5 Bab III Transportasi Laut
-
Upload
mulyanashiorashii -
Category
Documents
-
view
248 -
download
0
Transcript of 5 Bab III Transportasi Laut
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
1/60
PERSPEKTIF
E
Transportasi
Laut
EBAGAI
negara kepulauan
terbesar
di
dunia, dengan
wi-
layah geografis
terdiri dari 17.504
pulau, Indonesia
sangat
membutuhkan
sistem
transportasi
laut yang berpihak
pada
kepentingan
ekonomi
maritim. Atas
tantangan dan
potensi
laut
yang demikian
besar,
sudah
sepatutnya
pembangunan di sektor
maritim menjadi
prioritas utama dalam
pembangunan nasional.
Sehingga,
ciri
keunggulan dan kekuatan Indonesia
sebagai
bangsa
bahari tercermin
dari
kernajuary
ekonomi dan iptek
di bidang
ma-
ritim. Salah
satu sub-sektor utama
di
bidang kemaritiman
adalah
transportasi
laut.
Sub-sektor
ini
memberikan
andil
besar
dalam me-
nunjang urat nadi
perekonomian nasional.
Sebagai
gambaran,
pad.a 7994, moda laut mengangkut
lebih 43O6
juta ton dari
453
juta
ton
jumlah
angkutan barang
secara
nasional
atau mendekati
95
persen. Sedangkan
moda angkutan kereta
api
dan udara masing-masing
hanya
4,9
persen
dan
O1
persen. Untuk
angkutan
penumpang,
pada
tahun yang
sama,
terdapat
sekitar
L46,2jfia
penumpang.
Di mana moda
kereta api menempati
urutan
teratas sebesar 79,3
persen,
diikuti
moda angkutan laut
sebesar 13,21
persen atau
sekitar 13.27
juta
penumpan&
dan angkutanudaraT,M
persen atau
sekitar
10.87
juta
penumpang.
Rendahnya
infrastruktur
transportasi
dalam kaitannya
Indonesia
sebagai
negara
maritim
dan kepulauan,
mengingat
Lrdonesia
ada-
lah
negara
yang75
persen
wilayahnya
laut.
Karena itu,
transportasi
gPeE?hlif
Menuiu
Mas Oep.n M.nlifr lnddesia
|
9l
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
2/60
TRANSPORTASI LAUT
merupakan
masalah
Pentin&
karena
merupakan
gerbang
keteri-
solasian
atas
wilayah-wilayah
terpencil,
dan
jauh
dari
pusat
kegiatan
ekonomi.
Selama
ini
pemerintah
daerah
yang
wilayahnya
berupa
ke-
puiauan
banyak
mengeluhkan
kurangnya
sarana
transportasi
laut.
Padahal
wilayah
tersebut sebenamya
memiliki
potensi
perekonomian
yang
cukup
tingg, seperti
Provinsi
Kepulauan
Riau,
Maluku
Utara
dan
beberapa
provinsi
lainya.
Namun,
karena
kurangnya
saranatransportasi
maka
potensiyang
ada
belum
optimal
dikembangkar.
sebagai
contofu
Maluku
Utara
memiliki
luas
potensi
budidaya
rumput
laut
35.000
ha.
]ika
dikembangkan
akan
menghasilkan
sekitar
560.000
ton per
tahun
rumput
laut
kering
dengan
nilaigkonomi
sekitar
280
juta
dolarAS.
Nilai
ini tidak
akanberarti
apa-
apa
jika
tidak ada
sarana
p't:ngangkutan
untuk
ekspor
maupun
dis-
tribusi
ke
wilayah
yang
memiliki industri
pengolahan
rumput
laut.
Sarana
transportasi
merupakan
sesuatu
yang
penting
dalam
rangka
meningkatkan
kinerja
pembangunan
dan
investasi.
Jika
di
wilayah
tersebut
memiliki
sarana
transportasi
laut yang
baik,
maka
investor
tidak
akan
segan
menanamkan
modalnya
untuk
pengembangan
budidaya
rumput
laut
di
Maluku
Utara
atau
wilayah
lain yang
me-
miliki
potensi sumber
daya
kelautan
dan
perikanan.
Tujuan
pembangunan
kansportasi
(terutama transportasi
laut)
antar
pulau-pulau
bagi
bangsa
Indonesia
adalah
untuk
mewujudkan
perhubungan
laut sebagai
urat
nadi
kehidupan
ekonomi,
politik,
sosial
budaya,
pertahanan
keamanan,
sarana
untuk
memperkokoh
persatuan dan kesatuan,
serta sebagai
penyedia
lapangan kerja
dan
penghasil
dqvisa
negara.
Pengadaaan
infrastruktur
transportasi
memiliki
Peran
besar
dalam
perkembangan
perekonomi.anbangsa
Lrdonesia.
Dalam
hal
ini
per-
hubungan
laut berperan
dalam
memperlancar
perpindahan
barang
92
|
e eespeftif
ucnuiu
Msa Depan M.ildm
lndoesia
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
3/60
TNANSPORTASI LAUT
dan
jasa
dari satu
pulau
ke
pulau lain, mempercepat
transaksi
per-
dagangan dan proses
ekspor-impor dari
suatu
wilayah, baik dalam
maupun
luar negeri.
Berdasarkan
data
yang
adA
80 persen lebih
proses perpindahan
barang
dan
jasa
antar
pulau menggunakan
jasa
perhubungan laut.
Sektor
kegiatan
perhubungan laut
merupakan
salah
satu
penunjang
utama dalam pergerakan
ekonomi,
sosial,
budaya
dan pertahanan
keamanan
suatu kawasan.
Sektor
transportasi
sangat berpengamh
dalam mempercepat
per-
gerakan
ekonomi
suatu
wilayah.
Sebab itu,
perlu segera dibangun
infrastruktur
transportasi terutama
dalam
penyelenggaraan
perhu-
bungan
laut
sehingga akan terselenggara
jaringan
transportasi
yang
profesionai dalam melayani
jasa
transportasi laut.
Begitu
pentingnya
peran trasportasi,
sehingga dapat dibayangkan
bagaimana
jadinya
bila
jasa
transportasi
antar pulau tidak
berjalan
atau
berhenti. Berapa
banyak
kerugian
materil maupun non-materil
yang akan diderita
baik perorangtu:r,
swast4
pengusaha,
BUMN
maupun
lembaga
pemerintah.
Untuk ihr,
perlu disiapkan segera infrastruktur
transportasi
se-
hingga
pendayagunaan
potensi ekonomi
di wilayah
kepulauan
dapat
dimanfaatkan
secara
optimal.
Untuk
dapat
mewujudkan
hal
tersebut
perlu
dilakukan
terobosan
untuk
membangun
in{ra-
struktur
transportasi.
Salah
satunya adalah
dengan kerjasama
sa-
ling menguntungkan
antara
pemerintah
dan swasta. Hal ini
di-
lakukan dalam upaya
mengatasi masalah
minimnya
anggaran
untuk
pembangunan infrastruktur.
Langkah
pembangunan infra-
struktur
perlu mendapat
dukungan dari
seluruh stakeholders, mu-
lai
dari
pemerintah
pusat, pemerintah
daerah,
swasta
sampai
de-
ngan
masyarakat.
Diharapkan
melalui langkah
ini akan terwujud
9 Pe6phrif
M.nuiu Mas &pn
Maitim lndreb
|
93
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
4/60
infrastruktur
transportasi
memadai,
yang menjadikan
perekonomian
di wilayah kepulauan
cepatberkembang
sehingga masalah
pengang-
guran dan
kemiskinan
dapat
teratasi.
TATA
KELOLA
PELABUHAN
AMBURADUL
Bagai
katak dalam
tempurung.
Itulah
PerumPamaan
kondisi
pem-
bangunan
pelabuhan
di
lndonesia.
Negara
lain
sudah
ekspansi
membangun
pelabuhan
intemasional
hub port,
Indonesia
malah
masih berjibaku
dalam perebutan
hak
pengelolaan
pelabuhan.
Kon-
disi
ini
diperparah
denganbelum
profesionalnya
operator
pelabuh-
an nasional
dalam hat
ini
Pelindo.
Sebanyak
57
kabupaten/kota
berusaha
memperebutkan
pengelolaan
pelabuhan
dari
PT
Pelindo,
menyusul
gugatan
uji
materiil
(iudicial
review) terhadap
PP
No 69t12001,
tentang
pelaksanaan
teknis
ke-
pelabuhanan yang
dikabulkan
MA.
Puncak konflik terjadi
dengan
dikeluarkannya
Kepmendagri
No
11212003 tentang pembatalan
Perda No
1/2001,
tentang
Kepe-
labuhanan Kota Cilegon
dan
Kepmendagri
No
5312003,
tentang
pembatalan
Perda
No 1/200
t, tentang Kepelabuhan
Cilacap..
Di
sisi
lain,
karena desentralisasi
sudahmenjadi
komitmennasional,
maka
upaya
revisi UU N
o
221
L999 yangmengarah
pada
resentralisasi
tidak dapat
dibenarkan.
Dalam
konteks
sengketa
kepelabuhanan
ini, hanya ada
dua
altematif
kebijakan yang
layak dikembangkan,
yakni
revisi
UU
No
2211999
secara
hrlus
dengan
prinsip win-win
solution;
atau melanjutkan
proses
desentralisasi
dan
menyerahkan
pengelolaan
pelabuhan
kepada
daerah,
disertai
dengan pembinaan
teknis. Di
antara
kedua alternatif
di
atas,
opsi
kedua
tampaknya
menjadi
pilihan
yang
paling
rasional.
TATA
rcLOLA
PELABUHAN
AMBURADUL
94
I
gFelrymf
umuiuMa$oFnMafih
ltub
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
5/60
TATA KELOLA PELABUHAN
AMBURADUL
Selain
perebutan pengelolaan pelabuhan
masalah
teknis
yang perlu
dibenahi adalah
amburadulnya pelayanan operator
pelabuhan,
Seperti kasus antrean
ribuan truk
pengangkut
bahan pangan
di
Pelabuhan Merak,
Banten,
pemerintah
telah gagal melakukan pem-
benahan
di
bidang transportasi
laut. Tidak
dikelolanya pelabuhan
dengan
baik mengakibatkan kerugian yang
tidak
sedikit.
Bahkan
menyebabkan perekonomian
mandul alias tidak produktif.
Antrearr ribuan
truk
pengangkut
bahan
pangan
dan
sembako
dari
pulau
jawa
menuju
Sumatera,
baru-baru
ini, telah menimbulkan
inflasi. Hal ini akibat barang yang dibutuhkan
masyarakat terlambat,
sehingga harga barang
melambung
tinggi.
Efek lainnya, sejumlah
pemilik
kendaraan
truk
di Sumatera
mulai
menghentikan
pengoperasian
kendaraannya
ke pulau
]awa
karena
takut rugi akibat
membengkaknya
biaya transportasi
di
pelabuhan
9 PerspehtifMenuiu
Masa Depan Maririm
lndonesia
|
95
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
6/60
TATA
KELOLA PELABUHAN
AMBURADUL
Merak.
Alhasil
gerak perekonomian terhambat.
Gara'gara manaje-
men
kacau dalam dua
minggu,
potensi kerugian
yang
dialami
pengusaha
dan sopir di
Pelabuhan Merak
sangat
besar.
Kerugiannya
mencapai
Rp1,7
triliun. [rilah
yang
menimbulkan
inflasi.
Ketua Komisi
V
DP&
Yasti
Soepredjo
Mokoagow
mengatakan,
kondisi carut-marut
ini sudah
meresahkan
masyarakat.
Semua
itu,
kata
Yastl
akibat
pemerintah belum
melaksanakan
secara
sungguh-
sungguh
empat Undang
Undang
(UU)
tentang
transportasi,
yaitu
UU Penerbangan,IfU
KA, I-ru LLAI,
dan UU Pelayaran.
Menyangkut
Pelabuhan
Merak yang
sudah
menimbulkan
masalah
berulang-ulang
dan kemacr:tan
dengan
kerugian yang
sangat be-
sar,
Yasti berpendapat
pemertntah
harus
segera
membenahinya
dengan penyelesaian
perm.rnen.
Tiansportasi
sangat
berpengaruh
terhadap perekonomian.
Kapal-kapal
yang sudah
tua sebaiknya
diganti dengan
yang masih
layak.
Pe-ngoperasian
kapal-kapal
ke
depan seharusnya diatur sel:aik
mungkin.
]angan
seperti
sekarang,
Dirjen Perhubungan
Laut memerintahkan
hampir 30 persen
kapal
di
Merak melakukan
docking.
Menurut Yasti,
Pelabuhan
Merak
semakin
tidak
memadai mengingat
jumlah
kendaraan yang harus
dilayani terus bertambah.
Negara
Maritim
Tanpa
International
Hub
Port
Di luar masalah amburadulnya
pengelolaan
pelahrhan
di Indonesi+
pasca
implementasi Undang-Undang
No 17200& tentang Pelayaran,
kini
terbuka persaingan dalam
memberikan pelayanan
jasa
ke-
pelabuhanan.
Rencana
pembangunan
pelabuhan
hub port
pun
mencuat. Hal
ini
menjadi pertanyaan
besar,
mampukah
Pelindo,
sebagai operator
pelabuhan
Indonesia,
bersaing
dengan
pelabuhan
di
luar negeri yang
lebih
baik?
96
|
9
PeEphrifMenuiu
Masa Depan
Marilim
ln.lon.air
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
7/60
TATA
KS-oLA
PEIBUHAI{
AIIBURADUT
Wacana
mer-rbangun
lnternational Hub
Port
abuHub
Trnnshiyment
Port
(IHP)
di
Indonesia telah berkembang
cukup
lama-
Namun tidak
ba-
nyak yarg
merqgetahui sebrapa
rrital
dan
stntegis
pernbangunan
hl-
ternationol
Htfu Porttargt perkernbangan
sektor
riil di
bidang
ekonomi
dan
indu-shi bila konsep tersebut dikonbangkan
di tanah
aix.
Secara
geografis lndonesia
sangat
diuntungkan dalam sistem per-
dagangan
internasional
melalui
laut
(sea
borne traf6c)
karena
meniadi lintasan
kapal
niaga
dari
mancanegara.
NamurL
keun-
tungan itu tidak dapat dioptimalkan
sebagai
sebuah
peluang
karena
kebijakan yang
keliru.
Sudah
saatnya Indonesia
mempunyai IHP.
Di samping
untuk
mengurangi ketergantungan
pada pelabuhan
di
Singapura
dan
Malaysia,
juga
kepentingan
neg.ra
jauh
lebih
besar.
Yaitu
peng-
hematan
devisa negara.
Misalkan
setiap
tahun
ada
sekitar
4,5
juta
teus per tahun kontainer Indonesia yang
mampir di Singapura atau
Malaysia,
maka
devisa
yang
bisa dihemat negara sekitar
minimal
Rp3,24 triliun
sampai dengan
Rp3,64
triliun per tahun
(tarif
CHC
US$
90/teus). Sungguh
angka
yang
besar.
Namun,
mernbangun
IHP
di
Indonesia tidak mudatr,
diperlukan
pendekatan
logistik
(logistic
approach) dalam menentukan
posisi
di mana sebaiknya Hub Transhipment Port tersebut dibangun.
Belajar
dari
kesalahan pernbangunan Ceres Terminal
di Port
of
Amsterdam.
Sejak
21
bulan dioperasikan
baru
satu
kapal saia yang
singgah di Pelabuhan tersebut.
Pelabuhan
yang
dibanpnT miliar
Euro
itu
gagal mengernban
misi bisnis
mereka.
Kesalahan terbesar dalam konsep pembangunan Ceres Terminal
di
Port
of
Amsterdam
terletak
dalam
penerapan
konsep
logistik
yang
keliru.
Para
pengguna
jasa
baik
shipping lines
maupun cargo oluner
9 PeEpehaif Menuiu Ma$ Depan Madtim ,Mon6ie
I
97
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
8/60
TATA KELOLA
PELABUHAN
AMBI,,RADI,'L
enggan
singgah
di
Pelabukm
tersebut'meski
handling
kontainer
di
terminal
tersebut
suPer
cePat.
Namun untuk
mencapai
pelabuhan
tersebut
kapal
harus
melewati
locks
karena
letak
pelabuhan
Amsterdam
lebih
tinggi
dari
permukaan
laut. Sehingg+
diperlukan
waktu
yang
lebih
lama
unttrk
mencapai
pelabuhan
dan
biaya
yang
lebih
mahal.
Kapal
yang
singgah
harus
membayar
semacam
canaV
locksfee.]adi
secara
keseluruhanbiaya
yang
timbul
(total
cost)
jatuh-
nya
lebih
besar.
Para
penggrna
jasa
pelabuhan
akan
berpikir
dua
kali
bila
harus
menggunakan
pelabuhan
tersebut.
Berkaca pada
kegagalan
pembangunan
hub
port
di Amsterdam,
ma-
salah
lain
yang menghambirt
pembangunan
hub port
di
[rdonesia
tidak
hanya profesionalitas
tetapi
juga
pendanaan.
Masalah
klasik
yang
terus membelit.
Sebenamya
ada beberapa
macam
jenis
investasi
yang bisa
diambil untuk
mervujudkan
mimpi
bangsa
Indonesia
mem-
punyai
hub portbesar
danberkelas
dunia.
Jawabarrrya
bangunhub
port
dengan
menggandeng
pihak
swasta.
Langkah
ini
bisa
rnencegah
pemborosan uang
negara.
Meski
diragukan
mengenai
siapa
pengelola
hub
port yang tidak ada
lain
adalah
Pelindo.
Sebagai
contoh
Pelabuhan
Antwerp
di
tselgia.
Pelabuhan
tersebut
me-
rupakan
salah
satu
pelabuhan terbesar
di
Eropa
bahkan
di
dunia.
Panjang
dermagany4:
mencapai
125
k*,
terbeqtang
di
sepanjang
gans
pantai
Antwerp.
Baayak hal
yang
biM dipelajari
di
pelabuh-ra1
tersebut.
Bagaimana operator
pelabuhan
di
sana
mengelola
terminal
yang
begtu
luas.
Pemerintah
di
sanahanyamenyediakan
sarana
infrastruktur
seperti
fasilitas
jalan
dan
derryraga.
Semerrhra
fasilitas
zuprastruktumya
(alat
bongkar
muat) dibangun
pihak
swasta
(shipping
line)-
Langkah
ini
bisa
ditiru
jika
Pelindo
I
tr,
ru
dan
IV,
belum
mam-
pu
melakukan
inovasi
pengetrolaan
hub
port.
Yaitu
meng-
gandeng
shtppinglinebesar
(CMACGIvI,
Maersk Sealing
NYK
dll).
Cara
yang paling
mudah
mungkin
dengan
tidak
membayarkan
98
|
c
Pdrgefrlif
uenulo
Ma$
DPab
Matlim
lrddesia
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
9/60
rATA KELOLA PELAEUHAN
AMBURADUL
diaiilenlmenahan
dividen selama 2 atau
3
tahun"
Sedangkan untuk
masalah
suprastruktur, shipping line
yang akan
menyediakan
de-
ngan
memberikan konsesi
pengelolaan terminal dalam
kurun
waktu
tertentu.
Kenntungan lanbtla
shipp
ing
ine menydiakansuprastruktur
dan di-
berikan
konsesi
mengelola terminal adalahhub port
akanberpeluang
merrjadi
besar atau bisa menjadi global transshipment
port
seperti
pelabuhan
Singapura.
Para shipping
line akan berusaha
mendatangkan
barangrkont4inemya
di
terminal
yang
mereka
kelola.
Pelabuhan
dan Logistik Tak
Sinkron
Indonesia
kalah bersaing
dari Singapura
yang
telah
berhasil
meng-
optimalkan posisi
strategis neg.uanya menjadi perlintasan perda-
gangarr
dunia
(crossroads
9f
utorlil trade)
dengarrl
menjadikan Port
of
Singapore Authority
(PSA)
menjadi pelabuhan
tersibuk
di dunia.
PSAmempunyai
akses
lebih dari 750
pelabuhan dari
seluruh
dunia
dan tidak kurang
dari 800 shipping lines drlayarl
di sana.
Pada 2006 tercatat
container thToughput lebih
dari
24,7
juta
teus
dan
total
cargothroughput
lebih
dari
M8,5
juta
ton.
Sementara
untuk
handling
container
secara
keseluruhan
(termasuk
empty
container)
PSAmenghandle
lebih dari5'1..29
juta
teus selama
2006.
Dalam
hal
bunkering
industry
PSAjuga
meraih gelar
sebagaiworlds top bunkering
port
dengan mensuplai
lebih dari 23,6
juta
bahan bakar
untuk
keperluan
kapal di
pelabuhan. Angka ini
jauh
melebihi konsumsi
BBM
PT
PLN
untuk menghidupi
generator
seluruh
Indonesia
yang
berjumlah
hanya 10
iuta
kilo liter.
Dari
contoh
dua
pelabuhan
di atas, yait.t
Ceres
Terminal di
Port
of Amsterdam
dan PSA
Singapura Indonesia
belajar banyak
hal.
g
lt
rsFteTkuiu
Md
DG?.n
M.ddm h&n.Cr
|
99
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
10/60
rATA KELOTA
PELABUHAN
AMBURADUI-
Untuk
membangun
pelabuhan'
perlu
mempertimbangkan
pende-
katan
logistik.
PSAmenjadi
besar
saperti
sekarang,
juga
karerra
di-
bangun
tepat
di
center
of
grafity
perdagangan
dunia.
selat
Malaka
merupakan
center
Graoity
dari
PerdaganrganDunia
lewat
laut
(sea
bome
traffic).
Beberapa
waktu
lalu
telah
berkembang
wacana
::'i
bahwa
Indonesia
akan
membangun
4
(empat) hub
port
di
Taniug
:
Priok,
Ta
juris
Perak,
Bittrng
dan
Kupang.
Lalu
bagaimana
wacana
tersebut
bila
ditinjau
dari
pendekatan
ilmu
logistik?
Tanjung
Priok
berjarak
sekitar
526
mil
dari
center
gravity
perdaga-
ngan
dunia
lewat
laut
(Selat
Malaka),
bila
kapal
kontainer
dengan
kecepatan
sekitar
20
knot
maka
diperlukan
waktu
sekitar
26,3
iam
atau
satu
hari
lebih.
Ini
berarti
diperlukan
waktu
26,3
iam
atau
L
Untuk
Tanjung
Per&
yang
beriarak
sekitar
763
mil.,
maka
untuk
mencapai
center
gravity
di
selat
Malaka
diperlukan
waktu
sekitar
3$15
jarn
atau
1,5 hari
lebil'r
lalna
dengan
kapal
kecepatan
20
knot.
untuk
Bitung
berjarak
sekitar
1070
mil
diperlukan
waktu
sekitar
53,5
jam
atau2,3
hari
lebih
lam.
.
Apalagi
Kupang
tentunya
lebih
lama
dari
ketiga
pelabuhan
di
atas.
,
Iarak
temputi
yang
lebih
lami
akan
menimbulkan
pemborosan
,
waktu
dan
biaya
yang
pada
akhimya
end
user
atau
konsumen
akan
'
meni.anggungnya.
Di
shmpihg:itu
akan
mengaki-batkan
komoditi
dari
negara
trradonesia
kupang
kompetitif
karena
harga
tinggi
dan
kalah bersaing
dari negara
lain.
satu
hal
lagi yang
penting
hub
port
lebih
banyak
ditentukan
pasar
dan
sejauh
rnana
network
pelayaran
dan
pemilik
barang
meman-
faatkan
pelabuhan
untuk
kepe:rtingan
mereka.
setelah
memahami
kbnsep
logistik,
langkah
selanjubrya
dimanakah
hub
port
Indonesia
akan
clibangun?
Disepakati
hubport
harus
dibangun
di
dekat
center
IOO
|
9
Pe6phiifM{uiu
MaE
DePn
Meddm
lndon6i.
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
11/60
TATA
KELOLA PELABUHAN AMBURADUL
gravity
perdagangan
dunia/Selat
Malaka. Pulau
Batam dan
Bintan
rnerupakan
pulau yang
cocok
untuk hub port tersebut.
Karena
di
sanalah Indonesia
ber:peluang
mempunyai Hub Port atau
Global
Tr
anship
nrcn t P or t
y
ang b esat.
Kisruh Otonomi Pelabuhan
Pemerintah Daerah menuntut pengelolaan pelabuhan diserahkan
pemda
setempat.
Sebagaimana
sesuai Undang-undang Otonomi
Daerah
No
3212004. Sampai saat ini belum
ada pemda Kabu-
paten/Kota
yang
memiliki
kewenangan mengelola
pelabuhan,
kewenangan mereka hanya
sebatas
membangun
dan
mengopera-
sikan pelabuhan.
Padahal,
peran
Pemda dalam bidang pelabuhan
laut, diatur dalam
UU
No 7712008, tentang
Pelayaran.
Disebutkan,
pemerintah
9 Perspehtif
Menuju Masa
oepan
uartim
lndonesia
I
lOl
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
12/60
TATA KELOLA PELABUHAN
AMBURADUL
daerah
tidak
hanya
sebagai
pelaksana (membangun dan mengo-
perasikan),
tetapi
berkewenangan
mengelola pelabuhan
laut,
ya-
itu
jenis
pelabuhan pengumparL
dan pelabuhan
sungai/danau.
Adapun
tujuan
otonomi daerah,
yakni mempercepat
terwujudnya
kesejahteraan masyarakat
melalui
peningkatarL
pelayanan, pem-
berdayaan, peran serta masyarakat,
dan peningkatan
daya saing
daerah. Hal
itu diwujudkan dengan
memperhatikan
prinsip de-
mokrasi,
pemerataary keaclilan,
serta
prinsip
dalam
otonomi/de-
sentralisasi
karena
itu
tidak adil
apabila
pemerintah
daerah
tidak
diberdayakan
dengan adanya
kewenangan pengelola
pelabuhan,
khususnya
perikanan.
Sebenarnya ada peluang
bagi pemda
mendapatkan
kewenangan
mengelola pelabuhan
ditinjau
dari
tujuan otonomi
daerah
di
Indonesia dan
prinsip
keadilary
yaitu
pemberdayaan.
Di
sini
perlu dibentuk pengaturan
yang
memberikan
kepastian
hukum
adanya
kewenangan pemerintah
daerah
mengelola
pelabuhan.
Dalam
hal ini aturan
yang
tepat adalah
undang-undang
dan
peraturan pelaksanaanya
secara
rinci mengatur urusan bidang
pelabuhary sehingga
tidak menimbulkan
kekaburan
norma
dan
interpretasi
tidak
tepat.
Selain
itu,
perlu
adanya
Peraturan
Daerah
(Perda)
yang
dibentuk dengan
memperhatikan
pemben-
tukan
peraturan.
Pengelolaan pelabuhan daerah dapat
meningkatkan
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD),
sehingga
pertumbuhan ekonomi
di
yrilayah
tersebut
maju.
Permasalahan lain
adalah
belum adanya
anggaran dari
APBN
yang dikeluarkan pemerinkrtr pusat,
khususnya
Direktorat
]mderal
Perhubungan
Laut
Kementerian
Perhubungan
yang
diotonomikan.
Padahal sesuai
UU
Otonorni
Daerah, seharusnya sudah
dianggarkan.
Selama ini dalam pembangunan
dan pengelolaan
pelabuhan, dae-
rah belum dilibatkan. Pemerintah daerah
hanya
menyediakan
lO2
|
e f*pefrtif uauiuMa$DeF
Maddmlndonesl.
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
13/60
TATA
KELOLA
PELAEUHAN AMBURAOUL
lahan. Setelah lahan dibebaskan,
pembangunan pelabuhan
mulai
dari kontraktor
dan pengelolaan
diambil
pusat.
Sebenamya
pem-
bangunan pelabuhan bisa
mengguriakan anggaran
DAK dan DAU,
sehingga
pelabuhan
itu bisa dikelola pemerintah
daerah.
Sebanyak
57
kabupaten&ota
sebenamya sudah berusaha
meminta
hak
pengelolaan pelabuhan
dari PT Pelindo, menyusul
gugatan
uji materiil
Qudicial
reaieus)
terhadap
PP No 691200'1.,
tentang pe-
laksanaan
teknis
kepelabuhanan,
ymg
dikabulkan
MA.
Puncak
konflik
terjadi dengan dikeluarkannya
Kepmendagri
N6
l12,2}Og,
tentang pembatalan Perda No
U2001,
Kepelabuhanan Kota Cilegon;
dan Kepmendagri
No
53/2003,
tentang
pembatalan
Perda
No
U2007,
Kepelabuhan
Cilacap.
Di
sisi
lairu karena
desentralisasi
sudah
menjadi
komitmen
nasional,
maka
upaya
revisi
ULI
N
o2211999
yartg
mengardh
pada
resentralisasi
tidak
dapat dibenarkan. Dalam konteks sengketa
kepelabuhanan
ini, hanya ada dua altematif
kebijakan
yang
pantas dikembangkan,
yakni revisi LIU No 2211999
secara
tulus
dengan
prinsip
win-win
solution; atau melanjutkan proses desentralisasi
dan menyerahkan
pengelglaan
pelabuhan
kepada daerah,
disertai
dengan
pembinaan
teknis.
Di
antara kedua
alternatif di
atas,
opsi kedua
menjadi
pilihan
yang paling rasional.
,
Aspek negatif sejak digulirkannya kebijakan
desentralisasi, telah
tampak
dengan upaya daerah
yang menjupus pada terbangunnya
local
kingdom
atau bossism.
Kasus
sengketa
kepelabuhan ini ha-
nyalah salah safu cermin dari
kekuasaan daerah
yang semakin
menguat.
Namun
di
sisi lain,
harui diakui
pula
bahwa
UU
No
2211999
terlalu
gegabah
dalam
mendesain
format
otonomi,
se-
hingga memberi
dasar
yang sah bagi
daerah
u4tuk melakukan
pe-
,",gu*bilulihan aset
-urpqii
kewenangan tertentu yang selamalni
dimiliki
dan dijalankan
pemerintah pusat.
9 PGFtdf
lrouiu
M.r
Oern MdCrn
llffide
I
lO3
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
14/60
rATA KELOLA
PELABT'HAN
AI'4BURADUL
i$ementara
semangat
mempertahankan
NKBI
sebagai
-negara
-ifunitaris,, masih
sangat
kuat.
waiar jika
perbedaan persepsi
antata
dd6brifiitah
Pusat
dan
Daerah
menjadi
semakin
meruncing.
salah
satu
puncak
konflik
ini
seperti
disebutkan
di
atas
dengan
keluamya
Kepmendagri
No
1L212003.
Dipihak
lain,
karena
desentlalisasi
sudah
menjadi
komitmen
nasio-
nal
makajupaya
revisi
UU
No
2211999
yang
mengarah
kepada
re-
sentralisasi,
jelas
tidak
dapat
dibenarkan.
|ika
dicermati
lebih
dalam
anatomi
permasalahan
ini,
sesungguhnya
daerah
tidak
memiliki
alasan
yang
kuat
untuk
menl,ambil
alih
pelabuhan.
Artinya
argumen
ytrL1rnendukung
pengelolaan
pelabthan
oleh
Pemd+
sangatlah
le-
mah
karena
hanya
mengandalkan
pada basis
yuridis
berupa
putusan
MA
yang
mengabulkan
uji
materiil
terhadap
PP No
691200L,
namun
kurang
meyakinkan
dari
segr
urgensi, efektivitas dan manfaat
pe-
ngambilalihan
pengelolaan
tersebut
bagi
masyarakat
daerah'
Narnun,
dalam
konteks
ini
kewenangan
pengelolaan
pelabuhan
bu-
kan
terrnasuk
kewenangan
yang
dikecualikan
sebagaimana
diatur
dalam
Pasal
7 UU
No
2217999.
Selain
itu,
Pasal
119
menegaskan
,bahwa
kawasan
pelabuhan
termasuk
kewenanga4
kabupaten/kota.
'Pengelolaan
pelabuhan
meniadi wewenang pemda
setelah 27
pasal
dalam
PP
No
691200l
dibatalkan
oleh
MA.
Dengan
demikiaru
PT
Pelindo
hanya
operator
di
kawasan
pelabuhary
karena
regulator
kepelabuhanan
meniadi
wewenang
pemda.
I
PenempatanUPTDephub
di
daerah
akanmenimbulkan
overlapping
tugas
dan
kewenangan
dengan
ap:[atur
hubungan
laut
di
daerah.
Di
samping
itu,
hatini
juga
menyebabkan
terganSSunya
kinerja
daerah
sekaligus
bertabrakan
dengan
Kepmendagri
No L30-57/2002'
Perda
kepelabuhanan
itu
diperlukan
pemda
karena
pelaksanaan
kewenargan
pengelolaan
pelabuhan
di
daerah
sering
memicu
lO4
|
encp*mUaulull.s
DePrn
M.ritu
lndongit
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
15/60
TATA KELOLA PELAEUHAN AMBURADUL
konf{ik atau benturan
dengan
PT
Pelindo.
Hal
tersebut
dibutuhkan
karena
hak pelabuhan dapat mendatangkan income
daerah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
di berbagai bidang
(Pendapat
umum berbagai
Pemda
yang
telah
memiliki
Perda Pe-
ngelolaan
Pelabuhan)
Perebutan
Kewenangan Pelabuhan
Secara
legal formaf
kewenangan pelabuhantelah
didesentralisasikan
terhadap
daerah.
Hal
ini
diatur dalam
ketentuan Pasal 119 UU
No
2211999 yang menyatakan,
"
Kewenangan daerah
kabupaten dan daerah
kota..
sebagaimana
dimaksud
P asal
'1.L,
berlaku
juga
di kawasan otorita
yang
terletak dalam
daerah
otonom,
meliputibadan
otorita,
kawasan
pelabuhan,
ka.wasan bandar uilara,
kawasan
perumahan,
kauasan
industri, kawasan
perkebunan,
kawasan pertambangan,
kawasan kehutanan,
kawasan
pariwisata, karaosart
jutan
bebas
hambatan,
dan knwasan lain sejenis"
.
Ketentuan
tersebut
diperkuat
PasalT yang
mengatur kewenangan
daerah
mencakup kewenangan dalam seluruhbidang
pemerintahan,
kecuali
kewenangan dalam bidang
irolitik
luar negeri, pertahanan,
keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal serta agama.
.
Meski demikiaru
Pasal 10 UU
ini
mengatur
secara lebih khusus
i/ex
speciolis) tentang kewenangan
daerah
di wilayah
laut, yang meliputi
lima rincian
kewenangan,
1) eksplorasi,
eksploitasi,
konser-
vasi, dan pengelolaan
kekayaan laut;2) pengaturan
kepentingan
administratif; 3) pengaturan tata ruang;
4) penegakan hukum
terha-
dap
peratulan
yang
dikeluarkan
oleh daerah
atau
yang
dilimpahkan
kewenangannya
oleh
Pemerintah; dan 5) bantuan
penegakan ke-
amanan
dan kedaulatan
negara. Pelaksanaan
kelima kewenangan
itu
sendiri
dibatasi hanya empat mil
laut, atau
sepertiga
dari
batas
laut
provinsi
sepanjang L2 mil laut.
9 Peryhtif Mnuiu Mas Depn
Maddm
lndooeca
I
lO5
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
16/60
TATA KELOLA
PELABI.'TIAN
AMSURADUL
Pembatasan
"wilayah kerja"
terse*rut
tidak identik
dengan
batas
administratif wilayah.
futinya
kewenangan kabupaten&ota
di
wilayah
laut
mencakup
area 04
mil laut,
kewenangan
provinsi
mencakup
area 0-L2
mil
laut,
dan
kewenangan
pemerintah
pusa
meliputi
wilayah
pesisir
(l mil laut)
hingga
batas
luar
teritorial
negara
Indonesia
(zona ektnomi
eksklusif).
Di mana
kewenangan
daerah
di
wilayah laut
ini lebih
dimaknakan
sebagai
"manaiemen
pelabuhan",
dan
bukan
"penguasaan
pelabuhan".
Hal lain pengertian
pengelolaan
pelabuhan
sesungguhnya
bukan
dalam
arti
sempit
sebagai
pengelolaan
dermaga
dan
infrastruktur
fisik
pelabuhan
lainnya;
tetapi menyangkut
keselamatan
lalu lintas
"pelayaran,
sistem
navigasi
dan
persandian,
perizinan
kapal
yang
akan
berlabuli
atau berlayar,
administrasi
bongkar
muat,
dan se-
bagainya. Kewenangan
terknis
seperti
itu
sangat
mensyaratkan
kemampuan yang
handal
dad
SDM
dan
perangkat
sistern
kedik-
latan
pendukungnya.
Tanpa
human-ware
yang
memadai,
maka pe-
ngambilalihan
pengelolaan'pelabuhan
hanya
akan
mendatangkan
kerugian baik
bagi
pemerintah
pusat,
pemerintah
daerah,
mauPun
masyarakat
di wilayah
tersebut.
Mengenai
klasifikasi
iu, f,ir*ti
pelabuhan,
sebenarnya
PP
No 6912001
telah membuat
pengaturan
yang
jelas.
Di
sini,
pe-
labuhan
dibagi
menjadi
3
(tiga)
jenis,
yaitu
pelabuhan
nasional
dan
intemasional
yang
dikelola
Pf Pelindo;
pelabuhan
regional
yang
dikelola
pemerintah
provinsi;
dan
pelabuhan
lokal
yang
Pe-
ngelolaannya
ldiserahkan
kepada
pemerintah
kabupaten
dan
kota.
Jika
klasifikasi'semacam
ini dapat
dilaksanakan
secara
konsisten,
akan
memperjelas
pembagian
kewenangan
dan mekanisme
hubu-
ngan
antara pusat,
provinsi,
dan
kabupaten/kota.
Namun
dalam praktiknya
tidak,ada
kriteria
yang
jelas
memasukkan
pelabuhan dalam
kategori
nasionaVintemasional,
regional,
atau lo-
l(J6
I
9
PeGpehifuenuiu
Md Dcp.nlbffi
lndonec.
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
17/60
TATA TELol.A
PELAEUHAN
AMEURADUI.
kal.
Sebagai
contotu
Pelabuhan
Brebes yang
semestinya
merupakan
pelabuhan
lokal
pada
kenyataannya
dikategorikan
sebagai
pelabuhan regional yang
berarti masih
dalam kewenangan
Kanwil
Dephub
lawa
Tengah.
Hal
tersebut
mengakibatkan
daerah
tidak
bisa mendapatkan
pemasukan dari sektor
kelautan yang secara
nyata
dijarnin UU
No?-211999.
Atas kondisi tersebut, semestinya
tidak
perlu
teriadi
konflik
pe-
ngelolaan pelabuhan yang
berla{lrt-larut.
Pemerintah tinggal
melakukan
pengaturan
ulang
tentang
klasifikasi
pelabuhan
beserta
kriteria-kriteria
yang
jelas.
Kemudian
menetapkan
jenis
pelabuhan
mana
yarr1
didesentralisasikary
atau
yang
didekonsentrasikan,
atau yang
masih
disentralisasikan.
Agar
tidak
menimbulkan
interpretasi yang
beragam serta potensi
konflik
di kemudian
hari,
maka penetapan
pola
pengelolaan
pelabuhan
harus di,"ertai
rincian kewenangan
secara
detil.
l
Tumpang
Tindih
Peraturan
Pelabuhan
Diberlakunya UU No
2217999,
pada dasamya
tidak secara
otomatis
membatalkan
atau
rnenghapuskan
peraturan
organik
di
sektor
lain.
Pasal
133
UU
ini
hanya
menyatakan,
Ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang bertentangan
dan/atau
tidak
sesuai
dengan
undang-undang
ini,
diadlakan
penyesuaian.
Ini berarti,
UUI
PP/KeppresA'ermen
tentang
peJabuhan,
kehutanan,
pertanahan,
dan
sebagainya
masih
terus berlaku sepanjang
belum diganti.
Meski demikian,
jika
berbagai
peraturan
tersebut d.ianggap berten-
tangan
dengan
UV
No 22l1ggg,
maka
wajib segera
diadakan
pe-
nyesuaian dengan semangat
deserrtralisasi
luas kepada daerah. Ma-
salahnya hingga
saat
inibelum ada kajianyang
komprehensif tentang
daftar peraturan perundangan yang
bertentangan dengan
UU itu.
9 |ta6g.ridf
Meftf, Me apan Maridn lndoncia
I
lO7
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
18/60
Dalam hubungan
ini,
putusan
MA
soal
pengabulan
uji
materiil PP
No
5912001
sebenamya
harrya merupakan penyelesaian
sengketa
antara
Pemerintah Pusat
(I'P
No
69/2001)
dengan Pemda Gresik
(Perda
Pengelolaan Pelabuhan).
Sebagaimana
diketahui,
pada
awalnya
kasus
ini muncul l
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
19/60
PELAYARAN
NASIONAL TERPURUK
Putusan
uji
materiil
MA
bukanlah solusi akhir.
Bentuk-bentuk
konflik
baru
masih
sangat
mungkin
terjadi,
di
man3 MA
tidak
lagi
berfungsi menjadi
juri-nya.
Untuk mengantisipasi hal
seperti
ini,
maka
revisi PP
No
6912001
hendaknya tidak
dilakukan secara
sepihak pemerintah
pusat, namun dengan mempertimbangkan
kepentingan dan
aspirasi daerah.
Dari
situasi tersebut persoalan
direduksi
menjadi
konflik
kepentingan.
Artinya yan
g
dipermasalahkan
hanyalah
siapa yang berhak
mengelola
pelabuhan.
Bukan pada pertanyaan
tentang
siapa
yang lebih mampu
rnengelola
pelabuhan demi kemajuan
pembangunan dan pelayanan
umum
di
daerah atau
mekanisme apa yang paling
efektif untuk
mengelola pelabuhan.
Padahal manajemen
pemerintahan yang ideal
adalah
sebuah
proses
yang
mengkompromikan
antara
kepentingan
demokratisasi
dan
pemberdayaan. Desentralisasi
luas
wajib
didukung
sepanjang
mampu menghadirkan pemerintan
daerah
yang
lebih
efektif dalam bekerja dan
lebih prima
dalam
kinerja.
Kini, yang
diperlukan adalah payung
hukum
yang
jelas
tentang
wewenang
pengelolaan pelabuhan,
serta
berbagai
implikasi
yang
timbul dari
pengelolaan
tersebut.
Sebagai
contotr,
jika
pelabuhan
dikelola
daerah,
harus pula
dijamin
a
d,arryaprofit
sharing
alr/rara
pusat
dengan
daerah,
serta
antara
daerah
yang
menguasai
pelabuhan
dengan daerah lain
yang menggunakan
jasa
pelabuhan
tersebut.
PELAYARAN
NASIONAL TERPU
RU K
Kompleksitas
permasalahan
yang
dihadapi
armada pelayaran na-
sional menyebabkan
perkembangannya
memprihatinkan.
Sungguh
ironis
jika
dibandingkan kenyataan
Indonesia
sebagai negara ke-
pulauan.
Semboyan
Indonesia
"nenek
moyang ku
seorang
pelaut"
kini
tinggal
menjadi
slogan
saja.
9 PetspGh.f Menuiu
MaF Oepan Marltim lndon6l.
I
l09
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
20/60
Padahal, selama
berabad-abad
nenek
moyang
bangsa
Indonesia
telah
menggunakan
laut
se:bagai
sarana
perniagaan
dan
sumber
penghiduparu
bahkan
menjadi
sumber
kejayaan
dari
kerajaan
nu-
santara,
dimana berbagai
strku
bangsa
di wilayah
nusantara
pada
saat
itu
telah memanfaatkan
keberadaan
laut
dengan
teknologi yang
sangat sederhana
dalam
dtLnia pelayaran
dalam usaha memenuhi
kebutuhan
hidup
dengan
jalan
mengadakan
perdagangan
antar
pulau
secara
efektif,
efisierL,
cepa
nyaman dan
terjangkau
serta
sesuai
dengan
kepentingan
nasional.
Bila
dilihat
dari
segi
kapasitas
armada
nasional yang
ada pada sebuah
negara
dengan
luas
lautrya
i75
persen
dari
luas keseluruhan
wilayah-
nya,
Indonesia berjumlah
cukup
mem:njukkan
sebagai
negara maritirn,
ditingkatASEAN-pun
kekuatan
armada pelayaran
nasional
menempati
urutan
terendah, berada di bawah Malaysia dan
Filipina.
,
.i.:i;iriil
:
,.1
:\
PELAYARAN NASIONAL
TERPURUK
I I
O
I
c
perspentifvenuiu
Masa Depan Mariiim
Indonesia
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
21/60
PELAYARAN
NA5IONAL
TERPURUK
Seharusnya
masih memerlukan
kekuatan armada yang
lebih
banyak
untuk
memenuhi kebutuhan
pening
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
22/60
PELAYARAN
NASIONAL.TERPURUK
pelayaran nasional yang selama
ini
seolah
tertidur karena
kalah
bersaing dengan
industri
pelayaran
asing?
Berdasarkan
data Indonesia National
Ship Owner
Association
(INSA),
sampai
2020 perusahaan
pelayaran
nasional baru bisa
mendapatkan pangsa pasar
pelayaran
internasional sekitar
30
persen
dari
550
juta
ton
peti
kemas yang
nilainya 22 miliar
dolar
AS.
Sementara
pzrngsa
pasar
domestik
sampai
2020 perusahaan
pelayaran nasional
diperkirakan
mendapatkan
80
persen
dari
370
juta
ton muatan
yang
nilainya
mencapai Rp23
triliun.
Kondisi
saat
ini,
kegiatanekspor-imporyang
dilayani
kapal
asing sebanyak
96,59
perserL sedangkan
angkutan kargo dalam
negeri yang
dilayani
kapal
asing sebesar
46,8 persen.
Akibatnya total devisa
nasional
yang
diambil kapal asing
mencapai
11
miliar
dolar
AS atau Rp
99
triliun
per tahun.
.
Setelah
UIJ
No
7712008
tentang pelayaran
nasional diberlakukan,
memberikan
harapan
baru
bagi
perkembangan
pelayaran nasional,
apalagi
dalam UU
tersebut memberlakukan
asas
cabotage.
Pene-
rapan
asas
ini
tentunya akan
memacu
industri
pelayaran
nasional
dan mengharuskan penambahan
armada yang
berbendera
hrdonesia.
Namunyang
menjadi
pertanyaan,
apa
Indonesia sudah
mampu melaksanakan
asas cabotage
karena
keterpurukan
ipdustri
perkapalan dan pelayaran
nasional selama sekian
tahun tentunya
membutuhkan energi yang
besar untuk bisa
bangkit. Namun
semangat
untuk menjadikan
Indonesia
sebagai
negara
maritim yang
tangguh, pemerintah
harus konsekuen
melaksanakan
asas
ini.
Penerapan
asas
cabotage
maritime
yang
dilakukan
China,
misalrry+
telah terbukti memberikan
keampuhan luar biasa pada
daya
saing
produk-produk
dalam negeri Negeri
Tirai Bambu
itu.
Saat
ini,
siapa
pun dan
dari
negara mana pun yang ingin berdagang
dengan China
wajib memakai kapal
berbendera
China.-Tidak
hanya itu,
kapal
I 12
|
thBfi$f M6uiu MeDFn Maridm lndm6i.
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
23/60
PELAYARAN
NASIONAL
TERPURUK
yang digunakan
pun
harus
dibangun
di China,
didanai
oleh
bank
negara
di
sana,
harus dominan diawaki oleh pelaut
mereka, dan
wajib
direparasi
di galangan
kapal
di China.
Pelayaran
Nasional
Dikuasai
Asing
Pemberlaku;m
asas
cabotage
belum
efektil
muncul
Sagasan
untuk
melakukan perubahan atau
revisi
terhadap
UU
Nomor
17
tahun
2008
khusunya
tentang
asas cabotage.
Rancangan
revisi
UU
No
1712008
sudah
diserahkan
pemerintah
ke DP&
dan masuk
dalam
Program
Legislasi
Nasional
RUU
Prioritas
Tahun
2011.
Saat
ini,
Komisi
V DPR
dalam
tahap pembahasan
serta
meminta
tanggapan
dan
masukan
beberapa pihak
mengenai
revisi tfU
tersebut.
Implementasi
asas
cabotage
merupakan pertaruhan harga
diri
ke-
daulatan
bangsa,
guna
menjadikan
industri
pelayaran
sebagai
tuan
rumah
di
negeri
sendiri,
sesuai
amanat
hrstruksi
Presiden
No 5/2005
dan UU
No 172008.
Semangat
cabotage
dan
merah-putih
pasti
bis4
jika
ada keberpihakan
pada
potensi
dalam
negeri.
Selama
kurun
waktu
5 tahun sejak
Inpres
No 5/2005
dikeluarkan,
potensi
dalam
negeri
telah mampu
men;adikan
angkutan
laut
nasional
Indonesia
hampir
berdaulat
dengan
mendominasig},Z
Persen
dari
angkutan
muatan
antar
pulau dan pelabuhan
dalam
negeri
lndonesia.
Selain
itu,
hal ini
juga
dapat
meningkatkan
ketersediaan
angkutan
laut
nasional/kapal
dari 6.041.
unit pada
Maret
2010 menjadi
9.705
unit pada
November
2010.
Pencapaian
ini
telah
menimbulkan
efek
dornino bagi bangkitnya
sektor
ekonomi
bangsa
dari
hulu.
Secara
terpisah,
Anggota
DPR RI dari
Komisi
V
Abdul
Hakim
me-
nilai banyak
kebijakan pemerintah
di sektor
pelayaran
yang
tidak
sesuai
dengan
amanat
UU
No
1712008. Masing-masing
kementrian
9 ttrSpedf
Msu,u Ma$ rpan
Mantm ldonEh
I
llJ
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
24/60
PELAYARAN NASIOITAL TERPUhUK
memiliki
agenda
masing-masing
dan tidak
mengacu pada UU
Pelayaran dan
asas
cabotage
.
Presiden
harus
turun
tangan mengatasi
tarik
menarik
kepentingan
ini untuk
kepentingan
bangsa.
Abdul
Hakim
menegaskanbahwa
dasar
hukum
pemerintah
menga-
jukan
revisi
UU
No 17l2OO8lemah.
Bahkan naskah
akademis yang
disodorkan pemerintah
kepada DP&
kata Hakim, secara tegas
me-
nunjukan
keberpihakan
pemerintah terhadap
kepentingan
asing
atas
industri
pelayaran di
TanahAir.
Kalau
saja
Bapak Presiden yang
terhormat
membaca
naskah aka-
demis yang disusun
peme:rintah,
tentu
beliau
akan sangat
miris.
Kesimpulan
naskah akadernis
tersebut secara
jelas
dan
gamblang
menyatakan
bahwa
untuk
menjaga
ketersediaan
kapal
asing pe-
nunjang
kegiatan eksplorasi dan
produksi
Migas nasional
tidak ter-
henti maka
perlu
dilakukan
perubahan
UU No
172008.
Komisi
V
DPR
sepakat
bahwa
asas cabotage
tetap
diberlakukan
pada
7 Mei 2011 dan menolak usulan
revisi UU
No 172008 ten''
tang Pelayaran. Mereka
menilai, penerapan
asas cabotage
di
industri
pelayaran
nasional tidak hanya berdampak
meningkatkan
perekonomian
dan lapangan
kerj+
juga
untuk
menjaga
kedaulatan
wilayah
laut nusantara.
Penolakan
yang
sama
datang
dari
Dewan
Perkapalan
Indonesia,
Indonesian Nasional Shipowner
Assosiotion
(INSA),
dan Industri
Galangan
Kapal Indonesia. INSAmempertanyakan
alasan
pemerintah
melakukan revisi sebelum LtU
No 1712008
diberlakukan.
Keberhasilan yang telah dicapai
setelah
6 tahun pelaksanaan
asas
cabotage
antara lain penerimaan
usaha
meningkat,
penerimaan
negara bertambah, lapangan
kerja
lebih terbuka dan
kedaulatan
NKRI tetap
terjaga. Selama
kurun waktu
tersebut, pertumbuhan
ll4
|
e
Ccagchtif
Uoulu
Mee Oepar Ma.ltlm
lndtrsia
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
25/60
PELAYARAN
NASIONAL
TERPURUK
armada nasional
hingga Oktober
2010
mencapai
9.884
unit,
yang
sebelumnya
di
Maret
2005
hanya
berjumlah
6.041
unit.
Data
dari
Kementerian
Perhubungan
juga
menyebutkan,
angkutan
laut
dalam
negeri
pada September
201.0
mencapai
229,9
iuta
ton atau
95
persen
dan angkutan
laut
armada
asing
11,8
juta
ton
atau
5
Persen.
Sementara
unfuk
angkutan
laut
internasionaf
armada
nasional
hanya
mengangkut
49,3
futa
ton
atau
9
persen
dibandingkan armada
asing
yang
mencapai
501,7
juta
ton atau
91,0
persen.
Sejak
Desember
2009,
angkutan
laut
migas
hilir
dalam
negeri
telah
seluruhnya
menerapkan
program
nasional
asas
cabotage.
Ketua
Umum
INSA,
johnson
W Sutjipto,
berpendapat
jika
pemerin-
tah
ngotot
mengajukan
revisi
UU
No
1712008
dan
mencabut
pe-
nerapan
asas
cabotage,
maka
Indonesia
tidak
hanya akan
rugi
secara
ekonomi,
tapi
juga
menggadaikan
kedaulatannya
kepada
pihak
asing.
Selain
produk
undang-undang
yang
harus
dibenahi,
infrastruktur
di
sektor
pelayaran
nasional
iuga
perlu
diperbaiki.
Pelabuhan
di
Indonesia
sudah
banyak
kelebihan
kapasitas
dan
waktu
pemuatan
yang
lama.
Asosiasi
Logistik
dan
Forwarder
Indonesia
(ALFI)
memintS
pe-
merintah
untuk
segera
membenahi
fasilitas
dry
port
di Terminal
Peti Kemas
Bandung
(TPKB)
Gede
Bage
Suna
memperlancar
arus
bara,rng
ke
Pelabuhan
T*ir.g
Priok.
Sekien
ALFI,
Siti
Ariyanti
Adisoedirq
mengatakan
pihaknya
telah berdiskusi
dengan
Divisi
Litbang
Kementerian
Perhubungan,
Kementerian
Pekerjaan
Umum,
PT
KAL
dan
perwakilan
TPKB
Gede
Bage
untuk
menemukan
solusi
dalarn
mengatasi
inefisiensi
arus
barang Gede
Bage-Tanjung
Priok.
Menurut
Ariyanti,
volume
barang
yang
melalui
TPKB
Qede
Bage
terus
merosot
sejak
tersedianya
Tol Cipularang
yang
meng-
hubungkan
)akarta-Bandrrng.
Kata
di4
perlu ada
langkah-langkah
9
PeEpthdf
M6uru Me D.t r
M.d6fr lnrron6ia
I
ll5
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
26/60
)ffiHr+Ff*t
U1rA9/lftiIff.I$PK
eruffi
er#le *grry{rfi
sIft
tdlotqtfrudm*8g}$tri""BeBhfr
tbsmPeti
ir[BKBG".*nFam.a
rlslmgited slnsrl
E00S tgrsM ib
slnmuledee
mslsb
lusl
nstolgrrs
.ngdJgds
sll8lB$6rS{}95
handling)
dari
menyebabkan
lnlRf;e*F's6Eiffifi
".(+trhJffi
lfiiliali
Tanjung
Priok bisa
f-gB*td&$Etas
Isnoilsn m.r8orq rrudqurrrrr-
-nirsmsq
sdi[lsqsbnsgrsd.oJqi[tu?
W
noenrlo[
J,alfi
mumU
srJs)
-r$tOtGflftn*effgilSd0$tFtotl
uu
iaivsr n$Iu[sgnsm
rorogn
rist
igrn
nols s
>Isbii
siegnobnl
olsm
lr*nbwm
n e geri
be'rbendera
In
dones
ih, industrirgpg$ffi
|69
belum
dapat
bangkit.
Sebagai
negara
kepulauin
te
brffiErfikr#rm]Arffih&P$F
iei+rine#ffi
ffi
iE*h?6&htq$,
.*pfr
*e f,
A4eb?gEhl?btr,gtft
9rt
*+funefrr'Eq#$hesnb#ryeusiktrffi8,qsqfr
lffi
riasieoaA
IsnirrnsT
ib
troq
grh
estilias)
irlsngdmsm
asffhebrrurreqatv@ srffiBcs$8gb#W;e
iegloa
nolrrmenerfi
ruinu
eps8
gbgD
B)iIT
fi6
dalain
nbgeri
S"epehuhny"a
hak
negara
pantai.
A
Bf
tf8nbTft''.b-r-ib.e6EibA
nsirgJngms)
gnsdriJ
itu
nsb.IAXT9
negara
Pan-
sb6gi
M*
mds,rpa$ar*-,hefd
gtilfi"q"'h
isfl,
er
r
i
llAJ,RB.rmEFHf , ,{Bri* 6iffi
PfiBir}4i${Stqe"..i"
&e*
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
27/60
kedaulatan
\8..IQe
rrdns
eetiasqedrsd
PELAYARAN
NASIONAL TERPURUK
ilURUqfllT
JAt4ot
zi:en
VAflNAJSi
negara
paniai atas wilayah
lautnya.
ftisi
fuua
flsm
int
emslsa
EtsEO]IHT}H
sarlian
pada
mempunyar
peranan
stra
dan
yurisd
ffi4seU
nisl
isrl
gnsgsmsg,
Isnoiasl,4
irsJ
xnrsqBetrms,ki
q'.'
ur}*
ilBda
S*q,?,
,srrasdpqsdJsqsd
isesplib
nsarxfi
d.t$
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
28/60
PELAYARAN
NASIONAL
TERPURUK
pada2009,
selama
ini
angkutan
oil
dan
gas
di
lhdonesia
dtlhymisa
unit
kapal
yeng
seluruhnya
berbendera
asing''
Atas
lahirnya
asas
cabotage
diharapkan
industri
galangan
kapal
dalarn
negeri
yang
selarna
ini
mati
suri
kembali
hidup'
Sementara
itu,
dari'
data
Kemmterian
L&Xrubungan'
hingga
september
20L0,
jumlah kapal
berbendera
hrdomesia
tercatat
sebmtyak
g.dgS
unit.
Rata-rata
kapas;itas
angkutan
kapal-kapal
tersebuft
13,03
jutaGrossTon(GT)ataumeningkatdali6'04tr'unitdengankapasi,tas
angkut5,67|staGTpadaMaret2005.)railhl,terdiridariS.Z}5unit
kafal
Uertapasitas
angku
t
L2,4
iutacT
lmflik
Perusahaan
Alngkutan
Laut
Nasional
Pemegang
Surat
Izin
I-Isaha
Perusahaan
Angfutan
Laut(SIUPAL)danl.530unitsisanyaberkapasitasangkut59.''.337
GT
;ik
perusahaan
angkutan
laut
perregang
surat
Izin
operasi
Perusahaan
Angkutan
Laut
I(rusus
(SIOPSUS)'
'n,
hirigga
kini
industri
pelayaran
nasional
masih
terpuruk'
'membuat
risau
para
pelziku
usahapelayaran
domestik'
"'
regulator
belum
sepenuhnya
mengambil
lang-
.lan
tegas
untuk
memperbaiki
kondisi
pe-
'.asilkan
devisa
besar
bagi
'i"nanfaatkan
dengarr
'
aikuasaiPihak
tilikiarmada
asitasnYa.
J
terhadaP
ang-
hanya
5,6
Persen,
:ntara,
untuk
share
-eri
yang
mencaPai
'l-kapal
asing.
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
29/60
PELAYARAN
NASIONAL
TERPURUK
Kendala yang dihadapi
dalam menerapkan
asas
cabotage
adalah
perusahaan pelayaran nasional
tidak
sepenuhnya memiliki
ka-
pal
Mereka hanya menggantungkan usahanya pada kegiatan
ke-
agenan kapal.
Kualitas dan
perusahaan
pelayaran membengkak
tanpa
kontrol.
Sebagai
contoh, pada
September
1993 terdapat
1.045
perusahaan
pelayaran dan
389
perusahaan
non
pelayaran.
Per-
tambahan
jumlah
perusahaan
pelayaran
yang
demikian
cepat tidak
seimbang
dengan
pertambahan
jumlah
tonase
kapal-kapal
niaga.
Sannpar
tahun
2001,
tercatat
adaL.762 perusahaan pelayaran.
Terungkap,
kondisi ini terj
adi
k arena
beban biaya
yang
harus
dipikul
perusahaan
pelayaran nasional
sangat
besar. Beban
pajak
yang
berlapis-lapis dan
ti.ggi
menghambat pertubuhan
usaha
angkutan
kapal dalam negeri.
Masalah
ini tidak dialami
perusahaan kapal
asing
di
negaranya. Mereka
justru
banyak diberikan kemudahan
baik dari
segi
permodalan maupunregulasinya. Alhasil, persaingan
antara
kapal
Indonesia dengan
kapal
asing
menjadi
tidak
adil.
Dari
sisi
pertahanan
dan keam.anan
negara, armada
angkutan
nasional
dapat menjadi
komponen pertahanan Negara Kesatuan
Republik lrdonesia
(NKRI)
dan dapat
dimobilisasikan sebagai
pendukung
pertahanan negara di
laut.
Ini
dapat
dilakukan
apabila
negara dalarn keadaan bahaya. Seperti
tercantum dalam
UU
No
3
Tahun
2002
tentang Pertahanan
Negara dan UU
No
27 Tahun
L997 tertartg
Mobilisasi dan Demobilisasi.
Karena
itu,
pelayaran
nasional harus dipegang bangsa dan
kapal
milik
sendiri
dengan
mengimplementasikan asas cabotage
secara utuh.
Hal tersebut sesuai dengan dasar
dankepentinganutama
penerapan
asas
cabbtage.
Pertama,
menjamin
dan
melindungi infrastruktur
pembangunan
kelautan nasional
terutama pada
saat
negara
dalam
keadaan
darurat,
dibandingkan
iika
infrastruktur
itu
dimiliki
negara asing
yang
sewaktu-waktu
dapat
ditarik. Kedua, membangun
9
F.Ep.lrf
Mmlu
ks
O.prn
mriom
naom:a
I ll9
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
30/60
etsauQul
uFlrEn
deo en
nlnEnJlrFd$.d
6
|
ozl
a
bcEb.Fqanflnln
y{s
OFbs neqrfl
|Uqd.qr
I lla
{nseru
Sued
pdel
sruaf
ledura
pe
)
1odruo1a1
rp uognsn8uaru
qBBsps{a&
hq$tenrerlq'*lr
BiqrBqlrtxilIWtYbrYff
ryf
ifn
HsJ
rcr?cpflsaeans1
geu8su gt ?sr
gsupebeugruSsu
ngsurs beuersbsu
.
,
'a8a1oqac
susu
ue>lderaueur
'Ier{epe.I
'IEuoIseN
usr?IousJ
gsbsg
rrreu)sg1
yourboueu
ber.rsysusu
h 8srs
Kczstfi:ru
Ds,r.r
erer
berssysusrFipy
ft6B6g0ut"?ruttr{#PJrdRlqd
Gm}PAt0u
srufsrs,
ysbsl
pgoueags
geu8su
ysbsl
seur8
uredsqr
ggqp
sgII'
psry
ssr.r
aeel
berurog"l*
-n"niwrfuryrWwErymEgfrpiffiiilseC
;Wex+fimv'
BolurpsuB
qduesr
beqsurpslrsu
}rlu{W
tt
irrpqJsr,
hr&rysy
b6ffrEslrscu
Kcugsls
LsuB
grysqsbr
gqsur
greuersbpsu
vese
cspolsSe
sqslslr
)nundull]vNolsvN
NVuv
v'lld
bErvlYBYl4
l4Yzrouvr
J,EUbnun(
yubqlsbsl
ilffimBr$
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
31/60
P dW{ft
t1.I
tAgB&Af
ftti?0fr lf,
c
9tnsmfl{rra&
}rAel
gnsl
nsasls
slnerl
slsln
srs:sa
lsdilsm
rvrer'.fr'flfl
3fl &f,
mqt?f;ttff eyr$id&+tHdnfafi
'Pdntvruu"*gdr+n{cl
#Sfff;+Rel
,'#'{'$3$dsfl
manhim"ilmft
shf HH?fu
ffi
da#er*@eilr#di4l
#igts,ufl
l"aeilff
ifl
r{uh.esah."rmxiirqsnr6reisifu
#em'r@+
Bukan Paj ak). sementara,
""
t tr$ilnlttrfl
?AttrH ffi
Isb
gup+ife{
dibebani
hiava oaiak
vans
tinssi.
-sb-gnsbsgib
ihiiot>lsa
jut"ftib
tudsarsj
msr3orq
ds[sa
.uli
nisls?
"&t*uwpoi,rFlp*ryte
flS'Hnl."hrt{dgtnffi
ruryni"ll*ma
l"sgfrtsfi tdsii#dr"tqefi
$S,laflb{ffi
4sqi&man,
o"npgldlmt8afia&fl{fiiehEfl8ffi
slsmrlsbum>Isbit
RFpsPhiRhfipt
P epy[?hnlfrnupw
?94PLnffFfral'rt9fl,sB*dA
dEP;qaI)
trg$tsegMagbsin{piaeld
I'f6fHHp'I
gnstnsl
.800SNI
oll
UU nsb
d00SU\
ol4
M)I
s1n
u[ .isile3gnem
eure,
nsrslslsq
roJ>Iga
ib idstasvri
.rli
issa
hnmmm,'
@atuhcenusr,r8FiftIlryid
EE ffiIt,'[ishssr6d6sddsmseq ilhspe
fl
gqff
fhtrry#npPq;n$dqhdeQgihr,edih
medaeat$fu5*"1n6:{rsJn4r*d&Ir4v*drffiigse
asptrr
ffi{t ffE'3ff ehfl
["pl
mimsre[oud3g
Emhr*tendrEei6een'a
empiri
s,
pad
ahal ma
s
ihlflf,Fp*$fr imiryrn
$0fi 6hnegea{ehfr{@
rniliki data lengkap
kapal di Indonesia.
|adi,
untuk apa dimasukan
"-,?{F#i8+tB'*+uireaiaBtB,Ieyddffi
fl
,s#ift
ilqsLfi
#*h&Fcg
net',;f,l$tiA*ne'f,la*,gfiffihag'
rtu$f,dtt
sat8flry(#Er{a[*,t#ya,
,ffifiHryptra$
EHaX
ffigg'rlhrsri
srgbnsd
srlndslsl
imsb
rlunsq
ns>ls
gnsl"srsgbn
saivsb iHlin
snsrol
gnilnsq
lsgnsa
sgslods3
.Isnoia
ssl
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
32/60
lebih
dominan
atas
gagalnya
PencaPaian
target
lifting'
Hal
itu
hanya
alasan
yang
dicari-car:i
untuk
merevisi
UU
Pelayaran
tanpa
melihat
secara
nyata
perturnbuhan
jumlah
kapal
niaga
nasional
dalam
kurun
waktu 5
tahun
terakhir
yang
mencapai
63
persen'
Padahal,
ada
potensi
sektor
usaha
yang
kini
sedang
berjuang
me-
menuhi
tenggat
waktu
pelaksanaan
roadmap
asas
cabotage
secara
penuh
demi
tegaknya
bendera
merah
putih
yakni
pelayaran
na-
sionat.
Cabotage
sarrgat
penting
karena
nilai
devisa
negara
yang
akan
terselamatkan
lewat
program
ini
tidak
sedikit,
bahkan
mungkin
lebih
besar
dibandingkan
dengan
dampak
perdagangan
bebas
ke
sektor
industri
dalam
negeri,
yang
di
perlukan
sekarang
adalah
konsistensi
dalam
implementasi
nya.
Selain
ihr,
sejak
Program
tersebut
dimulai,
sektor
ini
digadang-da-
gang
oleh
pemerintah
unhrk
menjadi
salah
satu
"seniata"
dalam
menegakkan
kedaulatan
bangsa
dan
negara,
tetapi
instrumen-
instrumen
yang
lainnya
seakan
berjalan
sendiri-sendiri
justru
ka-
rena
kurangnya
dukungan
dari
lembaga-Iembaga
pemerintah
se-
bagaimana
yang
diamanatkan.
Akibatnya
kebijakan
nasional
asas
cabotage
tidak
mudah
melenggang
dalam
mencapai
target'
cabotage
di
Lrdonesia
ditandai
dengan
terbitnya
instruksi
plesiden
(Inpres) No
5/2005
tentang
Pemberdayaan
hrdustri
Maritim
Nasional
pada
Maret
2005.
Kemudian
dilanjutkan
dengan
keluar-
nya
KM
No
7U2005
dan
UU
No 122008,
tentang
Pelayaran'
Sejak
saat
itu, investasi
di
sektor
pelayaran
terus
menggeliat'
|umlah
kapal
niaga
nasional
telah
mencapai
hampir
10'000
unit,
atau
terjadi
penambahan
armada
hingga
3.258
unit
atau
54L
Persen
dibandingkan
tahun
2005.
Seiring
dengan
pertumbuhan
armada
niaga
nasionaf
jumlah
muatan
kapal
berikrrt
ongkos
angkutrya
yang
bisa
beralih
dari
pelayaran
asing
ke
Indonesia
iuga
naik
dari
55,5
persen
pada
2005
menjadi
90,2
persen.
PELAYARAN
NASONAL
TTRPURUK
122
|
e eespemf
uoqu
Ma DGPII
Mrtilm
lndorEsh
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
33/60
PELAYARAN NA5IONALTERPUfl["(
Pada
Mei 2011, kegiatan
pengangkutan
jasa
pelayanan
kapal
di dalam
negeri
sudah
harus
sepenuhnya menggunakan
kapal
berbendera
merah-putih
sehingga
tidak
ada ongkos
jasa
angkut dari
domestik
yang
mengalir
ke
luar.
Sudah
seharus
nya pemerintah
beserta
semua
stakeholders
mengusung
semangat optimisme
yang sama
untuk
mencapai target
tersebut
walau disadari
masih adanya
resistensi
dari
sementara
pihak.
Belajar
dari
pengalaman
peneraPan
asas
cabotage,
meskipun
ter-
lambat,
tetapi
keberhasilan
Program
ini
telah
membuka
mata se-
mua
stakeholders
unfuk
memanfaatkan
secara
maksimal
potensi
penclapatan
untuk
negara.
Sudah
seharusnyalah,
setelah
cabotage
berhasil
dilaksanakan,
pemerintah
mendukung
pelayaran
untuk
merebut
pangsa
muatan
ke luar
negeri
(beyond
cabotage)
suPaya
arus devisa
negara yang
keluar dari ongkos
angkut
dapat
dinikmati
bangsa dan negara.
Saat
ini merupakan
waktu
yang
tepat
untuk
membicarakanbeyond
cabotage,
menglngat
kegiatan ekspor
komoditas
migas,
hasil
pertam-
bangan seperti
batu bara,
perkebunan,
crudepalm
oil
(CPO) dengan
volume
hingga mencapai 500
juta
ton per tahun
hingga
kini
masih
dikuasai
oleh
perusahaan
pelayaran
berbendera
asing. Sekedar
gambaran,
dari
ekspor batubara dengan
volume
220
juta ton
Per
tahuru Indonesia
kehilangan
potensi
devisa
hingga mencapai
4,4
miliar
dolar
AS.
Asumsi
ini
berdasarkan
perhitungan
biaya angkut
dari Indonesia
ke kawasan
regional
termasuk China
yang rata-rata
20 dolar
AS
per
ton.
Seharusnya
tidak sulit
bagi bangsa
ini untuk mendapatkan
haknya
atas
kesempatan pengangkutan
komoditas
nya
sendiri.
Mengingat
bahwa
pemilik
muatan-muatan
tersebut'bangsa
ini
juga.
Hal
yang
ironis adalah sementara
kita kehilangan
devisa
sebaliknya
bank-bank
lokal di Indonesia mengalami
kesulitan
menyalurkan
9
F.rEFhdf
M6qu
M.* Ocpa udm rnrtorsie
|
123
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
34/60
)lURUq8]T
IA14OI2A14
14A'AYAJ:IC
PELAYARAN NASIONAL
TERPURUK
irsb
ierrslaiesr
synsbs
rliasra irsbsaib
gslsw
Jsdgargl_lsprst
isgs:rls.rr
iehingga
dari
sifu
banyak
sektor
yang
akan
tumb"h.kff8if5ffi8fig)
6b
refrgleregr
6vrr6b6
rlraBfir
fi6D6erb
IJ6lEw
JuclgzTgr r9Rr6,
r6g63rl9.m
Sehingga
dari
sifu
banyak
sektor
yang
akan
tumb"h.kffpif5ffigfigl
r-^^il,{
^G
6i + r,o-
-
}'i
cr rl i+r
r tr rn cpm
akin hes ar multiflier
effabf ekonomi
rErur66q
r
--o
------
i-
.,6dICI 6l6Jngmg(
kecil
defisit
yang
bisa
dituhrp,
semakin
bes
at
multiJlier
effhf
ekonomi
16r6I9U
Lashlalr.
16dm6l
,*+Atgt
ashlah
IuIsalar
Jsdms
rysrnbu[
pengibaran
bendera
Merah
Putih
diatas
SI
|
6h.no ml
irilthGM n q O
E.M uFn.Ml d.qa ,q
q
124
|
e rurpentif
u."ulu
Ma$
tuPan Matirifr
ldone5l.
@*&*Zb'
$Af
nrryir?m
.rentoae>ture
sgntodsr
dslsrsa,r{slslnarrrerlea
rl6bu?
.6r68err
>lrrlns
netsqsbnsq
>lrrJnu
risrsyslsg
pnplubrrsm
rlstnhsmsq,nolsnsalslib
Iiasrhgd
Etmgit$hK$"il(f6$$1"nbg6fiu&grr
e>r nsrsum 6e3rr6q rudsrgm
iJsm>Iinib lslulng
arsblorlersta
6um
ini iamuaA
kEdarilatan
negara
pada
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
35/60
XU8Uqf,
JT
JAXOI?A14
UANAYAJSq
PELAYARAN
NA5IONAL TERPURUK
6asbnU.SnebnU
lelQl
UI
gUU
rlslsbs
nsrelslsj
gnstnet
.800SNI
Rdffi
ffirnrcXhrhr(InenAhqQodhnyedcqHtElsgpdqdl
@Oe\liltoh{
untuk
menerapkan
UU
Pelayaran.
Sar@as&m@daqa6vhfniAgOt
belurrt'diterapkdn
unttik. muat an
ffihore,
tetapi stldah mau direvisi.
Kil'
iHUrrffidAdafdndpffier&fttuddhlu$akinsdotDldldqk
iflBEUaS
loftttffie*qdq4acilrr
rr{eifldraplafu
ry
q&otadeteppilrHrb00g$I
neAstae*snm
psibsghdt
dmCQodrp@mMaofngslnsM
nsrrrls
-oqeJe
neJefts>l
lulnu
nsdenrryib
grrsl
Isqs)
.ulnsJrsl
ains[Isq
Miit*e
ieUqr
aa4abars talnrni
(ro*Bte8
id$hoiloX
+i{*fu
qpxr
melakukan eksplorasi
minyak
d$ftid
@*redds&ob#gtong@
mau memulai mengelola sendiri.
Melalui LIU Pelayaran sebenamya
merupakan usaha
kita agar eksplorasi
minyak di laut
juga
bisa
dilakukan
putra-putrilb$g$dbrfodenilUl
TEFI
bqlahr*fulekdoh
sebelum
perang,
jika
harus merevisi UU
pelayaran.
.nouoluqe>l6r6gen
dsudsa
igsd ibsn
isru
ibs[nsm
luel
iaotroqansrT
Ea$trdpddsE
aEEI
aqbcddora8p+*Im4#trdildg@{shffiBrfl
hoit*elorrssbhrdngr@qa{s?,hugiltisbehphtaail
ts{qreq8ndMdrcz
btA8fuh
U;{paholrigAs.
hphffirfrarrcieerubitsttrhhdu,@rsaf
arFy&
kapal
kegiatan
migas yangrbb@UEU@ma
Indonesia adalah kapal untuk
kegiatan survei dgut, pengeboran,
aopnn*qblfuBrflUefl
tnFu*rferffiitshlibniprn*i
ffta$dlEqrh
Bqlr$*deinvetmiffangffikutrforo, rBhdffii
irtHt
lian\irogfrdqrp{idilnqtreaia$.
dolo.
rlsrsq3sqib
ini
iaibrroX
Berdasarkan
data
Kemenhub, hingr,'Hffo;;'#'f,ffi'Xiilfl
hqgilcrmiffiigwrrrgrs&Hb{fft
dCEFfi
Lil
rditrbkrfmkm&otiurnhts&T
ng[Srid#r,h{htuiroru$
hag,bfdcuqefie$ftsffi
hrRtstg&tm6fi
mid
ddqperggdilTopmat{[email protected]
t*qidqgn(qfdd#c
ifuibdrasffisqrhineral@de{cifsm
.r-rilsd
gnsl
fu
stsr}e ireh16{1214
iesfioqansrl
.slniansu>Isano)
.lubsrudms
tusl
iaslroqansrl
gnsbid
Bnr[rnintahtCef
Dl&sqatrinirfidffi
rfqt
Undang-Undang
Pelayaran.
Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang
-t
rrGl iti3M6qrOe.M
uiudrMlht.q-.q
9
I
asl
9 Pe6Fhtif Mnuiu Ma* Orpan Maritim
lndonesia
|
125
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
36/60
PELAYARAN
NASIONAL TERPURUK
1712008,
tentang
Pelayaran
adalah
UUD
RI
1945;
Undang-Undang
No
17200&
tentang
Pelayaran;
dan Undang-Undang
No
2212001,
tentang
Minyak
dan Gas
Burni.
Sebagai
pelaksanaan
RUU
tentang
Perubahan
Atas
UU
No
17l2OO8
tentang
Pelayaran,
pemerintah
telah
menyiapkan
Per-
aturan
Menteri
Perhubungan
yang
akan
mengatur
mengenai
ka-
pal
jenis
tertentu..
I(apal
yang
diSunakan
untuk
kegiatan
ekspo-
rasi
dan eksploitasi migas
di
perairan
atau
lepas
pantai
masih
dapat
menggunakan
kapal
asing.
Kecelakaan
Kapal
Laut
Membunuh
Rakyat
Transportasi
laut
mmjadi
urat
nadi bagi
sebuah
negara
kepulauan.
Indonesia yang
memiliki
jurnlah pulau
tersebar luas
membutuhkan
sarana
transportasi
laut memadai.
Ironisnya,
sebagai
negara
maritim
sistem
transportasi
laut
Indonesia
amburadul.
Ini
terbukti
dengan
banyaknya
jumlah
kasus
kecelakaan
di
laut.
Kecelakaankapal
laut
menyebabkan
ratusan
nyawa
rakyat Indonesia
melayang.
Penyebab
kecelakaan
beragam,
mulai
dari
kebakaran,
kelebihan
muatan
sampai
dengan
usia kapal yang
dimanipulasi.
Kondisi
ini
diperparah
oleh
lemahnya
tingkat
Pengawasan
dari
para
pemangku
kebijakan.
Kesalahan
pemerintah
dalam
kebijakan
pembangunan
nasionalnya
saat
ini adalah
lebih
mengedepankan
l-and
base
oriented.
Sehingga
strategiyang terkait
denganurusanlaut
tidakmendapatkanprioritas.
Akibat dari strategi
yang
keliru,
maka
kebijakan
dan
implementasi
di
bidang
transportasi
laut
anrburadul.
Konse-kuensinya,
transportasi
laut
yang
seharusnya
jadi
andalan
masyarakat
justru
menjadi
angkutan
yang
menakutkan.
126
|
e ncse*Af Uauiu
M.s &p.n
Mnirin
lndffiia
-
7/25/2019 5 Bab III Transportasi Laut
37/60
PELAYARAN
NASIONAL TERPURUK
Maraknya
kecelakaan
kapal
akhir-akhir
ini
merupakan akumulasi
dari kegagalan
sistem transportasi
laut
Indonesia.
Kita terlalu
bangga
dengan kebijakan
pembangunan
berbasis land
base oriented.
Selain
itu,
pada kasus kebakaran
kapal
Ro-Ro
hampir
semua
disimpulkan
disebabkan
karena
kendaraan
roda
empat
yang
diangkut
terbakar.
Hal
ini menimbulkan
kecurigaan
banyak
pihak.
Secara
logika,
pada
saat
melaju
di
darat
dengan beban mesin
yang
tinggi dan
mesin
panas, truk
tidak
terbakar. Pada
saat naik di
kapal
dalam
keadaan
mati
mesin
justru
terbakar.
Ini
di luar logika
jangan-
jangan
ini hanya 'kambing
hitam'yang
disuarakan