5. Pelaksanaan Audit Keuangan

download 5. Pelaksanaan Audit Keuangan

of 22

description

Pemeriksaan Keuangan Negara

Transcript of 5. Pelaksanaan Audit Keuangan

TUGAS MATA KULIAH SEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARAPELAKSANAAN PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

Disusun Oleh :

Kelompok 5 Kelas 9 C1. Andri Setyawan Mulyono (2)2. Aris Munanzar (4)3. Marsono (15)4. Taruli Cristovina (25)PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUSSEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA2015

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHA. PENDAHULUAN

Penetapan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dilakukan untuk melaksanakan amanat Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Agar Badan Pemeriksa Keuangan dapat melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara secara efektif, sesuai peraturan perundang-undangan yang terbaru maka Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentang SPKN ini mengatur hal-hal pokok yang memberi landasan operasional sebagai pengganti Standar Audit Pemerintahan atau SAP yang selama ini berlaku. SPKN memuat persyaratan profesional Pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional bagi para Pemeriksa dan organisasi Pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara. SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. SPKN terdiri atas Pendahuluan Standar Pemeriksaan dan 7 (tujuh) PSP. Pernyataan standar pemeriksaan nomor 02 mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan keuangan, dengan memberlakukan 3 standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dan menetapkan 5 standar tambahan.B. STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar pemeriksaan Keuangan Negara, yaitu pada Pernyataan standar pemeriksaan 02 mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan keuangan. Standar Pemeriksaan memberlakukan setiap standar pekerjaan lapangan audit keuangan dan Pernyataan Standar Audit (PSA) yang ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain. Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI, berikut ini:

a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan tambahan berikut ini :

a. Komunikasi pemeriksaPemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.

Standar Pemeriksaan mensyaratkan pemeriksa untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas yang diperiksa dan melakukan komunikasi dengan entitas yang diperiksa. Standar Pemeriksaan memberi kesempatan untuk memperluas pihak yang akan diajak berkomunikasi tentang hal yang berkaitan dengan informasi tertentu selama perencanaan pemeriksaan, termasuk kemungkinan adanya pembatasan dalam pelaporan, untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan. Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan bentuk, isi, dan intensitas komunikasi. Perlu diketahui bahwa, bentuk komunikasi tertulis adalah bentuk yang lebih baik. Pemeriksa dapat mengkomunikasikan informasi yang dipandang perlu dengan memuatnya dalam program pemeriksaan. Komunikasi yang dilakukan pemeriksa harus didokumentasikan.

Gambar 1: Ilustrasi Konsep Standar Pelaksanaan Pemeriksaan KeuanganSumber: Diolah dari PSP 02

Pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawabnya dalam penugasan pemeriksaan antara lain kepada:

1) Manajemen entitas yang diperiksa.

2) Lembaga/badan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen atau pemerintah seperti DPR/DPRD, dewan komisaris, komite audit, dan dewan pengawas.

3) Pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam proses pelaporan keuangan.

Dalam mengkomunikasikan sifat pekerjaan pemeriksaan dan tingkat keyakinan, pemeriksa harus secara khusus menekankan pekerjaan pemeriksaan dan pelaporan yang berkaitan dengan pengujian pengendalian intern atas laporan keuangan, kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama tahap perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawab mereka untuk menguji pengendalian intern atas laporan keuangan dan kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Komunikasi ini harus mencakup pengujian pengendalian intern tambahan yang diminta atau dipersyaratkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal BPK menugaskan pemeriksa melaksanakan pemeriksaan berdasarkan permintaan entitas yang diperiksa dan atau pihak ketiga, BPK atau pemeriksa juga harus melaksanakan komunikasi dengan pihak tersebut. Komunikasi tersebut harus dilakukan secara tertulis.

Pemeriksa sebaiknya melakukan komunikasi dengan pemeriksa/pengawas dan/atau manajemen entitas yang diperiksa. Komunikasi tersebut dapat berupa pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek pemeriksaan dan pengendalian intern entitas yang diperiksa. Pemeriksa dapat juga menggunakan surat penugasan sebagai media sehingga pihak lain yang berkepentingan dapat tetap terinformasi.

Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, pemeriksa harus menulis catatan yang berisi ringkasan hasil pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dan menjelaskan alasan pemeriksaan dihentikan. Pemeriksa harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan dan pihak lain yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Apabila akuntan publik atau pihak lainnya yang bekerja untuk dan atas nama BPK ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan dan akuntan publik atau pihak lain tersebut berpendapat bahwa pemeriksaan harus dihentikan sebelum pemeriksaan berakhir maka akuntan publik atau pihak lain tersebut wajib mengkonsultasikan pandangannya terlebih dahulu secara tertulis kepada BPK. Selanjutnya BPK akan memutuskan apakah pemeriksaan harus dilanjutkan atau dihentikan.

b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya

Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.

Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan. Pemeriksa harus mempergunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan (1) periode yang harus diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan.

Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan.

Pemeriksa perlu memperhatikan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, manajemen dapat memperoleh sanksi bila tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pemeriksa harus menilai apakah manajemen telah menyiapkan secara memadai suatu sistem pemantauan tindak lanjut pemeriksaan yang dilakukan oleh berbagai pemeriksa, baik intern maupun ekstern, pada entitas tersebut. Selain itu, pemeriksa perlu memastikan bahwa seluruh lini manajemen entitas telah mengetahui dan memantau hasil pemeriksaan yang terkait dengan unit di bawah kendalinya. Pemantauan tersebut dilakukan oleh manajemen dan bukan hanya oleh pengawas entitas yang bersangkutan.

c. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)1) Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi.2) Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan.Standar Pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa harus menilai risiko salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan dari informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan tersebut. Standar Pemeriksaan juga mensyaratkan agar pemeriksa mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material yang mungkin timbul karena ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa ketidakpatuhan telah atau akan terjadi.Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketidakpatutan terjadi tidak disebabkan oleh kecurangan dan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal ini, ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada di luar pikiran yang masuk akal atau di luar praktik-praktik sehat yang lazim. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang dapat mengindikasikan terjadinya ketidakpatutan. Apabila informasi yang diperoleh pemeriksa (hal ini bisa melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima mengenai terjadinya kecurangan atau cara-cara yang lain) mengindikasikan telah terjadi ketidakpatutan, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah ketidakpatutan tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan secara signifikan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan, untuk: (1) menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan (2) apabila memang benar-benar terjadi, pemeriksa harus menentukan pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan. Walaupun demikian, karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan bersifat subyektif, maka pemeriksa diharapkan tidak memberikan keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan. Pemeriksa harus mempertimbangkan faktor kuantitatif dan kualitatif dalam membuat pertimbangan mengenai signifikan atau tidaknya ketidakpatutan yang mungkin terjadi dan apakah pemeriksa perlu untuk memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan.

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya. Dalam kondisi tertentu, ketentuan peraturan perundang-undangan mengharuskan pemeriksa melaporkan indikasi terjadinya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketidakpatutan kepada pihak yang berwenang sebelum memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan. Pemeriksa perlu memperhatikan prosedur yang berlaku di BPK untuk melaksanakan pelaporan kepada pihak yang berwenang tersebut. Pemeriksa bisa juga diminta untuk menghentikan atau menunda prosedur pemeriksaan selanjutnya agar tidak mengganggu investigasi.

d. Pengembangan temuan pemeriksaan

Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.

Temuan pemeriksaan, seperti kurang memadainya pengendalian intern, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun demikian, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan seluruhnya bergantung pada tujuan pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan pemeriksaannya telah dipenuhi dan laporannya secara jelas mengaitkan tujuan tersebut dengan unsur temuan pemeriksaan. Pemeriksa perlu melakukan pembahasan dengan manajemen entitas yang diperiksa untuk mengembangkan temuan pemeriksaan.

e. Dokumentasi pemeriksaan (lihat paragraf 26 s.d. 33).

Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.

Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi yang dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan menggambarkan catatan penting mengenai pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis, dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa.

Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu:

1) Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan.

2) Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan.

3) Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.

4) Dokumentasi pemeriksaan juga harus memuat informasi tambahan sebagai berikut:

5) Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan, termasuk kriteria pengambilan uji-petik (sampling) yang digunakan.

6) Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung simpulan dan pertimbangan profesional.

7) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan.

8) Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan beserta alasan dan akibatnya.

Penyusunan dokumentasi pemeriksaan harus cukup terinci untuk memberikan pengertian yang jelas tentang tujuan, sumber dan simpulan yang dibuat oleh pemeriksa, dan harus diatur sedemikian rupa sehingga jelas hubungannya dengan temuan dan opini yang ada dalam laporan hasil pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan memungkinkan dilakukannya reviu terhadap kualitas pelaksanaan pemeriksaan, yaitu dengan memberikan dokumentasi pemeriksaan tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumentasi tertulis maupun dalam format elektronik. Apabila dokumentasi pemeriksaan hanya disimpan secara elektronik, organisasi pemeriksa harus yakin bahwa dokumentasi elektronik tersebut dapat diakses sepanjang periode penyimpanan yang ditetapkan dan akses terhadap dokumentasi elektronik tersebut dijaga secara memadai.

Organisasi pemeriksa harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Organisasi pemeriksa harus menjaga dengan baik dokumentasi yang berkaitan dengan setiap pemeriksaan. Organisasi pemeriksa harus mengembangkan kebijakan dan kriteria yang jelas guna menghadapi situasi bila ada permintaan dari pihak ekstern yang meminta akses terhadap dokumentasi, khususnya yang berhubungan dengan situasi di mana pihak ekstern mencoba untuk mendapatkannya secara tidak langsung kepada pemeriksa mengenai hal-hal yang tidak dapat mereka peroleh secara langsung dari entitas yang diperiksa. Kebijakan dimaksud perlu mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi organisasi pemeriksa atau entitas yang diperiksa.

C. PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAANMetodologi yang digunakan dalam pemeriksaan LKPP dan LKKL maupun LKPD secara ringkas meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan yang meliputi 24 langkah/ kegiatan. Di dalam proses pemeriksaan tersebut, ukuran atau kriteria yang digunakan adalah standar pemeriksaan, Panduan Manajemen Pemeriksaan serta tujuan dan harapan penugasan. Di dalam proses tersebut, supervisi serta pengendalian dan penjaminan mutu pemeriksaan dilakukan sepanjang proses tersebut. Secara ringkas, metodologi pemeriksaan sebagai berikut

Terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan Laporan keuangan pemerintah, hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka Pelaksanaan pemeriksaan meliputi 9 (sembilan) kegiatan, yaitu: a. Pelaksanaan pengujian analitis terinci, b. Pengujian sistem pengendalian intern, c. Pengujian substantif atas transaksi dan saldo, d. Penyelesaian penugasan, e. Penyusunan ikhtisar koreksi, f. Penyusunan konsep temuan pemeriksaan, g. Pembahasan dengan pejabat entitas yang berwenang, h. Perolehan tanggapan resmi dan tertulis dari pejabat entitas yang berwenang, serta i. Penyampaian temuan pemeriksaan.Penjelasan dari petunjuk pelaksanaan pemeriksaan Keuangan adalah sebagai berikut :1. Pelaksanaan Pengujian Analitis Terinci

Pengujian analitis dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan dengan (1) Analisa Data, (2) Teknik Prediktif, dan (3) Analisa Rasio dan, Tren, sesuai dengan area yang telah ditetapkan sebagai uji petik, dengan membandingkan antar unsur LKPP, LKKL dan LKPD serta informasi nonkeuangan yang terkait secara terinci.

1) Analisa Data

Pemeriksa menguji meliputi antara lain:

Ketepatan penjumlahan secara horizontal dan vertikal pada laporan keuangan dan kesesuaian dengan SAP Ketepatan akun/perkiraan dan nilainya dibandingkan dengan semua akun/perkiraan dan nilainya dari laporan keuangan Kecukupan pengungkapan akun/perkiraan tersebut.

2) Teknik Prediktif

Pemeriksa menguji lebih rinci kenaikan nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) dari tahun sebelumnya.

3) Analisa Rasio atau Tren

Pemeriksa menguji lebih rinci rasio atau tren akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian analitis awal seperti antar akun belanja dan kenaikan/penurunan aset tetap dan sebagainya.

Pengujian analitis terinci ini diharapkan dapat membantu pemeriksa untuk menemukan hubungan logis penyajian akun pada LKPP dan LKKL serta LKPD dan menilai kecukupan pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan yang diperiksa, serta membantu menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.

2. Pengujian Sistem Pengendalian Intern

Petunjuk pengujian pengendalian meliputi pengujian yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan implementasi sistem pengendalian intern dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Dalam pengujian desain sistem pengendalian intern, pemeriksa mengevaluasi apakah sistem pengendalian intern telah didesain secara memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan kecurangan. Sementara, pengujian implementasi sistem pengendalian intern dilakukan dengan melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.Selain pengujian sistem pengendalian intern tersebut, pemeriksa melakukan pengujian unsur-unsur transparansi fiskal yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan.Pengujian sistem pengendalian intern merupakan dasar pengujian substantif selanjutnya. Pengujian sistem pengendalian intern dilakukan berdasarkan pemahaman atas sistem pengendalian intern pada tahap perencanaan/ persiapan pemeriksaan.Hasil pengujian sistem pengendalian intern tersebut digunakan untuk menentukan strategi pengujian transaksi keuangan dan asersi-asersi laporan keuangan entitas yang diperiksa, seperti: (1) Keberadaan dan keterjadian, (2) Kelengkapan, (3) Hak dan kewajiban, (4) Penilaian dan pengalokasian, serta (5) Penyajian dan pengungkapan.

Strategi pengujian transaksi LKPP, LKKL maupun LKPD meliputi (1) Pengujian Substantif Mendalam dan (2) Pengujian Substantif Terbatas. Pengujian Substantif Mendalam dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan lemah atau risiko pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa langsung melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan sampel yang luas dan tanpa mempertimbangkan transaksi dan akun-akun yang signifikan.

Pengujian Substantif Terbatas dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan baik/efektif atau risiko pengendaliannya rendah.

Pengujian pengendalian meliputi pengujian pengendalian pada transaksi dan akun/perkiraan sebagai berikut:

1) Pengujian Pengendalian Transaksi Pendapatan/Hibah dan Penerimaan Pembiayaan

2) Pengujian Pengendalian Transaksi Belanja Negara dan Pengeluaran Pembiayaan

3) Pengujian Pengendalian Kas dan Bank

4) Pengujian Pengendalian Piutang

5) Pengujian Pengendalian Persediaan

6) Pengujian Pengendalian Investasi

7) Pengujian Pengendalian Aset Tetap

8) Pengujian Pengendalian Dana Cadangan

9) Pengujian Pengendalian Aset Lainnya

10) Pengujian Pengendalian Kewajiban

Dalam keadaan dimana pemerintah pusat menyelenggarakan sistem akuntansi berbasis teknologi informasi, maka pengujian pengendalian juga dilakukan atas pengendalian teknologi informasi yang meliputi pengujian atas (1) Pengendalian umum dan (2) Pengendalian aplikasi.

3. Pengujian Substantif Transaksi dan Saldo

Pengujian substantif meliputi pengujian substantif atas transaksi dan saldo-saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang diperiksa. Pengujian tersebut memperhatikan kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pengujian substantif atas transaksi dan saldo dilakukan setelah pemeriksa memperoleh LKPP, LKKL atau LKPD untuk diperiksa. Pengujian substantif atas transaksi dan saldo dapat dilakukan juga pada pemeriksaan interim, namun hasil pengujian tersebut perlu direviu lagi setelah LKPP dan LKKL tersebut diterima.

Pengujian substantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi manajemen atas LKPP, LKKL atau LKPD, yaitu (1) Keberadaan dan keterjadian, (2) Kelengkapan, (3) Hak dan kewajiban, (4) Penilaian dan pengalokasian, serta (5) Penyajian dan pengungkapan.

Pengujian substantif atas transaksi dan saldo meliputi pengujian pada:

1) Pendapatan negara/hibah dan penerimaan pembiayaan

2) Belanja negara dan pengeluaran pembiayaan

3) Kas dan Bank

4) Piutang

5) Persediaan

6) Aset Tetap

7) Dana Cadangan

8) Aset Lainnya

9) Kewajiban

Untuk pengujian substantif atas transaksi dan saldo perkiraan yang terkait dengan perusahaan negara/daerah (BUMN/BUMD), pemerintah daerah, dan lembaga lain di luar pemerintah pusat, pengujian juga dilakukan pada masing-masing entitas tersebut oleh AKN yang bersangkutan. Hasil pengujian tersebut disampaikan kepada AKN yang membidangi pemeriksaan LKPP dan LKKL. AKN yang membidangi tersebut dapat memberitahukan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.

4. Penyelesaian Penugasan

Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan untuk mereviu tiga hal, yaitu: (1) Kewajiban kontinjensi, (2) Kontrak/komitmen jangka panjang, dan (3) Kejadian setelah tanggal neraca.

1) Reviu Kewajiban Kontinjensi

Kewajiban kontinjensi merupakan (1) Kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah pusat atau (2) Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui karena pemerintah pusat tidak ada kemungkinan mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Contoh kewajiban kontinjensi antara lain (1) Permasalahan hukum yang masih pending terkait hak dan kewajiban pemerintah pusat, (2) Kemungkinan klaim, (3) Jaminan pemerintah pusat atas barang/jasa.

Prosedur yang harus ditempuh pemeriksa adalah sebagai berikut:

(a) Dapatkan dan reviu putusan hukum yang masih pending terkait hak dan kewajiban pemerintah pusat/kementerian/lambaga serta keputusan-keputusan lainnya, yang kemungkinan menimbulkan kewajiban kontinjensi.(b) Diskusikan dengan pejabat terkait seperti menteri/pimpinan lembaga dan sekretaris menteri/pimpinan lembaga atau pejabat lain di bidang hukum atau yang terkait lainnya mengenai kemungkinan kewajiban kontinjensi tersebut.(c) Teliti apakah kewajiban kontinjensi tersebut telah diungkapkan oleh menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait lainnya di dalam laporan keuangan.

Dalam hal ini perlu juga ditambahkan kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya kewajiban bersyarat, antara lain:

(a) Adanya kemungkinan pembayaran di masa yang akan datang kepada pihak ketiga akibat kondisi saat ini.(b) Terdapat ketidakpastian atas jumlah pembayaran di masa yang akan datang.(c) Hasilnya sangat ditentukan oleh peristiwa yang akan datang

2) Reviu Kontrak/Komitmen Jangka Panjang Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen jangka panjang yang dibuat pemerintah pusat terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi dari kontrak/komitmen tersebut.

Pada kenyataannya, pemeriksaan kontrak/komitmen tersebut dapat dilakukan ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan atas pendapatan/hibah atau penerimaan pembiayaan atau belanja/pengeluaran pembiayaan.

Namun, prosedur reviu kontrak/komitmen dimaksudkan untuk memastikan kemungkinan kerugian yang akan terjadi. Untuk itu, pemeriksa perlu mereviu kembali perjanjian/kontrak atau komitmen lainnya yang bersifat jangka panjang.Prosedur yang harus ditempuh pemeriksa adalah sebagai berikut:

(a) Dapatkan putusan hukum yang masih pending terkait kontrak/komitmen jangka panjang pemerintah pusat serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kontrak/komitmen jangka panjang.

(b) Reviu putusan keputusan menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait tersebut yang kemungkinan menimbulkan kewajiban dalam kontrak/komitmen jangka panjang.

(c) Diskusikan dengan pejabat terkait seperti menteri/pimpinan lembaga atau sekretaris menteri/pimpinan lembaga atau pejabat lain di bidang hukum atau yang terkait lainnya mengenai kemungkinan kewajiban kontrak/komitmen jangka panjang tersebut.

(d) Teliti apakah kontrak/komitmen jangka panjang tersebut telah diungkapkan oleh menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait lainnya di dalam LKPP dan LKKL.

3) Identifikasi Kejadian Setelah Tanggal Neraca Kejadian setelah tanggal neraca harus menjadi perhatian pemeriksa apabila kejadian tersebut berdampak material pada laporan keuangan. Hal tersebut perlu untuk diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Ada 2 (dua) jenis kejadian setelah tanggal neraca (subsequent events) yaitu:

(a) Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang ada pada tanggal neraca dan berdampak terhadap taksiran yang melekat dalam proses penyusunan laporan keuangan. Contohnya Surat Hutang Negara yang kasusnya masih menjadi sengketa di pengadilan dimana pada tanggal neraca per 31 Desember 200X, sengketa tersebut masih berjalan dan belum ada keputusan pengadilan sehingga pemerintah tidak menyajikan jumlah utang yang masih di sengketakan tersebut dalam laporan keuangan per 31 Desember 200X, namun diungkapkan dalam dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Kemudian pada bulan Februari tahun berikutnya ternyata putusan pengadilan menyatakan bahwa pemerintah kalah dalam gugatan tersebut, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap jumlah utang pemerintah.

(b) Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca yang dilaporkan, namun peristiwa tersebut ada sesudah tanggal neraca, contohnya bencana alam berupa gempa bumi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 (setelah tanggal neraca 31 Desember 2005) yang menyebabkan kerugian dengan estimasi sementara sebesar Rp.29,1 triliun, termasuk kerugian negara karena hancurnya sarana dan prasarana milik instansi pemerintah yang estimasi nilainya belum dapat ditentukan. Atas peristiwa jenis ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan, namun apabila peristiwa bersifat signifikan maka perlu diungkapkan dengan menambahkan data keuangan proforma terhadap laporan keuangan historis yang menjelaskan dampak adanya peristiwa tersebut seandainya peristiwa tersebut terjadi pada tanggal neraca.

Untuk itu, pemeriksa perlu mengidentifikasi kejadian setelah tanggal neraca yang berdampak material terhadap informasi keuangan pada LKPP dan LKKL dan mereviu apakah kejadian tersebut telah dilaporkan dalam catatan atas laporan keuangan.5. Penyusunan Ikhtisar KoreksiIkhtisar Koreksi merupakan rekapitulasi koreksi atau penyesuaian (adjustments) yang diusulkan tim pemeriksa kepada pemerintah pusat.

Koreksi pemeriksaan yang dimasukkan tersebut merupakan koreksi terhadap LKPP, LKKL atau LKPD yang nilainya di atas nilai TE dan secara keseluruhan di atas nilai materialitas. Koreksi pemeriksaan tersebut menggambarkan penyajian LKPP, LKKL atau LKPD yang tidak sesuai dengan SAP dan ketidakcukupan pengungkapan.

Jurnal koreksi hanya pada akun utama pada LKPP, LKKL atau LKPD. Akun utama adalah akun-akun paling rinci yang ada di laporan keuangan sesuai dengan SAP. Penyesuaian pada buku dan sistem akuntansi dilakukan kemudian. Selain itu, koreksi terhadap kecukupan pengungkapan merupakan koreksi pada catatan atas laporan keuangan LKPP, LKKL atau LKPD.

Tanggapan entitas yang diperiksa terhadap daftar jurnal koreksi yang diusulkan didokumentasikan di dalam Daftar Jurnal Koreksi yang ditandatangani oleh pejabat entitas yang berwenang.

6. Penyusunan Konsep Temuan PemeriksaanKonsep Temuan Pemeriksaan atas LKPP, LKKL atau LKPD merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang perlu dikomunikasikan kepada pemerintah pusat. Permasalahan tersebut meliputi (1) Ketidakefektivan sistem pengendalian intern, (2) Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, (3) Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang signifikan, dan (4) Ikhtisar koreksi.Konsep Temuan Pemeriksaan tersebut disampaikan ketua tim pemeriksa kepada pejabat pemerintah pusat yang berwenang untuk mendapatkan tanggapan tertulis dan resmi dari pemerintah pusat.

7. Penyampaian dan Pembahasan Konsep Temuan Pemeriksaan Dengan Pejabat Entitas yang Berwenang

Setelah Konsep Temuan Pemeriksaan disampaikan ketua tim pemeriksa kepada pemerintah pusat, tim pemeriksa membahas temuan tersebut dengan pejabat entitas yang berwenang antara lain menteri keuangan (untuk pemeriksaan LKPP) atau menteri/pimpinan lembaga (untuk LKKL) atau sekretaris menteri/pimpinan lembaga tersebut atau Kepala Daerah. Apabila pemerintah menolak ikhtisar koreksi, temuan SPI dan ketidakpatuhan akan berpengaruh terhadap opini.8. Perolehan Tanggapan Resmi dan TertulisPemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas Konsep Temuan Pemeriksaan dari pejabat entitas yang berwenang dalam hal ini menteri keuangan (untuk pemeriksaan LKPP) atau menteri/pimpinan lembaga (untuk LKKL) atau sekretaris menteri/pimpinan lembaga tersebut atas nama menteri/pimpinan lembaga maupun Kepala Daerah.Tanggapan tersebut akan diungkapkan dalam Temuan Pemeriksaan atas LKPP, LKKL atau LKPD.

9. Penyampaian Temuan Pemeriksaan

Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan Temuan Pemeriksaan kepada menteri keuangan atau sekretaris menteri keuangan (untuk pemeriksaan LKPP) dan kepada menteri/pimpinan lembaga (untuk pemeriksaan LKKL) atau sekretaris menteri/pimpinan lembaga.Penyampaian Temuan Pemeriksaan atas LKPP, LKKL atau LKPD tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan LKPP, LKKL atau LKPD. Hal ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan

tersebut. Oleh karena itu, tanggal penyampaian temuan pemeriksaan tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan atau tanggal surat representasi pemerintah pusat/menteri/kepala lembaga.D. SUPERVISI DALAM PEMERIKSAAN

Supervisi merupakan bagian penting dalam pemeriksaan atas LKPP, LKKL atau LKPD. Supervisi disyaratkan dalam standar pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan.

Supervisi yang dimaksud dalam petunjuk teknis ini merupakan bagian dari kendali dan proses penjaminan mutu pemeriksaan (quality control and assurance). Supervisi tersebut dimaksudkan untuk menilai dan mencapai hasil pemeriksaan sesuai dengan standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan program pemeriksaan yang telah ditetapkan dan bukan menilai kinerja orang/tim pemeriksa.Supervisi dilaksanakan secara berjenjang yaitu:

1. Supervisi atas Tim Pemeriksa LKKL

a. Supervisi anggota tim oleh ketua tim pada saat pelaksanaan pekerjaan lapangan yang didasarkan pada Program Kerja Perorangan (PKP).b. Supervisi yang dilakukan oleh ketua tim dilakukan oleh pengendali teknisc. Supervisi pengendali teknis dilakukan oleh penanggung jawab.d. Supervisi penanggung jawab dilakukan oleh pengarah dalam hal ini Tortama I, II, III, IV, dan V.

2. Supervisi atas Tim Pemeriksa LKPP

a. Supervisi anggota tim oleh ketua tim pada saat pelaksanaan pekerjaan lapangan yang didasarkan pada Program Kerja Perorangan (PKP).b. Supervisi yang dilakukan oleh ketua tim dilakukan oleh pengendali teknis.c. Supervisi pengendali teknis dilakukan oleh penanggung jawab.d. Supervisi penanggung jawab dilakukan oleh pengarah, dalam hal ini Tortama II.

3. Supervisi atas tim pemeriksa LKPP Konsolidasi

a. Supervisi ketua tim oleh Wakil Koordinator Ketua Tim terhadap masing-masing Ketua Tim yang menyupervisi LKKL di AKN I V dan Ketua Tim yang menyupervisi LKPP yang terdiri atas Ketua Tim Aset, LRA, Kewajiban, serta Ketua Tim yang menyupervisi pelaporan.b. Supervisi yang dilakukan wakil koordinator ketua tim dikoordinasikan oleh koordinator ketua tim. Dalam hal ini Koordinator ketua tim langsung menyupervisi wakil koordinator LKPP.c. Supervisi wakil koordinator ketua tim dilakukan oleh pengendali teknis. Terkait dengan poin (b), dimana wakil koordinator LKPP sudah disupervisi oleh Koordinator Ketua Tim, khusus untuk Pengendali Teknis LKPP menyupervisi Koordinator Ketua Tim.d. Supervisi pengendali teknis dilakukan oleh wakil penanggung jawab, dalam hal ini Tortama masing-masing.e. Supervisi wakil penanggung jawab dilakukan oleh penanggung jawab, dalam hal ini Angbintama II.f. Supervisi Penanggung Jawab dilakukan oleh Pengarah, dalam hal ini Badan.

Pelaksanaan kegiatan supervisi didokumentasikan dalam lembar Review Sheet. Apabila memungkinkan, supervisi pada masing-masing jenjang diungkapkan dalam tulisan atau catatan dengan warna yang berbeda.

Tugas supervisi yang dilakukan oleh ketua tim, pengendali teknis, dan penanggung jawab meliputi (1) memberikan saran bagi tim pemeriksa apabila menemukan kendala dalam pemeriksaan

(2) memantau pelaksanaan metodologi pemeriksaan. Sebagai contoh, memberi pendapat mengenai kriteria pemeriksaan yang dapat dipakai untuk suatu indikasi temuan pemeriksaan tertentu, menambah langkah-langkah prosedur pemeriksaan, saran terkait dengan temuan pemeriksaan berdasarkan pengalaman profesionalismenya, dan sebagainya.

Apabila diperlukan, akan ditunjuk koordinator yang bertugas mengoordinasikan supervisi atas tugas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Dengan demikian, hal-hal yang perlu dilakukan dalam supervisi meliputi supervisi atas (1) pemenuhan tujuan dan harapan penugasan, (2) pelaksanaan program pemeriksaan, serta (3) penyusunan dan substansi laporan hasil pemeriksaan.

Pelaksanaan supervisi secara berjenjang tersebut dilakukan dengan mengisi laporan perkembangan pelaksanaan pemeriksaan. Laporan perkembangan tersebut antara lain mengungkapkan kesesuaian atau pencapaian pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan dan harapan penugasan serta program pemeriksaan.

Untuk menjamin kesimpulan yang sama terhadap permasalahan yang sama, orang yang menyupervisi tersebut mengikuti konsolidasi pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Supervisi Pelaksanaan Program Pemeriksaan

Supervisi pelaksanaan program pemeriksaan dilakukan oleh ketua tim dengan membubuhkan tick mark atau catatan dengan paraf dan tanggal pada program pemeriksaan yang dijadikan kertas kerja pemeriksaan.

Supervisi juga dilakukan terhadap substansi yang dihasilkan dalam pelaksanaan pemeriksaan.

Pengendali teknis menguji hasil supervisi yang dilakukan oleh ketua tim terhadap pelaksanaan program pemeriksaan serta mereviu secara uji petik atas langkah pemeriksaan dalam program pemeriksaan tersebut dan melihat hasil pemeriksaan apakah telah sesuai dengan program pemeriksaan. Hasil supervisi pengendali teknis diungkapkan dalam program pemeriksaan yang akan dijadikan kertas kerja pemeriksaan (yang telah disupervisi ketua tim pemeriksaan) dengan membubuhkan catatan dan paraf serta tanggal supervisi dilakukan.

Penanggung jawab mereviu pekerjaan pengendali teknis atas supervisi program pemeriksaan dan melakukan reviu secara uji petik hasil supervisi tersebut. Hasil supervisi diungkapkan dengan membuat catatan, paraf, dan tanggal pelaksanaan supervisi dalam program pemeriksaan yang telah diberikan catatan oleh pengendali teknis dan ketua tim. Apabila catatan-catatan tersebut tidak dapat atau tidak mungkin dilaksanakan, maka akan didiskusikan dengan pemberi catatan untuk memperoleh keputusan selanjutnya yang diparaf oleh pemberi catatan.

Pengarah mereviu pekerjaan penanggung jawab atas supervisi program pemeriksaan sehingga bisa diketahui apakah pemeriksaan telah berjalan sesuai dengan program pemeriksaan dan mengacu pada formulir harapan penugasan.21