4 B Paham Integralistik

5
70 Paham Integralistik dalam ajaran Pancasila Paham integralistik merupakan paham atau cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri sendiri dan tata kehidupan sesuai dengan ajaran dan pemikiran dalam kefilsafatan Pancasila, kefilsafatan bangsa Indonesia. Bahwa pada dasarnya sebagaimana kodrat manusia sebagai makhluq individu dan makhluq sosial, Pancasila mengajarkan adanya keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam tata kehidupan bangsa, yang di dalamnya terdiri atas individu-individu sebagai bagian dari komunitas dan entitasnya. Dalam kenyataannya bahwa keberadaan manusia (bangsa Indonesia) penuh dengan keberagaman/kemajemukan/pluralisme, yang masing-masing memiliki dan diakui keberadaannya sebagai bagian dari keutuhan komunitas dan entitas bangsa yang besar. Atas kenyataan demikian guna menjamin tata kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan tertib sosial diajarkan persatuan dan kesatuan dalam hidup, sejalan dengan sifat dan karakter kefilsafatan Pancasila yang integral (satu kesatuan pemikiran yang bulat dan utuh). Paham integralistik disebut pula sebagai paham kekeluargaan dalam tata kehidupan, merupakan ajaran dari makna dan pemikiran kefilsafatan dalam sila ke tiga Pancasila. Konsep paham integralistik, untuk menyebut tata kehidupan bangsa Indonesia, dan melembagakannya dalam tata kehidupan bernegara, pertama kalinya dikemukakan oleh Prof. Soepomo dalam pidanya pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 di gedung Tyuuo Sangi-In, tentang teori kenegaraan dalam membahas pengertian dan konsep dasar negara (staats idee) guna memerdekaan bangsa indonesia dan melahirkan negara Republik Indonesia. Guna membangun pijakan epistemologi yang kuat dalam mengkonstruksi dasar negara dan tata kehidupan bernegara, Prof. Soepomo mengemukakan dan membandingkan berbagai pemikiran teori negara dari bunga rampai pijakan epistemologi pemikiran politik negara-negara Barat, diantaranya: Teori Individualistik (perseorangan) Para tokoh yang mengajarkan teori individualistik antara lain adalah Thomas Hobbes dan John Locke (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18), Herbert Spenser (abad 19) dan H. J. Lakski (abad 20). Menurut pandangan teori individualistik ini, negara merupakan masyarakat hukum (legal society) yang dibangun dan disusun berdasarkan kontrak sosial seluruh individu dalam masyarakat. Karena itu, pemerintah sebagai pnyelenggara negara berperan

description

makalah pkn paham

Transcript of 4 B Paham Integralistik

Page 1: 4 B Paham Integralistik

70

Paham Integralistik dalam ajaran Pancasila

Paham integralistik merupakan paham atau cara pandang bangsa

Indonesia terhadap diri sendiri dan tata kehidupan sesuai dengan ajaran dan pemikiran dalam kefilsafatan Pancasila, kefilsafatan bangsa Indonesia.

Bahwa pada dasarnya sebagaimana kodrat manusia sebagai makhluq individu

dan makhluq sosial, Pancasila mengajarkan adanya keseimbangan, keserasian

dan keselarasan dalam tata kehidupan bangsa, yang di dalamnya terdiri atas

individu-individu sebagai bagian dari komunitas dan entitasnya. Dalam

kenyataannya bahwa keberadaan manusia (bangsa Indonesia) penuh dengan

keberagaman/kemajemukan/pluralisme, yang masing-masing memiliki dan

diakui keberadaannya sebagai bagian dari keutuhan komunitas dan entitas

bangsa yang besar. Atas kenyataan demikian guna menjamin tata kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan tertib sosial diajarkan persatuan dan

kesatuan dalam hidup, sejalan dengan sifat dan karakter kefilsafatan

Pancasila yang integral (satu kesatuan pemikiran yang bulat dan utuh).

Paham integralistik disebut pula sebagai paham kekeluargaan dalam tata

kehidupan, merupakan ajaran dari makna dan pemikiran kefilsafatan dalam

sila ke tiga Pancasila.

Konsep paham integralistik, untuk menyebut tata kehidupan bangsa

Indonesia, dan melembagakannya dalam tata kehidupan bernegara, pertama

kalinya dikemukakan oleh Prof. Soepomo dalam pidanya pada sidang BPUPKI

tanggal 31 Mei 1945 di gedung Tyuuo Sangi-In, tentang teori kenegaraan dalam membahas pengertian dan konsep dasar negara (staats idee) guna

memerdekaan bangsa indonesia dan melahirkan negara Republik Indonesia.

Guna membangun pijakan epistemologi yang kuat dalam mengkonstruksi

dasar negara dan tata kehidupan bernegara, Prof. Soepomo mengemukakan

dan membandingkan berbagai pemikiran teori negara dari bunga rampai

pijakan epistemologi pemikiran politik negara-negara Barat, diantaranya:

• Teori Individualistik (perseorangan) Para tokoh yang mengajarkan teori individualistik antara lain adalah

Thomas Hobbes dan John Locke (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18),

Herbert Spenser (abad 19) dan H. J. Lakski (abad 20). Menurut pandangan

teori individualistik ini, negara merupakan masyarakat hukum (legal society)

yang dibangun dan disusun berdasarkan kontrak sosial seluruh individu dalam masyarakat. Karena itu, pemerintah sebagai pnyelenggara negara berperan

Page 2: 4 B Paham Integralistik

71

sebagai pemilik otoritas guna menjaga keteraturan sosial masyarakat sipil.

Negara yang bisa dibangun atas model ini adalah Eropa Barat dan Amerika Serikat.

• Teori Golongan (Class Theory) Tokoh utama yang membangun dan mengajarkan teori golongan atau

teori kelas adalah Karl Marx, Engels dan Lenin. Dari pemikiran ke tiga tokoh

itu yang paling berpengaruh (banyak dianut) menjadi suatu paham adalah

dari Karl Marx dan Lenin, hingga sering disebut sebagai Marxisme dan

Leninisme. Dalam pandangan teori kelas, negara (yang dibangun dari teori

individulaistik) dianggap sebagai alat dari golongan (klasse) pemilik modal

(borjuis) untuk melakukan penindasan dan penghisapan kepada golongan

buruh dan proletar lainnya yang lemah. Karena itu diperlukan adanya

pergerakan kelas proletar untuk melakukan revolusi politik merebut

kekuasaan dari kaum borjuis. Untuk melakukan revolusi diperlukan adanya kesadaran kelas proletar dan untuk itu ideologi harus diganti dengan ilmu

pengetahuan1.

• Teori Integralistik

Pemikiran teori integralistik diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller dan

Hegel dan lainya (pada abad 18 dan 19). Prof. Soepomo memandang bahwa

sifat tatanan sosial masyarakat Indonesia dan sifat tata susunan negara

Indonesia sejalan dengan konsep pemikiran teori integralistik. Dalam teori

integralistik, negara tidak untuk menjamin kepentingan perorangan atau

golongan tertentu, akan tetapi untuk menjamin kepentingan masyarakat

1 Ideologi yang dimaksudkan oleh Marksisme dan penganutnya adalah ideologi

individualisme dan kapitalisme. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan sebenarnya adalah pemikiran Marxisme yang merupakan embrio dari ideologi komunisme, yang dibangun dari teori ekonomi Marx yang menentang teori ekonomi liberal. Pada dasarnya baik ideologi kapitalis-liberalis maupun ideologi komunisme-Marxisme dibangun dari teori ekonomi. Dalam pandangan kapitalis-liberalis (yang dibangu dari teori individualistik) berpegang dan berpihak pada mekanisme pasar, kepemilikan modal dan penyediaan barang dan jasa diserahkan ke mekanisme pasar dan negara tidak berhak mencampuri pasar. sementara Marx menentangya dan mengajurkan sistem ekonomi komunal, dianggapnya mekanisme pasar hanya akan menjadikan adanya penindasan dan eksploitasi pemilik modal terhadap kelompok buruh dan proletar. Karena itu dalam pandangan komunis-marxis kepemilikan modal oleh negara untuk kepentingan proletar. Dalam kenyataannya pada praktek negara-negara komunis, jaminan kelayakan hidup terhadap warga negara tidak pernah terjadi. Kepemilikan modal oleh negara tidak pernah memberikan kesejahteraan dan bahkan yang terjadi adalah adanya penindasan dan ekploitasi oleh negara (penguasa) kepada warga negara.

Page 3: 4 B Paham Integralistik

72

seluruhnnya sebagai persatuan. Keberadaan negara sebagai susunan

masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggota berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang

organis. Karena itu negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling

kuat atau paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai

pusat. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai

persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Teori integralistik memandang bahwa manusia sebagai seorang yang

tidak dapat terpisah dari seseorang lainnya, atau dari dunia luar, golongan-

golongan malah segala golongan makhluq, segala sesuatu bercampur baur

dan bersangkut paut, inilah ide totaliter, ide integralistik dari bangsa

Indonesia yang berwujud juga dan dalam susunan tata negararanya yang asli. Menurut sifat tata negara Indonesia yang asli, pejabat negara ialah pemimpin

yang bersatu jiwa dengan rakyat dan pejabat negara senantiasa berwajib

memegang teguh persatuan dan kesimbangan dalam masyarakatnya.

Masyarakat Indonesia yang dalam suasana persatuan, semua golongan diliputi

semangan gotong-royong dan semangat kekeluargaan. Pada akhir pidatonya,

Prof. Soepomo menegaskan bahwa jika hendak mendirikan Negara Indonesia

yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia,

maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staats idee) negara yang

integralistik. Pemikiran Prof. Soepomo mendapat tanggapan dan dukungan

pemikiran dari Bung Karno, yang menyatakan “.... jikalau betul-betul hendak

mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong-

menolong, paham gotong-royong dan keadilan sosial, maka enyahlah tiap-

tiap pemikiran tentang individualistik dan liberlaisme ...”. Terhadap ide

paham integralistik, Bung Hatta mengemukakan bahwa paham individualisme

memang harus ditentang, “.... kita mendirikan negara baru di atas dasar

gotong-royong dan hasil usaha bersama ..... kita mendirikan negara baru

harus memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita buat tidak

menjadi negara kekuasaan ...”. Bung Hatta menekankan “... perlu dimasukannya klausal tentang kebebasan untuk berkumpul dan bersidang

atau menyurat dan lain-lain .... agar tidak menjadikan negara sebagai negara

kekuasaan”. Sepertihalnya Bung Hatta, Muhammad Yamin menekankan

perlunya mencantumkan klausal tentang perlindungan hak-hak asasi manusia.

Konsep paham integralistik Indonesia adalah spesifik sesuai dengan

karakter dan budaya bangsa Indonesia sendiri, dan tidak sama dengan konsep

Page 4: 4 B Paham Integralistik

73

integralistik model Jerman. Paham integralistik yang ada di Jerman

menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang menumbuhkan negara kekuasaan yang totaliter. Konsep Integralistik Jerman bercirikan: bahwa

kamu sebagai orang seorang yang tidak ada artinya, yang penting adalah

bangsa (Du bist Nicht Deine Volk is Alles). Paham integralistik Indonesia

bercirikan: kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat

manusia dihargai, dimana konsep itu sering dijumpai dalam kehidupan desa

atau “nagari” yang mengenal adanya hak ulayat dan hak perseorangan.

Dalam kontek kehidupan ketata negaraan, paham integralistik

menyebutkan negara sebagai “negara kekeluargaan”, dimana asas negara

kekeluargaan merupakan isi dari jiwa ajaran kefilsafatan Pancasila. Dalam

negara kekeluargaan, rakyat merupakan dan merasa dirinya sebagai satu keluaraga, yang masing-masing individu mempunyai tanggungjawab dalam

keluarga besar bangsa dan negara Indonesia. Dalam konsep negara

kekeluargaan (integralistik) sekalipun keberadaan individu lebur dalam

keluarga, namun keberadaan individu dan semua hak-haknya mendapat

pengakuan dan penghragaan. Paham integralistik Indonesia menempatkan

pluralisme sebagai landasan bagi integrasi bangsa (Bhinneka Tungal Ika).

Paham integralistik Indonesia, menempatkan hak asasi manusia

sebagai hak yang harus dihargai oleh semua golongan sebagai bagian integral

bangsa dan negara, dalam pada itu tanpa adanya pengaturan secara khusus seharusnya perlindungan HAM sudah harus dilaksanakan oleh bangsa dan

negara. Pemikiran akan pengakuan HAM dalam paham integralistik (paham

kekeluargaan), dapat dipahami dari konsep keluarga, yang terdiri dari ayah,

ibu dan anak-anak, dimana masing-masing memiliki sifat dan kecenderungan

yang berbeda tetapi tetap satu keluarga yang utuh, dan hak-hak anggota

keluarga mendapat tempat dan penghargaan yang tinggi didasarkan pada

kesadaran dan keikhlasan setiap anggota keluarga.

Secara normatif konsep paham integralisitk tersebut, diakomasikan

dan dituangkan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, sehingga

pemikiran paham integralistik tersebut mengikat secara hukum untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dalam tata kehidupan

negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada alenia ke dua Pembukaan UUD

1945, konsep paham integralistik tersebut dirumuskan dalam teks : “......

yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Kata “bersatu”

tersebut menunjukan pada kontek kehidupan bangsa yang integral (kolektif

dan menyeluruh) dalam membetuk dan menyelenggarakan negara.

Page 5: 4 B Paham Integralistik

74

Selanjutnya pada alenia ke empat, pada kontek tujuan nasional Indonesia

dirumuskan dengan : “...... melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan

kehidupan bangsa ......”. Kata “segenap bangsa” merujuk pada kontek

kolektivitas atau keseluruhan bangsa Indonesia, baik pada tataran persatuan

dan kesatuan komunitas atau society-nya (integrasi bangsa). Kata “seluruh

tumpah darah” merujuk pada kontek kesatuan atau integrasi wilayah negara

Republik Indonesia. Selanjutnya pada kata “memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa” merujuk pada kontek kualitas

hidup, kehidupan dan penghidupan bangsa secara keseluruhan, bukan pada

individu atau kelompok. Karena itu dalam tataran pelaksanaannya, negara

berkewajiban memberikan pelayanan publik kepada keseluruhan bangsa (dalam kontek hubungan dengan negara adalah rakyat atau warga negara,

dengan konsep lain sering disebut publik) tanpa ada diskriminasi sebagai

bentuk penghargaan atas hak-hak konstitusi warga negara.

Penjabaran lebih lanjut dalam naskah konstitusi (pasal-pasal Batang

Tubuh UUD 1945), pertama-tama paham integralistik tersebut diakomodir

untuk menentukan bentuk negara sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1

ayat (1), yaitu negara Indonesia adalah negara Kesatuan berbentuk Republik.

Ketentuan itu menunjukan pada konsep integritas wilayah negara sebagai

ruang hidup bangsa, integritas penyelenggaraan negara dan kewenangan negara, serta integritas pemerintahan yang berbentuk republik.

Paham integralistik juga diakomodir pada konsep penyelenggaraan

negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Konstitusi (UUD 1945) memuat teks yang bermakna pada konsep integralistik.

Pada bidang ekonomi (pasal 33), ditekankan pada “usaha bersama dan asas

kekeluargaan”. Dalam hal kesejahteraan tersebut juga mengandung makna

adanya keseimbangan antara kesejahteraan secara kolektif dan individual.

Hal itu ditujukan bahwa secara individu setiap warga negara berhak

memeperoleh kesejahteraan kehidupan yang layak, pasal 27 ayat (2).

Selanjutnya pelaksanaan paham integralistik pada tingkat operasional diatur melalui UU dan peraturan di bawahnya. Permasalahannya adalah

apakah dalam realitasnya dewasa ini paham integralistik itu dipahami oleh

warga negara dan penyelenggara negara? Apakah kehidupan sehari-hari

bangsa dan negara dewasa ini sejalan dengan paham integralistik.