39019178-etika-birokrasi

109
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BAHAN DIKLAT UJIAN PENYESUAIAN PANGKAT V ETIKA BIROKRASI DISUSUN OLEH: RUDOLF HUTAURUK, SE, MBA JAKARTA 2009

Transcript of 39019178-etika-birokrasi

Page 1: 39019178-etika-birokrasi

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

BAHAN DIKLAT UJIAN PENYESUAIAN PANGKAT V

ETIKA

BIROKRASI

DISUSUN OLEH:

RUDOLF HUTAURUK, SE, MBA

JAKARTA

2009

Page 2: 39019178-etika-birokrasi

BAHAN DIKLAT

UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT V

Modul 1 - 2

MATERI POKOK

ETIKA BIROKRASI

OLEH

TIM PUSDIKLAT PEGAWAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

JAKARTA

2009

Page 3: 39019178-etika-birokrasi

i

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan

Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan

Republik Indonesia Nomor ST-91F/PP.2/2008 tanggal 28 Agustus 2008, Sdr. Rudolf

Hutauruk, S.E., M.B.A., ditugaskan sebagai penyusun Etika Birokrasi Ujian Penyesuaian

Kenaikan Pangkat Tingkat V sehingga sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Modul ini adalah merupakan perbaikan dari Modul yang sebelumnya

dengan judul yang sama dalam rangka mengakomodasi perkembangan materi Etika

Birokrasi.

Penunjukan ini sangat beralasan karena yang bersangkutan ditugaskan mengajar dan

mengasuh mata pelajaran ini. Pengalaman mengajar yang cukup lama memungkinkan yang

bersangkutan memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta

Diklat Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tingkat V.

Modul Etika Birokrasi ini pembahasannya disusun dalam 2 (dua) modul yang

merupakan kesatuan, yaitu:

Modul 1: Etika dan Birokrasi Organisasi Pemerintah;

Modul 2: Etika Pegawai Negeri Sipil dalam Pelaksanaan Tugas

Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Ujian

Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tingkat V, namun mengingat Organisasi Departemen

Keuangan sebagai bahan studi senantiasa berkembang, penyempurnaan modul perlu selalu

diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas.

Pada kesempatan ini, kami mengharapkan kepada para pembaca (termasuk peserta

Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tingkat V) agar bersedia memberikan saran atau kritik

demi penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat

dihargai.

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2009

Kepala Pusat

ttd.

Tony Rooswiyanto

NIP 060064640

Page 4: 39019178-etika-birokrasi

Tinjauan Umum Mata Pelajaran

Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan tujuan nasional yang

terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme. Kemudian, untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih

dari korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui proses transformasi budaya dan perilaku

pemerintahan, maka telah ditetapkan pula Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika

Kehidupan Berbangsa yang mengamanatkan agar aparatur pemerintahan memiliki sikap

kepedulian yang tinggi dalam melayani masyarakat. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009

disebut bahwa salah satu prinsip dalam kepemerintahan yang baik adalah menerapkan dan

mengembangkan pelayanan prima.

Pada dasarnya dalam kepemerintahan yang baik, pemerintah bertugas untuk

memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang dalam praktiknya hal ini dilaksanakan

melalui aparatur pemerintah, yakni Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam birokrasi

pemerintah. Agar birokrasi pemerintah dapat berjalan sebagaimana diharapkan, maka

diperlukan adanya etika birokrasi; yang berfungsi mengatur sikap dan perilaku Pegawai Negeri

Sipil dalam melaksanakan tugasnya, dan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan Pegawai

Negeri Sipil terhadap masyarakat (sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik).

Pegawai Negeri Sipil yang hanya memiliki keahlian dan keterampilan dalam bidang

tugasnya tanpa didukung dengan sikap dan perilaku yang baik, cenderung akan memberikan

pelayanan yang tidak jujur, tidak ikhlas, dan diskriminatif. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan

Pegawai Negeri Sipil dalam birokrasi pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan yang

terbaik, adil, dan merata, maka melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil ditegaskan bahwa Pegawai Negeri

Sipil yang diharapkan masyarakat adalah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keahlian dan

keterampilan dalam bidang tugasnya, serta didukung sikap dan perilaku yang baik sesuai

dengan kode etik Pegawai Negeri Sipil.

Page 5: 39019178-etika-birokrasi

Pemahaman atas materi Etika Birokrasi mutlak diperlukan oleh peserta diklat (sebagai

Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam birokrasi pemerintah) sebagai sarana yang berperan

untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang mampu memberikan pelayanan dalam;

penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan pembangunan secara; profesional, jujur, adil,

merata, dan tidak diskriminatif. Berdasarkan pemahaman tersebut dan disertai dengan

pengamalan kode etik Pegawai Negeri Sipil (sebagaimana tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Jiwa Korps dan Kode Etik PNS), maka diharapkan

akan terwujud profil Pegawai Negeri Sipil yang benar-benar diharapkan dan diidam-idamkan

oleh masyarakat.

Untuk memudahkan dalam mempelajari bahan ajar Etika Birokrasi ini, maka

pembahasannya disusun dalam dua modul yang dipelajari secara berurutan, sebagai berikut:

a. Modul I: ETIKA DAN BIROKRASI ORGANISASI PEMERINTAH

Membahas tentang definisi, prinsip, teori-teori, dan pembagian etika, pengertian tentang

moral (yang mencakup kesadaran moral, kaedah dasar moral, keberanian moral, nilai

moral), serta tentang etos dan etiket, termasuk persamaan dan perbedaan antara etika

dengan etiket. Di dalam modul I ini dijelaskan juga pengertian tentang birokrasi dan

organisasi Pemerintah.

b. Modul II: ETIKA PNS DALAM PELAKSANAAN TUGAS

Membahas tentang etika, nilai-nilai dasar, prinsip-prinsip moral yang perlu dihayati,

pelaksanaan etika, dan penegakan kode etik Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam Modul II

ini diuraikan juga peranan etika dalam peningkatan kualitas PNS, dan peranan etika dalam

meningkatkan kualitas pelayanan PNS kepada publik.

Page 6: 39019178-etika-birokrasi

MODUL I

ETIKA DAN BIROKRASI ORGANISASI PEMERINTAH

MATERI POKOK:

ETIKA BIROKRASI

UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT V

OLEH

TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

JAKARTA

2009

Page 7: 39019178-etika-birokrasi

ii

DAFTAR ISI

MODUL I

ETIKA DAN BIROKRASI

ORGANISASI PEMERINTAH

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Deskripsi Singkat ................................................................... 1

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum ................................................... 1

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus ................................................. 1

2. Kb 1: ETIKA, MORAL, ETOS, DAN ETIKET .................................. 3 2.1. Uraian dan contoh ................................................................... 3

2.2. Etika ...................................................................................... 3

2.3. Beberapa pengertian yang berkaitan dengan moral ................. 14

2.4. Etos ......................................................................................... 16

2.5. Etiket ...................................................................................... 17

2.6. Rangkuman ............................................................................ 18

2.7. Latihan 1 ................................................................................. 19

3. Kb 2: ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH ..................................... 20

3.1. Uraian dan Contoh .................................................................. 20

3.2. Pentingnya etika dalam organisasi .......................................... 20

3.3 Perwujudan etika organisasi ................................................... 22

3.4 Rangkuman ............................................................................ 25

3.5 Latihan 2 ................................................................................ 26

4. Kb 3: ETIKA BIROKRASI DALAM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN ...................................................................... 27

4.1. Uraian dan contoh ................................................................... 27

4.2. Pengertian tentang birokrasi .................................................... 27

4.3. Ciri-ciri pokok birokrasi ......................................................... 27

4.4. Asas-azas umum birokrasi pemerintahan yang baik ................ 28

4.5. Asas-azas umum penyelenggaraan negara .............................. 30

4.6. Tugas birokrasi ...................................................................... 31

4.7. Etika birokrasi memperlancar pelayanan kepada masyarakat .. 33

4.8. Rangkuman ............................................................................ 35

4.9. Latihan 3 ................................................................................ 36

5. TES FORMATIF .................................................................................. 37

Page 8: 39019178-etika-birokrasi

iii

6. KUNCI TES FORMATIF ...................................................................... 39

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT ........................................... 40

8. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 41

Page 9: 39019178-etika-birokrasi

1

MODUL I

ETIKA DAN BIROKRASI ORGANISASI PEMERINTAH

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi singkat

Modul 1 membahas tentang definisi/pengertian etika dan birokrasi

organisasi pemerintah, yang mencakup pengertian tentang Etika, Moral, Etos,

dan Etiket, serta birokrasi organisasi pemerintah, yang dituangkan dalam tiga

kegiatan belajar (Kb) sebagai berikut:

(Kb 1) Etika, moral, etos, dan etiket,

(Kb 2) Birokrasi organisasi pemerintah,

(Kb 3) Etika Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Pada kegiatan belajar 1 akan disampaikan pengertian tentang etika,

prinsip etika, teori-teori etika, dan pembagian etika. Dilanjutkan dengan

pengertian-pengertian tentang moral, kesadaran moral, kaedah dasar moral,

keberanian moral, nilai moral, serta terakhir tentang etos dan etiket, (termasuk

persamaan dan perbedaan antara etika dengan etiket).

Dalam kegiatan belajar 2 akan dijelaskan tentang alasan pentingnya etika

dalam organisasi, dan cara-cara mewujudkan etika organisasi, pengertian

umum tentang birokrasi dan organisasi pemerintahan, sedangkan pada

kegiatan belajar 3 akan diuraikan hal-hal, seperti: pengertian umum tentang

birokrasi, ciri-ciri pokok birokrasi, azas-azas umum birokrasi pemerintahan

yang baik, azas-azas umum penyelenggaraan negara, tugas birokrasi, dan etika

birokrasi yang dapat memperlancar pelayanan kepada masyarakat.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan mampu

memahami pengertian tentang: etika, moral, etos, dan etiket; alasan-alasan

pentingnya etika dalam organisasi pemerintah; cara mewujudkan etika birokrasi;

birokrasi pemerintahan berikut ciri-cirinya; azas-azas umum penyelenggaraan

negaras; serta manfaat etika birokrasi dalam memperlancar pelayanan kepada

masyarakat.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari modul ini peserta diklat dapat:

a. Menjelaskan pengertian tentang etika, moral, etos, dan etiket,

Page 10: 39019178-etika-birokrasi

2

b. Menguraikan prinsip-prinsip, teori-teori, pembagian etika, dan macam-

macam etika,

c. Menjelaskan pengertian tentang moral, kesadaran moral, kaedah dasar

moral, keberanian moral, dan nilai moral,

d. Menguraikan pengertian tentang moralitas, dan norma/kaedah dalam

hubungannya dengan moral,

e. Menjelaskan pengertian tentang etos, etiket, termasuk persamaan dan

perbedaan antara etika dengan etiket, serta perbedaan etika dengan moral,

f. Menjelaskan tentang alasan pentingya etika birokrasi dalam suatu organisasi,

g. Menguraikan syarat-syarat perwujudan etika birokrasi,

h. Menjelaskan pengertian umum tentang birokrasi dan organisasi

pemerintahan,

i. Menjelaskan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan azas-azas

penyelenggaraan Negara,

j. Menjelaskan manfaat etika birokrasi dalam memperlancar pelayanan kepada

masyarakat.

Page 11: 39019178-etika-birokrasi

3

2. Kegiatan Belajar 1

ETIKA, MORAL, ETOS, DAN ETIKET

2.1. Uraian dan contoh

Etika memiliki arti secara harfiah sebagai adat-istiadat atau kebiasaan

hidup yang dianggap baik oleh kalangan masyarakat tertentu. Jika ditinjau dari

sudut bahasa,maka etika itu dapat diartikan sebagai berikut;

• Ethos (Yunani), atau sama dengan watak kesusilaan atau adat,

• Mores (Latin), atau sama dengan cara hidup atau adat,

• Susila (Sansekerta), atau aturan hidup yang lebih baik,

• Akhlak (Arab), atau budi pekerti, atau kelakuan.

Terkait dengan pengertian etika sebagai ethos, maka etika dapat dikatakan

sebagai suatu hal yang berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang

dianggap baik oleh kalangan masyarakat tertentu.

Ada juga yang mengartikan etika itu sebagai nilai-nilai dan norma-norma

moral yang menjadi pegangan seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur

tingkah lakunya (Bertens:2004). Contoh: seorang bapak (kepala keluarga)

membelanjakan gaji bulanannya terlebih dahulu untuk keperluan hobinya

(memelihara burung atau lebih jelek lagi main judi) kemudian apabila masih ada

sisa baru diserahkan kepada keluarga. Ditinjau dari segi moral, perbuatan tersebut

tidak pantas, tidak etis atau immoral karena sebagai kepala keluarga, bapak

tersebut mempunyai kewajiban untuk mengutamakan istri dan anak-anak di atas

kebutuhannya pribadi.

2.2. Etika

a. Definisi etika

1. William Lilie (1957:1-2), dalam Sonny Keraf (2003)

Etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang bertugas memberikan

pertimbangan terhadap perilaku manusia dalam masyarakat tentang baik

atau buruk, benar atau salah).

‘The normative science of the conduct of human being living in

societies is a science which judge this conduct to be right or

wrong, to be good or bad, or in some similar way.”

Page 12: 39019178-etika-birokrasi

4

2. William Frankena (1973:5-6), dalam Sonny Keraf (2003)

Etika sebagai cabang dari filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran

kefilsafatan tentang moralitas, masalah moral, dan pertimbangan moral.

“Ethics is a branch of philosophy; it is a moral philosophy or

philosophical thinking about morality, moral problems, and

moral judgments.”

3. Encyclopaedia Britannica (1972:752), dalam Sonny Keraf (2003)

Etika juga disebut filsafat moral, yaitu studi yang sistematis tentang sifat

dasar dari konsep-konsep nilai; baik, buruk, harus, benar, salah, dan

sebagainya, dan merupakan prinsip-prinsip umum yang memungkinkan

kita menerapkannya pada sesuatu.

“Ethics (from Greek Ethos, Character) is the systematic study of

the nature of value concepts, ‘good’, ‘bad’, ‘ought’, ‘right’,

‘wrong’, etc., and of the general principles which justify us in

applying them to anything; also called ‘moral philosopy’ (from

Latin mores, customs).”

4. Ki Hajar Dewantara (1962:459), dalam Darmodihardjo, dkk (1985)

Ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalam

hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik

pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan,

sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.

Dari empat definisi tersebut dapat dikatakan bahwa Etika adalah:

1) merupakan ilmu pengetahuan (science), akhiran Ika, berarti ilmu

2) berkaitan dengan perilaku manusia

3) bersifat normative (kaidah/aturan yang berlaku)

4) bagian dari filsafat (philosophy), yaitu pengetahuan dan penyidikan dengan

akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.

b. Pengertian lain dari etika

1. Sistem Nilai

Etika sebagai sistem nilai berkaitan dengan kebiasaan yang baik, tata cara

hidup yang baik (baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dan

juga baik bagi masyarakat). Etika sebagai sistem nilai dipahami sebagai

nilai yang dipergunakan sebagai pedoman, petunjuk, arah; bagaimana

Page 13: 39019178-etika-birokrasi

5

manusia harus bersikap dan berperilaku baik, karena etika tersebut memuat

berbagai perintah yang harus dipatuhi serta larangan yang tidak boleh

dilanggar.

2. Filsafat moral

Sebagai filsafat moral etika mempunyai pengertian yang lebih luas karena

filsafat moral (sebagai salah satu cabang ilmu yang membahas dan

mengkaji persoalan benar atau salah secara moral) merupakan

penggambaran (refleksi) bagaimana manusia harus bersikap dan bertindak,

baik dalam situasi konkrit maupun situasi khusus.

c. Prinsip-prinsip etika

Adler melalui bukunya “The Great Ideas”, dalam Salomon, R.C (1984)

menetapkan Enam Ide Agung (The Six Great Ideas) yang merupakan landasan

prinsipil dari etika, yaitu:

1. Prinsip Keindahan (Beauty)

Prinsip ini mendasari bahwa kehidupan manusia sesungguhnya merupakan

keindahan, contoh; adanya rasa kasih sayang antara sesama, kedamaian,

ketentraman, saling bertenggang rasa, bekerja sama, berpenampilan indah,

suasana yang kondusif, berpenampilan menarik, dan lain-lain, yang secara

keseluruhan merupakan suatu keindahan dalam kehidupan manusia.

2. Prinsip Persamaan (Equality)

Meskipun manusia terdiri dari beberapa bangsa, ras, etnis, sikap, dan pola

pikir yang beragam, tidak sama satu sama lain, namun semua perbedaan

tersebut bukan merupakan alasan untuk memperlakukan tidak sama

terhadap semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai derajat

yang sama dalam kehidupan. Etika yang dilandasi persamaan

menghapuskan perilaku diskriminatif. Jadi manusia harus diperlakukan

sama, tidak diskriminatif.

3. Prinsip Kebaikan (Goodness)

Secara umum kebaikan diartikan sebagai sifat atau karakterisasi dari

sesuatu yang menimbulkan pujian. Sebagai contoh, kebaikan yang

diterima umum, misalnya: saling menghormati, saling berbuat baik, saling

kasih-mengasihi, sayang sesama manusia, dan lain-lain. Prinsip kebaikan

bersifat universal.

Page 14: 39019178-etika-birokrasi

6

4. Prinsip Keadilan (Justice)

Secara umum keadilan dapat diartikan bahwa setiap orang menerima apa

yang seharusnya diterima, sehingga merasa adil karena apa yang diterima

sesuai apa yang seharusnya diterima. Keadilan ialah kemauan yang tetap

dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya.

5. Prinsip Kebebasan (Liberty)

Secara umum kebebasan dapat diartikan bahwa setiap orang berhak

menentukan pilihannya, apa yang baik untuk dirinya. Setiap orang bebas

melakukan atau tidak melakukan sesuai pilihannya, dengan ketentuan

jangan melanggar kebebasan orang lain. Tidak ada kebebasan tanpa

tanggung jawab, artinya hak menentukan pilihan dalam hidupnya yang

merupakan kebebasan harus dapat dipertanggungjawabkan, jangan sampai

merugikan orang lain atau masyarakat. Semakin besar kebebasan yang

dimiliki, akan semakin besar tanggung jawabnya. Dengan demikian

kebebasan manusia mengandung pengertian, yaitu :

• Kemampuan untuk menentukan pilihan untuk dirinya sendiri.

• Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan, kebebasan untuk

menentukan pilihannya sendiri.

• Syarat-syarat yang memungkinkan manusia melaksanakan

kebebasannya dalam menentukan pilihannya beserta konsekuensi atas

kebebasannya tersebut.

6. Prinsip Kebenaran (Truth)

Kebenaran yang mutlak hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan.

Kebenaran harus dibuktikan kepada masyarakat agar masyarakat merasa

yakin akan kebenaran tersebut. Kita telah mengenal istilah kebenaran

dalam pemikiran (truth in mind) dan kebenaran dalam kenyataan ( truth in

reality).

Keenam Ide Agung dari Adler dikenal sebagai prinsip-prinsip etika,

yang mendasari hubungan antar manusia dengan lingkungannya, sehingga

etika harus menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan,

kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.

d. Teori-teori etika

Teori etika berikut ini akan memberi jawaban bagaimana kita harus

bertindak etis ketika kita menghadapi situasi konkrit. Teori etika ini terdiri

Page 15: 39019178-etika-birokrasi

7

dari: etika deontologi, etika teleologi dan etika keutamaan, yang mempunyai

kaitan langsung dengan etika sebagai refleksi kritis, sebagaimana

diungkapkan oleh Sonny Keraf (2003).

Secara garis besar ketiga teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Etika Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti

kewajiban, sedangkan “logos” berarti pengetahuan. Menurut etika

deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah

tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Suatu tindakan yang

dianggap baik secara moral menjadi kewajiban kita untuk melakukannya.

Sebaliknya suatu tindakan yang buruk secara moral, menjadi kewajiban

kita untuk menghindari atau tidak melakukannya. Dengan demikian, etika

deontologi sama sekali tidak mempersoalkan apakah akibat dari tindakan

tersebut baik atau tidak.

Immanuel Kant (1734-1804), dalam Sonny Keraf (2003), berpendapat

bahwa tindakan yang baik atau tindakan yang memiliki nilai moral adalah:

a) Tindakan yang dijalankan sesuai dengan kewajiban. Segala tindakan

yang bertentangan dengan kewajiban merupakan tindakan yang tidak

baik.

b) Tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban tersebut harus

didasarkan pada kemauan baik, bukan karena paksaan.

Hukum moral menurut Kant adalah bersifat universal karena

dianggap sebagai perintah tak bersyarat, artinya hukum moral itu berlaku

bagi semua orang pada segala situasi dan tempat, dia mengikat siapa saja

dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu hukum moral telah tertanam dalam

hati nurani setiap orang.

Ada dua prinsip hukum moral yang bersifat universal dan merupakan

perintah tidak bersyarat, yaitu :

1) Prinsip universalitas

Bertindak atas dasar perintah yang dikehendaki akan menjadi

sebuah hukum universal, karena kita mempunyai kewajiban untuk

mematuhi apa yang kita anggap benar, dan karena kita yakin bahwa

apa yang kita anggap benar, juga dianggap benar oleh orang lain.

Page 16: 39019178-etika-birokrasi

8

2) Prinsip hormat kepada manusia sebagai tujuan pada dirinya

Bertindaklah sedemikian rupa agar kita memperlakukan manusia;

apakah diri kita sendiri, ataupun orang lain, berorientasi kepada tujuan

pada dirinya sendiri dan tidak pernah hanya sebagai alat.

Menurut Kant, manusia mempunyai harkat dan martabat yang luhur

dan karena itu tidak boleh diperlakukan secara tidak adil, ditindas atau

diperas demi kepentingan lain. Kita juga tidak boleh membiarkan diri kita

diperalat, diperlakukan secara sewenang-wenang, bahkan kita tidak boleh

memperbudak diri kita demi uang atau kekuasaan karena ini bertentangan

dengan prinsip hormat akan pribadi manusia sebagai tujuan pada dirinya

sendiri. Contoh: Kalau kita melakukan KKN, berarti kita memperalat diri

kita demi uang. Hal yang demikian bertentangan dengan prinsip hormat

akan pribadi manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri.

Menurut etika deontologi, lakukan apa yang menjadi kewajiban

Anda, karena suatu tindakan yang bernilai moral, maka tindakan itu

dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan,

terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.

2. Etika Teleologi

Teleologi berasal dari kata Yunani “telos”, yang berarti tujuan. Etika

teleologi berbeda dengan etika deontologi, karena etika teleologi tidak

menilai perilaku atas dasar kewajiban, tetapi atas dasar tujuan atau akibat

dari suatu tindakan. Jadi etika teleologi menilai suatu tindakan baik atau

buruk berdasarkan tujuan atau akibat yang baik. Sebaliknya, suatu

tindakan dinilai buruk, apabila bertujuan atau berakibat buruk.

Lebih lanjut pertanyaan mendasar berkaitan dengan tujuan adalah apabila

tujuan itu dinilai baik, baik bagi siapa: diri sendiri, orang lain, atau banyak

orang? Untuk menjawab pertanyaan ini, etika teleologi dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu egoisme etis dan utilitarianisme.

a) Egoisme etis menilai bahwa suatu tindakan dianggap baik, apabila

bertujuan atau berakibat baik bagi dirinya sendiri. Meskipun suatu

tindakan dalam pandangan egoisme etis bersifat egoistis, tindakan ini

dipandang baik secara moral untuk alasan bahwa setiap orang boleh

memperoleh kebahagiaan atau memaksimumkan kesejahteraannya.

Page 17: 39019178-etika-birokrasi

9

Sebaliknya, suatu tindakan dipandang buruk secara moral, apabila

sebagai akibat dari tindakan itu orang menderita atau sengsara.

b) Berbeda dengan egoisme etis, utilitarianisme menilai suatu tindakan

baik, berdasarkan penilaian apakah perbuatan tersebut membawa

akibat yang baik bagi banyak orang. Etika utilitarianisme

dikembangkan pertama kali oleh Jeremy Bentham (1748 – 1832).

Persoalan yang ada pada zaman tersebut adalah bagaimana

mengevaluasi baik-buruknya berbagai kebijakan secara moral.

Misalnya, dalam menilai suatu kebijakan publik, kriteria apa yang

dapat dipakai sebagai dasar penilaian. Hal ini penting karena kebijakan

publik sangat mungkin dapat diterima oleh suatu kelompok karena

dianggap menguntungkan, tetapi ditolak oleh kelompok lain karena

dianggap merugikan.

Bagi Bentham ada 3 (tiga) kriteria sebagai dasar obyektif yang

dipakai untuk menilai suatu kebijakan publik tersebut baik dan buruk

secara moral, yakni sebagai berikut;

1) Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu apakah kebijakan itu suatu

tindakan yang mendatangkan manfaat tertentu. Jika kebijakan

publik itu mendatangkan manfaat, maka kebijakan publik itu

dianggap baik dan benar secara moral.

2) Kriteria kedua manfaat yang lebih besar atau terbesar, yaitu; suatu

kebijakan dianggap baik, apabila memberikan manfaat lebih besar

atau terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan lainnya.

Atau jika dari semua kebijakan atau tindakan yang tersedia ternyata

sama-sama mendatangkan kerugian, maka tindakan yang baik

adalah tindakan yang mendatangkan kerugian yang terkecil.

3) Kriteria ketiga adalah manfaat lebih besar atau terbesar bagi

sebanyak mungkin orang, yaitu: kebijakan publik dinilai baik, jika

manfaat terbesar yang dihasilkan berguna bagi sebanyak mungkin

orang. Semakin banyak orang mendapatkan manfaat, semakin baik

kebijakan atau tindakan tersebut. Di antara beberapa kebijakan atau

tindakan yang sama-sama memberikan manfaat, pilihlah yang

manfaatnya terbesar, dan di antara yang manfaat terbesar, pilihlah

yang manfaatnya dinikmati paling banyak orang.

Page 18: 39019178-etika-birokrasi

10

Tegasnya, prinsip yang dianut oleh utilitarianisme adalah berbuatlah

sedemikian rupa agar tindakan itu mendatangkan manfaat yang lebih besar

atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Kita tidak perlu mencari

norma dan nilai moral yang menjadi kewajiban kita, yang perlu kita

lakukan hanyalah mempertimbangkan apa akibat dari tindakan kita agar

dapat dilihat apakah hal ini bermanfaat atau merugikan.

3. Etika Keutamaan

Berbeda dengan dua teori etika tersebut di atas, etika keutamaan

tidak mempersoalkan akibat dari suatu tindakan. Etika keutamaan juga

tidak mengacu kepada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk

menilai moral. Etika keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan

watak moral pada diri setiap orang. Nilai moral muncul dari pengalaman

hidup, teladan dan contoh hidup yang diperlihatkan oleh tokoh-tokoh besar

dalam suatu masyarakat dalam menyikapi persoalan-persoalan hidup.

Nilai moral bukan terbentuk atau muncul dalam bentuk adanya

aturan berupa larangan atau perintah, tetapi muncul dalam bentuk teladan

moral dari tokoh-tokoh suatu masyarakat tersebut, seperti: kejujuran,

ketulusan, kasih sayang, kemurahan hati, rela berkorban, dan lain-lain di

mana tokoh-tokoh besar dengan teladan moral tersebut yang perlu kita

jadikan contoh untuk ditiru.

Menurut teori etika keutamaan, orang bermoral atau pribadi bermoral

ditentukan oleh kenyataan seluruh hidupnya, yaitu: bagaimana dia hidup

baik sebagai manusia. Jadi, bukan tindakan satu per satu yang menentukan

kualitas moralnya. Pribadi bermoral adalah jika dalam semua situasi yang

dihadapi dia mempunyai posisi, kecenderungan, bersikap, dan berperilaku

terpuji sepanjang hidupnya.

Jadi menurut teori etika keutamaan, yang dicari adalah keutamaan,

excellence, kepribadian moral yang menonjol, yaitu: pribadi yang

berprinsip, yang mempunyai integritas moral yang tinggi, sebagaimana

dipelajarinya dari tokoh-tokoh besar dalam hidupnya.

Pribadi yang bermoral adalah orang yang adil sepanjang hidupnya,

bukan sekedar melakukan tindakan yang adil dan baik, melainkan selalu

adil sepanjang hidupnya dan melakukan hal yang baik. Pribadi yang

bermoral adalah orang yang berhasil mengembangkan sikap yang baik dan

Page 19: 39019178-etika-birokrasi

11

bermoral melalui kebiasaan hidup yang baik, artinya dia selalu bersikap

dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral

sepanjang hidupnya. Dia bukan sekedar orang yang melakukan tindakan

yang baik, tetapi dia sehari-hari memang orang yang baik.

Keunggulan etika keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu

masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah atau

cerita disampaikan pesan-pesan moral, nilai-nilai, dan berbagai keutamaan

moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota masyarakat.

Orang juga belajar moralitas melalui keteladanan nyata dari tokoh-

tokoh, para pemimpin, orang yang dihormati dalam masyarakat.

Keutamaan moral tidak diajarkan melalui indoktrinasi, perintah, larangan,

tetapi melalui keteladanan dan contoh nyata, khususnya dalam menentukan

sikap dalam situasi yang dilematis.

Etika keutamaan sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas, yaitu

setiap orang agar mempergunakan akal budinya untuk menafsirkan moral

tersebut, sehingga terbuka bagi setiap orang menerapkan moral yang khas

bagi dirinya, dan ini akan membuat kehidupan moral akan menjadi kaya

karena berbagai penafsiran. Meskipun demikian, etika keutamaan memiliki

kelemahan, yaitu ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan

berbagai keutamaan moral yang berbeda-beda sesuai dengan pendapat

masing-masing. Khususnya dalam masyarakat modern di mana cerita atau

dongeng tidak lagi memperoleh tempat, seperti: pada masyarakat yang

belum maju, maka moralitas dapat kehilangan relevansinya.

Demikian juga, apabila di dalam masyarakat sulit ditemukan tokoh

masyarakat yang baik yang bisa dijadikan teladan moral, maka moralitas

akan mudah hilang dari masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kita

sekarang, kita sangat sulit menemukan keteladanan moral dari tokoh-tokoh

tertentu. Yang kita dapatkan adalah keteladanan semu, seperti: bagaimana

menjadi kaya melalui cara yang tidak halal, atau berbisnis dengan

keuntungan besar tetapi dengan cara curang.

Namun demikian, ada yang menarik dari etika keutamaan ini, yaitu:

menuntut kita untuk membangun watak, karakter, dan kepribadian moral,

berdasarkan keteladanan moral. Secara implisit, apabila kita adalah

pelayan publik atau bahkan tokoh dan pemimpin publik, maka sangat

Page 20: 39019178-etika-birokrasi

12

diharapkan agar kita memberikan keteladanan moral yang dapat

diandalkan.

e. Macam-macam pembagian etika

Secara umum etika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Etika Umum dan

Etika Khusus.

1. Etika Umum

Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-

kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak etis, bagaimana manusia

mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif

(yang terpenting diantaranya adalah suara hati), dan semacamnya. Etika

umum sebagai ilmu atau filsafat moral dapat dianggap sebagai etika

teoritis, kendati istilah ini sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun

juga etika selalu berkaitan dengan perilaku dan kondisi praktis dan aktual

dari manusia dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak hanya semata-mata

bersifat teoritis.

2. Etika Khusus

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma

moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam hal ini, norma

dan prinsip moral dipandang dalam konteks kekhususan bidang kehidupan

manusia. Dengan kata lain, etika sebagai refleksi kritis rasional

meneropong dan merefleksikan kehidupan manusia dengan mendasarkan

diri pada norma dan nilai moral yang ada di satu pihak dan situasi khusus

dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan oleh setiap

orang atau kelompok orang dalam suatu masyarakat.

Etika khusus lalu dianggap sebagai etika terapan karena aturan

normatif yang bersifat umum diterapkan secara khusus sesuai dengan

kekhususan dan kekhasan bidang kehidupan dan kegiatan khusus tertentu.

Maka, dapat dikatakan bahwa etika khusus mencakup penerapan etika

umum dalam bidang-bidang khusus.

Etika khusus terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu etika individual, etika

sosial, dan etika lingkungan hidup.

Page 21: 39019178-etika-birokrasi

13

a) Etika Individual

Etika individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia

terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan

dalam etika individual ini adalah prinsip integritas pribadi, yang

berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga

dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi individual.

b) Etika Sosial

Etika sosial berbicara mengenai hubungan antara manusia

dengan manusia. Etika sosial mempunyai lingkup yang sangat luas. Ia

menyangkut hubungan individual antara orang yang satu dengan yang

lain, serta menyangkut sikap dan pola prilaku manusia sebagai

makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya, termasuk dalam

bentuk-bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap

kritis terhadap paham atau ideologi tertentu, serta pola perilaku dalam

bidang kegiatan masing-masing.

c) Etika Lingkungan Hidup

Etika lingkungan hidup merupakan cabang etika khusus yang

akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan. Etika lingkungan hidup

berbicara mengenai hubungan antara manusia, baik sebagai makhluk

individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang

lebih luas dalam totalitasnya, dan hubungan antara manusia yang satu

dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak

langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Pembagian etika-etika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber: Sonny Keraf (Etika Bisnis, 2006:34)

ETIKA

UMUM

KHUSUS

ETIKA INDIVIDUAL

ETIKA SOSIAL

ETIKA LINGKUNGAN

Page 22: 39019178-etika-birokrasi

14

2.3. Beberapa pengertian yang berkaitan dengan moral.

a. Moral

Moral adalah kata yang cukup dekat dengan etika. Moral berasal dari

Bahasa Latin “mos” (jamak: “mores”), yang berarti; kebiasaan, adat. Secara

etimologi kata “moral” berarti adat kebiasaan. Secara harfiah, istilah moral

sama dengan etika yang berarti adat istiadat, kebiasaan yang baik, tata cara

hidup yang baik.

Moralitas adalah merupakan kesesuaian sikap dan perilaku seseorang dengan

norma-norma yang ada, yang terkait dengan baik buruknya suatu perbuatan.

Moralitas merupakan salah satu instrumen kemasyarakatan apabila suatu

kelompok sosial menghendaki adanya penuntun tindakan (action guide) untuk

segala pola hidup dan perilaku yang dikenal sebagai pola sikap dan perilaku

yang bermoral. Moralitas dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh

seseorang memiliki dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan

perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika.

a. Kesadaran moral

Disamping pengertian tentang moral, perlu juga diketahui pengertian

tentang apa yang dimaksudkan dengan kesadaran moral. Kesadaran moral bagi

seseorang adalah meliputi suatu perasaan wajib, suatu hal yang bersifat

rasional, dan suatu kebebasan memilih yang dimiliki orang tersebut,

sebagaimana diuraikan di bawah ini:

1. Perasaaan Wajib

Manusia wajib berbuat baik karena merupakan tuntutan nurani sehingga

kewajiban itu merupakan suatu keharusan (sesuatu yang tidak bisa

ditawar-tawar.

2. Rasional

Bersifat rasional karena kesadaran moral itu berlaku umum dan terbuka

bagi pembenaran atau penyangkalan.

3. Kebebasan

Manusia bebas untuk taat terhadap kaedah/norma moral, sehingga akan

menentukan nilai bagi manusia itu sendiri.

c. Kaedah/Norma Dasar Moral

Norma berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘penyiku’ yaitu: alat untuk

mengukur sesuatu. Norma dalam bahasa Arab disebut ‘kaedah’ yang pada

Page 23: 39019178-etika-birokrasi

15

hakekatnya merupakan pedoman hidup, penuntun, petunjuk hidup, tentang

bagaimana manusia itu harus bertindak baik dalam kehidupannya.

Norma/kaedah berisi dua hal yang mendasar, yaitu: kewajiban, yang

harus ditaati dan dilaksanakan karena akibatnya baik kalau dilakukan, dan

larangan, yang merupakan keharusan seseorang untuk tidak berbuat, atau

harus dihindari karena kalau dilakukan, akibatnya tidak baik. Norma/kaedah

yang meliputi: sopan santun, norma hukum, dan norma moral, mempunyai

fungsi sebagai pedoman, petunjuk hidup sebelum suatu tindakan atau

perbuatan dilakukan, dan sesudah perbuatan dilakukan. Norma/kaedah adalah

sebagai ukuran, kriteria untuk menilai apakah suatu perbuatan dilaksanakan

sesuai, sebagaimana yang diwajibkan.

Di sisi lain, moral secara harfiah adalah merupakan adat istiadat,

kebiasaan yang baik, dan tatacara hidup yang baik dari masing-masing pribadi

seseorang sebagai sifat dari perilaku yang baik.

Dalam hubungan ini, dapat disimpulkan bahwa antara norma/kaedah dan

moral terdapat suatu keterikatan, yaitu: moral sebagai adat istiadat, kebiasaan

dan tatacara hidup yang baik seseorang individu dapat diterapkan oleh orang

tersebut dalam bentuk norma/kaedah.

d. Keberanian Moral

Disamping kesadaran moral dan kaedah/norma moral, sebagaimana

diuraikan sebelumnya, ada juga hal lain yang perlu dipahami, yakni:

keberanian moral. Keberanian moral adalah merupakan tekad untuk tetap

mempertahankan sikap, yang didasarkan pada kebenaran yang diyakini

sebagai kewajiban dan tanggung jawab, dan merupakan ciri watak yang kuat

dari seseorang.

e. Nilai Moral

Moral, sebagai suatu sistem mempunyai nilai-nilai tertentu, yang

memiliki ciri-ciri yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan tanggung jawab

Manusia yang bertanggung jawab atas perbuatannya memiliki moral yang

tinggi. Seseorang bersalah atau tidak ditentukan oleh apakah seseorang itu

bertanggung jawab atau tidak.

2. Berkaitan dengan hari nurani

Mewujudkan nilai moral merupakan tuntutan hati nurani.

Page 24: 39019178-etika-birokrasi

16

3. Bersifat mewajibkan

Manusia wajib mewujudkan tindakan-tindakan yang mempunyai nilai

moral, bersifat mutlak (absolute) dan tidak boleh ditawar-tawar.

f. Perbedaan Moral dengan Etika

Moral, adalah suatu sistem nilai (aturan/pranata, tradisi, kepercayaan,

dan petunjuk hidup), seperti misalnya: jujur itu adalah baik dan bohong itu

adalah jelek/tidak baik. Berbeda dengan etika, yaitu sesuatu hal yang

merupakan refleksi kritis, seperti: rasional, alasan logis, keputusan nalar,

kebebasan, dan tanggung jawab, yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan,

seperti: mengapa jujur itu baik? mengapa harus jujur? apakah kita harus selalu

jujur dalam segala situasi? apa akibatnya kalau kita tidak jujur? dan

sebagainya.

2.4. Etos

a. Pengertian tentang etos

Kata yang mirip dengan etika dan sering digunakan dalam komunikasi

sehari-hari adalah etos. Pemakaian kata etos sering kita dengar, seperti: etos

kerja, etos profesi, dan sebagainya. Etos adalah suatu kata yang telah diterima

dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris ‘ethos’ berarti ciri-ciri atau

sikap dari individu, masyarakat, atau budaya terhadap kegiatan tertentu.

Apabila ada istilah etos kerja, maka ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri

atau sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap kerja. Dalam etos kerja

terkandung nilai-nilai positif dari pribadi atau kelompok yang melaksanakan

kerja, seperti: disiplin, tanggungjawab, dedikasi, integritas, transparansi, dan

sebagainya. Lebih jauh etos dipandang sebagai semangat dan sikap batin tetap

seseorang atau sekelompok orang terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya

termuat nilai-nilai moral tertentu (Magnis Suseno, 1993:120).

b. Etos kerja dalam hubungannya dengan etika

Etos kerja merupakan sifat dasar seseorang dan sekelompok orang dalam

melakukan sesuatu pekerjaan. Etos kerja bisa kuat atau lemah, positif atau

negatif, akan terlihat pada saat seseorang tersebut mengalami hambatan atau

tantangan dalam pekerjaannya. Etos kerja seorang individu akan sangat

dipengaruhi oleh etos kelompok, yaitu etos orang-orang yang ada disekitarnya.

Seorang pegawai yang pada awalnya memiliki etos kerja yang tinggi bisa

berubah menjadi, misalnya: malas, tidak bertanggung jawab terhadap

Page 25: 39019178-etika-birokrasi

17

pekerjaannya, atau menghindari pekerjaan akibat terpengaruh oleh teman-

teman kerjanya yang memiliki etos kerja rendah. Etos kerja di sini jelas

menunjukkan suasana khas yang meliputi bidang kerja seseorang yang

terbentuk oleh sifat dan sikap yang dapat dipahami secara moral.

Etika (kebiasaan, watak) sesungguhnya mengacu pada masing-masing

pribadi seseorang yang mempunyai kebiasaan, akhlak atau watak tertentu.

Makna etika tersebut hampir sama dengan moral yang juga berarti kebiasaan

atau adat (Bertens, 2004:5). Sebagai kata sifat, moral mengandung makna

berkenaan dengan perilaku baik dan buruk. Dalam hubungan ini, etika

merupakan moral yang dapat menciptakan suasana khas pada bidang kerja

seseorang yang dibentuk oleh sifat dan sikap yang menumbuhkan naluri

moralitas, nilai-nilai kehidupan yang hakiki dan memberi inspirasi kepada

manusia untuk secara bersama-sama menemukan dan menerapkan nilai-nilai

kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.

2.5. Etiket

Kata lain yang hampir sama dengan etika, yaitu etiket. Etiket berasal dari

bahasa Inggris ‘etiquette’ yang berarti aturan untuk hubungan formal atau sopan

santun. Pemakaian kata etiket, misalnya tampak pada kombinasi etiket pergaulan,

etiket makan, dan sebagainya.

Etiket tidak sama dengan etika, meskipun ada kaitannya. Kaitan antara

etiket dan etika adalah keduanya sama-sama menyangkut tentang perilaku

manusia, dan keduanya bersifat normatif (etika mengacu pada norma moral,

sedangkan etiket mengacu pada norma kelaziman).

Sementara perbedaan antara etika dengan etiket, menurut Bertens (2004:

8-11) adalah sebagai berikut:

• Etiket menunjukkan cara yang dianggap tepat dan diterima atas suatu

tindakan yang harus dilakukan manusia dalam suatu kalangan tertentu,

misalnya; dalam budaya tertentu jika menyerahkan sesuatu benda dengan

tangan kiri dianggap melanggar etiket. Sebaliknya, etika berkaitan dengan

apakah suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak. Di sini etika memberi

norma moral pada tindakan itu, misalnya; jangan berbohong, jangan mencuri,

jangan korupsi merupakan norma-norma moral.

• Etiket hanya berlaku jika ada orang atau pihak lain yang menyaksikan suatu

tindakan, misalnya; ada aturan etiket yang mengatur kita makan (kita

Page 26: 39019178-etika-birokrasi

18

dianggap melanggar etiket, apabila kita makan sambil berbunyi atau dengan

meletakkan kaki di atas meja, tetapi apabila saya makan sendiri, saya tidak

dianggap melanggar etiket walaupun makan dengan cara seperti itu).

Sebaliknya, etika berlaku baik ketika orang atau pihak lain yang menyaksikan

maupun tidak. Larangan-larangan untuk mencuri, korupsi, atau menyontek,

dan sebagainya, berlaku kapan saja apakah tindakan itu disaksikan orang lain

atau tidak.

• Etiket bersifat relatif. Etiket sangat tergantung pada anggapan kalangan atau

budaya yang memberlakukan etiket. Misalnya; makan dengan menggunakan

tangan atau tersendawa waktu makan. Sebaliknya, etika lebih bersifat

universal. Larangan-larangan korupsi, mencuri, menyontek, dan sebagainya

berlaku pada semua kalangan dan budaya.

• Etiket hanya bersifat lahiriah (dalam tindakan), sedangkan etika lebih bersifat

kepribadian.

Penjelasan mengenai perbedaan antara etika dan etiket di atas menuntut

kita agar kita tidak lagi mencampuradukkan atau bahkan menyamakan makna

keduanya.

2.6. RANGKUMAN

Etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai filsafat moral dipandang

sebagai pedoman hidup atau petunjuk hidup bagi manusia dan refleksi kritis,

bagaimana manusia harus bersikap dan bertindak dalam situasi konkrit.

Selain etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai filsafat moral, juga

dikenal adanya prinsip-prinsip etika, tiga teori etika, yakni: etika deontologi,

etika teleologi, dan etika keutamaan, serta pembagian etika, yang terdiri dari:

etika umum dan etika khusus. Disamping pengertian tentang etika, ada juga

pengertian-pengertian tentang: moral, moralitas, etos, dan etiket.

Etika dalam kehidupan dan prakteknya diartikan sebagai nilai-nilai atau

norma-norma moral yang mendasari perilaku manusia, di sini manusia

mengamati dan menilai perilaku moral. Moral secara etimologi diartikan sebagai

adat kebiasaan. Secara harfiah, istilah moral sama dengan etika yang berarti adat

istiadat, tata cara hidup yang baik. Sedangkan moralitas merupakan kesesuaian

sikap dan perilaku seseorang dengan norma-norma yang ada, yang mempunyai

kaitan dengan baik atau buruknya suatu perbuatan.

Page 27: 39019178-etika-birokrasi

19

Di sisi lain, etos berarti ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya, apabila

ada istilah etos kerja, maka ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri dari kerja,

khususnya untuk pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti:

disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi, dan sebagainya.

Sementara itu, etiket diartikan sebagai suatu hubungan formal atau sopan

santun. Dari pengertian ini, etiket mempunyai perbedaan yang mendasar bila

dibandingkan dengan etika, yakni:

a. etiket menunjukkan suatu tindakan yang harus dilakukan dalam suatu

kalangan tertentu, sedangkan etika berkaitan dengan norma moral, apakah

suatu tindakan boleh dilakukan atau tidak.

b. etiket hanya berlaku ketika ada orang atau pihak lain yang menyaksikan

suatu tindakan, sedangkan etika berlaku baik ketika ada orang atau pihak

lain yang menyaksikan atau tidak.

c. etiket lebih bersifat relatif, tergantung pada anggapan dari suatu kalangan

atau budaya yang memberlakukan etiket, sebaliknya, etika lebih bersifat

universal karena memberikan pedoman moral untuk semua kalangan atau

budaya, dan keempat, Etiket hanya bersifat lahiriah (dalam tindakan),

sedangkan etika lebih bersifat kepribadian.

2.7. LATIHAN 1

1. Jelaskan tentang pengertian etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai filsafat

moral!

2. Sebutkan teori-teori yang ada tentang etika!

3. Jelaskan prinsip-prinsip etika, menurut Adler!

4. Jelaskan perbedaan pengertian-pengertian tentang; etika, moral, etos, dan

etiket!

5. Bandingkan perbedaan mendasar antara etika dan etiket. Berikan contoh!

Page 28: 39019178-etika-birokrasi

20

3. Kegiatan Belajar 2

ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH

3.1. Uraian dan contoh

Etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang

menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah

lakunya. Sementara organisasi diartikan sebagai sekelompok orang yang bekerja

sama untuk mencapai tujuan (Drs. Sutopo, M.A: 1998). Dengan demikian, etika

organisasi dapat juga diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang

menjadi pegangan sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan.

Menurut Salamoen dan Desi Fernanda (2001), etika organisasi adalah pola

sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan sekelompok anggota

organisasi yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi yang

sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Betapapun

besar ataupun kecilnya suatu organisasi, pasti mempunyai nilai-nilai dan norma-

norma yang menjadi pedoman para anggota dalam berperilaku di organisasinya.

Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pedoman para anggota

organisasi tersebut, terlebih dahulu harus dibuat dengan memperhatikan prinsip-

pinsip etika, prinsip-prinsip organisasi, kejujuran, ketulusan, kesabaran, peraturan

perundang-undangan, dan sebagainya dan disetujui bersama agar tertanam

dengan emosi yang mendalam dalam setiap jiwa anggota organisasi, sehingga

pelaksanaannya akan menjadi efektif dan akhirnya tercipta budaya yang positif

dalam berorganisasi.

3.2. Pentingnya etika dalam organisasi

Beberapa pendapat yang menjelaskan alasan-alasan tentang pentingnya

etika dalam kehidupan organisasi oleh Drs. Tony Rooswiyanto, MSc (2005:27)

dan Prof. DR. Sondang Siagian (1996:11), sebagai berikut:

a. Tony Rooswiyanto

Menurut Rooswiyanto ada tiga alasan mendasar tentang pentingnya

etika dalam kehidupan organisasi. Adapun ketiga alasan tentang pentingnya

etika dalam kehidupan organisasi adalah sebagai berikut:

1. Etika memungkinkan organisasi memiliki dan menyepakati nilai-nilai

moral sebagai acuan dasar bersikap dan berperilaku dari para anggota

Page 29: 39019178-etika-birokrasi

21

organisasi tersebut, di mana nilai-nilai moral yang disepakati bersama

harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan karena nilai-nilai moral tersebut

bertujuan untuk mewujudkan tujuan organisasi;

2. Etika organisasi berisi nilai-nilai yang bersifat universal yang telah

disepakati bersama tersebut, dapat menjembatani konflik moral antara para

anggota organisasi yang memiliki latar belakang berbeda, di bidang

agama, suku, sosial, dan budaya dalam kehidupan organisasi bersangkutan;

3. Etika yang dilaksanakan secara efektif akan meningkatkan citra dan

reputasi serta melanggengkan eksistensi organisasi.

d. Sondang Siagian

Menurut Siagian ada beberapa alasan mendasar mengapa etika

diperlukan dalam organisasi, yakni sebagai berikut:

1. Etika di samping menyangkut aplikasi seperangkat nilai-nilai luhur sebagai

acuan dasar bersikap dan berperilaku, juga menyangkut berbagai prinsip

yang menjadi landasan bagi perwujudan nilai-nilai tersebut dalam berbagai

hubungan yang terjadi antar manusia dan lingkungan hidup karena etika

berkaitan dengan sikap dan perilaku;

2. Etika memberikan prinsip yang kokoh dalam berperilaku, sehingga dapat

menjamin kehidupan sosial yang tertib karena etika berisi nilai-nilai yang

luhur yang disepakati bersama untuk dilaksanakan dan dijunjung tinggi

sebagai prinsip yang kokoh dalam berperilaku, sehingga kehidupan

organisasi semakin bermakna;

3. Etika yang berisi nilai-nilai luhur sebagai landasan moral berperilaku

relevan dan sejalan dengan dinamika yang berkembang, sehingga

memberikan makna dan memperkaya kehidupan seseorang, dan kelompok

organisasi dan masyarakat luas, di mana etika memperlancar interaksi

antar manusia.

4. Etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan sesuai

keyakinan agama, pandangan hidup, dan sosial. Etika berkaitan langsung

dengan sistem nilai manusia. Etika mendorong tumbuhnya naluri

moralitas, nilai-nilai hidup yang hakiki dan memberikan inspirasi kepada

manusia untuk secara bersama-sama menemukan dan menerapkan nilai-

nilai tersebut bagi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.

Page 30: 39019178-etika-birokrasi

22

3.3. Perwujudan etika organisasi

Menurut Franz Magnis Suseno SJ (2002) etika organisasi diharapkan

mampu menunjang kualitas, efisiensi, dan kompetensi para anggota organisasi

yang bersangkutan. Sehingga apabila etika sudah menjadi pedoman, maka akan

memberikan kesenangan, kegembiraan, dan efektivitas kerja bagi semua yang

terlibat dalam organisasi itu.

Ada empat unsur utama keberhasilan perwujudan etika organisasi tersebut,

menurut Suseno SJ, yaitu:

• Adanya etos kerja yang kuat;

• Ditunjang oleh moralitas pribadi pegawai bersangkutan;

• Diarahkan oleh kepemimpinan yang bermutu;

• Didukung oleh syarat-syarat sistemik,

yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Etos Kerja

Etos adalah sikap dasar seseorang dalam melakukan kegiatan tertentu,

sedangkan etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau sekelompok orang

dalam melakukan pekerjaan. Etos akan kelihatan dalam cara dan semangat

orang melakukan kegiatan itu. Etos individu sangat ditentukan oleh etos

kelompok. Etos itu kuat atau lemah terlihat apabila menghadapi hambatan

dan tantangan. Cara seseorang menghayati kegiatannya sangat dipengaruhi

oleh pandangan, harapan, dan kebiasaan kelompoknya

b. Moralitas pribadi

Moralitas pribadi menyangkut kualitas moral masing-masing individu

dalam menghadapi pekerjaan, sebagai berikut;

1) Dedikasi

Dedikasi terjadi ketika seseorang benar-benar memberikan segenap

tenaganya untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya tanpa

memandang jenis pekerjaan.

2) Jujur, tidak korupsi, artinya melaksanakan tugas dengan tidak

menyalahgunakan wewenangnya, melaksanakan tugas dengan ikhlas, dan

hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3) Taat pada tuntutan khas etika birokrasi, yaitu dalam memutuskan

sesuatu tidak akan mengabaikan aturan walaupun akibat pelaksanaan

aturan itu berdampak pada teman.

Page 31: 39019178-etika-birokrasi

23

4) Bertanggung jawab, artinya menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat

pada waktunya, kesalahannya tidak dilemparkan kepada orang lain dan

berani secara ikhlas memikul risiko.

5) Minat dan hasrat untuk terus-menerus meningkatkan kompetensi dan

kecakapannya.

6) Mengormati hak semua pihak yang bersangkutan, yaitu harus berlaku

adil terhadap semua pihak sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Gunnar Myrdal (1968) menyebut adanya sebelas kemampuan atau

keutamaan yang diharapkan dari seorang pegawai yang baik: efisiensi,

kerajinan, kerapihan, tepat pada waktunya, kesederhanaan, kejujuran/tidak

korup, keputusan diambil secara rasional, bukan emosional atau

berdasarkan nepotisme/kolusi, bersedia untuk berubah, kegesitan, mau

bekerja sama, bersedia memandang jauh ke depan.

c. Kepemimpinan yang bermutu

Kepemimpinan moral tidak bisa diberikan melalui wejangan yang

disampaikan oleh atasan dalam perayaan-perayaan tertentu, karena wejangan

hanya akan diperhatikan (jika ia sebagai atasan yang mengesankan).

Kepemimpinan moral harus ditampilkan oleh atasan dalam tingkah

laku dan tindakan-tindakan kepemimpinannya yang bermutu yang menuntut

lima hal sebagai berikut;

1. Kompetensi

Pemimpin betul-betul menguasai semua urusan bidangnya, memahami

secara garis besar maupun detil-detil. Dia ahli mengenai pekerjaan yang

dipimpin. Seperlunya dia harus mempelajarinya.

2. Tertib kerja

Pemimpin harus bisa memimpin, menuntut, harus mempunyai wibawa,

sanggup mengenakan sanksi. Dia memastikan bahwa aturan kerja

dilaksanakan. Selalu, tanpa kecuali. Secara konsisten, dia harus tegas. Dia

juga harus mempunyai ciri-ciri khas seorang pemimpin yang baik, dan dia

harus dapat menularkan semangat pada bawahannya karena seorang

pemimpin harus dapat merangsang motivasi mereka.

Page 32: 39019178-etika-birokrasi

24

3. Konsistensi

Sebagai pemimpin harus melakukan sendiri jabatannya menurut tuntutan-

tuntutan etos kerja yang diharapkan. Sebagai pemimpin harus menuntut

sikap-sikap itu dari para bawahannya secara tegas dan konsekuen.

4. Menjadi panutan

Pemimpin hanya dapat memimpin apabila dia dapat dijadikan teladan oleh

para bawahannya karena pemimpin harus menjadi panutan bawahannya.

Yang dituntut dari seorang pemimpin adalah integritas pribadi. Seorang

pemimpin yang jujur, adil, bebas dari pamrih, cakap, tegas, komunikatif,

dan bertanggung jawab, kehadirannya akan mempengaruhi sikap kerja

pegawai-pegawainya ke arah positif. Seorang pemimpin yang menjadi

panutan bawahannya akan dapat meningkatkan bawahannya untuk menjadi

orang yang baik, bersih, jujur, dan bertanggung jawab.

5. Transparansi

Transparansi yaitu keputusan-keputusannya harus jelas bagi semua pihak

yang berkepentingan.

d. Syarat-syarat sistemik

Syarat-syarat sistemik adalah merupakan syarat-syarat mutlak yang

bersifat mendukung dan diperlukan dalam rangka mewujudkan suatu etika

organisasi. Dalam konteks etika organisasi ada dua syarat sistemik yang

dibutuhkan, yaitu:

1. Lingkungan kerja yang mendukung

Lingkungan kerja di satu pihak dapat mendukung, tetapi di pihak lain

dapat merusak watak moral seseorang. Lingkungan kerja dapat

mendukung atau sebaliknya dapat merusak moral seseorang. Etos kerja

hanya dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung di mana

orang yang memiliki moral yang tinggi didukung dan dihargai. Dalam

lingkungan yang positif, seseorang yang memiliki moral yang baik

dihargai dan dihormati, sehingga didorong untuk lebih baik lagi.

Sebaliknya dalam lingkungan yang tidak mendukung, mendorong orang

tidak bersemangat, malas, korup, bahkan orang yang berwatak baik dapat

berubah menjadi tidak baik. Bagi orang yang berwatak kuat, juga sulit

untuk mempertahankan etos kerjanya dalam lingkungan yang kurang baik

karena lama kelamaan dapat terkena erosi moral. Semakin banyak orang

Page 33: 39019178-etika-birokrasi

25

yang terkena erosi moral, etos kelompok sudah merosot, sehingga sangat

sulit dikembalikan lagi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

lingkungan kerja yang mendukung sangat penting karena dapat

mempengaruhi etos kerja seseorang.

2. Kontrol

Kontrol rutin dan auditing khusus terhadap pelaksanaan tugas-tugas,

termasuk kontrol kepemimpinan sangat penting. Kontrol harus dilakukan

dari dalam dan sewaktu-waktu kontrol dari luar perlu dilakukan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa untuk

mewujudkan etika organisasi secara sukses dalam kehidupan organisasi yang

sedang berupaya untuk mencapai tujuannya, maka perlu adanya etos kerja yang

kuat dalam organisasi tersebut, didukung moralitas pribadi pegawai, diarahkan

oleh kepemimpinan yang bermutu, didukung lingkungan kerja yang kondusif,

serta kontrol yang dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

3.4. RANGKUMAN

Etika organisasi diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang diharapkan

dari setiap individu dan sekelompok anggota organisasi yang secara keseluruhan

akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan tujuan dan filosofi

organisasi bersangkutan. Etika sangat penting dalam kehidupan organisasi karena

bermakna untuk mewujudkan tujuan organisasi. Etika diharapkan menunjang

kualitas, efisiensi, dan kompetensi para pegawai karena apabila etika sudah

menjadi pedoman, akan memberikan kesenangan, kegembiraan, dan efektivitas

kerja semua pegawai.

Menurut Franz Magnis Suseno SJ, ada empat unsur utama keberhasilan

perwujudan etika organisasi, yaitu adanya etos kerja yang kuat, moralitas

pegawai bersangkutan diarahkan, kepemimpinan yang bermutu, dan syarat-syarat

sistemik.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa etika organisasi berperan untuk

mewujudkan tujuan organisasi melalui pola sikap dan perilaku dari anggota

organisasi, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok organisasi

bersangkutan.

Page 34: 39019178-etika-birokrasi

26

3.5. LATIHAN 2

1. Jelaskan tentang pengertian etika organisasi!

2. Uraikan secara garis besar arti dan pentingnya etika!

3. Jelaskan aspek-aspek teknis dan aspek-aspek non teknis untuk

mewujudkan tujuan organisasi!

4. Sebutkan empat unsur utama keberhasilan perwujudan etika organisasi!

5. Sebutkan unsur-unsur moralitas pribadi yang penting!

Page 35: 39019178-etika-birokrasi

27

4. Kegiatan Belajar 3

ETIKA BIROKRASI DALAM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN

4.1. Uraian dan contoh

4.2. Pengertian birokrasi

Secara epistemologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani ‘Bureau’

yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi adalah tipe

dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah untuk

melaksanakan pelayanan umum sesuai dengan permintaan masyarakat.

Di dalam masyarakat modern di mana begitu banyak urusan yang terus-

menerus dan cenderung tetap, hanya organisasi birokrasi yang mampu

menjawabnya. Dalam menjawab/melaksanakan urusan/tugas yang begitu banyak

tersebut, anggota-anggota organisasi birokrasi sangat berperan.

Dalam beberapa sebutan/istilah birokrasi itu sendiri sering diterjemahkan

sebagai pemerintah, yang anggota-anggotanya disebut aparat birokrasi atau

birokrat, bahkan Riant Nugroho Dwijowijoto (2004) dalam bukunya “Kebijakan

Publik” menyebutkan bahwa “Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai

Pegawai Negeri Sipil”.

4.3. Ciri-ciri pokok birokrasi

Konsep awal yang mendasari gagasan modern tentang birokrasi berasal

dari tulisan Max Weber, seorang sosiolog Jerman (Kumorotomo:1996), yang

mengetengahkan ciri-ciri pokok dari birokrasi sebagai berikut:

a. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan pembagian

tugas dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh para ahli sesuai

spesialisasinya.

b. Pengorganisasian kantor berdasar prinsip hierarki.

Dalam prinsip hierarki unit yang besar membawahi dan membina beberapa

unit kecil. Setiap unit kecil dipimpin oleh seorang pejabat yang diberi hak,

wewenang, dan pertanggungjawaban untuk melaksanakan tugas yang

dipercayakan kepadanya.

Page 36: 39019178-etika-birokrasi

28

c. Pelaksanaan tugas diatur dengan suatu peraturan formal dan aturan tersebut

mencakup tentang keseragaman dalam melaksanakan tugas.

d. Pejabat yang melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat pengabdian

yang tinggi.

e. Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kompetensi teknis

dan dilindungi dari pemutusan kerja secara sepihak. Menganut suatu jenjang

karier berdasar senioritas dan prestasi kerja.

f. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni

berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat

efisiensi yang tertinggi.

4.4. Asas-asas umum birokrasi pemerintahan yang baik

Asas-asas umum pemerintahan yang baik tidak berlaku secara universal di

setiap negara karena adanya perbedaan budaya, kebutuhan masyarakat yang

selalu berubah, dan masalah yang dihadapi di setiap negara berlain-lainan.

Dalam konteks negara Indonesia, sebagian besar rakyat Indonesia sepakat

bahwa pada pemerintahan Soekarno berhasil meletakkan dasar Nasionalisme

bagi bangsa Indonesia namun gagal dalam merumuskan program-program

pembangunan yang menyentuh rakyat banyak. Pada masa orde baru rakyat

mengalami kemakmuran dengan dilaksanakannya pembangunan ekonomi dan

stabilitas nasional, tetapi dalam kenyataannya bahwa keberhasilan pembangunan

ekonomi belum dirasakan merata oleh masyarakat dan stabilitas telah memasung

demokrasi/partisipasi rakyat, banyak pelanggaran hak asasi manusia dan menutup

akses keterbukaan.

Lepas dari hal tersebut di atas sesungguhnya masih dapat ditemukan asas-

asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana dikemukakan oleh

Kumorotomo dalam bukunya ““Etika Administrasi Negara”(1996), sebagai

berikut:

a. Prinsip demokrasi

Pemerintahan dengan prinsip demokrasi pada dasarnya berasas pada

kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah

yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang

menentukan jalannya negara dan pemerintahan. Di dalam sistem pemerintahan

yang berasas kedaulatan rakyat, maka kepentingan rakyatlah yang diutamakan

karena kepentingan rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi.

Page 37: 39019178-etika-birokrasi

29

Dasar dari konsep demokrasi menyangkut penilaian tentang nilai

manusia, martabat manusia, dan kesamaan di hadapan hukum. Demokrasi

mendambakan terciptanya suatu sistem kemasyarakatan yang setiap warga

negaranya mempunyai kedudukan yang sama dan adil.

Oleh karena itu dalam pemerintahan dengan prinsip demokrasi,

hendaknya setiap aktivitas birokrasi pemerintahan dalam mewujudkan

kepentingan rakyat berjiwa demokrasi, dapat dipertanggungjawabkan, dan

efisien.

b. Keadilan sosial dan pemerataan

Keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan tercapai apabila tidak

terjadi ketimpangan distribusi hasil-hasil pembangunan antar kelompok

masyarakat kaya dengan miskin dan antar daerah/wilayah geografis antara

perkotaan dengan pedesaan.

Oleh karena itu aparat birokrasi agar membuat kebijakan-kebijakan

yang dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat miskin dan masyarakat

pedesaan dengan kebutuhan masyarakat kaya dan masyarakat perkotaan.

c. Mengusahakan kesejahteraan umum

Suatu kekuasaan negara legitimate, apabila negara tersebut melalui

kegiatan-kegiatannya dapat meningkatkan kesejahteraan umum bagi

rakyatnya. Rakyat akan menerima dengan senang kewajiban-kewajiban dari

negara yang dibebankan kepada rakyat, asalkan dengan kewajiban tersebut

rakyat menjadi lebih sejahtera.

Oleh karena itu, setiap aparat birokrasi pemerintah agar mempunyai

komitmen yang tulus untuk memperhatikan kesejahteraan kepada rakyat.

d. Mewujudkan negara hukum

Mewujudkan negara hukum adalah amanat dari konstitusi. Maksud

dari perwujudan negara hukum adalah aparatur pemerintah bersama dengan

seluruh rakyat akan mewujudkan suatu pemerintahan yang dijalankan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.

Jadi aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan harus

berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

e. Dinamika dan efisiensi

Dinamika hendaknya diartikan sebagai kemampuan adaptasi organisasi

yang baik sehingga organisasi sanggup mengantisipasi perubahan-perubahan

Page 38: 39019178-etika-birokrasi

30

yang terjadi dalam masyarakat dan dapat menelorkan kebijakan-kebijakan

yang tepat. Dinamika dalam melaksanakan tugas-tugas negara merupakan

prasyarat untuk dapat menciptakan birokrasi pemerintahan yang responsif

terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang.

Di samping dinamika sebagai ukuran kinerja bagi birokrasi

pemerintahan, maka ukuran lain adalah efisiensi. Efisiensi dalam hal ini

diartikan adalah tetap mengutamakan kepuasan dan kelancaran layanan

terhadap publik, tetapi tetap memperhitungkan pemakaian tenaga kerja,

prosedur layanan, dan biaya yang dikeluarkan.

4.5. Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara

Berdasarkan UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dinyatakan bahwa

penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Penyelenggara negara yang dimaksud dalam undang-undang tersebut

adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau

yudikatif. Pejabat-pejabat negara tersebut adalah Presiden dan Wakil Presiden,

Menteri dan jabatan setingkat Menteri, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di

luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa

Penuh, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah, Bupati dan Wakil Bupati

Kepala Daerah, Walikota dan Wakil Walikota, Direksi, Komisaris pada BUMN

dan BUMD, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri,

Pejabat Eselon 1 dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer,

dan POLRI, Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan, Ketua, Wakil Ketua, dan

Anggota MPR, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR, Ketua, Wakil Ketua,

Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua dan Hakim

pada semua Badan Peradilan, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa

Keuangan.

Karena pimpinan tertinggi dalam jabatan eksekutif adalah Presiden, maka

pejabat eksekutif di bawahnya termasuk PNS apapun tugas dan jabatannya juga

harus melaksanakan asas-asas yang diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor

28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:

Page 39: 39019178-etika-birokrasi

31

a. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan

keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

Penyelenggara Negara.

c. Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan

atas hak asasi pribadi, dan rahasia negara.

e. Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

f. Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

g. Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4.6. Tugas Birokrasi

Sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (sebagai

perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian), tugas Pegawai Negeri (Anggota TNI, Anggota POLRI, dan

Pegawai Negeri Sipil) sebagai aparat birokrasi adalah memberikan pelayanan

kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata, menyelenggarakan

tugas negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan, dan menyelenggarakan

tugas pembangunan. Dalam undang-undang tersebut juga ditegaskan bahwa

pegawai negeri harus bebas dari pengaruh golongan dan partai politik. Oleh

karena itu pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai

politik.

Page 40: 39019178-etika-birokrasi

32

Mengacu pada pengertian “Birokrasi dalam praktek dijabarkan

sebagai Pegawai Negeri Sipil” – Dwijowijoto (2004)

Page 41: 39019178-etika-birokrasi

33

e. Pelayanan yang khusus bagi: penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil,

dan balita,

f. Pelayanan khusus (ruang perawatan kesehatan VIP, di rumah sakit, gerbong

eksekutif) dengan mempertimbangkan harga dan biaya yang dikeluarkan,

g. Pelayanan yang dilakukan oleh biro jasa pelayanan dengan status yang jelas,

misalnya: punya izin usaha dan selalu berkoordinasi kepada lembaga

pemerintah yang berkaitan dengan pemberian pelayanan tersebut,

h. Pelayanan berdasar hasil survei indeks kepuasan masyarakat,

i. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

pengawasan masyarakat, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional,

j. Penyelesaian pengaduan dan sengketa. Dalam penyelesaian pengaduan

masyarakat, perlu memperhatikan prioritas penyelesaian pengaduan,

sedangkan apabila pengaduan tidak dapat diselesaikan sehingga terjadi

sengketa usaha penyelesaiannya melalui jalur hokum,

k. Evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Setiap unit

penyelenggara pelayanan publik agar melakukan evaluasi terhadap kinerja

penyelenggaraan pelayanan publik secara berkelanjutan dan hasilnya

disampaikan kepada atasan tertinggi dari unit penyelenggara pelayanan

publik.

4.7. Etika Birokrasi memperlancar pelayanan kepada masyarakat

Pelayanan publik dapat dikelompokkan dalam Kelompok Pelayanan

Aministratif, Kelompok Pelayanan Barang, dan Kelompok Pelayanan Jasa.

Adapun contoh-contoh dalam setiap kelompok pelayanan adalah:

a. Kelompok Pelayanan Administratif

Contohnya: Pelayanan pengurusan akte kelahiran, akte perkawinan, akte

kematian, sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan, surat izin mengemudi,

kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pensiun pegawai, pensiun janda/duda, dan

sebagainya.

b. Kelompok Pelayanan Barang

Contohnya: Pelayanan penyediaan kebutuhan sembilan bahan pokok, bahan

bakar minyak, bahan bakar gas, dan sebagainya.

c. Kelompok Pelayanan Jasa

Contohnya: Pelayanan pengangkutan penumpang, pengangkutan barang,

kesehatan, pendidikan, perbankan, telepon, listrik, dan sebagainya.

Page 42: 39019178-etika-birokrasi

34

Begitu banyaknya ruang lingkup pelayanan umum yang diselenggarakan

oleh pemerintah dan masyarakat pun menantikan pelayanan dari pemerintah yang

merupakan haknya sebagai warga negara. Namum sering kita melihat masyarakat

dalam pengurusan hal yang sederhana, misalnya: pengurusan surat izin

mengemudi, pelayanan kesehatan bagi rakyat yang kurang beruntung, pelayanan

pembuatan kartu tanda penduduk, masih mengalami pelayanan yang kurang baik

dengan: alasan yang mengada-ada, biaya yang melebihi dari tarif resmi, waktu

penyelesaian yang relatif lama karena pejabatnya tidak ada di tempat, dan

sebagainya. Hal tersebut mencederai makna diadakannya birokrasi, melanggar

nilai-nilai dan norma-norma yang baik dan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh

aparat birokrasi.

Dalam kegiatan belajar 1, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-

norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam

mengatur tingkah lakunya. Sedangkan birokrasi dapat diartikan sebagai

pemerintahan dan bahkan dalam praktek birokrasi dijabarkan sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS). Jadi Etika Birokrasi dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan

norma-norma moral yang menjadi pegangan aparat pemerintah (Pegawai Negeri

Sipil) dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, aparat pemerintah dalam

menjalankan tugasnya berpedoman pada nilai-nilai dan norma-norma moral.

Adapun nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan aparat

pemerintah adalah:

1. Nilai-nilai moral, seperti antara lain: kejujuran, keadilan, keikhlasan,

kesamaan, kebenaran, kebaikan, keharusan, kewajiban, menolong, ketertiban,

kesabaran, ramah-tamah, dan lain-lain.

2. Norma-norma moral, seperti antara lain: profesionalisme, akuntabilitas,

transparansi, efisiensi, efektivitas, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme,

menjunjung tinggi supremasi hukum, jangan meminta, jangan mencuri, dan

lain-lain.

Dalam melakukan tugasnya “mengapa norma-norma moral yang menjadi

pegangan?” Memang benar bahwa norma terdiri dari norma sopan santun, norma

hukum, dan norma moral. Namun norma moral merupakan norma yang

tingkatannya paling tinggi, sehingga jika norma moral yang menjadi pegangan

dengan sendirinya telah melewati norma sopan-santun dan norma hukum.

Page 43: 39019178-etika-birokrasi

35

Contoh: “Aparat birokrasi mencuri”. Menurut norma moral “mencuri itu salah”,

sehingga norma hukum harus menjelmakannya dalam tindakan.

Dengan melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma moral (kejujuran,

keadilan, keikhlasan, kesamaan, profesionalisme, akuntabilitas, transparansi,

efisiensi, dan lain-lain) serta asas-asas, prinsip-prinsip, standar, dan biaya

pelayanan yang murah, diharapkan pelayanan kepada masyarakat semakin lancar.

Dengan uraian tersebut di atas maka menjadi jelas bahwa Etika Birokrasi

memperlancar pelayanan kepada masyarakat.

4.8. RANGKUMAN

Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai

sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum sesuai dengan

permintaan masyarakat. Dalam beberapa sebutan/istilah birokrasi sering

diterjemahkan sebagai pemerintah, yang anggotanya disebut aparat birokrasi atau

birokrat dan bahkan ada yang menyebut birokrasi dalam praktek dijabarkan

sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Max Weber (Kumorotomo:1996) menyebutkan beberapa ciri pokok dari

birokrasi, yaitu:

a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler dan adanya pembagian tugas

dalam mencapai tujuan serta tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh

ahlinya;

b. Pengorganisasian kantor berdasar prinsip hierarkhi;

c. Pelaksanaan tugas diatur dengan peraturan yang formal dan berlaku

seragam;

d. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan semangat pengabdian yang tinggi;

e. Pekerjaan didasarkan pada kompetensi dan menganut jenjang karier

berdasar senioritas dan prestasi kerja;

f. Tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis mampu

mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi.

Asas-asas umum birokrasi pemerintahan yang bersih meliputi prinsip:

demokrasi, keadilan sosial dan pemerataan, mengusahakan kesejahteraan umum,

mewujudkan negara hukum, dinamika dan efisiensi.

Birokrasi mempunyai tugas pokok pemerintah yang dilaksanakan oleh

aparatnya, yang disebut Pegawai Negeri. Tugas Pegawai Negeri (Anggota TNI,

Page 44: 39019178-etika-birokrasi

36

dan Anggota POLRI yang masing-masing mempunyai tugas yang telah

digariskan) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, melaksanakan

tugas negara, melaksanakan tugas pemerintahan, dan melaksanakan tugas

pembangunan. Karena modul ini ditujukan untuk Pegawai Negeri Sipil, maka

yang diuraikan adalah mengenai pelayanan kepada masyarakat, yang harus

dilaksanakan dengan berpegangan pada: asas-asas, prinsip-prinsip, standar, dan

pola pelayanan yang baik.

Etika birokrasi memperlancar pelayanan kepada masyarakat. Etika

birokrasi diartikan nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan

aparat pemerintah (Pegawai Negeri Sipil) dalam melaksanakan tugasnya.

Dengan berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma moral (antara lain

kejujuran, keadilan, keikhlasan, profesional, transparansi, akuntabel, dan lain-

lain), maka Pegawai Negeri Sipil dapat memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara lancar dan memuaskan.

4.9. LATIHAN 3

1. Sebutkan ciri-ciri pokok dari birokrasi menurut Max Weber!

2. Apa yang dimaksud dengan asas dengan prinsip demokrasi dalam asas-

asas umum birokrasi pemerintahan yang baik?

3. Sebutkan asas-asas pelayanan publik!

4. Apa yang dimaksud dengan asas profesionalitas dalam asas-asas umum

penyelenggaraan negara menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun1999?

Page 45: 39019178-etika-birokrasi

39

6. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

I. BENAR/SALAH

1. B

2. A

3. A

4. B

5. B

III. ASOSIASI PILIHAN BERGANDA

1. D

2. A

3. B

Page 46: 39019178-etika-birokrasi

40

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang pada bagian akhir dari

modul ini.

Hitung jumlah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk

mengetahui sampai sejauhmana Tingkat Pemahaman (TP) Anda.

Apabila TP Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai :

91 % s.d. 100% : Amat Baik

81 % s.d. 90,99 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila TP belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka disarankan

mengulang materi.

TP = Jumlah jawaban Anda yang benar x 100%

Jumlah keseluruhan soal

Page 47: 39019178-etika-birokrasi

41

8. DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens, K. “Etika” PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

2. Darmodihardjo Darji, Prof., S.H., Nyoman Dekker, DR., S.H., A.G.

Pringgodigdo, Prof, Mr., Mardojo., S.H., Sulandra J.W., S.H., Kuntjoro

Purbopranoto, Prof., Mr., ‘Santiaji Pancasila’ kumpulan karangan, penerbit

Karunia Esa, 1985, cetakan VIII.

3. Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal, Majalah Auditor, Vol. 4, No. 8,

Juni-Agustus Tahun 2003.

4. Dwijowijoto, Riant Nugroho, “Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi,

dan Evaluasi” PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.

5. Handayani, Puji, dan Zahar Angga Setiawan, Materi Pokok, Pembinaan Jiwa

Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, Bahan Diklat Ujian Dinas Tk.I,

Departemen Keuangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Jakarta,

2005.

6. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

7. Keraf, A Sonny, DR., “Menumbuhkan dan Mengembangkan Etika Birokrasi”

Makalah yang disampaikan dalam Top Management Seminar, 16 Juli 2003.

8. Kumorotomo, Wahyudi “Etika Administrasi Negara” PT. Rajawali Pers,

Jakarta, 1996.

9. Myrdal, Gunnar “An Inquiry with the poverty of nations: Asian Drama” New

York: Pantheon, 1968.

10. Rooswiyanto, Tony “Etika Organisasi Pemerintah” Bahan Diklat Prajabatan

Golongan I dan II, Departemen Keuangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Pegawai, Jakarta, 2005.

11. Siagian, Prof. DR Sondang “Etika Bisnis” Jakarta: PT Binaman Pressindo,

2006.

12. Soeharyo, Salamoen, Drs., M.P.A., Desi Fernanda, Drs., M.SocSc “Etika

Organisasi” Prajabatan III, LAN, 2001.

13. Soeharyo, Salamoen, Drs., M.P.A dan Sofia Ayu, Drs., M.Ed. “Etika

Kepemimpinan Aparatur” Lembaga Administrasi Negara, 2001.

14. Solomon, R.C., Etika Suatu Pengantar, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1984.

15. Suseno S.J., Franz Magnis “Etika Dasar” Penerbit Kanisius, 1993.

16. Suseno S.J., Franz Magnis ”Sekitar Etika Birokrasi” Makalah pada Seminar

Pengembangan Widyaiswara , Jakarta, 20 September 2002.

17. Utomo, Etika dan Hukum Administrasi Publik, Makalah, Bandung, STIA

LAN, 2000.

Page 48: 39019178-etika-birokrasi

42

18. Zubair, Achmad Kharis, Pengantar Kuliah Etika, Tiara Wacana, 1988.

PERATURAN-PERATURAN:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

3. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 222/KMK.03/2002

tentang Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

Departemen Keuangan Republik Indonesia.

8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 382/KMK.03/2002

tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor: 222/KMK.03/2002 tentang Kode Etik Pegawai di Lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen

Keuangan, sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 71/PMK.01/2007 dan diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 72/PMK.01/2007.

10. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/PMK.02/2007

tentang Kode Etik Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran,

Departemen Keuangan Republik Indonesia.

11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik.

12. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-04/BC/2002

tentang Kode Etik dan Perilaku Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

13. Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Republik Indonesia

Nomor: KEP-23/IJ/2004 tentang Kode Etik Pegawai Inspektorat Jenderal

Departemen Keuangan.

Page 49: 39019178-etika-birokrasi

MODUL II

ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM

PELAKSANAAN TUGAS

MATERI POKOK:

ETIKA BIROKRASI

UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT V

OLEH

TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

JAKARTA

2009

Page 50: 39019178-etika-birokrasi

i

DAFTAR ISI

MODUL II

ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

DALAM PELAKSANAAN TUGAS

1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Deskripsi singkat ............................................................... 2

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum ............................................ 2

1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus ........................................... 2

2. Kb 1: PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGERI SIPIL 4

2.1. Uraian dan contoh ............................................................ 4

2.2. Beberapa pengertian ......................................................... 4

2.3. Tujuan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil ......... 6

2.4. Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil 7

2.5 Rangkuman ...................................................................... 8

2.6 Latihan 1 .......................................................................... 9

3. Kb 2: ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL .................................. 10 3.1. Uraian dan contoh ............................................................ 10

3.2. Dasar hukum dan untuk siapakah etika PNS itu? .............. 10

3.3. Nilai-nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil ....................... 11

3.4. Prinsip-prinsip moral yang dimiliki dan dihayati PNS ....... 12

3.5. Pelaksanaan etika PNS ..................................................... 14

3.6. Penegakan kode etik PNS ................................................. 16

3.7. Kode etik instansi dan kode etik profesi ............................ 18

3.8. Kode etik di lingkungan Departemen Keuangan ............... 18

3.9. Rangkuman ...................................................................... 29

3.10. Latihan 2 .......................................................................... 30

4. Kb 3: ETIKA PNS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

PELAYANAN ............................................................................... 31

4.1 Uraian dan contoh ............................................................ 31

4.2 Kedudukan dan tugas PNS dalam birokrasi ...................... 31

4.3 Etika PNS dalsm memberikan pelayanan .......................... 33

4.4. Etika meningkatkan kualitas PNS .................................... 38

4.5. Etika PNS meningkatkan kualitas pelayanan .................... 44

4.6 Rangkuman ...................................................................... 45

4.7 Latihan 3 .......................................................................... 46

5. TES FORMATIF ......................................................................... 47

6. KUNCI TES FORMATIF ............................................................. 52

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT................................... 54

8. DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 55

Page 51: 39019178-etika-birokrasi

1

MODUL II

ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

DALAM PELAKSANAAN TUGAS

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan sangat dipengaruhi oleh

semangat pengabdian aparatur pemerintah, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS)

dalam birokrasi pemerintah. Dalam kepemerintahan yang baik, pemerintah bertugas

mewujudkan pelayanaan prima melalui kinerja, sikap, dan perilaku yang etis dari PNS

yang bersangkutan. Sikap dan perilaku yang etis dari PNS dalam memberikan

pelayanan, merupakan faktor yang harus melekat pada diri PNS agar dapat

mewujudkan pelayanan prima.

PNS yang hanya memiliki keahlian dan ketrampilan dalam bidang tugasnya,

namun tidak didukung sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan etika PNS,

cenderung menghasilkan pelayanan yang tidak jujur, tidak ikhlas, tidak hormat, serta

diskriminatif, yang akhirnya akan merugikan masyarakat.

Untuk mewujudkan PNS yang diharapkan masyarakat, yaitu: PNS yang kuat,

kompak, dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap, memiliki kesetiakawanan yang

tinggi, netral, berdisiplin, profesional, bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas

serta penuh kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah, maka

oleh Pemerintah telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

Apabila PNS melaksanakan dan mengamalkan kode etik PNS dengan penuh

tanggung jawab, maka diharapkan akan meningkatkan kualitas PNS yang mampu

memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan merata, serta tidak diskriminatif kepada

masyarakat.

Karena pada hakekatnya kode etik bertujuan untuk meningkatkan kualitas

manusia, maka PNS wajib melaksanakan etika PNS secara baik dan benar, karena

pelanggaran kode etik di samping dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan tindakan

administratif atas rekomendasi Majelis Kehormatan Kode Etik.

Page 52: 39019178-etika-birokrasi

2

PNS di samping wajib melaksanakan kode etik, juga wajib menjunjung tinggi

nilai-nilai dasar bagi PNS karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan

nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan

negara.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa sikap dan perilaku

yang baik sesuai etika sangat berperan untuk mewujudkan pelayanan prima atau dengan

kata lain etika PNS berperan untuk meningkatkan kualitas pelayanan PNS kepada

masyarakat.

Modul ini disusun untuk peserta UPKP V yang terdiri dari tiga kegiatan belajar

(Kb), yaitu:

Kb 1: Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil,

Kb 2: Etika Pegawai Negeri Sipil,

Kb 3: Etika Pegawai Negeri Sipil Meningkatkan Kualitas Pelayanan.

Pada akhir kegiatan belajar diberikan latihan bagi peserta diklat untuk mengetahui

sejauhmana peserta diklat dapat memahami dan menyerap bahan ajar. Sebagai tolok

ukur bagi peserta diklat untuk mengetahui sejauhmana peserta telah menguasai materi

ini, maka pada akhir modul akan diberikan test formatif berikut jawabannya.

Dengan mempelajari bahan ajar ini diharapkan peserta diklat dapat memahami

materi diklat sehingga dapat menerapkan kode etik PNS dengan baik dan benar, yang

akhirnya akan mewujudkan sikap, perilaku yang baik sesuai nilai-nilai yang terkandung

dalam etika PNS, baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta diklat diharapkan mampu

memahami tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS, melaksanakan kode etik

PNS di dalam pelaksanaan tugas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik

dan penerapan kode etik PNS dalam kehidupan sehari-hari.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta diklat dapat:

1.Menjelaskan pengertian pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS,

2.Menguraikan tentang tujuan ditetapkannya pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS,

3.Menjelaskan nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi PNS,

Page 53: 39019178-etika-birokrasi

3

4.Menjelaskan prinsip-prinsip moral yang perlu dimiliki dan dihayati PNS,

5.Menjelaskan tentang penegakan kode etik dan menguraikan sanksi pelanggaran kode

etik,

6.Menjelaskan kedudukan dan tugas PNS dalam birokrasi pemerintah,

7.Menjelaskan sikap dan perilaku PNS dalam memberikan pelayanan,

8.Menjelaskan tentang etika mewujudkan PNS, yang bersikap disiplin dalam

meningkatkan pelayanan,

9.Menjelaskan peran etika dalam meningkatkan kualitas PNS,

10. Menguraikan peran etika PNS dalam meningkatkan kualitas pelayanan PNS

kepada masyarakat.

Page 54: 39019178-etika-birokrasi

4

2. Kegiatan Belajar 1

PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL

1.1. Uraian dan contoh

Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mampu melaksanakan

tugasnya, yaitu: memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata, serta tidak

diskriminatif, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah, maka

telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa

Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Agar PNS memiliki kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan dan menerapkan

kode etik PNS, diperlukan pemahaman-pemahaman yang baik dan benar atas manfaat

pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS, sehingga dapat diwujudkan PNS yang memiliki

kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan dan menerapkan kode etik PNS, baik dalam

pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Muatan tentang hal-hal tersebut di atas sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2004, sehingga PNS dapat memahami hal tersebut dengan mempelajari

materi modul ini. Adapun pemahaman tentang pengertian jiwa korps, tujuan, ruang lingkup

pembinaan jiwa korps, kode etik dan pelanggaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2004 akan dijelaskan pada uraian sebagai berikut:

1.2. Beberapa pengertian

a. Jiwa korps PNS

Jiwa Korps PNS adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama,

tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi

PNS dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan memahami pengertian tentang jiwa korps tersebut, maka diharapkan PNS

akan memiliki: jiwa atau rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama,

tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 55: 39019178-etika-birokrasi

5

a. Pembinaan jiwa korps PNS

Pembinaan jiwa korps PNS dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan,

pengabdian, kesetiaan dan ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan Pemerintah

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Setiap PNS yang memiliki jiwa korps, perlu memahami bahwa pembinaan jiwa

korps PNS dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan

ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembinaan jiwa korps perlu dilaksanakan

secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga akan mewujudkan PNS yang

diharapkan masyarakat, yaitu: mampu memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan

merata.

c. Kode etik PNS

Kode etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam

melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Pemahaman yang benar

tentang pengertian kode etik PNS, diharapkan akan mewujudkan PNS yang bersikap dan

berperilaku baik (sebagai wujud dari pengamalan kode etik PNS).

Kode etik PNS adalah merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan

PNS, baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.

d. Majelis kehormatan kode etik PNS

Majelis kehormatan kode etik PNS yang selanjutnya disingkat Majelis kode etik

adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan

penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh

PNS.

Setiap PNS perlu memahami tentang Majelis kehormatan kode etik PNS yang

dibentuk untuk tujuan penegakan kode etik, sehingga diharapkan PNS tidak akan

melakukan pelanggaran yang berakibat dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran kode

etik termaksud.

a. Pelanggaran kode etik PNS

Page 56: 39019178-etika-birokrasi

6

Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan PNS yang

bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik.

Jadi apabila PNS mengeluarkan ucapan yang bertentangan dengan butir-butir jiwa

korps dan kode etik PNS dapat dikategorikan sebagai melakukan pelanggaran kode etik.

b. Pegawai negeri sipil (PNS)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999) menyatakan

bahwa PNS adalah Calon PNS dan PNS.

Selanjutnya, pengertian PNS dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

adalah sama dengan Calon PNS dan PNS yang dimaksudkan dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999).

c. Pejabat yang berwenang

Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat yang

berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk dari masing-masing instansi

Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan.

1.3. Tujuan pembinaan jiwa korps PNS

Pembinaan jiwa korps PNS bertujuan untuk:

a. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan

guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta

meningkatkan kemampuan dan keteladanan PNS,

b. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang bermutu tinggi dan sadar akan

tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat,

c. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan PNS

sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

PNS yang baik adalah PNS yang memahami tujuan dari pembinaan jiwa korps

sebagaimana tersebut di atas, sehingga PNS tersebut dengan kesadaran yang tinggi

berpartisipasi dalam pembinaan jiwa korps yang dilakukan secara terus-menerus dan

berkesinambungan.

Page 57: 39019178-etika-birokrasi

7

1.4. Ruang lingkup pembinaan jiwa korps PNS

Ruang lingkup pembinaan jiwa korps PNS mencakup:

a. Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas

PNS,

b. Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan PNS,

c. Peningkatan kerja sama antara PNS untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan

dalam rangka meningkatkan jiwa korps PNS,

d. Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan PNS sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat,

bangsa, dan negara.

PNS perlu memahami ruang lingkup pembinaan jiwa korps yang mencakup

peningkatan etos kerja, partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang berkaitan

dengan PNS, peningkatan kerja sama antara PNS, dan perlindungan terhadap hak-hak sipil

atau kepentingan PNS dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan

negara.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman-

pemahaman yang benar tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan jiwa korps dan

kode etik PNS, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004,

diperlukan peserta diklat sebagai PNS agar menyadari kedudukan dan tugasnya dalam

birokrasi pemerintah, yaitu: memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata, tidak

diskriminatif, melalui sikap dan perilaku yang baik sebagai pengamalan kode etik PNS,

sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan

Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman-

pemahaman yang baik dan benar, yang berkaitan dengan pembinaan jiwa korps dan kode

etik PNS sangat diperlukan agar PNS memiliki rasa bangga sebagai anggota organisasi PNS,

menyadari tugas dan kewajibannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dalam

birokrasi pemerintah, sehingga PNS dapat memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan

merata, tidak diskriminatif, melalui kinerja, sikap, dan perilaku yang baik dari PNS.

Page 58: 39019178-etika-birokrasi

8

Pemahaman yang baik dan benar tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS

akan mendorong PNS menyadari bahwa untuk mewujudkan PNS yang diharapkan

masyarakat, diperlukan pembinaan jiwa korps secara terus-menerus dan berkesinambungan,

di mana pembinaan jiwa korps akan berhasil dengan baik, apabila diikuti pelaksanaan dan

penerapan kode etik dengan penuh tanggung jawab.

1.5. Rangkuman

Pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

42 Tahun 2004. Pengertian tentang jiwa korps PNS adalah pemahaman tentang rasa

kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin,

kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi PNS dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia, sedangkan pembinaan jiwa korps PNS dimaksudkan untuk meningkatkan

perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan

Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kode Etik PNS diartikan sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di

dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari, sedangkan yang dimaksud

dengan Majelis Kehormatan Kode Etik (Majelis Kode Etik) adalah lembaga non struktural

pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta

menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS.

Yang dimaksud dengan pengertian pelanggaran kode etik adalah segala bentuk

ucapan, tulisan atau perbuatan PNS yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan

kode etik, sedangkan pengertian Pegawai Negeri Sipil adalah Calon PNS dan PNS,

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999).

Adapun pengertian dari pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina

Kepegawaian atau Pejabat yang berwenang menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk.

Selanjutnya pembinaan jiwa korps PNS bertujuan untuk:

a. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan

guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta

meningkatkan kemampuan dan keteladanan PNS,

b. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang bermutu tinggi dan sadar

akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat,

Page 59: 39019178-etika-birokrasi

9

c. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan PNS

sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Adapun ruang lingkup pembinaan jiwa korps PNS adalah

1. Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan

profesionalitas PNS,

2. Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan PNS,

3. Peningkatan kerja sama antara PNS untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan

dalam rangka meningkatkan jiwa korps PNS,

4. Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan PNS sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat,

bangsa, dan negara.

1.6. LATIHAN 1

1. Jelaskan tentang pengertian jiwa korps Pegawai Negeri Sipil!

2. Jelaskan tentang pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil!

3. Sebutkan tujuan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil!

4. Sebutkan ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil!

5. Jelaskan pengertian tentang kode etik Pegawai Negeri Sipil!

Page 60: 39019178-etika-birokrasi

10

3. Kegiatan Belajar 2

ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

3.1. Uraian dan contoh

Etika Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang selanjutnya disebut sebagai Kode Etik PNS

tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps

dan Kode Etik PNS.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tersebut, antara lain dinyatakan

bahwa PNS wajib menjunjung tinggi nilai-nilai dasar, melaksanakan dan menerapkan etika

PNS dalam bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap diri sendiri, dan terhadap

sesama PNS, untuk mewujudkan PNS yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik, adil

dan merata, melalui sikap dan perilaku yang baik sebagai pengamalan kode etik PNS.

Menurut DR. Sonny Keraf (2003) untuk meningkatkan kualitas PNS, maka PNS

perlu memiliki dan menghayati prinsip-prinsip moral dalam memberikan pelayanan. Etika

PNS mewujudkan PNS yang bersikap disiplin, menaati peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sehingga dapat dinyatakan bahwa etika PNS merupakan hal yang mendasar yang

harus melekat pada diri PNS, baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan

sehari-hari.

3.2. Dasar hukum penetapan dan untuk siapakah kode etik PNS itu?

a. Dasar Hukum penetapan kode etik PNS

1. Pasal 5 ayat (2), pasal 27 ayat (1), dan pasal 28 UUD 1945,

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,

Page 61: 39019178-etika-birokrasi

11

5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.

b. Kode etik PNS berlaku bagi PNS di seluruh wilayah Indonesia

Etika PNS yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, yang

selanjutnya dikenal sebagai Kode Etik PNS , wajib dilaksanakan PNS secara utuh dan

bertanggung jawab.

Etika PNS yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

berlaku bagi PNS di seluruh wilayah Indonesia tanpa membedakan di mana PNS yang

bersangkutan bertugas.

3.3. Nilai-nilai dasar bagi PNS

PNS di samping wajib melaksanakan dan menerapkan kode etik PNS, juga wajib

menjunjung tinggi nilai-nilai dasar bagi PNS Sipil yang diatur dalam pasal 6 Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004.

Adapun nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh PNS tersebut, meliputi:

a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. Semangat nasionalisme;

d. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

e. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

f. Penghormatan terhadap hak asasi manusia

g. Tidak diskriminatif;

h. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;

i. Semangat jiwa korps.

Penjelasan pasal 6 dari Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 menegaskan

bahwa nilai-nilai dasar bagi PNS merupakan pedoman tingkah laku dan perbuatan PNS,

yang berlaku bagi seluruh PNS tanpa membedakan di mana PNS yang bersangkutan

bekerja.

Page 62: 39019178-etika-birokrasi

12

Nilai-nilai dasar ini wajib dijunjung tinggi karena nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat,

bangsa, negara, dan pemerintah.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa nilai-nilai dasar bagi PNS yang diatur

dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 dan wajib dijunjung tinggi PNS

adalah sebagai berikut:

1. Merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang berlaku bagi Pegawai

Negeri Sipil di seluruh wilayah Indonesia,

2. Nilai-nilai dasar tersebut berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil tanpa membedakan di mana

Pegawai Negeri Sipil bersangkutan bekerja,

3. Nilai-nilai dasar ini wajib dijunjung tinggi karena nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam kehidupan

bermasyarakat, bangsa, negara, dan pemerintah.

3.4. Prinsip-prinsip moral yang harus dimiliki dan dihayati PNS

Sejalan dengan ide tentang kepemerintahan yang baik, maka PNS bertugas untuk

memberikan pelayanan yang terbaik, pelayanan yang amanah sesuai kebutuhan dan harapan

masyarakat. Dan untuk mewujudkan PNS yang mampu memberikan pelayanan yang prima

ada beberapa prinsip-prinsip moral yang perlu dimiliki dan dihayati PNS tersebut.

Menurut DR. Sonny Keraf dalam makalahnya “Prinsip-prinsip Moral Birokrasi

Pemerintah” (2003) ada beberapa prinsip moral yang perlu dimiliki dan dihayati secara

nyata, yaitu: profesionalisme, integritas moral yang tinggi, tanggung jawab terhadap

kepentingan publik, berpihak kepada kebenaran dan kejujuran, bertindak secara adil, jangan

menghalalkan cara untuk mencapai tujuan, dan jangan lakukan pada orang lain, apa yang

Anda sendiri tidak mau dilakukan pada Anda.

Adapun penjelasan dari prinsip-prinsip moral tersebut adalah sebagai berikut:

a. Profesionalisme

Prinsip ini menuntut setiap PNS untuk bertindak secara profesional, dalam

pengertian bertindak sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sesuai

dengan aturan hukum dan ketentuan yang berlaku, dan mempunyai komitmen moral

yang tinggi untuk membela kepentingan publik.

Page 63: 39019178-etika-birokrasi

13

Profesionalisme juga menuntut PNS harus juga konsekuen dan konsisten dalam

menjalankan profesinya. PNS harus konsekuen dan konsisten menjalaninya dengan

segala konsekuensinya, agar tidak membuat semangat pelayanan publik menurun dan

tidak membenarkan kecenderungan untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme,

serta penyalahgunaan kedudukan dan kekuasaannya.

b. Integritas moral yang tinggi

Prinsip ini menuntut setiap PNS untuk bertindak sesuai dengan prinsip, tuntutan

dan menjaga nama baiknya sebagai seorang PNS. Dia harus melaksanakan tugasnya

sebaik-baiknya demi melayani kepentingan publik, jangan menyelewengkan kekuasaan

dan kewenangannya dengan merugikan kepentingan publik.

c. Tanggung jawab terhadap kepentingan publik

Prinsip ini menegaskan bahwa sejalan dengan paradigma kepemerintahan yang

baik, kepentingan publik bagi seorang PNS adalah segala-galanya. Kepentingan publik

adalah nilai tertinggi yang tidak boleh digantikan dan dikalahkan dengan hal lainnya.

Seorang PNS memilih profesi tersebut bukan untuk menjadi kaya dan mencari

jabatan, tetapi memilih pekerjaan tersebut karena didorong oleh keinginan luhur untuk

melayani kepentingan publik.

PNS harus konsekuen dan konsisten dengan pilihannya, karena menjadi PNS

adalah panggilan tugas untuk mengabdi kepentingan publik, bangsa dan negara, bukan

untuk memperkaya diri dengan merampas uang rakyat.

d. Berpihak kepada kebenaran dan kejujuran

Prinsip ini menuntut setiap PNS selalu mempunyai sikap jujur dan tegas, yaitu:

yang salah dinyatakan sebagai hal yang salah, yang benar dinyatakan sebagai hal yang

benar. Karena itu setiap orang selalu dilayani sesuai dengan prosedur dan ketentuan

yang berlaku.

Bagi PNS di lingkungan Departemen Keuangan, kebenaran dan kejujuran ini

merupakan prinsip paling pokok.

e. Bertindak secara adil

Page 64: 39019178-etika-birokrasi

14

Prinsip ini memperlakukan semua orang – siapa saja – secara sama tanpa

membeda-bedakan, tanpa diskriminasi atas dasar ras, suku, jenis kelamin, agama,

keluarga, dan seterusnya.

Sebagai PNS harus netral dan hanya membela yang benar, yaitu; harus sesuai

dengan prosedur dan ketentuan yang ada, tidak boleh ada yang diistimewakan dan diberi

perlakuan khusus. Bertindak adil berarti pelanggaran harus diganjar dengan hukuman

yang setimpal tanpa pandang bulu.

f. Jangan menghalalkan cara untuk mencapai tujuan

Prinsip ini penting karena birokrasi kita telah dikenal sebagai “bisa diatur” dalam

pengertian segala cara bisa digunakan, demi mencapai tujuan yang menyimpang dan

merugikan kepentingan publik.

PNS harus membantu orang untuk menggunakan cara yang benar demi mencapai

tujuan yang baik, agar kepentingan semua pihak dijamin.

g. Jangan lakukan pada orang lain, apa yang Anda sendiri tidak mau dilakukan pada

Anda

Prinsip ini juga penting karena PNS harus memberikan pelayanan yang terbaik

sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Jangan mempersulit orang lain karena

Anda sendiri tidak ingin dipersulit. Jangan memeras dan meminta uang suap atau sogok

dari siapa pun untuk pelayanan publik yang Anda berikan, karena Anda sendiri tidak

ingin diperlakukan demikian, apa lagi ini menyangkut pelayanan publik yang harus

dilakukan tanpa pamrih.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa PNS dalam birokrasi

pemerintah sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat, perlu memiliki

dan menghayati tujuh prinsip moral tersebut secara nyata agar dapat memberikan pelayanan

yang sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat karena PNS diangkat dan diberi penghasilan

oleh rakyat untuk melayani rakyat atau masyarakat.

3.5. Pelaksanaan etika PNS

Dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 ditegaskan bahwa dalam

pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari, PNS wajib bersikap dan

berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam

berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama PNS.

Page 65: 39019178-etika-birokrasi

15

Adapun butir-butir Etika PNS tersebut adalah sebagai berikut:

a. Etika PNS dalam bernegara

1. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

2. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara,

3. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,

4. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan

tugas,

5. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih

dan berwibawa,

6. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap

kebijakan dan program Pemerintah,

7. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan

efektif,

8. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

b. Etika PNS dalam berorganisasi

1. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku,

2. Menjaga informasi yang bersifat rahasia,

3. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang,

4. Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi,

5. Menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam

rangka pencapaian tujuan,

6. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas,

7. Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja,

8. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan

kinerja organisasi,

9. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.

c. Etika PNS dalam bermasyarakat

1. Mewujudkan pola hidup sederhana,

2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa

unsur pemaksaan,

Page 66: 39019178-etika-birokrasi

16

3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak

diskriminatif,

4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat,

5. Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan

tugas.

d. Etika PNS terhadap diri-sendiri

1. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar,

2. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan,

3. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan,

4. Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan,

dan sikap,

5. Memiliki daya juang yang tinggi,

6. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani,

7. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga,

8. Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.

e. Etika PNS terhadap sesama PNS

1. Saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan yang

berlainan,

2. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil,

3. Saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal

dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi,

4. Menghargai perbedaan pendapat,

5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil,

6. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil,

7. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin

terwujudnya Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PNS wajib

melaksanakan butir-butir etika PNS dalam bernegara, berorganisasi, bermasyarakat,

terhadap diri sendiri, terhadap sesama PNS, sehingga PNS sebagai abdi negara dan abdi

masyarakat dapat melaksanakan tugasnya, sebagaimana diharapkan dan menjadi panutan

masyarakat dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Page 67: 39019178-etika-birokrasi

17

3.6. Penegakan kode etik PNS

a. Pelanggaran kode etik PNS

Segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan PNS yang bertentangan dengan

butir-butir pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS.

b. Sanksi pelanggaran kode etik

PNS yang melakukan pelanggaran kode etik, selain dikenakan sanksi moral dapat

dikenakan tindakan administratif, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku atas rekomendasi Majelis Kode Etik.

Sanksi pelanggaran kode etik PNS dapat berupa:

1. Sanksi moral,

2. Tindakan administratif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi moral dibuat secara tertulis berupa:

a) Pernyataan secara tertutup, atau

b) Pernyataan secara terbuka

Adapun sanksi pelanggaran kode etik yang berupa tindakan administratif adalah

hukuman disiplin yang diatur dalam Peraturan Disiplin PNS, yaitu Peraturan Pemerintah

Nomor 30 Tahun 1980.

c. Pembentukan Majelis Kode Etik

1. Untuk menegakkan kode etik maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode

Etik,

2. Pembentukan Majelis Kode Etik ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

pada setiap instansi yang bersangkutan,

3. Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari

jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka

melanggar kode etik,

4. Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai Negeri Sipil

yang disangka melakukan pelanggaran kode etik dan setelah Pegawai Negeri Sipil

bersangkutan diberi kesempatan membela diri,

Page 68: 39019178-etika-birokrasi

18

5. Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat dan apabila

tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak,

6. Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.

Page 69: 39019178-etika-birokrasi

19

3.7. Kode etik instansi dan kode etik profesi

Pada pasal 13 dan pasal 14 dari Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 diatur

tentang Kode Etik Instansi dan Kode Etik Profesi sebagai berikut:

1. Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi menerapkan Kode Etik

Instansi;

2. Organisasi profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil menetapkan kode etiknya

masing-masing;

3. Kode Etik Instansi ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing instansi dan

organisasi profesi

3.8. Kode etik di lingkungan Departemen Keuangan

a. Kode etik profesi

Secara umum dapat diartikan sebagai sekumpulan asas moral bagi suatu profesi

tertentu, misalnya: kode etik kedokteran, kode etik notaris, kode etik PNS, kode etik

pengacara, dan lain-lain.

Kode etik adalah nilai-nilai moral, norma-norma sebagai acuan dasar berpikir, bersikap

dan berperilaku bagi suatu profesi tertentu.

b. Tujuan utama kode etik

Menurut Tony Rooswiyanti (2005:23) ada dua tujuan utama dari kode etik, yaitu:

1. Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan

kelalaian, kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota dari

organisasi profesi bersangkutan,

2. Kode etik melindungi keluhuran profesi dari perilaku-perilaku menyimpang oleh

anggota profesi bersangkutan.

Agar kode etik berfungsi sebagaimana diharapkan, maka ada dua syarat mutlak

yang harus dipenuhi, yaitu:

a) Kode etik dibuat oleh profesinya sendiri agar kode etik tersebut dijiwai oleh cita-

cita dan nilai-nilai yang hidup dalam profesi bersangkutan. Agar kode etik dapat

berfungsi sebagaimana diharapkan, maka materi kode etik harus berasal dari

Page 70: 39019178-etika-birokrasi

20

organisasi profesi tersebut, atau dengan kata lain kode etik harus merupakan hasil

pemikiran dan pengaturan anggota profesi tersebut.

b) Pelaksanaan kode etik harus diawasi terus-menerus, setiap kasus pelanggaran akan

dievaluasi dan diambil tindakan oleh suatu dewan atau komisi khusus untuk itu.

Dalam kode etik antara lain berisi ketentuan agar setiap anggota profesi saling

mengawasi dan melaporkan apabila ada teman seprofesi melanggar kode etik.

c. Kode etik di lingkungan Departemen Keuangan

Penyusunan kode etik di lingkungan Departemen Keuangan berpedoman pada

ketentuan dan peraturan-peraturan sebagai berikut:

1. UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebagaimana telah

diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999,

2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai

Negeri Sipil,

3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil,

4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,

Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,

5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps

Pegawai Negeri Sipil,

6. Keputusan Presiden Nomor 20/P/2005,

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan,

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

71/PMK.01/2007,

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik,

9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi

Birokrasi Departemen Keuangan,

10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.01/2007 tentang Pendelegasian

Wewenang kepada Para Pejabat di lingkungan Departemen Keuangan untuk

memberikan Sanksi Moral Atas Pelanggaran Kode Etik PNS di lingkungan

Departemen Keuangan, dan

Page 71: 39019178-etika-birokrasi

21

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KM.01/2003 tentang Pedoman Teknis

Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kerja Aparatur Negara di

lingkungan Departemen Keuangan.

Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan,

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

71/PMK.01/2007, maka setiap unit kerja setingkat eselon I di lingkungan Departemen

Keuangan diminta untuk menyusun kode etik masing-masing unitnya, yang disesuaikan

dengan karakteristik pekerjaan di masing-masing unit eselon I tersebut (dengan tetap

berpedoman pada peraturan dan ketentuan yang telah ada).

Bagi unit-unit kerja yang telah memiliki peraturan kode etik sebelum

diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 jo Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007 tersebut, diminta agar menyesuaikan

kembali, sesuai perkembangan yang ada.

Untuk keperluan pembelajaran, maka pada modul ini dikutip secara garis besar

tiga kode etik unit kerja setingkat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan, yakni:

Kode Etik Direktorat Jenderal Pajak, Kode Etik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan

Kode Etik Direktorat Jenderal Anggaran, sebagai berikut:

a) Kode Etik Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah suatu unit Eselon I di lingkungan

Departemen Keuangan yang berfungsi memberikan pelayanan di bidang

perpajakan. Pada saat ini, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri

terbesar dan menjadi tumpuan APBN.

Dalam posisinya yang seperti itu sangat wajar jika perhatian masyarakat

terhadap kinerja perpajakan sangat besar. Oleh karena itu, penting bagi DJP untuk

selalu menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Dalam konteks kinerja

Direktorat Jenderal Pajak salah satunya tampak pada pencapaian target penerimaan

pajak sesuai dengan apa yang telah direncanakan (bahkan melebihi target yang

sebelumnya ditetapkan).

Sementara itu pelayanan dapat terlihat dari apakah proses pencapaian target,

dari mulai perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengendalian

Page 72: 39019178-etika-birokrasi

22

atas pelaksanaan pengumpulan dan pemungutan pajak telah berjalan dengan

berkualitas.

Sebagaimana diketahui, kualitas pelayanan (kecuali dipengaruhi oleh faktor

kompetensi) juga dipengaruhi oleh faktor perilaku individu-individu dalam

organisasi yang bersangkutan. Dalam hal ini, etika seperti telah diuraikan

sebelumnya dapat menjadi acuan tentang apa yang dapat (etis) atau tidak dapat

(tidak etis) dilakukan oleh setiap individu dalam organisasi.

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak, maka disusunlah kode etik pegawai DJP sebagai suatu

standar perilaku pegawai. Kode etik tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal

Pajak, Departemen Keuangan. Di dalamnya terurai hal-hal yang berkaitan dengan

kewajiban, larangan, dan sanksi terhadap pelanggaran kode etik. Berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2007 ditetapkan bahwa ketentuan

kode etik pada PMK No 1/PMK.3/2007 tersebut diberlakukan untuk semua kantor-

kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak baik di tingkat pusat maupun

vertikal.

Di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa kode etik pegawai Direktorat Jenderal

Pajak merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang mengikat

Pegawai, termasuk Calon Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak mengatur antara lain hal-hal

sebagai berikut:

Tujuan:

Tujuan disusunnya kode etik adalah:

a. Meningkatkan disiplin pegawai,

b. Menjamin terpeliharanya tata tertib,

c. Menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif,

d. Menciptakan dan memelihara kondisi kerja serta perilaku yang profesional,

e. Meningkatkan citra dan kinerja pegawai.

Page 73: 39019178-etika-birokrasi

23

Kewajiban:

Kewajiban setiap pegawai DJP terkait dengan kode etik ini adalah:

a. Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain,

b. Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel,

c. Mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal

Pajak,

d. Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama pegawai, atau pihak

lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya,

e. Mentaati perintah kedinasan,

f. Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik Direktorat

Jenderal Pajak,

g. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor,

h. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakan,

i. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan.

Larangan:

Ada beberapa larangan bagi setiap pegawai DJP yang dituangkan dalam

peraturan kode etik pegawai DJP, yakni sebagai berikut:

a. Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas,

b. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik,

c. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak

langsung,

d. Menyalahgunakan fasilitas kantor,

e. Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun

tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang

menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban

yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya,

f. Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan,

Page 74: 39019178-etika-birokrasi

24

g. Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan,

kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat

Jenderal Pajak,

h. Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma

kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jendeal Pajak.

Pelanggaran dan sanksi atas pelanggaran kode etik:

Segala bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan pegawai yang melanggar

ketentuan kode etik dikenakan sanksi moral dan atau hukuman disiplin.

b) Kode etik pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Selain pajak, penerimaan negara yang berasal dari bea dan cukai juga

merupakan sumber penerimaan yang sangat potensial. Dari sisi ini, dapat dipahami

pula jika kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapat sorotan yang tajam

dari masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar jika dalam kode etik pegawai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 01/PM.4/2008 dinyatakan tentang betapa pentingnya

meningkatkan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan

profesionalisme pegawai.

Profesionalitas pegawai tidak hanya didukung oleh kompetensi, namun satu

hal tidak dapat dikesampingkan adalah sejauh mana pegawai mau mentaati dan

melaksanakan kode etik yang telah disepakati bersama, baik dalam kehidupan

organisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam mendukung upaya-

upaya tersebut kode etik pegawai memuat norma dasar pribadi dan standar

perilaku organisasi.

Untuk mengawasi pelaksanaan kode etik tersebut Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai membentuk Komisi Kode Etik dan Unit Investigasi Khusus di dalam

menjaga citra organisasi.

Di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa kode etik pegawai Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan pegawai,

termasuk calon pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Page 75: 39019178-etika-birokrasi

25

Kode etik pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengatur antara lain hal-hal

sebagai berikut:

Maksud:

Pembentukan kode etik di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

dimaksudkan untuk meningkatkan etos kerja dalam rangka mendukung

produktivitas kerja dan profesionalitas pegawai.

Tujuan:

Tujuan disusunnya kode etik tersbut adalah:

a. Meningkatkan disiplin pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai;

b. Menjamin terpeliharanya tata tertib yang berlaku di Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai;

c. Menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif di

lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atua dengan instansi

terkait;

d. Menciptakan dan memelihara kondisi kerja antar pegawai di lingkungan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta menciptakan perilaku yang

profesional bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

e. Meningkatkan citra dan kinerja PNS, khususnya PNS di lingkungan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kewajiban:

Setiap pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib:

a. Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat yang dianut

oleh diri sendiri dan orang lain,

b. Menaati dan mematuhi tata tertib disiplin kerja berupa ketentuan jam kerja

serta memanfaatkan jam kerja untuk kepentingan kedinasan dan atau

organisasi,

c. Menaati dan mematuhi segala aturan, baik langsung maupun tidak langsung,

mengenai tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum,

d. Menaati perintah kedinasan,

Page 76: 39019178-etika-birokrasi

26

e. Menciptakan dan memelihara suasana dan hubungan kerja yang baik,

harmonis, dan sinergis antar pegawai, baik dalam satu unit kerja maupun

diluar unit kerja,

f. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut

bidang tugasnya masing-masing,

g. Mempergunakan dan memelihara barang inventaris milik negara secara baik

dan bertanggung jawab,

h. Memberikan contoh dan menjadi panutan yang baik bagi pegawai lainnya

dan masyarakat,

i. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan dan santun.

Larangan:

Setiap pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilarang :

a. Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan

kepada pegawai dan masyarakat,

b. Menjadi anggota dan/atau pengurus dan/atau simpatisan partai politik,

c. Menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk kepentingan di luar

kedinasan,

d. Menerima pemberian, hadiah, dan atau imbalan dalam bentuk apapun dari

pihak manapun secara langsung maupun tidak langsung yang diketahui atau

patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin

bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan,

e. Membocorkan informasi yang bersifat rahasia serta menyalahgunakan data

dan atau informasi kepabeanan dan cukai,

f. Melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya ganggungan,

kerusakan, dan atau perubahan data pada sistem informasi milik organisasi,

g. Melakukan perbuatan yang tidak terpuji yang bertentangan dengan norma

kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat organisasi.

Pelanggaran dan sanksi atas pelanggaran kode etik:

Page 77: 39019178-etika-birokrasi

27

Segala bentuk ucapan, tulisan, sikap, perilaku, dan atau tindakan pegawai

yang melanggar kode etik dikenakan sanksi moral dan atau sanksi hukuman

disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980.

Komisi Kode Etik

Dalam rangka penegakan kode etik dibentuk Komisi Kode Etik Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

c) Kode Etik Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)

Direktorat Jenderal Anggaran merupakan unit Eselon I di lingkungan

Departemen Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran sesuai dengan

kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam menjalankan perannya yang sangat strategis tersebut, dibutuhkan

pegawai yang tidak saja berintegritas dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip

pelaksanaan tugas pemerintahan yang baik (good governance) tetapi juga pegawai

yang menjunjung tinggi norma-norma dan nilai-nilai etika yang bermoral. Kode

Etik di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan dengan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 01/PM.2/2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat

Jenderal Anggaran.

Di dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa kode etik pegawai Direktorat Jenderal

Anggaran merupakan pedoman tertulis yang mencakup norma-norma perilaku

yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pegawai, termasuk calon pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Kode etik pegawai Direktorat Jenderal Anggaran mengatur antara lain hal-

hal sebagai berikut:

Tujuan:

Tujuan disusunnya kode etik adalah untuk menjaga citra dan kredibilitas

Direktorat Jenderal Anggaran melalui penciptaan tata kerja yang jujur dan

transparan sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja serta keharmonisan

Page 78: 39019178-etika-birokrasi

28

hubungan antar pribadi baik di dalam maupun di luar lingkungan Direktorat

Jenderal Anggaran.

Page 79: 39019178-etika-birokrasi

29

Kewajiban:

a. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan

yang berlaku khususnya yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi

Direktorat Jenderal Anggaran,

b. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat dan bertanggung jawab,

c. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada Sfakeholders DJA

menurut bidang tugas masingmasing,

d. Mengamankan keuangan negara dengan prinsip efisiensi dan efektifitas

dalam melaksanakan penganggaran,

e. Mentaati ketentuan jam kerja,

f. Berpakaian rapi dan sopan,

g. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap sesama pegawai dan

atasan,

h. Menindaklanjuti setiap pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran Kode

Etik,

i. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik,

j. Menjaga nama baik Korps Pegawai dan institusi Direktorat Jenderal

Anggaran.

Larangan:

a. Melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme,

b. Melakukan tindakan yang dapat berakibat merugikan Stakeholders DJA,

c. Menjadisimpatisan atau anggota atau pengurus partai politik,

d. Melakukan kegiatan penelaahan Rencana Kerja Anggaran

Kementerian/Lembaga (RKA-l(/L) dan Standar Biaya Khusus dengan

Kementerian/Lembaga terkait di luar lingkungan kantor Direktorat

Jenderal Anggaran,

e. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan pertentangan kepentingan

(conflict of interest),

f. Melakukan penyimpangan prosedur dan/atau menerima hadiah atau

imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang diketahul atau

Page 80: 39019178-etika-birokrasi

30

patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin

bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai/pejabat yang

bersangkutan,

g. Memanfaatkan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik

negara tidak sesuai dengan peruntukannya,

h. Membuat, mengkonsumsi, memperdagangkan dan atau mendistribusikan

segala bentuk narkotika dan atau minuman keras dan atau obat-obatan

psikotropika dan atau barang terlarang lainnya secara ilegal,

i. Melakukan perbuatan asusila dan berjudi,

j. Memanfaatkan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan untuk kepentingan

pribadi, k atau pihak lain.

Sanksi:

Pelanggaran terhadap kode etik dikenakan sanksi moral dan atau hukuman

disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

Majelis Kode Etik:

Dalam rangka pengawasan pelaksanaan kode etik dibentuk Majelis Kode Etik,

yang keanggotaannya terdiri dari:

a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;

b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota, dan

c. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota.

Page 81: 39019178-etika-birokrasi

31

3.9. Rangkuman

Etika Pegawai Negeri Sipil yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2004, yang selanjutnya dikenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri Sipil menyatakan

bahwa etika PNS wajib dilaksanakan PNS di seluruh Indonesia tanpa membedakan tempat

di mana PNS bertugas.

Menurut DR. Sonny Keraf, ada beberapa prinsip moral yang perlu dimiliki dan

dihayati nyata oleh setiap pejabat publik dan birokrasi pemerintah, yang dalam hal ini

termasuk PNS. Prinsip-prinsip moral yang perlu dimiliki dan dihayati PNS dalam

melaksanakan tugasnya terdiri dari tujuh prinsip moral, yaitu: prinsip profesionalisme,

integritas moral yang tinggi, tanggung jawab terhadap kepentingan publik, berpihak kepada

kebenaran dan kejujuran, bertindak secara adil, jangan menghalalkan cara untuk mencapai

tujuan, dan jangan lakukan pada orang lain, apa yang Anda sendiri tidak mau dilakukan

pada Anda.

PNS di samping berkewajiban menjunjung tinggi nilai-nilai dasar bagi PNS juga

berkewajiban melaksanakan dan menerapkan kode etik PNS, baik dalam pelaksanaan tugas

maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Agar PNS melaksanakan dan menerapkan kode etik secara bertanggung jawab, maka

bagi PNS yang terbukti melanggar kode etik PNS selain dikenakan sanksi moral dapat juga

dikenakan tindakan administratif atas rekomendasi Majelis Kode Etik yang dibentuk Pejabat

Pembina Kepegawaian instansi di mana PNS tersebut bertugas.

Untuk mewujudkan PNS Departemen Keuangan yang bersih dan berwibawa secara

khusus di lingkungan Departemen Keuangan, maka Menteri Keuangan telah menerbitkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007, sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007 dan diikuti dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 72/PKM.01/2007.

Dan sebagai tindak lanjut dari peraturan Menteri Keuangan tersebut unit-unit Eselon I

di lingkungan Departemen Keuangan telah menyusun Kode Etik sesuai dengan

karakteristiknya masing-masing, seperti: Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai, dan Direktorat Jenderal Anggaran, yang secara garis besar diuraikan dalam

Modul ini.

Page 82: 39019178-etika-birokrasi

32

3.9. LATIHAN 2

1. Jelaskan tentang kedudukan dan tugas Pegawai Negeri Sipil

dalam birokrasi pemerintah!

2. Sebutkan prinsip-prinsip moral yang perlu dimiliki dan

dihayati oleh Pegawai Negeri Sipil dalam birokrasi pemerintah!

3. Sebutkan nilai-nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil yang

wajib dijunjung tinggi Pegawai Negeri Sipil!

4. Uraikan secara garis besar tentang pelanggaran kode etik

Pegawai Negeri Sipil.

5. Jelaskan secara garis besar tentang kode etik Pegawai Negeri

Sipil di lingkungan Departemen Keuangan yang ditetapkan berdasarkan karakteristik

masing-masing instansi dan organisasi profesi bersangkutan!

Page 83: 39019178-etika-birokrasi

33

4. Kegiatan belajar 3

ETIKA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN

4.1. Uraian dan contoh

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, menegaskan bahwa

Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara bertugas memberikan pelayanan secara

profesional, adil dan merata, tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan negara,

pemerintahan, dan pembangunan.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tersebut di atas ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 antara lain ditegaskan bahwa untuk

meningkatkan kualitas PNS agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan, maka PNS

diwajibkan melaksanakan dan menerapkan kode etik PNS dengan penuh tanggung jawab,

sehingga dapat diwujudkan PNS yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan

merata, tidak diskriminatif.

Etika PNS yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 adalah

memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur

paksaan, memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, adil, serta tidak diskriminatif.

Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, telah

ditetapkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik, di mana PNS

sebagai pemberi pelayanan wajib bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, ikhlas, tidak

diskriminatif dalam memberikan pelayanan.

4.2. Kedudukan dan tugas PNS dalam birokrasi pemerintah

Kedudukan dan tugas PNS antara lain tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

Page 84: 39019178-etika-birokrasi

34

tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, dan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Adapun kedudukan dan tugas PNS yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a. UU Nomor 8 Tahun 1974 jo UU Nomor 43 Tahun 1999

Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa:

Pegawai Negeri terdiri dari:

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS);

• PNS Pusat;

• PNS Daerah;

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 diatur tentang

kedudukan dan tugas PNS, yaitu:

a) Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara bertugas untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam

penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan pembangunan,

b) Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh golongan atau partai politik agar

tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,

c) Untuk menjamin netralitas, Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan atau

pengurus partai politik

Jadi kedudukan dan tugas Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam pasal 3

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah:

1) Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara;

2) Pegawai Negeri Sipil bertugas untuk memberikan pelayanan secara profesional, adil,

dan merata;

3) Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh golongan atau partai politik agar

tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan.

Page 85: 39019178-etika-birokrasi

35

b. PP Nomor 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 ditegaskan bahwa kedudukan

PNS adalah sebagai berikut:

1. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara,

2. Pegawai Negeri Sipil bertugas memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan merata.

d. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik

Adapun kedudukan dan tugas PNS dalam Surat Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/ M.PAN/7/2003 adalah sebagai

berikut:

1. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, aparatur pemerintah, dan abdi

masyarakat bertugas memberikan pelayanan prima atau berkualitas,

2. Pegawai Negeri Sipil sebagai pemberi pelayanan publik wajib bersikap disiplin,

sopan dan santun, ramah, ikhlas, dan tidak diskriminatif dalam memberikan

pelayanan.

Memperhatikan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dapat dinyatakan

bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil dalam birokrasi pemerintah adalah sebagai aparatur

pemerintah, sebagai abdi masyarakat yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada

masyakarat.

4.3. Etika PNS dalam memberikan pelayanan

Untuk dapat mewujudkan pelayanan prima, PNS harus bersikap dan berperilaku baik

sesuai dengan etika dalam memberikan pelayanan agar dapat mewujudkan pelayanan sesuai

kebutuhan dan harapan masyarakat.

Sikap dan perilaku PNS yang diharapkan antara lain tercermin dalam peraturan

perundang-undangan tersebut di bawah ini, yaitu:

a. Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengamanatkan agar penyelenggara negara yaitu

aparatur negara melaksanakan tugas dan fungsinya melayani masyarakat secara

profesional, produktif, transparan, dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena PNS

Page 86: 39019178-etika-birokrasi

36

sebagai unsur aparatur negara, maka diharapkan PNS mengacu kepada amanat Ketetapan

MPR Nomor XI/MPR/1999 tersebut.

b. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Pemerintahan, yang

mengamanatkan agar aparatur pemerintah memiliki rasa kepedulian yang tinggi dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga mewujudkan pelayanan yang

amanah.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam pasal 3

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PNS sebagai unsur aparatur

negara bertugas untuk memberikan pelayanan secara profesional, adil dan merata, tidak

diskriminatif.

Jadi sikap dan perilaku yang diharapkan adalah positif agar dapat memberikan

pelayanan yang adil, merata, tidak diskriminatif kepada masyarakat.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode

Etik PNS, di mana etika PNS dalam memberikan pelayanan adalah memberikan

pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur paksaan

serta memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil, serta tidak

diskriminatif.

e. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/

M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

menegaskan aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat bertugas memberikan

pelayanan yang berkualitas (prima) yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan

masyarakat, di mana pelayanan dimaksud berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan

masyarakat. PNS dalam memberikan pelayanan wajib bersikap disiplin, sopan santun,

ramah, ikhlas, dan tidak diskriminatif.

Selanjutnya untuk mewujudkan pelayanan prima, maka dalam Surat Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tersebut diatur: Asas

Pelayanan Publik dan Prinsip Pelayanan Publik yang harus dilaksanakan aparatur

pemerintah.

Page 87: 39019178-etika-birokrasi

37

Adapun Asas dan Prinsip Pelayanan Publik sebagai berikut:

1. Asas Pelayanan Publik

a. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang

membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan

dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan pubik

dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,

gender, dan status ekonomi.

f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

2. Prinsip Pelayanan Publik

a. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah

dilaksanakan.

b. Kejelasan

1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;

2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan publik;

3) Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.

Page 88: 39019178-etika-birokrasi

38

c. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

hukum.

f. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya

yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan

informatika (telematika).

h. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh

masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan

informatika.

i. Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta

memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan

fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-

lain.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa berdasarkan

Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1999, Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001,

Page 89: 39019178-etika-birokrasi

39

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, dan

Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

63/KEP/M.PAN/7/2003, maka sikap dan perilaku positif Pegawai Negeri Sipil yang

diharapkan dalam melayani masyarakat adalah sebagai berikut:

1) Memberikan pelayanan secara adil dan merata,

2) Memberikan pelayanan produktif, transparan, bersih, dan bebas Korupsi, Kolusi,

dan Nepotisme,

3) Memiliki rasa kepedulian yang tinggi dalam memberikan pelayanan,

4) Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan

tanpa unsur paksaan,

5) Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil, serta tidak

diskriminatif,

6) Memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, yang

berorientasi pada kepuasan dan kebutuhan masyarakat di mana pemberi

pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan

pelayanan dengan ikhlas, tidak diskriminatif. Pegawai Negeri Sipil perlu

memahami dan melaksanakan dengan baik dan benar asas dan prinsip pelayanan

publik untuk meningkatkan kualitas pelayanan karena ukuran keberhasilan

penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima

pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan

memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh

karena itu setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei

indeks kepuasan masyarakat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa sikap dan perilaku

positif dari Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan sebagai pemberi pelayanan yang

tercermin dalam peraturan perundang-undangan tersebut sangat berperan untuk

mewujudkan pelayanan prima. Sikap dan perilaku positif sangat penting untuk

meningkatkan pelayanan Pegawai Negeri Sipil kepada masyarakat, atau dengan kata

lain sikap dan perilaku positif dari pemberi pelayanan sangat diperlukan untuk

Page 90: 39019178-etika-birokrasi

40

mewujudkan pelayanan yang berkualitas, yang selanjutnya dikenal sebagai pelayanan

prima.

4.4. Etika meningkatkan kualitas PNS

a. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa

Etika kehidupan berbangsa yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor

VI/MPR/2001 menjadi acuan dasar berpikir, bersikap, dan berperilaku untuk

meningkatkan kualitas manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta

berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Etika kehidupan berbangsa yang

bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur

budaya yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap,

dan berperilaku bagi negara, pemerintah, dan seluruh rakyat Indonesia, termasuk PNS

dalam kehidupan berbangsa.

Adapun maksud dan tujuan ditetapkan etika kehidupan berbangsa adalah untuk

membantu peyadaran tentang arti dan pentingnya etika dan moral dalam kehidupan

berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah,

keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu,

tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 ditegaskan bahwa pembinaan

jiwa korps PNS dalam pengamalan kode etik PNS dimaksudkan untuk meningkatkan

kualitas PNS, sehingga PNS mampu memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan

merata, karena kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional sangat

dipengaruhi oleh semangat pengabdian dari PNS dalam birokrasi yang bertugas

memberikan pelayanan.

Untuk mewujudkan PNS yang berdayaguna dan berhasilguna dalam

melaksanakan tugasnya, dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945,

Pemerintah, dan Negara, maka perlu ditingkatkan kualitas PNS sebagaimana diharapkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, yaitu:

a. Pegawai Negeri Sipil yang patuh dan setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara,

dan Pemerintah,

Page 91: 39019178-etika-birokrasi

41

b. Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak, dan bersatu padu,

c. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kepekaan, tanggap dalam melaksanakan

tugasnya,

d. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kesetiakawanan yang tinggi,

e. Pegawai Negeri Sipil yang berdisiplin serta sadar akan tanggung jawabnya,

f. Pegawai Negeri Sipil yang netral, mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,

g. Pegawai Negeri Sipil yang profesional dan bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya.

Untuk mewujudkan PNS yang berkualitas sebagaimana tersebut dalam huruf a

sampai dengan g, maka setiap PNS wajib melaksanakan butir-butir etika PNS yang

tertuang dalam etika bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap diri sendiri, dan

terhadap sesama PNS secara utuh dan bertanggung jawab.

Apabila setiap PNS mengamalkan butir-butir etika PNS yang tertuang dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 yang secara keseluruhan terdiri dari 37

butir, diharapkan dapat meningkatkan kualitas PNS dalam melaksanakan tugasnya

maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa pada hakekatnya

etika bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia, baik dalam pelaksanaan tugas

maupun dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana termaksud dalam Ketetapan MPR

Nomor VI/MPR/2001 yang mengatur tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 yang mengatur tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik PNS.

c. Etika mewujudkan PNS yang bersikap disiplin

Secara umum disiplin adalah sikap mental yang patuh, taat terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kedisiplinan merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi karena untuk membangun disiplin

diperlukan adanya suatu kesadaran dalam diri masing-masing individu karena disiplin

merupakan sikap mental seseorang terhadap nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai acuan

dasar bersikap dan berperilaku.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa

Korps dan Kode Etik PNS, antara lain ditegaskan bahwa pembinaan jiwa korps dan

Page 92: 39019178-etika-birokrasi

42

pengamalan kode etik PNS mewujudkan PNS yang bersikap disiplin karena PNS yang

bersikap disiplin akan berperilaku rajin, taat, tertib, bertanggung jawab, patuh, dan

menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun peraturan perundang-undangan yang wajib ditaati, antara lain sebagai

berikut:

1) PP No 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS

PNS yang beretika akan bersikap disiplin dan senantiasa mematuhi peraturan

disiplin yang terdiri dari 26 kewajiban PNS yang harus ditaati dan dilaksanakan PNS

dan 18 butir berupa larangan yang tidak boleh dilanggar oleh PNS.

Adapun kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan Pegawai Negeri Sipil

dan larangan yang tidak dapat dilanggar Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:

a) Kewajiban PNS yang harus ditaati dan dilaksanakan terdiri dari 26 butir:

i. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,

Negara dan Pemerintah,

ii. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau

sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak

kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain,

iii. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, Pemerintah dan

Pegawai Negeri Sipil,

iv. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan

sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku,

v. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan sebaik-baiknya.

vi. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang

langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara

umum,

vii. Melaksanakan tugas kedinasan sebaik-baiknya dan dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab,

viii. Bekerja dengan jujur, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara,

ix. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan

kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil,

Page 93: 39019178-etika-birokrasi

43

x. Segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat

membahayakan atau merugikan Negara atau Pemerintah terutama di bidang

keamanan, keuangan, dan materiil,

xi. Mentaati ketentuan jam kerja,

xii. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik,

xiii. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-

baiknya,

xiv. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut

bidang tugasnya masing-masing,

xv. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya,

xvi. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya,

xvii. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap

bawahannya,

xviii. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja,

xix. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan

kariernya,

xx. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan,

xxi. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan,

xxii. Hormat-menghormati antara sesama Warga Negara yang memeluk

agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan,

xxiii. Menjadi teladan sebagai Warga Negara yang baik dalam masyarakat,

xxiv. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan

yang berlaku,

xxv. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang,

xxvi. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan

yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

b) Larangan bagi PNS terdiri dari 18 butir, yakni:

i. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat

Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil,

ii. Menyalahgunakan wewenang,

Page 94: 39019178-etika-birokrasi

44

iii. Tanpa izin pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing,

iv. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik

negara,

v. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan

barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak

sah,

vi. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau

orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain, yang secara langsung atau

tidak langsung merugikan negara,

vii. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam

terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan

kerja,

viii. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja, dari siapapun yang

patut diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau

mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

yang bersangkutan,

ix. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat

Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan,

x. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,

xi. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang

dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang

dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayaninya,

xii. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan,

xiii. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena

kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain

xiv. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk

mendapat pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah,

xv. Memiliki saham dalam suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada

dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu

Page 95: 39019178-etika-birokrasi

45

sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung

atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan,

xvi. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada

dalam ruang lingkup kekuasaannya,

xvii. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan,

menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta, bagi yang

berpangkat Pembina golongan IV/a ke atas atau yang memangku jabatan

eselon I,

xviii. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam

melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

2) PP Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah dan Janji PNS

Setiap calon PNS, pada saat pengangkatannya menjadi PNS mengucapkan

sumpah/janji yang merupakan pedoman bagi setiap PNS dalam bertindak sebagai

penunjang fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Sumpah/janji tersebut berbunyi sebagai berikut:

Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:

“Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan

taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan

Pemerintah;

Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya

dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara,

Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa

mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,

seseorang atau golongan;

Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau

menurut perintah harus saya rahasiakan;

Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat

untuk kepentingan negara”.

Page 96: 39019178-etika-birokrasi

46

Pada saat PNS mengucapkan sumpah/janji tersebut, secara etika sumpah/janji

tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat

dinyatakan bahwa etika mewujudkan PNS yang bersikap disiplin, rajin, taat, dan patuh

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya, dan lain-lain, karena PNS yang bersikap disiplin akan

bersikap dan berperilaku baik dalam pelaksanaan tugasnya, dan selalu berusaha tidak

melakukan pelanggaran, atau dengan kata lain PNS yang bersikap disiplin akan selalu

berusaha tidak dikenakan hukuman disiplin karena selalu bersikap dan berperilaku

baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kebutuhan dan harapan

masyarakat.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa PNS yang bersikap disiplin akan

selalu berusaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan

kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai PNS.

4.5. Etika PNS meningkatkan kualias pelayanan

Dalam butir 4.3 telah diuraikan bahwa pada hakekatnya pengamalan kode etik

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas PNS agar PNS yang berkualitas tersebut dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik, yaitu selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat.

Apabila setiap PNS mengamalkan butir-butir etika PNS yang tertuang dalam kode etik

PNS yang meliputi: etika bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap diri sendiri, dan

terhadap sesama PNS dengan baik dan benar, maka pengamalan etika PNS tersebut akan

meningkatkan kualitas PNS sebagaimana telah diuraikan pada butir 4.3.

Selanjutnya peningkatan kualitas PNS akan menghasilkan pelayanan yang berkualitas

karena PNS yang berkualitas adalah PNS yang memiliki keahlian dan ketrampilan dalam

bidang tugasnya, bersikap dan berperilaku baik, patuh dan setia kepada Pancasila, UUD

1945, Negara, dan Pemerintah, dan selalu akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat yang merupakan tanggung jawabnya.

Etika PNS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, yaitu:

Page 97: 39019178-etika-birokrasi

47

a. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa

unsur paksaan,

b. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil, serta tidak diskriminatif.

Sebagaimana telah diuraikan pada butir 4.2 bahwa etika PNS meningkatkan kualitas

PNS, maka dapat dinyatakan bahwa:

• Apabila setiap PNS mengamalkan butir-butir etika PNS dalam kode etik PNS yang

tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 dan mengacu pada pokok-

pokok Etika Kehidupan Berbangsa yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor

VI/MPR/2001, maka akan dapat diwujudkan PNS yang berkualitas,

• Pelayanan yang dilaksanakan oleh PNS yang berkualitas diharapkan akan

menghasilkan pelayanan yang berkualitas.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa etika meningkatkan

kualitas PNS, yang akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan PNS kepada

masyarakat.

Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan, di samping bersikap dan berperilaku baik,

PNS perlu memahami dengan baik dan benar asas dan prinsip pelayanan publik yang diatur

dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP.M.PAN/7/2003

tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

4.6. Rangkuman

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional, diperlukan PNS yang

berkualitas sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna.

Dasar pertimbangan ditetapkan Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 adalah untuk mewujudkan PNS yang kuat,

kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakwanan yang

tinggi, berdisiplin, netral, profesional, dan bertanggung jawab melaksanakan tugasnya, serta

penuh kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah.

Etika PNS juga berfungsi untuk mewujudkan PNS yang bersikap disiplin, yang sangat

berperan dalam mewujudkan PNS yang berkualitas agar dapat melaksanakan tugasnya

memberikan pelayanan yang terbaik, adil, dan merata sebagaimana termaksud dalam

Page 98: 39019178-etika-birokrasi

48

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004. Etika PNS yang tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 adalah memberikan pelayanan dengan empati, hormat

dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur paksaan, memberikan pelayanan secara cepat,

tepat, terbuka, dan adil, serta tidak diskriminatif. Dengan melaksanakan butir-butir etika

PNS dalam memberikan pelayanan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

Untuk mewujudkan PNS yang bersih dan berwibawa di lingkungan Departemen

Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan,

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007,

yang kemudian diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PKM.01/2007

tentang Majelis Kode Etik, maka semua unit kerja tingkat eselon I di lingkungan

Departemen Keuangan telah menyusun kode etik unit kerjanya masing-masing sesuai

dengan karakteristik pekerjaannya, dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4.7. Latihan 3

1. Jelaskan tentang kedudukan dan tugas Pegawai Negeri Sipil dalam birokrasi pemerintah!

2. Uraikan secara garis besar bahwa ditetapkannya kode etik Pegawai Negeri Sipil

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil!

3. Jelaskan tentang sikap dan perilaku Pegawai Negeri Sipil dalam memberikan pelayanan

sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara

Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003!

4. Jelaskan bahwa etika Pegawai Negeri Sipil mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang

bersikap disiplin!

5. Uraikan secara garis besar bahwa etika Pegawai Negeri Sipil meningkatkan kualitas

pelayanan!

Page 99: 39019178-etika-birokrasi

49

5. TES FORMATIF

I. BENAR/SALAH

Lingkarilah B apabila pernyataan di bawah ini Benar dan A apabila pernyataan

Salah.

1. B - A Etika Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk mewujudkan

Pegawai Negeri Sipil yang mampu memberikan pelayanan

yang terbaik, adil, dan merata.

2. B - A Kode etik Pegawai Negeri Sipil hanya berlaku untuk Pegawai

Negeri Sipil Pusat.

3. B - A Untuk menegakkan kode etik di bentuk Majelis Kode Etik.

4. B - A Kode etik Pegawai Negeri Sipil tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

5. B - A Pembinaan jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas Pegawai Negeri

Sipil.

6. B - A Profesionalisme dalam bidang tugas merupakan faktor yang

paling utama untuk meningkatkan pelayanan.

7. B - A Etika Pegawai Negeri Sipil tidak mewujudkan Pegawai Negeri

Sipil yang bersikap disiplin.

8. B - A Etika Pegawai Negeri Sipil kurang berperan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan.

9. B - A Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja tertuang

dalam etika Pegawai Negeri Sipil dalam bernegara.

10. B - A Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk

mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi,

merupakan ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai

Negeri Sipil.

Page 100: 39019178-etika-birokrasi

50

II. PILIHAN BERGANDA

Pilih satu jawaban yang paling benar.

1. Kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman, sikap, tingkah laku, dan perbuatan

Pegawai Negeri Sipil:

a. Dalam melaksanakan tugasnya

b. Dalam pergaulan hidup sehari-hari

c. Dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari

d. Dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat

2. Pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil dapat dikenakan:

a. Sanksi moral

b. Tindakan administratif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

c. Sanksi moral dan tindakan administratif berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku

d. Sanksi pidana dan perdata

3. Butir-butir yang terkandung dalam etika Pegawai Negeri Sipil dalam berorganisasi

antara lain tersebut di bawah ini:

a. Memiliki kompentensi dalam pelaksanaan tugas

b. Akuntabel dalam melaksanakan tugas

c. Menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Memiliki daya juang yang tinggi

4. Kode etik Pegawai Negeri Sipil memberikan pelayanan:

a. Memberikan pelayanan secara profesional dan ikhlas

b. Memberikan pelayanan yang bebas Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme

c. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, adil,

tidak diskriminatif

d. Memberikan pelayanan yang produktif dan transparan

Page 101: 39019178-etika-birokrasi

51

5. Etika pemerintahan yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor VI /MPR/2001

mengamanatkan agar Pegawai Negeri Sipil dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat:

a. Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

b. Transparan

c. Profesional

d. Memiliki kepedulian yang tinggi

III. ASOSIASI PILIHAN GANDA

PILIHLAH: A, bila pernyataan 1), 2), dan 3) benar

B, bila pernyataan 1) dan 3) benar

C, bila pernyataan 2) dan 4) benar

D, bila semua pernyataan benar

1. Pengertian dari jiwa korps Pegawai Negeri Sipil yang tertuang dalan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 adalah:

1) Rasa kesatuan dan persatuan

2) Rasa kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab

3) Rasa dedikasi, disiplin, kreativitas

4) Rasa kebanggaan dan rasa memiliki organsasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia

2. Nilai-nilai dasar Pegawai Negeri Sipil yang wajib dijunjung tinggi Pegawai Negeri

Sipil yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 antara lain

tersebut di bawah ini:

1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

2) Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas

3) Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi

4) Ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara dan Pemerintah

Page 102: 39019178-etika-birokrasi

52

3. Tujuan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil yang tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 antara lain tersebut di bawah ini:

1) Membina karakter, watak, membina rasa persatuan dan kesatuan secara

kekeluargaan

2) Membina peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil

3) Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri

Sipil yang bermutu tinggi

4) Meningkatkan produktivitas kerja

4. Asas Pelayanan Publik yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 yang bertujuan meningkatkan

pelayanan antara lain tersebut di bawah ini :

1) Produktif

2) Transparansi

3) Tanggap

4) Akuntabilitas

5. Etika Pegawai Negeri Sipil wajib dilaksanakan dan diterapkan Pegawai Negeri Sipil

meliputi.

1) Etika bernegara

2) Etika berorganisasi

3) Etika bermasyarakat

4) Etika terhadap diri sendiri dan etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil

6. Menurut DR. Sonny Keraf, prinsip-prinsip normal yang perlu dimiliki dan dihayati

Pegawai Negeri Sipil antara lain tersebut di bawah ini:

1) Profesionalisme

2) Bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

3) Intregritas moral yang tinggi

Page 103: 39019178-etika-birokrasi

53

4) Produktif dan disiplin

7. Kualitas pelayanan Pegawai Negeri Sipil kepada masyarakat yang tertuang dalan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 adalah:

1) Profesional

2) Adil dan merata

3) Tidak diskriminatif

4) Transparan

8. Etika Pegawai Negeri Sipil dalam bernegara antara lain tersebut di bawah ini:

1) Mengangkat harkat dan martabat bangsa

2) Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas

3) Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih

dan berwibawa

4) Membangan etos kerja

9. Sikap dan perilaku yang positif diperlukan dalam memberikan pelayanan

sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yaitu:

1) Memberikan pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat

2) Memberikan pelayanan yang sesuai harapan masyarakat

3) Memberikan pelayanan yang berorentasi pada kebutuhan masyarakat

4) Memberikan pelayanan yang berorentasi pada kepuasan masyarakat

10. Pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil menunjukkan:

1) Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak, dan bersatu padu

2) Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kepekaan, tanggap

3) Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kesetiakawanan yang tinggi

4) Pegawai Negeri Sipil yang berdisiplin serta sadar akan tanggung jawabnya

Page 104: 39019178-etika-birokrasi

54

6. KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

I. BENAR/SALAH

1. B

2. A

3. B

4. B

5. B

6. A

7. A

8. A

9. A

10. A

II. PILIHAN BERGANDA

1. C

2. C

3. A

4. C

5. D

III. ASOSIASI PILIHAN BERGANDA

1. D 6. B

2. B 7. A

Page 105: 39019178-etika-birokrasi

55

3. B 8. B

4. C 9. D

5. D 10. D

Page 106: 39019178-etika-birokrasi

56

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang pada bagian akhir dari modul ini.

Hitung jumlah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk

mengetahui sampai sejauhmana Tingkat Pemahaman (TP) Anda.

Apabila TP Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai :

91 % s.d. 100% : Amat Baik

81 % s.d. 90,99 % : Baik

71 % s.d. 80,99 % : Cukup

61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila TP belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka disarankan mengulang materi.

TP = Jumlah jawaban Anda yang benar x 100%

Jumlah keseluruhan soal

Page 107: 39019178-etika-birokrasi

57

8. DAFTAR PUSTAKA

1. Darmodihardjo Darji, Prof., S.H., Nyoman Dekker, DR., S.H., A.G. Pringgodigdo,

Prof . Mr. Mardojo., S.H., Sulandra J.W., S.H., Kuntjoro Purbopranoto, Prof., Mr.,

Santiaji Pancasila, kumpulan karangan, penerbit Karunia Esa, 1985, cetakan VIII.

2. Hardijanto, Peningkatan Kualitas PNS dalam Kepemerintahan yang Baik, dalam jurnal terbitan Program Magister STIA –LAN, 1 Maret 2003.

3. Kansil, C.S.T., Prof., Drs., S.H., Pancasila dan UUD 1945 Bagian I, P.T. Pradya Paramita, Jakarta, 2002.

4. Kansil, C.S.T., Prof., Drs., S.H., Pancasila dan UUD 1945 Bagian II, P.T. Pradya

Paramita, Jakarta, 2002.

5. Keraf, A. Sonny, DR., Menumbuhkan dan Mengembangkan Etika Birokrasi, Makalah

yang disampaikan dalam Top Management Seminar, 16 Juli 2003.

6. Keraf, A. Sonny, DR., ‘Prinsip-prinsip moral birokrasi pemerintah,’ Makalah yang disampaikan dalam Top Management Seminar, 16 Juli 2003.

7. Suseno S.J., Franz Magnis, Etika Dasar, Penerbit Kanisius, 1993.

8. Suseno S.J., Franz Magnis ”Sekitar Etika Birokrasi” Makalah pada Seminar

Pengembangan Widyaiswara , Jakarta, 20 September 2002.

9. Pendidikan Pancasila, Tim Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Pusat

Penerbitan Universitas Terbuka, Yogyakarta, Mei 2002.

10. Rooswiyanto, Tony, Etika Organisasi Pemerintah, Bahan Diklat Prajabatan

Golongan I dan II, Departemen Keuangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Jakarta, 2005.

11. Soeharyo, Salamoen, Drs., M.P.A dan Sofia Ayu, Drs., M.Ed., Etika Kepemimpinan

Aparatur, Lembaga Administrasi Negara, 2001.

12. Soeharyo, Salamoen, Drs., M.P.A., Desi Fernanda, Drs., M.Soc., SC., Etika

Organisasi, Prajabatan III, LAN, 2001.

13. Solomon, R.C., Etika Suatu Pengantar, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1984.

14. Supriyadi, Gering, Drs., M.M., Etika Organisasi, Prajabatan III, LAN, 1998.

15. Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, 1990

16. Tjiptoherjanto, Prijono, Tantangan dalam Mengembangkan dan Meningkatkan

Akuntabilitas Publik Bagi Birokrasi Pemerintahan, dalam jurnal “Good

Governance” terbitan Program Magister STIA-LAN, 1 April 2002.

17. Triguno, Dipl.Ec., Drs., LLM., Budaya Kerja dan Disiplin, Pusat Pendidikan dan

Pelatihan BAPPENAS.

18. Winarty, Army, Pemberdayaan Sumber Daya Aparatur dalam Rangka Peningkatan

Kinerja Organisasi Publik, dalam jurnal ilmiah “Good Governance”, terbitan Program Magister STIA-LAN, 1 Maret 2003.

Page 108: 39019178-etika-birokrasi

58

PERATURAN-PERATURAN:

1. UUD 1945 yang telah diamandemen keempat.

2. Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih

dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

3. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004.

4. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

5. Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Asas-asas Umum Penyelenggaraan

Pemerintahan.

7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang disempurnakan dengan Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang Peraturan Pokok-pokok Kepegawaian.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji PNS.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) 2004-2009.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,

Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Pegawai

Negeri Sipil.

13. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003

tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan

Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan, sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007.

15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik,

16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.2/2007 tentang Kode Etik Pegawai

Direktorat Jenderal Anggaran.

17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai

Direktorat Jenderal Pajak.

18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PM.3/2007 tentang Pemberlakuan Kode Etik

Direktorat Jenderal Pajak untuk seluruh pegawai di unit kerja Direktorat Jenderal Pajak.

19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PM.4/2008 tentang Kode Etik Pegawai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Page 109: 39019178-etika-birokrasi

59

20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.01/2007 tentang Kode Etik Pegawai Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

21. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi

Departemen Keuangan.

22. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.01/2007 tentang Pendelegasian

Wewenang kepada Para Pejabat di lingkungan Departemen Keuangan untuk memberikan

Sanksi Moral Atas Pelanggaran Kode Etik PNS di lingkungan Departemen Keuangan.

23. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KM.01/2003 tentang Pedoman Teknis

Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kerja Aparatur Negara di lingkungan Departemen Keuangan.