5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

14
JENIS-JENIS DESAIN KURIKULUM (Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengantar Kurikulum) Dosen: Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D. Disusun Oleh: Lola Nurhidayaty 1112011000035 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 1435 H/2014 M 1

Transcript of 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

Page 1: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

JENIS-JENIS DESAIN KURIKULUM

(Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengantar Kurikulum)

Dosen: Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D.

Disusun Oleh:

Lola Nurhidayaty 1112011000035

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

1435 H/2014 M

1

Page 2: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia dengan potensi akal yang dimilikinya merupakan pembeda yang sangat

jelas dengan makhluk yang lain di muka bumi ini. Kemampuan ini memberikan arah bagi manusia untuk melakukan dan menciptakan sesuatu secara sempurna. Perkembangan manusia akan baik jika dilakukan dengan pendidikan yang terarah (formal). Walaupun bisa mendapat pengetahuan tanpa pendidikan, seseorang akan tetap mengalami perkembangan tetapi tidak maksimal pada target yang akan dicapai. Pada umumnya proses belajar dan pembelajaran diupayakan berorientasi pada head, heart and hand, yaitu berkaitan dengan pengetahuan, sikap atau nilai dan keterampilan. Namun masih memerlukan faktor kesehatan (health) sehingga akan memiliki empat H, yakni Head, Heart, Hand, and Health.

Kerangka pemikiran tersebut dapat diimplemetasikan ketika ide-ide pengembangan kurikulum menjadi suatu kesatuan organisasi dalam sebuah lembaga pendidikan yang dilakukan oleh guru, sehingga suatu masyakarat dapat memperhatikan terhadap pendidikan guna memajukan bangsa dan negaranya. Dengan demikian model desain kurikulum yang akan datang harus mempertimbangkan beberapa aspek, diantaranya adanya kesesuaian antara kurikulum dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi alam; pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan teknologi; kurikulum mengandung nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan disesuaikan dengan budaya nasional dan budaya daerah masing-masing; kurikulum harus mampu mengantisipasi perubahan sosial dalam masyarakat; dan yang paling penting ialah kurikulum harus memuat nilai-nilai agama sehingga terwujud generasi yang memiliki iptek dan imtaq yang bagus.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum? 2. Bagaimana jenis-jenis desain kurikulum yang sesuai dengan konsep dunia

pendidikan? 3. Bagaimana hubungan antara desain kurikulum dengan komponen kurikulum?

2

Page 3: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Desain Kurikulum Design (desain) dalam bahasa Inggris memiliki arti rancangan, pola, dan atau model,

maka pengertian design kurikulum yaitu menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi suatu instansi, terutama sebuah sekolah. Seorang desain kurikulum harus menentukan dan merancang model kurikulum, kemudian membangun dan mengaplikasikan apa yang telah dirancangnya. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.1

Beberapa tokoh pendidikan pun mengemukakan pendapatnya mengenai definisi desain kurikulum. Salah satunya Nana S. Sukmadinata yang mengatakan bahwa desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.

B. Jenis-jenis Desain Kurikulum Desain kurikulum dapat dirumuskan menjadi tiga jenis, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Wina Sanjaya sebagai hasil kajian beberapa sumber dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, dan desain kurikulum yang berorientasi pada siswa. Berikut penjelasannya.

1. Desain Kurikulum Berorientasi pada Disiplin Ilmu a. Subject Centered Curriculum

Bentuk desain kurikulum ini merupakan bentuk desain yang paling populer dan paling tua serta paling sering digunakan. Dalam hal ini, kurikulum ditekankan pada isi atau materi bahan ajar yang akan dipelajari oleh siswa. Kurikulum pun tersusun atas sejumlah mata pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa secara teprisah-pisah. Karena terpisah inilah maka desain kurikulum ini disebut pula dengan separated subject curriculum.

Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat minimum yag harus dikuasai siswa sehingga siswa bisa naik kelas. Biasanya alat dan sumber utama pelajaran adalah bahan pelajaran itu sendiri dan textbook. Kurikulum mata pelajaran atau subject curriculum terdiri dari mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah, dan subject itu merupakan himpunan pengalaman dan pengetahuan yang diorganisasikan secara logis dan matematis oleh para ahli kurikulum.2

1 Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. 2008. hlm. 65 2 Abdullah Idi, hlm 164-165

3

Page 4: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

b. Correlated Curriculum Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata

pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain sehingga ruang lignkup bahan yang tercakup semakin luas, contohnya seperti pada mata pelajaran fiqh dapat dihubungkan dengan mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak didik mempelajari shalat, dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur’an (surat Al-Fatihah dan surat lainnya) dan hadits yang berhubungan dengan shalat, dan sebagainya.

Terdapat tipe korelasi utnuk menghubungkan pelajaran dalam kegiatan kurikulum, diantaranya:

1) Korelasi okasional/insidental, maksudnya korelasi didasarkan secara tiba-tiba atau insidental, contohnya pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang geografi dan tumbuh-tumbuhan.

2) Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi-konsentrasi pelajarannya dipilih pendidikan agama. Contohnya pada pendidikan agama itu dibicarakan cara-cara menghormati guru, orang tua, tetangga, teman, dan lain sebagainya.

3) Korelasi sistematis, yaitu yang biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.3

c. Integrated Curriculum Integrated curriculum merupakan konsep desain kurikulum yang

menggunakan model integrated, yakni tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar dari suatu pokok permasalahan yang harus diselesaikan, masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari dan menganalisis fakta-fakta sebagai bahan materi dalam memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja, tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, dan keterampilan.4

2. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat Bentuk rancangan kurikulum ini didasarkan pada tujuan sekolah yang

melayani kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum. Beberapa ahli kurikulum merumuskan bahwa kurikulum sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.

3 Abdullah Idi, hlm 166 4 Wina Sanjaya, hlm 41

4

Page 5: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

Ada beberapa perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu: perspektif status quo (the status quo perspective); perspektif reformis (the reformist perspective); dan perspektif masa depan (the futurist perspective). a. Perspektif Status Quo (Status Quo Perspective)

Kurikulum ini dirancang dan diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat, dalam hal ini merencanakan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Maka aspek-aspek penting dalam kehidupan masyarakat dijadikan sebagai dasar kurikulum oleh para perancangnya.

Franklin Bobbit mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan masyarakat yang harus menjadi isi kurikulum. Ia berpendapat bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya. Kemudian ia menemukan kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi kurikulum, diantaranya:

Kegiatan berbahasa atau komunikasi sosial. Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan berkelompok dengan

orang lain. Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi. Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani. Kegiatan yang berhubungan dengan religius. Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti membesarkan

anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis. Kegiatan praktis yang bersifat vokasi atau keterampilan tertentu. Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.

b. Perspektif Pembaharuan (The Reformist Perspective) Kurikulum dalam perspektif ini dikembangkan untuk lebih meningkatkan

kualitas masyarakat pada daerah tersebut, disebabkan karena hal tersebut merupakan menghendaki peran serta masyarakat total dalam proses pendidikan. Menurut pandangan beberapa ahli yang menganut perspektif ini, dalam proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau untuk mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat tersebut, baik pendidikan formal maupun non-formal harus mengabdikan diri semi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.

Paulo Friere dan Ivan Illich, tokoh dalam perspektif ini berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan masalah sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan seharusnya mampu meormbak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan negara bersifat opresif dan

5

Page 6: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

tidak humanistik serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo. c. Perspektif Masa Depan (The futurist Perspective)

Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat.

Tujuan utama dalam perspektif ini adalah mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli rekontruksi sosial, Harold Rug, percaya bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi Sosial” saja tetapi juga oleh setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, estetika, kimia, dan matematika. Berbagai macam krisis yang dialami masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.

Terdapat 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah:

1) Siswa harus memfokuskan pada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggapnya perlu diubah.

2) Siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu.

3) Tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.5

3. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa Asumsi landasan kurikulum ini yaitu bahwa pendidikan diselenggarakan

untuk membantu ank didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan siswa sebagai peserta didik.

Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice Crow menyarankan hal-hal berikut:

a. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak. b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang

dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk

belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.

d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari

5 Wina Sanjaya, hlm 41-40

6

Page 7: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.

Terdapat dua perspektif yang berkaitan dengan desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, yakni perspektif kehidupan anak di masyarakat (The child-in-society perspective) dan perspektif psikologi (The psychological curriculum perspective). 1) Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat

Francis Parker menganjurkan siswa sebagai sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa belajar secara nyata dari kehidupan mereka di masyarakat, sebagaimana dimulai dari apa yang pernah dialami siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka.

Parker juga mengemukakan bahwa desain dalam perspektif ini berbeda dengan kurikulum yang konvensional, yang mana proses pembelajarannya menghafal dan menguasai materi yang ada di buku cetak, tetapi siswa harus belajar mengetahui secara sadar bagaimana kehidupan nyata di masyarakat. Contohnya seperti belajar Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk membaca dan menghafal sejumlah data, tetapi siswa juga harus memahami data-data Geografi melalui karya wisata. Demikian pula dengan belajar tata bahasa, siswa tidak perlu menghafal aturan bahasa, tetapi bagaimana aturan tata bahasa diterapkan dalam percakapan sehari-hari. 2) Perspektif Psikologi

Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang berorientasi pada siswa sering diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Menurut para ahli dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual, tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga dapat membentuk manusia yang utuh.

Aliran humanis pun percaya bahwa fungsi kurikulum adalah menyediakan berbagai pengalaman belajar yang menyenangkan untuk setiap siswa sehingga dapat membantu pengembangan pribadi siswa secara utuh dan menyeluruh. Tujuannya adalah mengembangkan proses pertumbuhan yang ideal, integritas, dan otonomi pribadi, sehingga tujuan intinya yaitu aktualisasi diri.

Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam mengimplementasikan kurikulum ini:

Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa; Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa; dan Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan berpura-pura.

Kriteria keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh perkembangan anak supaya menjadi manusia terbuka dan berdiri sendiri, dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut mampu memberikan nilai untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka proses pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai dnegan potensi yang dimilikinya.6

6 Wina Sanjaya, hlm 45-47

7

Page 8: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

C. Hubungan Antara Komponen Kurikulum dengan Desain Kurikulum Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen

kurikulum, sebagaimana penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizintal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.7

7 Nana S., hlm 113

8

Page 9: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi

horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.

Berdasarkan dengan pernyataan dan konsep desain kurikulum yang dinyatakan oleh para ahli pendidikan, maka desain kurikulum dapat dirumuskan menjadi tiga pola desain, yaitu:

1. Desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu (subject centered design curriculum)

2. Desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat3. Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa (student centered design

curriculum)

9

Page 10: 5 - Design Pengantar Kurikulum - Lola Nurhidayaty

DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya, Wina. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Idi, Abdullah. (2013). Pengembangan Kurikulum: Teori & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. (2009). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

imanbella.wordpress.com/2012/05/29/makalah-tentang-desain-kurikulum/ diakses pada tanggal 5 Mei 2014 pukul 07.12 WIB

www.slideshare.net/molanihasibuan/jenis-jenis-desain-kurikulum diakses pada tanggal 5 Mei 2014 pukul 08.44 WIB

10