3f87a-Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Di Perairan...

download 3f87a-Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Di Perairan Teluk Pelabuhanratu Jawa Barat

of 77

description

oseanografi perikanan

Transcript of 3f87a-Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Di Perairan...

  • PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN IKAN

    CAKALANG DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT

    MARIO LIMBONG

    SKRIPSI

    DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • 2

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

    SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan

    dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber

    data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

    tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

    dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Maret 2008 Yang membuat pernyataan,

    Mario Limbong

    C54104005

  • 3

    ABSTRAK Mario Limbong. Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk Palabuhanratu Jawa Barat. Dibimbing oleh Domu Simbolon

    Penentuan daerah penangkapan ikan dapat diduga dari kondisi perairan

    yang merupakan habitat dari suatu spesies. Kondisi perairan biasanya

    digambarkan dengan parameter oseanografi. Salah satu indikator untuk

    mengetahui keberadaan suatu spesies ikan yaitu suhu permukaan laut.

    Keberadaan ikan cakalang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi,

    salah satunya yaitu suhu permukaan laut.

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu, tahap pertama di perairan

    Teluk Palabuhanratu dengan basis operasi di PPN Palabuhanratu (Agustus-

    Oktober 2007). Penelitian ini menggunakan metode survei, sedangkan

    pengambilan data melalui eksperimental fishing dengan cara purposive sampling,

    sebanyak 10 kapal payang. Suhu permukaan laut diperoleh dengan men-

    download dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).

    Suhu permukaan laut di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan Agustus,

    SPL berkisar 22oC 29oC dengan SPL dominan antara 26oC-29oC. Kisaran SPL

    pada bulan September yaitu antara 21oC 27oC dengan SPL dominan antara

    24oC 27oC. Kisaran SPL pada bulan Oktober adalah 20oC-31oC dengan suhu

    dominan pada kisaran 24oC-29oC. Ikan cakalang banyak tertangkap pada kisaran

    suhu 25oC-29oC. Daerah penangkapan ikan cakalang pada bulan Agustus sampai

    Oktober 2007 terdapat di perairan Teluk Ciletuh, Ujung Karangbentang, Cimaja,

    Teluk Cikepuh, Ujung Genteng dan Gedogan. Suhu permukaan laut (SPL) tidak

    berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk

    Palabuhanratu.

    Kata kunci: Suhu Permukaan Laut, Cakalang dan Palabuhanratu

  • 4

    @ Hak cipta milik Mario Limbong, 2008 Hak cipta dilindungi

    Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis

    dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.

  • 5

    PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN IKAN

    CAKALANG DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT

    Oleh :

    MARIO LIMBONG

    C54104005

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan pada

    Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

    DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • 6

    SKRIPSI

    Judul : Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil

    Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat.

    Nama : Mario Limbong

    NRP : C54104005

    Disetujui :

    Pembimbing I

    Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si.

    NIP. 131 879 352

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.

    NIP. 131 578 799

    Tanggal Lulus: 11 Maret 2008

  • 7

    KATA PENGANTAR

    Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertania Bogor. Judul skripsi ini

    adalah PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP JUMLAH

    DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN

    TELUK PALABUHANRATU, JAWA BARAT.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

    penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

    kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

    yang membutuhkan.

    Bogor, Maret 2008

    Penulis

  • 8

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Dr.Ir.Domu Simbolon, M.Si sebagai komisi pembimbing, atas segala saran

    dan bimbingannya;

    2. Dosen penguji tamu: Dr.Ir.M.Fedi A.Sondita, M.Sc dan Dr.Ir.Budi

    Wiryawan, M.Sc yang telah banyak memberi saran serta perbaikan;

    3. Ir.Ronny Irawan Wahyu M.Phil dan Dr.Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si sebagai

    perwakilan komisi pendidikan atas saran serta perbaikan dalam penyusunan

    skripsi ini;

    4. Dosen-dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah

    mengajar dan mendidik selama masa perkulihan;

    5. Bapak, Mama, Abang, Kakak, Adek dan Keluarga Besar Op.Sahat Limbong

    yang telah memberikan semangat dan juga dukungan doa;

    6. Teman-teman seperjuangan PSP41 yang telah membantu dalam

    perkuliahan dan penelitian saya;

    7. Richard, Agus, Christian, Theo, Benardo, Debby, Landes, Maryo, Supardi

    yang sering mengganggu penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

    8. Kang Wahyu yang telah memberikan waktu dan tempat kepada penulis

    selama pengambilan data;

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

    penulis sehingga terselesainya penulisan skripsi ini

    Bogor, Maret 2008

    Penulis

  • 9

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Singkam pada tanggal 6 Maret

    1986 dari pasangan J. Limbong dan E. Sitanggang. Penulis

    adalah anak ke tiga dari enam bersaudara. Tahun 1992

    mengawali pendidikan di SD N 173783 Singkam dan pada

    tahun 1998 penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan

    Tingkat Pertama Negeri 1 Sianjur Mula-Mula. Pada tahun

    2001 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah

    Menengah Umum Kartika I-2 Medan.

    Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur

    USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program studi Pemanfaatan Sumberdaya

    Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

    organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Informasi dan

    Komunikasi HIMAFARIN 2005-2006, Ketua Persekutuan Fakultas FPIK,

    Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa PMK tahun 2004 sampai sekarang.

    Pada tahun 2007 penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh

    Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan

    Cakalang di Perairan Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program studi Pemanfaatan

    Sumberdaya Perikanan.

  • 10

    DAFTAR ISI Halaman

    DAFTAR ISI ................................................................................................... i

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Tujuan .................................................................................................. 3

    1.3 Manfaat ................................................................................................ 3

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sistem Penginderaan Jauh .................................................................... 4

    2.2 Karakteristik Sensor MODIS ............................................................. 5

    2.3 Taksonomi Ikan Cakalang ................................................................... 9

    2.4 Tingkah Laku Ikan Cakalang .............................................................. 11

    2.5 Kondisi Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran

    Ikan Cakalang ................................................................................... 11

    2.6 Suhu Permukaan Laut ......................................................................... 14

    2.7 Keadaan Geografis dan Topografis Palabuhanratu ............................... 16

    2.8 Keadaan Iklim, Musim dan Daerah Penangkapan di Palabuhanratu .... 16

    2.9 Keadaan Umum Perikanan Tangkap .................................................... 18

    2.9.1 Alat penangkapan ikan .............................................................. 18

    2.9.2 Kapal/Perahu ............................................................................. 20

    2.9.3 Nelayan ..................................................................................... 21

    3 METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 24

    3.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 25

    3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 25

    3.4 Analisis Data ...................................................................................... 27

    3.4.1 Hasil tangkapan .......................................................................... 27

    3.4.2 Suhu permukaan laut ................................................................ 27

  • 11

    Halaman

    3.4.3 Hubungan hasil tangkapan dengan SPL ................................. 29

    4 HASIL

    4.1 Hasil Tangkapan Ikan Cakalang ......................................................... 31

    4.2 Suhu Permukaan Laut ......................................................................... 33

    4.3 Hubungan SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang ................... 34

    5 PEMBAHASAN

    5.1 Variabilitas Hasil Tangkapan Ikan Cakalang .. 38

    5.2 Sebaran Temporal dan Spasial SPL di Perairan Teluk

    Palabuhanratu ..................................................................................... 39

    5.3 Pengaruh SPL Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang . ... 41

    5.4 Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Cakalang ... 44

    6 KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 47

    6.2 Saran ................................................................................................... 47

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 48

    LAMPIRAN ................................................................................................... 52

  • 12

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Spesifikasi MODIS ................................... ................................................. 6

    2. Karakteristik kanal-kanal sensor MODIS .................................................... 7

    3. Data satelit ocean color dan spesifikasinya ................................................ 8

    4. Perkembangan jumlah alat tangkap periode 1998-2006 di Palabuhanratu ... 19

    5. Perkembangan jumlah kapal yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base periode 2000-2006 ...................................................... 21

    6. Perkembangan jumlah nelayan di Perairan Teluk Palabuhanratu

    periode 1998-2006 ...................................................................................... 22

    7. Sumber sumber data primer dan sekunder ................................................... 25

    8. Kisaran SPL optimum penangkapan ikan cakalang di sebagian

    wilayah Indonesia ...................................................................................... 42

    9. Evaluasi DPI berdasarkan jumlah ikan, ukuran dan sebaran SPL .............. 44

  • 13

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Bentuk morfologi ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis ) .......................... 9

    2. Perubahan suhu pada kedalaman yang berbeda-beda ................................ 15

    3. Peta daerah penelitian ................................................................................ 24

    4. Jumlah Hasil Tangkapan dan CPUE bulan Agustus, September dan Oktober 2007 .............................................................................................. 31

    5. Hasil tangkapan harian pada bulan Agustustus 2007 Oktober 2007 ....... 31

    6. CPUE harian pada bulan Agustus 2007- Oktober 2007 ............................. 32

    7. Ukuran Ikan pada bulan Agustus 2007 Oktober 2007 ............................ 32

    8. Ukuran Bulanan Ikan Cakalang bulanan pada bulan Agustus, bulan September dan bulan Oktober .................................................................... 33

    9. Sebaran SPL pada bulan Agustus, bulan September dan bulan Oktober ... 35

    10. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan cakalang .............................. 36

    11. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan setiap waktu akuisisi .................. 36

    12. Hubungan SPL dengan ukuran panjang ikan cakalang .............................. 37

    13. Hubungan SPL dengan ukuran panjang setiap waktu akuisisi ................... 37

    14. Perubahan DPI selama periode Agustus samapai Oktober 2007 ............... 46

  • 14

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Data CPUE 2005-2006 PPN Palabuhanratu .............................................. 52

    2. Citra sebaran SPL pada bulan Agustus 2007 ............................................. 53

    3. Citra sebaran SPL pada bulan September 2007 ......................................... 54

    4. Citra sebaran SPL pada bulan Oktober 2007 ............................................. 55

    5. SPL dan hasil tangkapan pada bulan Agustus-Oktober 2007 .................... 56

    6. Uji Normalitas ............................................................................................ 59

    7. Perhitungan regresi linear sederhana ......................................................... 60

    8. Perubahan DPI pada bulan Agustus sampai Oktober 2007 ....................... 61

    9. Daerah Perairan Teluk Palabuhanratu yang tertutup awan ........................ 62

  • 15

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi potensial yang diharapkan

    dapat memenuhi kebutuhan manusia yang semakin sulit. Peningkatan

    pertumbuhan manusia tidak sebanding dengan peningkatan sumber daya alam

    yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal ini mendorong sektor

    perikanan untuk meningkatkan hasil tangkapannya. Indonesia merupakan negara

    perairan yang masih memiliki kendala dalam bidang penangkapan ikan. Salah satu

    kendala yang dihadapi oleh nelayan-nelayan Indonesia adalah keterbatasan

    pengetahuan dalam penentuan posisi penangkapan yang efisien atau daerah

    penangkapan ikan yang potensial.

    Perairan Palabuhanratu yang terletak di selatan Jawa Barat, merupakan salah

    satu daerah perikanan yang potensial di Indonesia. Nelayan di Palabuhanratu

    melakukan penangkapan ikan hanya berdasarkan pengalaman untuk menentukan

    daerah penangkapan sehingga mereka memerlukan biaya yang besar dan waktu

    yang lama. Jenis-jenis ikan yang terdapat di Palabuhanratu sangat banyak

    sehingga daerah ini merupakan tempat yang strategis bagi nelayan lokal maupun

    nelayan yang datang dari luar Palabuhanratu. Cakalang merupakan salah satu jenis

    ikan yang paling banyak tertangkap oleh alat tangkap payang dan gillnet di

    Palabuhanratu. Musim penangkapan cakalang berlangsung antara Juni sampai

    Oktober dan puncaknya terjadi pada Agustus sampai September. Informasi

    tentang keberadaan cakalang tersebut masih sulit diperoleh secara pasti di perairan

    Teluk Palabuhanratu.

    Daerah penangkapan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu seyogianya

    dapat diketahui dengan memperhatikan parameter oseanografi, seperti suhu

    permukaan laut. Hal ini disebabkan karena setiap spesies ikan memiliki kisaran

    suhu tertentu yang sesuai dengan kebiasaan hidupnya yang dapat ditoleransi oleh

    tubuhnya sehingga dapat mempengaruhi penyebaran ikan di suatu perairan.

    Dengan cara membandingkan keberadaan ikan yang tertangkap dengan suhu

    permukaan laut yang disukainya, keberadaan ikan cakalang dan jenis ikan lain

    dapat diketahui.

  • 16

    Pengamatan suhu permukaan laut untuk mendeteksi keberadaan ikan

    cakalang sangat tepat karena cakalang merupakan spesies yang lapisan renangnya

    terdapat pada lapisan atas dekat permukaan. Laevastu dan Hayes (1981)

    mengemukakan bahwa suhu berpengaruh terhadap penyebaran ikan cakalang.

    Suhu optimum untuk ikan cakalang di Pasifik Timur Laut sebesar 20 26oC,

    sedangkan di Pasifik Tenggara berada pada kisaran 20-28oC. Untuk Indonesia

    menurut Gunarso (1985) cakalang dapat ditemukan pada kisaran suhu antara 28-

    29oC.

    Gunarso (1985) mengatakan bahwa kebiasaan cakalang bergerombol

    sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah cakalang dalam suatu

    gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling

    cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran lebih besar

    berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil, sedangkan

    ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang

    besar (Irawan, 1995). Apakah faktor oseanografi berpengaruh terhadap

    penyebaran ukuran ikan cakalang? Ikan cakalang ukuran besar berbeda

    kemampuan adaptasinya dengan ikan cakalang ukuran kecil dalam mengatasi

    perubahan lingkungan. Dengan mengetahui ukuran ikan cakalang, maka dapat

    melihat sebagian sifat-sifatnya dalam mengatasi perubahan lingkungan.

    Untuk mengetahui parameter oseanografi suhu permukaan laut (SPL)

    perairan Indonesia yang sangat luas maka metode konvensional sangat sulit

    dilakukan karena membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama.

    Hal ini mendorong untuk memanfaatkan teknologi satelit dalam pengamatan

    fenomena oseanografi khususnya suhu permukaan laut. Satelit ini mampu

    menentukan nilai SPL optimum yang disukai ikan, termasuk ikan cakalang.

    Dengan mengetahui penyebaran SPL optimum ikan cakalang, maka nelayan dapat

    memprediksi daerah penangkapan sehingga menghemat waktu, biaya dan tenaga

    untuk melakukan operasi penangkapan. Oleh karena itu penelitian tentang

    pengaruh SPL terhadap jumlah dan ukuran hasil tangkapan ikan cakalang di

    peraiaran Teluk Palabuhanratu ini perlu dilakukan.

  • 17

    1.2 Tujuan 1) Menentukan penyebaran SPL di perairan Palabuhanratu

    2) Menentukan komposisi (jumlah dan ukuran) hasil tangkapan cakalang

    3) Memprediksi pengaruh SPL terhadap jumlah dan ukuran panjang (size)

    hasil tangkapan cakalang

    1.3 Manfaat 1) Nelayan dapat melakukan penangkapan ikan cakalang secara produktif

    dengan mengetahui penyebaran daerah penangkapan ikan yang potensial

    2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya penerapan berbagai

    penginderaan jauh dalam pendeteksian daerah penangkapan ikan

  • 18

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sistem Penginderaan Jauh

    Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

    mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya

    teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan

    diinterpretasikan guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di

    bidang pertanian, perikanan, kelautan, arkeologi dan bidang-bidang lainnya

    (Purbowaseso, 1995). Teknologi penginderaan jauh pada dasarnya meliputi tiga

    bagian utama yaitu: perolehan data, pemrosesan data dan interpretasi data.

    Wahana yang dipergunakan adalah pesawat udara atau satelit buatan yang telah

    dilengkapi dengan peralatan perekam data (sensor). Komponen dasar dari sistem

    penginderaan jauh antara lain : (1) gelombang elektromagnetik sebagai sumber

    radiasi (sumber energi) yang digunakan; (2) atmosfer sebagai media lintasan dari

    gelombang elektromagnetik; (3) sensor sebagai alat yang mendeteksi gelombang

    elektromagnetik; (4) objek.

    Sumber energi yang digunakan dalam pencitraan adalah gelombang

    elektromagnetik. Sumber energi dipisahkan menjadi dua, yaitu sumber energi

    pasif yaitu sumber energi berupa radiasi gelombang elektromagnetik matahari,

    dan sumber energi aktif yaitu sumber energi buatan, misalnya radar. Energi

    elektromagnetik adalah paket elektris dan magnetik yang bergerak tegak lurus

    dengan kecepatan sinar pada frekuensi pada panjang gelombang tertentu

    (Sutanto, 1987).

    Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi

    elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu benda dan

    mengubahnya menjadi nilai nyata yang dapat direkam atau diproses (Butler et al,

    1989). Sensor dibedakan menjadi dua berdasarkan energinya yaitu sensor aktif

    dan sensor pasif. Sensor aktif adalah sensor yang mengiluminasikan objek dan

    akan menginduksi benda tersebut untuk memancarkan radiasi sehingga

    menyebabkan pantulan radiasi tersebut. Sensor pasif adalah sensor yang akan

    menerima dan merekam baris demi baris gelombang elektromagnetik yang

    dipantulkan atau dipancarkan bumi dan atmosfer. Semua sensor mempunyai

  • 19

    kepekaan spektral tertentu sehingga sensor tidak peka terhadap seluruh panjang

    gelombang.

    Atmosfer adalah media lintasan gelombang elektromagnetik. Atmosfer

    mempunyai pengaruh terhadap jalannya gelombang elektromagnetik. Pengaruh

    atmosfer adalah fungsi panjang gelombang yang pengaruhnya bersifat selektif

    terhadap panjang gelombang sehingga timbul jendela atmosfer. Jendela atmosfer

    adalah bagian spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi. Dalam

    jendela atmosfer terdapat hambatan atmosfer yaitu kendala yang disebabkan oleh

    hamburan pada spektrum tampak dan serapan dalam spektrum inframerah termal

    yang disebabkan butir-butir di atmosfer berupa debu, uap air dan gas (Sutanto,

    1987). Objek yang terdeteksi oleh satelit dapat dibedakan karena setiap objek di

    permukaan bumi mempunyai sifat reflektansi yang khas terhadap panjang

    gelombang yang mengenai objek tersebut dan setiap saluran pada sensor satelit

    menerima pantulan dan pancaran dari objek pada panjang gelombang tertentu.

    2.2 Karakteristik Sensor MODIS

    MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah

    satu instrumen penting di dalam satelit Terra (EOS AM) yang diluncurkan pada

    tanggal 18 Desember 1999 dan Aqua (EOS PM) yang diluncurkan pada tanggal

    4 Mei 2002 (www.modis.gsfc.nasa.gov). MODIS mengorbit pada ketinggian

    sampai 705 km di atas permukaan bumi dan dapat bertahan sampai 6 tahun

    (Tabel 1). Sebenarnya tujuan utama Aqua dan Terra adalah memahami proses

    yang saling berkait antara atmosfer, laut, dan daratan dengan perubahan sistem

    cuaca dan pola iklim di bumi. Namun, karena sensor MODIS yang dipasang di

    kedua satelit tersebut dapat mengukur hampir semua parameter darat, laut, dan

    udara, kegunaannya menjadi sangat luas. Mulai dari indek tumbuhan, kelembaban

    tanah, kadar aerosol di udara, suhu permukaan laut, dan kandungan klorofil laut.

    Seluruhnya ada 86 parameter yang bisa diukur oleh masing-masing satelit,

    sehingga banyak keperluan lain bisa ditumpangkan

    Garis edar satelit Terra di sekitar bumi diatur sedemikian sehingga melintasi

    dari utara ke selatan dan melewati garis khatulistiwa pada pagi hari, sedangkan

    satelit Aqua melintas dari selatan ke utara dan berada di atas garis khatulistiwa di

  • 20

    sore hari (www.modis.gsfc.nasa.gov). Terra MODIS dan Aqua MODIS

    mengamati keseluruhan permukaan bumi setiap 1 hingga 2 hari, memperoleh data

    di 36 spektral kanal (Tabel 2). Data ini akan meningkatkan pemahaman terhadap

    proses dan dinamika global yang terjadi di daratan, samudera dan lapisan atmosfer

    yang lebih rendah. MODIS memainkan peranan yang penting dalam

    pengembangan model sistem bumi secara global, yang mampu meramalkan

    perubahan global dengan cukup teliti untuk membantu pembuat kebijakan dalam

    membuat keputusan penting mengenai perlindungan lingkungan.

    Tabel 1. Spesifikasi MODIS

    Orbit: 705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m. ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular

    Scan Rate: 20.3 rpm, cross track Swath Dimensions:

    2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir)

    Telescope: 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with intermediate field stop Size: 1.0 x 1.6 x 1.0 m Weight: 228.7 kg Power: 162.5 W (single orbit average) Data Rate: 10.6 Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps (orbital average) Quantization: 12 bits Spatial Resolution:

    250 m (bands 1-2) 500 m (bands 3-7) 1000 m (bands 8-36)

    Design Life: 6 years

    Sumber: NASA Research Announcement (http://simbios.gsfc.nasa.gov)

    Sensor MODIS dilengkapai dengan sensifitas radiometrik tinggi (12 bit)

    dengan memiliki 36 spektral kanal yang berkisar pada panjang gelombang 0,4

    14,4 m (www.modis.gsfc.nasa.gov). Selang panjang gelombang pada masing-masing kanal dirancang cukup sempit agar mampu menghasilkan data

    penginderaan jauh yang lebih akurat. Kanal-kanal tersebut bekerja pada kisaran

    panjang gelombang sinar tampak dan infra merah. Kanal-kanal dengan resolusi

    spasial 1 km yang menghasilkan karakteristik ocean colour mempunyai kesamaan

    dengan kanal-kanal yang ada pada SeaWiFS (Tabel 3).

  • 21

    Tabel 2 Karakteristik kanal-kanal sensor MODIS

    Primary Use Band Bandwidth (nm) Spectral Radiance1

    Required SNR2

    1 620 - 670 21.8 128 Land/Cloud/Aerosols Boundaries 2 841 - 876 24.7 201

    3 459 - 479 35.3 243 4 545 - 565 29.0 228 5 1230 - 1250 5.4 74 6 1628 - 1652 7.3 275

    Land/Cloud/Aerosols Properties

    7 2105 - 2155 1.0 110 8 405 - 420 44.9 880 9 438 - 448 41.9 838 10 483 - 493 32.1 802 11 526 - 536 27.9 754 12 546 - 556 21.0 750 13 662 - 672 9.5 910 14 673 - 683 8.7 1087 15 743 - 753 10.2 586

    Ocean Color/ Phytoplankton/ Biogeochemistry

    16 862 - 877 6.2 516 17 890 - 920 10.0 167 18 931 - 941 3.6 57

    Atmospheric Water Vapor

    19 915 - 965 15.0 250 Primary Use Band Bandwidth (m) Spectral

    Radiance1 Required NE[delta]T(K)3

    20 3.660 - 3.840 0.45(300K) 0.05 21 3.929 - 3.989 2.38(335K) 2.00 22 3.929 - 3.989 0.67(300K) 0.07

    Surface/Cloud Temperature

    23 4.020 - 4.080 0.79(300K) 0.07 24 4.433 - 4.498 0.17(250K) 0.25 Atmospheric

    Temperature 25 4.482 - 4.549 0.59(275K) 0.25 26 1.360 - 1.390 6.00 150(SNR) 27 6.535 - 6.895 1.16(240K) 0.25

    Cirrus Clouds Water Vapor

    28 7.175 - 7.475 2.18(250K) 0.25 Cloud Properties 29 8.400 - 8.700 9.58(300K) 0.05 Ozone 30 9.580 - 9.880 3.69(250K) 0.25

    31 10.780 - 11.280 9.55(300K) 0.05 Surface/Cloud Temperature 32 11.770 - 12.270 8.94(300K) 0.05

    33 13.185 - 13.485 4.52(260K) 0.25 34 13.485 - 13.785 3.76(250K) 0.25 35 13.785 - 14.085 3.11(240K) 0.25

    Cloud Top Altitude

    36 14.085 - 14.385 2.08(220K) 0.35 1 Spectral Radiance values are (W/m2 -m-sr) 2 SNR = Signal-to-noise ratio 3 NE(delta)T = Noise-equivalent temperature difference Note: Performance goal is 30-40% better than required

    Sumber: NASA Research Announcement (http://simbios.gsfc.nasa.gov)

  • 22

    Tabel 3 Data satelit ocean color dan spesifikasinya Jenis Data

    Spesifikasi Data

    Sumber Data Parameter terukur

    (Produk) SeaWiFS 8 bands

    (Visible, NIR)

    Resolusi spasial: 4km (GAC), 1km (LAC)

    Perioda: 1997-sekarang

    NASA (order, electronically)

    Data (level 1, 2):

    http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/ browse.pl?sen=am

    http://daac.gsfc.nasa.gov/data

    Klorofil-a Endapan

    terlarut (TSM) Kekeruhan

    perairan batimetri

    CZCS 6 bands Perioda:

    1978-1986

    Klorofil-a Surface

    temperature

    OCTS 18 bands Resolusi

    spasial: 1km

    Data (level 3) images: http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/level3.pl

    Klorofil-a

    MODIS Aqua

    36 bands Resolusi

    spasial: 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36)

    Perioda: 2002-sekarang

    LAPAN Klorofil-a Endapan

    terlarut (TSM) Kekeruhan

    perairan Suhu

    permukaan laut

    Sumber: NASA Research Announcement (http://simbios.gsfc.nasa.gov)

  • 23

    2.3 Taksonomi Ikan Cakalang

    Sistematika cakalang menurut Matsumoto, Skillman dan Dizon (1985)

    adalah:

    Filum : Vertebrata

    Subfilum : Craniata

    Superclass : Gnatnostomata

    Series : Pisces

    Class : Teleostomi

    Subclass : Actinopterygii

    Order : Perciformes

    Suborder : Scombroidei

    Family : Scombridae

    Subfamily : Scombrinae

    Tribe : Thunnini

    Genus : Katsuwonus

    Spesies : Katsuwonus pelamis

    Gambar 1 Bentuk morfologi ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis ).

    Matsumoto et al. (1984) mengemukakan bahwa cakalang memiliki tubuh

    yang padat, penampang bulat, lateral line melengkung ke bawah tepat di bawah

    sirip punggung kedua, sirip dada pendek dan berbentuk segitiga. Warna tubuh

    pada saat ikan masih hidup adalah biru baja (steel blue), tingled dengan lustrous

    violet di sepanjang permukaan punggung dan intensitasnya menyusut di sisi tubuh

    hingga ketinggian pada pangkal sirip dada. Sebagian dari badannya termasuk

    bagian abdomen, berwarna putih hingga kuning muda, garis-garis vetikal

    evanescent muda tampak di bagian sisi tubuhnya pada saat baru tertangkap. Jenis

  • 24

    ikan cakalang secara normal adalah heteroseksual yaitu dapat dibedakan atas

    penentuan jenis kelamin jantan dan betina. Sesuai dengan pertumbuhan, maka

    Nakamura (1969) membagi cakalang ke dalam enam tingkatan ekologi, yaitu:

    1. Tingkat larva dan post larva, yaitu untuk ikan yang panjang kurang

    dari 15 mm

    2. Prajuvenil, yaitu ikan yang berukuran antara tingkatan post larva

    dengan tingkatan dimana ikan mulai diusahakan secara komersial

    3. Juvenil, yaitu ikan muda yang ada di perairan neritik dengan ukuran

    15 cm

    4. Adolescent, yaitu ikan muda yang menyebar dari perairan neretik ke

    tengah lautan mencari makan

    5. Spawners, yaitu ikan yang sudah mencapai kedewasaan kelamin

    (seksual)

    6. Spent fish, yaitu ikan yang sudah pernah memijah

    Ukuran ikan cakalang diberbagai perairan dunia pada saat pertama kali

    memijah/ matang gonad adalah berbeda. Dalam perkembangannya, cakalang akan

    mencapai tingkat dewasa pada tahap ke empat. Pada tahap ini cakalang dapat

    mencapai panjang 39,1 cm untuk jantan dan 40,7 untuk yang betina (Waldrom,

    1962). Matsumoto (1984 ) mengemukakan bahwa ikan cakalang mulai memijah

    ketika panjang sekitar 40 cm dan setiap kali memijah dapat menghasilkan

    1.000.000 2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan

    ekuator atau antara musim semi sampai awal musim gugur untuk daerah

    subtropis. Masa pemijahan akan menjadi semakin pendek dengan semakin jauh

    dari ekuator. FAO (1983) mengemukakan bahwa cakalang umumnya berukuran

    40-80 cm dengan ukuran maksimum 100 cm.

    Berdasarkan pengamatan Muhammad (1970) diacu dalam Amiruddin

    (1993) di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan

    cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya

    ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk mencari makan.

    Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap

    mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada

    tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Ayodhyoa, 1981).

  • 25

    2.4 Tingkah Laku Cakalang

    Cakalang biasanya membentuk gerombolan (schooling) pada saat ikan

    tersebut aktif mencari makanan. Bila ikan tersebut aktif mencari makan, maka

    gerombolan tersebut bergerak dengan cepat sambil melocat-loncat di permukaan

    air (Amiruddin, 1993). Penyebaran cakalang di kawasan barat samudera Pasifik

    melebar dari lintang utara ke lintang selatan tetapi menyempit di kawasan timur

    karena terbatasnya penyebaran air hangat yang cocok untuk pemijahan oleh arus

    dingin yang mengalir menuju kawasan tropik di kedua belah bumi. Di Samudera

    Hindia, penyebaran ikan cakalang melebar menuju selatan ke arah ujung selatan

    benua Afrika, sekitar 36o LS. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa

    jenis ikan melakukan migrasi yaitu :

    1. Mencari perairan yang kaya akan makanan

    2. Mencari tempat untuk memijah; dan

    3. Terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air,

    salinitas dan arus (Nikolsky, 1963).

    Ikan cakalang bersifat epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh. Cakalang

    sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi

    yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu,

    cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta

    daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertikal terdapat mulai dari

    permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari

    akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran geografis cakalang

    terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang

    sedang.

    2.5 Kondisi Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran Ikan Cakalang

    Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi

    lingkunngan. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar

    terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu tempat

    (Gunarso, 1985). Faktor oseanografi yang secara langsung mempengaruhi

    keberadaan ikan cakalang yaitu suhu, arus dan salinitas perairan.

  • 26

    Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

    menduga keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini karena

    sebagian besar organisme bersifat poikilotermik. Tinggi rendahnya suhu

    permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi. Perubahan

    intensitas cahaya akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu air laut baik

    horizontal, mingguan, bulanan maupun tahunan (Edmondri, 1999).

    Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah dalam laju

    fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat

    metabolisme dan siklus reproduksi. Secara tidak langsung suhu berpengaruh

    terhadap daya larut oksigen yang digunakan untuk respirasi biota laut (Edmondri,

    1999). Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu

    ikan melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untuk

    melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang

    tertentu pula (Gunarso, 1985).

    Aktifitas metabolisme serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu perairan

    dan ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 oC

    sekalipun. Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai suatu

    daerah penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu

    merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan (Gunarso,

    1985).

    Pada suatu daerah penangkapan ikan cakalang, suhu permukaan laut yang

    disukai oleh jenis ikan tersebut biasanya berkisar antara 16-26 oC, walaupun untuk

    Indonesia suhu optimum adalah 28-29 oC (Gunarso, 1985). Selanjutnya Hela and

    Laevastu (1981) mengatakan bahwa penyebaran ikan cakalang di suatu perairan

    adalah pada suhu 17-23 oC dan suhu optimum untuk penangkapan adalah

    20-22 oC dengan lapisan renang antara 0-40 m. Ikan cakalang sensitif terhadap

    perubahan suhu, khususnya waktu makan yang terikat pada kebiasaan-kebiasaan

    tertentu (Tampubolon, 1990). Gunarso (1985) mengatakan bahwa suhu yang

    terlalu tinggi, tidak normal atau tidak stabil akan mengurangi kecepatan makan

    ikan. Ikan cakalang dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian

    timur pada suhu 27-30 oC ( Tampubolon, 1990).

  • 27

    Hela and Laevastu (1981) mengatakan bahwa pengaruh suhu permukaan

    laut terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu

    relatif sama (konstan) sepanjang tahunnya. Walaupun demikian suhu dapat

    menandakan adanya current boundaries. Kemudian dijelaskan penyebaran tuna

    dan cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Garis konvergensi

    di antara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang banyak makanan dan

    diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang baik untuk perikanan tuna

    dan cakalang.

    Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan

    oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, gerakan gelombang panjang

    dan arus yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhebus di perairan

    Indonesia terutama adalah angin musim yang dalam setahun terjadi dua kali

    perbalikan arah yang mantap, masing-masing disebut angin barat dan angin timur

    (Nontji, 1993). Penyebaran ikan cakalang sering mengikuti penyebaran atau

    sirkulasi arus. Daerah pertemuan antara arus panas dan arus dingin merupakan

    daerah yang banyak organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing

    ground yang baik bagi perikanan cakalang (Hela and Laevastu, 1981).

    Blackburn (1965) berpendapat bahwa kuat lemahnya arus menentukan arah

    pergerakan tuna dan cakalang. Pada kondisi arus kuat, tuna dan cakalang akan

    melawan arus dan pada arus lemah akan mengikuti arus. Peranan arus terhadap

    tingkah laku ikan menurut Hela and Laevastu (1981) adalah sebagai berikut :

    1. Arus mengangkat telur-telur ikan dan anak-anak ikan dari spawning ground

    ke nursery ground dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground;

    2. Migrasi ikan dewasa dapat dipengaruhi oleh arus yaitu sebagai alat orientasi;

    3. Tingkah laku ikan diurnal juga dipengaruhi oleh arus, khususnya oleh arus

    pasang surut;

    4. Arus, khususnya pada daerah-daerah batas alih perairan berbeda

    mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana pada daerah tersebut terdapat

    makanan ikan; dan

    5. Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan dan secara tidak

    langsung menentukan spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi

    distribusi spesies tersebut secara geografis.

  • 28

    Selanjutnya Gunarso (1985) menambahkan bahwa ikan-ikan yang menginjak

    dewasa akan mengikuti arus balik ke masing-masing daerah pemijahan, tempat

    mereka akan melakukan pemijahan.

    Nontji (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu perameter

    yang berperan penting dalam sistem ekologi laut. Beberapa jenis organisme ada

    yang bertahan dengan perubahan nilai salinitas yang besar (euryhaline) dan ada

    pula organisme yang hidup pada kisaran nilai salinitas yang sempit (stenohaline).

    Salinitas dapat dipergunakan untuk menentukan karakteristik oseanografi,

    selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperkirakan daerah penyebaran

    populasi ikan cakalang di suatu perairan.

    Ikan cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo.

    Cakalang banyak ditemukan pada perairan dengan salinitas permukaan berkisar

    antara 32-35 o/oo dan jarang ditemui pada perairan dengan salinitas rendah

    (Suharto, 1992). Gunarso (1985) mengemukakan bahwa cakalang hidup pada

    perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo dan jarang dijumpai pada

    perairan dengan kadar salinitas yang lebih rendah atau tinggi dari itu. Blackburn

    (1965) menyatakan bahwa salinitas perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis

    tuna berbeda-beda, yaitu 18-38 o/oo untuk madidihang dan tuna sirip biru,

    33-35 o/oo untuk tuna albakor dan 32-35 o/oo untuk cakalang.

    2.6 Suhu Permukaan Laut

    Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang

    terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama di lapisan permukaan

    sangat tergantung pada jumlah bahang dari sinar matahari (Weyl, 1970). Suhu

    perairan bervariasi baik secara vertikal maupun horizontal. Secara horizontal

    suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan

    kedalaman. Variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada umumnya

    dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen (mixed layer) di

    bagian atas, lapisan termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin di bagian

    bawah. Lapisan homogen berkisar sampai kedalaman 50-70 meter, pada lapisan

    ini terjadi pangadukan air yang mengakibatkan suhu lapisan menjadi homogen

    (sekitar 28oC), lapisan termoklin merupakan lapisan dimana suhu menurun cepat

  • 29

    terhadap kedalaman, terdapat pada lapisan 100-200 meter (Gambar 2). Lapisan

    dingin biasanya kurang dari 5oC, terdapat pada kedalaman lebih dari 200 meter

    (Nontji, 1993).

    0

    100

    200

    400

    800

    1200

    2 5 15 20 25 28Suhu ( C )0

    Ked

    alam

    an (

    m)

    Termoklin

    Lapisan homogen

    Lapisan dingin

    Gambar 2 Perubahan suhu pada kedalaman laut yang berbeda-beda.

    Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh panas matahari, arus permukaan,

    keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama pada daerah muara

    dan sepanjang garis pantai ( Hela dan Laevastu, 1981). Faktor-faktor meteorologi

    juga berperan yaitu curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara,

    kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Variasi suhu musiman pada

    permukaan untuk daerah tropis sangat kecil, dimana variasi rata-rata musiman

    kurang dari 2oC yang terjadi di daerah khatulistiwa.

    Suhu di perairan nusantara umumnya berkisar antara 28oC 31oC. Pada

    lokasi yang sering terjadi penaikan air (upwelling) seperti di Laut Banda, suhu air

    permukaan bisa turun sampai 25oC karena air yang dingin di lapisan bawah

    terangkat ke permukaan. Suhu dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi

    dibandingkan dengan suhu di lepas pantai (Nontji, 1993). Suhu permukaan laut

  • 30

    Indonesia secara umum berkisar antara 26oC 29oC, dan variasinya mengikuti

    perubahan musim (Birowo, 1979 diacu dalam Dahuri et al.,1996). SPL hangat

    untuk perairan Indonesia berkisar antara 27oC-31oC dan SPL dingin berada pada

    kisaran dibawah 27oC (www.rsgisforum.net).

    2.7 Keadaan Geografis dan Topografis Palabuhanratu Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sukabumi

    yang memiliki luas wilayah 10.287,985 ha yang terdiri atas 13 desa, yaitu: Desa

    Citepus, Tonjong, Citarik, Pasisuren, Cidadap, Loji, Cibuntu, Mekarasih,

    Kertajaya, Cihaur, Biruwangi dan Desa Cibodas. Secara geografis daerah ini

    terletak diantara 06o97 07o03 LS dan 106o59 106o62 BT. Daerah

    Kecamatan Palabuhanratu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang,

    sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan, sebelah barat berbatasan

    dengan Cikakak dan Samudera Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan

    Bantar Gadung.

    Bentuk topografi wilayah Kecamatan Palabuhanratu umumnya meliputi

    permukaan daratan, bergelombang, bergunung, dataran rendah, daerah aliran

    sungai serta daerah pantai. Topografi dasar laut (bathymetric) perairan Teluk

    Palabuhanratu adalah curam dengan kedalaman antara 3 4 meter (perairan

    pantai/muara) sampai kedalaman 200 meter. Teluk ini dikelilingi pegunungan

    terjal yang berkelanjutan di bawah laut. Selanjutnya di bagian tengah perairan

    teluk merupakan lereng kontinental (continental shelf). Pada jarak yang tidak

    terlalu jauh dari pantai kedalamannya telah mencapai 200 meter. Sungai-sungai

    yang bermuara di Teluk Palabuhanratu adalah sungai-sungai besar terdiri dari

    Sungai Cimandiri/Citarik dan Sungai Cibareno. Sungai-sungai kecil terdiri dari

    Sungai Cimaja, Cipelautan, Cibuntu/Citamiang, Cikantak dan Sungai Citepus.

    2.8 Keadaan Iklim, Musim dan Daerah Penangkapan di Palabuhanratu

    Berdasarkan data klimatologi stasiun Maranginan Palabuhanratu, bahwa

    musim hujan di Palabuhanratu berlangsung dari bulan November sampai April,

    dimana (71 %) curah hujan tahunan dalam periode tersebut mencapai 1.662 mm,

    dan rata-rata curah hujan bulanan mencapai 192 mm. Curah hujan tahunanya

  • 31

    termasuk besar yaitu sebesar 2.565 mm dan rata-rata bulanan berkisar 84-376 mm.

    Hampir setiap bulan di Palabuhanratu terjadi hujan. Temperatur rata-rata bulanan

    berkisar antara 25,8 oC samapi 28,8 oC. Kawasan Palabuhanratu mempunyai iklim

    Monsoon dan pola angin di sekitar Palabuhanratu dipengaruhi oleh musim

    tersebut, yaitu musim barat selama bulan November-Maret dan musim timur pada

    bulan Mei-September. Kecepatan angin berkisar antara 4,4 23,5 km/jam.

    Kecepatan angin cukup kencang (>20 km/jam) bertiup pada bulan Agustus-

    Desember. Secara keseluruhan angin dominan bertiup dari tenggara (22,6 %) dan

    barat (13,6 %). Bila dipilah menurut bulannya, angin dominan bertiup dari arah

    barat dan barat laut (Januari), dari barat laut (Februari), barat laut (Maret), dari

    tenggara (April-Oktober), dari tenggara dan barat (November), dari barat laut

    (Desember).

    Pada umumnya kegiatan perikanan dilakukan setiap hari sepanjang tahun,

    namun hasil tangkapan dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan. Kondisi ini

    berhubungan dengan adanya musim barat dan musim timur. Musim barat

    biasanya terjadi pada bulan Desember sampai April, sedangkan musim timur

    terjadi pada bulan Juni sampai Oktober. Namun demikian, karena pengaruh el-

    nino keadaan tersebut tidak dapat lagi diprediksi sebab angin dan gelombang laut

    yang besar bisa datang secara tiba-tiba. Pada musim timur, hasil tangkapan

    perikanan sangat melimpah, sebaliknya pada musim barat hasil tangkapan sedikit

    (Pariworo et al.,1988). Berdasarkan variasi terhadap hasil tangkapan, Tampubolon

    (1990) menyimpulkan bahwa musim penangkapan di Palabuhanratu dapat

    digolongkan dalam tiga musim, yaitu :

    1. Musim banyak ikan (Juni September)

    2. Musim sedang ikan ( Maret Mei dan Oktober November);dan

    3. Musim kurang ikan ( Desember Februari)

    Daerah penangkapan yang umum digunakan oleh nelayan Palabuhanratu adalah di

    wilayah teluk hingga muara teluk. Sebagian nelayan yang menggunakan alat

    tangkap seperti gillnet dan longline melakukan operasi penangkapan di luar teluk.

    Pemilihan daerah penangkapan di Palabuhanratu juga bergantung pada musim

    tangkapan. Di Palabuhanratu, pada musim barat nelayan banyak beroperasi di

    daerah Bengkulu, Padang, Pulau Nias, Pulau Enggano. Sedangkan pada musim

  • 32

    timur, daerah operasinya di sekitar daerah selatan Jawa, Ujung Kulon, Ujung

    Genteng, Cilacap, Yogyakarta, Bali, Pulau Christmas, Lombok.

    2.9 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 2.9.1 Alat penangkapan ikan

    Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu didukung oleh berbagai jenis

    unit penangkapan ikan dengan jumlah yang cukup besar. Unit penangkapan ikan

    tersebut meliputi payang, pancing, bagan, gillnet, purse seine, rawai, tuna

    longline, rampus, trammel net, jaring klitik, pancing layur dan pancing tonda.

    Metode pengoperasian alat tangkap di Palabuhanratu dilihat dari teknologi

    dan peralatan masih tergolong tradisional, serta jangkauan operasi unit

    penangkapan masih terbatas di daerah pantai sehingga nelayan sangat tergantung

    pada sumberdaya di daerah pantai. Berdasarkan data yang didapat, beberapa alat

    tangkap mengalami penurunan dari segi jumlah dalam kurun waktu delapan tahun

    terakhir. Berdasarkan catatan kantor PPN Palabuhanratu, perkembangan alat

    tangkap secara keseluruhan periode 1998-2006 disajikan dalam Tabel 4.

    Alat tangkap yang digunakan oleh perikanan cakalang di perairan

    Palabuhanratu adalah payang dan gillnet. Menurut von Brandt (1984) payang

    termasuk kedalam kelompok seine net atau denise seine. Seine net adalah alat

    penangkap ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang

    sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkap ikan ini dioperasikan

    dengan cara melingkari area seluas-luasnya dan kemudian menarik alat ke kapal

    atau pantai. Payang merupakan salah satu dari seine net yang dioperaikan dengan

    cara melingkari kawanan ikan lalu ditarik ke atas kapal yang tidak bergerak.

    Subani dan Barus (1989) menerangkan bahwa ukuran mata jaring mulai dari

    ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau

    kurang sampai 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah yang

    lebih pendek. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke

    arah bawah, karena pada umumnya payang digunakan untuk menangkap jenis-

    jenis ikan pelagis yang biasa hidup di bagian lapisan atas perairan dan mempunyai

    sifat cenderung bergerak ke lapisan bawah bila terkurung jaring. Mawardi (1990)

  • 33

    mengungkapkan bahwa yang menjadi tujuan utama dari operasi penangkapan

    payang di Palabuhanratu adalah jenis-jenis ikan pelagis yang mempunyai nilai

    ekonomis penting seperti cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard)

    dan banjar (Euthynus alleteratus).

    Tabel 4 Perkembangan jumlah alat tangkap periode 1998-2006 di Palabuhanratu

    Sumber : Kantor PPN Palabuhanratu 2006

    Spesifikasi payang Palabuhanratu yang diteliti oleh Mawardi (1990) adalah

    sebagai berikut: jumlah keliling mata pada bagian kantong adalah 850 mata,

    selanjutnya dari bagian badan jumlah mata tersebut mangecil yaitu 825 mata

    sampai 625 mata. Jumlah mata dibagian sayap adalah 300 sampai 250 mata.

    Ukuran mata (mesh size) dari bagian kantong hingga sayap membesar. Ukuran

    mata dibagian kantong adalah 20 mm sampai 180 mm, dibagian badan 215

    sampai 330 mm dan bagian kaki dari 335 mm sampai 375 mm. Jaring dibuat dari

    bahan twine polyamide dengan diameter 1,32 mm. Tali ris yang digunakan terbuat

    dari bahan twine polyetyilene dengan diameter 5,0 mm. Panjang tali ris atas adalah

    420 m sedangkan tali ris bawah 340 m. Selain itu jaring juga dilengakapi dengan

    tali selambar sepanjang 15 m pada sayap kiri dan 200 m pada sayap kanan. Tali

    selambar terbuat dari twine PE berdiameter 16 mm. Pelampung yang digunakan

    ada dua jenis yaitu pelampung plastik dan pelampung bambu. Bahan pemberat

    yang digunakan adalah timah hitam dan campuran timah dan semen.

    No Alat Tangkap 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Payang Pancing Bagan Gillnet Purse seine Rawai Tuna longline Rampus Trammel net Jaring klitik Pancing layur Pancing tonda

    98 126 97 92 5 65 -

    14 - - - -

    64 242 102 141

    - 103

    - - - - - -

    64 202 95 179

    - 15 - - - - - -

    64 188 93 72 - 7 - -

    44 - - -

    64 204 102 135

    7 12 - -

    39 - - -

    84 168 107 151 5 8 17 14 - - - -

    86 159 91 142 8 11 20 46 27 22 8 -

    84 100 243 22 3 7 33 15 6 4 22 8

    151 222 194 48 1 5 17 40 19 - -

    13 Jumlah 497 652 555 468 563 557 620 537 710

  • 34

    Jaring insang (gillnet) merupakan satu jenis alat penangkap ikan dari bahan

    jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana mata jaring dari bagian

    jaring utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah panjang atau ke arah

    horizontal mesh legth (ML) jauh lebih banyak dari pada jumlah mata jaring ke

    arah vertikal atau ke arah dalam mesh depth (MD), pada bagian atasnya

    dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan bagian bawah dilengkapi

    dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang

    berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan

    dalam keadaan tegak.

    Bagian-bagian jaring insang terdiri dari : pelampung (float), tali pelampung

    (float line), tali ris atas dan bawah, tali penggantung badan jaring bagian atas dan

    bawah (upper bolch and under bolch), srampad atas dan bawah (upper selvedge

    and under selvegde), badan jaring atau jaring utama (main net), tali pemberat

    (sinker line) dan pemberat (sinker).

    2.9.2 Kapal/perahu Menurut Ayodhyoa (1981), kapal ikan adalah kapal yang digunakan dalam

    usaha menangkap dan mengumpulkan sumberdaya perairan, pekerjaan-pekerjaan

    riset, training, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut

    diatas. Sedangkan menurut Fyson (1985), kapal ikan adalah kapal khusus yang

    sengaja dibentuk untuk menjalankan tugas tertentu. Ukuran, perlengkapan, dek,

    kapasitas daya angkut, akomodasi, mesin dan perlengkapan semua dihubungkan

    dalam melaksanakan operasi perencanaan.

    Kapal ikan merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan

    ikan lainnya dan merupakan modal terbesar yang ditawarkan pada usaha

    penangkapan ikan. Kapal-kapal yang beroperasi di PPN Palabuhanratu

    dikelompokkan berdasarkan ukuran dapat dibagi menjadi dua, yaitu perahu motor

    tempel dan kapal motor. Kapal/perahu umumnya terbuat dari kayu. Perkembangan

    jumlah kapal/perahu di Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 5.

  • 35

    Tabel 5 Perkembangan jumlah kapal yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base periode 2000-2006

    Kapal/Perahu Perikanan (unit)

    Tahun PMT KM

    Jumlah (unit)

    1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

    275 278 181 186 135 128 264 248 287

    146 181 235 343 317 253 266 428 511

    421 459 416 529 452 381 530 676 798

    Sumber : Kantor PPN Palabuhanratu 2006

    Kapal payang yang digunakan oleh nelayan Palabuhanratu terbuat dari kayu.

    Ciri khusus kapal payang tersebut adalah adanya tiang pengamat diatas dek yang

    disebut tiang kakapa dan adanya meja di bagian belakang yang berfungsi untuk

    menaruh pemberat saat dilakukan penarikan jaring. Kapal payang menggunakan

    tenaga penggerak berasal dari motor tempel. Kapal ini tidak mempunyai rumah-

    rumah agar luasan dek saat pengoperasian alat cukup luas sehingga tidak

    mengganggu operasi penangkapan ikan.

    Kapal gillnet adalah salah satu jenis kapal ikan yang mengoperasikan alat

    tangkap ikan secara statis. Kapal gillnet didesain agar memiliki lambung yang

    cukup besar untuk mempermudah penyimpanan dan penanganan alat tangkap dan

    dapat menampung hasil tangkapan dalam jumlah yang cukup besar, namun kapal

    tidak boleh terlalu tinggi sehingga dapat mempermudah proses penarikan jaring

    dan tidak mengurangi kestabilan kapal.

    2.9.3 Nelayan

    Nelayan yang ada di Palabuhanratu berdasarkan asalnya dapat dikategorikan

    sebagai nelayan asli yaitu penduduk setempat yang telah turun temurun berprofesi

    sebagai nelayan dan nelayan pendatang. Berdasarkan waktunya nelayan di

    Palabuhanratu dapat dikelompokkan menjadi nelayan penuh dan sambilan.

    Nelayan penuh merupakan nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai

    nelayan, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang hanya pada waktu-

    waktu tertentu saja melakukan pekerjaan menangkap ikan.

  • 36

    Perkembangan jumlah nelayan tahun 1998-2006 di Palabuhanratu dapat

    dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa jumlah nelayan di Palabuhanratu

    mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 1999, 2003 dan 2006

    dengan persentase kenaikan sebesar 22,49 %, 32,59 % dan 24,73 %.

    Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan di Perairan Teluk Palabuhanratu periode 1998-2006

    Tahun Jumlah Nelayan (orang ) Perkembangan (%) 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

    2.094 2.565 2.354 2.377 2.519 3.340 3.439 3.498 4.363

    - 22.49 -8.23 0.98 5.97 32.59 2.96 1.72 24.73

    Sumber : Kantor PPN Palabuhanratu 2006

    Selain pengelompokan seperti di atas nelayan Palabuhanratu dapat dibagi

    menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah orang yang

    memiliki armada penangkapan ikan atau disebut juga juragan. Juragan ini dapat

    dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

    1. Juragan laut adalah pemilik armada/perahu penangkapan yang ikut dalam

    operasi penangkapan.

    2. Juragan perahu adalah pemilik armada atau perahu penangkapan tetapi tidak

    ikut dalam operasi penangkapan ikan.

    Nelayan payang dalam penangkapan ikan cakalang di Palabuhanratu dalam

    satu unit penangkapan berjumlah 10-20 orang dengan pembagian tugas sebagai

    berikut :

    1. Juru mudi, bertugas untuk mengemudikan kapal dan bertanggung jawab

    terhadap kondisi mesin.

    2.Pengawas, untuk mencari atau mengintai gerombolan ikan

    3.Petawur, untuk melemparkan jaring

    4. Juru batu, untuk membereskan pemberat, pelampung dan jaring sebelum

    dan setelah operasi penangkapan dilakukan.

  • 37

    5.Bubulang, untuk memperbaiki jaring yang rusak saat operasi

    penangkapan.

    6.Pandega, untuk menarik jaring.

    Nelayan gillnet di Palabuhanratu berjumlah 4-5 orang dengan pembagian

    tugas yang berbeda. Nakhoda bertugas sebagai kapten kapal yang bertanggung

    jawab terhadap kapal dan yang memegang kemudi kapal. Juru masak bertugas

    untuk menyiapkan makanan. Teknisi bertanggung jawab terhadap mesin kapal.

    Anak buah kapal betugas melakukan operasi penangkapan ikan.

  • 38

    3 METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah tahap

    pengumpulan data di perairan Teluk Palabuhanratu dengan pendaratan di PPN

    Palabuhanratu, Kecamatan Sukabumi (Gambar 3) yang dilaksanakan pada bulan

    Agustus sampai Oktober 2007. Tahap kedua dilaksanakan pada bulan Desember

    sampai Januari 2007 dengan men-download citra suhu permukaan laut dari

    internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).

    Gambar 3 Peta daerah penelitian.

  • 39

    3.2 Jenis dan Sumber Data

    Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder.

    Pengumpulan data primer diperoleh melalui penangkapan ikan yaitu posisi dan

    waktu penangkapan, jumlah hasil tangkapan cakalang, ukuran panjang cakalang.

    Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah citra SPL, jumlah alat tangkap,

    jumlah kapal dan jumlah nelayan di Palabuhanratu. Sumber-sumber data primer

    dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7 Sumber sumber data primer dan sekunder

    No Jenis Data Sumber

    I

    1 2 3 II

    1 2 3 4

    Data Primer

    Posisi dan waktu penangkapan cakalang Jumlah hasil tangkapan cakalang Ukuran panjang cakalang Data Sekunder

    Citra SPL Jumlah alat tangkap di Palabuhanratu Jumlah kapal di Palabuhanratu Jumlah nelayan di Palabuhanratu

    Nelayan kapal sampel Nelayan kapal sampel Nelayan kapal sampel

    http://oceancolor.gsfc.nasa.gov Kantor PPN Palabuhanratu 2006 Kantor PPN Palabuhanratu 2006 Kantor PPN Palabuhanratu 2006

    3.3 Metode Pengumpulan Data

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode

    survei merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari

    gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan yang aktual (Nazir, 1998). Untuk

    penentuan sampel kapal pada kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara sengaja

    atau purposive sampling yaitu kapal payang sebanyak 10 unit dengan

    pertimbangan sebagai berikut : sampel kapal beroperasi di Perairan Teluk

    Palabuhanratu, sampel kapal layak beroperasi, sampel kapal terpilih dapat

    mewakili seluruh jenis unit penangkapan dengan tujuan utama penangkapannya

    adalah ikan cakalang. Pada setiap kapal sampel dicatat waktu operasi

    penangkapan ikan, posisi penangkapan, jumlah dan ukuran panjang cakalang.

    Jumlah hasil tangkapan dari kapal sampel yang telah ditentukan dicatat pada

    kuisioner dalam bentuk fishing log yang telah disediakan pada setiap posisi

  • 40

    setting. Fishing log dibagikan kepada enumerator yang ada pada kapal sampel

    pada saat mereka melaut. Di samping jumlah hasil tangkapan pada setiap setting,

    enumerator juga mencatat (menandai) posisi lintang dan bujur penangkapan

    (setting) pada peta daerah penangkapan ikan yang telah dibagikan karena kapal-

    kapal sampel tidak dilengkapai dengan GPS. Peta daerah penangkapan ikan dibagi

    menjadi beberapa pixel dengan luasan 4.63 km x 4.63 km. Ukuran panjang

    cakalang dicatat dalam fishing log pada setiap setting. Ikan cakalang diambil

    secara acak yang lebih dekat dengan nelayan sebanyak dua atau tiga ekor ikan

    tanpa memperhatikan kriteria lain dan diukur panjang total. Kemudian panjang

    ukuran ikan yang tertangkap dirata-ratakan pada setiap setting.

    Data kegiatan penangkapan ini juga diperoleh melalui wawancara terhadap

    sejumlah responden di samping melalui operasi penangkapan ikan. Responden

    ditetapkan secara purposive sampling, yaitu terhadap ABK, nahkoda atau pemilik

    kapal sampel. Jumlah ABK sebanyak 5 orang dan nahkoda sebanyak 5 orang.

    Data suhu permukaan laut diperoleh dengan cara men-download citra SPL

    yang bebas awan dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov). Citra SPL ini

    dipilih sesuai dengan waktu dan posisi operasi penangkapan ikan. Jenis citra SPL

    yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 2 karena citra ini khusus untuk

    keperluan kelautan dan perikanan. Dengan memilih level 2 pada citra Aqua

    MODIS, maka tampilan warna perairan di Teluk Palabuhanratu dapat dilihat

    dengan baik sehingga pengamatan perbedaan suhu permukaaan luat dapat dilihat

    dengan jelas.

    Data tambahan diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten

    Sukabumi, tempat pelelangan ikan dan instansi-instansi terkait lainnya yang erat

    kaitannya dengan penelitian ini. Data ini meliputi kondisi umum lokasi penelitian,

    data produksi bulanan dan tahunan, spesifikasi dan perkembangan unit

    penangkapan ikan cakalang (nelayan, kapal dan alat tangkap), informasi lainnya

    yang erat kaitannya dengan topik penelitian.

  • 41

    3.4 Analisis Data

    3.4.1 Hasil tangkapan

    Data hasil tangkapan yang meliputi komposisi berat hasil tangkapan dan

    ukuran spesies hasil tangkapan dianalisis menurut skala ruang (posisi lintang dan

    bujur daerah penangkapan) dan skala waktu (periode waktu operasi

    penangkapan). Jumlah tangkapan cakalang yang dikelompokkan dalam periode

    harian dan bulanan dikonversi dalam bentuk CPUE (kg/unit), kemudian disajikan

    dalam bentuk grafik. Selanjutnya penyebaran jumlah hasil tangkapan tersebut

    dikelompokkan menjadi tiga, yaitu banyak, sedang dan sedikit. Pengelompokan

    ini didasarkan pada hasil tangkapan bulanan pada tahun 2005 - 2006 di perairan

    Teluk Palabuhanratu dengan unit penangkapan payang. Hasil tangkapan bulanan

    tahun 2005 - 2006 dibagi menjadi 3 kelas melalui penentuan rata-ratanya dan

    selanjutnya dijadikan kategori untuk pembagian jumlah hasil tangkapan.

    Frekuensi ukuran panjang cakalang yang tertangkap menurut periode waktu

    (bulanan dan harian) disajikan dalam bentuk grafik. Selanjutnya penyebaran

    ukuran panjang tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu ukuran besar dan

    ukuran kecil. Ukuran ikan dikelompokkan berdasarkan ukuran ikan yang sudah

    dewasa yaitu mulai ukuran 40 cm (Matsumoto, 1984).

    3.4.2 Suhu permukaan laut

    Data suhu permukaan laut diketahui dengan melakukan analisis digital

    terhadap citra satelit Aqua MODIS level 2 yang diperoleh dengan men-download

    citra suhu permukaan laut dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov) yang

    mempunyai akstensi file *.bz2 kemudian ditampilkan dalam bentuk JPG.

    Konsentrasi suhu permukaan laut pada daerah penangkapan ikan pada saat trip

    operasi penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan software SeaDAS 4.7

    yang dioperasikan dengan program linux. Langkah-langkah pemrosesan citra dan

    SPL adalah sebagai berikut :

    1. Import data

    Langkah pertama adalah mengimpor data satelit yang sudah diekstrak.

    MODIS ditampilkan dalam bentuk produk sst karena yang diolah adalah SPL.

  • 42

    2. Pemotongan citra (cropping).

    Perekaman oleh sensor satelit mencakup daerah rekaman yang sesuai dengan

    sapuan sensor, oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan wilayah pada citra

    agar citra hanya memuat daerah penelitian perairan Teluk Palabuhanratu.

    Daerah tersebut mempunyai batas geografis pada 06o97LS 07o03 LS dan

    106o59BT 106o62 BT.

    3. Klasifikasi

    Klasifikasi dilakukan untuk membedakan antara darat, awan dan laut. Laut

    yang dimaksudkan disini yaitu nilai suhu permukaan laut. Pemberian warna

    (color lut) berfungsi untuk memudahkan dalam pengamatan secara visual.

    Pada citra SPL terdapat color bar yang memiliki selang 4 oC dan setiap 1 oC

    memiliki warna yang berbeda sehingga dapat terlihat jelas perbedaan

    konsentrasi suhu permukaan laut pada setiap daerah penangkapan ikan. Suhu

    terendah pada color bar adalah -2 oC dan tertinggi yaitu 35 oC.

    4. Menghitung Suhu Permukaan Laut

    Perhitungan SPL dapat dilakukan dengan memakai fungsi cursor position

    pada titik daerah penangkapan ikan. Cursor position menampilkan nilai SPL,

    waktu perekaman data (sensor) dan posisi daerah penangkapan.

    5. Pembentukan peta daerah penangkapan ikan

    Pembuatan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan

    program Photoshop CS2 dalam bentuk JPG.

    6. Pembuatan layout

    Pembuatan layout dilakukan di Arcview dengan menambahkan legenda, skala

    dan arah utara.

    Citra suhu permukaan laut yang telah dibuat dalam peta sebaran suhu

    permukaan laut dianalisa secara visual dan diinterpretasikan dengan melihat pola

    distribusi suhu permukaan laut. Data suhu permukaan laut ini dapat dijadikan

    indikasi tentang keberadaan ikan cakalang. Penyebaran SPL disajikan dalam

    bentuk citra, selanjutnya dianalisis dengan program SeaDAS untuk memperoleh

    kisaran SPL, SPL dominan, SPL rata-rata di setiap posisi setting yang selanjutnya

    disajikan dalam bentuk tabel.

  • 43

    3.4.3 Hubungan hasil tangkapan dengan SPL

    Hubungan antara hasil tangkapan dengan suhu permukaan laut pada posisi

    dan waktu yang bersamaan dianalisis dengan cara menyajikan diagram pencar.

    Kedua variabel tersebut juga disajikan dalam bentuk persamaan matematis, yaitu

    persamaan regresi sederhana (Wallpole, 1995) sebagai berikut:

    Y = a + bx

    Keterangan:Y : Berat hasil tangkapan ikan cakalang (kg)

    x: Suhu permukaan laut ( oC )

    a : Intersep

    b: Koefisien regresi untuk suhu permukaan laut

    Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel hasil tangkapan dan

    variabel SPL maka dilakukan analisis korelasi. Semakin tinggi nilai korelasi

    maka hubungan antara kedua koefisien semakin erat. Analisis korelasi dilakukan

    dengan menggunakan perangkat lunak microsoft excel dan SPSS ver. 13.0.

    Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang merupakan akar

    dari koefisien determinasi (R2).

    R2 = ( ) ( )

    ( )

    2

    22

    YYiYYiYYi

    Keterangan: Y- : Rata-rata variabel Y

    Y

    V

    : Nilai Y dari persamaan regresi

    R2: Koefisien determinasi

    Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah : -1 r +1 Korelasi erat jika : r 0.7 dan r - 0.6 , dan korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7

    Jumlah hasil tangkapan cakalang, ukuran panjang cakalang, serta profil suhu

    permukaan laut selanjutnya digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan

    potensial. Pada ketiga indikator tersebut diberi nilai bobot dengan teknik scooring

    dengan ketentuan sebagai berikut :

    1. Jika pada suatu DPI diperoleh nilai CPUE yang masuk dalam kategori tinggi

    ( >300 kg/unit ) diberi bobot 5, CPUE sedang ( 100-300 kg/unit ) diberi bobot

    3 dan CPUE rendah (

  • 44

    CPUE ini didasarkan pada penyebaran bulanan CPUE cakalang selama 2

    tahun (2005-2006), sebagaimana disajikan pada Lampiran 1.

    2. Jika cakalang yang tertangkap pada suatu DPI masuk dalam kategori ukuran

    besar (40 cm/ekor) diberi bobot 3, sedangkan ukuran kecil (

  • 45

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    4000

    4500

    Tanggal Akuisisi

    Has

    il Ta

    ngka

    pan

    (Kg)

    4 HASIL

    4.1 Hasil Tangkapan Ikan Cakalang

    Jumlah tangkapan ikan cakalang pada bulan Agustus-Oktober 2007

    cenderung berfluktuasi. Hasil tangkapan pada bulan Agustus lebih sedikit yaitu

    sebesar 8,098 kg jika dibandingkan dengan bulan Oktober dan September dengan

    CPUE sebesar 5,473 kg/unit. Pada bulan September didapatkan jumlah hasil

    tangkapan yang terbanyak yaitu sebesar 37,855 kg dengan CPUE sebesar 15,555

    kg/unit, sedangkan pada bulan Oktober jumlah hasil tangkapan adalah sebesar

    15,910 kg dengan CPUE sebesar 8,817 kg/unit (Gambar 4).

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    30000

    35000

    40000

    Agustus September Oktober

    Hasil tangkapan (Kg)CPUE (Kg/Unit)

    Gambar 4 Jumlah Hasil Tangkapan dan CPUE bulan Agustus, September,

    Oktober 2007.

    Hasil tangkapan harian cenderung berfluktuasi selama periode bulan

    Agustus Oktober (Gambar 5). Hasil tangkapan terbanyak terjadi pada tanggal 10

    Oktober 2007 sebanyak 4,000 kg sedangkan hasil tangkapan paling rendah terjadi

    pada tanggal 20 September 2007 yaitu sebanyak 30 kg.

    Gambar 5 Hasil tangkapan harian pada bulan Agustustus 2007 Oktober 2007.

  • 46

    29%

    71%

    Ukuran Kecil

    Ukuran Besar

    Hasil tangkapan harian cenderung berfluktuasi selama periode bulan

    Agustus Oktober. Namun jika diperhatikan lebih seksama pada grafik CPUE

    (Gambar 6), ditemukan nilai CPUE yang tinggi dan terjadi secara rutin dari

    periode waktu tertentu, yaitu :

    1. Periode waktu sempit, yaitu pada tanggal 3 Agustus 2007 5 Agustus 2007.

    2. Periode waktunya lebih lama dari bulan Agustus, yaitu pada tanggal 5 Oktober

    2007 11 Oktober 2007.

    3. Periode waktunya paling lama, yaitu pada tanggal 5 September 2007 15

    September 2007.

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    1 Ag

    4 Ag

    7 Ag

    20 A

    g23

    Ag

    27 A

    g30

    Ag

    5 Spt

    8 Spt

    11 S

    pt

    14 S

    pt

    17 S

    pt

    20 S

    pt

    23 S

    pt

    26 S

    pt

    30 S

    pt6 O

    kt9 O

    kt

    15 O

    kt

    Tanggal Akuisisi

    CPU

    E (K

    g/U

    nit)

    Gambar 6 CPUE harian pada bulan Agustus 2007- Oktober 2007.

    Jumlah ikan cakalang yang dijadikan sampel untuk menentukan komposisi

    ukuran panjang pada bulan Agustus, September dan Oktober sebanyak 117 ekor.

    Dari 117 ekor sampel ikan cakalang, ternyata sebanyak 71% merupakan ikan

    dengan ukuran kecil dan 29% adalah ikan dengan ukuran besar (Gambar 7).

    Menurut nelayan payang di Palabuhanratu, ikan cakalang yang ukurannya 40 cm

    atau lebih termasuk dalam kategori besar sedangkan ikan yang ukuran dibawah 40

    cm merupakan kategori ukuran kecil.

    Gambar 7 Ukuran ikan cakalang pada bulan Agustus 2007 Oktober 2007.

  • 47

    Ukuran ikan pada bulan Agustus didominasi oleh ikan yang berukuran kecil

    yaitu 79% sedangkan sisanya hanya 21% berukuran besar. Pada bulan September,

    ukuran ikan yang mendominasi adalah ukuran kecil yang mencapai 63%

    sedangkan ikan ukuran besar hanya 37%. Pada bulan Oktober ditemukan lagi pola

    yang sama dengan bulan Agustus dan September, ukuran kecil yang mendominasi

    yaitu sebanyak 89% dan ukuran besar hanya 11% (Gambar 8).

    Gambar 8 Ukuran Bulanan Ikan Cakalang pada Bulan (a) Agustus, (b) September dan (c) Oktober. 4.2 Suhu Permukaan Laut Penyebaran suhu permukaan laut perairan Teluk Palabuhanratu pada

    koordinat 06o97 07o03 LS dan 106o59 106o62 BT berupa gambar citra

    menampilkan sebaran suhu permukaan laut secara jelas dengan pemberian warna

    (pallet) yang berbeda pada setiap kisaran suhu yang berbeda. Dari keseluruhan

    citra suhu permukaan laut yang dihasilkan terlihat bahwa SPL pada bulan

    (a)

    n=29

    79%

    21%

    Ukuran Kec il Ukuran Besar

    (b)

    n=7063%

    37%

    Uk uran K ec il Uk uran B es ar

    (c)

    n=18

    89%

    11%

    Uk uran K ec il Uk uran B esar

  • 48

    Agustus-Oktober sangat bervariasi mulai dari suhu terendah yang bernilai 20oC

    sampai yang tertinggi yaitu 31 oC (Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4).

    Pada bulan Agustus, SPL berkisar 22oC 29oC (Gambar 9-a) dengan SPL

    dominan antara 26oC-29oC . Perairan yang didominasi suhu dingin lebih sering

    terjadi yaitu pada tanggal 1 Agustus, 2 Agustus, 3 Agustus, 11 Agustus, 19

    Agustus, 20 Agustus, 21 Agustus, 22 Agustus, 23 Agustus, 26 Agustus, 27

    Agustus, 29 Agustus dan 31 Agustus 2007. Sedangkan perairan yang didominasi

    suhu hangat terjadi pada tanggal 4 Agustus 2007 7 Agustus 2007 dan tanggal 28

    Agustus 2007. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada citra (Lampiran 2).

    Kisaran SPL dominan secara keseluruhan pada bulan September merupakan

    SPL dingin. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada citra (Lampiran 3).

    Kisaran SPL yaitu antara 21oC 27oC dengan SPL dominan antara 24oC 27oC

    (Gambar 9-b). Pada bulan Oktober 2007, frekuensi munculnya suhu hangat lebih

    jarang, yaitu tanggal 5 Oktober, 6 Oktober, 10 Oktober dan 11 Oktober. Suhu

    dingin terjadi dengan frekuensi sering yaitu pada tanggal 4 Oktober, 7 Oktober, 8

    Oktober, 9 Oktober, 15 Oktober dan 18 Oktober 2007. Untuk lebih lengkapnya

    dapat dilihat pada citra (Lampiran 4). Kisaran SPL pada bulan Oktober adalah

    20oC-29oC dengan suhu dominan pada kisaran 24oC-28oC (Gambar 9-c).

    4.3 Hubungan SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk

    mengetahui keberadaan suatu spesies ikan pada suatu perairan. Setiap spesies ikan

    mempunyai toleransi nilai suhu tertentu yang disenangi untuk melangsungkan

    hidupnya sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebaran ikan di perairan.

    Untuk melihat keterkaitan atau hubungan antara SPL dengan keberadaan

    ikan cakalang, maka data in-situ hasil tangkapan dioverlay terhadap data ex-situ

    SPL pada posisi daerah dengan waktu yang bersamaan menggunakan SPSS 13

    (Gambar 10). Adapun data SPL dan hasil tangkapan tersebut termasuk waktu

    akuisisi data dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji kenormalan data menggunakan uji

    Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji tersebut ternyata bahwa data menyebar

    normal (Lampiran 6).

  • 49

    Gambar 9 Sebaran SPL pada bulan (a) Agustus, (b) September dan (c) Oktober.

    Hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan ikan cakalang

    dihitung dengan menggunakan regresi linear sederhana. Persamaan regresi linear

    sederhana sebagai penduga model regresi untuk menggambarkan suhu permukaan

    terhadap hasil tangkapan ikan cakalang. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat

    bahwa hasil tangkapan ikan cakalang terbanyak terdapat pada SPL yang berkisar

    antara 25oC-29oC.

    Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 9.2442x + 296.75

    dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.71% (Gambar 10). Hal ini

    menunjukkan bahwa model yang digunakan hanya dapat menjelaskan model

    sesungguhnya sebesar 0.71% sehingga sisanya dijelaskan oleh faktor lain sebesar

    99.29%. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0.0843 yang berarti

    hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan cakalang

    adalah tidak erat. Perhitungan regresi linear sederhana dapat dilihat pada

    Lampiran 7.

    (a) (b)

    18

    20

    22

    24

    26

    28

    30

    1 2 3 4 5 6 7 1119 202122 23 262728 29 30

    Waktu Akuisisi

    SPL

    18

    20

    22

    24

    26

    28

    30

    3 7 14 16 21 24 25 27 30

    Waktu Akuisisi

    SPL

    (c)

    18

    20

    22

    24

    26

    28

    30

    4 5 6 7 8 10 11 15 17 18

    Waktu Akuisisi

    SPL

  • 50

    SPL

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97 101

    Waktu Akuisisi

    SPL

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    Hasil Tangkapan

    Has

    il Ta

    ngka

    pan

    n = 103

    y = 9.2442x + 296.75R2 = 0.0017

    0500

    1000150020002500

    30003500

    10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34

    SPL

    Has

    il ta

    ngka

    pan

    (Kg)

    Gambar 10 Hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan cakalang.

    Hubungan hasil tangkapan dengan suhu permukaan laut yang tidak erat

    tersebut juga jelas terlihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat bahwa tidak

    terdapat suatu pola yang jelas yang menunjukkan meningkat atau menurunnya

    hasil tangkapan jika suhu permukaan laut naik atau turun.

    Gambar 11 Hubungan SPL dengan hasil tangkapan setiap setting.

    Hubungan suhu permukaan laut dengan ukuran panjang ikan cakalang dapat

    dihitung dengan menggunakan regresi linear sederhana. Berdasarkan perhitungan

    pada Lampiran 7 diperoleh persamaan regresi Y = 52.724 0.7464x dengan nilai

    koefisien determinasi sebesar 3.4% (Gambar 12). Nilai koefisien korelasi yang

    diperoleh sebesar 0.1844 yang berarti hubungan antara suhu permukaan laut

    dengan ukuran panjang ikan cakalang adalah tidak erat. Namun demikian

  • 51

    SPL

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97 101

    Waktu Akuisisi

    SP

    L

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    Ukuran Panjang Uku

    ran

    Pan

    jang

    (cm

    )

    n=103

    y = -0.7464x + 52.724R2 = 0.0338

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34SPL

    Ukur

    an P

    anja

    ng (c

    m)

    Kecil Besar

    berdasarkan Gambar 13, terlihat pola atau trend yang menunjukkan bahwa ikan

    ukuran kecil lebih dominan tertangkap pada suhu tinggi sedangkan ikan ukuran

    besar tertangkap baik pada suhu tinggi maupun rendah.

    Gambar 12 Hubungan SPL dengan ukuran panjang ikan cakalang.

    Gambar 13 Hubungan SPL dengan ukuran panjang setiap setting.

  • 52

    5 PEMBAHASAN 5.1 Variabilitas Hasil Tangkapan Ikan Cakalang Jumlah hasil tangkapan tertinggi terdapat pada bulan September, kemudian

    menyusul bulan Oktober dan paling rendah pada bulan Agustus (Gambar 4).

    Namun demikian, hasil tangkapan ikan cakalang bulan Agustus ini masih

    termasuk kategori banyak jika dibandingkan dengan hasil tangkapan bulanan pada

    tahun 2005-2006 di perairan Teluk Palabuhanratu (Lampiran 1). Tangkapan

    cakalang yang paling banyak pada bulan September ternyata sesuai dengan

    pendapat Tampubolon (1990) yang menyatakan bahwa bulan Juni sampai

    September merupakan musim puncak di daerah perairan Teluk Palabuhanratu.

    Hasil tangkapan harian pada bulan Oktober dan September hampir sama.

    Namun secara kumulatif hasil tangkapan ikan cakalang pada bulan September

    lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober. Hal ini disebabkan karena

    pengambilan data pada bulan Oktober dilakukan hanya sampai pertengahan bulan

    karena nelayan sampel tidak melakukan operasi penangkapan ikan. Harga ikan

    cakalang pada bulan Oktober sangat murah dan juga karena hari libur Idul Fitri

    menyebabkan nelayan tidak pergi menangkap ikan. Harga cakalang yang sangat

    murah dikarenakan jumlah hasil tangkapan yang banyak. Hasil tangkapan yang

    didaratkan di PPN Palabuhanratu cukup banyak dan tidak mendapat penanganan

    yang baik dari pihak pelabuhan. Disamping itu, ruang penyimpanan (cool room)

    yang tidak tersedia membuat mutu ikan tidak baik sehingga mengurangi minat

    konsumen untuk membeli.

    Hasil tangkapan yang rendah pada bulan Agustus disebabkan banyak

    nelayan payang yang tidak menangkap ikan. Selama bulan Agustus sampai awal

    bulan September, angin berhembus kencang dari arah tenggara sehingga nelayan

    sulit mendeteksi keberadaan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga

    nelayan memilih tidak melaut dan mencari pekerjaan lain seperti buruh bangunan.

    Angin yang kencang mengakibatkan badai, gelombang tinggi serta arus

    permukaan yang cukup kuat. Akibatnya nelayan mengalami kesulitan untuk

    mengoperasikan payang dan mendeteksi keberadaan schooling ikan cakalang.

    Disamping itu, ada kemungkinan ikan cakalang akan bermigrasi menghindari

  • 53

    perairan yang bergelombang dan mencari perairan yang lebih tenang untuk

    menghindari tekanan (Laevastu and Hayes, 1981).

    Jika dilihat pada Gambar 7, proporsi ikan ukuran besar yang didapat pada

    trip penangkapan nelayan payang periode bulan Agustus sampai Oktober 2007

    untuk ikan cakalang hanya sebesar 29% (17,941 kg) dari total tangkapan 61,863

    kg. Hasil tangkapan pada bulan Agustus yang ukuran besar hanya sebesar 21%,

    pada bulan September 37% dan pada bulan Oktober hanya sebesar 11% (Gambar

    8). Hal tersebut mengindikasikan walaupun hasil tangkapan cukup banyak, namun

    berdasarkan aspek lingkungan tidak optimum atau kurang berwawasan

    lingkungan.

    Nelayan payang di daerah Palabuhanratu tidak memperhatikan kriteria

    ukuran besar atau kecil. Semua jenis ikan yang tertangkap dengan jaring payang

    dimasukkan ke dalam palkah (blong) tanpa memperhatikan ukurannya. Disamping

    itu, nelayan payang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil, sehingga ikan

    cakalang yang berukuran kecil pasti tertangkap. Dalam hal ini dibutuhkan peran

    serta Pemerintah Daerah dan ahli perikanan tangkap untuk membuat suatu

    regulasi atau kebijakan tentang pengaturan ukuran hasil tangkapan yang layak.

    5.2 Sebaran Temporal dan Spasial SPL di Perairan Teluk Palabuhanratu Secara umum, SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan Agustus

    termasuk hangat namun pada wilayah-wilayah tertentu didominasi oleh SPL

    dingin. Selanjutnya, SPL pada bulan September 2007 menurun dengan didominasi

    oleh suhu dingin. Sedangkan pada bulan Oktober 2007, sebagian besar daerah

    perairan Teluk Palabuhanratu cenderung hangat kembali walaupun masih

    ditemukan wilayah-wilayah tertentu yang suhunya dingin.

    Suhu permukaan laut pada bulan Agustus 2007 termasuk hangat disebabkan

    oleh musim timur. Pada bulan September dan Oktober 2007 ditemukan fluktuasi

    suhu yang drastis seperti dari tanggal 22 September ke tanggal 23 September dan

    tanggal 8 Oktober ke tanggal 9 Oktober 2007. Hal ini terkait erat dengan

    munculnya musim peralihan pada bulan September dan Oktober.

    Timbulnya suhu dingin pada bulan September 2007 kemungkinan terkait

    dengan terjadinya upwelling. Menurut Purba et al. (1994) bahwa upwelling yang

  • 54

    intensif terjadi di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan September dan

    upwelling kurang intensif pada bulan Juli dan Agustus. Wyrtki (1962)

    manyatakan bahwa proses air naik pada perairan tropis ada hubungannya dengan

    angin musim yang terjadi di daerah tersebut (angin musim timur). Proses air naik

    di daerah pantai didasari oleh teori Ekman yang menyatakan jika tertiup angin

    tetap di atas permukaan laut, maka masa