'3165_RD-201301033-titikekowati

50
i ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG DAN OPTIMALISASI USAHA PETERNAKAN BERBASIS SISTEM AGRIBISNIS DI JAWA TENGAH DISERTASI Oleh : TITIK EKOWATI 08/276234/SPN/00359 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

description

jurnal

Transcript of '3165_RD-201301033-titikekowati

  • i

    ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG DAN OPTIMALISASI USAHA PETERNAKAN

    BERBASIS SISTEM AGRIBISNIS DI JAWA TENGAH

    DISERTASI

    Oleh :

    TITIK EKOWATI 08/276234/SPN/00359

    PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

    2012

  • ii

    ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG

    DAN OPTIMALISASI USAHA PETERNAKAN BERBASIS SISTEM AGRIBISNIS DI JAWA TENGAH

    Disertasi untuk memperoleh

    Derajat Doktor dalam Ilmu Pertanian

    Minat Ekonomi Pertanian

    Universitas Gadjah Mada

    Dipertahankan di hadapan

    Dewan Penguji Program Pasca Sarjana

    Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

    Pada tanggal : 21 September 2012

    Oleh :

    TITIK EKOWATI 08/276234/SPN/00359

    Lahir di Yogyakarta

  • 1

    RINGKASAN

    ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG DAN

    OPTIMALISASI USAHA PETERNAKAN BERBASIS SISTEM AGRIBISNIS

    DI JAWA TENGAH

    I. PENDAHULUAN

    Usaha ternak sapi potong merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha yang

    banyak ditekuni masyarakat di Jawa Tengah. Makna yang terkandung dalam usaha

    tersebut adalah bagaimana usaha ternak sapi potong dijalankan oleh peternak guna

    mendapatkan hasil yang lebih baik, baik dari sisi pendapatan maupun skala usaha.

    Kebijakan pengembangan usaha ternak sapi potong pada dasarnya mempunyai

    korelasi dan hubungan sinergis dengan usaha pertanian khususnya tanaman pangan,

    mengingat limbah pertanian secara substansi merupakan bahan baku (pakan) dari usaha

    ternak. Salah satu kebijakan dalam pengembangan pertanian lahan kering adalah pola

    usahatani terpadu (integrated farming system), mengingat pola tersebut selain

    memberikan manfaat ekonomi, juga memberikan keuntungan dalam konservasi lahan

    dan meningkatkan produktivitas lahan. Dengan adanya pembangunan subsektor

    peternakan, maka akan mendorong dan mencerminkan adanya potensi pengembangan

    dari komoditas ternak dan terciptanya peluang penanaman modal. Langkah yang dapat

    ditempuh antara lain dengan mendekatkan aspek komoditas pada sistem agribisnis.

    Program Pengembangan Agribisnis (PPA) diarahkan pada pengembangan usaha

    komoditas yang memiliki nilai komersial yang ditangani oleh rakyat banyak.

  • 2

    Pembangunan pertanian (dalam arti luas) dengan pendekatan agribisnis merupakan

    usaha rakyat dengan memperhatikan kelengkapan empat fungsi agribisnis (subsistem

    sarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pasca panen dan subsistem pemasaran).

    Konsep ini mempunyai arti, bahwa pembangunan pertanian harus berorientasi pasar dan

    tidak lagi sekedar berproduksi. Sehingga pembangunan usaha peternakan rakyat dengan

    pendekatan agribisnis, mempunyai pengertian bahwa sebenarnya tidak ada hambatan

    lain dalam pembangunan tersebut kecuali jika salah satu system agribisnis belum ada

    dalam perekonomian tersebut (Sudaryanto, 1993 dan Baharsyah, 1997)

    Dalam dua dasawarsa terakhir permintaan produk peternakan, khususnya daging

    sapi, terus meningkat. Rata-rata laju peningkatan konsumsi daging sapi antara Tahun

    2005 2009 mencapai 5,43% dibandingkan dengan laju peningkatan produksi sapi

    potong sebesar 3,69%, maka dalam jangka panjang diperkirakan akan terjadi

    kekurangan produksi akibat adanya pengurasan ternak sapi yang berlebihan (Priyanto,

    2005).

    Mengingat adanya kesenjangan produksi, konsumsi dan populasi, maka

    pengembangan ternak sapi potong di daerah perlu mendapat perhatian. Beberapa

    sumberdaya lokal yang ada dan dapat dipergunakan sebagai indikator pengembangan

    sapi potong antara lain :

    1. Ketersediaan biomasa yang berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan

    2. Tersedianya hijauan pakan yang cukup untuk kebutuhan ternak

    3. Tersedianya sumberdaya genetik ternak lokal yang sudah beradaptasi di

    lingkungan tropis (Diwyanto et al., 2005).

  • 3

    II. TUJUAN PENELITIAN

    Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan yang penelitian adalah :

    1. Menganalisis pengaruh aktivitas subsistem agribisnis terhadap penerapan

    agribisnis usaha ternak sapi potong.

    2. a. Menganalisis produksi usaha ternak sapi potong dan faktor yang mempengaruhi

    nya

    b. Menganalisis pendapatan peternak sapi potong dan faktor yang

    mempengaruhinya

    c. Menganalisis konsumsi pangan rumahtangga peternak sapi potong dan faktor

    yang mempengaruhinya

    d. Menganalisis modal usaha sapi potong dan faktor yang mempengaruhinya.

    3. Menganalisis usaha ternak sapi potong secara optimal berdasarkan sumberdaya

    yang tersedia pada peternak sapi potong.

    III. LANDASAN TEORI

    3.1. Konsep Agribisnis

    Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa subsistem yang

    tergabung dalam rangkaian interaksi dan interdependensi secara regular, serta

    terorganisir sebagai suatu totalitas. Kegiatan agribisnis merupakan suatu sistem aktivitas

    yang dimulai dari hulu sampai hilir. Berdasarkan aktivitas tersebut, maka kondisi aktual

    penerapan agribisnis yang terdiri atas 4 (empat) subsistem yang merupakan obyek atau

    komponen dari sistem agribisnis, yaitu : 1) subsistem penyediaan sarana produksi, 2)

  • 4

    subsistem proses produksi (usahatani/ternak), 3) subsistem penanganan pasca panen dan

    4) subsistem pemasaran. Keempat subsistem tersebut merupakan suatu runtut kegiatan

    yang berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir, sehingga dapat dikatakan

    keberhasilan dari sistem agribisnis sangat tergantung dari kemajuan yang dicapai dari

    setiap subsistem sebagai simpulnya.

    3.2. Pendekatan Rumahtangga Tani

    Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai suatu kesatuan aktivitas usaha

    yang terdiri atas aktivitas produksi, aktivitas konsumsi dan aktivitas jasa tenaga kerja.

    Semua aktivitas tersebut merupakan satu kesatuan sehingga rumahtangga petani tidak

    dapat dipandang sebagai konsumen murni karena ada sebagian hasil produksi yang

    dikonsumsi dan sebagian dijual sebagai bahan modal. Begitu pula dalam penggunaan

    tenaga kerja, petani-peternak, tenaga kerja dapat berasal dari dalam keluarga ataupun

    dari luar keluarga. Dengan demikian rumahtangga petani dapat dikatakan sebagai

    produsen dan konsumen (Sawit, 1994).

    Nakajima (1970) menyatakan bahwa rumahtangga petani berkaitan dengan

    beberapa aktivitas yakni : (a) rumahtangga petani memperoleh pendapatan dari

    penggunaan lahan, tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga untuk

    berproduksi pada usahataninya sendiri, disebut dengan istilah rumahtangga petani, (b)

    rumahtangga petani memperoleh pendapatan dari penggunaan tenaga kerja sendiri

    sebagai upah, disebut dengan rumahtangga tenaga kerja, (c) rumahtangga petani dan

    rumahtangga kerja mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan utilitas, (d)

  • 5

    rumahtangga petani memaksimumkan utilitas melalui pengalokasian waktu dengan

    bekerja dan menikmati waktu luang untuk mengkonsumsi hasil produksi usahatani

    sendiri serta barang-barang lain yang dibeli di pasar.

    Model rumahtangga petani oleh Nakajima yang dikembangkan oleh Sing et al.

    (1986) dianggap meningkatkan kesejahteraan melalui maksimisasi kepuasan yang

    diperoleh dari beragam komoditi. Pada kondisi ini waktu santai dianggap sebagai bentuk

    konsumsi. Oleh karena itu, rumahtangga tidak hanya mengkonsumsi komoditi fisik,

    tetapi juga waktu. Model rumahtangga pertanian menurut Sing et al. (1986) dinyatakan

    sebagai fungsi kepuasan dalam bentuk:

    U = U (Xa, Xm, X1), untuk a, m, 1 = 1, n .. (1)

    Fungsi kepuasan memiliki sifat meningkat seiring dengan bertambahnya konsumsi atas

    komoditi, namun dengan tingkat perubahan yang menurun. Berdasarkan persamaan (1)

    diketahui bahwa kepuasan rumahtangga (U) diperoleh dari mengkonsumsi komoditi

    yang diproduksi sendiri (Xa), komoditi yang dibeli di pasar (Xm) dan waktu santai (X1).

    Kendala yang dihadapi rumahtangga untuk memaksimalkan fungsi kepuasan

    yaitu pendapatan potensial, sumberdaya waktu dan fungsi produksi. Pendapatan

    potensial merupakan kendala yang bersifat endogen, secara matematis dinyatakan dalam

    persamaan:

    pmXm = Y* =pa(Qa-Xa) w(L-F) V(Z) + E (2)

    Persamaan (2) menjelaskan keseimbangan anggaran rumahtangga yaitu pengeluaran

    (pmXm) sama dengan pendapatan potensial (Y*). Pm, pa dan W merupakan harga

    komoditi pasar, harga komoditi sendiri dan tingkat upah. Qa, L, F, V dan Z adalah

  • 6

    jumlah produksi rumahtangga, tenaga kerjam tenaga kerja keluarga, tenaga kerja luar

    keluarga, harga input produksi variabel non kerja dan input produksi variabel non kerja

    (input produksi lain). Pa dalam model Sing et al. (1986) sama dengan Px pada model

    Nakajima (1970).

    3.3. Produksi

    Kendala fungsi produksi merupakan kendala dalam model rumahtangga (Singh et

    al., 1986) dimana bentuk implisit fungsi produksi dinyatakan pada persamaan:

    G(Qa:L,Z) . (.3)

    Rumahtangga dianggap menghasilkan satu komoditi (Qa) atas penggunaan input (L) dan

    (Z) dalam proses produksi.

    Fungsi produksi model Cobb Douglas dapat digunakan sebagai alat analisis

    penelitian dengan pendekatan ekonometrika (Debertin, 1986; Nicholson, 1999). Secara

    matematis fungsi produksi model Cobb Douglas dapat diformulasikan sebagai berikut :

    Y = A (Xi)i (Zj)j ............................................................................. (4)

    m n

    Ln Y = Ln A + 1 ln X1 + j Ln Zj . (5) i-1 j=1

    Keterangan :

    Y = produk

    A = intercept

    Xi = faktor produksi variabel

    Zj = faktor produksi tetap

    , = koefisien regresi , = koefisien regresi

  • 7

    3.4. Alokasi Waktu

    Singh et al. (1986) menyatakan bahwa sumberdaya waktu merupakan kendala

    dalam rumahtangga tani. Waktu yang dialokasikan untuk santai dan bekerja sama

    dengan total sumberdaya yang dimiliki rumahtangga (T= L + X1). Sedangkan fungsi

    produksi dalam model rumahtangga tani tergantung pada penggunaan input L, yaitu

    tenaga kerja dalam keluarga (G(Qa; L; Z)).

    3.5. Pendapatan Usahatani dan Fungsi Keuntungan

    Mubyarto (1989) menyatakan bahwa pendapatan merupakan selisih antara

    penerimaan dengan biaya usaha yang telah dikeluarkan. Penerimaan adalah seluruh nilai

    dari hasil produksi baik yang diterima, dikonsumsi sendiri, diberikan kepada orang lain

    sebagai upah maupun yang digunakan dalam proses selanjutnya. Menurut Soekartawi

    (2001) pendapatan kotor dihitung dalam bentuk nilai produksi baik yang dijual maupun

    tidak dijual yang merupakan penerimaan dari kegiatan usaha. Penerimaan usaha dihitung

    dari jumlah produksi dikalikan dengan harga per satuan produk. Nilai jual produksi yang

    diperhitungkan dengan harga yang diterima petani merupakan gambaran keuntungan

    nyata yang akan diterima petani (Sharma dan Sharma, 1981). Dengan demikian untuk

    mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahaternak sapi potong

    dapat dianalisis dengan fungsi keuntungan.

    3.6. Konsumsi

    Keputusan mengkonsumsi barang dan jasa juga termasuk dalam model

    rumahtangga tani menurut Singh et al. (1986). Setelah rumahtangga membentuk

  • 8

    pendapatan potensialnya, maka kesejahteraan akan dicapai melalui maksimisasi fungsi

    kepuasan. Apabila pa adalah harga output usahatani, pm adalah harga barang yang dijual

    di pasar, Y* adalah pendapatan potensial, maka maksimisasi fungsi kepuasan dengan

    syarat pendapatan potensial membentuk persamaan permintaan rumahtangga atas

    komoditi yang dikonsumsi, yakni :

    Xi(pa, pm, Y*), untuk i= a, m ................................................................. (6)

    3.7. Modal

    Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan,

    diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani agribisnis maupun usahatani sederhana.

    Rumahtangga tani berbeda dengan perusahaan pada umumnya. Rumahtangga tani

    dipandang sebagai sebuah perusahaan komplek, yang terdiri atas berbagai aktivitas

    produksi, konsumsi dan suplai tenaga kerja. Semua aktivitas tersebut tidak dipisah satu

    sama lain, sehingga rumahtangga tidak dapat dipandang sebagai konsumen murni.

    Aktivitas produksi yang berupa hasil produksi tidak semua dikonsumsi melainkan ada

    yang dijual atau dijadikan sebagai bahan modal atau faktor produksi.

    3.8. Hipotesis Penelitian

    1) Penerapan agribisnis usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh subsistem sarana

    produksi ternak, subsistem proses produksi (usahatani/ternak), subsistem pasca

    panen dan penanganan produk ternak, subsistem pemasaran produk hasil ternak,

    dan lembaga pendukung agribisnis pada usaha ternak sapi potong.

  • 9

    2a) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha ternak sapi potong adalah jumlah

    induk, curahan waktu kerja, service per conception, jumlah hijauan pakan, jumlah

    pakan tambahan, jumlah obat, pengalaman beternak, penerapan agribisnis dan

    bangsa ternak.

    2b) Pendapatan peternak sapi potong dipengaruhi oleh harga induk, jumlah sapi

    potong, harga ternak sapi potong, harga hijauan pakan ternak, harga pakan

    tambahan, upah tenaga kerja, penerapan agribisnis dan bangsa ternak sapi potong.

    2c) Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah jumlah anggota

    keluarga, harga beras, harga jagung, harga gula pasir, harga ikan, harga daging,

    harga susu, harga tembakau, harga minyak tanah, usia suami, usia istri dan

    pendapatan total rumahtangga petani-peternak sapi potong.

    2d) Faktor-faktor yang mempengaruhi modal usaha sapi potong adalah jumlah induk

    sapi potong, produksi ternak, curahan waktu kerja, harga ternak sapi potong,

    konsumsi pangan, pendapatan total rumahtangga petani-peternak, harga pakan

    hijauan, harga pakan tambahan dan penerapan agribsinis dan bangsa ternak.

    3) Usaha ternak sapi potong dikembangkan secara optimal berdasarkan sumberdaya

    yang tersedia pada peternak, yang meliputi penyediaan induk ternak, lahan dan

    tenaga kerja.

    IV. METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan di Jawa Tengah pada bulan Maret sampai Juni 2010.

    Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey. Purposive sampling

  • 10

    ditetapkan untuk penentuan lokasi penelitian yaitu berdasarkan potensi yang ditunjukkan

    dari jumlah ternak terbanyak dan nilai LQ (Location Quotient) yang lebih besar dari satu

    (LQ>1), maka ditentukan lima (5) kabupaten sebagai lokasi penelitian yang berpotensi

    untuk pengembangan Sapi Potong, yaitu Kabupaten Rembang, Blora, Grobogan,

    Boyolali dan Wonogiri. Metode penentuan responden didasarkan atas quota sampling

    dengan 20 responden setiap kabupaten.

    Metode analisis yang digunakan adalah metode desktiptif kualitatif dan deskriptif

    kuantitatif, yang secara parsial dapat diuraikan sebagai berikut :

    1) Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi peternak sapi potong

    di daerah penelitian, meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,

    mata pencaharian dan kepemilikan ternak.

    2) Hipotesisi 1 : Penerapan agribisnis usaha ternak sapi potong dianalisis dengan

    metode Path Analysis.

    3) Hipotesis 2a digunakan uji t terhadap koefisien regresi dengan model fungsi

    produksi Cobb Douglass dengan metode 2 SLS.

    4) Hipotesis 2b digunakan uji t terhadap koefisien regresi dengan model fungsi

    pendapatan dengan metode 2 SLS

    5) Hipotesis 2c : digunakan uji t terhadap koefisien regresi dengan model fungsi

    konsumsi dengan metode 2 SLS

    6) Hipotesis 2d : digunakan uji t terhadap koefisien regresi dengan model fungsi

    modal dengan metode 2 SLS.

  • 11

    7) Tujuan 3 Menganalisis usaha ternak sapi potong secara optimal berdasarkan

    sumberdaya yang tersedia pada peternak sapi potong dianalisis dengan Linear

    Programming.

    V. HASIL PENELITIAN

    5.1. Penerapan Subsistem Agribisnis

    Penerapan agribisnis usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh subsistem sarana

    produksi ternak, subsistem proses produksi (usahatani/ternak), subsistem pasca panen,

    subsistem pemasaran produk hasil ternak, dan lembaga pendukung agribisnis pada usaha

    ternak sapi potong.

    Berdasarkan analisis deskriptif subsistem agribisnis usaha ternak sapi potong,

    maka diketahui bahwa ditinjau dari score pelaksanaan subsistem setiap agribisnis

    berkisar antara sedang dan baik. Selanjutnya dari nilai score tersebut dianalisis dengan

    indeks penerapan subsistem agribisnis. Hasil analisis Indeks Penerapan agribisnis sapi

    potong menunjukkan kisaran nilai 0,626-0,721 dan masuk pada kriteria cukup.

    Penerapan setiap subsistem agribisnis yang dilakukan peternak masih pada kriteria

    cukup memberikan makna bahwa sebenarnya peternak sudah mengaplikasikan berbagai

    kegiatan yang berkaitn dengan konsep agribsisnis. Namun penerapan yang dilakukan

    masih dalam kriteria sedang. Hal tersebut beralasan mengingat berbagai keterbatasan

    yang dihadapi peternak, seperti misalnya aksesibilitas, sarana pendukung dan juga

    sumberdaya. Lain halnya bila setiap subsisten telah diaplikasikan dengan baik dan tepat,

  • 12

    maka akan memberikan hasil yang efisien. Dengan demikian dapat mempengaruhi

    pendapatan peternak sapi potong dari pendekatan agribisnis ini.

    Analisis aktivitas menggambarkan hubungan antara variabel subsistem agribisnis

    terhadap penerapan agribisnis. Hasil penerapan agribisnis sapi potong diwujudkan dalam

    populasi sapi potong dan pendapatan peternak.

    Hasil uji konstruk sebuah model yang dianalisis dengan Path Analyisis

    ditunjukkan dari nilai uji Chi-Square=30,893; RMSEA=0,018; Probabilitas=0,370 dan

    TL1=0,993. Syarat sebuah konstruk agar mewakili model adalah konstruk yang

    memiliki nilai Chi-Square rendah, memiliki probabilitas lebih dari 0.05; nilai TL1

    mendekati 1 dan nilai RMSEA lebih rendah dari 0.08. dari persayaratan tersebut maka

    model Path analysis yang dibangun merupakan model yang layak untuk menganalisis

    penerapan subsistem agribisnis.

    Gambar 1. Hasil Analisis Path Aktivitas Subsistem Agribisnis Sapi Potong

  • 13

    Berdasarkan Gambar 1. (Hasil Analisis Path) Aktivitas Subsistem Agribisnis

    Sapi Potong) diketahui bahwa terdapat beberapa variabel subsistem agribisnis

    berpengaruh terhadap variabel subsistem agribisnis yang lain dan variabel subsistem

    agribisnis berpengaruh terhadap penerapan agribisnis.

    Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang

    berpengaruh significant terhadap variabel lain, yakni : Subsistem ketersediaan sarana

    produksi (X1) berpengaruh terhadap induk sapi potong (X11); Subsistem ketersediaan

    sarana produksi (X1) berpengaruh terhadap subsistem proses produksi (on-farm

    agribisnis) (X2); Subsistem proses produksi (X2) berpengaruh terhadap teknologi dalam

    proses produksi (X22); Subsistem proses produksi (X2) berpengaruh terhadap subsistem

    pasca panen (X3); Subsistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap modal usaha (X31);

    Subistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap penerapan agribisnis (Y) yang pada

    akhirnya dapat mempengaruhi peningkatan populasi dan pendapatan peternak;

    Subsistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak

    (Y11); Subsistem pemasaran (X4) berpengaruh terhadap ketersediaan sarana produksi

    (X1); Subsistem pemasaran (X4) berpengaruh terhadap penjualan produk agribisnis

    (X42); Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis (X5) berpengaruh terhadap subsistem

    pemasaran (X4); Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis (X5) berpengaruh terhadap

    ketersediaan sarana produksi ternak (X1); Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis

    (X5) berpengaruh terhadap pasca panen (X3).

  • 14

    Dari hasil analisis distribusi frekuensi penerapan subsistem agribisnis, indeks

    penerapan agribisnis dan analisis Path maka secara simultan Penerapan agribisnis usaha

    ternak sapi potong dipengaruhi oleh subsistem sarana produksi ternak, subsistem proses

    produksi (usahatani/ternak), subsistem pasca panen dan pengolahan produk ternak,

    subsistem pemasaran produk hasil ternak, dan lembaga pendukung agribisnis pada usaha

    ternak sapi potong. Sedangkan dari aktivitas subsistem, maka subsistem pasca panen

    berpengaruh secara tidak langsung terhadap penerapan agribisnis dan peningkatan

    populasi ternak.

    5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sapi Potong

    Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel independent

    mempengaruhi variabel produksi dengan nilai Prob. F. hitung 0,0000, R2 0,915834 dan

    adj R2 0,911848. Sedangkan dari analisis parsial diketahui bahwa faktor yang dapat

    meningkatkan produksi sapi potong adalah : jumlah induk; curahan waktu kerja; service

    per conception; jumlah pakan hijauan; jumlah pakan tambahan; pengalaman beternak

    dan penerapan agribisnis.

    Peternak mengelola usaha ternaknya dengan skala rata-rata 4,94 ekor atau 4,07 Unit

    Ternak (AU) dapat memberikan hasil sebesar Rp 1.934.861,713,- per tahun.

    5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sapi Potong

    Berdasarkan analisis diketahui bahwa secara bersama-sama variabel independent

    mempengaruhi variabel pendapatan dengan Prob. F-hitung 0.0000, R2 0,897834 dan adj

    R2 0,893555. Sedangkan secara parsial variabel yang dapat meningkatkan pendapatan

  • 15

    adalah harga induk, jumlah sapi potong, harga pakan hijauan, upah tenaga kerja dan

    bangsa ternak

    5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Rumah Tangga Peternak

    Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel independen

    berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga peternak dengan Prob. F-hitung 0,0000,

    R2 0,966669 dan adj R

    2 0,964530. Sedangkan secara parsial variabel yang dapat

    meningkatkan konsumsi pangan meliputi jumlah anggota keluarga, harga beras, harga

    ikan, harga daging, harga minyak, usia suami, usia istri dan pendapatan rumahtangga

    petani-peternak.

    5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal

    Hasil analisis regresi mengacu dari kriteria statistik dilihat dari nilai koefisien

    determinasi (R2) dan uji t-statistik. Persamaan modal memiliki nilai R

    2=0.885161 dan

    adjusted R2= 0.879085 yang lebih besar dari 0,5 dan Prob. F-hitung 0,0000. Hal ini

    menunjukkan bahwa variabel penjelas mampu menjelaskan variabel endogen.

    Sedangkan secara parsial variabel yang dapat meningkatkan modal adalah jumlah induk,

    jumlah produksi ternak, curahan waktu kerja, pendapatan rumahtangga, konsumsi

    pangan dan penerapan agribisnis.

  • 16

    Simulasi Pengaruh Perubahan Harga Input dan Output terhadap Produksi,

    Pendapatan, Konsumsi dan Modal Usaha Ternak Sapi Potong

    Hasil simulasi menunjukkan bahwa : 1) perubahan kenaikan harga input sebesar

    10% ternyata tidak menyebabkan perubahan pendapatan usaha ternak sapi potong. Hal

    ini dapat terjadi karena perubahan kenaikan harga input masih lebih rendah

    dibandingkan dengan perubahan kenaikan harga output, sehingga tidak menyebabkan

    perubahan pendapatan. 2) perubahan kenaikan harga barang konsumsi menyebabkan

    penurunan konsumsi pangan sebesar 44,7%. Hal ini dapat dimengerti karena dengan

    semakin mahalnya harga konsumsi pangan maka kemampuan keluarga peternak

    terhadap konsumsi juga akan menurun. Disamping itu, perubahan kenaikan harga input

    menyebabkan adanya peningkatan modal usaha ternak sapi potong. Hal ini dapat terjadi

    karena dengan bertambahnya harga input maka kebutuhan modal untuk membeli input

    akan semakin meningkat. 3) Hasil simulasi kenaikan harga output terhadap pendapatan

    dan modal menyebabkan kenaikan masing-masing 61,797% dan 2,019%. Hal ini terjadi

    karena adanya kenaikan harga output berarti penerimaan hasil usaha semakin meningkat

    sehingga pendapatan akan bertambah, sedangkan kenaikan harga input tidak

    menenyebabkan perubahan pendapatan . Disamping itu, adanya kenaikan harga output

    maka modal juga akan bertambah, hal ini dapat terjadi karena kenaikan pendapatan

    dapat menyebabkan penyisihan modal juga akan bertambah.

    5.6. Optimasi

    Hasil analisis optimasi menunjukkan bahwa sumberdaya induk sapi potong,

    lahan, tenaga kerja menunjukkan hasil solusi optimal dengan ketersediaan masing-

  • 17

    masing sebesar 1,445 sapi lokal, 0,295 sapi non lokal, 89,415 HOK dan pendapatan

    yang diperoleh sebesar Rp 44. 108.020,-. Sumberdaya yang tersedia tersebut habis

    terpakai untuk usaha tani dan usaha ternak.

    Simulasi terhadap Kondisi Optimal

    Model analisis optimasi alokasi sumberdaya rumahtangga petani-peternak

    menunjukkan hasil yang valid dan tercapai kondisi optimal. Oleh karena itu, untuk

    mengetahui adanya perubahan baik pada fungsi tujuan maupun kendala maka dilakukan

    simulasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar terjadi perubahan pada

    pola usahatani-ternak dan pendapatan rumahtangga petani-peternak agar tetap pada

    kondisi optimal, apabila terjadi perubahan kendala sumberdaya ternak, harga input dan

    harga output .

    Simulasi 1 dilakukan terhadap kenaikan harga input 10%, penurunan harga

    output 15% dan peningkatan jumlah induk 2 UT ternak lokal dan 1 UT ternak non lokal..

    Tabel 1. Hasil Simulasi Perubahan Kendala Sumberdaya Ternak pada Rumahtangga

    Petani-Peternak di daerah Penelitian

    Sumberdaya Kondisi Optimal Hasil Simulasi 1 Persentase

    Perubahan (%)

    Sapi Lokal 1.445 2 27,75

    Sapi non lokal 0,295 1 70,50

    Lahan usaha 0,48 0,48 Tetap

    Tenaga kerja 89,415 89,415 Tetap

    Pendapatan 44.108.020,00 48.661.570,00 9,36

    Sumber : Analisis Data Primer.

  • 18

    Hasil simulasi menunjukkan bahwa adanya penambahan jumlah induk hasil

    solusi optimal berubah dari 1,445 menjadi 2 untuk sapi local dan 0,295 UT menjadi 1

    UT sapi non lokal. Kenaikan harga input dan penurunan harga output yang dimbangi

    dengan kenaikan jumlah induk memberikan hasil solusi optimal pendapatan yang

    berubah, yakni ada peningkatan pendapatan. Simulasi 1 menunjukkan kemampuan

    peternak untuk mengelola usahanya jika terjadi kenaikan skala usaha induk, harga input

    dan penurunan harga output.

    Oleh karena itu, simulasi dilanjutkan dengan simulasi 2 yaitu kenaikan skala

    usaha induk lokal dari 1,445 ekor menjadi 3 ekor dan induk non lokal dari 0,295 ekor

    menjadi 2 ekor, harga input naik 10% dan harga jual ternak turun menjadi 15%. Hasil

    simulasi 2 secara rinci disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Hasil Simulasi 2 Perubahan Kendala Sumberdaya Ternak pada Rumahtangga

    Petani-Peternak di daerah Penelitian

    Sumberdaya Kondisi Optimal Hasil Simulasi2 Persentase

    Perubahan (%)

    Sapi Lokal 1,445 3 51,83

    Sapi non lokal 0,295 2 85,25

    Lahan usaha 0,48 0,48 Tetap

    Tenaga kerja 89,415 89,415 Tetap

    Pendapatan 44.108.020,00 67.319.740,00 34,48

    Sumber : Analisis Data Primer.

    Simulasi 2 memberikan kenaikan pendapatan sebesar 34,48% dari Rp

    44.108.020,- menjadi Rp 67.319.740,- dengan adanya kenaikan skala induk menjadi 3

    ekor dan 2 ekor dan kenaikan harga input 10% dan harga jual output turun 15%, dengan

  • 19

    sumberdaya lahan dan tenaga kerja tidak berubah. Hasil simulasi 2 menunjukkan bahwa

    peternak masih mempunyai kemampuan mengembangkan usaha ternak dengan

    menambah induk lokal menjadi 3 ekor dan non lokal menjadi 2 ekor. Sedangkan

    sumberdaya lahan dan tenaga kerja tetap.

    VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    6.1. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian Analisis Usaha Ternak Sapi Potong dan Optimalisasi

    Usaha dalam Rangka Pengembangan Peternakan Berbasis Sistem Agribisnis dapat

    disimpulkan bahwa :

    1) Penerapan subsistem agribisnis berada pada kriteria sedang dan baik, sedangkan

    hasil analisis Indeks Penerapan agribisnis sapi potong berada pada kriteria cukup.

    Hasil estimasi variabel endogen dan variabel eksogen menunjukkan bahwa kegiatan

    subsistem agribisnis pengaruhnya rendah terhadap tingkat penerapan agribisnis.

    Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa : Subsistem ketersediaan sarana produksi

    (X1) berpengaruh terhadap induk sapi potong (X11); Subsistem ketersediaan sarana

    produksi (X1) berpengaruh terhadap subsistem proses produksi (on-farm agribisnis)

    (X2); Subsistem proses produksi (X2) berpengaruh terhadap teknologi dalam proses

    produksi (X22); Subsistem proses produksi (X2) berpengaruh terhadap subsistem

    pasca panen (X3); Subsistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap modal usaha

    (X31); Subistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap penerapan agribisnis (Y)

    yang pada akhirnya dapat mempengaruhi peningkatan populasi dan pendapatan

  • 20

    peternak; Subsistem pasca panen (X3) berpengaruh terhadap peningkatan

    pendapatan peternak (Y11); Subsistem pemasaran (X4) berpengaruh terhadap

    ketersediaan sarana produksi (X1); Subsistem pemasaran (X4) berpengaruh terhadap

    penjualan produk agribisnis (X42); Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis (X5)

    berpengaruh terhadap subsistem pemasaran (X4); Subsistem Lembaga Penunjang

    Agribisnis (X5) berpengaruh terhadap ketersediaan sarana produksi ternak (X1);

    Subsistem Lembaga Penunjang Agribisnis (X5) berpengaruh terhadap pasca panen

    (X3).

    2.a. Usahaternak sapi potong dapat memberikan hasil yang menguntungkan.

    2.b. Produksi ternak dipengaruhi oleh jumlah induk; curahan waktu kerja; service per

    conception; jumlah pakan hijauan; jumlah pakan tambahan; pengalaman beternak

    dan penerapan agribisnis.

    2.c. Pendapatan usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh harga induk, jumlah sapi

    potong, harga pakan hijauan, upah tenaga kerja dan bangsa ternak.

    2.d. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, harga beras, harga

    ikan, harga daging, harga minyak, usia suami, usia istri dan pendapatan

    rumahtangga petani-peternak.

    2.e. Modal usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh jumlah induk sapi potong,

    produksi ternak, curahan waktu kerja, pendapatan total rumahtangga, konsumsi

    pangan dan penerapan agribisnis.

  • 21

    2.f. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan dari a) 10% harga input tidak

    meningkatkan atau menurunkan pendapatan usaha sapi potong, b) 15% harga bahan

    konsumsi pangan mengakibatkan penurunan 44.7% konsumsi pangan dan c) 10%

    harga sapi potong meningkatkan 61.79% pendapatan dan 2.019% modal.

    3a. Kondisi optimal usaha ternak sapi potong dicapai pada kombinasi sapi lokal

    sebanyak 1,445 ekor dan sapi unggul 0,295 ekor. Sedangkan luas lahan optimal

    usahatani tanaman pangan adalah 0,48 ha dan tenaga kerja 89,415

    3b. Peternak telah mengalokasikan sumberdaya lahan, ternak dan tenaga kerja secara

    optimal.

    3c. Hasil simulasi perubahan kendala sumberdaya ternak, harga input dan penurunan harga

    output adalah meningkatkan jumlah skala usaha dan meningkatkan pendapatan.

    6.2. IMPLIKASI KEBIJAKAN

    1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan agribisnis masih dilakukan pada

    kriteria cukup sampai sedang, sedangkan indeks penerapan agribisnis pada kategori

    cukup. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan penerapan agribisnis, perlu upaya

    baik dari pemerintah ataupun lembaga lain dalam pemberdayaan peternak. Hal yang

    dapat dilakukan antara lain :

    a. Pelatihan dan pendampingan aspek teknologi pakan ternak.

    b. Peningkatan peran Lembaga Pendukung Agribisnis baik Lembaga Keuangan,

    Kelompok tani-ternak, Pasar Ternak, Koperasi, Lembaga Penelitian dan Pos

    Keswan yang mudah diakses peternak guna mendekatkan diri pada peternak

    mengingat Lembaga Pendukung ini berpengaruh terhadap pemasaran,

  • 22

    ketersediaan sarana produksi dan pasca panen. Disamping itu, lembaga yang

    sangat penting adalah lembaga sarana produksi baik pakan ternak maupun

    lembaga perbibitan sapi potong.

    c. Aksesibilitas peternak pada Lembaga Pendukung agribisnis berkaitan dengan

    pemasaran

    d. Peningkatan ketrampilan inseminator agar calving interval lebih singkat.

    e. Penerapan agribisnis peternak perlu ditingkatkan untuk memperbaiki penampilan

    agribisnis peternakan. Pengembangan teknologi yang berkaitan dengan

    teknologi produksi adalah langkah perbaikan untuk kualitas bibit ternak,

    penggunaan input faktor, pakan tambahan, peralatan, dukungan ketrampilan

    bagi peternak untuk dapat mengelola agribisnis peternakan dan memperbaiki

    penerapan subsistem agribisnis.

    2a. Pendapatan peternak sapi potong yang diperoleh sebesar Rp 1.934.861,713,- per

    tahun, atau dalam satu bulan dapat memperoleh pendapatan Rp 161.238,5,-. Jika

    dilihat dari nilai yang diperoleh pendapatan ini sangat kecil namun bila disimak dari

    usaha yang dilakukan, usaha sapi potong dapat memberikan manfaat yang berarti

    bagi peternak rakyat, karena bila peternak membutuhkan uang yang mendadak

    maka peternak akan menjual ternak untuk menutup kebutuhan yang diperlukan.

    Mengacu dari kondisi ini dapat disampaikan bahwa usaha ternak rakyat sapi potong

    perlu dikelola dengan lebih baik melalui peningkatan ketrampilan dan penerapan

    agribisnis hulu. Jika hal tersebut dikelola secara baik dengan berorientasi usaha atau

    agribisnis maka sangat dimungkinkan dapat memberikan peluang pengembangan

  • 23

    bagi subsektor peternakan dan juga dapat merupakan kesempatan kerja bagi

    masyarakat pedesaan.

    2b. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah jumlah induk; curahan waktu

    kerja; service per conception; jumlah pakan hijauan; jumlah pakan tambahan;

    pengalaman beternak dan penerapan agribisnis.

    Berkaitan dengan hal itu, maka upaya untuk mengadakan induk ternak agar

    produksi ternak sapi potong tetap terjaga baik melalui program pemerintah maupun

    kemampuan peternak melalui alokasi modal sapi potong perlu dipertahankan.

    Disamping itu, kebijakan melarang penyembelihan ternak betina produktif

    merupakan upaya untuk menjaga kestabilan populasi dan juga menjaga

    keberlanjutan usahaternak sapi potong . Hal ini berkaitan dengan koefisien dari

    induk ternak yang nilainya paling besar diantara variabel-variabel yang

    mempengaruhi produksi sapi potong. Peningkatan populasi ternak selain bersumber

    dari induk ternak juga dari berapa kali ternak berhasil bunting atau service per

    conception. Penurunan angka S/C merupakan suatu langkah agar jarak ternak

    beranak menjadi lebih singkat sehingga keberlanjutan populasi ternak dapat terjaga.

    Oleh karena perlu adanya peningkatan ketrampilan bagi tenaga kesehatan ternak

    yang berkaitan dengan reproduksi ternak dan juga menjaga kualitas semen untuk

    inseminasi buatan.

    2c. Pendapatan peternak dipengaruhi oleh harga induk, jumlah sapi potong, harga pakan

    hijauan, upah tenaga kerja dan bangsa ternak berpengaruh terhadap pendapatan

    usaha sapi potong. Oleh karena itu, perlu adanya fasilitasi pengadaan pakan ternak

  • 24

    melalui koperasi ternak sehingga akses peternak lebih mudah dan diharapkan harga

    juga lebih terjangkau sehingga kebutuhan pakan ternak lain dapat dibeli peternak.

    2d. Variabel yang meningkatkan terhadap konsumsi pangan meliputi jumlah anggota

    keluarga, harga beras, harga ikan, harga daging, harga minyak, usia suami, usia istri

    dan pendapatan keluarga. Oleh karena itu, kebijakan stabilitas harga barang

    konsumsi perlu dilakukan agar supaya rumahtangga petani-peternak tetap bertahan

    dengan pengeluaran untuk konsumsi mengingat fluktuasi harga konsumsi sering

    berfluktuasi kearah yang lebih tinggi. Disamping itu, deversifikasi konsumsi juga

    perlu dilakukan mengingat terdapat komoditas pangan lain selain beras dan juga

    pemanfaatan energy alternative untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga perlu

    diperhatikan, seperti pemanfaatan gas bio.

    2.e. Variabel yang dapat meningkatkan penggunaan modal usaha ternak sapi potong

    adalah jumlah induk sapi potong, produksi ternak, curahan waktu kerja, pendapatan

    rumahtangga, konsumsi pangan dan penerapan agribisnis. Oleh karena itu,

    aksesibilitas peternak terhadap permodalan perlu dilakukan. Disamping itu, terlihat

    pula bahwa penerapan agribisnis dapat meningkatkan permodalan, dimana dalam

    penerapan agribisnis terdapat subsitem lembaga penunjang agribisnis yang antara

    lain adalah lembaga keuangan. Berdasarkan hal inilah akses permodalan peternak

    dapat ditingkatkan.

    3. Kondisi optimal usaha ternak sapi potong induk anak tercapai pada induk lokal

    1,445 UT dan induk non lokal 0,295. Mengacu dari kondisi tersebut, maka upaya

    pengembangan usaha ternak sapi potong khususnya pengadaan induk menjadi

  • 25

    sangat penting. Program pemerintah yang telah dijalankan melalui pemberian

    insentif kepada peternak untuk ternak betina produktif perlu dipertahankan, selain

    itu, kredit usaha ternak juga perlu diteruskan. Hal ini dilakukan dengan tujuan

    untuk mempertahankan ternak betina dan meningkatkan populasi sapi potong.

    Kondisi ini sesuai dengan hasil analisis produksi ternak, dimana koefisien induk

    adalah paling tinggi sehingga pengembangan sapi potong masih dapat dilakukan

    dengan pengadaan induk sapi.

    4. Sumberdaya lahan, induk ternak sapi dan tenaga kerja menjadi faktor pembatas

    atau kendala utama dalam memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, untuk

    meningkatkan pendapatan rumahtangga tani maka perlu memperhatikan dan

    mengutamakan pada peningkatan pemanfaatan lahan dan peningkatan jumlah induk

    ternak sapi. Berkaitan dengan pengembangan pertanian tanaman pangan maka

    salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan produktivitas. Oleh

    karena itu, upaya pengenalan teknologi untuk meningkatkan produktivitas

    merupakan solusi yang dapat dilakukan.

    5. Peningkatan jumlah induk sapi potong dapat meningkatkan pendapatan

    rumahtangga petani-peternak. Oleh karena itu, rumahtangga petani-peternak dapat

    mengembangkan usaha ternak dengan menambah jumlah ternak, khususnya induk

    sapi.

  • 26

    SUMMARY

    BEEF CATTLE FARM ANALYSIS AND ITS OPTIMALIZATION OF

    THE LIVESTOCK BASED ON THE AGRIBUSINESS SYSTEM

    IN CENTRAL JAVA

    I. INTRODUCTION

    Beef cattle farm is an activity which was done by community in Central Java.

    Regulation on beef cattle development basically has a synergic correlation with

    agriculture, especially food crops. This is because agricultural waste which substantially

    becomes forages for livestock. One of regulations for dry farming development is

    integrated farming system, considering that this mechanism can yields benefits such as

    land conservation and raise land productivity beside economic value. It has close

    relationship with animal husbandry development which is purposed to bring into reality

    a developed, efficient, and solid livestock, thus the products resulted can meet the

    demand of regional, national, even global markets. By the development on animal

    husbandry subsector, it will motivate and reflect the development potential of livestock

    commodity and create capital investment. One example taken is by making it closer

    between the commodity aspect and agribusiness system. Agribusiness Development

    Program (PPA) is directed to develop commodity which has commercial value carried

    by public.

    In general definition, agricultural development with agribusiness system is a public

    work with considering four elements of agribusiness system (production facility,

    cultivation, processing, and marketing subsystems). It means that agricultural

  • 27

    development must be market-oriented and not just produced anymore. Thus, it can be

    concluded that within the development of public animal-husbandry with agribusiness

    system, there is no other challenge except if one of these subsystems of agribusiness was

    not existed in this economic (Sudaryanto, 1993 and Baharsyah 1997).

    In the last two decades, the demand of animal-husbandry productsespecially

    beefhas grown significantly. This phenomenon almost happened in every developing

    country due to several factors, such as economic growth, population growth, improved

    education and nutritional awareness, urbanization, and globalization that influence

    behavior and consumption pattern (Diwyanto and Priyanti, 2006). On average, the

    growth rate of beef consumption over 20052009 period is 5.43% compared to the rate

    of beef cattle production of 3.69%, which means that there will be a lack of production

    predicted due to excessive consumption (Priyanto, 2005).

    Concerned with the discrepancy of production, consumption, and population, the

    development of beef cattle farming in local areas must be paid more attention. Livestock

    development in an area reflects the potential resource of the area, such as nutrition

    availability, farmers, and other supported system. Several local resources existing can be

    utilized as indicator of beef cattle development;

    4. Biomass availability from agricultural waste and plantation

    5. The availability of forage for livestock

    6. The availability of genetic resource for local livestock which has been adapted to

    tropical environment (Dwiyanto et al., 2005).

  • 28

    II. OBJECTIVES OF RESEARCH

    According to the background of research, this research has several objectives as

    follow:

    1. Analyze the correlation of agribusiness subsystems activity towards agribusiness

    implementation on beef cattle farming.

    2 a) Analyze beef cattle production and its influencing factors.

    b) Analyze farmers income and its influencing factors.

    c) Analyze food consumption of farms household and its influencing factors.

    d) Analyze the capital of beef cattle farming and its influencing factors.

    3. Analyze the development of beef cattle farming optimally based on the existing

    resources available to the farmer.

    III. THEORETICAL FRAMEWORK

    3.1. Agribusiness Concept

    Agribusiness is a system consisted of several subsystems which is integrated

    regularly into a series of interaction and interdependence and organized as a totality.

    Agribusiness activity is an activity system that started from the upper to the lower end

    process. Based on this activity, then the actual condition for agribusiness

    implementationwhich is consisted of 4 (four) subsystems as the object or component

    from an agribusiness systemare: 1) supply of production facility (down stream

    agribusiness), 2) production process (on-farm agribusiness), 3) post-harvest

    management, and 4) marketing (upstream agribusiness). These four subsystems is a

  • 29

    series started from down-stream to the up-stream agribusiness. Thus, it can be concluded

    that the success of an agribusiness system is very depend on the development achieved

    by every subsystem.

    3.2. Household-Farm Approach

    Household-farm can be interpreted as a business unit consisted of activities such

    as production, consumption, and labor use. All of these activities are in one unity,

    therefore household-farm cannot be considered as a real consumer because part of its

    product are consumed and sold to earn capital. So with the labor use, farmer farming,

    labor can come from family or non-family. Thus, household-farm can be defined as

    producer and consumer (Sawit, 1994).

    Nakajima (1970) stated that household-farm is correlated to several activities

    such as: (a) household-farm that earn income from land use, labor use from family or

    non-family to operate their own farm, it is called with household-farm, (b) household-

    farm that earn income from their own labor use as wage, it is called with household-

    labor, (c) household-farm and household-labor has a same purpose to maximize utility,

    (d) household-farm maximize utility by allocating time for working and enjoy their

    spare time to consume their self-produced crop and other commodities bought from the

    market.

    Models of farm household stated by Nakajima which developed by Singh et al.

    (1986) considered to improve their welfare through the maximization of satisfaction they

    derive from the consumption of various commodities. Singh et al. (1986) expressed

    satisfaction as function of the form:

  • 30

    U = U (Xa, Xm, X1), for a, m, 1 = 1, n .. (1)

    Satisfaction function tends to increase consumption of these commodities with

    the decreasing rate of change. Based on equation (1), it is known that satisfaction of

    households (U) can be obtained from the consumption of domestically produced

    commodities (Xa), commodities purchased from the market (Xm) and leisure (X1).

    Constraints faced by household for the purpose of maximizing satisfaction

    function are the income potential, resources time and production function. Income

    potential is the endogenous constraint, as expressed mathematically in the following

    equation:

    pmXm = Y* =pa(Qa-Xa) w(L-F) V(Z) + E (2)

    Equation (2) describes the balancing of the household budget expenditures pmXm that

    equal to the potential income (Y*). Pm, Pa and W are the price of commodity market,

    commodity price and wage rate respectively. While, Qa, L, M, V and Z are the number

    of household production, family labor outside the family, the price of non labor variable

    inputs and variable non labor inputs respectively (referred to other production inputs). Pa

    in the model of Singh et al. (1986) is same with the Px on Nakajima model (1970).

    3.3. Production

    Production is an activity or process to change input of production factor into an

    output (Debertin, 1986). Whereas, production function is a function that showing output

    with production factors (input) (Mubyarto, 1989; Nicholson, 1999; Salvatore, 2001;

    Pindyck and Rubenfield, 2005).

  • 31

    Constraints of the production function is the third constraint in the model

    household by Singht et al. (1986), where the implicit form of production function is

    expressed in equation : (G(A: L, Z)) (3)

    Implicit production function has the same meaning as the economic theory of

    production normally. Household considered to produce a single commodity (Qa), which

    relies on the use of two types of labor input in the family (L) and other inputs (Z) used in

    the production process.

    Cobb Douglas production function is one that is often used in agricultural

    production function analysis that systematically can be formed:

    Y = A (Xi)i (Zj)j ............................................................................. (4)

    m n

    Ln Y = Ln A + 1 ln X1 + j Ln Zj . (5) i-1 j=1

    Description:

    Y = output

    A = intercept

    Xi = variables factors of production

    Zj = fixed factors of production

    , = coefficient of regression

    The production function is commonly used in estimating the factors of

    production which will be analyzed. The specialty of this model is estimated coefficients

    of variables that directly represents the value of production elasticity of production

    factors.

  • 32

    3.4. Time Allocation

    Singh et al. (1986) stated that the resources of time is one of the constraints in the

    model of farm household, in which leisure and work are the same as the total of

    resources time owned by the household (T= L + X1). Furthermore, the production

    function constraint in farm household model depending on the use of input L is family

    labor (G(Qa: L, Z)).

    3.5. Farm Income and Profit Functions

    Mubyarto (1989) stated that income is the difference between revenue and

    operational cost. Revenue is all values from production output, whether it is received,

    self-consumed, paid to other people as wage, or utilize in the next process. According to

    Soekartawi (2001) gross income is estimated in the form of production value either it is

    sold or not, that is revenue from business activity. Business revenue is estimated from

    total production multiplied by the unit price of product.

    Selling price of production which is estimated with the price received by farmer is

    an illustration of the real profit received by farmer (Sharma and Sharma, 1981). Thus,

    factors that influence the income from beef cattle farming can be analyzed using profit

    function.

    According to Nurmanaf (1988), total family income can be derived from one or

    more diverse sources of income. Source of income comes from agriculture and outside

    agriculture.

  • 33

    3.6. Consumption and Capital

    Singh et al. (1986) stated that the decision to consume goods and service are also

    included in the model farm household. After forming household potential income, then

    welfare can be achieved through maximization of utility function. Maximization of

    utility functions provided potential form household demand equation for commodity

    consumption is presented as fallows :

    Xi(pa, pm, Y*), untuk i= a, m ................................................................. (6)

    3.7. Farm Capital

    Farming capital in micro definition is capital for production factor that served,

    managed, and controlled both in an agribusiness and simple farming.

    Farm household is different with the enterprise commonly. The farm household

    can be seen as a complex enterprise, which is consisting of production activity,

    consumption and labor supply. All these activities cannot be separated, so the household

    cannot be seen as a real consumption. The some of production result is consumed while

    another can be used for capital or production factors.

    3.8. Hypotheses

    1) Agribusiness implementation on beef cattle farming is influenced by subsystems

    of production facility, production process (on-farm), post-harvest, marketing, and

    supporting agribusiness institutions for beef cattle farming.

    2a) Factors that influence beef cattle production are number of breed, outflow of

    working time, service per conception, amount of forages, amount of feed

  • 34

    supplement, years of breed, agribusiness implementation and dummy variable

    (race of beef cattle).

    2b) Farmers income was influenced by price of breed, numbers of beef cattle, price of

    beef cattle, price of forages, price of feed supplement, labor cost, agribusiness

    implementation and dummy variable (race of beef cattle).

    2c) Factors that influence food consumption are total of family members, price of rice,

    price of corn, price of sugar, price of fish, price of meat, price of milk, price of

    tobacco, price of oil, husband age, wife age and total income of farm household.

    2d) Factors that influence capital for beef cattle farm are number of breed, production,

    outflow of working time, beef cattle price, food consumption, price of forages,

    price of feed supplement, total income of farm household, agribusiness

    implementation and race of beef cattle.

    3) Beef cattle farming has been optimally developed based on resources available to

    the farmer, namely breed cattle, land and labor.

    IV. RESEARCH METHOD

    The research was taken in Central Java Province since March to June, 2010. This

    research was taken using survey method. Purposive sampling was selected to locate

    research location which is based on the potential showed by the largest number of cattle

    and LQ (Location Quotient) value (LQ>1). So, there were 5 (five) locations selected for

    research location that have potential for beef cattle farming, i.e. Rembang, Blora,

  • 35

    Grobogan, Boyolali and Wonogiri regencies. Method for determining respondent was

    quota sampling with 20 respondents for each regency.

    Based on the research objectives, analysis method selected for this research is

    descriptive qualitative and descriptive quantitative methods, which partially can be

    described as follows:

    1) Descriptive analysis is selected to describe the condition of beef cattle farmer in

    the research location, including age, level of education, livestock experience,

    livelihood and livestock ownership.

    2) Hypothesis 1 : it is analyzed using Path Analysis method.

    3) Hypothesis 2a: it is analyzed using t test of regression coefficient model with Cobb

    Douglass production function with type 2 SLS method.

    4) Hypothesis 2b: it is analyzed using t test of regression coefficient model with

    income function with type 2 SLS method.

    5) Hypothesis 2c: it is analyzed using t test of regression coefficient model with

    consumption function of food with type 2 SLS method.

    6) Hypothesis 2d: it is analyzed using t test of regression coefficient model with

    capital function of food with type 2 SLS method.

    7) To answer objective 3: Analyze development of beef cattle farm optimally based

    on the existing resources available to the farmer is analyzed by Linear

    Programming.

  • 36

    V. RESULTS

    5.1. Implementation of Agribusiness Subsystems

    Agribusiness implementation on beef cattle husbandry was influenced by

    subsystems of production facility, production process (farming / animal husbandry),

    post-harvest, marketing, and supporting agribusiness institutions for beef cattle farming.

    Based on descriptive analysis on agribusiness subsystems of beef cattle farming, it

    was suggested from its score that subsystem implementation of each agribusiness is

    ranged from moderate and good. Moreover, this score then analyzed using index of

    agribusiness subsystem implementation.

    The analysis result on agribusiness implementation index of beef cattle farming

    showed value of 0,626-0,721 and it is categorized into adequate. Every agribusiness

    subsystem implemented by the farmer which was still in adequate criteria means that

    actually farmer had applied various activities that correlated to agribusiness concept.

    However, its implementation was not completely perfect yet. It was well founded

    considering that there were many challenges faced by the farmer such as accessibility,

    facility, and resource. The condition was different if every subsystem had been applied

    perfectly and correctly, where this was brings an efficient result. Therefore, it can

    influence the income of beef cattle farmer (according to this agribusiness method).

    Activity analysis illustrated the correlation between variables of agribusiness subsystem

    towards agribusiness implementation. The result of beef cattle agribusiness implemented

    was realized into beef cattle population and farmers income.

  • 37

    The result of construct test towards model analyzed using Path Analysis was

    showed from Chi-Square tests = 30,893; RMSEA = 0,018; Probability = 0,370 and TL1

    = 0,993. In order to represent the model, a construct must have several conditions as

    follows; it must have low Chi-Square value, have probability of more than 0.05; its TL1

    value must be close to 1 and its RMSEA value must be lower than 0.08. From these

    conditions, then the model of Path Analysis constructed was a proper model for

    analyzing the implementation of agribusiness subsystems.

    Picture 1 : Result of Path Analysis

    Based on Picture 1 (Result of Path Analysis towards Activity of Beef Cattle

    Agribusiness Subsystem), it was suggested that there are several variables of

    agribusiness subsystem which correlates to agribusiness subsystem variable and

    agribusiness subsystem variable is correlated to agribusiness implementation.

  • 38

    The result of estimation analysis between endogenous and exogenous variables

    suggested that activity of agribusiness subsystem has small influence towards the level

    of agribusiness implementation; where in this case it was realized in the level of

    farmers income and increased population of beef cattle. It was agreed with the result of

    agribusiness implementation index that give criteria of moderate implementation by the

    farmer. This condition of course has influenced on the correlation test between

    agribusiness subsystem variable and agribusiness implementation, especially farmers

    income and population increase.

    The result of regression analysis showed that there are several variables with

    significant correlation towards other variables : Subsystem of production facility

    available (X1) was influenced to breed of beef cattle (X11) and subsystem of production

    process (on-farm agribusiness) (X2); Subsystem of production process (X2) was

    influenced to technology in the production process (X22) and post-harvest subsystem

    (X3) which including capital, labor, management, equipment, quality and comparative

    level of product, and list price feasibility; Post-harvest subsystem (X3) was influenced to

    the capital (X31); beef cattle population (Y11) and implementation agribusiness (Y);

    Marketing subsystem (X4) was influenced towards the availability of production facility

    (X1), the sales of agribusiness products (X42) and Subsystem of agribusiness supporting

    institutions (X5) was influenced towards marketing subsystem (X4), Subsystem of

    production facility available and post-harvest subsystem.

    From the analysis results of agribusiness subsystem implementation, agribusiness

    implementation index and Path analysis, then simultaneously Agribusiness

  • 39

    implementation on beef cattle farming was influenced by subsystems of production

    facility, production process (farming/animal husbandry), post-harvest, marketing, and

    supporting agribusiness institutions for beef cattle husbandry. Meanwhile, subsystem

    post-harvest was influenced indirect to agribusiness implementation.

    Agribusiness implementation must be developed to improve agribusiness

    performance of the animal husbandry. Technology development related to production

    technology can takes form of improved progeny quality, input factor utility, additional

    woof, facility, training to improve ranchers skill, and improved implementation of

    agribusiness subsystems. Finally, characteristic classification of agribusiness

    implementation is a useful alternative for agribusiness people, especially beef cattle

    rancher, to simplify observation on several main questions (Gupta and Chintangunta,

    1994; Wyner, 2000; Mudambi, 2002). While development strategy for an effective

    marketing and anticipation for recent and future demands from the consumer is a real

    challenge faced by agribusiness people (Corinne et al., 2005).

    5.2. The Influencing Factors for Beef Cattle Production

    The analysis result suggested that independent variable was simultaneously

    influenced towards production variable with probability of estimated F = 0.0000; R2

    0.915834 and adjusted R2 0.911848. Whereas from partial analysis it was showed that

    factors which had significant influence towards beef cattle production were number of

    breed, outflow of working time, service per conception, amount of forages, amount of

    feed supplement, years of breed and agribusiness implementation. Farmer who manages

  • 40

    their beef cattle farm average scale of 4.94 heads or 4.07 Animal Unit (AU) can earn

    IDR 1,934,861.713 per year.

    5.3. The Influencing Factors for Beef Cattle Income

    Based on the analysis, it was suggested that independent variables had simultaneous

    influenced towards income variable with probability of estimated F = 0.0000; R2

    0.898070 and adjusted R2 0.893242. Whereas partially, variables which influence to the

    income were price of breed, numbers of beef cattle, price of forages, labor cost and

    dummy variable (race of beef cattle)

    5.4. The Influencing Factors for Food Consumption of Farmers Household

    The analysis resulted that simultaneously, all independent variables were

    influencing to consumption of farmers household with probability of estimated F =

    0.0000; R2 0.966669 and adjusted R

    2 0.964530. Whereas partially, variables which

    influenced to food consumption were total of family members, rice price, fish price,

    meat price, oil price, husband age, wife age and total income of farm household.

    5.5. The Influencing Factors for Capital

    The result of regression analysis was based on statistics criteriadetermination

    coefficient (R2) and t-statistic values. Equation for capital had R2=0.885161 and

    adjusted R2= 0.879085, values which greater than 0.5 and probability of estimated F =

    0.00. This suggested that variables were able to describe endogenous variable. Whereas

    partially, variables which influenced to capital were number of breed, production of beef

  • 41

    cattle, outflow of working time, households total income, food consumption and

    agribusiness implementation

    Simulation result of increasing: a) 10% price of input factors was not influencing

    on beef cattle income, b) 15% price of food caused decreasing 44.7% of food

    consumption and c) 10% price of beef cattle caused increasing 61.79% income and

    2.019% capital.

    5.6. Optimization

    The analysis of optimizing of beef cattle farm showed that beef cattle farming

    achieve its optimal condition with the combination of 1.445 AU (animal unit) local

    cattle and 0.295 AU crossbred beef cattle non local beef cattle), while the optimal width

    of paddy field was achieved on 0.48 ha. An optimal of income was IDR 44,108,020

    whereas family labor involved in the operational of beef cattle farming was 89.415 man-

    hour.

    Simulation towards Optimal Condition

    Analysis model of resource allocation for farmer households showed a valid

    result and an optimal condition is achieved. Thus, a simulation is performed in order to

    know the change happened both on objective function and constrain. It is purposed to

    know how significance is the change on farming-husbandry system and farmers income

    of households to stay in an optimal condition if there was a changing on beef cattle

    resource, increasing input and decreasing output price.

  • 42

    Table 1. Simulation Result on Change of Cattle Resource for Farmer Households in

    The Research Location

    Resources Optimal

    Conditions

    Simulation

    Results

    Percentage of

    Change (%)

    Local Cattle 1.445 2 27.75

    Non local Cattle 0.295 1 70.50

    Land 0.48 0.48 Constant

    Labor 89.415 89.415 Constant

    Income 44,108,020 46,661,570 9.36

    Source: Analysis of Primary Data

    The result of simulation showed that there was increasing number of local beef

    cattle 27.75%, and 70.50% of non local beef cattle. Meanwhile there was no change

    found on land and labor. Besides that, the simulation can increase the farmer income

    9.36%.

    VI. CONCLUSIONS AND IMPLICATIONS OF POLICY

    6.1. CONCLUSIONS

    Based on the analysis result of beef cattle husbandry and its optimization in order

    to develop an animal husbandry based on agribusiness system, it can be concluded that:

    2) The implementation of agribusiness subsystems was in moderate and good

    conditions, while the analysis results on the agribusiness implementation index of

    beef cattle farming was in adequate criteria.

    The estimation result of endogenous and exogenous variables showed that

    agribusiness subsystem activities had minor influence towards the level of

    agribusiness implementation.

  • 43

    The result of regression analysis showed that there are several variables with

    significant influenced towards other variables : Subsystem of production facility

    available (X1) was influenced to breed of beef cattle (X11) and subsystem of

    production process (on-farm agribusiness) (X2); Subsystem of production process

    (X2) was influenced to technology in the production process (X22) and post-harvest

    subsystem (X3) which including capital, labor, management, equipment, quality and

    comparative level of product, and list price feasibility; Post-harvest subsystem (X3)

    was influenced to the capital (X31); beef cattle population (Y11) and implementation

    agribusiness (Y); Marketing subsystem (X4) was influenced towards the availability

    of production facility (X1), the sales of agribusiness products (X42) and Subsystem

    of agribusiness supporting institutions (X5) was influenced towards marketing

    subsystem (X4), Subsystem of production facility available and post-harvest

    subsystem.

    2.a. Beef cattle farm gave a profit

    2.b. Factors influencing production were number of breed, outflow of working time,

    service per conception, amount of forages, amount of feed suplement, years of breed

    and agribusiness implementation.

    2.c. Factors influencing income were price of breed, numbers of beef cattle, price of

    forages, labor cost and dummy variable (race of beef cattle).

    2.d. Factors influencing food consumption were total of family members, rice price, fish

    price, meat price, oil price, husband age, wife age and total income of farm

    household

  • 44

    2.e. Variables which were influenced to the capital of beef cattle farm were number of

    breed, production, operational time, total income of farm household, food

    consumption and agribusiness implementation.

    2.f. Simulation result of increasing: a) 10% price of input factors was not influencing on

    beef cattle income, b) 15% price of food caused decreasing 44.7% of food

    consumption and c) 10% price of beef cattle caused increasing 61.79% income and

    2.019% capital.

    3a. Optimal condition for beef cattle farm was achieved with the combination between

    local beef cattle of 1.445 head and non local beef cattle 0.295 head. Whereas, the

    optimal land width for paddy planting was 0.48 ha; labor was 89.45 man-hour and

    farm income was IDR 44,108,020.

    3b. Beef cattle farmer has been allocated optimally of the resources, namely breed cattle,

    land, and labor.

    3c. Here were simulation results of change on cattle resource, input and output prices:

    (i) The increase of total cattle breed, input price and decreasing output price caused

    increasing number of beef cattle and farm income.

    6.2. IMPLICATIONS OF POLICY

    1. The result suggested that agribusiness implemented was still in adequate to

    moderate criteria, whereas the index of agribusiness implementation can be

    categorized into adequate. Thus, to improve agribusiness implementation,

    cooperation between government and other institution becomes necessity for the

    beef cattle farm development. It can be put into realization through:

  • 45

    a. Training and consultation on the technology of cattle food.

    b. Improving contribution of Agribusiness Supporting Institutions such as Finance

    Institution, Farmer Group, Cattle Market, Cooperation, Research Institution, and

    Veterinary Post in order to get closer with farmer considering that these

    institutions have influence on marketing, the availability of production facility,

    and post-harvest.

    c. Farmer accessibility towards agribusiness supporting institutions related to the

    marketing.

    d. Increase the skill of inseminator to shorten calving interval.

    e. Agribusiness implementation must be improved for farmer in order to make up

    the agribusiness performance of beef cattle farm. Technology development

    which related to production was an alternative to improve the quality of cattle

    progeny, the utility of factor input, additional woof, equipment, supporting skill

    for farmer to manage beef cattle farm and improve the quality of agribusiness

    subsystem.

    2a. The income earned by beef cattle farmer was IDR 1,934,861.713 per year, or IDR

    161,238.5 in a month. If it seen from the value, the income was very small but from

    the activity performed, beef cattle farm can give a significant benefit for public

    husbandry because farmer can sell their cattle when they needs money. Related to

    this condition, beef cattle farm must be well managed by improving skill and

    implementing upper agribusiness. If it was well managed with business or

  • 46

    agribusiness-orientation, it can creates opportunity for the development of animal

    farm subsectors and job for rural people.

    2b. Factors which correlated to production were number of breed, outflow of working

    time, service per conception, amount of forages, amount of feed suplement, years of

    breed and agribusiness implementation

    Related to this, many efforts taken to make available number of breed supply both

    through governmental program and farmers skill by allocating capital must be

    maintained. Besides that, regulation which prohibits slaughtering of productive

    female beef cattle was a kind of effort to keep population stability and the

    sustainability of beef cattle farm. It was correlated to the coefficient of number of

    breed which has the greatest value among variables that influence beef cattle

    production. The increase of cattle population besides come from number of breed

    was also from service per conception. The decreased value of service per conception

    was a way to shorten its interval thus the sustainability of cattle population can be

    well maintained. Moreover, farmers skill related to cattle reproduction and

    knowledge on good quality cement for artificial insemination must be improved.

    2c. Farmers income was influenced by were price of breed, numbers of beef cattle,

    price of forages, labor cost and dummy variable (race of beef cattle). Thus, the

    facilitation towards forages and feed supplement supply must be supported through

    cooperation to easier farmer accessibility and it also must be affordable by farmers.

    2d. Variables which influenced to food consumption were total family member, the

    prices of rice, fish, meat, oil, husband and wife ages and the household farm

  • 47

    income. Therefore, policy on the stability of consumption commodities must be

    implemented in order to save farmer households concerning fluctuation of

    commodity prices which commonly directed to the higher level. Besides,

    diversification of consumption also must be put into realization because there are

    many food commodities other than rice and the utility of alternative energy, such as

    biogas, must be improved.

    2.e. Variables which were influenced to the capital of beef cattle farm were number of

    breed beef cattle, production, operational time, total income of farm household, food

    consumption and agribusiness implementation. So, the beef cattle farmer needs

    accessibility of capital trough supporting institution, especially financing institution.

    3. The optimal condition for cow calf cattle was achieved with local beef cattle of 1.445

    AU and non local beef cattle of 0.295 AU. Concerning this condition, many efforts

    for the development of beef cattle farmespecially breed of beef cattle supply

    were very significant. Governmental program through incentive allocated to the

    breed cattle for the development of productive breed cattle must be continued. It

    was purposed to maintain the availability of breed cattle and increase beef cattle

    population. This condition was comply with the analysis result on cattle production

    where the coefficient of breed cattle was the highest thus the development of beef

    cattle still can be maintained by provisioning breed cattle supply.

    4. Land resource, breed cattle and labor becomes limiting factor or the main constrain

    faced in earning income. Thus in order to increase the income of household-farm,

    land utility and increased number of breed cattle must be prioritized. Related to the

  • 48

    agricultural development especially food planting, one of several efforts can be

    taken is increase the productivity. This was become reasonable because the

    extensification of agricultural land was very difficult due to many land transfers to

    non-agricultural use. Thus, technology introduction to improve productivity was a

    correct solution.

    5. The increase on beef cattle number can increase the income of farmer households.

    Thus, farmer households must develop their beef cattle farm by increasing their

    cattle number especially breed of beef cattle.

    HALAMAN JUDULHALAMAN PENGESAHANHALAMAN PERNYATAANKATA PENGANTARDAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR GAMBARDAFTAR LAMPIRANINTISARIABSTRACTI. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1.2. Perumusan Masalah1.3. Tujuan Penelitian1.4. Kegunaan Penelitian1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian1.6. Keaslian Penelitian

    II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI2.1. Tinjauan Pustaka2.1.1 Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong2.1.2. Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Agribisnis

    2.2. Landasan Teori2.2.1 Konsep Agribisnis2.2.2. Teori Model Rumahtangga Pertanian2.2.2.1. Fungsi Produksi2.2.2.2. Alokasi Waktu2.2.2.3. Pendapatan Usahatani dan Fungsi Keuntungan2.2.2.4. Fungsi Konsumsi2.2.2.5. Modal

    2.3. Kerangka Pemikiran2.4. Hipotesis Penelitian

    III. METODE PENELITIAN3.1. Metode Dasar3.2. Jenis dan Sumber Data3.3. Metode Penentuan Lokasi3.4. Metode Penentuan Sampel dan Pengumpulan Data3.5. Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel3.6. Metode Analisis3.7. PENGUJIAN HIPOTESIS

    BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN4.1. Keadaan Umum Jawa Tengah4.2. Kondisi Pertanian di Jawa Tengah4.3. Kondisi Peternakan di Jawa Tengah4.4. Kondisi Ternak Sapi Potong4.5. Profil Rumahtangga Petani-Peternak Sapi Potong

    BAB V PENERAPAN SUBSISTEM AGRIBISNIS USAHA TERNAK SAPI POTONG5.1. Identifikasi Subsistem Agribisnis5.2. Indek Penerapan Subsistem Agribisnis5.3. Analisis Aktivitas Subsistem Agribisnis terhadap Penerapan Usaha Ternak Sapi Potong

    BAB VI ANALISIS PRODUKSI, PENDAPATAN, KONSUMSI PANGAN RUMAHTANGGA DAN MODAL USAHA TERNAK SAPI POTONG6.1. Analisis Produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sapi Potong6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sapi Potong6.4. Analisis Konsumsi Pangan Rumahtangga dan Modal Usaha Ternak Sapi Potong6.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Rumahtangga Peternak6.6. Modal Usaha Ternak Sapi Potong6.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Usaha Ternak Sapi Potong6.8. Simulasi Pengaruh Perubahan Harga Input dan Output terhadap Produksi, Pendapatan, Konsumsi Pangan dan Modal Usaha Ternak Sapi Potong

    BAB VII OPTIMALISASI USAHA TERNAK SAPI POTONG7.1. Fungsi Tujuan Analisis Linear Programing untuk Rumahtangga Tani7.2. Aktivitas Rumahtangga Tani Ternak Sapi Potong7.3. Kendala Sumberdaya Ternak Sapi Potong7.4. Hasil Solusi Optimal Penggunaan Sumberdaya7.5. Analisis Sensitivitas

    BAB VIII HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN AGRIBISNIS, USAHA TERNAK SAPI POTONG DAN OPTIMALISASI USAHABAB IX KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN9.1. KESIMPULAN9.2. IMPLIKASI KEBIJAKAN

    DAFTAR PUSTAKARINGKASAN/SUMMARYLAMPIRAN