3. Konsep Kependudukan Dalam Islam
description
Transcript of 3. Konsep Kependudukan Dalam Islam
KEPENDUDUKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Disusun oleh:
Disusun oleh:
Kelompok 3
Lu’lu’ul Jannah 101011014
Muhammad Agus Zaini 101011018
Alif Kurnia Masita 101011125
Nila Yuniwati 101011127
Oki Dwi Hartanti 101011169
Aida Erna Mahmudah 101011188
Ummu Nafisah 101011213
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2012
1
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………… iDaftar Isi………………………………………………………………….. iiBAB 1 Pendahuluan ……………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1 1.2 Tujuan ………………………………………………………… 3BAB 2 Pembahasan…....………………………………………………….. 4
2.1 Konsep Kependudukan……………………………………….. 42.1.1 Konsep Kependudukan secara Umum..………………… 42.1.2 Konsep Kependudukan secara Islam.…………………... 5
2.2 Berbagai macam aspek Kependudukan dalam Islam………… 72.2.1 Pernikahan ………….………………………………….. 7
2.2.1.1 Definisi Pernikahan…………………………….. 72.2.1.2 Pandangan islam tentang Pernikahan ………….. 72.2.1.3 Tujuan Pernikahan dalam islam ……………….. 102.2.1.4 Tata cara perkawinan dalam Islam……………... 18
2.2.2 Perceraian ……………………………………………… 252.2.2.1 Pengertian perceraian…………………………... 252.2.2.2 Bentuk-bentuk perceraian dalam islam………… 262.2.2.3 Proses terjadinya perceraian menurut UU
No.1/1974……………………………………… 29 2.2.3 Kontrasepsi ……...…………………………………….. 35
2.2.3.1 Anggapan untuk memiliki banyak anak……….. 362.2.3.2 Jenis kontrasepsi………………………………. 372.2.3.3 Pandangan Al Qur’an dan Hadis terhadap alat
kontrasepsi…………………………………….. 402.2.3.4 Hukum Halal Haram alat Kontrasepsi………… 422.2.3.5 Penggunaan Alat Kontrasepsi yang Diperbolehkan
dan yang Dilarang oleh Islam………………….. 442.2.4 Aborsi ………………………………………………….. 45
2.2.4.1 Pengertian Aborsi……………………………… 452.2.4.2 Bahaya Aborsi untuk Kesehaan……………….. 462.2.4.3 Aborsi menurut Hukum Islam………………… 48
BAB 3 Penutup …………………………………………………….…….. 583.1 Kesimpulan ………………………….………………………. 583.2 Saran …………….................................................................... 59.
Daftar Pustaka…………………………………………………………….. 60
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep penduduk menurut BPS adalah penduduk merupakan semua
orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan menetap. Penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang
tinggal di suatu tempat. Kependudukan merupakan suatu hal yang berkaitan
dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, morbilitas, kualitas,
kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya,
agama serta lingkungan hidup penduduk.
Tingginya tingkat kriminalitas, angka putus sekolah, kemiskinan yang
melanda dimana-mana seringkali dihubungkan dengan ledakan jumlah
penduduk. Pertambahan penduduk yang seperti deret ukur berbanding terbalik
dengan tersedianya sumber daya yang jauh lebih kecil. Maka ketika ledakan
penduduk tersebut tidak diantisipasi dengan bijak, permasalahan ketersediaan
akses pendidikan dan lapangan kerja menjadi potensi gejolak sosial pada saat
mendatang. Ketika lapangan kerja sulit diakses oleh masyarakat akibat
ledakan penduduk yang tajam, maka yang terjadi adalah kemiskinan yang juga
turut meningkat. Ini karena kebutuhan dasar mereka (right based) tidak bisa
tercukupi. Selain permasalahan kemiskinan, yang tidak kalah penting adalah
rusaknya ekologi yang kemudian mengganggu keseimbangan alam. Hal ini
menandakan adanya hubungan yang erat antara masalah ke-ummat-an, sosial
3
dan juga lingkungan. Maka dari itu, Islam tidak hanya mengatur kesalehan
ritual semata, tetapi juga pada aras kesalehan sosial. Masalah sosial di
Indonesia tidak bisa terlepas dari konteks keislaman. Ini dikarenakan Islam
menjadi agama mayoritas bagi masyakat Indonesia.
Dalam Islam, pendidikan menempati posisi yang sangat penting.
Bahkan mencarinya menjadi kewajiban yang dibebankan pada setiap orang,
dari kecil sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya. Di lain kesempatan,
ayat yang pertama kali turun kepada Muhammad SAW adalah ayat yang
memperintahkan umat Islam untuk membaca, yaitu al-alaq. Ini menjadi
pertanda bahwa Islam tidak menganggap remeh bangunan pendidikan bagi
umatnya. Aspek kesehatan juga menjadi perhatian penting dari Islam. Karena
dengan adanya umat yang sehat maka produktifitas keumatan akan menjadi
lancar. Maka dari sini Islam akan mampu bersuara lebih saat umatnya
mengutamakan kesehatan. Kondisi perekonomian juga menjadi perhatian
dalam mengatasi permasalahan kependudukan ini. Seringkali kepadatan
penduduk berbanding lurus dengan kondisi perekonomian suatu masyarakat.
Semakin padat penduduk, biasanya semakin sulit kondisi perekonomian
masyarakat tersebut. Islam dalam memandang perekonomian ini
meletakkannya dalam dua ranah, yaitu ikhtiar dan tawakkal.
Selain permasalahan-permasalahan di atas, permasalahan moral juga harus
menjadi perhatian yang serius dalam isu-isu kependudukan. Merosotnya moral
masyarakat Indonesia ini karena semakin lunturnya sikap solidaritas
masyarakat. Jurang antara penduduk kelas menengah atas dan penduduk kelas
4
menengah atas semakin lebar. Monopoli pasar yang sedemikian dan juga
semakin tidak pedulinya anggota masyarakat yang satu dengan yang lain.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami konsep kependudukan dalam islam
b. Mengetahui berbagai aspek kependudukan
c. Memahami bagaimana pandangan islam terhadap pernikahan,
perceraian, kontrasepsi, dan aborsi
5
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kependudukan
2.1.1 Konsep Kependudukan secara umum
Pertumbuhan penduduk dalam suatu nagara/bangsa merupakan
sebuah fenomena yang memang sewajarnya terjadi. Kondisi itu dimulai
ketika manusia pertama yang turun ke bumi yaitu Nabi Adam As dan
kemudian diikuti pertumbuhan manusia yang terus meningkat hingga
sekarang. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan penduduk atau
populasi, yang dapat diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Perkembangan penduduk meliputi beberapa faktor diantaranya mortalitas,
fertilitas, migrasi, dan berbagai macam aspek yang lain.
Berbagai macam faktor seperti fertilitas, mortalitas dan migrasi,
dapat berkontribusi menimbulkan dinamika penduduk. Dinamika
penduduk sendiri merupakan suatu proses perubahan penduduk secara
terus menerus yang mempengaruhi jumlahnya. Lain halnya dengan
dinamika kependudukan yang merupakan perubahan kependudukan untuk
suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
perubahan penduduk itu pasti terjadi, baik bersifat konstan maupun
fluktuatif.
Di Indonesia yang merupakan salah satu negara yang notabene
sedang berkembang di dunia, termasuk kedalam negara yang memiliki
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Hal tersebut dapat kita lihat
6
dari data berikut ini, tahun 1971 jumlah penduduk indonesia masih 119
juta jiwa, tapi setelah 41 tahun jumlah pertumbuhan penduduk kita
mecapai 100 % (SP). Pertumbuhan penduduk yang terjadi tentu akan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan apalagi jika tidak terkontrol.
Salah satu contoh adalah aspek ekonomi, jika pertumbuhan
penduduk semakin banyak maka akan membutuhkan tenaga kerja untuk
menmpung SDM tersebut. Lain lagi dari aspek politik, perkembangan
penduduk akan memberikan pengaruh langsung terhadap jumlah suara
rakyat yang semakin banyak dan tentunya berbanding lurus dengan
konflik-konflik baru yang akan muncul. Dari aspek sosial juga terkena
imbasnya, dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat,
secara tidak lansung akan mereduksi norma-norma di masyarakat.
2.1.2 Konsep Kependudukan secara islam
Dalam islam konsep kependudukan merupakan salah satu aspek
yang sangat diperhatikan, karena hal ini menyangkut manusia yang pada
dasarnya diturunkan ke bumi sebagai seorang khalifah/pemimpin. Salah
satu bukti bahwa masalah kependudukan dan segala aspeknya menjadi
sebuah konsen islam adalah dengan dibahasnya berbagai macam hal
tentang kehidupan manusia dalam kitab Al-quran. Salah satu contoh nya
adalah tentang kehidupan seorang wanita yang kemudian dijelaskan secara
jelas dalam Al-quran surat An-nisa.
Pertambahan pendudukan di Indonesia semakin lama semakin
menunjukkan peningkatan perekonomian negara, pertambahan penduduk
lebih cepat, sedangkan perekonomian negara jauh lebih tertinggal. Jika
7
kondisi tersebut tidak segera ditanggulangi, maka dikhawatirkan akan
berpengaruh negatif terhadap pembangunan nasional. Di samping itu,
pemerintah akan semakin kewalahan dalam menyediakan berbagai macam
fasilitas primer dan sekunder bagi masyarakat. Oleh karena itu ada
beberapa program yang dijadikan sebagai upaya dalam megurangi
pertembuhan penduduk salah satunya adalah KB (Keluarga Berencana).
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sebenarnya islam sudah
mengatur berbagai macam hal tentang masalah kependudukan. Beberapa
hal yang diatur oleh islam dan sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari diataranya KB (Keluarga Berencana), Pil, IUD, dan berbagai cara
tradisional lainnya. Pada prinsipnya berbagi masalah yang muncul akibat
ledakan penduduk, dapat dilakukan berbagai program untuk kemslahatan
umat, hal sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi :
ف� �ص�ر� ت � �م�ام اإل� ع�ل�ى �ة� ي ع� الر� �وط� م�ن �ح�ة� �م�ص�ل �ال ب
“Kebijaksanaan imam (pemerintahan) terhadap rakyatnya bisa
dihubungkan dengan (tindakan) kemaslahatan.”
Pertimbangan kemaslahatan umat (rakyat) dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk menetapkan hukum Islam menurut mazdhab Maliki.
8
2.2 Berbagai macam Aspek Kependudukan dalam Islam
2.2.1 Pernikahan
2.2.1.1 Definisi Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan
bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul
(‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan
nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud
pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud
perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-
pasangan, menghalalkan perkawinan dan mengharamkanzina.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual
dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini
bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang
asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan
sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini
merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan
nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah
persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting
dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu
perjanjian yang kokoh dan suci.
2.2.1.2 Pandangan Islam tentang Pernikahan
9
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia
diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan
diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan
penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam
menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah
insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya
sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh
agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi
separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada
Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
10
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah
dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”.
Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan
penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya
umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya
kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-
masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah
seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan
menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika
hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu,
sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut
dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku
berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
11
C. Kedudukan Pernikahan dalam Islam
1. Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat
sehingga bisa menjerumuskannya ke lembah maksiat
(zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang
mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar
mahar(mas kawin/dower) dan mampu nafkah kepada
calon isterinya.
2. Sunah kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal
nafsunya.
3. Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan
untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal
perkawinan
4. Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi
nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi
kemudaratan kepada isteri.
5. Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk
memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak
berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta
akan menganiaya isteri jika dia menikah.
2.2.1.3 Tujuan Pernikahan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
12
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa
perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk
memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui
jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor
menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan
lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh
Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam
Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia
dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan
meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam
memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara
kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah
itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
13
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan
Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan
adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah
dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim”. (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan
syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila
keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana
yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah
thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya
hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
14
yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin
kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-
Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami
istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya.
Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam
adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah
yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa’ah
Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang
tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang
memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon
jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan
keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan
saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat
perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya
diukur lewat materi saja.
15
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan,
kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha
untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang
Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman
dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama
derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non
Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat :
13).
“Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan
bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib
bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih
16
berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat
wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal :
Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab
kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”.
(Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Shalihah
Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang
shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang
shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :
“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada,
sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-
Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di
antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai
jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk
17
pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah
(Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki
yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua
dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada
tetangganya dan lain sebagainya”.
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga
yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang
agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah
kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari
sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur
bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-
amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun
termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian
termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat
keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami
yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab
: “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami)
18
bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi :
“Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits
Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i
dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan
dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu
pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri
kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya
sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang
shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang
shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam
yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga
Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga
banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki
ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh
19
karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar,
dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga
memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu
jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang
meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam
yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap
kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
2.2.1.4 Tatacara Perkawinan dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara
perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih
(sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara
singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah
hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan
ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang
seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh
orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban
yang harus dipenuhi :
20
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
1. Pernikahan nikah hendaklah tepat
2. Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
3. Diucapkan oleh wali atau wakilnya
4. Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
5. Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu
ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada
calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau
dengan Delia binti Munif dengan mas
kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp.
300.000 tunai".
b) Syarat qabul
1. Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
2. Tiada perkataan sindiran
3. Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas
sebab-sebab tertentu)
4. Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti
mutaah(seperti nikah kontrak)
21
5. Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu
qabul dilafazkan)
6. Menyebut nama calon isteri
7. Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon
suami): "Aku terima nikah/perkahwinanku dengan
Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU
"Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c) Adanya Mahar
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah
hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang
akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri
dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah
maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin)
kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
yang penuh kerelaan”.
Jenis mahar:
a. Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan
mahar saudara perempuan yang telah berkahwin
sebelumnya.
22
b. Mahar muthamma : mahar yang dinilai
berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan
oleh perempuan atau walinya.
d) Adanya Wali
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat
dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk
menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu
kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan
cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian
saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama)
ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah
Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan
selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah
(dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu,
ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak
memiliki hak wali.”
Syarat wali:
a. Islam, bukan kafir dan murtad
b. Lelaki dan bukannya perempuan
c. Baligh
d. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
23
e. Bukan dalam ihram haji atau umrah
f. Tidak fasik
g. Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan
sebagainya
h. Merdeka
i. Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan
hartanya
e) Adanya Saksi-saksi
Syarat-syarat saksi:
a. Sekurang-kurangya dua orang
b. Islam
c. Berakal
d. Baligh
e. Lelaki
f. Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
g. Boleh mendengar, melihat dan bercakap
h. Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak
berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
i. Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang
orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
24
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti
makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam
walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk
makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka
ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
4. Sebab Haram Nikah:
Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki
disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan
dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu
kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah
bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi
adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-
beradik perempuan.” :
a. Ibu
b. Nenek sebelah ibu mahupun bapa
c. Anak perempuan & keturunannya
d. Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa
atau seibu
e. Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki
mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara
perempuan25
f. Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
g. Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki
disebabkan oleh susuan ialah:
a. Ibu susuan
b. Nenek dari sebelah ibu susuan
c. Adik-beradik perempuan susuan
d. Anak perempuan kepada adik-beradik susuan
lelaki atau perempuan
e. Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
a. Ibu mertua dan ke atas
b. Tiri
c. Nenek tiri
d. Menantu perempuan
e. Anak tiri perempuan dan keturunannya
f. Adik ipar perempuan dan keturunannya
g. Emak saudara kepada isteri
h. Anak saudara perempuan kepada isteri dan
keturunannya
26
2.2.2 Perceraian
2.2.2.1 Pengertian Perceraian
Kehidupan manusia masa kini yang semakin modern dan
maju sedikit demi sedikit telah mengurangi kesakralan
pernikahan. Banyak sekali perceraian atau pisah ranjang yang
terjadi antara pasangan dalam rumah tangga. Dan kurangnya
usaha yang cukup berarti yang dilakukan untuk
mempertahankan rumah tangga yang telah dibangun sekian
lama. Egosentris yang menyelimuti individu-individu modern
membuat nilai agamis tidak melebihi nilai duniawi.
Secara harfiah, definisi perceraian merupakan pemutusan
terhadap ikatan pernikahan baik secara agama maupun secara
hukum. Namun dalam Islam, arti perceraian tidaklah
semudah pernikahan. Banyak tahap yang harus dilalui ketika
perceraian benar-benar dilakukan. Dalam Al-Qur’an Surat
Ath-Thalaq, yang dipergunakan sebagai Undang-Undang
Perkawinan. Bahwa perceraian hanya akan terjadi ketika ada
saksi dan melalui tiga tahap, yaitu talak 1, talak 2, dan
kemudian talak 3. Definisi lain perceraian dalam istilah fiqih
disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau
membatalkan perjanjian. Sedangkan menurut syara’ ialah
melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz
talaq atau yang semakna dengannya.
27
Dan menurut beberapa para ulama’ ada yang memberi
pengertian talaq ialah melepaskan ikatan nikah pada waktu
sekarang dan yang akan datang dengan lafadz talaq atau
dengan lafadz yang semakna dengan itu. Dalam istilah fiqih,
perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah
umum dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum
ialah segala bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh
suami yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang
jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalkan
salah satu pihak. Talaq dalam arti khusus ialah perceraian
yang dijatuhkan oleh suami. Jadi perceraian itu putusnya
ikatan perkawinan akibat kesengajaan yang disengaja oleh
suami atau istri dengan sadar atau tidak terpaksa.
2.2.2.2 Bentuk-Bentuk Perceraian dalam Islam
Terdapat beberapa bentuk perceraian menurut Hukum
Islam, yaitu:
1) Talak adalah perceraian antara suami isteri, atas kehendak
suami dan merupakan bentuk perceraian yang umum terjadi di
Indonesia Bentuk talak ditinjau dari beberapa kali dijatuhkan
adalah:
a) Talak Raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan satu kali dan
suami dapat rujuk, yang termasuk talak raj’i adalah:
28
(1) Talak satu dan talak dua, tetapi tidak memakai
suatu pembayaran dan mereka telah melakukan
hubungan suami isteri.
(2) Perceraian dalam bentuk talak yang dijatuhkan
oleh Hakim Pengadilan Agama berdasarkan
proses Illa yaitu suami bersumpah tidak akan
mencampuri isterinya.
(3) Perceraian dalam bentuk talak yang juga
dijatuhkan oleh Pengadilan Agama berdasarkan
persamaan pendapat dua hakim karena proses
syiqaq dari suami isteri tetapi tidak pakai iwadh.
b) Talak Bain kecil atau talak bain shugra yaitu talak yang
tidak boleh rujuk lagi, tetapi keduanya dapat
berhubungan kembali menjadi suami isteri sesudah habis
tenggang waktu iddah dengan jalan melalui proses
perkawinan kembali.
c) Talak bain besar atau kubra yaitu:
(1) Talak yang dijatuhkan ketiga kalinya dimana
suami isteri tidak dapat rujuk dan kawin lagi
diantara mereka, sebelum si isteri dikawini lebih
dahulu oleh orang lain.
(2) Perceraian karena li’an (tuduhan berzina) antara
bekas suami isteri tidak dapat lagi kawin untuk
selama-lamanya.
29
2) Ta’lik talak artinya talak yang digantungkan terjadinya
terhadap suatu peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian.
3) Khuluk atau Mubaro’ah adalah bentuk perceraian atas dasar
persetujuan kedua belah pihak dan merupakan
keistimewaan dalam Islam, karena sebelum Islam si isteri
dalam prakteknya tidak mempunyai hak apapun juga untuk
minta diceraikan. Khuluk dalam bahasa Arab ialah
menanggalkan pakaian, dalam peristiwa ini artinya
melepaskan kekuasaannya sebagai suami dan memberikan
kepada isterinya dalam bentuk talak,
sedangkan Mubaro’ah artinya baik suami maupun isteri
sama-sama membebaskan diri yaitu suami membebaskan
dirinya dari kekuasaan sebagai suami sedangkan isterinya
membebaskan dirinya pula sebagai isteri, dengan syarat
harus ada persetujuan bebas dari suami dan isteri tersebut
dan pemberian iwadh (pembayaran sejumlah uang) oleh
isteri kepada suami sebagai penebus/pengembalian mahar
yang dulu pernah diterima isteri.
4) Fasakh adalah suatu lembaga perceraian karena tertipu atau
karena tidak mengetahui sebelum perkawinan bahwa isteri
yang telah dinikahinya itu ada cacat celanya atau salah satu
pihak merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui
sebelum berlangsungnya perkawinan. Perkawinan yang
telah ada adalah sah dengan segala akibatnya dan dengan
30
difasakhkannya oleh Hakim Pengadilan Agama maka
bubarlah hubungan perkawinan itu.
5) Illa’ adalah salah satu bentuk perceraian yang berarti suami
bersumpah bahwa tidak akan mencampuri isterinya dan dia
tidak menalak atau menceraikan isterinya (seakan-akan
menggantung isterinya tidak bertali), berarti membuat
isterinya menderita.
6) Zhihar adalah seorang suami bersumpah, bahwa isterinya
itu sama dengan punggung ibunya, hal ini berarti ungkapan
khusus bagi orang di tanah Arab yang berarti dia tidak akan
mencampuri isterinya lagi karena isterinya diibaratkan
sama dengan ibunya.
7) Li’an merupakan sumpah laknat yaitu sumpah yang
didalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat
Tuhan, hal ini terjadi apabila suami menuduh isteri berbuat
zina, padahal tidak mempunyai saksi kecuali dirinya
sendiri. Dalam keadaan biasa (diluar perkawinan)
seharusnya ia dikenai hukuman menuduh zina
tanpa saksi yang cukup.
2.2.2.3 Proses Terjadinya Perceraian Menurut UU No. 1 / 1974
Pada prinsipnya ajaran Islam maupun hukum perkawinan
nasional terdapat adanya suatu persamaan pandangan mengenai
perceraian. Baik dalam hukum Islam maupun hukum
perkawinan nasional sama-sama membenci terjadinya
31
perceraian (cerai hidup). Kalau ditinjau dari tujuan pernikahan
yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan
demikian perceraian merupakan kegagalan dalam mewujudkan
cita-cita dalam berumah tangga tersebut.
Apabila dilihat dari tujuan yang sakral dan agung tersebut,
maka secara moral semua yang telah menikah mempunyai
kewajiban untuk menyelamatkan perkawinan dari kehancuran.
Akan tetapi kesadaran yang demikian belum tentu dimiliki oleh
semua pasangan suami istri sehingga masih banyak dari mereka
yang menggunakan jalan perceraian dalam mengatasi masalah
keluarga.
Dengan melihat kondisi masyarakat yang demikian maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk membentuk suatu
aturan agar percerain dapat ditekan bahkan kalau mungkin
dihindarkan sama sekali. Usaha-usaha tersebut dapat dilihat
dari terbentuknya:
1) Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974
2) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
3) Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983
Dengan terbentuknya UU Nomor 1 tahun 1974 maka segala
permasalahan yang berkaitan dengan pernikahan harus dapat
dipertanggung jawabkan dengan undang-undang terebut
beserta peraturan-peraturan lain yang mendukungnya.
32
Sebenarnya pemerintah juga menyadari bahwa pernikan dan
perceraian adalah permasalahan pribadi, baik yang menyangkut
kehendak bersama atau sepihak (perceraian). Akan tetapi
pemerintah memandang perlu ikut campur tangan agar
hubungan di antara keduanya mendapat kepastian hukum.
Berkenaan dengan masalah perceraian dalam UU No.1
tahun 1974 telah diatur sebagai berikut:
1) Pasal 38 :
Perkawinan dapat putus karena
a) Kematian
b) Perceraian dan
c) Atas keputusan pengadilan
Putusnya perkawinan karena kematian dari salah satu pihak
tidak akan menimbulkan permasalahan, karena kematian
sendiri bukan atas kehendak. Namun putusnya perkawinan
karena perceraian maupun keputusan pengadilan perlu diatur
lebih lanjut.
2) Pasal 39 ayat 1:
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang
pengadilan yang bersangkutan dan berusaha dan tidakberhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian yang harus
melalui sidang pengadilan mempunyai dampak yang positif
bagi umat Islam. Memang syari’at Islam tidak menentukan
bahwa kalau perceraian harus di depan sidang pengadilan.
33
Namun karena hal ini lebih banyak mendatangkan keutamaan
maka umat Islam wajib mengikutinya.
Meskipun undang-undang perkawinan mengatur adanya
perceraian, namun apabila dipelajari dengan seksama dan
sungguh-sungguh di dalamnya tersirat adanya suatu pesan
perceraian tersebut merupkan suatu kegagalan dalam upaya
untuk mendapatkan kebahagiaan. Untuk menghindarkan
kesalahpahaman terhadap Undang-undang No.1 tahun 1974,
pemerintah dalam hal ini Departemen Agama telah membentuk
suatubadan yang disebut BPPPP (Badan Penasiahat
Perkawinan dan Pencegahan Perceraian). Badan tersebut
berusaha mengharmoniskan hubungan antara suami dan istri
agar suami tidak dengan mudah menjatuhkan talak dan istripun
tidak mudahmintai cerai.
Dalam hal tata cara perceraian undang-undang tersebut
menyebutkan:
1) Pasal 39 pasal 3
Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur
dalam peraturan tersendiri.
2) Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan
(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1)
pasal ini diatur dalam peratursn perundang-undangan
tersendiri.
34
Kalau melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur adanya
perceraian, maka disini dpat ditarik kesimpulan bahwa
perceraiann itu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Perceraian karena talak
2) Perceraian karena gugat
Perceraian karena talak, yang disebut perceraian karena
talak ialah suatu bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh pihak
suami setelah mendapat keputusan hakim. Adapun tata caranya
adalah sebagai berikut:
1) Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan
menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya
mengajukan surat ke pengadilan tempat tinggalnya,
yangberisi pemberitahuan bahea ia bermaksud menceraikan
istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta
kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan
itu.
2) Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang
dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-
lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga
istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan maksud percerian itu.
3) Pasal 16
35
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang
pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud
pasal 14 apabila terdapat alasan-alasan seperti yang
dimaksud PP pasal 19 dan pengadilan berpendapat bahwa
antara suami istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi
didamaikan untuk hidup rukun lagi dlam rumah tangga.
4) Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 16.
Ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang
terjadinya perceraian. Surat iru dikirimkan kepada pegawai
pencatat di tempatperceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatn perceraian.
5) Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu
dinyatakan didepan sidang pengadilan.
Di dalam Islam, Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Tindakan halal tetapi paling dilaknat Allah adalah perceraian.”
Ketika pernikahan tersebut membuat seseorang atau masing-
masing pasangan yang menikah merasa tersiksa secara lahir
dan bathin akibat sebuah ikatan bersama, maka dihalalkan bagi
mereka untuk melakukan perpisahan rumah tangga. Dan di
dalam firman Allah SWT di surah An Nisa ayat 19
36
menyebutkan “Pergaulilah isterimu dengan baik, sekiranya
kamu benci kepada mereka, boleh jadi ada yang kamu benci itu
Tuhan akan menjadikan kebaikan yang banyak padanya”.
Ayat Al-Quran dan Hadis di atas ini dengan jelas
memberikan kita penjelasan bahawa perceraian merupakan
suatu perkara yang paling dibenci oleh Allah swt. Agama Islam
tidak mengalakkan umatnya bercerai berai, kerana ia akan
mengakibatkan implikasi yang negatif kepada pasangan itu
sendiri, anak-anak, keluarga mahupun masyarakat umumnya.
Amanah dan tanggungjawab ini hanya dapat dilaksanakan
oleh kedua pasangan suami isteri dengan baik dan sempurna,
jika keduanya menjadikan dasar ikatan atau perjanjian yang
suci ini dengan bersumberkan iman dan taqwa kepada Allah
swt. Selagi kedua pasangan ini menjadikan sumber pegangan
mereka berpandukan dengan ajaran Islam, Insya Allah tujuan
dan matlamat perkahwinan yang didambakan akan berkekalan
hingga ke akhir hayat mereka.
2.2.3 Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari dua suku kata, yaitu kontra yang berarti
mencegah atau melawan, dan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang
mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
37
Prisip dari alat kontrasepsi adalah mengusahakan agar tidak
terjadi evolusi, melumpuhkan sperma, dan menghalangi pertemuan
sel telur dengan sperma. Dari prinsip-prinsip tersebut kemudian
pelaksanaanya dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara,
diantaranya adalah: AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim), susuk
KB, pil KB, suntikan KB, kondom, dan lain sebagainya.
Meskipun program KB telah diperbolehkan dalam Islam, namun
tidak berarti dalam pelaksanaannya diperbolehkan mengggunakan
sembarang alat kontrasepsi. Dalam Islam alat kontrasepsi atau
�ح�م�ل� ال �ع� م�ن �ل� ائ sebagaimana و�س� yang sering digunakan dalam
program KB, ada yang diperbolehkan dan dilarang.
2.2.3.1 Anggapan untuk Memiliki Banyak Keturunan
Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu berkata: Seseorang
datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia
berkata: “Sesungguhnya aku mendapatkan seorang wanita
cantik dan memiliki kedudukan, namun ia tidak dapat
melahirkan anak, apakah boleh aku menikahinya?” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak boleh.” Orang
itu datang lagi kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutarakan keinginan yang sama, namun Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap melarangnya. Kemudian ketika ia datang
untuk ketiga kalinya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
�م�م �أل ا �م� �ك ب �ر� �اث م�ك ��ي �ن ف�إ �و�د� �و�ل ال الو�د�و�د� و�ج�و�ا �ز� ت
38
“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur
(dapat melahirkan anak yang banyak) karena sesungguhnya aku
berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat-
umat yang lain.”
2.2.3.2 Jenis Kontrasepsi
Metode kontrasepsi dapat dikelompokkan menurut
pemakaiannya (laki-laki atau perempuan), metodenya
(sederhana atau modern), tujuan pemakaian (menunda
kehamilan, mengatur kehamilan, untuk mengakhiri kesuburan).
Secara global, alat kontrasepsi terbagi dalam tiga bagian besar.
Yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal, dan kontrasepsi mantap.
1) Kontrasepsi Mekanik
Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung.
Maksudnya adalah kontrasepsi ini mencegah bertemunya
sperma dan sel telur dalam rahim. Ada 4 jenis kontrasepsi yang
termasuk dalam kategori kontrasepsi mekanik:
a) Kondom
Kondom terbuat dari bahan karet yang tipis dan elastis.
Bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom untuk
menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam vagina.
Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Rata-rata, dari 100
pasangan dalam setahun, sekitar 4 wanita yang hamil
b) Diafragma
39
Diafragma terbuat dari bahan karet dan agak tebal.
Kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam
sekat yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam
rahim. Karena bahannya lebih tebal dari kondom, sehingga
tidak mungkin bocor.
c) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Alat Kontrasepsi dalam Rahim/AKDR/IUD lebih dikenal
dengan nama spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak
macamnya. Ada yang terbuat dari plastik seperti bentuk
huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam
tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan
mirip huruf T (Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu
kuda (Multiload).
AKDR dimasukkan ke dalam rahim oleh dokter dengan
bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan
menimbulkan reaksi yang dapat mencegah bersarangnya sel
telur yang telah dibuahi di dalam rahim. Alat ini dapat
bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun,
d) Spermisida
Spermisida merupakan senyawa kimia yang dapat
melumpuhkan sampai membunuh sperma. Spermisida dapat
berbentuk busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau aerosol.
Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan
ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan
40
seksual dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang
efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti
kondom atau diafragma.
2) Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal menggunakan hormon progesteron
sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Penggunaan
kontrasepsi hormonal dilakukan dalam bentuk pil, suntikan,
atau susuk. Pada prinsipnya, mekanisme kerja hormon
progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari
indung telur, mengentalkan cairan di leher rahim sehingga
sulit ditembus sperma, membuat lapisan dalam rahim
menjadi tipis dan tidak layak untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, saluran telur menjadi lambat sehingga
mengganggu saat bertemunya sperma dan sel telur. Ada
beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam kategori ini:
a) Pil atau Tablet
Cara menggunakannya, diminum setiap hari secara teratur.
Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem
22/21. Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah
berhenti (21 tablet pil kombinasi dan 7 tablet plasebo).
Sedangkan sistem 22/21, minum pil terus-menerus,
kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat
kesempatan menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan
haid (sekuensial).
41
b) Suntikan
Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik.
Penyuntikan ini dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan
setiap 3 bulan *(Depoprovera)*, setiap 10 minggu
*(Norigest)*, dan setiap bulan *(Cyclofem)*.
c) Implant / Susuk
Implant dipasang di bawah kulit pada lengan kiri atas.
Bentuknya seperti tabung kecil atau pembungkus silastik
(plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek api.
Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul.
Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut sedikit
demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya
ovulasi dan menghalangi migrasi sperma.
3) Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap dipilih dengan alasan sudah merasa
cukup dengan jumlah anak yang dimiliki. Caranya, suami-
istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk
wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria
dan saluran telur pada wanita, sehingga pasangan tersebut
tidak akan mendapat keturunan lagi.
2.2.3.3 Pandangan Al-Qur’an dan Hadist terhadap Alat
Kontrasepsi
1) Pandangan Al-Qur'an tentang alat kontrasepsi
42
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memberikan petunjuk
yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan alat
kontrasepsi diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
عليهم خافوا ضعافا ذرية خلفهم من تركوا لو الذين وليخششش
سديدا واليقولوا فليتقواالله
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk
tentang pelaksanaan alat kontrasepsi diantaranya ialah surat
al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15,
al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam penggunaan alat
kontrasepsi antara lain, menjaga kesehatan istri,
mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan
biaya hidup brumah tangga.
2) Pandangan Hadist tentang alat kontrasepsi
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
43
الناس لتكففون عالة تدرهم أن من خير أغنياء ورثك تدر إنك
( عليه( متفق
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada
meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan
orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri
mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi
keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka
menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan
kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
2.2.3.4 Hukum Halal-Haram Alat Kontrasepsi
Ada 3 macam penggunan alat pencegah kehamilan:
1) Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan untuk
selamanya.
Hukumnya penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan
untuk selamanya yaitu tidak boleh, sebab menghentikan
kehamilan berarti mengakibatkan berkurangnya jumlah
keturunan. Hal ini jelas bertentangan dengan anjuran
Rasulullah untuk memperbanyak jumlah umat islam, selain itu
bisa saja anak-anak yang sudah ada meninggal dunia,
akibatnya akan lebih parah dengan hidup tanpa keturunan.
Apabila seseorang membatasi kelahiran karena alasan
duniawi, takut rizki misalnya, maka ia benar-benar telah
44
keliru. Karena Rabbul ‘Izzah berfirman dalam kitab-Nya yang
mulia:
ق�ه�ا ر�ز� الله� ع�ل�ى � �ال إ ر�ض�� �أل ا ف�ي Lة� د�اب م�ن� م�ا و�
“Dan tidak ada satu makhluk melata pun di bumi ini kecuali
Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (Hud: 6)
Dan juga firman-Nya:
�م� �اك �ي و�إ ق�ه�ا ز� �ر� ي الله� ق�ه�ا، ر�ز� �ح�م�ل� ت � ال Lة� د�اب م�ن� Nن� ي� �أ و�ك
“Berapa banyak hewan yang tidak dapat membawa
(mengurus) sendiri rizkinya tapi Allah lah yang memberikan
rizkinya dan juga memberikan rizki kepada kalian.” (Al-
Ankabut: 60)
2) Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan, namun
sifatnya hanya sementara.
Misalnya seorang wanita ingin mengatur jarak kehamilannya
menjadi 2 tahun sekali untuk meringankan dirinya dalam
mengasuh anak-anak dan atau anggota keluarganya yang lain,
maka hal ini diperbolehkan. Dengan syarat atas izin suami dan
penggunaan alat itu tidak membahayakan dirinya. Dalilnya
adalah para sahabat dulu melakukan ‘azl terhadap istrinya
untuk menghindari kehamilan dan Nabi tidak melarang
perbuatan tersebut.
3) Penggunaan alat yang berfungsi membunuh embrio
manusia
45
Hukum penggunaan alat kontrasepsi yang bertujuan untuk
membunuh embrio manusia adalah haram atau tidak boleh.
Contoh: IUD/spiral.
2.2.3.5 Penggunaan Alat Kontrasepsi yang Diperbolehkan dan
yang Dilarang oleh Islam
1) Alat kontrasepsi yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang
diperbolehkan oleh Islam antara lain, menggunakan pil,
suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal, tisue. Cara
ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa ibu. Dan
cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak
dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
( ) . . مسلم رواه ينهها فلم م ص الله وسول عهد على نعزل كنا
Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi
beliau tidak melarangnya.
Selain itu juga terdapat beberapa kriteria dalam Islam untuk
penggunaan atau alat kontrasepsi yang diperbolehkan. Hal ini
terdapat lima kriteria yang terkait dengan penggunaan alat
kontrasepsi, yaitu
a) Cara kerjanya, apakah mengatur kehamilan atau
menggugurkan kehamilan (isqat al-haml)?
b) Sifatnya, apakah ia hanya pencegahan kehamilan sementara
atau bersifat pemandulan permanen (ta’qim)?
46
c) Pemasangannya, Bagaimana dan siapa yang memasang alat
kontrasepsi tersebut? (Hal ini berkaitan dengan masalah
hukum melihat aurat orang lain).
d) Implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan penggunanya.
e) Bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi
tersebut.
Jadi, alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah
yang cara kerjanya mengatur kehamilan, bersifat sementara
(tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh yang
bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram
memandang auratnya (suami) atau oleh orang lain yang pada
dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam
keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan
yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak
menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudlarat) bagi
kesehatan.
2) Alat kontrasepsi yang dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh Islam,
yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang
bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain,
vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan
karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk
menghasilakn keturunan.
2.2.4 Aborsi
47
2.2.4.1 Pengertian Aborsi
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal
dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari
janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan / Alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur
dan sel sperma.
2. Aborsi Buatan / Sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum
usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi Terapeutik / Medis adalah pengguguran kandungan
buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh,
calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah
tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat
membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.
Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.
2.2.4.2 Bahaya Aborsi untuk Kesehatan
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan
maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan
48
bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-
apa dan langsung boleh pulang”. Hal tersebut merupakan
informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama
mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan
kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan
aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada
beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar
kandungan
d. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya
f. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon
estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (Liver Cancer)
49
j. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan
hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi
(Ectopic Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko gangguan psikologis
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi
dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik,
tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan
mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi
sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau
PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions
Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion
Review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan
aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
a. Kehilangan harga diri (82%)
b. Berteriak-teriak histeris (51%)
c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
50
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi
akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama
bertahun-tahun dalam hidupnya.
2.2.4.3 Aborsi Menurut Hukum Islam
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya
Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan
bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa)
ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli
fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama
fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Pendapat yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan
ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya
An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan
alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan
ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At
Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan
Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir
berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum
(sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan
51
pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang
bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi
eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi
dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi
dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai
dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah
Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995,
Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994,
Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,
halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai
Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman
77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya
melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan),
didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4
(empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut
ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam
bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk
‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.”
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
52
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah
haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa.
Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang
keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan
kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan
kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar
(menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya
karena dosa apakah ia dibunuh.” (QS At Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada
kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab
dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak
kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah
diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah
ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998)
dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih
53
rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah
40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia
kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum
keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-
apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem
Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi
Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan,
Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman
129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia
janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua
malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu
dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah
dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’
Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim dari
Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
54
“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan
janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah
sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian,
penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap
janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang
terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan
tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin,
bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan
kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40
hari.Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran
kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak
kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang
gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau
sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta),
sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam
masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin
dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan
mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan…” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah
RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998).
55
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai
40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini
disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang
menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.Di samping itu,
pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum
dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl
dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki
kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan
tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan.
Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma,
sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga
akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel
telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang
laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya
menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW
bersabda kepa¬danya :
“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR.
Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
56
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada
tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya,
jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin
dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya
sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan
aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh
ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT :
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya.” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula
upaya pengobatan. Sedangkan Rasu¬lullah SAW telah
memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW
bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan
penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !”
(HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan
birtikabi akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu
hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul
57
Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan
menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu
akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh
janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap
mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak
syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan
madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau
membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan
janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak
pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena
sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang
tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud
setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan
dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula
dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan
(al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al
Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu
yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al
hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan,
gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan
58
sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel
telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya
sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel
telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi
pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah)
sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum
terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang
mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma
dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang
lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat
akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara
implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel
telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur
dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata
katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas
yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl.
Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah
terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel
sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah
dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat
yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur
dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan
bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
59
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kependudukan merupakan suatu hal yang berkaitan dengan
jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, morbilitas, kualitas, kondisi
kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama
serta lingkungan hidup penduduk.
Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan penduduk atau
populasi, yang dapat diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Perkembangan penduduk meliputi beberapa faktor diantaranya mortalitas,
fertilitas, migrasi, dan berbagai macam aspek yang lain. Islam sudah
mengatur berbagai macam hal tentang masalah kependudukan.
sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi :
ف� �ص�ر� ت � �م�ام اإل� ع�ل�ى �ة� ي ع� الر� �وط� م�ن �ح�ة� �م�ص�ل �ال ب
60
“Kebijaksanaan imam (pemerintahan) terhadap rakyatnya bisa
dihubungkan dengan (tindakan) kemaslahatan.”
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi
tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina
keluarga yang Islami. Pernikahan bertujuan untuk memenuhi tuntutan
naluri manusia yang asasi, untuk membentengi akhlak yang luhur dan
untuk menegakkan rumah tangga yang islami
Perceraian adalah sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah,
perceraian bisa terjadi karena banyak sebab dan memiliki tata cara yang
berbeda antara satu dengan lainnya.
Kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat dari pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma tersebut. Kontrasepsi pada dasarnya diperbolehkan asalkan
tidak membahayakan penggunanya dan tidak menyebabkan
pemandulan secara permanen.
Aborsi adalah pengguguran janin sebelum janin itu lahir sebaagai
bayi, dalam islam aborsi hukumnya haram kecuali karena alasan
tertentu seperti alasan medis yang membahayakan nyawa sang ibu atau
sebelum janin menampakkan tanda-tanda kehidupan dan sebelum
ditiupkan ruh.
3.2 Saran
dalam menghadapi kehidupan khususnya dalam hal kependudukan
islam telah mengaturnya dengan sangat jelas. Baik dalam hal pernikahan,
61
perceraian, kontrasepsi maupun aborsi islam telah mengaturnya dengan
jelas. Aturan-aturan yang ada dalam islam berujuan untuk kemaslahatan
umat manusia, oleh karena itu hendaknya mausia menggunakan aturan
aturan tersebut agar hidupnya selalu dalam kebenaran dan mendapatkan
yang terbaik di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
http://app.syariahcourt.gov.sg/syariah/frontend/
AbtDivorce_IslamicViewOnDivorce_M.aspx [diakses pada 12 september
2012
http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-
islam.html [diakses pada 14 September 2012]
http://koswara.wordpress.com/2007/07/01/konsep-pernikahan-dalam-
islam/ [diakses pada 14 September 2012 ]
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-perkawinan-pernikahan-dan-
dasar-tujuan-nikah-kawin-manusia [diakses pada 14 September 2012]
http://rachmatariyadi.blogspot.com/2011/05/alat-kontrasepsi-dalam-
perspektif-hukum.html#!/2011/05/alat-kontrasepsi-dalam-perspektif-
hukum.html [diakses pada 12 September 2012]
http://seputarpernikahan.com/favorit/definisi-perceraian-dalam-islam/
[diakses pada 12 september 2012]
62
http://ustirahmawati.wordpress.com/2010/07/08/perceraian/ [diakses pada
13 september 2012]
http://windahidayatulhabibah.blogspot.com/2012/05/makalah-keluarga-
berencana-dalam.html#!/2012/05/makalah-keluarga-berencana-dalam.html
[diakses pada 12 September 2012]
http://www.aborsi.org/definisi.htm [diakses pada 13 september 2012]
http://www.aborsi.org/resiko.htm [diakses pada 13 september 2012]
http://www . aninovianablogspotcom.blogspot.com/2010/12/perceraian-
menurut-hukum-islam.html [diakses pada 14 september 2012]
http://www.anneahira.com/tujuan-pernikahan-11202.htm [diakses pada 14
september 2012]
http://www.gaulislam.com/aborsi-dalam-pandangan-hukum-islam
[diakses pada 13 September 2012]
63