3979(1)ddrg

14
1 HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN SUMBER PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA WANITA USIA 45-59 TAHUN DI DESA SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN TEMANGGUNG Evi Lestari, Sugeng Maryanto, Meilita Dwi Paundrianagari* E-mail: [email protected] ABSTRAK Latar Belakang: Makanan sumber purin seperti (jeroan, kacang-kacangan, kangkung, bayam, kembang kol, tahu dan tempe) merupakan makanan yang dapat meningkatkan kadar asam urat. Konsumsi asupan sumber purin lebih dari 85% kecukupan dapat memicu terjadinya asam urat. Tujuan: Mengetahui hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Metode: Rancangan penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross- sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan dengan jumlah sampel sebesar 71 orang yang ditentukan berdasarkan teknik proportional random sampling. Pengukuran kadar asam urat responden menggunakan Blood Uric Acid Strip sedangkan asupan sumber purin menggunakan wawancara dan kuesioner FFQ Semikuantitatif. Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman rho dengan nilai α=0,05. Hasil: Hasil penelitian menunujukkan bahwa paling banyak responden yang mengkonsumsi konsumsi makanan sumber purin dengan kategori lebih yaitu 52,1%, kategori cukup sebanyak 32,1% dan responden yang mengkonsumsi makanan sumber purin dalam kategori kurang sesebanyak 15,5%. Sebanyak 39,4% responden memiliki kadar asam urat normal dan 60,6% responden memiliki kadar asam urat tinggi. Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung (p= 0.0001) Simpulan: Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Kata kunci : purin, kadar asam urat. Program Studi Gizi STIKes Ngudi Waluyo

description

wrsfwt

Transcript of 3979(1)ddrg

Page 1: 3979(1)ddrg

1

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN SUMBER PURIN DENGAN

KADAR ASAM URAT PADA WANITA USIA 45-59 TAHUN DI DESA

SANGGRAHAN KECAMATAN KRANGGAN KABUPATEN

TEMANGGUNG

Evi Lestari, Sugeng Maryanto, Meilita Dwi Paundrianagari*

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Makanan sumber purin seperti (jeroan, kacang-kacangan,

kangkung, bayam, kembang kol, tahu dan tempe) merupakan makanan yang dapat

meningkatkan kadar asam urat. Konsumsi asupan sumber purin lebih dari 85%

kecukupan dapat memicu terjadinya asam urat.

Tujuan: Mengetahui hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar

asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan

Kabupaten Temanggung.

Metode: Rancangan penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross-

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 45-59 tahun di Desa

Sanggrahan dengan jumlah sampel sebesar 71 orang yang ditentukan berdasarkan

teknik proportional random sampling. Pengukuran kadar asam urat responden

menggunakan Blood Uric Acid Strip sedangkan asupan sumber purin

menggunakan wawancara dan kuesioner FFQ Semikuantitatif. Analisis univariat

dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis bivariat menggunakan uji korelasi

Spearman rho dengan nilai α=0,05.

Hasil: Hasil penelitian menunujukkan bahwa paling banyak responden yang

mengkonsumsi konsumsi makanan sumber purin dengan kategori lebih yaitu

52,1%, kategori cukup sebanyak 32,1% dan responden yang mengkonsumsi

makanan sumber purin dalam kategori kurang sesebanyak 15,5%. Sebanyak

39,4% responden memiliki kadar asam urat normal dan 60,6% responden

memiliki kadar asam urat tinggi. Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin

dengan kadar asam urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan

Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung (p= 0.0001)

Simpulan: Ada hubungan konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam

urat pada wanita usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan

Kabupaten Temanggung.

Kata kunci : purin, kadar asam urat.

Program Studi Gizi STIKes Ngudi Waluyo

Page 2: 3979(1)ddrg

2

THE CORRELATION WITH THE CONSUMPTION OF FOOD

SOURCES OF PURINES URIC ACID LEVELS IN WOMEN AGED 45-59

YEARS IN RURAL DISTRICTS SANGGRAHAN KRANGGAN

REGENCY TEMANGGUNG

Evi Lestari, Sugeng Maryanto, Meilita Dwi Paundrianagari*

E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Background: food sources of purines such as (organ meats, nuts, kale, spinach,

cauliflower, tofu and tempeh) is a food that can increase uric acid levels.

consumption of dietary intake of purine sources more than 85% of the demand

can trigger gout. normal purine intake per day is 500 - 1000 mg.

Objective: To determine the relationship of consumption of purine rich foods

with high levels of uric acid in women aged 45-59 years in rural districts

Sanggrahan Kranggan Temannggung district.

Methods: The study design was a correlation study with cross - sectional.

population in this study were women aged 45-59 years in the village Sanggrahan

as many as 178 people. sampling technique using proportional random sampling

with a sample of 71 people. uric acid levels were measured by using the easy

touch of blood uric acid strip. purine source food consumption habits were

measured using consumption frequency questionnaire (FFQ) data analysis using

Spearman's rho correlation test with a value of α=0.05.

Results: purine source food consumption habits in 37 respondents with more

categories that have high uric acid levels of 91.9% (n = 34), 23 respondents with

enough categories that have high uric acid levels of 21.7% (n = 5) and 11

respondents with less category who have high uric acid levels by 36.4% (n = 4).

bivariate analysis showed no association between the consumption of food

sources of purines to uric acid levels (p = 0.0001, r = 0.500), which showed a

positive correlation with the strength of the correlation is.

Conclusion: there is a connection with the consumption of food sources of

purines uric acid levels in women aged 45-59 years in rural districts Sanggrahan

Kranggan regency Temanggung.

Keywords: purines, uric acid levels.

Nutrition Study Program, Ngudi Waluyo School of Health

Page 3: 3979(1)ddrg

3

PENDAHULUAN

Meningkatnya usia harapan

hidup di Indonesia terjadi karena

peningkatan taraf hidup dan

pelayanan kesehatan yang berakibat

populasi lansia di Indonesia semakin

meningkat. Pada tahun 2012 tercatat

jumlah lansia sebanyak 28 juta jiwa,

jumlah ini mengalami peningkatan

22,5% dari jumlah lansia pada tahun

2009 yaitu 19 juta jiwa (Badan Pusat

Statistik, 2012).

Proses penuaan menimbulkan

berbagai masalah baik secara fisik,

biologis, mental maupun sosial

ekonominya. Angka kesakitan pada

penyakit tidak menular seperti

kanker, penyakit kardiovaskuler,

hipertensi, diabetes melitus dan

hiperurisemia memperlihatkan

kecenderungan yang semakin

meningkat. Salah satu penyakit yang

sering di alami oleh kelompok

pralansia yaitu penyakit

hiperurisemia. Hiperurisemia

merupakan gangguan metabolik yang

di tandai dengan meningkatnya

kadar asam urat (Lingga, 2012).

Penyakit hiperurisemia

disebabkan karena kelebihan

produksi asam urat dalam tubuh atau

dapat juga disebabkan karena

terhambatnya pembuangan asam urat

oleh tubuh. Peningkatan terjadinya

hiperurisemia ditunjang dengan

peningkatan supan makanan sumber

purin, seperti daging, jeroan,

kepiting, udang, emping, kacang

kacangan, bayam, kangkung, jamur

dan kembang kol, buah-buahan

seperti durian, nanas, alpukat, serta

hasil olahan kedelai (tempe, tahu,

tauco, kecap dan susu kedelai).

Purin selain didapat dari

makanan juga berasal dari

penghancuran sel-sel tubuh yang

sudah rusak akibat gangguan

penyakit atau penggunaan obat

kanker (kemoterapi), serta sintesis

purin dalam tubuh dari bahan-bahan

pangan seperti, CO2, glutamine,

glisin, asam aspartat, dan asam folat

(Indriawan, 2009). Pada dasarnya

konsumsi makanan sumber purin

bagi individu yang tidak memiliki

kadar asam urat berlebih tidak

menimbulkan masalah, namun bagi

individu yang memiliki kadar asam

urat berlebih dapat menimbulkan

gejala hiperurisemia (Juandy, 2005).

Hal ini dikarenakan tubuh telah

menyediakan 85% senyawa purin

untuk kebutuhan tubuh, sedangkan

dari makanan hanya diperlukan 15%

saja (Indriawan, 2009).

Hiperurisemia yang tidak

ditangani menyebabkan asam urat

dalam darah berlebihan sehingga

menimbulkan penumpukan krisal

asam urat. Apabila kristal berada

dalam cairan sendi maka akan

menyebabkan penyakit asam urat

(Putra, 2007). Sebagian besar

penyebabnya di perkirakan kelainan

proses metabolisme dalam tubuh dan

10% kasus dialami oleh wanita

setelah menopause karena gangguan

hormon (Kaparang, 2007).

Kadar rata-rata asam urat di

dalam darah atau serum tergantung

pada usia dan jenis kelamin. Kadar

asam urat pada wanita lebih rendah

daripada laki-laki, karena wanita

mempunyai hormon estrogen yang

dapat meningkatkan pengeluaran

asam urat melalui ginjal melalui

urin. Wanita umumnya mengalami

hiperurisemia pada saat masa

menopause karena terkait penurunan

produksi estrogen. Keberadaan

estrogen sangat penting untuk

membantu pengaturan sekresi asam

Page 4: 3979(1)ddrg

4

urat sehingga mampu melindungi

wanita dari hiperurisemia (Lingga,

2012)

Menurut survey yang di

adakan oleh “National Health and

Nutrition Examination Survey”

(NHANES) di Asia prevalensi

penderita hiperurisemia Usia di atas

20 tahun sebesar 24%, usia 45-59

tahun sebesar 30%, usia lebih dari

60 tahun sebesar 40%. Terjadi

peningkatan hiperurisemia pada usia

45-59 tahun karena pada saat ini

wanita akan memasuki masa

menopause (Lingga, 2012).

Epidemiologi di Indonesia,

hiperurisemia masih belum banyak

diketahui, tetapi beberapa penelitian

di Sinjai, Sulawesi Selatan

didapatkan angka kejadian

hiperurisemia pada pria 10% dan

pada wanita 4% dengan kadar asam

urat rata-rata pada pria 7,4 mg/dl

dan wanita 5,6 mg/dl. Di Minahasa,

Sulawesi Utara dan Karema sebesar

34,3% pada pria dan 23,31% pada

wanita dengan kadar asam urat pada

pria rata-rata sebesar 7,90mg/dl dan

wanita 6,70mg/dl (Wisesa, 2009).

Prevalensi hiperurisemia pada

penduduk di Jawa Tengah sebesar

24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada

wanita dengan kadar asam urat rata-

rata pada pria 7,2mg/dl dan

6,10mg/dl pada wanita

(Hidayat,2009).

Berdasarkan data di

puskesmas Kecamatan Kranggan

selama bulan November dan

Desember 2013 menyebutkan

bahwa asam urat menjadi urutan ke

3 dari 10 besar penyakit tidak

menular yaitu, hipertensi, diabetes

melitus dan asam urat, sejumlah

4210 (4,22%) warga di desa

Sanggrahan terdapat 178 warga

menderita asam urat . Warga yang

menderita asam urat paling banyak

terdapat di dusun Rowowetan

terdapat 46 orang (25,84%) di

dusun Madusari terdapat 38 orang

(21,35%), di dusun Gunung Pring

terdapat 29 orang (16,29%), di

dusun Rowokulon terdapat 25 orang

(14,04%), di dusun Sanggrahan

terdapat 19 orang (10,67%), di

dusun Krajan terdapat 21 orang

(11,80%).

Studi pendahuluan pada 15

warga usia 45-59 tahun di dusun

Rowowetan menyebutkan bahwa

terdapat 12 orang (80%)

mengkonsumsi makanan sumber

purin seperti jeroan, bayam,

kembang kol dan produk hasil olahan

kedelai (tempe, tahu, kecap) enam

kali dalam seminggu, didapatkan

kadar asam urat tinggi yaitu rata-rata

6,45 mg/dl dan dari 3 warga (20%)

mengkonsumsi makanan sumber

purin serta hasil olahan kedelai

(tempe, tahu, kecap) kurang dari lima

kali seminggu didapatkan kadar

asam urat normal yaitu rata-rata 5,20

mg/dl.

Banyaknya warga yang

menderita asam urat dan tingginya

konsumsi makanan sumber purin di

Desa Sanggrahan menjadikan

peneliti tertarik meneliti apakah ada

hubungan antara Konsumsi Makanan

Sumber Purin dengan Kadar Asam

Urat pada wanita usia 45-59 tahun

di Desa Sanggrahan Kecamatan

Kranggan Kabupaten Temanggung.

Penelitian ini bertujuan untuk

Mengetahui hubungan konsumsi

makanan sumber purin dengan kadar

asam urat pada wanita usia 45-59

tahun di Desa Sanggrahan

Kecamatan Kranggan Kabupaten

Temanggung.

Page 5: 3979(1)ddrg

5

Manfaat dari penelitian ini

yaitu bagi masyarakat dan tenaga

kesehatan sebagai bahan informasi

dan tambahan pengetahuan dibidang

kesehatan sehingga diharapkan

masyarakat dapat memilih lebih

bijak dalam mengkonsumsi

makanan (terutama sumber

purin).Sebagai bahan tambahan

informasi yang berguna dalam

kegiatan perencanaan dibidang

kesehatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah

penelitian studi korelasi, yang

bertujuan mengetahui hubungan

antara konsumsi makanan sumber

purin dengan kadar asam urat.

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah cross sectional.

Pengukuran konsumsi makanan

sumber purin dilakukan dengan

survey wawancara, dan kuesioner,

sedangkan pengukuran kadar asam

urat menggunakan Blood Uric Acid

Test Strip. Kriteria inklusi dalam

peneletian ini adalah wanita usia 45-

59 tahun tidak sedang minum obat-

obatan diuretik, tidak mempunyai

penyakit ginjal, hipertensi,

dislipidemia dan diabetes melitus.

Analisis data dilakukan dengan

analisis univariat dan bivariat

menggunakan program SPSS.

Analisis univariat dilakukan secara

deskriptif untuk menggambarkan

konsumsi makanan sumber purin dan

kadar asam urat yang disajikan

dalam tabel distribusi frekuensi

sedangkan analisis bivariatnya

adalah hubungan konsumsi makanan

sumber purin dengan kadar asam urat

menggunakan uji statistik Korelasi

Spearman rho (α= 0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Gambaran umum responden

meliputi usia dan jenis pekerjaan.

Berdasarkan penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar usia

responden adalah usia 45-49 tahun

yaitu 49,30, usia 50-54 tahun

sebanyak 35,21% dan usia 55-59

tahun sebanyak 15,49%. Paling

banyak responden bekerja sebagai

ibu rumah tangga 46 (64,8%)

responden. selanjutnya petani 12

(16,9%) responden. Sisanya 10

(14,1%) responden sebagai

wirausaha dan PNS 3 (4,2%).

Tabel 1 Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi (%)

Umur (tahun)

45-49

50-54

55-59

Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Petani

Wirausaha

PNS

35

25

11

46

12

10

3

49,30

35,21

15,49

64,8

16,9

14,1

4,2

Makanan Sumber Purin

Berdasarkan hasil wawancara

food frequncy (FFQ) semi kuantitatif

diketahui bahwa sebagian besar

responden mengkonsumsi makanan

sumber purin setiap kali makan yaitu

3-4 kali makan dalam sehari.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi

Konsumsi Makanan Sumber Purin

Di Desa Sanggrahan Kecamatan

Kranggan Kabupaten Temanggung

Konsumsi Makanan

Sumber Purin

Frek (%)

Lebih (>100-150 gr/hr)

Cukup (≥ 50-100gr/hr)

Kurang (< 50gr/hr)

37

23

11

52,1

32,1

15,5

Total 71 100

Page 6: 3979(1)ddrg

6

Pada Tabel 2 diketahui bahwa

paling banyak 52,1% (n=37)

responden memiliki asupan

konsumsi makanan sumber purin

dalam kategori lebih (>100-150

gr/hr), sisanya 32,4% (n=23)

responden memiliki asupan

konsumsi makanan sumber purin

dalam kategori cukup (≥ 50-

100gr/hr dan 15,5% (n= 11)

memiliki asupan konsumsi makanan

sumber purin dalam kategori kurang

(< 50gr/hr).

Responden yang mempunyai

asupan konsumsi makanan sumber

purin dalam kategori lebih sebesar

52,1% menyatakan bahwa asupan

makan mereka tidak banyak yang

berubah selama di diagnosa asam

urat. Jenis makanan sumber purin

yang sering dikonsumsi responden

seperti kacang-kacangan (kacang

panjang, kacang tanah, buncis),

sayur-sayuran (kangkung, bayam,

kembang kol). Rata-rata konsumsi

asupan purin yang berasal dari

makanan yang sering dikonsumsi

responden sebesar 91,57%,

sedangkan kecukupan asupan purin

dari makanan yaitu 85%. Seringnya

responden mengkonsumsi makanan

tersebut dikarenakan sayur-sayuran

tersebut mudah didapat oleh

sebagian besar masyarakat di Desa

Sanggrahan. Hal tersebut didukung

oleh wilayah yang berada di daerah

pertanian dan sebagian besar

masyarakatnya bermata pencaharian

sebagai petani dan ibu rumah tangga

yang memiliki sawah, dimana sayur-

sayuran tersebut langsung di dapat

dari hasil kebun sendiri.

Jenis makanan lainnya yang

sering dikonsumsi responden adalah

hasil olahan kedelai (tahu dan

tempe), yang mana kedua makanan

tersebut memiliki kandungan gizi

seperti protein, kalsium, karbohidrat,

fosfor, besi, vitamin A,B,C dan air.

Protein dari tempe dan tahu tersebut

terdiri atas asam-asam amino yang

sebagian besar akan terbentuk

menjadi purin. Rata-rata konsumsi

tempe dan tahu responden dalam

sehari yang diperoleh dari hasil

wawancara FFQ Semikuantitatif

berkisar antara 200-250 gr/hari,

konsumsi tersebut termasuk dalam

asupan berlebih, jika dibandingkan

dengan kecukupan purin dalam

sehari. Konsumsi makanan sumber

purin dikatakan cukup apabila

berkisar antara ≥ 50-150 gr/hari.

Tingginya konsumsi nabati tahu dan

tempe karena responden menyatakan

tempe dan tahu memiliki cita rasa

yang enak serta harganya yang relatif

murah sehingga digemari oleh

sebagian responden. Selain hal

tersebut, tingginya konsumsi tempe

dan tahu dikarenakan karena

sebagian besar responden (81,7%)

bermata pencaharian sebagai petani,

pedagang dan sebagai ibu rumah

tangga. Dilihat dari penghasilan

responden yang rendah mereka lebih

memilih tempe dan tahu sebagai

makanan yang sering ditambahkan

dalam sayuran yang mereka masak

serta digunakan sebagai lauk pauk.

Hal tersebut juga didukung karena

tempe juga merupakan makanan

khas yang diolah menjadi empis-

empis tempe, sehingga sebagian

besar responden menyatakan lauk

pauk mereka belum lengkap jika

belum ada olahan dari tempe atau

tahu.

Ada berbagai cara yang

dilakukan oleh responden di Desa

Sanggrahan, Kecamatan Kranggan,

Kabupaten Temanggung untuk

Page 7: 3979(1)ddrg

7

memasak tempe dan tahu,

menghidangkan serta memakannya.

Cara tersebut diantaranya ada yang

dimasak dengan cara digoreng, yang

biasanya dikonsumsi responden

sebagai camilan sehari-hari seperti

tempe goreng atau mendoan, keripik

tempe dan kering tempe, ditumis

(sambal goreng tempe, empis-empis

tempe, oseng-oseng tempe) begitu

pula dengan tahu, tahu biasanya

diolah menjadi tahu goreng, tumis

tahu, tahu bacem, tahu rebus, tahu

bawang garam dan kering tahu.

Responden juga menyatakan

sering mengkonsumsi makanan

sumber purin seperti tempe atau

tahu yang digoreng dengan

menggunakan minyak jelantah yang

digunakan lebih dari 3 kali

penggorengan hampir setiap hari

dimana makanan yang digoreng

dapat meningkatkan kadar asam urat

darah karena lemak dapat

menghambat pengeluaran asam urat

melalui urin. Penggorengan yang

bersuhu tinggi menyebabkan ikatan

rangkap pada asam lemak tidak

jenuh akan terurai menjadi ikatan

jenuh. Pada saat penggorengan akan

terjadi degradasi, oksidasi dan

dehidrasi dari minyak goreng,

sedangkan proses penggorengan

dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan reaksi dekomposisi

pada minyak goreng karena panas

dan terbentuk akreolin, yaitu

senyawa yang bersifat racun. Hal

inilah yang dapat menghambat

pengeluaran asam urat melelui urin

didalam tubuh. (Yulstiani, 2008).

Selain itu jenis makanan

sumber purin yang mengandung

purin paling tinggi yaitu jeroan.

Responden menyatakan

mengkonsumsi jeroan dan hasil

makanan laut 2-3 kali dalam

seminggu seperti usus dan ampela

hati ayam serta teri yang biasanya

diolah menjadi empis-empis tempe,

dimana bahan makanan tersebut

dicampurkan bersama tempe.

Konsumsi jeroan akan

menambah purin dalam tubuh,

sehingga mengganggu keseimbangan

purin dalam serum, hal ini dapat

mengakibatkan meningkatnya kadar

asam urat dalam darah bahkan

melebihi batas normal (diatas 7

mg/dl). Purin yang terkandung dalam

jeroan akan dirubah dan disusun

kembali menjadi protein-protein

tubuh. Proses pengubahan purin ini

melibatkan enzim HGPRT. Enzim

HGPRT (hypoxantin-guanyl

phosporilbosyl transferase)

merupakan enzim yang memiliki

hubungan yang cukup erat dengan

purin sebagai bahan dari asam urat.

Disamping itu responden juga sering

mengkonsumsi minuman yang

mengandung kafein (seperti kopi,

teh) 1-2 kali perhari, dimana

minuman seperti ini dapat

menyebabkan peningkatan kadar

asam urat, karena kopi, teh

mengandung alkoloida turunan purin

(xantin), jika dalam darah kadar

alkoloida ini tinggi, maka dengan

adanya enzim xantin oksidase akan

terbentuk asam urat. Selain itu

responden juga menyatakan sering

membuat minuman kopi atau teh

dengan menggunakan gula 2-3

sendok makan perhari, selain teh dan

kopi responden juga sering membuat

minuman dari sirup dengan

penambahan gula yang dibuat

minuman seperti es buah yang

dicampur dengan sirup. Konsumsi

karbohidrat sederhana jenis fruktosa

seperti gula, permen, arum manis,

Page 8: 3979(1)ddrg

8

gulali dan sirup dapat mengganggu

kinerja tubuh dalam mengatur

keseimbangan asam urat. High

Fructose Syrup (HFS) memicu

aktifitas sintesis purin endogen

sehingga kadar asam urat meningkat.

Fruktosa juga menurunkan ekskresi

asam urat terhadap transport protein

yang dikendalikan oleh gen

SLC2A9, pengaruh fruktosa terhadap

penurunan ekskresi asam urat

direspon positif oleh gen yang peka

terhadap asam urat sehingga dapat

meningkatkan asam urat serum dan

memicu kenaikan kadar asam urat.

selain itu HFS dalam darah

mendorong percepatan proses

glycation sehingga terbentuk radikal

bebas yang memicu stress oksidatif

yang akan menimbulkan kekacauan

sistem yang mengatur keseimbangan

asam urat.

Responden yang mempunyai

asupan konsumsi makanan sumber

purin dalam kategori cukup ≥ 50-

100 gr/hari sebanyak 23 responden

(32,14%) dikarenakan responden

sudah mulai mengurangi asupan

makanan yang mengandung purin

sejak di diagnosa menderita asam

urat seperti jeroan, ikan asin, telur,

bayam, kangkung, kembang kol,

tahu, tempe, ikan pindang, mereka

mengkonsumsi hanya ketika mereka

ingin makan makanan itu saja dan

dalam jumlah yang sedikit.

Responden yang mempunyai

asupan konsumsi makanan sumber

purin dalam kategori kurang < 50

gr/hari sebanyak 11 responden

(15,5%). Hal ini dikarenakan karena

responden menghindari dan menjaga

pola makan karena mereka tidak

ingin penyakit asam urat yang

mereka derita kambuh lagi,

responden menyatakan sayuran yang

sering mereka konsumsi adalah

terong, pepaya muda dan daun talas,

sedangkan frekuensi konsumsi tahu

dan tempe adalah 2-3 kali dalam

seminggu.

Tabel 3 Kadar Asam Urat Pada

Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa

Sanggrahan Kecamatan Kranggan

Kabupaten Temanggung

Kadar Asam Urat Frek (%)

Normal (≤ 6mg/dl)

Tinggi (> 6mg/dl)

28

43

39,4

60,6

Total 71 100

Pada Tabel 3 Diketahui

bahwa dari 71 responden yang

diteliti sebagian besar 60,6% (n=43)

responden memiliki kadar asam urat

dalam kategori tinggi (> 6mg/dl),

dan selebihnya 39,4% (n= 28)

responden memilki kadar asam urat

dalam kategori normal Normal (≤

6mg/dl). Kadar asam urat pada

wanita usia 45-59 tahun berkisar

antara 4,80 – 8,40 dengan rata-rata

6,5 mg/dl. Pemeriksaan kadar asam

urat responden menggunakan uji

strip dengan metode enzimatik yaitu

tes dengan metode pengambilan

sampel darah kapiler dengan cara

penusukan jarum diujung jari.

Responden yang memiliki

kadar asam urat normal ( ≤ 6 mg/dl)

yaitu responden yang mengurangi

asupan makanan yang mengandung

purin sejak di diagnosa menderita

asam urat seperti jeroan, ikan asin,

telur, bayam, kangkung, kembang

kol, tahu, tempe, ikan pindang,

mereka mengkonsumsi hanya ketika

mereka ingin makan makanan itu

saja dan dalam jumlah yang sedikit.

Responden yang memiliki

kadar asam urat tinggi (> 6 mg/dl)

Page 9: 3979(1)ddrg

9

yaitu responden yang sering

mengkonsumsi makanan sumber

purin dengan kategori cukup dan

lebih. Keadaan ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor, salah satu

penyebab tingginya kadar asam urat

adalah makanan tinggi purin, hal ini

dapat dilihat dari jumlah konsumsi

makanan tersebut rata-rata diatas

kebutuhan perhari yang diketahui

dari wawancara FFQ (Food

Frequency Questionaire).

Purin adalah molekul yang

terdapat didalam sel yang berbentuk

nukleotida. Asam nukleat yang

dilepas dari pencernaan asam nukleat

dan nukleoprotein di dalam traktus

intestinalis akan diurai menjadi

mononukleotida oleh enzim

ribonuklease, deoksiribonuklease,

dan polinukleotidase. Enzim

nukleotidase dan fosfatase

menghidrolisis mononukleotida

menjadi nukleosida yang kemudian

diserap atau diurai lebih lanjut oleh

enzim fosforilase intestinal menjadi

basa purin dan pirimidin. Adenosin

pertama-tama mengalami deaminasi

menjadi inosin oleh enzim adenosin

deaminase. Fosforolisis ikatan N-

glikosidat inosin dan guanosin, yang

dikatalisis oleh enzim nukleotida

purin fosforilase, akan melepas

senyawa ribosa 1-fosfat dan basa

purin. Hipoxantin dan guanin

selanjutnya membentuk xantin dalam

reaksi yang dikatalisis masing-

masing oleh enzim xantin oksidase

dan guanase. Kemudian xantin

teroksidasi menjadi asam urat dalam

reaksi kedua yang dikatalisis oleh

enzim xantin oksidase. Asam urat

yang terbentuk dapat diserap dan

selanjutnya diekskresikan ke dalam

urin (Rodwell, 2003).

Hubungan Konsumsi Makanan Sumber purin dengan Kadar Asam Urat

Pada Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan

Kabupaten Temanggung.

Tabel 4 Tabulasi silang Konsumsi Makanan Sumber Purin Dengan Kadar Asam

Urat Pada Wanita Usia 45-59 Tahun di Desa Sanggrahan Kecamatan

Kranggan Kabupaten Temanggung

Kategori

Konsumsi

makanan

sumber

purin

Kategori

Kadar asam Urat

p value

Tinggi Normal Total

N % n % n %

Lebih

Cukup

Kurang

34

5

4

91,9

21,7

36,4

3

18

7

8,1

78,3

63,6

37

23

11

100

100

100

0,0001

Total 43 60,6 28 39,4 71 100

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat 37 responden

(52,1%) yang mengkonsumsi

makanan sumber purin dengan

kategori lebih memiliki kadar asam

urat tinggi yaitu sebanyak 34 orang

(91,9%) dan yang memilki kadar

asam urat normal sebanyak 3 orang

(8,1%) sedangkan terdapat 23

responden yang mengkonsumsi

Page 10: 3979(1)ddrg

10

makanan sumber purin dengan

kategori cukup memiliki kadar asam

urat tinggi yaitu sebanyak 5 orang

(21,7%) dan yang memiliki kadar

asam urat normal sebanyak 18 orang

(78,3%) dan terdapat 11 responden

yang mengkonsumsi makanan

sumber purin dalam kategori kurang

memiliki kadar asam urat tinggi

sebanyak 4 orang (36,4%) dan yang

memiliki kadar asam urat normal

sebanyak 7 orang (63,6%). Hasil uji

statistik dengan menggunakan uji

Spearman rho, didapatkan p value=

0,0001 jika dibandingkan dengan α

= 0,05 maka p ≤ 0,05 dapat

diinterpretasikan ada hubungan

konsumsi makanan sumber purin

dengan kadar asam urat pada wanita

usia 45-59 tahun di Desa Sanggrahan

Kecamatan Kranggan Kabupaten

Temanggung, sedangkan

berdasarkan nilai korelasi Spearman

rho diperoleh r = 0,500 yang

menunjukkan bahwa arah korelasi

positif dengan kekuatan korelasi

sedang.

Peningkatan kadar asam urat

dengan cepat dapat terjadi, antara

lain karena asupan makanan yang

tinggi purin. Dalam kehidupan

sehari-hari, pembatasan konsumsi

makanan tinggi purin, seperti daging,

jeroan, dan berbagai jenis sayuran

dan kacang-kacangan yang

mengandung purin perlu dilakukan,

teutama bagi penderita kadar asam

urat tinggi, karena hal ini berpeluang

meningkatkan metabolisme purin

didalam tubuh yang menghasilkan

kadar asam urat berlebih didalam

darah. Hal ini dikarenakan tubuh

telah menyediakan 85% senyawa

purin untuk kebutuhan tubuh,

sedangkan dari makanan hanya

diperlukan 15% saja (Indriawan,

2009).

Seseorang dikatakan

mempunyai asupan purin berlebih

jika asupan purinnya lebih dari >100-

150 gr/hari. Berdasarkan hasil

wawancara diketahui bahwa asupan

makanan sumber purin responden

yang diteliti sebesar 200-250 gr/hari

dari total asupan purin yang

dibutuhkan perhari. Hasil penelitian

menunjukkan responden yang

memiliki asupan konsumsi makanan

sumber purin kategori lebih dengan

kadar asam urat tinggi, menyatakan

bahwa responden sering

mengkonsumsi makanan yang

mengandung purin, selain itu

dikarenakan kebiasaan makan

responden tidak banyak berubah

setelah mengetahui bahwa dirinya

didiagnosa menderita asam urat dan

responden masih tetap

mengkonsumsi makanan sumber

purin yang seharusnya dilarang. Hal

ini dikarenakan karena faktor sosial

ekonomi yang merupakan faktor

yang paling menentukan kualitas dan

kuantitas makanan yang dikonsumsi.

Selain hal tersebut karena makanan

tersebut sudah tersedia karena

sebagian besar responden

menanamnya diladang sendiri, selain

lebih hemat responden akan lebih

mudah dan praktis dalam

menyediakan makanannya.

Purin di dalam bahan pangan

terdapat didalam asam nukleat

berupa nukleoprotein, di usus, asam

nukleat dibebaskan dari

nukleoprotein oleh enzim

pencernaan. Selanjutnya, asam

nukleat ini akan dipecahlagi menjadi

mononukleotida. Mononukleotida

dihidrolisis menjadi nukleosida yang

secara langsung dapat diserap oleh

Page 11: 3979(1)ddrg

11

tubuh dan sebagian dipecah lebih

lanjut menjadi purin dan pirimidin.

Purin dioksidasi oleh enzim xanthin

oksidase membentuk asam urat yang

merupakan produk akhir dari

metabolisme purin (Lorrain, 2002).

Responden yang memiliki

asupan konsumsi makanan sumber

purin dalam kategori cukup dengan

kadar asam urat tinggi sebanyak 5

responden. Hal ini menunjukkan

bahwa asupan konsumsi makanan

sumber purin yang cukup juga

cenderung berisiko memiliki kadar

asam urat yang tinggi pula.

Peningkatan kadar asam urat darah

dapat dipengaruhi oleh banyak faktor

yaitu tingginya asupan makanan

sumber purin, usia, obesitas, dan

aktivitas fisik atau kebiasaan olah

raga (Setiati, 2009) faktor yang

paling berpengaruh yaitu tingginya

asupan makanan sumber purin.

Makanan yang mengandung purin

dapat meningkatkan produksi asam

urat. pembentukan asam urat di

dalam tubuh selain merupakan hasil

dari proses fisiologis normal, juga

terjadi akibat faktor dari luar

terutama dari makanan dan

minuman. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan Utami (2009)

Asam urat di dalam tubuh bisa

berasal dari luar yaitu dari diet tinggi

purin dan dari dalam yang

merupakan hasil akhir metabolisme

purin.

Responden yang memiliki

asupan konsumsi makanan sumber

purin dalam kategori kurang dengan

kadar asam urat tinggi sebanyak 4

responden. Hal ini menunjukkan

walaupun beberapa responden

memiliki kadar asam urat normal,

namun masih terdapat beberapa

orang yang memiliki kadar asam urat

tinggi walaupun mereka sudah

menjaga pola makan. Selain itu

responden juga menyatakan kurang

mengkonsumsi cairan (air putih),

responden menyatakan hanya

mengkonsumsi air putih 3 gelas

dalam sehari. Minuman memiliki

kontribusi tertinggi dalam

pemenuhan kebutuhan air dalam

tubuh manusia. Cairan merupakan

salah satu media pembuangan hasil

metabolit tubuh. Jika seseorang

mengkonsumsi cairan dalam jumlah

yang tinggi, reabsopsi air di ginjal

menurun dan ekresi zat terlarut air

akan meningkat. Asupan minimal

cairan perhari yaitu 2,5 liter (8

gelas). Namun kebutuhan seseorang

akan air berbeda-beda tergantung

tingkat aktifitas fisik, suhu dan

lingkungan. Selain itu cairan juga

dipengaruhi oleh usia, berat badan,

asupan energi dan luas permukaan

tubuh. Rata-rata asupan cairan

responden yang mengkonsumsi

makanan sumber purin dalam

kategori kurang, namun memiliki

kadar asam urat tinggi yaitu 3 gelas

perhari.

Sacher (2004)

mengemukakan asam urat

merupakan metabolisme akhir purin.

Di dalam tubuh, perputaran purin

terjadi secara terus menerus seiring

dengan sintesis dan penguraian RNA

dan DNA, sehingga walaupun tidak

ada asupan purin, tetap terbentuk

asam urat dalam jumlah yang

substansial. Selain itu, Sylvia (2006)

menjelaskan pada wanita kadar asam

urat tidak meningkat sebelum masa

menopause karena estrogen

membantu meningkatkan ekskresi

asam urat melalui ginjal. Namun

pada saat memasuki masa

menopause yaitu 45-59 tahun akan

Page 12: 3979(1)ddrg

12

terjadi perubahan hormonal pada

organ-organ kewanitaan. Salah satu

organ yang mengalami perubahan

yaitu ovarium. Ovarium akan

mengecil dan mengalami penurunan

fungsi, yaitu untuk menghasilkan

estrogen (Fitrah, 2010).

Terjadi peningkatan kadar

asam urat dikarenakan pada usia 40

tahun akan dimulai proses penuaan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa

terdapat kecenderungan terjadi

penurunan kapasitas fungsional baik

pada tingkat seluler maupun pada

tingkat organ sejalan dengan proses

menua. Akibat yang terjadi berkaitan

dengan menurunnya kapasitas untuk

beradaptasi terhadap lingkungan

internal yang berubah yaitu

cenderung membuat orang berusia

lanjut mengalami kesulitan untuk

memelihara kestabilan status fisikawi

dan kimiawi di dalam tubuh atau

memelihara homeostatis tubuh.

Gangguan terhadap homeostatis

tubuh tersebut dapat menyebabkan

disfungsi sistem organ. Salah satunya

terjadi perubahan pada ginjal, seperti

penurunan kecepatan penyaringan

(filtrasi), pengeluaran (ekskresi), dan

penyerapan kembali (reabsorbsi)

oleh ginjal, akibatnya pembuangan

atau ekskresi sisa-sisa metabolisme

protein dan elektrolit yang harus

dilakukan ginjal menjadi beban

tersendiri (Setiati, 2009).

Berdasarkan penelitian,

ternyata pola makan memegang

peranan utama, disisi lain kebiasaan

hidup tanpa olahraga. Makanan yang

mengandung purin dapat

meningkatkan kadar asam urat. Jika

pola makan diatur dengan baik dapat

membantu pengontrolan kadar asam

urat dalam batas normal. Asam urat

sangat erat kaitannya dengan pola

makan. Umumnya karena pola

makan yang tidak seimbang (jumlah

asupan protein sangat tinggi)

KETERBATASAN PENELITIAN

Hasil pengukuran kadar asam

urat dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan alat digital

yang tidak dikonversi dari hasil

laboratorium sehingga hasilnya

tidak sama dengan pengukuran yang

dilakukan di laboratorium

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian

tentang hubungan konsumi makanan

sumber purin dengan kadar asam urat

pada wanita usia 45-59 tahun di Desa

Sanggrahan Kecamatan Kranggan

Kabupaten Temanggung

disimpulkan bahwa sebagai berikut:

1. Asupan konsumsi makanan

sumber purin responden sebagian

besar dalam kategori lebih

sebanyak 37 responden (52,1%),

dan sisanya responden yang

mengkonsumsi makanan sumber

purin dalam kategori cukup

sebanyak 23 (32,4%) dan

responden yang mengkonsumsi

makanan sumber purin dalam

kategori kurang sebanyak 11

(15,5%).

2. Kadar asam urat responden

sebagian besar dalam kategori

tinggi sebanyak 43 responden

(60,6%) dan sisanya responden

mempunyai kadar asam urat

dalam kategori normal sebanyak

28 responden (39,4%).

3. Ada hubungan antara konsumsi

makanan sumber purin dengan

kadar asam urat pada wanita usia

45-59 tahun di Desa Sanggrahan

Page 13: 3979(1)ddrg

13

Kecamtan Kranggan Kabupaten

Temanggung.

Saran

1. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini hanya meneliti

tentang konsumsi makanan

sumber purin dalam sehari yang

berkaitan dengan asam urat,

sehingga disarankan perlu adanya

penelitian tentang lebih lanjut

terutama faktor-faktor lain

(obesitas, penggunaan obat-

obatan diuretik) yang belum

diteliti dalam penelitian ini yang

berhubungan dengan kadar asma

urat pada wanita usia 45-59 tahun,

untuk melengkapi hasil penelitian

ini.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan kepada tenaga

kesehatan yang berwenang agar

meningkatkan penyuluhan kepada

masyarakat tentang perlunya

memperhatikan asupan makanan

untuk mencegah peningkatan

kadar asam urat

3. Bagi Masyarakat

Sebaiknya makanan sumber

purin pada penderita asam urat

dibatasi, untuk mencegah

peningkatan kadar asam urat guna

menjaga dan meningkatkan

kesehatan tubuh serta perlu

diimbangi dengan konsumsi air

putih minimal 2,5 liter (8 gelas

perhari).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S.2010. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Astawan. 2008. Sehat dengan

Sayuran: Panduan Lengkap Menjaga

Kesehatan dengan Sayuran. Jakarta:

Dian Rakyat.

Aqilla. 2012. Rematik dan Asam

Urat. Yogjakarta : PT Gramedia

Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2012. Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia.

Jakarta: Badan Pusat Statistik

Carter & Michael. 2006. Buku Ajar

Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.

Damayanti D. 2012. Mencegah dan

Mengobati Asam Urat. Yogyakarta :

Araska. .

Hidayat. 2009.Gout dan

Hiperurisemia edisi 2. Diakses 16

April 2014.

Juandy & Jo. 2005. Gout Dan Diet,

http :// www.depkes.go.id/0404/19

gout - dan- diet. html diakses 12

April 2014.

Kaparang. 2007. Penyakit Kaum

Bangsawan . Jakarta : PT Etika

Media Utama

Lingga. 2012. Bebas Penyakit Asam

Urat Tanpa Obat. Jakarta : PT Agro

Media Pustaka

Lorrain, MC. 2002. Buku

Kedokteran Patofisiologi:Konsep

Klinis

Page 14: 3979(1)ddrg

14

Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC

Misnidiarly. 2007. Rematik, Asam

Urat, Hiperurisemia , Arthritis Gout.

Jakarta : Pustaka Obor.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta.

Purwaningsih. 2009. Faktor-faktor

Resiko Hyperurisemia. Tesis

Program Studi Magister

Epidemiologi, Universitas

Diponegoro.

Putra. 2006. Hyperurisemia Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Riwidikdo H. 2008. Statistik

Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit

Mitra Cendekia.

Rodwell, V. W. 2003,

Metabolisme Nukleotida Purin dan

Pirimidin, dalam Murray R.K .,

Granner D.K ., Mayes P.A .,dan

Rodwell V.W., Biokimia Harper,

edisi 25,374-377, diterjemahkan

oleh Andri Hartono, Jakarta : EGC.

Sabri L dan Hastono SP. 2006.

Statistik Kesehatan Edisi Revisi.

Jakarta : Penerbit Rajawali.

Sastroasmoro S & Ismael S. 2006.

Dasar-dasar Metodologi Penelitian

Klinis. Edisi Kedua. Jakarta : CV

Sagung Seto.

Setiati. 2009. Proses Menua dan

Implikasi Kliniknya. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta:

Interna Publishing.

Sugiyono. 2007. Statistik Untuk

Penelitian. Bandung : CV Alfabet.

Wibowo S. 31 Januari 2011. Asam

Urat atau Gout. 70 Edisi 1. Diakses

26 Maret 2014.

Widodo. 2008. Metabolisme

Nukleotida Purin dan Pirimidin

Bagian Biokomia. Universitas

Wijaya Kusuma. Diakses dari

http://www.fk.uwks.ac.id pada

tanggal 24 Maret 2014.