3. DATA LAPANGAN
Transcript of 3. DATA LAPANGAN
39 Universitas Kristen Petra
s
3. DATA LAPANGAN
Rumah adat Mbaru Niang adalah salah satu rumah adat Indonesia dengan
arsitektur lokal yang luar biasa. Suasana tentram dan menyenangkan dapat
dirasakan di Desa Wae Rebo. Tidak terlepas juga tata ruang yang melekat pada
Mbaru Niang di Wae Rebo pun mempunyai ketertarikan tersendiri, seperti fungsi
dan makna rumah adat Mbaru Gendang dengan segala aspek di dalamnya.
3.1. Lokasi Rumah Adat
Rumah adat Mbaru Niang berada jauh dari pusat kota Flores, masyarakat
asli terlebih orang Florespun tidak pernah tahu keberadaan rumah adat yang
sangat banyak menarik minat wisatawan mancanegara, sampai beberapa tahun
kemudian rumah adat ini ditemukan oleh Bapak Yori Antar beserta tim orang
Indonesia pertama, kemudian mulai dan semakin dikenal dikalangan wisatasan
lokal lainnya. Akses menuju Wae Rebo tergolong cukup sulit untuk ditempuh,
apalagi bagi orang yang tidak terbiasa dengan hikking. Wae Rebo secara tidak
langsung memperlihatkan keindahan dan suasana pegunungan dari bagian timur
nusantara.
Gambar 3.1. Tampak Axono Wae Rebo
Sumber: www.Google Earth.com (2015)
40 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.2. Tampak Atas Lokasi Wae Rebo
Sumber: www.Google Earth.com (2015)
Wae Rebo adalah sebuah kampung tradisional di dusun terpencil. Terlihat
dari gambar 3.1. Letak Wae Rebo berada di sebelah Utara Manggarai, dan secara
axono memperjelas akses masuk perjalanan ke Wae Rebo yang mengitari
pegunungan dan beberapa sungai kecil, terlihat jelas. Sebagian besar penduduk
tinggal di daerah pedesaan dan pegunungan. Wae Rebo terletak di Kampung Satar
Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Hawanya cukup dingin karena berada di ketinggian 1.100 m di
atas permukaan laut, dan Wae Rebo diapit oleh gunung dan hutan lebat dan
berada jauh dari kampung-kampung tetangga. Kampung Wae Rebo dikukuhkan
oleh enklave sejak masa penjajahan Belanda. Antar (29).
Gambar 3.3. Beberapa Rumah Adat di Wae Rebo
Sumber: www.google.com (2015)
41 Universitas Kristen Petra
s
3.2. Data Fisik
Hasil dokumentasi pribadi mengenai keadaaan lingkungan sekitar pada
akhir Januari (28 Januari 2015) awal tahun perjalanan dari Flores ke Desa Denge,
dari Desa Denge ke Wae Rebo. Banyak hasil dokumentasi terambil saat
beristirahat (ditempat yang ditidak curam, daerah yang cukup datar dan rindang).
Perjalanan selama lebih dari 4,5 jam dan berjarak 9 km.
Gambar 3.4. Salah Satu Akses Keadaan Menuju Flores dan Bandara Udara di Flores
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.5 Akses Jalan dari Bandara ke Arah Desa Denge
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Perjalan untuk pergi ke Desa Denge butuh waktu sekitar 3 sampai 4 jam
perjalanan tergantung kondisi jalan, bila musim hujan sering terjadi longsor
dibeberapa titik dengan menggunakan mobil. Semakin menuju ke Desa, semakin
menanjak karena letaknya yang tinggi.
42 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.6 Akses Jalan Saat Mulai Memasuki Pedalaman.
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Perjalan dari siang sampai sore hari terlihat pada keterangan gambar 3.6.
saat memasuki pedalam sinyal handphone sudah memburuk. Keadaan ketika
sampai di penginapan Bapak Blasius Monta malam hari. Penginapan terdekat
dibandingkan dengan penginapan lainnya.
Gambar 3.7 Penginaman Bapak Blasius Monta
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Tempat penginapan Bapak Blasius Monta, beliau adalah warga keturunan
asli Wae Rebo yang tinggal dan menetap di Desa Denge, berprofesi sebagai guru
sekolah dasar. Beliau merupakan salah satu narasumber bagi penelitian ini.
Tinggal dan menetap di Wae Rebo berarti segala sesuatu yang dimiliki tidak boleh
berlebihan dan sebaliknya bila menetap diluar Wae Rebo, segala aspek kehidupan
berlaku seperti masyarakat biasanya, mempunyai usaha dan penghasilan yang
lebih, rumah dan perabotpun bisa banyak dan tidak perlu meminta persetujuan
dari kepala keluarga lainnya. Harga penginapan perorang sebesar Rp 200.000/hari
43 Universitas Kristen Petra
s
di tahun 2015. Dengan fasilitas kamar tidur, kamar mandi luar, listrik yang
terbatas, makan tiga kali sehari.
Gambar 3.8. Suasana Perjalanan Sebelum Post Pertama
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Karena tidak menggunakan jasa porter, dan untuk pertama kalinya pergi ke
Wae Rebo Bapak Blasius menyarankan untuk pergi di pagi hari. Perjalanan
dimulai sekitar setengah 07.00 WITA. Perjalanan selama 3 km untuk menuju ke
post pertama.
Gambar 3.9. Kerakal Sebagai Akses Utama
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.10. Area Jalan yang Semakin Mananjak
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
44 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.11. Post Pertama dengan Sungai dan Pos Kedua dengan Puncak Gunung
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.12. Post Kedua Sebelum dan Sesudah
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.13. Jalan Menuju Post Terakhir
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
45 Universitas Kristen Petra
s
Setiap melewati jarak tertentu diberikan penanda keterangan jarak pada
gambar 3.12. setelah post pertama tidak terdapat akses jalan dengan material
kerakal melainkan tanah dan jalan semakin mengecil. Di post terakhir, setiap
pengunjung mempunyai kewajiban untuk membunyikan bambu dengan
menggunakan tangan. Menandakan tamu telah sampai dan berada di kawasan
Wae Rebo, dan ibu-ibu di rumah pertama harus bersiap-siap menjamu tamu
selama sehari sebelum giliran ibu-ibu di rumah berikutnya.
Gambar 3.14. Pola Perumahan Mbaru Niang Tampak dari Tempat Membunyikan Bambu, sebagai Penanda
Tamu Masuk di Kawasan Wae Rebo
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.15. Mbaru Gendang Tempat Pertama Setelah Membunyikan Tanda Masuknya Tamu
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
Setelah memberi tanda dengan membunyikan bambu dari pondok,
kemudian melakukan upacara penerimaan tamu. Setelah upacara penerimaan
tamu, tamu dipersilahkan beristirahat atau melakukan aktivitas.
Gambar 3.16. Aktivitas Sore Hari Setelah Selesai Menghadiri Upacara Masuknya Tamu
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
46 Universitas Kristen Petra
s
Fungsi dalam kaitannya dengan interior menurut Christian Norberg Schulz
mengatakan bahwa sebuah bangunan atau ruangan dibedakan dari aktivitas yang
terjadi di dalamnya, dimana dihubungkan dengan fungs-fungsi elemen interior
dalam hubungannya dengan sebuah ruang, dimana akan memberi dampak positif
maupun negatif pada ruangan (39). Berikut merupakan data fisik berupa
keterangan fungsi, dan analisis fungsi :
Fungsi ketujuh Mbaru Niang di Wae Rebo
1. Sebagai pelindung (data wawancara, Yosef Katub)
2. Tempat untuk tinggal dan melakukan berbagai aktivitas dari aktivitas pada
umumnya dengan kapasitas orang yang tinggal disatu rumah yang berjumlah 7-8
kepala keluarga, sampai melakukan aktivitas upacara dengan daya tampung lebih
dari 25 orang. (data wawancara, Yosef Katub).
Fungsi Hubungan Antara Ladang Pola Pemukiman dan Pola Mbaru Niang
Tabel 3.1. Tabel Fungsi pada Ladang, Pola Pemukiman, dan Pola Mbaru Niang
No Gambar Literatur/Data Wawancara Fungsi
1
(Antar 254)
Ladang (Uma Bate Duat). Uma
Bate Duat bermakna kebun
tempat mencari nafkah.
Pembagian kebun di manggarai
umumnya seperti saarang laba-
laba dan terdapat pusat
kebunya bernama Lodok.
Identik seperti compang di
tengah kampung dan siri
bongkok di tengah ruang pada
rumah adat. (wawancara,
Bapak Yosef Katub).
Tempat
bercocok tanam
untuk para
keluarga di
Flores termasuk
di Wae Rebo,
tempat untuk
mencari nafkah
2
( Data Pribadi)
Pola pemukiman (Natas Bate
Labar). Natas Bate Labar
bermakna halaman tempat
bermain, posisi 7 rumah seperti
sarang laba-laba juga dengan
Tempat
beraktivitas di
halaman luar
Mbaru Niang,
(tempat umum)
47 Universitas Kristen Petra
s
pusat kampung yang disebut
compang yang berada pada
tengah perkampungan rumah
tersebut. Depan dari rumah
gendang tidak terdapat rumah,
tetapi sebetulnya didepannya
terdapat rumah bagi para
leluhur. Yaitu kuburan bagi
leluhur. Dengan ini jelas,
bahwa sarang laba-laba sebagai
simbol. Maknanya di Wae
Rebo itu menjadi tempat
tinggal yang tidak hanya bagi
orang-orang yang masih hidup
tetapi juga bagi para leluhur
yang telah meninggal.
(wawancara, Bapak Yosef
Katub).
di Wae Rebo
3
(Data Pribadi)
Dan Mbaru Niang itu sendiri
berfungsi sebagai tempat
tinggal (Mbaru Mbate Kaeng),
persis seperti sarang laba-laba
yang berdiri. Siri Bongkok
merupakan pusat rumah (pusat
ruang) dan bentuk seperti
rumah ini adalah sarang laba2
yang berdiri (wawancara,
Bapak Yosef Katub).
Rumah, tempat
tinggal dan
beraktivitas
(tempat yang
menaungi
aktivitas tempat
publik, dan
aktivitas privat)
48 Universitas Kristen Petra
s
Fungsi Tapak Dalam Mbaru Niang:
Tabel 3.2. Tabel Elemen Pembentuk Tapak Luar dari Bangunan
No Gambar Data Literatur/Data Wawancara Fungsi
1
(Data Pribadi)
Plafon. Berupa kayu penopang
lantai berikutnya.
elemen yang menjadi naungan
dalam desain interior, dan
menyediakan perlindungan fisik
maupun psikologis untuk semua
yang ada dibawahnya. Langit-
langit dibentuk oleh bagian
bawah struktur lantai dan atap
(Ching 192).
Penutup pada
bagian atas
rumah adat
dengan
menggunakan
berbagai
material, kayu,
dan papan kayu
juga sebagai
penopang lantai
berikutnya.
2
(Data Pribadi)
Dinding. Yaitu dari papan kayu
dan sebagian besar dari atap
Mbaru Niang.
Secara tradisional, dinding telah
berfungsi sebagai struktur
pemikul lantai diatas permukaan
tanah, langit-langit dan atap, serta
menjadi muka bangunan,
memberi proteksi dan privasi
pada ruang yang dibentuknya.
Lubang bukaan pada atau antara
bidang-bidang dinding
memungkinkan kontiunitas dan
gerak sirkulasi fisik kita diantara
ruang-ruang tersebut, sekaligus
sebagai jalan masuk cahaya,
panas dan suara. Semakin besar
Dinding
dominan
menggunakan
sebagian
material dari
atap itu sendiri,
yaitu alang-
alang dan ijuk
yang ditopang
oleh bambu
dengan
konstruksi ikat
antara bambu
dan alang-
alang, dan pada
bagian dalam
rumah dinding
49 Universitas Kristen Petra
s
ukurannya, lubang bukaan juga
mulai mengikis kesan terkurung
yang ditimbulkan oleh dinding-
dinging (Ching 176).
terdapat
dinding dari
papan kayu
untuk
memisahkan
ruang dalam
rumah adat
menggunakan
material papan
kayu worok.
Sebagai
pemisah antar
ruangan.
3
(Data Pribadi)
Lantai. Yaitu dari papan kayu.
Lantai dasar dan balok-balok
anak cukup kuat sehingga dapat
bekerja sama sebagai satu unit
struktur yang mampu menahan
tekanan dan menyalurkan beban
(Ching 163). Sebagai bidang
yang menyangga aktivitas
interior dan perabot kita, lantai
harus terstruktur sehingga
mampu memikul beban tersebut
dengan aman dan permukaannya
harus cukup kuat untuk menahan
penggunaan dan aus yang terus
menerus (Ching 162).
Lantai adalah
bidang ruang
dalam yang
datar dan
mempunyai
dasar yang rata.
Lantai pada
Wae Rebo
berfungsi
sebagai tempat
untuk
beristirahatnya
masyarakat dan
beralaskan tikar
50 Universitas Kristen Petra
s
Keterangan Analisis Fungsi Denah Pada Lantai Dasar (Layout)
Gambar 3.17. Layout Lantai Dasar
Sumber: (Data Pribadi)
1-2 pada layout lantai dasar Mbaru Niang berfungsi sebagai ruang
keluarga yang terbagi atas dua area yaitu area lutur (area untuk publik), dan area
molang (area untuk pemilik rumah area yang privat).
Gambar 3.18. Layout Beserta Keterangan 1A
Sumber: (Data Pribadi)
1A-1B area lutur merupakan setengah lingkaran ke depan (menghadap pintu)
berfungsi untuk tempat aktivitas publik. 1A area yang berfungsi sebagai fasilitas duduk
bagi penghuni rumah/ tetua adat tepat di depan tiang utama pada setiap Mbaru Niang (siri
bongko). 1B area yang berfungsi untuk istirahat bagi tamu.
51 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.19. Layout Beserta Keterangan 2A
Sumber: (Data Pribadi)
2A-2C area molang merupakan setengah lingkaran ke belakang (dari
pintu). Area ini hanya mempunyai fungsi untuk tempat beraktivitas para penghuni
rumah, area yang lebih privat, 2A berfungsi sebagai area sirkulasi para penghuni
rumah (area privat). 2B berfungsi sebagai area dapur. 2C merupakan keterangan
perabot lemari-lemari yang dimiliki tiap kelapa keluarga dalam satu Mbaru
Gendang.
Gambar 3.20. Layout Beserta Keterangan 3
Sumber: (Data Pribadi)
3 berfungsi sebagai ruang untuk tidur khusus untuk para penghuni rumah,
setiap kepala keluarga menempati satu ruang dengan posisi kaki selalu berada
didalam (menghadap tiang utama), pada Mbaru Gendang terdapat 8 kamar. Ruang
tidur ini masih termasuk area molang (area privat).
3.3. Data Non Fisik
Setiap masyarakat Wae Rebo mempunyai perjanjian-perjanian yang harus
di patuhi, dan dihargai. Pada rumah perjanjian atau nilai yang ditetapkan ialah
52 Universitas Kristen Petra
s
setiap kepala keluarga tidak boleh berlebihan untuk memiliki perabot, unsur
kebersamaan diterapkan pada semua aspek kehidupan, ukuran ruang tidur, jumlah
perabot (lemari, alat masak dan sebagainya). Nilai-nilai sosial dalam masyarakat
Wae Rebo berarti sama pentingnya dengan bertahan hidup, tidak hanya sekedar
makan, sekedar bekerja tetapi juga hidup dapat bertahan di Wae Rebo jika semua
peraturan yang disepakati bersama dijalani. Hal itu merupakan suatu hal yang
mutlak, sebagai sebuah sarana pengendalian dalam kehidupan bersama dalam
suatu masyarakat dan pada umumnya sangat mempengaruhi kehidupan dalam
masyarakat desa yang masih memegang teguh kebersamaan dan sifat
kekeluargaan.
3.3.1. Pemukiman Sebagai Peninggalan Sejarah
Dalam melihat pola pemukiman di Wae Rebo, tentunya sejarah merupakan
hal yang perlu ditelusuri sebagai cikal bakal terbentuknya Wae Rebo dengan
eksotismenya. Dengan tidak menambahkan dan mengurangi jumlah rumah adat
yang ada sampai saat ini, menunjukkan bahwa penghormatan kepada garis
keturunan, nenek moyang pertama. Secara turun temurun masayarakat Wae Rebo
menghidupi tradisi dari masa lalu sebagai suatu yang dipertahankan dan menjadi
kepercayaan. Berdasarkan prinsip ini, maka rumah bundar di Wae Rebo
tersimbolkan sebagai bentuk kesolidan setiap masyarakat, dengan unsur sikap
saling menghargai, dan rasa kekeluargaan telah menjadi suatu prinsip hidup utama
di dalam rumah dan berkembang sampai kemanapun mereka berada. Pola
pemukiman di Wae Rebo dipengaruhi satu titik utama, yang merupakan tempat
untuk mengadakan ritual bersama, dan berbagai upacara adat, sehingga pola
pemukiman terbentuk dilatarbelakangi oleh tradisi. Pola pemukiman berpusat
pada halaman tengah dan rumah-rumah penduduk mengelilinginya membentuk
suatu lingkaran dan sebagai pembatas desa ataupun kampung.
Posisi setiap rumah adat tidak sama, karena pintu utama setiap rumah
harus tidak membelakangi, atau menyampingi compang (altar). Peletakannya
rumah adat juga merupakan perlambangan strata sosial bagi setiap keluarga.
Terdapat pembagian kelompok zona atau adanya pembagian rumah khusus bagi
masyarakat di Wae Rebo. Rumah Gendang yang merupakan rumah adat tertua,
53 Universitas Kristen Petra
s
terbesar, dan terutama merupakan tempat tinggal bagi delapan kepala keluarga
inti. Sebaliknya, enam rumah lainnya merupakan rumah adat atau rumah niang
yang berada diantara rumah utama (rumah niang biasa berada di kiri dan kanan
rumah utama).
Seperti yang dikatakan Snyder dan Catanese bahwa dalam masyarakat
tradisional yang khususnya pada mula terbentuk suatu hunian (pemukiman),
penataannya sering didasarkan pada hal yang suci, karena religi dan ritual menjadi
pusat (walaupun bagian-bagian lain memiliki peran yang penting juga), sehingga
tempat tinggal ataupun pemukiman yang terbentuk dapat menunjukkan suatu
makna yang berarti (Snyder dan Catanese 18).
Serta aspek-aspek fungsional dapat dilihat dari pembagian ruang dan
fungsinya serta aktivitas yang dilakukan di dalamnya yang kemudian dikaitkan
dengan distribusi tata ruang fungsi-fungsi, hubungan ketataruangan. Objek fisik
adalah objek yang secara fisik dapat terlihat dan dikaitkan dengan distribusi
bentuk fisik rumah-rumah adat, elemen-elemen dalam permukiman adat yang
dikeramatkan, dan ruang luar yang terbentuk. Namun aspek-aspek tersebut hanya
dikaitkan dengan bentuk dari struktur organisasi dan tata permukiman adat
(Kerong 30-31). Sehingga akan menghasilkan suatu gambaran peta yang
menunjukkan hubungan ruang yang terjadi dalam permukiman.
Rumah adat di Wae Rebo merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh
dan bulat. Yang perlu dipertahankan dan dijaga keasliannya karena merupakan
suatu wujud kebudayaan dari masyarakat setempat dan juga sebagai identitas
ataupun ciri khas dari Wae Rebo.
3.3.2. Keterkaitan Masyarakat Dengan Nenek Moyang (Leluhur) Dan
Tuhan
Bagi masyarakat Wae Rebo kedudukan Tuhan dan nenek moyang adalah
sama. Sesuatu yang abadi, dan telah menjadi bagian hidup kebudayaan mereka
untuk seimbang dalam menghargai dua hal tersebut. Dalam membangun sebuah
rumah sampai dengan penempatan rumah barupun perlu meminta ijin (restu)
kepada nenek moyang dan Tuhan. Nenek moyang mereka Maro dapat memilih
Wae Rebo sebagai tempat tinggil mereka, karena ada campur tangan dari nenek
54 Universitas Kristen Petra
s
moyang dan Tuhan melalui penglihatannya didalam mimpi.
Masyarakat Wae Rebo termasuk dalam masyarakat pola tiga yang berarti
menempatkan arti ruang dalam rumah menjadi Dunia Atas, Dunia Tengah, dan
Dunia Bawah. Nenek moyang dan Tuhan tidak hanya sebagai pemberi keputusan
dalam menentukan suatu hal di Wae Rebo, tetapi mereka mempunyai ruang
khusus di dalam rumah, ada beberapa area dalam rumah yang berfungsi sebagai
tempat persemmbahan (sesajen). Nenek moyang dan Tuhan di tempatkan di ruang
teratas rumah adat yaitu di tempat teratas rumah (Dunia Atas). Dan bagi nenek
moyang yang telah meninggal di sediakan tempat peristirahatan di Wae Rebo,
tepat berada didepan rumah utama. Pemberian ruang khusus dan teratas bagi
nenek moyang dan Tuhan merupakan bentuk penerapan prinsip keutuhan,
kebutlatan yang dijaga dan dipertahankan selalu sebagai kebudayaan mereka.
Dengan menaati dan menghargai nenek moyang dan Tuhan, kehidupan
masyarakat Wae Rebo menjadi harmonis. Hubungan yang tidak terlihat bentuk
fisiknya dijaga sedemikian rupa, apalagi hubungan antara sesama, itu sebabnya
masyarakat Wae Rebo sangat jarang berselisih. Unsur-unsur kehidupan “prinsip
persudaraan, dan keutuhan” menjadi hal yang sangat mendasar.
3.4. Tapak Luar
Tabel 3.3. Urutan Nama Ketujuh Pelindung (Alam) Berurut dari Timur, Utara, Barat, sampai ke
Selatan
No Nama
Pelindung
Data wawancara (Bapak Yosef Katub) Fungsi
1 Ulu Wae
Rebo
Mata air atau sumber air di Wae Rebo,
masyarakat meyakini sumber mata air
ini menjadi pelindung utama di Wae
Rebo
Pelindung bagian
Timur
2 Golo Mehe Puncak gunung menghadap Timur
Wae Rebo
(idem)
3 Hembel Hutan yang sangat lebat (idem)
4 Golo Ponto Puncak tertinggi menghadap Utara
Wae Rebo
Pelindung bagian Utara
55 Universitas Kristen Petra
s
5 Ponto Nao Puncak tertinggi menghadap Barat
Wae Rebo
Pelindung bagian Barat
6 Redang Mata air atau sumber air di Wae Rebo (idem)
7 Polo Tembusan air dibawah gunung batu
dibelakang Wae Rebo bagian Selatan
Pelindung bagian
Selatan
- Pencahayaan dipagi hari cerah, matahari terbit lebih terlambat dibandingkan
dengan tempat lain, saat siang cahaya matahari menyilaukan, karena selain Mbaru
Niang menghadap ke arah Timur, sedangkan sore menjelang malam tergolong
cerah ke gelap.
- Penghawaan cukup dingin pada malam hari dan siang hari sangat sejuk karena
pola pemukiman penduduk Wae Rebo orientasinya ke arah pegununganan dengan
ketinggian 1.100 diatas permukaan laut.
- Tingkat kebisingan tergolong rendah, karena letak Wae Rebo berada jauh di
pedalaman dan hanya dapat ditempuh melalui jalan kaki. Sehingga segala
kebisingan kendaraan tidak ada sama sekali, terasa suasana tenang dan nyaman.
Gambar 3.21. Tampak Luar Mbaru Niang
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
(a)
56 Universitas Kristen Petra
s
(b)
(c)
Gambar 3.22. Tiga Jenis Pijakan (a) Rerumputan, (b) Batu Gepeng, dan (c) Papan Kayu pada
Teras.
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
3.5. Sirkulasi dan Organisasi Ruang
3.5.1. Denah Lantai Dasar Rumah Adat Mbaru Gendang
Keterangan Literatur/Wawancara Fungsi pada lantai dasar. Menurut
sumber wawancara dengan Bapak Blasuis Monta, salah satu keturunan dari
masyarakat Wae Rebo yang tinggal menetap diluar Wae Rebo, bekerja sebagai
guru di desa terdekat dari Wae Rebo. Beliau mengatakan bahwa bentuk dari
bulatnya sarang laba-laba merupakan makna dari budaya yang tetap
dipertahankan, segala perangkat budaya tetap berjalan dan mengisi lingkungan
tersebut. Musyawarah di dalam ruang Mbaru Niang tetap dipertahankan dalam
membuat keputusan desa, acara ramah-tamah bagi tamu menjadi keseharian
dengan tetap menghargai budaya luar yang berbeda(Antar 265).
Keberadaan lantai dasar (tenda) secara vertikal. Pada lantai dasar
masyarakat Wae Rebo menamainya dengan tenda merupakan tingkat atau level
pertama pada rumah Mbaru Niang yang berfungsi sebagai tempat aktivitas oleh
57 Universitas Kristen Petra
s
penghuni rumah seperti makan, beristirahat, tidur, menerima tamu, memasak,
melakukan berbagai upacara dan sebagainya. Tenda pada Mbaru Gendang
mempunyai diameter 15 meter (Antar 211).
Gendang pada Wae Rebo tidak hanya mempunyai arti sebagai alat musik,
tetapi juga merupakan benda pusaka yang tidak terlepaskan dari keutuhan suatu
kampung. Benda pusaka merupakan identitas kampung, yang tidak hanya lapuk di
dalam peti, tetapi menjelma dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan menjadi
bagian dari masyarakat. Rumah gendang memegang peran penting dalam menjaga
benda pusaka. Hampir semua benda pusaka berada di rumah gendang dan tidak
boleh berada di tempat lain. Hal ini menandakan rumah gendang tidak hanya
besar secara fisik, melainkan juga secara jiwa. Keberadaan gendang haruslah di
rumah utama atau yang biasa disebut Mbaru Gendang. Diletakkan di tiang depan
tengah, dipakainya kata “gendang” untuk menunjukkan rumah utama penanda
keberadaan gendang (Antar 246).
Tenda (lantai dasar) dibagi menjadi dua bagian, yaitu molang dan lutur.
Molang merupakan area privat tempat masyarakat beraktivitas. Di area inilah
terdapat bilik-bilik tempat meraka tinggal, dan tungku tempat memasak. Lutur
sebaliknya merupakan ruang tamu mereka, tempat tamu dapat beraktivitas.
Perbedaan area tersebut memunculkan rasa saling menghormati, baik tamu kepada
tuan rumah, maupun tuan, rumah terhadap tamu (Antar 254).
Ruang bundar yang ada memang digunakan sebagai tempat bertemunya
hingga 8 keluarga yang tinggal di dalamnya. Masing-masing keluarga menempati
ruang-ruang di sekeliling perimeter lingkaran rumah, dan budaya berkumpul
menjadi alasan mengapa arsitektur Wae Rebo berdenah lingkaran (Antar 266).
Gambar di bawah menunjukkan denah Mbaru Niang utama yaitu Mbaru
Tembong atau sapaan lainnya Mbaru Gendang yang memiliki diameter 15 meter.
Berdasarkan dengah di bawah, dapat dilihat bahwa sirkulasi pergerakan cukup
luas karena setiap ruang (bilik) pada Mbaru Niang ditujuh rumah tersebut berada
di ujung ruangan lantai dasar, dan kapasitas ruang dapat menampung banyak
orang. Pada denah lantai dasar (tenda) Mbaru Niang terdapat dua pembagian area
utama, setengah lingkaran area lutur (area publik) dan setengah lingkaran kedalam
molang (area semi privat-area privat)
58 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.23. Urutan Pola Pemukiman menjurus ke Denah Lantai Dasar Beserta Areanya
Sumber: (Data Prbadi)
Organisasi ruang pada rumah adat Mbaru Niang terbilang baik. Pembagian
ruang dan letaknya tepat sehingga pengunjung dapat mengetahui alur tempat yang
harus mereka tempati saat pertama kali menginjakkan kaki ke tenda. Letak pintu
masuk hanya ada satu dan sekaligus untuk pintu keluar. Tidak terdapat kamar
didalam Mbaru Niang. Organisasi ruang yang tidak rumit, namun yang utamanya
adalah selalu teredapat ruang privat (pribadi) dan ruang publik (terbuka untuk
umum).
Terdapat 8 kepala keluarga pada Mbaru Tembong, setiap orang yang
menggunakan ruang tidur harus dengan posisi tidur kaki menghadap ke arah tiang
utama rumah, setiap upacara berlangsung di lantai dasar Mbaru Tembong ini,
penempatan alat musik gendang pun berada tepat di depan tiang pintu masuk
Mbaru Niang, selain Mbaru Niang merupakan rumah yang tertua dari semuan
59 Universitas Kristen Petra
s
Rumah Niang yang ada, dan gendang tidak boleh berpindah ke Rumah Niang
lainnya.
Gambar 3.24. Lay Out Lantai Dasar (Tenda)
Sumber: (Data Prbadi)
Tapak Dalam (Ruang Keluarga) :
- Gaya bangunan menganut ciri gaya bangunan arsitektural orang Flores / NTT dari
zaman dahului, yaitu rumah-rumah kerucut (cone shaped houses). Gaya desain
arsitektur rumah adat berbentuk kerucut dulu banyak di Flores, dan menyebar di
kawasan NTT daereah pedalaman lainnya, tapi satu persatu punah dan masyarakat
mulai berganti alih menggantinya dengan rumah yang sering kita jumpai
sekarang, rumah kotak dengan material bahan bangunan semen, batu bata, dan
seng. Setelah beradabtasi dengan akulturasi budaya barat yang datang di NTT.
60 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.25. Rumah Kerucut yang Tersisa Di Flores Hanyalah Rumah Adat Mbaru Niang Di
Wae Rebo
Sumber: (Data Prbadi)
- Pada tapak dalam dari pagi-siang menggunakan pencahayaan alami, yaitu dengan
sinar matahari yang masuk melalui 2 jendela di lantai dasar Mbaru Niang. Pagi
maupun siang internsitas cahaya yang masuk melalui 2 jendela di lantai dasar
tergolong rendah, silaunya cahaya matahari yang masuk sudah sangat cukup
bermanfaat bagi masyarakat Wae Rebo, cahaya yang hanya menerangi beberapa
spot area ruang (contoh gambar 3.10. (a)), tidak membatasi aktivitas Masyarakat
Wae Rebo di dalam Niang, sedangkan saat menjelang sore- malam sekarang ini
masyarakat membutuhkan pencahaayan buatan karena bila hanya mengandalkan
dua bukaan pada jendela aktivitas saat sore-malam cukup terganggu sehingga
pada lantai dasar ruang keluarga diberikan cahaya tambahan yaitu dengan cahaya
lampu.
61 Universitas Kristen Petra
s
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.26. (a) Pencahayaan Alami pada Pagi-Siang Hari, (b) Lampu, dan (c) Suasana
Ruang Memakai Pencahayaan Buatan
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
- Penghawaan di dalam Mbaru Niang menggunakan penghawaan alami,
penghawaan buatan tidak dibutuhkan saat berada di Wae Rebo, selain itu tidak
memungkingkan untuk pemasangan penghawaan buatan di setiap Mbaru Niang,
karena tenaga listrik masih sangat minim, dan proses membawa dan memasang
penghawaan buatan sangat tidak mudah.
Hawa dalam ruangan dapat menyesuaikan. Dari pengalaman pribadi saat
kedinginan udara pagi maupun subu dan malam ketika memasuki Mbaru Niang
langsung terasa hangat, sebaliknya bila disiang hari sangat terik ketika memasuki
Mbaru Niang terasa sejuk.
- Elemen pembentuk ruang tapak dalam rumah adat:
62 Universitas Kristen Petra
s
1. Dinding sekaligus atap
Atap yang berbentuk lingkaran, yang semakin tinggi semakin mengecil
lingkarannya (kerucut). Stilasi dari sarang laba-laba, tiga dimensi yang pusat dari
sarang laba-laba ditarik naik keatas menjulang. Material atap Mbaru Niang
menggunakan dua material yang saling bertumpuk yaitu ijuk dan alang-alang.
Terdapat 325 utas ijuk dan ilalang sebagai atap Mbaru Niang. Atap sekaligus
menjadi dinding dominan pada Mbaru niang, sisa dinding lainnya ialah papan
kayu yang terdapat didepan pintu masuk dan pemisah kamar pada setiap 8 kepala
keluarga.
.
(a) (b)
Gambar 3.27. (a) Atap Tampak dari dalam Ruang, (b) dan Tampak Keseluruahan dari Dalam
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
63 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.28. Detil Atap Tampak dari Dalam Ruang Beserta Konstruksi Ikat Antara Ijuk dan
Alang-alang
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Dinding pada Mbaru Niang semuanya polos tanpa finishing. Dengan
papan kayu yang ditegakkan, dan beberapa papan kayu pada daerah depan pintu
masuk mempunyai kemiringan tertentu dengan ukuran panjang yang bervariasi.
(a) (b)
Gambar 3.29. (a) Dinding dari Papan Kayu Tampak dari Dalam Luar, (b) dan Papan Kayu dengan
Kemiringan Tertentu dan Panjang yang Bervariasi Tampak dari dalam Ruang
Sumber: (Data dan Dokumentasi Pribadi)
64 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.30. Dinding dari Papan Kayu yang Memisahkan Setiap Ruang
Sumber: (Data Pribadi)
2. Kolom
Rumah adat Mbaru Niang ini terdiri dari banyak kolom yang menopang
struktur bangunan (tiang utamanya / Siri Bongko). Dengan material kayu worok
utuh dan tidak boleh disambung, dengan sekitar umur kayu yang dipakai berumur
70 tahun. Dan pada siri bongko terdapat tangga menuju ke lantai berikutnya dan
panjang tangga itupun sama dengan tinggi tiang utama dari kayu worok. Bambu
yang diikat dan disejajarkan secara vertikal merupakan tangga yang sangat kuat
tapi tahan menopang berat badan pria dewasa.
(a) (b) (c)
Gambar 3.31. Kolom dan Tangga (a) Anak Tiang Dengan Alat Musik Gong, (b) Tiang Penopang
Lainnya dan (c) Tiang Utama (Siri Bongko) dengan Tangga Bambu Vertikal ke atas
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
65 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.32. Kolom atau Tiang dalam Mbaru Niang
Sumber: (Data Pribadi)
3. Plafon
Plafon didominasi dengan material kayu dan bambu dan berbagai
konstruksi ikatnya sebagai penghubung atap dengan tiang utama dan tiang
penopang sampingnya.
Gambar 3.33. Plafon pada Mbaru Niang
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
4. Lantai
Penggunaan material papan kayu sekarang telah memakai konstruksi paku
pada rumah adat Mbaru Niang setelah direnovasi, karena peduli akan hutan
masyarakat Wae Rebo memutuskan untuk memakai paku dan memotong pohon
dan membagi-bagikan papan kayu sebagai lantai. Kepedulian terhadap alam
sekitar mereka membawa masyarakat menanam kembali pohon-pohon yang
66 Universitas Kristen Petra
s
digunakan dalam keperluan bangunan rumah agar kelak tidak dapat mengurangi
kerusakana hutan sekitar.
(a) (b)
Gambar 3.34. (a) Pemakaian Paku pada Lantai (b) Papan Kayu sebagai Lantai .
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
- Elemen pendukung ruang rumah adat terdiri dari:
1. Pintu
Pintu tunggal pada rumah adat Mbaru Niang menggunakan papan kayu
tanpa di finishing, tanpa engsel dan menggunakan kunci dengan adanya balok
penahan pada gagang pintu.
Gambar 3.35. Pintu Tunggal pada Mbaru Gendang
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
(a) (b)
Gambar 3.36. (a) Tampak dari dalam Penyangga Pintu, dan (b) Tampak dari luar Detil Atas Pintu.
Detil Elemen Pendukung Ruang.
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
67 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.37. Gagang Pintu Detil Elemen Pendukung Ruang pada Mbaru Gendang.
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
2. Jendela
Bentuk jendela pada semua rumah adat Mbaru Niang adalah sama.
Terdapat dua buah jendela berada di sisi kiri dan sisi kanan rumah. Terbuka
karena adanya batang kayu kecil yang menyangga dari dalam rumah. Sinar
matahari yang menyinari masuk melalui bukaan buatan (jendela) membuat setiap
waktu sinar matahari yang masuk berubah posisi karena pergerakan matahari,
sinar matahari terlihat hidup dan memberi suasana yang terang didalam rumah.
Gambar 3.38. Tampak Depan Mbaru Niang dengan Dua Jendela
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.39. Detil Jendela Sebagai Elemen Pendukung Ruang Terdapat Penopang dari dalam
Rumah Agar Jendela Terbuka
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
68 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.40. Elemen Pendukung Ruang Dilihat Melalui Dalam Rumah
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
- Elemen pengisi ruang terdiri dari:
1. Perabot
Perabot pada rumah adat Mbaru Niang tergolong Minim dan sederhana,
semua perabot dibuat untuk memenuhi kebutuhan setiap kepala keluarga. Perabot
yang paling banyak dan wajib bagi setiap kepala keluarga adalah lemari untuk
menyimpan baju, maupun lemari untuk menyimpan peralatan masak dan peralatan
dapur. Lain dari itu perabot-perabot mini seperti kursi duduk untuk memasak,
asbak, tikar dan sebagainya.
(a) (b) (c)
Gambar 3.41. (a) Kursi untuk Memasak, (b) Asbak, dan (c) Ambalan
Sumber: (Dokumentasi Prbadi)
Gambar 3.42. Jenis-jenis Lemari Dapur
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
69 Universitas Kristen Petra
s
Gambar 3.43. Lapisan Tikar untuk Berbaring dan Duduk
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
3.5.2. Denah Lantai Dua Rumah Adat Mbaru Gendang
Lantai kedua dengan diameter 12 meter merupakan tempat penyimpanan
bahan makanan, setiap kepala keluarga mempunyai tempat masing-masing untuk
menyimpan bahan makanan mereka dalam satu tempat. Sirkulasi ruang jelas
sangat luas.
Gambar 3.44. Perspektif dan Lay Out Lantai Dua (Lobo)
Sumber: (Data Pribadi)
70 Universitas Kristen Petra
s
Pada keterangan layout gambar 3.43. terdapat delapan buah tiang
penopang mengelilingi satu tiang utama yang berada di tengah yang sekaligus satu
buah bambu yang menjulang tinggi keatas, yang berperan menjadi tangga dan
menempel pada tiang utama di Mbaru Niang menggunakan konstruksi ikat.
Dan pada keterangan gambar selanjutnya di layout lantai selanjutnya juga
sama srtuktur tiang yang sama dengan cara kerja seperti tiang pada lantai
sebelumnya. Perbedaan hanya terdapat pada ukuran diameter lingkaran ruang.
3.5.3 Denah Lantai Tiga Rumah Adat Mbaru Gendang
Pada lentar lantai ketiga dari Mbaru niang adalah ruang yang semakin
kecil ukuran diameternya diantara lantai-lantai yang telah diobservasi
sebelumnya. Lantai ketiga menyimpan cadangan makanan, bila stok pada lantai
dua habis, maka warga mengambil dilantai yang lebih atas lagi, terdapat 8 kepala
keluarga di Mbaru Gendan, dan terdapat juga 8 tempat cadangan makanan seperti
pada lantai dua.
Gambar 3.45. Perspektif dan Lay Out Lantai Tiga (Lentar)
Sumber: (Data Pribadi)
71 Universitas Kristen Petra
s
3.5.4 Denah Lantai Empat Rumah Adat Mbaru Gendang
Lantai empat sekarang ini sudah sangat jarang digunakan, nilai guna
lemparae sekarang berkurang hanya menjadi ruang kosong. Sirkulasi ruang pada
lantai empat ini tergolong masih cukup, karena setiap orang yang naik ke lantai
empat harus satu persatu tidak bisa secara bersamaan, dengan demikian
sirkulasinya tidak terlalu sempit dan tidak terlalu luas.
Gambar 3.46. Perspektif dan Lay Out Lantai Empat (Lemparae)
Sumber: (Data Pribadi)
72 Universitas Kristen Petra
s
3.5.5. Denah Lantai Lima Rumah Adat Mbaru Gendang
Ukuran ruang yang semakin kecil, akses tangga hanya sampai di hekang
kode. untuk menaruh sesajen saat penutupan atap rumah ditaruh dari luar, menaiki
bagian teratas ruang tersempit puncak setiap konstruksi atap bambu diletakkan,
dan biasanya masyarakat Wae Rebo saat sedang membangun rumah adat mereka
sebelum menutup dengan upacara menyelesaikan rumah adat mereka para pekerja
laki-lakipun naik pada lantai lima ini untuk membuktikan kekuatan dan ketahanan
rumah niang yang akan siap digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari,
sirkulasi terbatas karena ukuran diameter semakin mengecil
Gambar 3.47. Lay Out Lantai Lima (Hekang Kode)
Sumber: (Data Pribadi)