3. DATA LAPANGAN

34
39 Universitas Kristen Petra 3. DATA LAPANGAN Rumah adat Mbaru Niang adalah salah satu rumah adat Indonesia dengan arsitektur lokal yang luar biasa. Suasana tentram dan menyenangkan dapat dirasakan di Desa Wae Rebo. Tidak terlepas juga tata ruang yang melekat pada Mbaru Niang di Wae Rebo pun mempunyai ketertarikan tersendiri, seperti fungsi dan makna rumah adat Mbaru Gendang dengan segala aspek di dalamnya. 3.1. Lokasi Rumah Adat Rumah adat Mbaru Niang berada jauh dari pusat kota Flores, masyarakat asli terlebih orang Florespun tidak pernah tahu keberadaan rumah adat yang sangat banyak menarik minat wisatawan mancanegara, sampai beberapa tahun kemudian rumah adat ini ditemukan oleh Bapak Yori Antar beserta tim orang Indonesia pertama, kemudian mulai dan semakin dikenal dikalangan wisatasan lokal lainnya. Akses menuju Wae Rebo tergolong cukup sulit untuk ditempuh, apalagi bagi orang yang tidak terbiasa dengan hikking. Wae Rebo secara tidak langsung memperlihatkan keindahan dan suasana pegunungan dari bagian timur nusantara. Gambar 3.1. Tampak Axono Wae Rebo Sumber: www.Google Earth.com (2015)

Transcript of 3. DATA LAPANGAN

Page 1: 3. DATA LAPANGAN

39 Universitas Kristen Petra

s

3. DATA LAPANGAN

Rumah adat Mbaru Niang adalah salah satu rumah adat Indonesia dengan

arsitektur lokal yang luar biasa. Suasana tentram dan menyenangkan dapat

dirasakan di Desa Wae Rebo. Tidak terlepas juga tata ruang yang melekat pada

Mbaru Niang di Wae Rebo pun mempunyai ketertarikan tersendiri, seperti fungsi

dan makna rumah adat Mbaru Gendang dengan segala aspek di dalamnya.

3.1. Lokasi Rumah Adat

Rumah adat Mbaru Niang berada jauh dari pusat kota Flores, masyarakat

asli terlebih orang Florespun tidak pernah tahu keberadaan rumah adat yang

sangat banyak menarik minat wisatawan mancanegara, sampai beberapa tahun

kemudian rumah adat ini ditemukan oleh Bapak Yori Antar beserta tim orang

Indonesia pertama, kemudian mulai dan semakin dikenal dikalangan wisatasan

lokal lainnya. Akses menuju Wae Rebo tergolong cukup sulit untuk ditempuh,

apalagi bagi orang yang tidak terbiasa dengan hikking. Wae Rebo secara tidak

langsung memperlihatkan keindahan dan suasana pegunungan dari bagian timur

nusantara.

Gambar 3.1. Tampak Axono Wae Rebo

Sumber: www.Google Earth.com (2015)

Page 2: 3. DATA LAPANGAN

40 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.2. Tampak Atas Lokasi Wae Rebo

Sumber: www.Google Earth.com (2015)

Wae Rebo adalah sebuah kampung tradisional di dusun terpencil. Terlihat

dari gambar 3.1. Letak Wae Rebo berada di sebelah Utara Manggarai, dan secara

axono memperjelas akses masuk perjalanan ke Wae Rebo yang mengitari

pegunungan dan beberapa sungai kecil, terlihat jelas. Sebagian besar penduduk

tinggal di daerah pedesaan dan pegunungan. Wae Rebo terletak di Kampung Satar

Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa

Tenggara Timur. Hawanya cukup dingin karena berada di ketinggian 1.100 m di

atas permukaan laut, dan Wae Rebo diapit oleh gunung dan hutan lebat dan

berada jauh dari kampung-kampung tetangga. Kampung Wae Rebo dikukuhkan

oleh enklave sejak masa penjajahan Belanda. Antar (29).

Gambar 3.3. Beberapa Rumah Adat di Wae Rebo

Sumber: www.google.com (2015)

Page 3: 3. DATA LAPANGAN

41 Universitas Kristen Petra

s

3.2. Data Fisik

Hasil dokumentasi pribadi mengenai keadaaan lingkungan sekitar pada

akhir Januari (28 Januari 2015) awal tahun perjalanan dari Flores ke Desa Denge,

dari Desa Denge ke Wae Rebo. Banyak hasil dokumentasi terambil saat

beristirahat (ditempat yang ditidak curam, daerah yang cukup datar dan rindang).

Perjalanan selama lebih dari 4,5 jam dan berjarak 9 km.

Gambar 3.4. Salah Satu Akses Keadaan Menuju Flores dan Bandara Udara di Flores

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.5 Akses Jalan dari Bandara ke Arah Desa Denge

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Perjalan untuk pergi ke Desa Denge butuh waktu sekitar 3 sampai 4 jam

perjalanan tergantung kondisi jalan, bila musim hujan sering terjadi longsor

dibeberapa titik dengan menggunakan mobil. Semakin menuju ke Desa, semakin

menanjak karena letaknya yang tinggi.

Page 4: 3. DATA LAPANGAN

42 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.6 Akses Jalan Saat Mulai Memasuki Pedalaman.

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Perjalan dari siang sampai sore hari terlihat pada keterangan gambar 3.6.

saat memasuki pedalam sinyal handphone sudah memburuk. Keadaan ketika

sampai di penginapan Bapak Blasius Monta malam hari. Penginapan terdekat

dibandingkan dengan penginapan lainnya.

Gambar 3.7 Penginaman Bapak Blasius Monta

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Tempat penginapan Bapak Blasius Monta, beliau adalah warga keturunan

asli Wae Rebo yang tinggal dan menetap di Desa Denge, berprofesi sebagai guru

sekolah dasar. Beliau merupakan salah satu narasumber bagi penelitian ini.

Tinggal dan menetap di Wae Rebo berarti segala sesuatu yang dimiliki tidak boleh

berlebihan dan sebaliknya bila menetap diluar Wae Rebo, segala aspek kehidupan

berlaku seperti masyarakat biasanya, mempunyai usaha dan penghasilan yang

lebih, rumah dan perabotpun bisa banyak dan tidak perlu meminta persetujuan

dari kepala keluarga lainnya. Harga penginapan perorang sebesar Rp 200.000/hari

Page 5: 3. DATA LAPANGAN

43 Universitas Kristen Petra

s

di tahun 2015. Dengan fasilitas kamar tidur, kamar mandi luar, listrik yang

terbatas, makan tiga kali sehari.

Gambar 3.8. Suasana Perjalanan Sebelum Post Pertama

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Karena tidak menggunakan jasa porter, dan untuk pertama kalinya pergi ke

Wae Rebo Bapak Blasius menyarankan untuk pergi di pagi hari. Perjalanan

dimulai sekitar setengah 07.00 WITA. Perjalanan selama 3 km untuk menuju ke

post pertama.

Gambar 3.9. Kerakal Sebagai Akses Utama

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.10. Area Jalan yang Semakin Mananjak

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 6: 3. DATA LAPANGAN

44 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.11. Post Pertama dengan Sungai dan Pos Kedua dengan Puncak Gunung

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.12. Post Kedua Sebelum dan Sesudah

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.13. Jalan Menuju Post Terakhir

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 7: 3. DATA LAPANGAN

45 Universitas Kristen Petra

s

Setiap melewati jarak tertentu diberikan penanda keterangan jarak pada

gambar 3.12. setelah post pertama tidak terdapat akses jalan dengan material

kerakal melainkan tanah dan jalan semakin mengecil. Di post terakhir, setiap

pengunjung mempunyai kewajiban untuk membunyikan bambu dengan

menggunakan tangan. Menandakan tamu telah sampai dan berada di kawasan

Wae Rebo, dan ibu-ibu di rumah pertama harus bersiap-siap menjamu tamu

selama sehari sebelum giliran ibu-ibu di rumah berikutnya.

Gambar 3.14. Pola Perumahan Mbaru Niang Tampak dari Tempat Membunyikan Bambu, sebagai Penanda

Tamu Masuk di Kawasan Wae Rebo

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.15. Mbaru Gendang Tempat Pertama Setelah Membunyikan Tanda Masuknya Tamu

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

Setelah memberi tanda dengan membunyikan bambu dari pondok,

kemudian melakukan upacara penerimaan tamu. Setelah upacara penerimaan

tamu, tamu dipersilahkan beristirahat atau melakukan aktivitas.

Gambar 3.16. Aktivitas Sore Hari Setelah Selesai Menghadiri Upacara Masuknya Tamu

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

Page 8: 3. DATA LAPANGAN

46 Universitas Kristen Petra

s

Fungsi dalam kaitannya dengan interior menurut Christian Norberg Schulz

mengatakan bahwa sebuah bangunan atau ruangan dibedakan dari aktivitas yang

terjadi di dalamnya, dimana dihubungkan dengan fungs-fungsi elemen interior

dalam hubungannya dengan sebuah ruang, dimana akan memberi dampak positif

maupun negatif pada ruangan (39). Berikut merupakan data fisik berupa

keterangan fungsi, dan analisis fungsi :

Fungsi ketujuh Mbaru Niang di Wae Rebo

1. Sebagai pelindung (data wawancara, Yosef Katub)

2. Tempat untuk tinggal dan melakukan berbagai aktivitas dari aktivitas pada

umumnya dengan kapasitas orang yang tinggal disatu rumah yang berjumlah 7-8

kepala keluarga, sampai melakukan aktivitas upacara dengan daya tampung lebih

dari 25 orang. (data wawancara, Yosef Katub).

Fungsi Hubungan Antara Ladang Pola Pemukiman dan Pola Mbaru Niang

Tabel 3.1. Tabel Fungsi pada Ladang, Pola Pemukiman, dan Pola Mbaru Niang

No Gambar Literatur/Data Wawancara Fungsi

1

(Antar 254)

Ladang (Uma Bate Duat). Uma

Bate Duat bermakna kebun

tempat mencari nafkah.

Pembagian kebun di manggarai

umumnya seperti saarang laba-

laba dan terdapat pusat

kebunya bernama Lodok.

Identik seperti compang di

tengah kampung dan siri

bongkok di tengah ruang pada

rumah adat. (wawancara,

Bapak Yosef Katub).

Tempat

bercocok tanam

untuk para

keluarga di

Flores termasuk

di Wae Rebo,

tempat untuk

mencari nafkah

2

( Data Pribadi)

Pola pemukiman (Natas Bate

Labar). Natas Bate Labar

bermakna halaman tempat

bermain, posisi 7 rumah seperti

sarang laba-laba juga dengan

Tempat

beraktivitas di

halaman luar

Mbaru Niang,

(tempat umum)

Page 9: 3. DATA LAPANGAN

47 Universitas Kristen Petra

s

pusat kampung yang disebut

compang yang berada pada

tengah perkampungan rumah

tersebut. Depan dari rumah

gendang tidak terdapat rumah,

tetapi sebetulnya didepannya

terdapat rumah bagi para

leluhur. Yaitu kuburan bagi

leluhur. Dengan ini jelas,

bahwa sarang laba-laba sebagai

simbol. Maknanya di Wae

Rebo itu menjadi tempat

tinggal yang tidak hanya bagi

orang-orang yang masih hidup

tetapi juga bagi para leluhur

yang telah meninggal.

(wawancara, Bapak Yosef

Katub).

di Wae Rebo

3

(Data Pribadi)

Dan Mbaru Niang itu sendiri

berfungsi sebagai tempat

tinggal (Mbaru Mbate Kaeng),

persis seperti sarang laba-laba

yang berdiri. Siri Bongkok

merupakan pusat rumah (pusat

ruang) dan bentuk seperti

rumah ini adalah sarang laba2

yang berdiri (wawancara,

Bapak Yosef Katub).

Rumah, tempat

tinggal dan

beraktivitas

(tempat yang

menaungi

aktivitas tempat

publik, dan

aktivitas privat)

Page 10: 3. DATA LAPANGAN

48 Universitas Kristen Petra

s

Fungsi Tapak Dalam Mbaru Niang:

Tabel 3.2. Tabel Elemen Pembentuk Tapak Luar dari Bangunan

No Gambar Data Literatur/Data Wawancara Fungsi

1

(Data Pribadi)

Plafon. Berupa kayu penopang

lantai berikutnya.

elemen yang menjadi naungan

dalam desain interior, dan

menyediakan perlindungan fisik

maupun psikologis untuk semua

yang ada dibawahnya. Langit-

langit dibentuk oleh bagian

bawah struktur lantai dan atap

(Ching 192).

Penutup pada

bagian atas

rumah adat

dengan

menggunakan

berbagai

material, kayu,

dan papan kayu

juga sebagai

penopang lantai

berikutnya.

2

(Data Pribadi)

Dinding. Yaitu dari papan kayu

dan sebagian besar dari atap

Mbaru Niang.

Secara tradisional, dinding telah

berfungsi sebagai struktur

pemikul lantai diatas permukaan

tanah, langit-langit dan atap, serta

menjadi muka bangunan,

memberi proteksi dan privasi

pada ruang yang dibentuknya.

Lubang bukaan pada atau antara

bidang-bidang dinding

memungkinkan kontiunitas dan

gerak sirkulasi fisik kita diantara

ruang-ruang tersebut, sekaligus

sebagai jalan masuk cahaya,

panas dan suara. Semakin besar

Dinding

dominan

menggunakan

sebagian

material dari

atap itu sendiri,

yaitu alang-

alang dan ijuk

yang ditopang

oleh bambu

dengan

konstruksi ikat

antara bambu

dan alang-

alang, dan pada

bagian dalam

rumah dinding

Page 11: 3. DATA LAPANGAN

49 Universitas Kristen Petra

s

ukurannya, lubang bukaan juga

mulai mengikis kesan terkurung

yang ditimbulkan oleh dinding-

dinging (Ching 176).

terdapat

dinding dari

papan kayu

untuk

memisahkan

ruang dalam

rumah adat

menggunakan

material papan

kayu worok.

Sebagai

pemisah antar

ruangan.

3

(Data Pribadi)

Lantai. Yaitu dari papan kayu.

Lantai dasar dan balok-balok

anak cukup kuat sehingga dapat

bekerja sama sebagai satu unit

struktur yang mampu menahan

tekanan dan menyalurkan beban

(Ching 163). Sebagai bidang

yang menyangga aktivitas

interior dan perabot kita, lantai

harus terstruktur sehingga

mampu memikul beban tersebut

dengan aman dan permukaannya

harus cukup kuat untuk menahan

penggunaan dan aus yang terus

menerus (Ching 162).

Lantai adalah

bidang ruang

dalam yang

datar dan

mempunyai

dasar yang rata.

Lantai pada

Wae Rebo

berfungsi

sebagai tempat

untuk

beristirahatnya

masyarakat dan

beralaskan tikar

Page 12: 3. DATA LAPANGAN

50 Universitas Kristen Petra

s

Keterangan Analisis Fungsi Denah Pada Lantai Dasar (Layout)

Gambar 3.17. Layout Lantai Dasar

Sumber: (Data Pribadi)

1-2 pada layout lantai dasar Mbaru Niang berfungsi sebagai ruang

keluarga yang terbagi atas dua area yaitu area lutur (area untuk publik), dan area

molang (area untuk pemilik rumah area yang privat).

Gambar 3.18. Layout Beserta Keterangan 1A

Sumber: (Data Pribadi)

1A-1B area lutur merupakan setengah lingkaran ke depan (menghadap pintu)

berfungsi untuk tempat aktivitas publik. 1A area yang berfungsi sebagai fasilitas duduk

bagi penghuni rumah/ tetua adat tepat di depan tiang utama pada setiap Mbaru Niang (siri

bongko). 1B area yang berfungsi untuk istirahat bagi tamu.

Page 13: 3. DATA LAPANGAN

51 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.19. Layout Beserta Keterangan 2A

Sumber: (Data Pribadi)

2A-2C area molang merupakan setengah lingkaran ke belakang (dari

pintu). Area ini hanya mempunyai fungsi untuk tempat beraktivitas para penghuni

rumah, area yang lebih privat, 2A berfungsi sebagai area sirkulasi para penghuni

rumah (area privat). 2B berfungsi sebagai area dapur. 2C merupakan keterangan

perabot lemari-lemari yang dimiliki tiap kelapa keluarga dalam satu Mbaru

Gendang.

Gambar 3.20. Layout Beserta Keterangan 3

Sumber: (Data Pribadi)

3 berfungsi sebagai ruang untuk tidur khusus untuk para penghuni rumah,

setiap kepala keluarga menempati satu ruang dengan posisi kaki selalu berada

didalam (menghadap tiang utama), pada Mbaru Gendang terdapat 8 kamar. Ruang

tidur ini masih termasuk area molang (area privat).

3.3. Data Non Fisik

Setiap masyarakat Wae Rebo mempunyai perjanjian-perjanian yang harus

di patuhi, dan dihargai. Pada rumah perjanjian atau nilai yang ditetapkan ialah

Page 14: 3. DATA LAPANGAN

52 Universitas Kristen Petra

s

setiap kepala keluarga tidak boleh berlebihan untuk memiliki perabot, unsur

kebersamaan diterapkan pada semua aspek kehidupan, ukuran ruang tidur, jumlah

perabot (lemari, alat masak dan sebagainya). Nilai-nilai sosial dalam masyarakat

Wae Rebo berarti sama pentingnya dengan bertahan hidup, tidak hanya sekedar

makan, sekedar bekerja tetapi juga hidup dapat bertahan di Wae Rebo jika semua

peraturan yang disepakati bersama dijalani. Hal itu merupakan suatu hal yang

mutlak, sebagai sebuah sarana pengendalian dalam kehidupan bersama dalam

suatu masyarakat dan pada umumnya sangat mempengaruhi kehidupan dalam

masyarakat desa yang masih memegang teguh kebersamaan dan sifat

kekeluargaan.

3.3.1. Pemukiman Sebagai Peninggalan Sejarah

Dalam melihat pola pemukiman di Wae Rebo, tentunya sejarah merupakan

hal yang perlu ditelusuri sebagai cikal bakal terbentuknya Wae Rebo dengan

eksotismenya. Dengan tidak menambahkan dan mengurangi jumlah rumah adat

yang ada sampai saat ini, menunjukkan bahwa penghormatan kepada garis

keturunan, nenek moyang pertama. Secara turun temurun masayarakat Wae Rebo

menghidupi tradisi dari masa lalu sebagai suatu yang dipertahankan dan menjadi

kepercayaan. Berdasarkan prinsip ini, maka rumah bundar di Wae Rebo

tersimbolkan sebagai bentuk kesolidan setiap masyarakat, dengan unsur sikap

saling menghargai, dan rasa kekeluargaan telah menjadi suatu prinsip hidup utama

di dalam rumah dan berkembang sampai kemanapun mereka berada. Pola

pemukiman di Wae Rebo dipengaruhi satu titik utama, yang merupakan tempat

untuk mengadakan ritual bersama, dan berbagai upacara adat, sehingga pola

pemukiman terbentuk dilatarbelakangi oleh tradisi. Pola pemukiman berpusat

pada halaman tengah dan rumah-rumah penduduk mengelilinginya membentuk

suatu lingkaran dan sebagai pembatas desa ataupun kampung.

Posisi setiap rumah adat tidak sama, karena pintu utama setiap rumah

harus tidak membelakangi, atau menyampingi compang (altar). Peletakannya

rumah adat juga merupakan perlambangan strata sosial bagi setiap keluarga.

Terdapat pembagian kelompok zona atau adanya pembagian rumah khusus bagi

masyarakat di Wae Rebo. Rumah Gendang yang merupakan rumah adat tertua,

Page 15: 3. DATA LAPANGAN

53 Universitas Kristen Petra

s

terbesar, dan terutama merupakan tempat tinggal bagi delapan kepala keluarga

inti. Sebaliknya, enam rumah lainnya merupakan rumah adat atau rumah niang

yang berada diantara rumah utama (rumah niang biasa berada di kiri dan kanan

rumah utama).

Seperti yang dikatakan Snyder dan Catanese bahwa dalam masyarakat

tradisional yang khususnya pada mula terbentuk suatu hunian (pemukiman),

penataannya sering didasarkan pada hal yang suci, karena religi dan ritual menjadi

pusat (walaupun bagian-bagian lain memiliki peran yang penting juga), sehingga

tempat tinggal ataupun pemukiman yang terbentuk dapat menunjukkan suatu

makna yang berarti (Snyder dan Catanese 18).

Serta aspek-aspek fungsional dapat dilihat dari pembagian ruang dan

fungsinya serta aktivitas yang dilakukan di dalamnya yang kemudian dikaitkan

dengan distribusi tata ruang fungsi-fungsi, hubungan ketataruangan. Objek fisik

adalah objek yang secara fisik dapat terlihat dan dikaitkan dengan distribusi

bentuk fisik rumah-rumah adat, elemen-elemen dalam permukiman adat yang

dikeramatkan, dan ruang luar yang terbentuk. Namun aspek-aspek tersebut hanya

dikaitkan dengan bentuk dari struktur organisasi dan tata permukiman adat

(Kerong 30-31). Sehingga akan menghasilkan suatu gambaran peta yang

menunjukkan hubungan ruang yang terjadi dalam permukiman.

Rumah adat di Wae Rebo merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh

dan bulat. Yang perlu dipertahankan dan dijaga keasliannya karena merupakan

suatu wujud kebudayaan dari masyarakat setempat dan juga sebagai identitas

ataupun ciri khas dari Wae Rebo.

3.3.2. Keterkaitan Masyarakat Dengan Nenek Moyang (Leluhur) Dan

Tuhan

Bagi masyarakat Wae Rebo kedudukan Tuhan dan nenek moyang adalah

sama. Sesuatu yang abadi, dan telah menjadi bagian hidup kebudayaan mereka

untuk seimbang dalam menghargai dua hal tersebut. Dalam membangun sebuah

rumah sampai dengan penempatan rumah barupun perlu meminta ijin (restu)

kepada nenek moyang dan Tuhan. Nenek moyang mereka Maro dapat memilih

Wae Rebo sebagai tempat tinggil mereka, karena ada campur tangan dari nenek

Page 16: 3. DATA LAPANGAN

54 Universitas Kristen Petra

s

moyang dan Tuhan melalui penglihatannya didalam mimpi.

Masyarakat Wae Rebo termasuk dalam masyarakat pola tiga yang berarti

menempatkan arti ruang dalam rumah menjadi Dunia Atas, Dunia Tengah, dan

Dunia Bawah. Nenek moyang dan Tuhan tidak hanya sebagai pemberi keputusan

dalam menentukan suatu hal di Wae Rebo, tetapi mereka mempunyai ruang

khusus di dalam rumah, ada beberapa area dalam rumah yang berfungsi sebagai

tempat persemmbahan (sesajen). Nenek moyang dan Tuhan di tempatkan di ruang

teratas rumah adat yaitu di tempat teratas rumah (Dunia Atas). Dan bagi nenek

moyang yang telah meninggal di sediakan tempat peristirahatan di Wae Rebo,

tepat berada didepan rumah utama. Pemberian ruang khusus dan teratas bagi

nenek moyang dan Tuhan merupakan bentuk penerapan prinsip keutuhan,

kebutlatan yang dijaga dan dipertahankan selalu sebagai kebudayaan mereka.

Dengan menaati dan menghargai nenek moyang dan Tuhan, kehidupan

masyarakat Wae Rebo menjadi harmonis. Hubungan yang tidak terlihat bentuk

fisiknya dijaga sedemikian rupa, apalagi hubungan antara sesama, itu sebabnya

masyarakat Wae Rebo sangat jarang berselisih. Unsur-unsur kehidupan “prinsip

persudaraan, dan keutuhan” menjadi hal yang sangat mendasar.

3.4. Tapak Luar

Tabel 3.3. Urutan Nama Ketujuh Pelindung (Alam) Berurut dari Timur, Utara, Barat, sampai ke

Selatan

No Nama

Pelindung

Data wawancara (Bapak Yosef Katub) Fungsi

1 Ulu Wae

Rebo

Mata air atau sumber air di Wae Rebo,

masyarakat meyakini sumber mata air

ini menjadi pelindung utama di Wae

Rebo

Pelindung bagian

Timur

2 Golo Mehe Puncak gunung menghadap Timur

Wae Rebo

(idem)

3 Hembel Hutan yang sangat lebat (idem)

4 Golo Ponto Puncak tertinggi menghadap Utara

Wae Rebo

Pelindung bagian Utara

Page 17: 3. DATA LAPANGAN

55 Universitas Kristen Petra

s

5 Ponto Nao Puncak tertinggi menghadap Barat

Wae Rebo

Pelindung bagian Barat

6 Redang Mata air atau sumber air di Wae Rebo (idem)

7 Polo Tembusan air dibawah gunung batu

dibelakang Wae Rebo bagian Selatan

Pelindung bagian

Selatan

- Pencahayaan dipagi hari cerah, matahari terbit lebih terlambat dibandingkan

dengan tempat lain, saat siang cahaya matahari menyilaukan, karena selain Mbaru

Niang menghadap ke arah Timur, sedangkan sore menjelang malam tergolong

cerah ke gelap.

- Penghawaan cukup dingin pada malam hari dan siang hari sangat sejuk karena

pola pemukiman penduduk Wae Rebo orientasinya ke arah pegununganan dengan

ketinggian 1.100 diatas permukaan laut.

- Tingkat kebisingan tergolong rendah, karena letak Wae Rebo berada jauh di

pedalaman dan hanya dapat ditempuh melalui jalan kaki. Sehingga segala

kebisingan kendaraan tidak ada sama sekali, terasa suasana tenang dan nyaman.

Gambar 3.21. Tampak Luar Mbaru Niang

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

(a)

Page 18: 3. DATA LAPANGAN

56 Universitas Kristen Petra

s

(b)

(c)

Gambar 3.22. Tiga Jenis Pijakan (a) Rerumputan, (b) Batu Gepeng, dan (c) Papan Kayu pada

Teras.

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

3.5. Sirkulasi dan Organisasi Ruang

3.5.1. Denah Lantai Dasar Rumah Adat Mbaru Gendang

Keterangan Literatur/Wawancara Fungsi pada lantai dasar. Menurut

sumber wawancara dengan Bapak Blasuis Monta, salah satu keturunan dari

masyarakat Wae Rebo yang tinggal menetap diluar Wae Rebo, bekerja sebagai

guru di desa terdekat dari Wae Rebo. Beliau mengatakan bahwa bentuk dari

bulatnya sarang laba-laba merupakan makna dari budaya yang tetap

dipertahankan, segala perangkat budaya tetap berjalan dan mengisi lingkungan

tersebut. Musyawarah di dalam ruang Mbaru Niang tetap dipertahankan dalam

membuat keputusan desa, acara ramah-tamah bagi tamu menjadi keseharian

dengan tetap menghargai budaya luar yang berbeda(Antar 265).

Keberadaan lantai dasar (tenda) secara vertikal. Pada lantai dasar

masyarakat Wae Rebo menamainya dengan tenda merupakan tingkat atau level

pertama pada rumah Mbaru Niang yang berfungsi sebagai tempat aktivitas oleh

Page 19: 3. DATA LAPANGAN

57 Universitas Kristen Petra

s

penghuni rumah seperti makan, beristirahat, tidur, menerima tamu, memasak,

melakukan berbagai upacara dan sebagainya. Tenda pada Mbaru Gendang

mempunyai diameter 15 meter (Antar 211).

Gendang pada Wae Rebo tidak hanya mempunyai arti sebagai alat musik,

tetapi juga merupakan benda pusaka yang tidak terlepaskan dari keutuhan suatu

kampung. Benda pusaka merupakan identitas kampung, yang tidak hanya lapuk di

dalam peti, tetapi menjelma dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan menjadi

bagian dari masyarakat. Rumah gendang memegang peran penting dalam menjaga

benda pusaka. Hampir semua benda pusaka berada di rumah gendang dan tidak

boleh berada di tempat lain. Hal ini menandakan rumah gendang tidak hanya

besar secara fisik, melainkan juga secara jiwa. Keberadaan gendang haruslah di

rumah utama atau yang biasa disebut Mbaru Gendang. Diletakkan di tiang depan

tengah, dipakainya kata “gendang” untuk menunjukkan rumah utama penanda

keberadaan gendang (Antar 246).

Tenda (lantai dasar) dibagi menjadi dua bagian, yaitu molang dan lutur.

Molang merupakan area privat tempat masyarakat beraktivitas. Di area inilah

terdapat bilik-bilik tempat meraka tinggal, dan tungku tempat memasak. Lutur

sebaliknya merupakan ruang tamu mereka, tempat tamu dapat beraktivitas.

Perbedaan area tersebut memunculkan rasa saling menghormati, baik tamu kepada

tuan rumah, maupun tuan, rumah terhadap tamu (Antar 254).

Ruang bundar yang ada memang digunakan sebagai tempat bertemunya

hingga 8 keluarga yang tinggal di dalamnya. Masing-masing keluarga menempati

ruang-ruang di sekeliling perimeter lingkaran rumah, dan budaya berkumpul

menjadi alasan mengapa arsitektur Wae Rebo berdenah lingkaran (Antar 266).

Gambar di bawah menunjukkan denah Mbaru Niang utama yaitu Mbaru

Tembong atau sapaan lainnya Mbaru Gendang yang memiliki diameter 15 meter.

Berdasarkan dengah di bawah, dapat dilihat bahwa sirkulasi pergerakan cukup

luas karena setiap ruang (bilik) pada Mbaru Niang ditujuh rumah tersebut berada

di ujung ruangan lantai dasar, dan kapasitas ruang dapat menampung banyak

orang. Pada denah lantai dasar (tenda) Mbaru Niang terdapat dua pembagian area

utama, setengah lingkaran area lutur (area publik) dan setengah lingkaran kedalam

molang (area semi privat-area privat)

Page 20: 3. DATA LAPANGAN

58 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.23. Urutan Pola Pemukiman menjurus ke Denah Lantai Dasar Beserta Areanya

Sumber: (Data Prbadi)

Organisasi ruang pada rumah adat Mbaru Niang terbilang baik. Pembagian

ruang dan letaknya tepat sehingga pengunjung dapat mengetahui alur tempat yang

harus mereka tempati saat pertama kali menginjakkan kaki ke tenda. Letak pintu

masuk hanya ada satu dan sekaligus untuk pintu keluar. Tidak terdapat kamar

didalam Mbaru Niang. Organisasi ruang yang tidak rumit, namun yang utamanya

adalah selalu teredapat ruang privat (pribadi) dan ruang publik (terbuka untuk

umum).

Terdapat 8 kepala keluarga pada Mbaru Tembong, setiap orang yang

menggunakan ruang tidur harus dengan posisi tidur kaki menghadap ke arah tiang

utama rumah, setiap upacara berlangsung di lantai dasar Mbaru Tembong ini,

penempatan alat musik gendang pun berada tepat di depan tiang pintu masuk

Mbaru Niang, selain Mbaru Niang merupakan rumah yang tertua dari semuan

Page 21: 3. DATA LAPANGAN

59 Universitas Kristen Petra

s

Rumah Niang yang ada, dan gendang tidak boleh berpindah ke Rumah Niang

lainnya.

Gambar 3.24. Lay Out Lantai Dasar (Tenda)

Sumber: (Data Prbadi)

Tapak Dalam (Ruang Keluarga) :

- Gaya bangunan menganut ciri gaya bangunan arsitektural orang Flores / NTT dari

zaman dahului, yaitu rumah-rumah kerucut (cone shaped houses). Gaya desain

arsitektur rumah adat berbentuk kerucut dulu banyak di Flores, dan menyebar di

kawasan NTT daereah pedalaman lainnya, tapi satu persatu punah dan masyarakat

mulai berganti alih menggantinya dengan rumah yang sering kita jumpai

sekarang, rumah kotak dengan material bahan bangunan semen, batu bata, dan

seng. Setelah beradabtasi dengan akulturasi budaya barat yang datang di NTT.

Page 22: 3. DATA LAPANGAN

60 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.25. Rumah Kerucut yang Tersisa Di Flores Hanyalah Rumah Adat Mbaru Niang Di

Wae Rebo

Sumber: (Data Prbadi)

- Pada tapak dalam dari pagi-siang menggunakan pencahayaan alami, yaitu dengan

sinar matahari yang masuk melalui 2 jendela di lantai dasar Mbaru Niang. Pagi

maupun siang internsitas cahaya yang masuk melalui 2 jendela di lantai dasar

tergolong rendah, silaunya cahaya matahari yang masuk sudah sangat cukup

bermanfaat bagi masyarakat Wae Rebo, cahaya yang hanya menerangi beberapa

spot area ruang (contoh gambar 3.10. (a)), tidak membatasi aktivitas Masyarakat

Wae Rebo di dalam Niang, sedangkan saat menjelang sore- malam sekarang ini

masyarakat membutuhkan pencahaayan buatan karena bila hanya mengandalkan

dua bukaan pada jendela aktivitas saat sore-malam cukup terganggu sehingga

pada lantai dasar ruang keluarga diberikan cahaya tambahan yaitu dengan cahaya

lampu.

Page 23: 3. DATA LAPANGAN

61 Universitas Kristen Petra

s

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.26. (a) Pencahayaan Alami pada Pagi-Siang Hari, (b) Lampu, dan (c) Suasana

Ruang Memakai Pencahayaan Buatan

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

- Penghawaan di dalam Mbaru Niang menggunakan penghawaan alami,

penghawaan buatan tidak dibutuhkan saat berada di Wae Rebo, selain itu tidak

memungkingkan untuk pemasangan penghawaan buatan di setiap Mbaru Niang,

karena tenaga listrik masih sangat minim, dan proses membawa dan memasang

penghawaan buatan sangat tidak mudah.

Hawa dalam ruangan dapat menyesuaikan. Dari pengalaman pribadi saat

kedinginan udara pagi maupun subu dan malam ketika memasuki Mbaru Niang

langsung terasa hangat, sebaliknya bila disiang hari sangat terik ketika memasuki

Mbaru Niang terasa sejuk.

- Elemen pembentuk ruang tapak dalam rumah adat:

Page 24: 3. DATA LAPANGAN

62 Universitas Kristen Petra

s

1. Dinding sekaligus atap

Atap yang berbentuk lingkaran, yang semakin tinggi semakin mengecil

lingkarannya (kerucut). Stilasi dari sarang laba-laba, tiga dimensi yang pusat dari

sarang laba-laba ditarik naik keatas menjulang. Material atap Mbaru Niang

menggunakan dua material yang saling bertumpuk yaitu ijuk dan alang-alang.

Terdapat 325 utas ijuk dan ilalang sebagai atap Mbaru Niang. Atap sekaligus

menjadi dinding dominan pada Mbaru niang, sisa dinding lainnya ialah papan

kayu yang terdapat didepan pintu masuk dan pemisah kamar pada setiap 8 kepala

keluarga.

.

(a) (b)

Gambar 3.27. (a) Atap Tampak dari dalam Ruang, (b) dan Tampak Keseluruahan dari Dalam

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 25: 3. DATA LAPANGAN

63 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.28. Detil Atap Tampak dari Dalam Ruang Beserta Konstruksi Ikat Antara Ijuk dan

Alang-alang

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Dinding pada Mbaru Niang semuanya polos tanpa finishing. Dengan

papan kayu yang ditegakkan, dan beberapa papan kayu pada daerah depan pintu

masuk mempunyai kemiringan tertentu dengan ukuran panjang yang bervariasi.

(a) (b)

Gambar 3.29. (a) Dinding dari Papan Kayu Tampak dari Dalam Luar, (b) dan Papan Kayu dengan

Kemiringan Tertentu dan Panjang yang Bervariasi Tampak dari dalam Ruang

Sumber: (Data dan Dokumentasi Pribadi)

Page 26: 3. DATA LAPANGAN

64 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.30. Dinding dari Papan Kayu yang Memisahkan Setiap Ruang

Sumber: (Data Pribadi)

2. Kolom

Rumah adat Mbaru Niang ini terdiri dari banyak kolom yang menopang

struktur bangunan (tiang utamanya / Siri Bongko). Dengan material kayu worok

utuh dan tidak boleh disambung, dengan sekitar umur kayu yang dipakai berumur

70 tahun. Dan pada siri bongko terdapat tangga menuju ke lantai berikutnya dan

panjang tangga itupun sama dengan tinggi tiang utama dari kayu worok. Bambu

yang diikat dan disejajarkan secara vertikal merupakan tangga yang sangat kuat

tapi tahan menopang berat badan pria dewasa.

(a) (b) (c)

Gambar 3.31. Kolom dan Tangga (a) Anak Tiang Dengan Alat Musik Gong, (b) Tiang Penopang

Lainnya dan (c) Tiang Utama (Siri Bongko) dengan Tangga Bambu Vertikal ke atas

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 27: 3. DATA LAPANGAN

65 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.32. Kolom atau Tiang dalam Mbaru Niang

Sumber: (Data Pribadi)

3. Plafon

Plafon didominasi dengan material kayu dan bambu dan berbagai

konstruksi ikatnya sebagai penghubung atap dengan tiang utama dan tiang

penopang sampingnya.

Gambar 3.33. Plafon pada Mbaru Niang

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

4. Lantai

Penggunaan material papan kayu sekarang telah memakai konstruksi paku

pada rumah adat Mbaru Niang setelah direnovasi, karena peduli akan hutan

masyarakat Wae Rebo memutuskan untuk memakai paku dan memotong pohon

dan membagi-bagikan papan kayu sebagai lantai. Kepedulian terhadap alam

sekitar mereka membawa masyarakat menanam kembali pohon-pohon yang

Page 28: 3. DATA LAPANGAN

66 Universitas Kristen Petra

s

digunakan dalam keperluan bangunan rumah agar kelak tidak dapat mengurangi

kerusakana hutan sekitar.

(a) (b)

Gambar 3.34. (a) Pemakaian Paku pada Lantai (b) Papan Kayu sebagai Lantai .

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

- Elemen pendukung ruang rumah adat terdiri dari:

1. Pintu

Pintu tunggal pada rumah adat Mbaru Niang menggunakan papan kayu

tanpa di finishing, tanpa engsel dan menggunakan kunci dengan adanya balok

penahan pada gagang pintu.

Gambar 3.35. Pintu Tunggal pada Mbaru Gendang

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

(a) (b)

Gambar 3.36. (a) Tampak dari dalam Penyangga Pintu, dan (b) Tampak dari luar Detil Atas Pintu.

Detil Elemen Pendukung Ruang.

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 29: 3. DATA LAPANGAN

67 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.37. Gagang Pintu Detil Elemen Pendukung Ruang pada Mbaru Gendang.

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

2. Jendela

Bentuk jendela pada semua rumah adat Mbaru Niang adalah sama.

Terdapat dua buah jendela berada di sisi kiri dan sisi kanan rumah. Terbuka

karena adanya batang kayu kecil yang menyangga dari dalam rumah. Sinar

matahari yang menyinari masuk melalui bukaan buatan (jendela) membuat setiap

waktu sinar matahari yang masuk berubah posisi karena pergerakan matahari,

sinar matahari terlihat hidup dan memberi suasana yang terang didalam rumah.

Gambar 3.38. Tampak Depan Mbaru Niang dengan Dua Jendela

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.39. Detil Jendela Sebagai Elemen Pendukung Ruang Terdapat Penopang dari dalam

Rumah Agar Jendela Terbuka

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 30: 3. DATA LAPANGAN

68 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.40. Elemen Pendukung Ruang Dilihat Melalui Dalam Rumah

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

- Elemen pengisi ruang terdiri dari:

1. Perabot

Perabot pada rumah adat Mbaru Niang tergolong Minim dan sederhana,

semua perabot dibuat untuk memenuhi kebutuhan setiap kepala keluarga. Perabot

yang paling banyak dan wajib bagi setiap kepala keluarga adalah lemari untuk

menyimpan baju, maupun lemari untuk menyimpan peralatan masak dan peralatan

dapur. Lain dari itu perabot-perabot mini seperti kursi duduk untuk memasak,

asbak, tikar dan sebagainya.

(a) (b) (c)

Gambar 3.41. (a) Kursi untuk Memasak, (b) Asbak, dan (c) Ambalan

Sumber: (Dokumentasi Prbadi)

Gambar 3.42. Jenis-jenis Lemari Dapur

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 31: 3. DATA LAPANGAN

69 Universitas Kristen Petra

s

Gambar 3.43. Lapisan Tikar untuk Berbaring dan Duduk

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

3.5.2. Denah Lantai Dua Rumah Adat Mbaru Gendang

Lantai kedua dengan diameter 12 meter merupakan tempat penyimpanan

bahan makanan, setiap kepala keluarga mempunyai tempat masing-masing untuk

menyimpan bahan makanan mereka dalam satu tempat. Sirkulasi ruang jelas

sangat luas.

Gambar 3.44. Perspektif dan Lay Out Lantai Dua (Lobo)

Sumber: (Data Pribadi)

Page 32: 3. DATA LAPANGAN

70 Universitas Kristen Petra

s

Pada keterangan layout gambar 3.43. terdapat delapan buah tiang

penopang mengelilingi satu tiang utama yang berada di tengah yang sekaligus satu

buah bambu yang menjulang tinggi keatas, yang berperan menjadi tangga dan

menempel pada tiang utama di Mbaru Niang menggunakan konstruksi ikat.

Dan pada keterangan gambar selanjutnya di layout lantai selanjutnya juga

sama srtuktur tiang yang sama dengan cara kerja seperti tiang pada lantai

sebelumnya. Perbedaan hanya terdapat pada ukuran diameter lingkaran ruang.

3.5.3 Denah Lantai Tiga Rumah Adat Mbaru Gendang

Pada lentar lantai ketiga dari Mbaru niang adalah ruang yang semakin

kecil ukuran diameternya diantara lantai-lantai yang telah diobservasi

sebelumnya. Lantai ketiga menyimpan cadangan makanan, bila stok pada lantai

dua habis, maka warga mengambil dilantai yang lebih atas lagi, terdapat 8 kepala

keluarga di Mbaru Gendan, dan terdapat juga 8 tempat cadangan makanan seperti

pada lantai dua.

Gambar 3.45. Perspektif dan Lay Out Lantai Tiga (Lentar)

Sumber: (Data Pribadi)

Page 33: 3. DATA LAPANGAN

71 Universitas Kristen Petra

s

3.5.4 Denah Lantai Empat Rumah Adat Mbaru Gendang

Lantai empat sekarang ini sudah sangat jarang digunakan, nilai guna

lemparae sekarang berkurang hanya menjadi ruang kosong. Sirkulasi ruang pada

lantai empat ini tergolong masih cukup, karena setiap orang yang naik ke lantai

empat harus satu persatu tidak bisa secara bersamaan, dengan demikian

sirkulasinya tidak terlalu sempit dan tidak terlalu luas.

Gambar 3.46. Perspektif dan Lay Out Lantai Empat (Lemparae)

Sumber: (Data Pribadi)

Page 34: 3. DATA LAPANGAN

72 Universitas Kristen Petra

s

3.5.5. Denah Lantai Lima Rumah Adat Mbaru Gendang

Ukuran ruang yang semakin kecil, akses tangga hanya sampai di hekang

kode. untuk menaruh sesajen saat penutupan atap rumah ditaruh dari luar, menaiki

bagian teratas ruang tersempit puncak setiap konstruksi atap bambu diletakkan,

dan biasanya masyarakat Wae Rebo saat sedang membangun rumah adat mereka

sebelum menutup dengan upacara menyelesaikan rumah adat mereka para pekerja

laki-lakipun naik pada lantai lima ini untuk membuktikan kekuatan dan ketahanan

rumah niang yang akan siap digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari,

sirkulasi terbatas karena ukuran diameter semakin mengecil

Gambar 3.47. Lay Out Lantai Lima (Hekang Kode)

Sumber: (Data Pribadi)