5 ramlan-pengendalian karat kedelai

7
Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai 9 PENGENALAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) DAN PENGELOLAANNYA PADA KEDELAI Ramlan dan Nurjanani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun. Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya. Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh). Kata Kunci: Pengenalan, penyakit karat, pengelolaan, kedelai ABSTRACT In Indonensia, soybean is the third strategic commodity after rice and maize, because every day is consumed by almost half the people with an average consumption level of 8.12 kg/capita/year. Soybean production in Indonesia since 1995 tended to decline. Soybean production in 2006 and 2007 each reached 795,340 and 782,530 tons, and in 2009 is estimated to drop to 757,540 tonnes. Currently, the national average soybean productivity at farm level is only around 1.3 t/ha with a range of 0.6 - 2.0 t/ha, while at the research level has reached 1.7 to 3.2 t/ha varies in accordance with the land fertility and application of technology. One obstacle to the improvement and stabilization of soybean production in Indonesia is to attack the leaf rust disease caused by the fungus Phakopsora pachyrhizi. Rust disease (P. Pachyrhizi) is a major disease on soybean plants in Indonesia in addition to other diseases of bacterial pustules caused by Xanthomonas axonopodis, antraknose caused by the fungus Colletotrichum truncatum var dematium. The disease can be controlled by combining a variety of control techniques, such as planting resistant varieties, an antagonistic fungus (Verticillium sp.), and botanical fungicides (clove oil). Keywords: Introduce, rust disease, management, soybean PENDAHULUAN Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun (Sudaryanto dan Swastika. 2007). Kebutuhan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tercermin dari permintaan kedelai dalam 10 tahun terakhir yang terus meningkat, jauh melampaui produksi dalam negeri, bahkan pada Januari 2008,

Transcript of 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Page 1: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai

  9

PENGENALAN PENYAKIT KARAT DAUN (Phakopsora pachyrhizi) DAN PENGELOLAANNYA PADA KEDELAI

Ramlan dan Nurjanani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun. Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya. Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh). Kata Kunci: Pengenalan, penyakit karat, pengelolaan, kedelai

ABSTRACT  In Indonensia, soybean is the third strategic commodity after rice and maize, because every day is consumed by almost half the people with an average consumption level of 8.12 kg/capita/year. Soybean production in Indonesia since 1995 tended to decline. Soybean production in 2006 and 2007 each reached 795,340 and 782,530 tons, and in 2009 is estimated to drop to 757,540 tonnes. Currently, the national average soybean productivity at farm level is only around 1.3 t/ha with a range of 0.6 - 2.0 t/ha, while at the research level has reached 1.7 to 3.2 t/ha varies in accordance with the land fertility and application of technology. One obstacle to the improvement and stabilization of soybean production in Indonesia is to attack the leaf rust disease caused by the fungus Phakopsora pachyrhizi. Rust disease (P. Pachyrhizi) is a major disease on soybean plants in Indonesia in addition to other diseases of bacterial pustules caused by Xanthomonas axonopodis, antraknose caused by the fungus Colletotrichum truncatum var dematium. The disease can be controlled by combining a variety of control techniques, such as planting resistant varieties, an antagonistic fungus (Verticillium sp.), and botanical fungicides (clove oil). Keywords: Introduce, rust disease, management, soybean

PENDAHULUAN

Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung, karena setiap hari dikonsumsi oleh hampir sebagian masyarakat dengan tingkat konsumsi rata-rata 8,12 kg/kapita/tahun (Sudaryanto dan Swastika. 2007). Kebutuhan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tercermin dari permintaan kedelai dalam 10 tahun terakhir yang terus meningkat, jauh melampaui produksi dalam negeri, bahkan pada Januari 2008,

Page 2: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011

  10

kedelai menjadi barang langka sehingga harganya melambung dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 8.500/kg. Kondisi ini menyulitkan banyak industri dan masyarakat yang kesehariannya bergantung pada produk berbahan baku kedelai, antara lain tempe, tahu dan susu kedelai.

Produksi kedelai di Indonesia sejak tahun 1995 cederung mengalami penurunan. Pada tahun 2007 produksi kedelai hanya 35% dibanding produksi tahun 1995 (BPS, 2008). Sedangkan Yulianto B. et al. (2008). Mengemukakan bahwa produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 795.340 dan 782.530 ton, dan tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 757.540 ton. Konsekwensi dari penurunan produksi adalah terjadinya defisit kedelai yang terus bertambah, karena konsumsi nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, rata-rata nasional produktivitas kedelai di tingkat petani hanya sekitar 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6 -2,0 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7 – 3,2 t/ha bervariasi menurut kesuburan lahan dan penerapan teknologinya (Puslitbangtan. 2008).

Salah satu hambatan dalam peningkatan dan stabilisasi produksi kedelai di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat telah tersebar luas di sentra produksi dedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan dan Sulawesi (Semangun. 1991).

Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum, penyakit tular tanah dan penyakit yang disebabkan oleh virus (Semangun. 2008).

Penyakit karat yang disebabkan jamur Phakopspora pachyrhizi merupakan penyakit penting pada kedelai. Penyakit karat dapat menurunkan hasil karena daun-daun yang terserang akan mengalami defoliasi lebih awal sehingga akan mengakibatkan berkurangnya berat biji dan jumlah polong yang bervariasi antara 10-90%, tergantung pada fase perkembangan tanaman, lingkungan dan varietas kedelai (Sinclair dan Hartman. 1999).

Kehilangan hasil akibat penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono et al. 1985). Besarnya kehilangan hasil bergantung pada berbagai faktor antara lain ketahanan tanaman. Pada varietas Orba, kehilangan hasil dapat mencapai 36%, sedangkan pada varietas TK-5 sebesar 81% (Sumarno dan Sudjono. 1977).

BIOLOGI PENYAKIT KARAT

Gejala Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah terdapatnya bintik-

bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak berwarna coklat pada bagian bawah daun, yaitu uredium penghasil uredospora. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan polong hampa. Terjadi bercak- bercak kecil berwarna cokelat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi cokelat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul- bisul (pustule) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang-tulang daun tepatnya didekat daun yang terinfeksi. Biasanya dimulai dari daun bawah baru kemudian ke daun yang lebih muda.

Page 3: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai

  11

Gambar 1. Gejala serangan karat pada permukaan bawah daun kedelai

Penyebab Penyakit Penyakit karat disebabkan oleh cendawan P. pachyrhizi. Spora cendawan dibentuk dalam

uredium dengan diameter 25−50 µm sampai 5−14 µm. Uredospora berbentuk bulat telur, berwarna kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 18−34 µm sampai 15−24 µm. Permukaan uredospora bergerigi. Uredospora akan berkembang menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia berbentuk bulat panjang dan berisi 2−7 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 15−26 µm sampai 6−12 µm. Stadium teliospora jarang ditemukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum awal. Di Amerika Latin, penyakit karat disebabkan oleh dua spesies, yaitu P. pachyrhizi yang sangat virulen dan P. meibomiae yang kurang virulen (Sumartini. 2010).

Ekologi

Tanaman Inang cendawan-cendawan tersebut antara lain tanaman komak, bengkuang, kacang krotok, kacang polong, kacang kapri, kacang panjang, dan kacang asu. Penyakit karat kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam.

Siklus penyakit dan epidemiologi Epidemi didorong oleh panjangnya waktu daun dalam kondisi basah dengan temperatur kurang

dari 280 oC. Perkecambahan spora dan penetrasi spora membutuhkan air bebas dan terjadi pada suhu 8-280 oC. uredia muncul 9-10 hari setelah infeksi, dan urediospora diproduksi setelah 3 minggu. Kondisi lembab yang panjang dan periode dingin dibutuhkan untuk menginfeksi daun-daun dan sporulasi. Penyebaran urediniospora dibantu oleh hembusan angin pada waktu hujan. Patogen ini tidak ditularkan melalui benih.

Tanaman Inang Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman

kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang. Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17 jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.

Page 4: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011

  12

PENGENDALIAN

Pengendalian penyakit karat dianjurkan dilakukan dengan memadukan beberapa komponen pengendalian yang ramah lingkungan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Komponen pengendalian penyakit karat meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan bahan nabati dan hayati.

Varietas Tahan Pemantauan penyakit karat dimulai pada saat tanaman kedelai berumur tiga minggu.

Pengendalian penyakit dilakukan apabila intensitas serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul tahan karat. Untuk varietas rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah harus dilakukan upaya pengendalian. Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979). Ketahanan suatu varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap penyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit tersebut.

Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979).

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) telah melepas beberapa varietas unggul kedelai 10 tahun terakhir (1995-2005), dengan ketahanan terhadap penyakit karat yang bervariasi (Tabel 1) (Balitkabi. 2007).

Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat menghasilkan biji. Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati (Sumartini. 2010).

Agens Hayati

Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikro-penyakit. Menurut Zadoks dan Schein (1979), cara pengendalian tersebut dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan mengurangi perkembangan penyakit. Keunggulan cara pengendalian tersebut adalah tidak mencemari lingkungan dan dengan satu kali aplikasi, efek residunya dapat bertahan lama, sampai beberapa musim tanam.

Pengendalian menggunakan fungisida memang efektif tetapi untuk menghindari dampak negatifnya diperlukan cara pengendalian lain yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi jamur parasit. Jamur parasit Verticillium lecani dilaporkan dapat memparasit jamur karat pada tanaman kacang tanah (Subrahmanyam dan McDonald, 1987). Penelitian pendahuluan di laboratorium awal tahun 2005 pada daun kedelai yang dipetik menunjukkan bahwa Verticillium sp. mampu memparasit jamur karat kedelai lebih 40% (Sri Hardaningsih. 2008).

Hasil penelitian Sri Hardaningsih (2008), menunjukkan bahwa Persentase parasitisasi Verticillium sp. terhadap jamur karat meningkat sejak aplikasi pertama pada 30 hari setelah tanam (0%) sampai aplikasi terakhir pada 57 hst, yaitu 98,7%. pada perlakuan aplikasi Verticillium sp. 5x. (Tabel 2.). Demikian juga untuk aplikasi 4x, 3x, 2x, dan tanpa Verticillium sp. menunjukkan peningkatan persentase parasitisasi sejak pengamatan pertama pada 30 hari, 17%, sampai pengamatan terakhir pada 58 hari. Pada perlakuan tanpa Verticillium persentase parasitisasi 17% pada pengamatan pertama (30 hari), kemudian menurun menjadi 6% pada pengamatan kedua (37 hari) dan 5% pada pengamatan ketiga

Page 5: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai

  13

(44 hari) dan menjadi 0% pada pengamatan keempat dan kelima berturut-turut pada 41 hari dan 58 hari.

Tabel 1. Karakter unggul varietas kedelai yang dilepas 10 tahun terakhir (1995-2005)

Varietas Umur (hari)

Poten hasil (t/ha)

Ketahanan terhadap penyakit karat

Tidar

Dieng

Malabar

Meratus

Sinabung

Tanggamus

Argomulyo

Burangrang

Wilis

Manglayang

Kaba

Sinabung

Anjasmoro

Rajabasa

75

76

70

75

88

88

79

79

85

86

85

88

82

85

1,40

1,70

1,30

1,40

2,16

2,50

2,00

2,00

1,60

1,90

2,10

2,20

2,0

3,90

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Toleran

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Agak tahan

Tahan

Sumber: Balitkabi (2007)

Tabel 2. Presentase parasitisasi jamur karat oleh Verticillium sp. (%)

Perlakuan Apl I (30hst)

Apl II (37hst)

Apl III (44hst)

Apl IV (51hst)

Apl V (58hst)

Verticill ium 5 x

Verticillium 4 x

Verticillium 3 x

Verticillium 2 x

Tanpa Verticillium

Difenokonasol 5

0

0

0

0

17,00

--

100

100

100

100

6,00

--

95,4

95,9

95,4

96,9

5,0

--

100

100

100

100

0

--

98,7

100

100

99,3

0

--

Sumber: Sri Hardaningsih (2008)

Page 6: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011

  14

Fungisida Nabati Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak mencemari lingkungan,

bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah daripada fungisida sintetis (Kardinan. 1998). Balitkabi telah melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak cengkih dalam

melindungi tanaman kedelai dari infeksi penyakit karat. Intensitas serangan karat pada tanaman tanpa perlakuan minyak cengkih cukup tinggi; pada pengamatan umur 65 hari setelah tanam (hst) di rumah kaca dan pada umur 78 hst

di lapangan, intensitas serangan karat berturut-turut sebesar 73% dan 34%. Intensitas serangan karat dengan perlakuan minyak cengkih bervariasi dari 5% hingga 21,60% (Tabel 3). Interval waktu penyemprotan minyak cengkih terendah, baik untuk pertanaman di rumah kaca maupun di lapangan, adalah 5 hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan minyak cengkih akan efektif apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu minimum 5 hari sekali.

Tabel 3. Intensitas serangan penyakit karat di rumah kaca dan Kebun Percobaan Jambegede,

Malang, musim kemarau kedua 2008.

Intensitas serangan karat (%) Frekuensi penyemprotan minyak cengkeh Di rumah kaca Di lapangan

Interval 1 hari Interval 2 hari Interval 3 hari Interval 4 hari Interval 5 hari Interval 6 hari Interval 7 hari Tanpa minyak cengkeh

13,30 7,50 15,00 19,15 5,00 14,15 8,30

73,30

20,00 21,60 19,20 18,20 16,60 17,80 19,60 33,60

Sumber: Sumartini (2010)

KESIMPULAN

a. Penyakit karat (P. Pachyrhizi) merupakan penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia di samping penyakit lain yaitu pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis, antraknose yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum dematium var truncatum.

b. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, cendawan antagonis (Verticillium sp.), dan fungisida nabati (minyak cengkeh).

c. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit karat adalah suhu, kelembapan, cahaya matahari, dan tanaman inang.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2007. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu kedelai. Puslitbangtan. Balitbangtan. 54 hal.

BPS. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan bahan nabati di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb Pert. 17(1): 1−8.

Page 7: 5 ramlan-pengendalian karat kedelai

Ramlan Dan Nurjanani : Pengenalan Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrhizi) Dan Pengelolaannya Pada Kedelai

  15

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Panduan teknis budidaya kedelai di berbagai agroekosistem. Badan Litbang Pertanian. Deptan. 29 hal.

Semangun. H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 475 hal.

Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Poress, Yogyakarta. 449 hal.

Sinclair, J.B. and G.L. Hartman. 1999. Soybean Rust. In G.L. Hartman, J.B. Sinclair, J.C. Rupe (Eds.) Compendium of Soybean Diseases (Fourth Edition). APS Press The American Phytopathological Society. p.25-26.

Sudaryanto T dan D.K.S. Swastika. 2007. Kedudukan Indonesia dalam perdagangan internasional kedelai. p. 28-44. Dalam: Sumarno et al. (Eds.). Kedelai: teknik produksi dan pengembangan Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Sudjono, M.S. 1979. Ekobiologi cendawan karat kedelai dan resistensi varietas kedelai. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hal.

Sumarno dan S. Sudjono. 1977. Breeding for soybean rust resistance in Indonesia. P. 66-70. Report of Workshop on Rust of Soybean Problem and Research Needs. Manila.

Sumartini. 2010. Penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya yang ramah lingkungan. Jurn Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 29(3).

Sri Hardaningsih. 2008. Penelitian pendahuluan penyakit karat kedelai Menggunakan jamur hiperparasit Verticillium sp. Risalah Seminar Hasil 2006, Malang: 445-460.

Zadoks, J.C. dan R.D. Schein. 1979. Epidemiology and plant disease management. Oxford Univ Press. New York. 427 pp.

Yulianto B., W. Tengkano, dan Marwoto. 2008. Penggerek polong kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan strategi pengendaliannya di Indonesia. Jur Penel dan Pengemb Pert. Indonensian Agricultural Research and Development Journal: 27(4).