3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

8
3.5. Indikator kerusakan Ekosistem Mangrove Kondisi hutan mangrove sampai saat ini masih mengalami tekanan-tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Tuntutan pembangunan yang lebih menekankan pada tujuan ekonomi dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur fisik, seperti konversi hutan mangrove untuk pengembangan kota-kota dan pemukiman pantai, perluasan tambak dan lahan pertanian serta adanya penebangan yang tidak terkendali, telah terbukti menjadi faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem hutan mangrove dan degradasi lingkungan pantai. Kerusakan ekosistem mangrove harus dapat dicermati dan diperhatikan secara mendalam. Karena dengan terjadinya kerusakan ekosistem mangrove selalu diikuti dengan permasalahan-permasalahan lingkungan, diantaranya terjadinya aberasi pantai, banjir, sedimentasi, menurunnya produktivitas perikanan, sampai terjadinya kehilangan beberapa pulau kecil. Karena dengan kerusakan ekosistem mangrove berarti hilangnya bufferzone (daerah penyangga) yang berfungsi untuk menjaga kesetabilan ekosistem pesisir, pantai dan daratan. Indikasi adanya ancaman terhadap degradasi hutan mangrove masih berlangsung pada hampir semua wilayah pantai. Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan ekosistem hutan mangrove bagi daerah pantai, maka penataan dan pengelolaan hutan mangrove yang sesuai dengan sifat dan karakteristiknya sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, salah satu upaya yang diperlukan adalah kegiatan rehabilitasi hutan

Transcript of 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

Page 1: 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

3.5. Indikator kerusakan Ekosistem Mangrove

Kondisi hutan mangrove sampai saat ini masih mengalami tekanan-tekanan akibat

pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Tuntutan

pembangunan yang lebih menekankan pada tujuan ekonomi dengan mengutamakan

pembangunan infrastruktur fisik, seperti konversi hutan mangrove untuk pengembangan kota-

kota dan pemukiman pantai, perluasan tambak dan lahan pertanian serta adanya penebangan

yang tidak terkendali, telah terbukti menjadi faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem

hutan mangrove dan degradasi lingkungan pantai.

Kerusakan ekosistem mangrove harus dapat dicermati dan diperhatikan secara

mendalam. Karena dengan terjadinya kerusakan ekosistem mangrove selalu diikuti dengan

permasalahan-permasalahan lingkungan, diantaranya terjadinya aberasi pantai, banjir,

sedimentasi, menurunnya produktivitas perikanan, sampai terjadinya kehilangan beberapa

pulau kecil. Karena dengan kerusakan ekosistem mangrove berarti hilangnya bufferzone

(daerah penyangga) yang berfungsi untuk menjaga kesetabilan ekosistem pesisir, pantai dan

daratan. Indikasi adanya ancaman terhadap degradasi hutan mangrove masih berlangsung

pada hampir semua wilayah pantai.

Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan ekosistem hutan mangrove bagi

daerah pantai, maka penataan dan pengelolaan hutan mangrove yang sesuai dengan sifat dan

karakteristiknya sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, salah satu upaya yang diperlukan

adalah kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan

adanya suatu indikator kerusakan dari hutan mangrove.

Menurut Departemen Kehutanan (2006), berdasarkan cara pengumpulan data,

penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

1. Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS dan inderaja

2. Penilaian secara langsung di lapangan (terestris)

3. Kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove berdasarkan faktor sosial

ekonomi

3.5.1. Sistem Penilaian dengan Menggunakan Teknologi GIS (Geographic Information

System) dan inderaja (citra satelit)

Berikut ini merupakan kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove

dengan teknologi SIG dan Penginderaan jauh (Departemen Kehutanan, 2005):

Page 2: 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

1. Tipe penggunaan lahan yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) hutan

(kawasan berhutan); 2) tambak tumpang sari dan perkebunan dan 3) areal non vegetasi

hutan (pemukiman, industri, tambak non tumpang sari, sawah dan tanah kosong)

2. Kerapatan tajuk, berdasarkan nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

dapat diklasifikasikan menjadi kerapatan tajuk lebat, kerapatan tajuk sedang dan

kerapatan tajuk jarang

3. Ketahanan tanah terhadap abrasi yang dapat diperoleh dari peta land system dan data GIS

lainnya. Dalam hal ini, jenis-jenis tanah dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu

jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung), jenis tanah peka erosi (tekstur campuran)

dan jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir).

Tabel 1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan lahan

mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja

Catatan: skor 1 = jelek

Berdasarkan Tabel 1 di atas, total nilai skoring (TNS1) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

TNS1 = (Jpl x 45) + (Kt x 35) + (Kta x 20)

Dari total nilai skoring (TNS1), selanjutnya dapat ditentukan tingkat kekritisan lahan

mangrove sebagai berikut:

• Nilai 100 – 166 : rusak berat

• Nilai 167 – 233 : rusak

• Nilai 234 – 300 : tidak rusak

Page 3: 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

3.5.2. Sistem Penilaian Secara Langsung di Lapangan (Terestris)

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004,

kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dengan cara survei langsung di

lapangan terdiri atas 4 komponen diantaranya :

1. Daerah Pengukuran

a. Sempadan Pantai Mangrove : minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang

tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Pada

kondisi pantai yang terdapat hamparan endapan lumpur (mudflat), digunakan batasan

100 meter dari garis pasang tertinggi.

b. Sempadan Sungai Mangrove : 50 meter ke arah kiri dan kanan dari garis pasang

tertinggi air sungai yang masih dipengaruhi pasang air laut.

2. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove adalah dengan

menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line Transect Plot). Metode

Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan contoh

populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang

ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini merupakan salah

satu metode pengukuran yang paling mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi

dan ketelitian yang akurat.

3. Mekanisme Pengukuran

a. Wilayah kajian yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat

mengindikasikan atau mewakili setiap zone mangrove yang terdapat di wilayah kajian

(Gambar.1.);

b. Pada setiap wilayah kajian ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual

berdasarkan keterwakilan lokasi kajian;

c. Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah

darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di

daerah intertidal;

d. Pada setiap zona mangrove yang berada disepanjang transek garis, letakkan secara

acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m

sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak contoh (plot);

e. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis

tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur lingkaran

batang setiap pohon mangrove setinggi dada, sekitar 1,3 meter (Gambar.2.).

Page 4: 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

Gambar.1. Contoh Peletakan Garis Transek yang mewakili setiap zona mangrove. (Sumber : Kepmen. LH No 201 Tahun 2004).

Gambar.2. (A) Penentuan lingkar batang mangrove setinggi dada.(B) Penentuan lingkar batang mangrove pada berbagai jenis batang mangrove.

(Sumber : Kepmen. LH No 201 Tahun 2004).

4. Metode Analisa

a. Penutupan: perbandingan antara luas area penutupan jenis I (Ci) dan luas total area

penutupan untuk seluruh jenis (∑C) :

RCi = (Ci/∑C) x 100

Ci = ∑BA/A

dimana, BA = πDBH2/4 (dalam cm2), π (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH

adalah diameter batang pohon dari jenis I, A adalah luas total area pengambilan

Page 5: 3. 5 indikator kerusakan mangrove.docx

contoh (luas total petak contoh/plot). DBH=CBH/π (dalam cm), CBH adalah

lingkaran pohon setinggi dada.

b. Kerapatan : perbandingan antara jumlah tegakan jenis I (ni) dan jumlah total tegakan

seluruh jenis (∑n):

Rdi= (ni/∑n) x 100

Slanjutnya dapat ditentukan tingkat kekritisan lahan mangrove sebagai berikut :

3.5.3. Sistem Penilaian melalui Faktor Sosial Ekonomi

Kriteria-kriteria penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove berdasarkan faktor

sosial ekonomi, yaitu mata pencaharian utama, lokasi lahan usaha, pemanfaatan kayu bakar

dan persepsi terhadap hutan mangrove. Metode pelaksanaannya yaitu dengan menggunakan

kuisioner terhadap responden yaitu warga sekitar lokasi penelitian dan stakeholder

(pengguna).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove.

https://onrizal.files.wordpress.com/2012/04/pedoman_inventarisasi_mangrove.pdf.

Diakses pada tanggal 5 Mei 2013, pukul 23.00 WIB.

Departemen Kehutanan. 2006. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove Wilayah DAS.

http://www.bpdaspemalijratun.net.pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013, pukul 23.00

WIB.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan

Kerusakan Mangrove.

http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_rusak .pdf. Diakses pada

tanggal 5 Mei 2013, pukul 22.00 WIB.