di institusi keuangan konvensional

dengan praktik

pembiayaan BMT Dana Syariah Yogyakarta dengan instrumen murabahah,

selain yang telah

disebutkan di atas, misalnya dari segi objeknya, di antaranya sebagai

berikut:

a. Objek dalam akad murabahah berupa barang yang diperjualbelikan

sehingga hutang

nasabah pembiayaan kepada BMT adalah hutang karena akad jual beli

barang, sementara

pinjaman kredit berasaskan bunga di institusi keuangan konvensional adalah

perjanjian

pinjam meminjam uang sehingga hutang itu timbul karena pinjaman uang.

b. Transaksi pembiayaan dengan akad murabahah berdasarkan transaksi

barang yang

diperjualbelikan yang harus jelas objek barangnya, sehingga transaksi itu

merupakan

transaksi sektor riil, sementara pinjaman kredit berasaskan bunga di institusi

keuangan

konvensional tidak berdasarkan transaksi barang riil yang diperjualbelikan,

sehingga tidak

termasuk transaksi sektor riil.

Sedangkan dalam kaitannya dengan kejadian kegagalan pembayaran oleh

nasabah baik itu

Page 29: 53238229-bank-syariah.docx

karena mungkir bayar atau penanggahan pembayaran yang memang

terkadang terjadi di BMT,

sebagaimana telah diungkapkan dalam sub bab di atas menunjukkan bahwa

sikap dan tindakan

pihak manajemen BMT Dana Syariah maupun BMT FORMANIS adalah relatif

sama, yaitu dengan

pendekatan persuasif dan kekeluargaan.38 Sikap dan tindakan ini tentu

sangat baik, humanis,

manusiawi, dan islami, sesuai firman Allah dalam QS al-Syura (42): 38.

Adanya toleransi waktu kelewatan selama 3 (tiga) hari pada setiap angsuran

sebagaimana

tersebut dalam surat akad pembiayaan di BMT menunjukkan sikap ihsan

pihak manajemen BMT

Dana Syariah terhadap nasabah dan pemahaman yang meluas terhadap

makna firman Allah SWT

dalam QS al-Baqarah (2): 280.

Akan tetapi jika terjadinya keingkaran dan penangguhan pembayaran

angsuran ini

disebabkan karena sikap lalai para nasabah untuk membayar angsuran tepat

pada waktunya,

tentu ini merupakan suatu bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pihak

nasabah terhadap pihak

BMT. Sikap semacam ini harus dihukum supaya yang membuatnya tidak

mengulangi tindakannya.

Rasul SAW bersabda, artinya:

“Penangguhan (melalaikan) pembayaran hutang (padahal ia mampu)

merupakan

suatu bentuk kezaliman yang bisa dikenakan hukuman dan dicemarkan

nama

baiknya (semacam diblacklist)”.39

Page 30: 53238229-bank-syariah.docx

Tindakan pihak manajemen BMT yang mencoba menyelesaikan kasus

kegagalan

pembayaran dengan sistem kekeluargaan (di mana pihak BMT akan mencari

solusi dengan

mencari informasi dan kemungkinan-kemungkinan untuk menyelesaikan

kewajiban nasabah dari

sumber pendapatan nasabah itu sendiri) menunjukkan bahwa hubungan

antara keduanya

bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan batas yang

telah ditetapkan

undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah islamiyyah yang

bersifat alamiah.40 Hal ini

sesuai dengan firman Allah SWT:

37 Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Taqi Usmani, op.cit., h. 58 dari

Resolution No. 53 Vth Annual

Session, Jeddah, Journal No. 6, V. I, h. 447.

38 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

39 Bukhari (t.t.), Sahih al-Bukhari. Hadis No. 2400 dengan penjelasan Ahmad

Ibn ‘Ali Ibn Hajar al-‘Asqalani

(1401H), Fath al-Bari, juz.5. Rawdah: Matba‘ah al-Salafiyyah wa

Maktabatuha, h. 62.

40 Lihat penjelasan lebih luas lagi pada artikel Joni Tamkin bin Borhan

(2001), op.cit., hh. 127-130; Idem

(2000), op.cit., hh. 45-58. Lihat pula Farhad Nomani dan Ali Rahnema (1994),

Islamic Economic Systems. London: Zed

Books Ltd., hh. 31-32.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

13

%_&'_ _(__ ) _*_ _ ___+_ , _-(./_ 0_+_ %___12 _3_

Page 31: 53238229-bank-syariah.docx

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu

damaikanlah antara kedua

saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Terjemahan Surah al-Hujurat (49): 10

BMT Dana Syariah dan BMT FORMANIS memang mewajibkan pembayaran

angsuran

dilakukan secara tepat waktu. Kebijakan yang ditetapkan dua BMT ini pun

tidak bertentangan

dengan Syariah karena Allah berfirman:

4_*___ ____ ___" __#_ _$__ __

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu” QS al-Maidah

(5): 1

Seseorang yang berjanji, harus memenuhi janjinya, sesuai firman Allah

dalam QS al-Isra’ (17):

34.

Akad pembiayaan merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak BMT dan

nasabah

pembiayaan. Masing-masing pihak harus menunaikan janjinya masing-

masing. Ayat-ayat al-Quran

tersebut di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah memerintahkan untuk

memenuhi akad yang

dibuat dan memenuhi janji yang telah disepakati, karena hal itu akan

dimintai pertanggungjawaban

di akhirat kelak. Dengan demikian pengkhianatan terhadap sesuatu kontrak

adalah satu kesalahan

yang bisa didakwa. Penunaian suatu perjanjian merupakan kewajiban

penting di sisi Islam.

Akan tetapi tindakan pihak manajemen BMT Dana Syariah yang mengenakan

biaya operasi

Page 32: 53238229-bank-syariah.docx

tagihan sejumlah Rp.10.000,- setiap tagihan dan denda 3% dari jumlah

margin keuntungan atau

bagi hasil yang disepakati dalam akad jika terjadi kelewatan pembayaran

angsuran, serta uang

dari denda dan biaya operasi tagihan tersebut masuk menjadi pendapatan

BMT Dana Syariah41

merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari sisi Syariah, karena

meningkatkan harga

jual atau angsuran walaupun untuk mengganti biaya operasional yang

meningkat adalah tindakan

yang tidak dibenarkan di sisi Syariah.42 Di samping itu, mayoritas ulama dan

pakar ekonomi Islam

yang membolehkan pengenaan denda terhadap kegagalan pembayaran

tidak membolehkan uang

hasil denda tersebut masuk menjadi pendapatan institusi keuangan yang

bersangkutan, tetapi

harus dimanfaatkan untuk kepentingan sosial yaitu untuk maslahah ‘ammah

(public interest). 43

Bahkan Akademi Fikih Islam, mengeluarkan fatwa bahwa pengenaan denda

atau bayaran lain atas

kelewatan pembayaran angsuran sama saja dengan menerapkan konsep

riba terhadap angsuran

tersebut.44 Konsep riba merupakan salah satu bentuk riba yang dilarang

oleh Syariah.45 Allah

berfirman:

41 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

42 Lihat Mohd. Daud Bakar (1999), op.cit., h. 5.

43 Mohammad Ali Elgari, Mohammad Nejatullah Siddiqi dan Mohammad

Anas Zarqa (1993), “Qanun al-

Page 33: 53238229-bank-syariah.docx

Masarif, Sighah Muqtarahah li-Tanzim Qita‘ fi al-Masraf al-Islami”, Review of

Islamic Economics, Vol. 2, No. 2, hh.

67-79 (Arabic section); Muhammad Taqi Usmani (2002), op.cit., hh. 58-59;

Siddiq Muhammad al-Amin Al-Darir

(1985), “al-Ittifaq ‘ala Ilzam al-Madin al-Mu‘sir bi Ta‘wid Darar al-

Mumathalah”, Journal of Research in Islamic

Economics, Vol.3, No.1, hh. 111-112 (Arabic section).

44 Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Taqi Usmani, op.cit., h. 58 dari

Resolution No. 53 Vth Annual

Session, Jeddah, Journal No. 6, V. I, h. 447.

45 Untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang rasional

pengharaman riba oleh Syari‘ah, sila lihat

M. Umer Chapra (2000), “Why has Islam Prohibited Interest? Rationale

Behind the Prohibition of Interest”, Review of

Islamic Economics, No. 9, hh. 5-20.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

14

_ '_ 5'6_ 7___ ) _6__

Artinya:“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. QS al-

Baqarah (2): 275.

Bahkan dalam ayat lain, Allah mengharamkan secara jelas dan tegas apapun

jenis tambahan yang

diambil dari pinjaman. Allah berfirman:

,__1_ ___ %_ _ '_ __ 8* __ _9!_ ) _*_ ___" __#_ _$__ __

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah

dan tinggalkan sisa riba

(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. Terjemahan

Surah al-Baqarah (2):

278

Tindakan pihak BMT Dana Syariah dalam penyelesaian kegagalan

pembayaran untuk peringkat 1,

Page 34: 53238229-bank-syariah.docx

2, 3, 4 dan 5 merupakan suatu tindakan yang dibenarkan, karena

menunjukkan sikap ihsan pihak

pentadbir BMT Dana Syariah terhadap nasabah dan pemahaman yang

meluas terhadap makna

firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah (2): 280.

Apalagi jika pihak nasabah pembiayaan itu adalah benar-benar seorang yang

gharim, maka

tindakan BMT Dana Syariah yang melunaskan hutang pihak nasabah dengan

dana cadangan

risiko pembiayaan (akumulasi penyusutan) yang disediakan pihak

pengurusan BMT dan dana

Baitulmal BMT Dana Syariah46 merupakan suatu tindakan yang dibenarkan

dari sisi Syariah

berdasarkan firman Allah dalam Surah al-Baqarah (2): 280 dan Surah al-

Taubah (9).

Jika terjadi kegagalan pembayaran sampai 2 kali angsuran oleh nasabah

yang merugikan

hak pihak BMT dan nasabah penabung serta mengakibatkan kerugian yang

bisa memudaratkan

pihak BMT sebagai institusi keuangan mikro. Perbuatan yang memudaratkan

pihak lain

merupakan tindakan yang dilarang oleh Syariah, sebagaimana sabda

Rasulullah SAW yang

artinya: “Tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan”47

D. Penutup

Berdasarkan pada analisis yang telah dilaksanakan, telah nampaklah tiga

kesimpulan

sebagai jawaban terhadap rumusan masalah yaitu (1) Sebagian besar

prosedur (yang meliputi tiga

fase yaitu fase permulaan pembiayaan, fase masa pembiayaan, dan fase

setelah pembiayaan),

Page 35: 53238229-bank-syariah.docx

dan pelaksanaan akad pembiayaan oleh BMT di Yogyakarta telah sesuai

dengan prinsip-prinsip

Syariah. Walau terdapat transaksi di BMT Dana Syariah yang terlibat dengan

jual beli fuduli. (2)

Penentuan margin keuntungan dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di

BMT Dana Syariah

dan BMT FORMANIS ditentukan dengan cara negosiasi antara pihak BMT dan

nasabah sehingga

kedua-dua pihak bersepakat untuk mengadakan kontrak pembiayaan. Cara

penentuan margin

keuntungan dan bagi hasil seperti ini telah memenuhi syarat-syarat akad

pembiayaan. (3) Sikap

dan tindakan pihak manajemen BMT apabila terjadi kelewatan atau

keingkaran pembayaran oleh

nasabah dari waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan adalah sesuai dengan

ketentuan Syariah,

kecuali ada tindakan pihak manajemen BMT Dana Syariah yang perlu

diluruskan.

46 Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau, Pakem,

Sleman Yogyakarta.

47 Hadis Nabi Muhammad SAW dari riwayat Abu Hurairah, Ibn ‘Abbas, Abi

Sa‘id al-Khudri, Jabir dan

‘Aisyah. Lihat Muhammad Ibn Yazid Ibn Majah (1395 H), Sunan Ibn Majah, 2 j.

Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi.

juz 2, h. 784; al-Baihaqi (t.t), al-Sunan al-Kubra. Beirut: Dar al-Fikr, juz 10, h.

133.

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

15

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: 53238229-bank-syariah.docx

Abd al-Razzaq al-Sanhuri (1981), Masadir al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, juz 3.

Beirut: al-Majma‘ al-

‘Arabi al-Islami.

‘Abd al-Salam Ibn Sa‘id Ibn Habib al-Tanukhi Sahnun (t.t.), Al-Mudawwanah

al-Kubra, jil. 3. Beirut:

Dar al-Sadir

Abdul Mughits (2003), “Sosialisasi Bank Syariah di Kantong-kantong NU”,

dalam Irwan Kelana et

al. (eds.), Perbankan Syariah Masa Depan. Jakarta: Senayan Abadi

Publishing.

Abdullah Saeed (1996), Islamic Banking and Interest: A Study of The

Prohibition of Riba and Its

Contemporary Interpretation. Leiden: E.J Brill.

Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (t.t.), Al-Majmu‘ Syarh al-

Muhadhdhab, juz 9. Kaherah:

Matba‘ah al-Tadamun al-Akhawi

Achmad Tohirin (2000), “Bank Konvensional dan Bank Islam dalam

Perbandingan” (Kertas kerja

Seminar Peringkat Kebangsaan di Universiti Muhammadiyah Yogyakarta, 13

Mei 2000).

Afzalur Rahman (1979), Muhammad Blessing for Mankind. London: The

Muslim Schools Trust

London

______________ (1997), Muhammad: Encyclopedia of Seerah. Isnan et al.

(terj.), Muhammad

Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy,

Al-Kasani (t.t), Bada’i‘ al-Sana’i‘ fi Tartib al-Syara’i‘ , juz 5. Beirut: Matba‘ah

al-‘Asimah

Al-Sadiq Muhammad al-Amin al-Darir (1985) “al-Ittifaq ‘ala Ilzam al-Madin al-

Mu‘sir bi Ta‘wid Darar

Page 37: 53238229-bank-syariah.docx

al-Mumatilah”, Journal of Research in Islamic Economics, Vol. 3, No.1, hh.

111-112

(Arabic section).

Amir Muallim (2003), “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan

Syariah” dalam Jurnal

al-Mawarid, Edisi X Tahun 2003

Baihaqi, al (t.t), al-Sunan al-Kubra. Beirut: Dar al-Fikr.

Bank Indonesia (2000), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap

Bank Syariah di

Pulau Jawa. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan.

Bukhari (t.t.), Sahih al-Bukhari. Hadis No. 2400 dengan penjelasan Ahmad

Ibn ‘Ali Ibn Hajar al-

‘Asqalani (1401H), Fath al-Bari, juz.5. Rawdah: Matba‘ah al-Salafiyyah wa

Maktabatuha.

Damadaron Aswath (2001), Corporate Finance: Theory and Practice. New

York: John Wiley &

Sons

Dawam Rahardjo (2002), Ensiklopedi Al-Quran, Tafsir Sosial Berdasarkan

Konsep-konsep Kunci.

Jakarta: Paramadina

Farhad Nomani dan Ali Rahnema (1994), Islamic Economic Systems. London:

Zed Books Ltd.

Ibn Qudamah (1972), Al-Mughni Wa al-Syarh al-Kabir, jil. 4. Beirut: Dar al-

Kutub al-‘Arabi

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

16

Lashin Muhammad al-Ghayati, ia adalah diharuskan. Lihat Muhammad al-

Ghayati, “’Arbun

(Earnest Money) Sale”, Journal of Shari‘a and Islamic Studies, Vol. 10, No. 26,

Ogos

1995, Kuwait: Kuwait University

Page 38: 53238229-bank-syariah.docx

M. Dawam Rahardjo, (2004) “Menegakkan Syariat Islam di Bidang Ekonomi”,

kata pengantar

Buku Bank Islam. Jakarta: Rajawali Press

M. Umer Chapra (2000), “Why has Islam Prohibited Interest? Rationale

Behind the Prohibition of

Interest”, Review of Islamic Economics, No. 9, hh. 5-20.

M.Umer Chapra and Tariqullah Khan (2000), Regulation and Supervision of

Islamic Banks.

Jeddah: Islamic Research and Training Institute and Islamic Development

Bank, h. 89.

Manajemen BMT Dana Syari‘ah (t.t.), Leafet

Manajemen BMT Dana Syariah (t.t.), Company Profil BMT Dana Syariah.

Yogyakarta: Manajemen

BMT Dana Syariah

Mohammad Ali Elgari, Mohammad Nejatullah Siddiqi and Mohammad Anas

Zarqa (1993), “Qanun

al-Masarif-- Sighah Muqtarahah li-Tanzim Qita‘ fi al-Masraf al-Islami”, Review

of Islamic

Economics, Vol. 2, No. 2, 1993, hh. 67-97 (Arabic section).

Mohd. Daud Bakar (1999), “Isu Syari‘ah dalam Perbankan dan Kewangan

Islam: Pelaksanaan,

Potensi dan Cabaran dalam Pasaran Kewangan Islam dan Konvensional”

(Kertas Kerja

dibentangkan di Seminar Sistem Kewangan Islam, anjuran Kolej Islam Darul

Ehsan,

Shah Alam, 7 Ogos 1999).

Muhammad ‘Ala’ al-Din Afnadi Ibn ‘Abidin (1966), Hasyiyah Ibn ‘Abidin, juz.

5. Beirut: Dar al-

Ma‘rifah

Muhammad al-Khatib al-Syarbini (1958), Mughni al-Muhtaj, juz 1. Kaherah:

Syarikah Maktabah wa

Page 39: 53238229-bank-syariah.docx

Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih

Muhammad Husain Haekal (1981), Hayat Muhammad. Ali Audah (terj.),

Sejarah Hidup Nabi

Muhammad. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Muhammad Taqi Usmani (2002), An Introduction to Islamic Finance. London:

Kluwer Law

International

Muhammad Uthman Syubair (1998), al-Mu‘amalat al-Maliyyah al-Mu‘asirah fi

al-Fiqh al-Islami,

Beirut: Dar al-Nafa’is.

Muhammad Uzair (1980), “Some Conceptual and Practical Aspect of Interest

Free Banking, dalam

Khursid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics. Leicester: The Islamic

Foundation

and Jeddah: International Center for Research in Islamic Economics King

Abdul Aziz

University.

Noeng Muhadjir (1990), Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake

Sarasin

PINBUK (t.t.), Pedoman Cara Pembentukan BMT. Jakarta: Pusat Inkubasi

Bisnis Usaha Kecil

(PINBUK)

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

17

Rafiq Yunus al-Misri (1999), al-Riba wa al-Fa’idah, Dirasah Iqtisadiyyah

Muqaranah. Damsyiq: Dar

al-Fikr al-Mu‘asir.

Robert Rice (2004), “The Contribution of Household and Small Manufacturing

Establishment to

The Rural Economy”, dalam Thomas R. Leinbach (ed.) (2004), The

Indonesian Rural

Page 40: 53238229-bank-syariah.docx

Economy, Mobility, Work and Enterprise. Pasir Panjang Singapore: Institute of

Southeast

Asia Studies.

Roni Hanitijo Soemitro (1982), Metodologi Penelitian Hukum. Bandung: Sinar

Baru

Saad al-Harran et al. (1994), Islamic Marketing Strategy Eradicating Rural

Poverty in Malaysia.

Selangor: Pelanduk Publication.

Soertiana Nitisoemantri (2000), “Muhammadiyah dan Perkembangan

Mu‘amalah Kontemporer”,

dalam Muhammad Azhar et al. (eds.), Pengembangan Pemikiran Keislaman

Muhammadiyah: Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta: LPPI UMY dan Majlis

Tarjih

Muhammadiyah.

Syams al-Din al-Syaikh Muhammad al-Dasuqi (t.t.), Hasyiyah al-Dasuqi ‘ala

al-Syarh al-Kabir, 4 j.

Beirut: Dar al-Fikr.

Tim Peneliti Magister Studi Islam Universiti Islam Indonesia (MSI UII) (2004),

Profesionalisme

Praktisi BMT di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Yogyakarta: MSI UII.

Volker Nienhaus (1986), “Islamic Economics, Finance and Banking Theory

and Practice”, dalam

Butterworths Editorial Staff (ed.), Islamic Banking and Finance. Edinburgh:

Butterworth &

Co (Publishers) Ltd

Wahbah al-Zuhayli (1989), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 4. Beirut: Dar al-

Fikr

Wawancara dengan Bapak Jufri (mantan Ketua takmir Masjid An-Nur Dusun

Sono Wedomartani)

dan Bapak Wagiran (Ketua takmir Masjid An-Nur Dusun Sono Wedomartani

saat ini),

Page 41: 53238229-bank-syariah.docx

pada 13 Mei 2007.

Wawancara dengan Henri Wibowo (Pemasaran BMT Dana Syariah) pada 14

Mei 2007, di kantor

BMT Dana Syariah.

Wawancara dengan Ismiyanto (Direktur BMT Dana Syariah) pada 10 Mei

2007, di rumah beliau,

Pakem, Sleman Yogyakarta.

Wawancara dengan teller BMT FORMANIS, pada 12 Mei 2007.

Yusuf al-Qaradawi (1987), Bay‘ al-Murabahah li al-Amir bi al-Syira’ kama

Tajrihi al-Masarif al-

Islamiyyah. t.t.p.: Maktabah Wahbah.

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/