4. Dakwah Realitas

5

Click here to load reader

Transcript of 4. Dakwah Realitas

Page 1: 4. Dakwah Realitas

‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

1

DDaakkwwaahh YYaanngg PPeekkaa RReeaalliittaass Bachtiar Dwi Kurniawan *)

Islam sendiri mempunyai arti keselamatan. Keberadaan Islam secara garis besar

membawa misi penyelamatan manusia dari kesengsaraan, baik kesengsaraan dunia

ataupun kesengsaraan di akhirat. Penyebaran misi keselamatan tersebut diusahakan

dengan melakukan seruan/ajakan supaya manusia tidak terjerembab dalam lubang

kesengsaraan. Seruan/ajakan yang digunakan untuk menyelamatkan manusia tersebut kita

kenal dengan istilah “dakwah”. Dakwah merupakan istilah khusus yang dimiliki agama

Islam. Menjadi tidak mengherankan jika dalam diskursus keagamaan, istilah dakwah selalu

diidentikkan dengan Islam, karena tidak ada agama di dunia ini yang menggunakan kata

dakwah dalam misi penyebaran agama selain Islam.

Dakwah dalam ajaran Islam adalah panggilan atau seruan bagi umat manusia

menuju jalan Allah. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an (12: 108). Sedangkan jalan

yang telah ditetapkan sebagai jalan kebenaran ialah jalan menuju Islam (Q.S, 3: 19). Dari

sisi lain, dakwah dapat dipahami sebagai sebuah upaya setiap Muslim untuk merealisasikan

fungsi kerisalahan yang dibawa Muhammad SAW yang harus disebarluaskan ke seluruh

umat manusia—realisasi fungsi kerahmatan Islam sebagai penyejahtera, pambahagia,

pemecah persoalan bagi seluruh manusia. Singkatnya, dakwah berfungsi sebagai

transformasi nilai, yang berarti perubahan bentuk dan perilaku dari yang tidak/belum

Islami berubah menjadi islami. Oleh karena itu, kegiatan dakwah merupakan suatu yang

sangat penting dan merupakan unsur vital dalam Islam.

Mengingat pentingnya peran dakwah tersebut, dakwah dapat dikatakan sebagai

tanggung jawab setiap individu yang mengikrarkan diri beragama Islam sejak seseorang

mengucapkan dua kalimat syahadat. Akan tetapi, dalam pengertian selanjutnya dakwah

bukan hanya menjadi kewajiban setiap individu/Muslim tetapi menjadi kewajiban kolektif

LISENSI DOKUMEN Lisensi Publik. Diperkenankan untuk melakukan penyebarluasan artikel ini bagi kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial, dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap.

Page 2: 4. Dakwah Realitas

‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

2

umat Islam. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam Al-Qur’an (3: 104): Dan hendaklah

ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf

dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Dalam ayat di atas terbesit perintah berdakwah baik secara individu maupun secara

kelompok. Penafsiran berdakwah secara individu dan kelompok muncul ketika ada yang

berpedoman bahwa kata minkum dalam ayat tersebut (yang dalam bahasa Indonesianya

berarti di antara kamu), jika huruf mim-nya adalah mim bayaniyah maka dakwah menjadi

kewajiban individu yang hukumnya fardhu’ain; akan tetapi, jika mim-nya adalah mim

tab’idhiyyah (menyatakan sebagian), maka dakwah menjadi kewajiban kolektif umat

sehingga hukumnya fardhu kifayah.

Sebelum kehidupan berkembang dengan begitu cepatnya, ketika keadaan masih

relatif terkontrol dan permasalahan dunia belum sekompleks sekarang, dakwah

(menyampaikan fungsi kerisalahan) cukup dilakukan dalam mimbar-mimbar masjid,

majelis taklim melalui penyampaian seorang da’i. Penyebaran dakwah yang dilakukan pun

terkesan lebih mengutamakan penambahan jumlah pengikut, belum menyentuh pokok

permasalahan yang dihadapi oleh obyek dakwah. Belum lagi dakwah yang dilakukan

bersifat monolog tanpa memperhatikan kondisi obyek dakwahnya. Hal ini berarti dakwah

yang dilakukan belum menyentuh realitas umat.

Berdakwah yang kurang merespon realitas bisa menyebabkan kegagalan misi

dakwah. Dakwah terkesan satu arah dan seolah-olah masalah akan dapat diatasi oleh sang

juru dakwah. Karena itu, dakwah yang dilakukan seharusnya tidaklah antirealitas seperti

yang masih berlangsung sekarang ini. Diperlukan sebuah recovery dalam berdakwah. Untuk

itu harus ada modifikasi metode dakwah dengan melakukan strategi dakwah yang mantap

dengan memahami dan menyelami kondisi masyarakat yang sebenarnya. Usaha tersebut

antara lain dapat dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap sasaran dakwah yang

berkaitan dengan kondisi lingkungan dan permasalahan yang dihadapi. Sebelum dakwah

dilakukan, seorang da’i semestinya mengerti terlebih dulu kondisi masyarakat yang

menjadi obyek dakwahnya. Sebab, kondisi masyarakat antara tempat satu dan tempat yang

lain berbeda, baik dalam kondisi sosial, politik, ekonomi maupun budaya yang

melingkupinya. Kalau dakwah ingin tepat sasaran dan berhasil, maka usaha-usaha seperti

penelitian dan perencanaan dakwah harus dilakukan supaya dakwah tidak terkesan

Page 3: 4. Dakwah Realitas

‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

3

verbalisme dan antirealitas. Metode dakwah yang terencana dan sistematis—demi

keberhasilan proses dakwah Islamiyah yang dilakukan—harus dimulai dari sekarang.

Dengan melihat fenomena kehidupan internal umat Islam yang semakin ditindas

oleh globalisasi dan modernisasi, menjadi sebuah keharusan untuk mengemas metode

dakwah dengan menyesuaikan perkembangan dan kemajuan. Kemasan dakwah yang

dilakukan merupakan respon terhadap globalisasi dan modernasasi yang berkembang

pesat. Perkembangan kehidupan yang semakin modern membuat manusia semakin

tercerabut dari akarnya dan kehilangan ruh kehidupan. Hidup yang dirasakan terasa

hampa dan kering spiritual. Kondisi seperti ini menjadi problem keumatan yang serius dan

memerlukan daya tangkap yang lebih dari juru dakwah. Sampai sekarang kita bisa melihat

betapa kerasnya kehidupan yang harus dijalani, persaingan demi persaingan yang sifatnya

mengejar kehidupan dunia menjadi tontonan dari kehidupan sehari-hari. Dunia hanya

dinilai dan direduksi dalam dataran materi, yang pada akhirnya terjebak pada paham

materialisme sempit. Orang yang ada di sekeliling kita berpacu dalam mengejar materi,

seolah-olah materi adalah segalanya di dunia ini. Maka tidak heran kalau angka kriminalitas

semakin tinggi, dan semakin banyaknya orang melakukan jalan pintas dengan melakukan

bunuh diri. Anehnya, bunuh diri justru menjadi tren pada kalangan berkecukupan

(materi). Fenomena ini menarik untuk dikaji. Pada satu sisi Islam berkembang pesat,

namun pada sisi yang lain masyarakat kita semakin jahiliyah. Di manakah dakwah

memainkan perannya?

Atmosfer kehidupan seperti itulah yang mengilhami munculnya upaya mengemas

dakwah dengan lebih menonjolkan dimensi spiritualitas. Fenomena munculnya Aa’Gym

dengan Manajemen Qalbu-nya, Muhammad Arifin Ilham dengan ramuan Dzikir Bersama

merupakan ijtihad dakwah yang mereka lakukan. Seperti yang kita lihat, baik Aa’Gym

maupun Arifin Ilham mempunyai cara yang berbeda, akan tetapi pada esensinya ada

kesamaan, yaitu mengedepankan aspek ruhiyah. Sebenarnya jika kita mencermati apa yang

mereka lakukan, permasalahannya sangat sederhana mengapa mereka bisa diterima di

masyarakat. Para juru dakwah ini menampilkan dimensi spiritulitas Islam yang semakin

menghilang dari dalam jiwa masyarakat. Wajah Islam yang esoteris dan kaya akan ajaran

kedamaian, kesejukan, kesantunan, keluhuran budi coba mereka tampilkan ke permukaan.

Kesejukan hati inilah yang dicari oleh umat mengingat kondisi globalisasi dan modernisasi

serta situasi yang serba permisif menghantui realitas obyektif umat.

Page 4: 4. Dakwah Realitas

‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

4

Baik Aa’Gym maupun Arifin Ilham menjadi terkenal dan laku di pasaran.

Ketenaran mereka berdua dalam diskursus ilmu sosial disebut “ngepop” dan mereka

dapat dikatakan sebagai selebritis baru dalam bidang dakwah. Disebut “ngepop” karena

setiap majelis yang mereka pimpin selalu dipadati oleh ribuan jamaah yang siap menerima

siraman rohani. Jamaah yang hadir pun sangat beragam, dari golongan orang tua sampai

anak-anak muda, laki-laki dan perempuan, lapisan elit pejabat yang kaya hingga orang-

orang miskin. Para da’i ‘selebritis’ ini menjadi ikon baru bagi masyarakat Muslim. Tak ayal

lagi mereka selalu menjadi sorotan publik dan figur yang didamba-dambakan.

Namun adanya fenomena ustadz “ngepop” ini terkadang menyebabkan masyarakat

menjadi berlebihan dalam menghadiri majelis taklim. Orang baru berbondong-bondong

ketika yang hadir adalah ustadz “ngepop” tersebut. Akan tetapi, majelis taklim akan sepi

ketika yang datang bukanlah ustadz “ngepop”. Ini merupakan gejala yang tidak sehat di

masyarakat. Masyarakat masih memandang ketokohan yang datang, bukan mendengar apa

yang disampaikan. Umat sebagai sasaran dakwah terjebak pada kultus individu. Padahal,

agama menganjurkan untuk tidak melihat siapa yang menyampaikan akan tetapi lihatlah

apa yang telah disampaikan.

Jika tradisi mengagungkan figur tersebut semakin berkembang, hal ini akan

menjadi masalah tersendiri bagi jalannya dakwah. Umat Islam semakin lama akan

mempunyai pola pikir bahwa yang berhak berdakwah adalah mereka yang telah yang

disebut ustadz, mereka yang telah disebut kyai, mereka yang telah terkenal sebagai juru

dakwah, dan di luar itu akan beranggapan bahwa dirinya belum sempurna dan belum

berhak berdakwah. Padahal, dakwah adalah kewajiban setiap Muslim. Kalau dakwah

hanya milik mereka yang dianggap pantas berdakwah, lantas bagaimana jika mereka sudah

tidak ada?

Dakwah bukanlah tanggung jawab perseorangan, akan tetapi merupakan kerja

keumatan yang harus dipikul bersama dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang

lain. Dalam kesempatan lain Rasulullah menegaskan dalam hadistnya yang artinya:

“Sampaikanlah apa yang kamu terima dariku walaupun satu ayat.” Ini menandakan setiap

Muslim baik laki-laki maupun perempuan berhak dan berkewajiban menyampaikan

kebenaran yang telah mereka terima, tidak memandang apakah dia itu ustadz, kyai, syekh.

Semua orang akan menjadi da’i bagi dirinya sendiri dan orang di sekelilingnya. Kalau kerja

kolektif seperti ini saling simultan, Insya Allah, problem keumatan akan semakin ringan.

Page 5: 4. Dakwah Realitas

‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

5

Masalahnya adalah, tidak semua penyelesaian bisa dilakukan seperti pendekatan Aa’

Gym atau Arifin Ilham. Saat ini problem umat kian kompleks. Mereka tidak hanya

dihadapkan pada realitas kehidupan seperti yang telah mampu dijawab Aa’ Gym atau

Arifin Ilham. Masih ada permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan, kebodohan,

penindasan, penggusuran, peperangan dan pemurtadan. Cukupkah kemiskinan,

kebodohan, penindasan, pemurtadan akan selesai hanya dengan diberi tausyiah oleh sang

ustadz atau hanya dengan dzikir bersama?

* * **) Penulis adalah.Santri Pondok Pesantren "Budi Mulia" Yogya