3. BAB II - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/1494/3/115112066_Tesis_Bab2.pdf ·...
Transcript of 3. BAB II - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/1494/3/115112066_Tesis_Bab2.pdf ·...
17
BAB II
PENGARUH PENGAWAS SEKOLAH DAN KINERJA GURU
TERHADAP KUALITAS BELAJAR SISWA
A. Pengawas madrasah/sekolah
1. Pengertian Pengawas madrasah/sekolah
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 Tahun 2010 bahwa pengawas
madrasah/sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial
pada satuan pendidikan.
Patrick (2009) supervision means to direct, oversee, guide or to make sure that expected standards are met. Thus, supervision in a school implies the process of ensuring that principles, rules, regulations and methods prescribed for purposes of implementing and achieving the objectives of education are effectively carried out. Supervision therefore involves the use of expert knowledge and experiences to oversee, evaluate and coordinate the process of improving teaching and learning activities in schools (Edo Journal of Counselling, Strategies For Improving Supervisory Skills For Effective Primary Education In Nigeria, Vol. 2, No. 2, 2009).
Pernyataan Patrick dapat diartikan bahwa pengawasan
merupakan mengawasi secara langsung, membimbing atau untuk
memastikan bahwa standar yang diharapkan terpenuhi. Dengan
demikian, pengawasan di madrasah/sekolah menyiratkan proses untuk
memastikan bahwa prinsip, aturan, peraturan dan metode yang
ditentukan untuk melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan yang
efektif. Sehingga seorang pengawas dituntut untuk mempunyai
18
pengetahuan yang luas dan pengalaman untuk mengawasi, mengevaluasi
dan mengkoordinasikan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah (Edo
Journal of Counselling, Strategies For Improving Supervisory Skills For
Effective Primary Education In Nigeria, Vol. 2, No. 2, 2009).
Pengawas masuk dalam kategori jabatan fungsional, yakni
jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung
jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Adapun satuan
pendidikan yang dimaksud adalah Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan,
Pendidikan Luar Biasa atau bentuk lain yang sederajat. Eksistensi
pengawas madrasah/sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 serta dipertegas dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 merupakan penetapan pengawas
sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini.
2. Peran Pengawas
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
pengawas mempunyai peran:
a. Memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyusunan,
pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan dan/atau
19
pembelajaran kepada kepala madrasah, kepala kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota atan kepala kantor wilayah Kementerian
Agama Provinsi
b. Memantau dan menilai kinerja kepala madrasah serta merumuskan
saran tindak lanjut yang diperlukan
c. Melakukan pembinaan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan
di madrasah
d. Memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas dan
penempatan kepala madrasah serta guru kepada kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota
3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang jabatan
fungsional pengawas madrasah/sekolah dan angka kreditnya menyatakan
bahwa Pengawas madrasah/sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan
manajerial pada satuan pendidikan.
Tugas pokok pengawas madrasah/sekolah adalah melaksanakan
tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang
meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan,
pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan,
penilaian, pembimbingan dan pelatihan professional guru, evaluasi hasil
20
pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan
di daerah khusus.
Fungsi pengawas madrasah menurut Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 Tahun 2012 sebagai berikut:
a. Penyusunan program pengawasan di bidang akademik dan
manajerial.
b. Pembinaan dan pengembangan madrasah.
c. Pembinaan, pembimbingan dan pengembangan profesi guru
madrasah.
d. Pemantauan penerapan standar nasional pendidikan.
e. Penilaian hasil pelaksanaan program pengawasan.
f. Pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.
Sesuai hadist rasulullah S.A.W bersabda:
Ibnu Umar r.a. mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya," (HR Ahmad, Abu Daud, At- Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
21
4. Kompetensi Pengawas
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dimilki pengawas meliputi,
kompetensi kepribadian, supervisi akademik, evaluasi pendidikan,
penelitian dan pengembangan serta kompetensi sosial .
a. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian pengawas pendidikan adalah
kemampuan pengawas pendidikan dalam menampilkan dirinya atau
performance diri sebagai pribadi yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas pokoknya, kreatif dalam bekerja dan
memecahkan masalah, ingin tahu hal-hal baru tentang ilmu
pengetahuan teknologi dan seni, memiliki motivasi kerja dan bisa
memotivasi orang lain dalam bekerja (Sudjana, 2009: 5-6).
Makna dari kompetensi kepribadian sebagai mana dikemukakan di
atas adalah sikap dan perilaku yang ditampilkan pengawas
pendidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dengan mengandung empat karakteristik di atas. Ini berarti sosok
pribadi pengawas pendidikan harus tampil beda dengan sosok
pribadi yang lain dalam hal tanggung jawab, kreatifitas, rasa ingin
tahu dan motivasi dalam bekerja. Sosok pribadi tersebut diharapkan
menjadi kebiasaan dalam perilakunya.
Kompetensi kepribadian pengawas sebagaimana yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
meliputi:
22
1). Memiliki akhlak mulia dan dapat diteladani.
2). Memiliki tanggung jawab terhadap tugas.
3). Memiliki kreatifitas dalam bekerja dan memecahkan masalah
berkaitan dengan tugas jabatan.
4). Memiliki keinginan yang kuat untuk belajar hal-hal yang baru
tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang menunjang tugas pokok dan tugas tanggung jawabnya.
5). Memiliki motivasi yang kuat kerja pada dirinya dan pada pihak-
pihak pemangku kepentingan.
b. Kompetensi supervisi akademik
Kompetensi supervisi akademik adalah kemampuan
pengawas pendidikan dalam melaksanakan pengawasan akademik
yakni menilai dan membina guru dalam rangka mempertinggi
kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakannya agar berdampak
terhadap kualitas hasil belajar siswa (Sudjana, 2009: 10).
Kompetensi kepengawasan akademik intinya adalah
membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Oleh
sebab itu sasaran supervisi akademik adalah guru dalam proses
belajar mengajar (pembelajaran). Materi pokok dalam proses
pembelajaran adalah (penyusunan silabus dan RPP, pemilihan
strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan
teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil
pembelajaran serta penelitian tindakan kelas).
23
Kompetensi supervisi akademik sebagaimana yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
meliputi:
1). Mampu memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik,
dan perkembangan tiap bidang pengembangan atau mata
pelajaran di madrasah.
2). Mampu memahami konsep, prinsip, teori/teknologi,
karakteristik, dan perkembangan proses
pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan atau mata
pelajaran di madrasah.
3). Mampu membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah berlandaskan
standar isi, standar kompetensi, kompetensi dasar dan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum.
4). Mampu membimbing guru dalam memilih dan menggunakan
strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat
mengembangkan berbagai potensi peserta didik melalui bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
5). Mampu membimbing guru dalam menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
6). Mampu membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di
24
lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa pada tiap
bidang pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
7). Mampu membimbing guru dalam mengelola, merawat,
mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan
fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan
atau mata pelajaran di madrasah.
8). Mampu memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi
informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah .
c. Kompetensi evaluasi Pendidikan
Evaluasi merupakan mengumpulkan, mengolah,
menafsirkan dan menyimpulkan data dan informasi untuk
menentukan tingkat keberhasilan pendidikan. Materi pokok
kompetensi evaluasi pendidikan adalah penilaian proses dan hasil
belajar, penilaian program pendidikan, penilaian kinerja guru,
kinerja kepala sekolah, dan kinerja sekolah (Sudjana, 2009: 10-15).
Penilaian itu sendiri diartikan sebagai proses memberikan
pertimbangan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Oleh sebab
itu ciri dari kegiatan penilaian adalah adanya objek yang dinilai.
Adanya kriteria yang dijadikan indikator keberhasilan dan adanya
interprestasi dan judgement. Setiap kegiatan penilaian akan
menghasilkan data hasil penilaian yang harus diolah dan dianalisis
untuk pengambilan keputusan.
25
Kompetensi evaluasi pendidikan sebagaimana yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
meliputi:
1). Mampu menyusun kriteria dan indikator keberhasilan
pendidikan dan pembelajaran/bimbingan madrasah.
2). Mampu membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang
penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
3). Mampu menilai kinerja kepala madrasah, guru, staf madrasah
dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan
tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
4). Mampu memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan
hasil belajar peserta didik serta menganalisisnya untuk
perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
5). Mampu membina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian
untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan
tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran di madrasah.
6). Mampu mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja
kepala, kinerja guru dan staf madrasah .
d. Kompetensi penelitian dan pengembangan
Kompetensi penelitian dan pengembangan adalah
kemampuan pengawas madrasah/sekolah dalam merencanakan,
26
melaksanakan penelitian pendidikan/pengawasan serta menggunakan
hasil-hasilnya untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan
(Sudjana, 2009: 15-21).
Penelitian adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah
menafsirkan dan menyimpulkan data dan informasi untuk
memecahkan masalah praktis dan atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Penelitian merupakan metode ilmiah yakni
memecahkan masalah dengan menggunakan logika berpikir yang
didukung oleh data empiris. Logika berpikir tampak dalam
prosesnya dengan menempuh langkah-langkah yang sistematis mulai
dari pengumpulan data, mengolah, dan menafsirkan data, menguji
data sampai menarik kesimpulan.
Data dikatakan empiris sebab menggambarkan apa yang
terjadi di lapangan. Dalam kompetensi penelitian materi yang perlu
dikuasai pengawas pendidikan antara lain pendekatan, metode dan
jenis penelitian, merencanakan dan melaksanakan penelitian,
mengolah dan menganalisis data, menulis laporan hasil penelitian
sebagai karya tulis ilmiah serta memanfaatkan hasil-hasil penelitian.
Kompetensi penelitian bagi pengawas bermanfaat ganda yakni
manfaat untuk dirinya sendiri agar dapat menyusun karya tulis
ilmiah berbasis penelitian dan manfaat untuk membina guru dan
kepala sekolah dalam hal merencanakan dan melaksanakan
penelitian khususnya penelitian tindakan (Sudjana, 2009: 15-21).
27
Kompetensi penelitian dan pengembangan pengawas
sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 Tahun 2012 meliputi:
1). Mampu menguasai berbagai pendekatan, jenis dan metode
penelitian dalam pendidikan.
2). Mampu menentukan masalah kepengawasan yang penting
diteliti baik untuk keperluan tugas pengawasan maupun untuk
pengembangan karir.
3). Mampu menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal
penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.
4). Mampu melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan
masalah pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok dan
tanggung jawabnya.
5). Mampu mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
pendidikan baik data kualitatif maupun data kuantitatif..
6). Mampu menulis karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang kepengawasan dan memanfaatkannya untuk
perbaikan mutu pendidikan.
7). Mampu menyusun pedoman, panduan, buku, dan/atau modul
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan di
madrasah.
8). Mampu memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian
tindakan kelas, baik perencana maupun pelaksanaannya di
madrasah.
28
e. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial pengawas pendidikan adalah
kemampuan pengawas pendidikan dalam membina hubungan
dengan berbagai pihak serta aktif dalam kegiatan organisasi profesi
pengawas (APSI ). Kompetensi sosial pengawas pendidikan
mengindikasikan dua keterampilan yang harus dimiliki pengawas
pendidikan yakni keterampilan berkomunikasi baik lisan atau tulisan
termasuk keterampilan bergaul dan keterampilan bekerja dengan
orang lain baik secara individu maupun secara kelompok/ organisasi.
Keterampilan ini mensyaratkan tampilnya sosok pribadi pengawas
pendidikan yang luwes, terbuka, mau menerima kritik serta selalu
memandang positif orang lain (Sudjana, 2009: 15-21).
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial pengawas
pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas hanya tambahan dari
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru dan kepala
sekolah karena pengawas pendidikan berasal dari guru atau kepala
sekolah sehingga kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial
guru atau kepala madrasah/sekolah sudah melekat pada dirinya.
Kompetensi sosial sebagaimana yang dimaksud dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 meliputi:
1). Mampu bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas diri untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
29
2). Aktif dalam kegiatan organisasi profesi pengawas satuan
pendidikan dalam rangka mengembangkan diri.
f. Kompetensi supervisi manajerial
Kompetensi supervisi manajerial adalah kemampuan
pengawas pendidikan dalam melaksanakan pengawasan manajerial
yakni menilai dan membina kepala sekolah dan tenaga kependidikan
lain yang ada di madrasah/sekolah dalam mempertinggi kualitas
pengelolaan dan administrasi madrasah/sekolah.
Standar administrasi dan pengelolaan madrasah/sekolah
secara konseptual dan operasional tersirat dan tersurat dalam
rumusan kompetensi inti kepala madrasah/sekolah (Permendiknas
Nomor 13 Tahun 2007) khususnya pada dimensi kompetensi
manajerial pengawas sekolah. Pengawas dituntut juga untuk
menguasai program dan kegiatan bimbingan konseling serta
memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah
binaannya, untuk itu pengawas madrasah/sekolah harus menguasai
teori, konsep serta prinsip tentang metode dan teknik pengawasan
pendidikan berikut aplikasinya dalam penyusunan program dan
praktek pengawasan manajerial.
Kompetensi supervisi manajerial sebagaimana yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012
meliputi :
1). Mampu menerapkan teknik dan prinsip supervisi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan madrasah.
30
2). Mampu menyusun program kepengawasan berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan program pendidikan madrasah.
3). Mampu menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan
madrasah.
4). Mampu menyusun laporan hasil pengawasan dan menindak
lanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya.
5). Mampu membina kepala madrasah dalam pengelolaan dan
administrasi madrasah berdasarkan manajemen peningkatan
mutu.
6). Mampu memotivasi kepala dan guru madrasah dalam
merefleksikan hasil yang telah dicapai untuk menemukan
kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokok.
7). Memahami standar nasional pendidikan dan pemanfaatannya
untuk membantu kepala madrasah dalam mempersiapkan
akreditasi.
B. Kinerja guru
1. Pengertian kinerja guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud,1999:503)
kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau
kemampuan kerja. Lembaga Administrasi Negara (1992:12) merumuskan
kinerja merupakan terjemahan bebas dari istilah performance yang artinya
adalah prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja atau hasil
kerja.
31
Pada umumnya para ahli memberikan batasan mengenai kinerja
disesuaikan dengan pandangannya masing-masing. Menurut Simamora
(1997:235) menegaskan bahwa kinerja yang diistilahkannya sebagai karya
adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material
maupun non fisik/nonmaterial. Hal senada dikemukakan oleh Anwar
(1986:86) bahwa kinerja sama dengan performance yang esensinya adalah
berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan telah dapat
diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan
tanggung jawab yang menggambarkan pola perilaku sebagai aktualisasi dari
kompetensi yang dimiliki. Hal yang hampir senada dikemukakan oleh
Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) mengemukakan pengertian kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikannya.
Dalam kajian yang berkenaan dengan profesi guru, Anwar
(1986:22) memberikan pengertian kinerja sebagai seperangkat perilaku
nyata yang ditunjukkan oleh seorang guru pada waktu memberikan pelajaran
kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi
belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program
semester maupun persiapan mengajar.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja
seseorang tergantung pada: (1) faktor individu yang bersangkutan yaitu
menyangkut kemampuan, kecakapan, motivasi, dan komitmen yang
bersangkutan pada organisasi; (2) faktor kepemimpinan yaitu menyangkut
dukungan dan bimbingan yang diberikan pada bahan serta kualitas
32
dukungan itu sendiri; (3) faktor tim atau kelompok yaitu menyangkut
kualitas dukungan yang diberikan pada bahan oleh tim (partner/teman
kerja); (4) faktor sistem yaitu menyangkut sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan oleh organisasi; dan (5) faktor situasional yaitu menyangkut
lingkungan dari dalam dan dari luar serta perubahan-perubahan yang terjadi.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang
tergantung pada: (1) faktor individu yang bersangkutan yaitu menyangkut
kemampuan, kecakapan, motivasi, dan komitmen yang bersangkutan pada
organisasi, (2) faktor kepemimpinan yaitu menyangkut dukungan dan
bimbingan yang diberikan serta kualitas dukungan itu sendiri (3) faktor tim
atau kelompok yaitu menyangkut kualitas dukungan yang diberikan oleh tim
(partner/teman kerja), (4) faktor sistem yaitu menyangkut sistem kerja dan
fasilitas yang diberikan oleh organisasi, dan (5) faktor situasional yaitu
menyangkut lingkungan dari dalam dan dari luar serta perubahan-perubahan
yang terjadi.
Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi
(2003:355) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses
atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang
dihasilkan.
2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan” yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran
33
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran
kuantitatif yang menentuan ketepatan waktu penyelesaian suatu
kegiatan.
Dalam kaitannya dengan profesi guru ada satu pedoman yang dapat
dijadikan kriteria standar kinerja seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya.
Untuk itu deskripsi pekerjaan hendaknya diuraikan secara jelas
sehingga setiap guru mengetahui tugas, tanggun gjawab, dan standar prestasi
yang harus dicapainya. Dilain pihak, pimpinan pun harus mengetahui apa
yang dapat dijadikan kriteria dalam melakukan evaluasi atau penilaian
terhadap kinerja guru. Natawijaya (1994:38) menyatakan bahwa kinerja
guru mencakup aspek: (1) kemampuan profesional dalam proses belajar
mengajar; (2) kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar; dan (3)
kemampuan pribadi dalam proses belajar mengajar.
Pendapat hampir senada dikemukakan oleh Joni yang dikutip oleh
Arikunto (1990) menjelaskan bahwa ada tiga kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru, yaitu: (1) kompetensi profesional; (2) kompetensi
personal; dan (3) kompetensi sosial. Kompetensi profesional, artinya guru
harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang bidang studi yang
akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoretik, mampu memilih metode yang tepat serta
mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi
personal, artinya guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, patut
diteladani sehingga menjadi sumber identifikasi baik peserta didik maupun
34
masyarakat pada umumnya. Kompetensi sosial artinya guru harus memiliki
kemampuan berkomunikasi sosial dengan murid-muridnya maupun dengan
sesama teman guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, dan anggota
masyarakat di lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kinerja guru dalam
penelitian ini dimaknai sebagai kemampuan guru dalam melaksanakan tugas
pada kompetensi profesional dalam proses belajar mengajar, kompetensi
pribadi dalam proses belajar mengajar, dan kompetensi sosial dalam proses
belajar mengajar.
2. Penilaian Kinerja Guru
Penilaian merupakan bagian penting dari fungsi manajemen.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi,
dan sekaligus memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga
tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Penilaian adalah suatu
proses pengukuran dan pertimbangan hasil pekerjaan nyata yang dicapai
dengan kriteria yang ditetapkan.
Grote (1996) menyatakan bahwa penilaian kinerja bukanlah
aktifitas yang dilakukan sekali dalam setahun, akan tetapi terus menerus
selama orang itu dinilai masih aktif bekerja dalam institusi tersebut.
Sedangkan Sutisna (1993) mengartikan penilaian sebagai suatu proses
yang menentukan seberapa baik sebuah organisasi, program-program
atau kegiatan-kegiatan yang sedang atau telah dilaksanakan.
Dengan kata lain, menilai adalah membandingkan hasil-hasil
yang sebenarnya dengan yang dikehendaki dan menentukan pendapat
tentang performansi yang telah dicapai berdasarkan standar yang telah
35
ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja guru dapat dilakukan oleh
pengawas sekolah maupun kepala sekolah untuk mengetahui realisasi
tugas yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja yang baik harus
menghargai prestasi kerja yang telah dicapai oleh guru dan tidak
bermaksud mencari kesalahan, namun lebih bertujuan menindaklanjuti
hasil penilaian. Penilaian terhadap guru dapat dilakukan apabila telah
disepakati standar/target kinerja yang diharapkan.
3. Manfaat Penilaian Kinerja Guru
Penilaian kinerja guru diharapkan bermanfaat bagi kemajuan
sekolah, peningkatan kerja guru maupun bagi peningkatan prestasi
belajar siswa. Gibson (1994) menjelaskan secara singkat bahwa manfaat
evaluasi prestasi kerja adalah memberikan kepada yang diniliai dan
penilai (pimpinan, rekan, bawahan) informasi tentang kinerja yang
dicapai. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh seorang pakar
bernama Gary Dessler (1986) bahwa manfaat penilaian kinerja adalah:
(1) menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan tentang
promosi dan gaji, (2) menyediakan kesempatan bagi pimpinan dan
bawahan untuk bersama-sama meninjau perilaku yang berkaitan dengan
pekerjaan, (3) memungkinkan bagi pimpinan bersama-sama dengan
bawahan menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap deviasi
yang terjadi. Secara lebih spesifik, Sutisna (1993), berpendapat bahwa
pentingnya penilaian kinerja adalah: (1) untuk memperoleh dasar bagi
pertimbangan pada akhir suatu periode kerja, (2) untuk menjamin cara
kerja yang efektif dan efisien, (3) untuk memperoleh fakta-fakta tentang
36
kesukaran-kesukaran, (4) untuk menghindarkan situasi yang dapat
merusak, (5) untuk memajukan kesanggupan para guru dalam
mengembangkan organisasi sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian
kinerja bermanfaat bagi kepala sekolah untuk mengadakan perbaikan dan
pembinaan kepada guru dalam menjalankan tugas bimbingan dan
pengajaran. Bagi guru, manfaat penilaian kinerja untuk mengetahui
pencapaian prestasi kerja, selanjutnya digunakan untuk mengadakan
perbaikan dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Sedangkan bagi
sekolah manfaat penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar dalam
menyusun program semester dan program tahunan sekolah.
Rendahnya kualitas pendidikan yang tercermin pada pencapaian
prestasi belajar siswa tidak luput dari sorotan Tilaar (1994: 150-151)
sebagai berikut, “Beberapa indikator rendahnya kualitas pendidikan
adalah mutu guru yang masih rendah pada semua jenjang pendidikan,
begitu pula alat-alat bantu proses belajar-mengajar seperti buku teks,
peralatan laboratorium dan bengkel kerja belum memadai”.
C. Kualitas Pembelajaran
1. Pengertian Kualitas Pembelajaran
Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas
(mutu) dalam arti yang sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Gibson,
mutu didefinisikan sebagai M-Kecil dan M-Besar. M-Kecil adalah mutu
dalam arti sempit, berkenaan dengan kinerja bagian organisasi, dan tidak
dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar adalah
37
mutu dalam arti luas, berkenaan dengan seluruh kegiatan organisasi yang
dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar inilah yang
dimaksudkan dengan mutu terpadu ( Gibson, 1994 : 102 ).
Dalam pengertian mutu terkandung makna kesesuaian dengan
kebutuhan. Baron mengemukakan bahwa “Quality a basic business
strategy that provides and service that completely satisfy both internal
and external customers by meeting their explicit expectation.”( Baron,
1991 :31 ).
Mutu merupakan paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan
yang dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan.
Dalam pemahaman umum, mutu dapat berarti mempunyai sifat yang
terbaik dan tidak ada lagi yang melebihinya. Mutu tersebut disebut
absolut, dan di lain pihak mutu dapat berarti kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut mutu relative. Mutu
absolut juga mengandung arti: (1) sifat terbaik itu tetap atau tahan lama,
(2) tidak semua orang dapat memiliki, dan(3) eksklusif. Mutu relative
selalu berubah sesuai dengan perubahan pelanggan, dan sifat produk
selalu berubah sesuai dengan keinginan masyarakat ( Abbas, 1998 : 72 ).
Paradigma mutu dalam konteks pendidikan, mencakup input,
proses, dan output pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa
sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai
38
pemandu bagi keberlangsungan proses. Input sumber daya meliputi
sumber daya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta didik) dan
sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan
sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur organisasi,
peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan
lain sebagainya. Input harapan-harapan berupavisi, misi, tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses
dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dan tingkat kesiapan
input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya
proses disebut input, sedangkan sesuatu dan hasil proses disebut output.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis,sehingga
mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoy
able learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan
benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu
adalah perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan bahkan
melebihi harapan pelanggan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
2. Pengukuran Kualitas Pembelajaran
39
Berdasarkan konsepsi sistem pendidikan di Indonesia,
pengukuran mutu atau kualitas pembelajaran dapat ditinjau dan aspek
input, proses, output dan outcomes.
Nurhadi menjelaskan bahwa pengukuran kualitas pembelajaran
dapat dinilai dari beberapa aspek berikut:
a. Pengukuran Input. Indikator kualitas input meliputi: guru, fasilitas pendidikan, peralatan, bahan pendidikan, dan kemampuan administratif.
b. Pengukuran Proses. Indikator kualitas proses meliputi: tingkah laku administratif atau manajemen, alokasi waktu efektif guru, dan tingkah laku siswa dalam belajar.
c. Pengukuran Output. Indikator kualitas pengukuran output meliputi: tingkat pencapaian, skor hasil tes, sikap dan tingkah laku, dan persamaan dalam pencapaian hasil belajar atau pengembangan sikap dan tingkah laku.
d. Pengukuran Outcomes. Indikator kualitas pengukuran outcomes meliputi: penerimaan di jenjang yang lebih tinggi, hasil belajar pada jenjang yang lebih tinggi, keberhasilan memperoleh pekerjaan,jumlah penghasilan kerja yang diperoleh lulusan (Muljani, 1993 : 11-35).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Pembelajaran
Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, Bank Dunia
mengidentifikasi sembilan faktor yang menyebabkan mutu pendidikan belum
memuaskan, yakni:
a. Struktur insentif yang tidak cukup mendorong guru untuk melakukan praktek mengajar yang baik.
b. Waktu belajar yang pendek pada kelas satu dan dua. c. Sumber daya yang tidak mencukupi, terutama untuk
sekolah madrasah dilingkungan masyarakat miskin. d. Sebagian besar guru kurang terlatih baik dari segi
penguasaan materi maupun proses pembelajaran.
40
e. Jumlah dan kualitas buku dan material pembelajaran yang rendah.
f. Kurikulum yang terlampau sarat beban dan tidak terintegrasi. g. Kualitas evaluasi dan penilaian yang tidak memadai. h. Penataan kelembagaan yang belum efektif. i. Manajemen madrasah yang tidak efektif, terutama yang
berhubungan dengan peranan kepala madrasah. (Depdikbud, 1998 : 26)
Masruri, dkk (2002), mengemukakan beberapa karakteristik utama
dari madrasah yang efektif, antara lain:
a. Mempunyai cukup otonomi yang memungkinkan seluruh pegawai terlibat dalam perencanaan, kerja sama dan kolaborasi antar guru.
b. Kepemimpinan yang memungkinkan pegawai pada semua tingkat untuk mengambil inisiatif pengembangan proses kerja yang efisien dengan produktivitas yang tinggi.
c. Mengikut sertakan seluruh staf dalam pengembangan proses dan sistem serta suasana kerja di sekolah, sehingga staf tersebut betah bekerja dan merasa memiliki serta bertanggung jawab terhadap keberhasilan sekolah.
d. Kurikulum berdasarkan pada, dan mendukung tujuan-tujuan dan harapan-harapan sekolah. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik akan membantu penyediaan kurikulum yang sesuai dengan tujuan sekolah, sekaligus juga untuk pengembangannya.
e. Memperhatikan pengembangan staf, terutama dengan mengikut sertakan pegawai dalam perancangan tujuan dalam bentuk tim kerja.
f. Memaksimalkan waktu belajar dalam kelas secara bijaksana dan mengurangi berbagai akibat negatif dari kegiatan belajar di kelas.
g. Menyebarluaskan semangat sukses akademik, untuk itu penguatan yang bersifat positif dalam rangka kerangka kerja sama tim sangat diperlukan untuk meningkatkan semangat kerja dalam mencapai standar akademik tertentu.
h. Dukungan dan keterlibatan orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan (Masruri, 2002 : 17).
41
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa karakteristik madrasah yang
efektif dapat dicapai melalui proses antara lain:
a. Perencanaan kolaboratif dan hubungan kesejawatan.
b. Penciptaan lingkungan belajar yang kondusif.
c. Penentuan tujuan dan harapan madrasah secara jelas, yang didasarkan
pada penilaian diri.
d. Pemeliharaan ketertiban dan disiplin untuk menjaga suasana lingkungan
yang kondusif untuk belajar atau untuk menciptakan iklim madrasah
yang positif.
D. Kajian Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian tentang supervisi telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Mardiyono (2001) melakukan penelitian di SMU Negeri
Demak dan menyimpulkan terdapat hubungan supervisi kunjungan kelas
dan etos kerja guru dengan kualitas pengajaran. Semakin kegiatan
supervisi dilaksanakan secara profesional oleh kepala sekolah, dan etos
kerja yang baik akan meningkatkan kualitas pengajaran yang dilakukan
oleh guru-guru. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa peran
supervisi yang dilaksanakan secara profesional akan dapat meningkatkan
kualitas pengajaran yang dilakukan oleh guru.
2. Supriadi Dedi (1995) mengenai “Ciri-ciri sekolah yang Bermutu di Jawa
Barat” menemukan bahwa sekolah yang mutunya baik dan memiliki
preferensi yang tinggi di masyarakat memiliki ciri-ciri yang berbeda
dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang mutunya biasa dalam hal
42
gairah belajar siswa, kinerja guru, dan hasil belajar yang lebih baik
disebabkan oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah. Beberapa
penelitian tentang kualitas pendidikan yang sering disebut studi efek
sekolah terhadap keluaran (output) pendidikan disimpulkan oleh Suryadi
(1994: 115), bahwa di negara berkembang pengaruh faktor sekolah dan
kualitas guru terhadap kualitas belajar lebih besar dibandingkan dengan
pengaruh faktor yang sama di negara maju, namun di negara berkembang
pengaruh latar belakang keluarga terhadap kualitas belajar lebih kecil.
Walaupun pengaruh faktor sekolah dan kualitas guru terhadap kualitas
belajar lebih tinggi daripada pengaruh faktor keluarga di negara ber-
kembang, belum tentu sekolah-sekolah di negara berkembang lebih
tinggi kualitasnya. Karena itu upaya untuk meningkatkan kualitas guru
sesuai standar kompetensi terus diupayakan.
Rendahnya kualitas pendidikan yang tercermin pada pencapaian
prestasi belajar siswa tidak luput dari sorotan Tilaar (1994: 150-151) sebagai
berikut, “Beberapa indikator rendahnya kualitas pendidikan adalah mutu guru
yang masih rendah pada semua jenjang pendidikan, begitu pula alat-alat
bantu proses belajar-mengajar seperti buku teks, peralatan laboratorium dan
bengkel kerja belum memadai”.
Demikian pula beberapa penelitian yang berhasil dinilai oleh Suryadi
(1994) menyimpulkan bahwa usaha meningkatkan kemampuan profesional
guru melalui penataran yang dilakukan selama ini sangat kecil. Bahkan
hampir tidak signifikan dampaknya terhadap kualitas belajar siswa, apalagi
43
jika diukur dari perbandingan biaya dan manfaat (efisiensi). Karena itu harus
ada alternatif lain untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.
Dari hasil-hasil penelitian di atas, cukup beralasan untuk
mengajukan asumsi bahwa supervisi pengawas sekolah dan kepala sekolah
berpengaruh terhadap kinerja guru dalam meningkatkan kualitas belajar
siswa.
E. Kerangka Berfikir
Konsep dari kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan
dalam suatu bagan sistematis sebagai berikut:
Kepribadian Pedagogik
Supervisi
Akademik
Kepribadian Kualitas belajar
siswa dapat dilihat : 1. Intelektual
siswa 2. Kreativitas
siswa 3. Motivasi
siswa 4. Minat
jabatan
Evaluasi
Pendidikan
Pengawas
Kinerja
Guru
Penelitian dan Perkembangan
Sosial
Kompetensi
Sosial
Manajerial
Profesional
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
118 Tahun 1996 menyebutkan bahwa pengawas madrasah/sekolah adalah
44
Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan maupun
Kementerian Agama bidang pendidikan yang diberikan wewenang untuk
melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan
administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah.
Dalam penelitian ini kontribusi pengawas sekolah yang mempunyai
kompetensi kepribadian, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian
dan pengembangan, kompetensi sosial serta manajerial dan kompetensi guru,
kompetensi disini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional, kompetensi sosial. Hal ini terkait dengan pasal 8
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD)
yang menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional ternyata ada
banyak faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain, (1) tingkat
pendidikan guru, (2) diklat (penataran) yang pernah dii-kuti, (3) iklim
organisasi, (5) pengalaman kerja guru (6) supervisi, (7) kompetensi atau
kemampuan guru, (8) aktivitas guru dalam kegiatan kelompok kerja guru
(KKG), dan sebagainya.
Kinerja guru dalam peningkatan kualitas belajar siswa banyak
dipengaruhi kompetensi guru, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 56 menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sedangkan
menurut Spencer (1993: 9), kompetensi diartikan sebagai penampilan kinerja
45
atau situasi. Pengertian Spencer ini lebih menekankan pada wujud dari
kompetensi. Kompetensi tersebut sebagai daya untuk melakukan sesuatu
yang mewujud dalam bentuk unjuk kerja atau hasil kerja. Sementara itu
Robert Houston (1972: 33), menyatakan bahwa competence ordinarily is
defined as adequacy for a task or as possession of required knowledge, skill
and abilities. Maksudnya bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang
mencukupi untuk suatu tugas atau pemilikan pengetahuan, kecakapan atau
keahlian dan kemampuan seseorang.
Guru yang profesional pada intinya adalah guru yang memiliki
kompetensi dalam melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi
berasal dari kata competency, yang berarti kemampuan atau kecakapan.
Menurut kamus bahasa Indonesia, kompetensi dapat diartikan (kewenangan)
kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu (Usman, 2005: 14).
Lefrancois (1995: 5) berpendapat bahwa kompetensi sebagai
kapasitas untuk melakukan sesuatu dihasilkan dari proses belajar
(pendidikan). Selama proses belajar, stimulus akan bergabung dengan isi
memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan
sesuatu. Pentingnya guru profesional yang memenuhi standar kualifikasi
diatur dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
46
Ada banyak rumusan mengenai dimensi atau macam-macam
kompetensi guru yang dikemukakan para ahli. Cooper (1988: 18),
mengemukakan empat kompetensi guru, yakni (a) mempunyai pengetahuan
tentang belajar dan tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan
menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat
tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya,
serta (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar. Sedang menurut Pasal 1
ayat (1) UUGD tersebut, kompetensi yang dimaksud memiliki arti sebagai
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28
ayat 3 PP 19 Tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru
yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen pada bab penjelasan pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik. Patrick (2009) Pedagogical Skills These
include mastery of subject matter, teaching methods, improvisation,
presentation of content, preparation of lesson notes, lesson plans and
units etc. (Edo Journal of Counselling, Strategies For Improving
Supervisory Skills For Effective Primary Education In Nigeria, Vol. 2,
No. 2, 2009). Menurut Patrick bahwa keterampilan pedagogik termasuk
47
penguasaan materi pelajaran, metode pengajaran, improvisasi, penyajian
isi, persiapan catatan pelajaran, rencana pelajaran dan unit lainnya.
Lebih lanjut pada bab penjelasan Pasal 28 ayat 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi:
1) Pemahaman ilmu pengetahuan terhadap peserta didik.
2) Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran.
3) Evaluasi hasil belajar.
4) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai.
potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian merupakan kemampuan kepribadian
yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan
peserta didik (Ni’am, 2006: 199). Kompetensi kepribadian guru
menunjuk perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, susila,
dinamik (reflektif serta berupaya untuk maju), dan bertanggung jawab.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Patrick bahwa Teachers personality
includes among things his personal traits or characteristics, emotional
status, appearance, intelligence, physique, leadership skills,
communication skills (Edo Journal of Counselling, Strategies For
Improving Supervisory Skills For Effective Primary Education In
Nigeria, Vol. 2, No. 2, 2009).
48
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi
ini juga sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guru
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara dan bangsa pada
umumnya (Mulyasa, 2007: 117). Dalam ayat al-Qur.an yang berbunyi
$ yϑÎ6 sù 7πyϑôm u‘ zÏiΒ «! $# |MΖÏ9 öΝßγ s9 ( öθ s9 uρ |MΨä. $̂à sù xá‹Î=xî É= ù=s)ø9 $# (#θ ‘Ò x�Ρ]ω ô ÏΒ
y7 Ï9 öθ ym ( ß# ôã$$ sù öΝåκ÷]tã ö�Ï�øótGó™$#uρ öΝçλ m; öΝèδö‘ Íρ$ x© uρ ’Îû Í÷ö∆ F{ $# ( #sŒÎ* sù |M øΒ z•tã
ö≅©.uθ tGsù ’n? tã «! $# 4 ¨βÎ) ©!$# �=Ïtä† t, Î#Ïj.uθ tGßϑø9 $# ∩⊇∈∪
Artinya. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS. Al-Imron: 159).
M. Quraish Shihab di dalam Tafsirnya al-Misbah menyatakan
bahwa ayat ini diberikan Allah kepada Nabi Muhammad untuk menuntun
dan membimbingnya, sambil menyebutkan sikap lemah-lembut Nabi
kepada kaum muslimin, khususnya mereka yang telah melakukan
pelanggaran dan kesalahan dalam perang Uhud itu. Sebenarnya cukup
banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengandung emosi
manusia untuk marah, namun demikian, cukup banyak pula bukti yang
menunjukan kelemah lembutan Nabi Muhammad SAW. Beliau
bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan perang, beliau
49
menerima usulan mayoritas mereka, walau beliau kurang berkenan,
beliau tidak memaki dam mempersalahkan para pemanah yang
meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus
(Shihab: 261-263).
Relevansi QS. Ali .Imran dengan pendidikan khususnya bagi
seorang guru yang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk
mendidik, membimbing, membina, mengarahkan peserta didiknya sesuai
dengan fitrah yang telah diberikan Allah kepada mereka. Tanggung
jawab ini harus di emban dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar
tujuan dari pendidikan yaitu membentuk Insan kamil, menjadi hamba
Allah yang selalu taat, tunduk dan patuh kepada-Nya, dan menjadi
manusia yang mempunyai wawasan keilmuan yang tinggi sehingga bisa
menjadi orang yang bahagia dunia dan akhirat. Diantara hal yang harus
diperhatikan oleh seorang guru ketika melaksanakankan kegiatan
pembelajaran, adalah harus bersikap lemah lembut, menyenangkan untuk
anak didiknya, tidak membosankan, menjadi tempat untuk berlindung
dan tempat untuk memecahkan masalah. Jangan sampai menjadi seorang
guru yang tempramental, cepat marah, kasar, keras hati, tidak
mempedulikan peserta didiknya, sikap itu akan membuat peserta didik
jauh dan menjauhi sang pendidik dan tujuan dari pendidikan
kemungkinan besar akan susah untuk dicapai.
Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, guru juga harus
melakukan diskusi dengan peserta didiknya, apa yang menjadi kendala
mereka dalam pelajaran, apa yang menjadi keinginan mereka dalam
50
proses pembelajaran misalnya dalam penggunaan metode atau pemberian
tugas dan lain sebagainya. Jangan sampai guru itu menjadi orang yang
otoriter tidak mau menerima masukan dari peserta didiknya, menganggap
ia paling pintar dan paling tahu segalanya.
Kompetensi kepribadian dalam Pasal 3 ayat 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 sekurang-kurangnya mencakup
kepribadian: (a) beriman dan bertakwa, (b) berakhlak mulia, (c) arif dan
bijaksana, (d) demokratis, (e) mantap, (f) berwibawa, (g) stabil, (h)
dewasa, (i) jujur, (j) sportif, (k) menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat dan (m) mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan guru sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan,
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama guru, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan, bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar. Seorang guru hendaknya bertutur kata yang
baik, hal ini sesuai dengan ajaran agam Islam yang tertuang dalam kitab
al-Qur.an yang berbunyi
ß≈oΗ÷q §�9$# ∩⊇∪ zΝ̄=tæ tβ#uö� à)ø9 $# ∩⊄∪ šYn=y{ z≈|¡Σ M}$# ∩⊂∪ çµyϑ̄=tã tβ$ u‹ t6 ø9$# ∩⊆∪
Artinya (tuhan) yang Maha pemurah. yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara (QS. al-Rahman: 1-4).
51
Quraish Shihab (2006) menjelaskan bahwa surat al-Rahman ayat
1-4 dimulai dengan nama Allah al-Rahman menunjukkan luasnya
rahmat-Nya, meratanya ihsanNya, banyaknya kebaikanNya dan luasnya
karunia-Nya. Selanjutnya Allah SWT menyebutkan sesuatu yang
menunjukkan rahmatNya dan atsar(pengaruh)Nya yang Allah sampaikan
kepada hamba-hambaNya berupa nikmat-nikmat agama, dunia maupun
akhirat, dan setelah itu Allah SWT mengingatkan manusia dan jin yang
mendapatkan nikmat itu agar bersyukur kepada-Nya dengan firmanNya.
Kemudian kata al-bayaan artinya menerangkan, sehingga termasuk pula
menerangkan dengan lisan maupun tulisan. al-bayaan yang Allah
lebihkan manusia dengannya termasuk nikmat yang besar yang diberikan
kepadanya (Shihab, 2006: 239).
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, se-sama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial
mempunyai sub kompetensi (1) mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, (2) mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan,
(3) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam (Ni’am, 2006: 199). Kompetensi
52
profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta
didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar
nasional pendidikan (Mulyasa, 2007: 136).
Dalam Pasal 3 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam
menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi
penguasaan: (1) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau
kelompok mata pelajaran yang akan diampu (2) konsep dan metode
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara
konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan beliau
pengukuran kualitas pendidikan dapat dijelaskan di bawah ini.
1. Pengukuran Input. Indikator kualitas input meliputi: guru, fasilitas
pendidikan,peralatan, bahan pendidikan, dan kemampuan administratif.
2. Pengukuran Proses. Indikator kualitas proses meliputi: tingkah laku
administrative atau manajemen, alokasi waktu efektif guru, dan tingkah
laku siswa dalam belajar.
3. Pengukuran Output. Indikator kualitas pengukuran output meliputi: tingkat
pencapaian, skor hasil tes, sikap dan tingkah laku, dan persamaan dalam
pencapaian hasil belajar atau pengembangan sikap dan tingkah laku.
53
4. Pengukuran Outcomes. Indikator kualitas pengukuran outcomes meliputi:
penerimaan di jenjang yang lebih tinggi, hasil belajar pada jenjang yang
lebih tinggi, keberhasilan memperoleh pekerjaan, jumlah penghasilan
kerja yang diperoleh lulusan.
F. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar atau
mungkin salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika
fakta-fakta membenarkan (Hadi, 1981: 63).
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan hasil pengamatan
peneliti, serta kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka
hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan berikut:
1. Ada pengaruh signifikan variabel pengawas sekolah (Xl) dan Kinerja guru
(X2), terhadap kualitas belajar siswa (Y) di MAN Batang
2. Ada pengaruh signifikan variabel kinerja guru (X2) terhadap kualitas
belajar siswa (Y) di MAN Batang
3. Diantara variabel pengawas sekolah (Xl) dan variabel kinerja guru (X2),
diduga bahwa variabel pengawas sekolah (Xl) mempunyai pengaruh
besar terhadap variabel kualitas belajar siswa (Y) di MAN Batang