3 4 - g · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak...

129

Transcript of 3 4 - g · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak...

Page 1: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal
Page 2: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

KATA PENGANTAR UCAP syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Raja segala Raja, Penguasa jagad raya. Hanya dengan rahmat serta hidayah-Nya lah Kami dapat selalu dalam keadaan sehat wal’afiat hingga kemudian bisa menyelesaikan buku ini.

Telah lebih dari dua dasawarsa LBH Semarang bekerja

bersama masyarakat dalam melawan segala bentuk ketidakadilan penguasa. Satu diantara kerja-kerja yang Kami lakukan adalah yang berkaitan dengan hak-hak petani dan segala permasalahan hak atas tanah. Dari proses belajar dan melakukan advokasi bersama masyarakat, diketahui bahwa selama ini pemerintah seolah-olah selalu bertindak berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, padahal senyatanya tidak.

Hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia, terutama

yang terbit pada masa berkuasanya Orde Baru ternyata masih sangat jauh melenceng dari apa yang dicita-citakan bangsa ini, sebagaimana yang termaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan sebagaimana telah dimandatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sepertinya sangat mustahil untuk diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya rakyat tidak pernah merasakan apa yang disebut keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan. Hari demi hari yang mereka rasakan hanyalah tertindas dan ketertindasan, terlebih bagi kaum Tani. Sistem perekonomian “open door policy” yang diterapkan pemerintah —dimana titik berat pertumbuhan ekonominya difokuskan dalam bidang industri dan investasi asing— ternyata telah membuat posisi kaum tani semakin terpinggirkan.

2

Mereka, pahlawan-pahlawan yang berjasa di bidang pangan, dibiarkan mati membusuk dalam lumbung padinya sendiri. Sawah-sawah berubah bentuk menjadi pabrik, petani-petani gurem tergusur oleh perkebunan-perkebunan besar, kebudayaan pertanian yang selama ini melekat dan menjadi identitas mereka, coba digerus dan dihancurkan. Untuk kemudian diganti dengan budaya modern, yang instan, yang pabrikan, yang semakin menjauhkan mereka dari dirinya sendiri. Hingga kemudian lupa bahwa dirinya adalah manusia, merasa terasing dalam habitatnya sendiri, karena tanpa disadari manusia-manusia tersebut telah berubah wujud menjadi seekor binatang bermesin. Yang tiap harinya tunggang-langgang di lahan-lahan bekas pertanian milik mereka sendiri.

Banyak undang-undang pertanahan telah dibuat,

namun lagi-lagi kepentingan yang diakomodir hanyalah melulu kepentingan pemilik modal. Ada memang pasal-pasal dalam peraturan perundang-undang tersebut yang membela kepentingan kaum tani —meskipun dalam porsi yang sangat kecil— dan hanya itulah sandaran terakhir yang mereka miliki. Meskipun telah tertulis dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanahan dan jelas pula fakta-fakta membuktikan bahwa perusahaan perkebunan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, namun penegakan hukum agraria pada kenyataannya tidak pernah dilakukan dengan baik dan benar oleh pemerintah. Di satu sisi, pemerintah dengan mudahnya memberikan hak-hak atas tanah kepada para pemilik modal dan menafikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Sedangkan di sisi lain pemerintah demikian mudahnya mencabut hak atas tanah milik masyarakat kecil khususnya petani penggarap.

Apabila keadaan demikian itu terus ditumbuh kembangkan dan dilestarikan, maka konflik-konflik pertanahan akan terus menumpuk dan menjadi masalah yang tak terselesaikan. Selama Pemerintah tidak memiliki mekanisme penyelesaian konflik agraria yang berbasis kepentingan pada masyarakat korban, maka selama itu pula penderitaan kawan-kawan petani penggarap tidak pernah berakhir. Sementara itu

Page 3: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

tuntutan-tuntutan kelompok masyarakat atas tanah semakin mengakumulasi dan semakin massif. Ini bagaikan fenomena bom waktu, yang ketika waktunya tiba siap untuk meledak. Lihat kembali sejarah dunia, berapa banyak tiran dan pemerintahan korup digulingkan oleh kekuatan kaum tani.

Ambil contoh revolusi Spanyol abad ke-19, dimana masa

itu pemerintahan otoriter yang dipimpin Jendral Franco berhasil digulingkan oleh kekuatan petani-petani anarko. Belum lagi gerakan kaum tani yang dibangun semasa tahun 90-an oleh organisasi tani MST di Brazil, yang dalam hal ini telah mampu memusingkan dan meneror pemerintah Brazil dengan sangat dahsyat. Beberapa contoh tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sangat sederhana, yaitu permasalahan ketimpangan atas kepemilikan lahan. Dimana lahan yang digunakan petani sebagai alat produksi sudah tidak dikuasai dan dimiliki lagi olehnya dan beralih menjadi milik sebagian kecil pemodal, pemilik perkebunan-perkebunan besar.

Di dalam berjuang menuntut hak atas tanah,

masyarakat terutama petani penggarap tidak begitu saja maju tanpa berbekal ‘amunisi’. Mereka membekali diri dengan ilmu pengetahuan, sejarah penguasaan tanah yang di dalamnya mencakup Politik Hukum Agraria, berikut peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan yang perlu dikritisi. Di dalam permulaan untuk mendorong proses penyelesaian kasus tanah, hal ini harus dilakukan. Baik dalam forum diskusi-diskusi kampung maupun dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh para pendamping khusus untuk petani. Kebutuhan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan masyarakat akhirnya mendorong Kami (LBH Semarang) untuk menulis buku ini. Kami pun sepenuhnya sadar bahwa berbicara agraria adalah tidak melulu membicarakan tentang pertanian, karena agraria mencakup ranah yang sangat luas dan pertanian hanyalah salah satu di antaranya. Namun karena dalam keseharian Kami menggeluti hal tersebut, maka atas dasar inilah titik fokusnya lebih banyak via perspektif konflik tanah pertanian. Tetapi dalam buku ini kami mencoba untuk sedikit meng-generalkan-nya, sehingga

kemudian dapat pula berguna bagi para pembaca yang tertarik untuk mempelajari hukum pertanahan Indonesia.

Dalam buku ini kami juga mencoba untuk memberikan informasi mengenai hak-hak atas tanah yang ada dan diakui oleh peraturan perundang-undangan pertanahan Indonesia. Dengan demikian, Kami telah mencoba menjadikan buku ini bukan lagi ditujukan hanya untuk kalangan terbatas, seperti: petani, aktifis LSM, dan kawan-kawan yang dalam kesehariannya menggumuli ranah pertanian. Namun buku ini juga kiranya dapat membantu memberikan informasi, opini dan pengetahuan bagi para akademisi, mahasiswa, jurnalis atau khalayak awam yang ingin mempelajari dan mengetahui tentang hukum pertanahan Indonesia dengan perspektif yang berbeda.

Untuk para praktisi dan para birokrat terkait, buku ini

juga sangat penting untuk dibaca. Sebab bab-bab yang ada dalam buku ini sebagian besar menjelaskan tentang proses prosedural teknis yang menyangkut permasalahan hak atas tanah. Seperti misal: pengertian-pengertian dan definisi mengenai beberapa hak atas tanah, kemudian mengenai prosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, tata cara pengajuan keberatan atas keluarnya hak atas tanah, dan lain sebagainya. Lain daripada itu, diharapkan dari terbitnya buku ini dapat mempercepat transfer ilmu pengetahuan, informasi, dan pengalaman sehingga di kemudian hari dapat juga memperlancar, membantu bahkan bekerjasama dalam proses-proses advokasi yang kami jalankan. Akhir kata, Kami mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan LBH Semarang terutama kawan-kawan Divisi Petani: S. Rahma Mary, Dody Setiadi, dan Agus Suprihanto atas kerja kerasnya selama ini. Tak ada yang kekal di dunia ini, kecuali sesuatu (ilmu) yang kita berikan untuk orang lain. Semarang, Agustus 2005 Direktur LBH Semarang Tandiono Bawor Purbaya, S.H.

3 4

Page 4: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

PROLOG KONFLIK tanah perkebunan yang melibatkan petani penggarap dengan pengusaha perkebunan akhir-akhir ini cenderung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah-tanah garapan petani oleh para petani penggarap sejak momentum reformasi 1998.

Sejauh ini, dari sekitar 20 kasus tanah perkebunan yang diadvokasi LBH Semarang, hanya 1 kasus tanah berbasis perkebunan yang telah berhasil diselesaikan. Dalam arti sampai keluarnya legalitas kepemilikan tanah berupa sertifikat.

Sebenarnya, ukuran keberhasilan bukanlah sejauh mana sertifikat tanah bisa diperoleh petani. Namun, sejauh mana seluruh proses pendidikan dan advokasi yang dilakukan LBH Semarang bersama petani bisa menumbuhkan kesadaran kritis di tingkat petani sehingga petani dapat mengambil keputusan, melakukan pembelaan, memiliki perspektif jender, meningkatkan posisi tawar, sampai terciptanya kesejahteraan petani dari tanah-tanah yang telah direklaiming.

Buku ini ditulis untuk memenuhi kebutuhan dan sharing (berbagi) informasi tentang segala proses yang melingkupi hilangnya hak-hak petani/kaum marjinal atas tanah yang beralih di bawah kekuasaan perusahaan-perusahaan perkebunan baik negara maupun swasta, yang sebagian besar

beralaskan Hak Guna Usaha (HGU). Selain itu buku ini juga tidak hanya dikhususkan untuk dikonsumsi oleh petani melainkan juga untuk khalayak umum, seperti misal mahasiswa atau pembaca lain yang menaruh minat besar untuk mempelajari hukum agraria/hukum pertanahan Indonesia.

Beberapa bab dalam buku ini memberikan informasi

yang cukup lengkap untuk menghantarkan para pembaca awam dalam mempelajari hukum pertanahan/hukum agraria Indonesia. Bisa dikatakan pula bahwa buku ini adalah sebuah pengantar sebelum kemudian mempelajari secara lebih mendalam tentang hukum pertanahan/hukum agraria Indonesia, karena buku ini juga berisikan tentang politik hukum agraria. Dimana dari informasi-informasi yang pembaca dapat dalam bab tersebut mampu menghantarkan pembaca kepada sebuah situasi politik, sosial, serta ekonomi yang melatarbelakangi lahirnya UU No.5 tahun 1960 yang dalam hal ini adalah merupakan instrumen hukum pokok untuk bidang pertanahan/agraria di Indonesia serta peraturan perundang-undangan pertanahan lainnya. Selain itu dalam buku ini turut diterangkan juga tentang seluk beluk beberapa hak atas tanah. Khusus bagi petani, segala pengetahuan ini sangatlah penting untuk diketahui sebelum mulai melakukan pembelaan ataupun berjuang untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas tanah.

Metode penulisan yang Penulis gunakan dalam buku ini adalah deskriptif-empiris. Yaitu sebuah metodologi yang mencoba untuk menggambarkan segala fenomena yang terjadi di lapangan dan berkaitan dengan masalah-masalah pertanahan juga pertanian, berdasarkan pengalaman penulis setelah sekian lama berkecimpung dalam ranah pertanian dan pertanahan. Pengalaman-pengalaman yang Penulis gambarkan dalam buku ini kemudian dibandingkan/di cross-check dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam buku ini, Penulis mencoba untuk menggambarkan bagaimana sebenarnya proses penerapan hukum pertanahan/agraria dalam kesehariannya. Apa yang termaktub dalam teks dan yang terjadi di lapangan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode

5 6

Page 5: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Bab II Tentang Hak Milik, yang memaparkan pengetahuan dan informasi tentang seluk beluk hak milik. Mengenai apa itu hak milik, cara terjadinya sampai proses pembatalannya;

analitis-kritis. Metode ini tidak hanya menggambarkan bagaimana proses implementasi teks di lapangan secara harfiah, melainkan turut mengaitkannya dengan keadaan serta kondisi sosial-politik yang berkaitan erat dengan hal tersebut. Dengan demikian analisa yang dilakukan penulis dalam buku ini tidak hanya sekedar membandingkan apa yang tertera dalam teks dengan kenyataan di lapangan, melainkan juga keterkaitannya dengan faktor-faktor lain di luar itu. Sementara untuk pola-pola penulisan atau lebih tepatnya pola penyampaian informasi, Penulis memilih kalimat tanya untuk menyampaikan pesan.

Bab III Tentang Hak Guna Usaha, yang menerangkan

serta memaparkan informasi tentang seluk beluk hak guna usaha. Dalam bab ini, Penulis turut pula membagi pengalamannya kepada para pembaca sekalian. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah realitas lapangan yang sudah beberapa tahun ini bersentuhan langsung dengan Penulis;

Pilihan ini didasari oleh pemikiran yang sangat sederhana yaitu “kalau tidak tahu ya…tanya!!; malu bertanya sesat dijalan!!”. Cara demikian adalah cara yang lazim digunakan orang ketika mereka tidak tahu akan suatu hal tertentu. Penulis berharap, dengan menggunakan pendekatan dan metode yang sama, pembaca akan lebih mudah menyerap informasi yang disampaikan Penulis dalam buku ini.

Bab IV Tentang Hak Guna Bangunan, bab ini

menerangkan tentang apa yang disebut hak guna bangunan, cara terjadinya, sampai proses pembatalannya, beserta berbagai seluk-beluknya;

Bab V Tentang Hak Pakai, hampir sama dengan ketiga

hak di atas, yaitu menerangkan segala sesuatu tentang hak pakai dari cara perolehannya sampai pembatalannya;

Mengenai bab-bab yang ada dalam buku ini, Penulis

akan membaginya berdasarkan topik atau hal tertentu. Mengingat maksud buku ini adalah untuk memberikan informasi kepada petani dan masyarakat umum tentang berbagai hak atas tanah (menurut undang-undang yang berlaku) serta kaitannya terhadap sengketa pertanahan dan penyelesaian kasus pertanahan. Atas dasar tersebut, Penulis menuliskan buku ini secara khusus untuk membahas: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai serta hal-hal lain yang terkait di dalamnya beserta tata cara pendaftaran haknya.

Bab VI Tentang Tanah Terlantar, dalam bab ini Penulis

memaparkan tentang apa yang disebut tanah terlantar, prosedur untuk menyatakan tanah terlantar, dan disertai catatan berdasar pengalaman Penulis dalam melakukan kegiatan advokasi di lapangan;

Bab VII Epilog, berisi refleksi terhadap kondisi rakyat

yang berjuang menuntut hak atas tanah dan sedikit masukan/pandangan untuk mendukung proses perjuangan ke depan.

Susunan buku ini selengkapnya adalah sebagai berikut: Bab I Politik Hukum Agraria, di dalamnya

menerangkan sisi-sisi politik penguasaan tanah, sejarah penguasaan tanah berdasar babak per babak, hingga keluarnya peraturan-peraturan pertanahan.

7 8

Page 6: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

BAB I

POLITIK HUKUM AGRARIA ADALAH penting untuk menelusuri sejarah dan politik hukum agraria di Indonesia, setidaknya untuk mengetahui bagaimana awal terjadinya hubungan antara individu-masyarakat dengan sebidang tanah yang dikuasainya. Selain itu, faktor sosial politik yang mengaitkan masyarakat dengan penguasa, baik itu pemerintah kolonial ataupun pemerintah Republik; berbagai bentuk hubungan antara penguasa dengan rakyat yang pada intinya hanyalah sebuah penindasan; juga semangat sebuah negara baru —yang kemudian disebut Indonesia— untuk membangun dan menata sebuah pemerintahan demi suatu kesejahteraan rakyat yang mendasarkan pada prinsip “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”; adalah juga merupakan hal penting yang patut diketahui oleh para pemerhati yang menaruh minat pada bidang pertanian dan pertanahan.

Latar belakang ini menurut Penulis sangat penting untuk diketahui kawan-kawan yang menaruh minat besar terhadap bidang agraria/pertanahan pada umumnya dan juga kawan-kawan petani pada khususnya, sebab ketertindasan yang saat ini kawan-kawan petani rasakan sebenarnya adalah sebuah perjalanan panjang yang sama sekali bukan kebetulan yang mengada begitu saja. Beberapa kawan memandang bahwa ketertindasan ini baru saja terjadi, yaitu sejak penguasa Orde

Baru (ORBA) menduduki tahta kekuasaan dan menjalankan pemerintahannya.

Atas dasar itu, Penulis merasa perlu membeberkan fakta-fakta juga informasi penting yang melatarbelakangi lahirnya UUPA No. 5 tahun 1960 serta peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan lainnya. Tulisan ini mencoba untuk memotret proses lahirnya UUPA dan peraturan perundang-undangan pertanahan lain melalui fase-fase sejarah. Hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui kawan-kawan petani, karena dengan menggunakan perspektif sejarah, kawan-kawan petani dapat mengetahui bahwa proses penindasan yang menimpa diri mereka adalah merupakan sebuah proses panjang tanpa henti. Dari sini kawan-kawan dapat melihat bahwasanya masih ada keterkaitan yang cukup kuat antara hukum pertanahan masa kolonial Belanda dengan masa kemerdekaan, bahkan hingga saat ini. Dimana pada awalnya sistem hukum pertanahan Belanda juga banyak ditentang oleh para cendekia bangsa ini.

Kenyataan bahwa masih banyaknya penindasan di masa kemerdekaan, menumbuhkan semangat yang cukup membara untuk merubah sistem hukum pertanahan warisan kolonial yang bernafaskan penindasan. Berdasar alasan ini, direncanakanlah sebuah bentuk baru, yaitu: “sistem hukum pertanahan nasional yang berlandaskan asas adil dan merata untuk kesejahteraan rakyat”.

Selain itu, yang sangat penting untuk diketahui ketika kita berbicara hukum dan kebijakan adalah:

“setiap sistem hukum yang terbentuk sangat berkait erat dengan kepentingan si pembuatnya; atau dengan kata lain kepentingan dari rezim yang berkuasa. Dan biasanya kepentingan tersebut adalah untuk melanggengkan kekuasaannya”.

Dalam bab ini, Penulis ingin membahas tentang proses

terbentuk hingga lahirnya UUPA serta peraturan perundang-undangan lainnya dalam kacamata sejarah. Hingga jelas pula kemudian pergolakan sosial-politik yang melatarbelakangi

9 10

Page 7: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

11

lahirnya peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk lebih memperjelas, akan Penulis paparkan sebagai berikut: I.1. Sebelum berkuasanya Belanda di Indonesia

Dengan maksud untuk mempermudah kawan-kawan dalam memahami tulisan ini, Penulis akan memaparkan sejarah pembukaan hutan yang dilakukan oleh kawan-kawan petani yang berada di dusun Kalidapu, desa Kaliputih, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Hal ini sangat beralasan sebab berdasarkan hasil penelitian Penulis mengenai asal-usul kepemilikan tanah di suatu kampung/kelompok masyarakat —di daerah lain (luar dusun Kalidapu)— ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masyarakat dusun Kalidapu. Dengan demikian apa yang dipaparkan oleh kawan-kawan petani di Kalidapu bisa dikatakan sebagai gambaran umum atas seluruh proses kepemilikan tanah pertanian, khususnya di Jawa Tengah.

Sebelum menjadi tanah-tanah yang dikuasai oleh Belanda untuk kemudian digunakan usaha perkebunan, sebagai tempat tinggal, industri dan sebagainya, tanah-tanah tersebut dulunya adalah tanah hasil membuka hutan para petani. Meskipun hutan masih dianggap sebagai tempat yang wingit1, namun hal itu tidak menyurutkan keinginan warga untuk bersama-sama membukanya. Seperti penuturan petani di desa Kalidapu, kecamatan Singorojo, kabupaten Kendal:

“…pada waktu membuka hutan tersebut banyak petani yang terluka karena gigitan binatang buas yang menghuni hutan belantara itu…” 2

(ucap seorang petani tua sambil kemudian jari telunjuknya menunjuk ke arah utara tempat dimana dulu hutan tersebut berada, yang saat ini sudah berubah menjadi area pertanian warga).

12

1 Sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti angker. 2 Hasil wawancara dengan ”mbah Sujud” salah seorang petani, dokumentasi live-in divisi petani LBH Semarang, 2005.

Setelah hutan itu dibuka, sedikit demi sedikit, tanah di dalam kawasan hutan tersebut dijadikan lahan pertanian. Mereka menggunakan konsep “land man ratio” dalam pembagian lahan, yaitu pembagian lahan secara adil —kesepakatan warga—; luas wilayah yang dibuka dengan jumlah warga yang ikut membuka hutan pada waktu itu. Penggarapan lahan ini berlangsung turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun tanpa ada klaim dari pihak manapun.

Bukti-bukti fisik bahwa tanah-tanah perkebunan yang berkonflik dengan petani —hasil membuka hutan— sekarang masih dapat ditemukan di lokasi-lokasi sengketa. Biasanya ditunjukkan dengan adanya kuburan, pohon besar, patok, dan tetenger-tetenger3 lain di wilayah perkebunan yang masih diingat jelas oleh para sesepuh desa.

Pada masa ini belum dikenal apa yang disebut dengan hukum positif negara. Dengan kata lain hukum tersebut berlaku karena disahkan oleh penguasa negara. Meskipun demikian, hukum positif telah ada namun belum mencapai tahap perkembangan modern seperti sekarang ini. Hukum positif tersebut adalah hukum positif kerajaan —hukum yang ditentukan/dibuat oleh raja— yaitu sebuah prototipe dari hukum positif modern, yang disahkan oleh negara sekarang ini.

Pada masa itu (zaman feodal: jaman dimana masyarakat dibagai berdasarkan kasta-kasta, sesuai dengan status sosialnya), semua tanah adalah milik Raja. Rakyat hanya diberikan kewenangan untuk menguasai dan menggunakan tanah milik “Lord”/Rajanya/Tuannya sebagai “tenant”4 (hamba: oleh Penulis). Yang kemudian pada masa modern, saat terbentuknya negara, posisi raja sebagai pemilik tanah digantikan oleh negara/state. Perkembangan doktrin ini kemudian diadopsi kedalam hukum pertanahan Belanda —Agrarische Wet— yang sengaja dibuat untuk mengatur masalah pertanahan di negara jajahannya, Hindia Belanda. Doktrin tersebut dikenal dengan asas “Domein Verklaring”.

3 Sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti ciri-ciri/tanda khusus. 4 Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksananannya, (Penerbit Djambatan: 1995), Hal 42.

Page 8: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Meskipun ada nafas penindasan, namun apa yang terjadi pada masa kerajaan belum sedahsyat ketika masa penguasaan pemerintahan kolonial/negara. Terlebih ketika masa penjajahan, yaitu ketika hukum digunakan sebagai alat penindasan.

(perwujudan) dari apa yang disebut dengan hukum alam. Hukum tersebut muncul sebagai upaya untuk memastikan berlakunya hukum alam demi terwujudnya sebuah keteraturan dan tegaknya nilai-nilai keadilan.

I.2. Masa berkuasanya Belanda di Indonesia

[berlakunya tanam paksa (cultuur stelsel), 1830 sampai masa diberlakukannya undang-undang agraria (Agrarische Wet), 1870]

Jauh sebelum itu, ketika zaman feodal masih dalam kandungan, masyarakat juga telah memiliki hukumnya sendiri. Hukum yang berkembang pada masa itu adalah hukum yang biasa dikenal dalam kerangka pemikiran hukum zaman Yunani dengan nama hukum alam.

Berkuasanya Belanda di Indonesia membawa

kesengsaraan-kesengsaraan bagi petani yang sudah dengan tenang menggarap lahan pertanian. Demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, Belanda memberlakukan tanam paksa (Cultuur Stelsel). Tanam paksa mengharuskan para petani untuk menanam tanaman-tanaman tertentu seperti kopi, teh, karet, kina dan lain-lain, di atas tanah-tanah petani dengan cara paksa, dan hasilnya diserahkan kepada Belanda. Akibat tanam paksa kala itu menyebabkan petani tidak memiliki waktu untuk mengerjakan tanahnya sendiri dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangannya. Hal tersebut dikarenakan petani lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggarap lahan-lahan yang digunakan untuk tanam paksa dari pada menggarap lahan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Hal demikian bukan dilakukan begitu saja karena keikhlasan petani, melainkan berlangsung di bawah pengawasan dan paksaan pemerintah kolonial.

Hukum alam berlaku secara universal. Hukum alam

lahir, tumbuh dan berkembang disebabkan oleh adanya impulse naturalis sebagai akibat dari relasi yang terjalin antara manusia dengan alamnya. Hukum alam muncul sebagai hasil sublimasi atas pikiran-pikiran manusia dalam mempelajari alamnya. Dari beberapa pendapat filusuf pada masa Yunani, hukum alam dikaitkan dengan “apa dan bagaimana seharusnya” yaitu mengenai dasar-dasar umum yang kodrati (mendasar/asali); dimana nilai-nilai tersebut berlaku secara universal (umum) dan abadi (immortal). Yang di dalamnya berlaku keadilan sebagai keutamaan moral (tentang suatu hal yang membicarakan baik dan buruk; benar dan salah) khusus.

Implementasi hukum alam oleh masyarakat Kalidapu dapat dibuktikan dengan adanya contoh di atas, yaitu dalam pembagian lahan dimana lahan dibagi berdasarkan jumlah orang yang membuka hutan. Dalam bahasa Aristoteles hal demikian itu disebut dengan epikeia: suatu rasa tentang apa yang pantas (asas kepatutan) 5.

Tanam paksa yang dilakukan oleh pemerintah Belanda

kepada rakyat Hindia Belanda6 adalah seiring sejalan dengan politik monopoli yang dijalankan oleh negara Belanda pada waktu itu. Hal ini sangat ironis, mengingat kebijakan pemerintah Belanda sangat kontradiktif dengan zeitgeist (semangat zaman) yang berkembang masa itu.

Namun bukan berarti pula pada masa itu belum ada apa

yang disebut sebagai hukum positif. Hukum positif secara otomatis telah lahir seiring sejalan dengan lahirnya masyarakat. Namun hukum positif yang dimaksud disini bukanlah hukum positiv negara/kerajaan, melainkan aturan-aturan yang disepakati bersama (bisa bentuk tertulis ataupun tidak tertulis) oleh masyarakat sebagai bentuk pengejawantahan

Tanam paksa di Hindia Belanda mulai diberlakukan

tahun 1830, pada abad ke-XIX, zaman

13

5 DR.Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Kanisius:2003, hal 31.

14

6 Kata Indonesia sengaja tidak penulis hadirkan dalam periode ini. Hal ini untuk menghindari sesat pikir. Pada masa itu negara Indonesia memang belum lahir. Dalam buku ini kata Indonesia akan penulis gunakan setelah hari kemerdekaannya, yaitu 17 Agustus 1945.

Page 9: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

rasionalisme/aufklarung/enlightment (zaman pencerahan), sebuah zaman yang dipenuhi semangat pembaharuan dalam segala hal. Untuk lebih dapat memahami kembali kenapa gerakan pembaharuan ini muncul, maka kita harus pula mengetahui sedikit gambaran tentang zaman sebelum munculnya gerakan ini. Zaman yang merupakan raison d’etre (alasan adanya) gerakan ini (yang terjadi pada zaman rasionalisme), diawali terlebih dahulu dengan munculnya 2 (dua) jaman, yaitu zaman pertengahan dan rennaissance.

I.2.1 Zaman Rennaissance Penulis akan memberikan sedikit gambaran tentang

keadaan zaman rennaissance yang dalam hal ini adalah merupakan zaman antara, yaitu antara zaman pertengahan dengan zaman rasionalisme. Gerakan ini pertama muncul di Itali, ini adalah sebuah kewajaran logis mengingat pada saat itu centrum kristiani adalah berada di Itali (Vatikan). Gerakan yang muncul zaman rennaissance (lahir kembali) adalah sebuah gerakan yang muncul atas kejengahan manusia dalam melihat kesewenang-wenangan dan rasa ketidak-merdeka-an, yang disebabkan oleh gereja dan monarki (monarki secara etiologi berasal dari bahasa yunani, yaitu: mono yang berarti satu dan arche yang berarti kuasa. Dengan demikian monarkhi adalah kekuasaan di tangan satu orang, yaitu Raja). Zaman tersebut adalah “middle age” (zaman pertengahan) atau biasa juga disebut sebagai “dark age” (zaman kegelapan). Dikatakan demikian karena manusia-manusia pada masa ini bukanlah manusia-manusia yang bebas, bukanlah manusia-manusia yang berpredikat sebagai subjek, manusia-manusia yang hidup di zaman ini tak ubahnya sebagai objek belaka.

Mereka seperti ternak yang hidup dalam areal

peternakan tertentu, yang bisa diperah susunya, disembelih, dimanfaatkan bulunya, untuk kepentingan/keperluan tuannya. Pada masa ini yang menjadi tuan adalah gereja dan monarkhi/kerajaan. Kedua institusi inilah yang menjadikan spesies manusia sebagai ternak. Masa dimana semua kebijakan diatur dan dikeluarkan oleh gereja dan kerajaan. dengan adanya kebijakan di bidang pertanahan dan pertanian yang bersistem fief (sebidang tanah yang sangat luas sekali) yang

dikuasai dan dimiliki oleh Raja atau segelintir Lord untuk kemudian memperkerjakan para tenant, serf atau slave tersebut di tanah-tanah fief yang hasilnya tentu saja diserahkan kepada Lord. Untuk fief-fief besar biasanya dibagi lagi dengan menggunakan sistem manor. Dalam setiap manor dibawahi oleh seorang Lord yang berkuasa penuh atas tenant, serf atau slave. Biasanya sebuah manor dibagi-bagi lagi menjadi beberapa demesne (berupa lahan pertanian dan rumah Lord) serta sebuah desa yang dikelilingi lahan para petani. Lahan petani biasa terbagi menjadi kapling-kapling berupa dua atau tiga ladang terbuka di desa itu. Sejumlah petani adalah para slave yang dimiliki oleh lord, yang bekerja di demesne, namun juga diberi lahan pertanian untuk mereka garap sendiri. Atas lahan pertanian itu mereka memiliki hak menggarap dan sebagai imbalannya mereka harus bekerja di demesne selama sekian hari atau membayar sewa dalam bentuk barang jasa, atau dalam bentuk uang7. Kebijakan di bidang pertanahan ini dimaksudkan untuk menyokong biaya yang dibutuhkan untuk terselenggaranya kerajaan, atau dengan kata lain untuk membiayai elite-elite kerajaan dan para bangsawan tak produktif. Selain dari pada itu hasil-hasil pertanian yang di setorkan oleh para tenant/serf digunakan untuk membiayai belanja militer. Terlihat seperti ada kerajaan dalam kerajaan, yang dipegang oleh raja-raja kecil (para lord). Di kemudian hari sistem atau model pertanahan seperti ini diadopsi murni oleh Belanda, dan diberlakukan di negara jajahannnya yaitu Hindia Belanda. Model fief di Hindia Belanda dikenal dengan “Tanah Partikelir”.

Masa itu adalah masa dimana raja dan Gereja adalah

pemilik atas seluruh tanah yang ada dalam satu wilayah tertentu (di satu wilayah tertentu seorang lord adalah juga merupakan seorang uskup, penguasa fief atau manor). Rakyat tidak berhak atas tanah, semua tanah milik raja dan gereja. Tidak ada pengakuan atas hak milik rakyat, yang ada hanya kesewenang-wenangan kerajaan dan gereja-gereja yang sengaja membutakan diri atas penderitaan jama’atnya. Hal inilah yang menimbulkan kejengahan rakyat, hingga kemudian mereka bergerak dan melakukan pemberontakan.

16

7 Hans Fink, Filsafat Sosial; Dari Feodalisme Hingga Pasar Bebas, Terjemahan: Sigit Djatmiko, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: November 2003, hal 13.

15

Page 10: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Rennaissance adalah sebuah zaman yang berhasil menghancurkan kemapanan dogma-dogma gereja dan absolutisme monarkhi dan kemudian menggantinya dengan nilai-nilai baru yang mendasarkan segala sesuatunya kepada manusia. Zaman ini biasa juga dikatakan dengan jaman humanis dimana ajaran-ajaran humanisme berkembang dengan sangat pesat, yaitu sebuah ajaran yang menjadikan manusia sebagai pusat segala sesuatu. Kata rennaissance berasal dari bahasa Perancis yang berarti “lahir kembali”. Hal ini dimaksudkan bahwa setelah sekian lamanya manusia berada dalam kegelapan dan kehilangan esensi kemanusiannya, maka setelah dogma-dogma gereja (yang menindas) dihancurkan dan monarkhi-monarkhi/tirani mulai coba digulingkan karena tindakannya yang sewenang-wenang, manusia-manusia Eropa mulai lepas dari keterkungkungan dan dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Fenomena demikian dapat dianalogikan pula seperti

halnya seorang bayi yang baru lahir, yang bebas, merdeka tanpa pasungan. Zaman inilah yang melahirkan agama Protestan, sebagai sebuah antitesis dan protes terhadap dogma-dogma Gereja Kristen Katolik yang pada waktu itu dipelopori oleh 2 (dua) orang tokohnya yang terkenal yaitu: Marthin Luther (berkebangsaan Jerman) dan Calvin. Zaman ini biasa juga dikenal dengan zaman reformasi (zaman pembaruan). Zaman dimana mulai dilakukan penilaian-penilaian kembali atas nilai-nilai lama yang dirasa tidak membebaskan, memasung dan penuh penindasan, untuk itu maka dibutuhkan pembaharuan. Sejak zaman inilah kemudian gerakan pembaharuan mulai menggema di seluruh Eropa, mulai dari Inggris raya sampai Eropa kontinen. Zaman ini juga menandakan tonggak jaman baru, yaitu peradaban modern. Fondasi peradaban modern diletakkan oleh pemikir-pemikir yang berasal pada zaman ini, yang dimulai pada abad ke-XV sampai kira-kira tahun 1650.

I.2.2 Zaman Rasionalisme

Dibandingkan Perancis dan Amerika Serikat, Inggris jauh lebih dulu telah melakukan revolusi, bahkan revolusi di Inggris terjadi dua kali. Revolusi pertama adalah merupakan revolusi

politik yang terjadi pada tahun 1640-an (gerakan perlawanan yang dilakukan karena kebencian massa rakyat terhadap model pemerintahan monarkhi absolut dan kesewenangan gereja) dan revolusi politik kedua terjadi pada tahun 1688. Ini adalah sebuah usaha untuk merevisi apa yang sudah mereka capai pada revolusi sebelumnya dan pada revolusi ini kekuasaan monarki semakin mereka batasi –pada revolusi pertama pembatasan hanya terjadi pada masalah pertanahan saja, yaitu fief— untuk hanya menjalankan pemerintahan sesuai dengan kehendak kelas atas baru8, sebagaimana diwakili oleh “house of common” (Majelis Perwakilan Rendah). Inggris telah melakukannya pada abad ke-XVII. Sehingga wajar bila kemudian gerakan pembaharuan di Inggris menjadi inspirasi bagi pemikir-pemikir Perancis. Revolusi sosial di Inggris terjadi pada sekitar pertengahan abad ke XVII, yaitu setelah lewat zaman rennaissance. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa revolusi yang terjadi di Inggris telah masuk dalam babakan baru peradaban yaitu zaman rasionalisme yang berlangsung sejak tahun 1650 hingga 1800 (sejak abad ke-XVII s/d abad ke-XIX) dan revolusi Inggris terjadi diantara range waktu tersebut.

Zaman rasionalisme, adalah zaman dimana akal budi

mendapatkan tempat yang cukup agung dibandingkan dengan spiritualitas. Sekularisme9 menemukan bentuknya pertama kali pada masa ini, karena telah terjadi pemisahan yang tegas antara agama serta permasalahan Illahiah dengan rasio (akal budi) manusia dan permasalahan duniawi lainnya. Akal budi memiliki peran utama pada masa ini dan hal-hal yang berbau spiritual dan bersifat metafisis mulai di tinggalkan. Menurut

18

8 kelas atas baru adalah kelas yang berhasil mengkebiri kekuasaan para bangsawan (kaum nobel) dan raja. Mereka adalah kelas para saudagar (borgeuis). Karena gerakan yang mereka bangun kemudian mereka juga diberi gelar kebangsawanan oleh raja karena andilnya dalam membantu kerajaan kelur dari krisis keuangan. Gelar sebagai kaum nobel mereka dapat bukan berdasar atas keturunan malainkan karena tindakannya yang telah menyelamatkan kerajaan dari badai krisis keuangan. 9 Sekularisme telah diawali terlebih dulu pada zaman rennaissance namun baru pada zaman inilah mendapatkan penegasannya. Mengingat pada zaman rennaissan pemikiran-pemikiran/doktrin-doktrin skolastik (yang dihasilkan oleh para pemikir gereja) yang berasal dari zaman pertengahan masih sedikit memberi pengaruh terhadap zamannya. Pada saat itu yang berjuang keras untuk membabat habis warisan-warisan skolastik adalah kaum nominalis (yang mendasarkan ajarannya pada hal-hal yang bersifat materi, kasat mata hingga dengan demikian mereka dapat dengan mudah melakukan penamaan-penamaan/pelabellan).

17

Page 11: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

pendukung aliran ini, kebenaran sejati hanya bisa didapatkan melalui kerja-kerja akal budi. Sejak masa ini pemikiran filsafat lebih berkembang dalam hal-hal yang sifatnya duniawi, materi, dan pada masa inilah kemudian ilmu pengetahuan alam berkembang dengan sangat pesat. Yang sudah diawali dengan observasi-observasi ilmiah di bidang astronomi dan fisika. Saat peradaban zaman berkembang seperti demikian ini, barulah muncul Revolusi sosial di Perancis.

Tiga fenomena pemberontakan, di Inggris Raya, Amerika

Utara (Amerika Serikat), dan Eropa kontinen menandai semangat zaman yang baru ini. Revolusi diawali terlebih dulu di Inggris untuk kemudian menjalar ke Amerika Serikat lalu Perancis, setelah itu semangat pembaharuan menyeruak hampir ke seluruh penjuru Eropa bahkan dunia. Semangat perubahan pertama kali muncul di Inggris pada abad ke-XVII, yang dimotori para pemikir-pemikir Inggris seperti John Locke yang doktrin/ajarannya memiliki banyak pengikut. Semangat ini bisa sampai ke daratan Perancis, berkat bantuan Voltaire yang merupakan seorang sastrawan juga filusuf berkebangsaan Perancis yang di buang ke Inggris oleh Raja Luis XIV (yang terkenal dengan semboyannya “l’etat c’est moi“; negara adalah aku). Sementara itu semangat revolusi yang berlangsung di Amerika Utara berbeda dengan apa yang terjadi di Inggris. Pada waktu itu Amerika Utara adalah merupakan wilayah jajahan Inggris. Sistem pertanahan model fief tidak berlaku di daerah ini. Amerika Utara telah mengenal apa yang disebut dengan sistem kepemilikan pribadi. Tanah-tanah dikuasai secara individual, dan Amerika lebih maju dalam hal sistem kapitalisme dibanding Inggeris. Di Amerika Utara bagian selatan petani menggunakan budak-budak yang berasal dari Afrika untuk bekerja pada perkebunan-perkebunanan mereka. Revolusi di Amerika Utara tidak diawali oleh kebencian yang membatu karena kesewenang-wenangan raja seperti di Inggeris dan juga kemudian Perancis, semangat revolusi di Amerika Utara dilandasai oleh semangat menentang perbudakan. Yang berkuasa di daerah koloni baru (Amerika Utara) bukanlah raja Inggris melainkan kelas penguasa baru, yaitu para borjuis

Inggris10. Sebab sejak revolusi maka kekuasaan raja sudah runtuh dan digantikan oleh para borjuis. Amerika Utara tak lain hanyalah dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan pajak serta pengimpor barang-barang jadi. Ajaran Locke pun menemukan banyak pengikut di Amerika Utara, terutama tentang konsep kemerdekaan dari kekuasaan negara, yang terhadapnya mereka tidak punya pengaruh apa-apa11. Ternyata mereka hanya diperas untuk kepentingan Inggeris saja, dan atas itu mereka berusaha untuk memerdekakan dirinya dari cengkraman Inggris. Maka terjadilah perang hebat yang biasa dikenal dengan “civil war 1778” (perang saudara/perang Amerika Utara melawan Amerika Selatan) antara negara Amerika Utara bagian utara –yang menolak perbudakan— dengan negara Amerika Utara bagian selatan –yang mendukung perbudakan. Inilah sejarah revolusi Amerika Serikat, yang kental dilatarbelakangi oleh nuansa ekonomi.

Meskipun sepintas lalu yang diangkat dalam isu perang adalah hanya permasalahan perbudakan dan terkesan tidak fundamental, namun sebenarnya ketika perbudakan itu dihapuskan maka seketika itu pula Inggeris kehilangan kendali atas Amerika Utara. Sebab sebagaimana diutarakan, kepentingan Inggeris di Amerika Utara hanyalah sebatas pajak, pasar dan sumber bahan mentah. Untuk bisa mengoptimalkan hal tersebut maka dibutuhkan banyak tenaga dan perbudakan adalah salah satu caranya. Sehingga bila kemudian perbudakan dihapus maka tujuan Inggeris tersebut tidak dapat tercapai. Lain dari itu tentunya keinginan yang kuat dari negara Amerika Utara Bagian selatan untuk merdeka sepenuhnya dan lepas dari cengkraman Inggris adalah juga merupakan sebuah faktor utama yang tentunya tidak boleh dilupakan. Liberalisme Locke mendapatkan banyak pendukungnya disini, yaitu konsep kebebasan dari negara (kemerdekaan Individu). Lain dari itu konsepsi dan ajaran-ajaran Locke banyak mempengaruhi konstitusi Amerika Utara (sekarang kita mengenalnya dengan Amerika Serikat). Ajaran Locke tumbuh subur di Amerika Serikat karena waktu itu Amerika Utara adalah merupakan wilayah koloni Inggris.

20

10 Hans Fink, Op.cit,, hal 75. 11 Loc.cit.

19

Page 12: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Beruntunglah Voltaire, karena masa itu adalah masa dimana semangat perubahan sedang kencang-kencangnya berhembus di Inggris. Karena pergumulannya yang begitu kuat dengan para pemikir Inggris yang buah pikirannya sarat akan semangat perubahan, maka sekembalinya ke Perancis Voltaire segera menyebarkan virusnya. Luis XIV semakin sewenang-wenang, semakin sering berfoya-foya dan pesta dengan uang rakyat. Sejalan dengan itu kemarahan rakyat pun semakin membatu hingga kemudian pada abad ke–XVIII (1789) terjadilah Revolusi Perancis, dengan kisahnya yang terkenal tentang pemberontakan penjara Bastille yang kemudian berhasil melahirkan seorang pemimpin rakyat Perancis yang sangat terkenal yaitu Napoleon Bonaparte.

Adapun pokok dari adanya 3 (tiga) fenomena revolusi di Eropa tersebut adalah menyangkut dua perkara yaitu: property of right (hak milik pribadi) dan laissez faire, laissez passer (pengurangan campur tangan negara atas segala urusan individu; yang berkembang dengan cukup pesat dalam ranah ekonomi dan berhasil melahirkan adanya perdagangan bebas yang merupakan cikal bakal kapitalisme modern). Sebagaimana sudah Penulis jelaskan sebelumnya, tuntutan ini muncul karena adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kerajaan (termasuk di dalamnya adalah kaum bangsawan baru, yakni para borjuis yang mendapatkan gelar nobel-nya karena pemberian raja. Bukan secara turun-temurun) dan gereja (atas masalah kenegaraan dan dogma-dogma religi yang menindas). Kemarahan yang membatu telah pula melahirkan semangat rakyat Perancis untuk kembali merdeka. Hal ini jelas terlihat dalam slogan revolusioner yang menyatakan cita-cita rakyat Perancis, yang kemudian mereka suarakan lantang keseluruh penjuru: “Liberte, Egalite, Fraternite”; “Merdeka, Kesamaan, Persaudaraan”.

I.2.3 Semangat perubahan; kaum borjuis Belanda

Mengapa Penulis perlu menceritakan bagaimana kondisi

sosial-politik di Eropa adalah karena hal tersebut masih berkait erat dengan pokok permasalahan yang sedang kita bahas sekarang ini. Tanam paksa (cultuur stelsel) adalah program

monopoli ekonomi yang dilakukan negara (Belanda) dalam bidang perkebunan. Program ini mulai diberlakukan di negeri jajahannya (Hindia Belanda) pada tahun 1830. Bila kita cermati kembali bagaimana keadaan Eropa daratan, Amerika Utara maupun Inggris raya pada masa itu, dapat disimpulkan bahwa tanam paksa –menurut tahun diberlakukannya— terjadi setelah adanya revolusi di Inggris abad ke-XVII dan setelah adanya revolusi di Amerika Utara dan Perancis abad ke XVIII.

Dengan asumsi demikian, dapat dikatakan bahwa semangat perubahan atas sebuah bentuk negara yang korup, sewenang-wenang, memasung kebebasan individu, doktrinal, penuh dogma, dan berwatak penindas sedang kencang-kencangnya berkecamuk di Eropa dan Amerika Utara. Baik itu dalam konteks wacana pemikiran yang selalu hangat dalam forum-forum diskusi ataupun gerakan-gerakan yang sengaja dibangun untuk menggulingkan tirani kekuasaan. Itulah mengapa Penulis katakan dimuka bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kerajaan Belanda sangat kontradiktif dengan semangat zamannya, sementara slogan-slogan kemerdekaan, pembebasan dan menguatnya otoritas individu sedang kuat menggema.

Di tengah semangat zaman yang demikian, pemerintah

kerajaan Belanda malah ingin melanggengkan dan melestarikan pola-pola lama yang saat itu sedang mendapat perlawanan yang cukup hebat. Akibat kebijakan yang dikeluarkannya ini (tanam paksa, untuk mendorong kegiatan monopoli ekonomi oleh negara), di belakang hari pemerintah Belanda mendapatkan perlawanan yang cukup kuat dari kaum borjuis Belanda.

Adanya protes keras dari golongan liberal –kelas tengah

dan borjuis (para saudagar/pedagang kaya)— dan golongan-golongan lain di negeri Belanda atas sistim tanam paksa yang diberlakukan, bukan disebabkan karena rasa simpati mereka atas penderitaan rakyat Hindia Belanda. Walaupun ada sebagian golongan yang mengecam sistem tanam paksa karena alasan kemanusiaan, namun kenyataannya golongan yang menentang sistem tanam paksa lebih banyak berasal dari golongan borjuasi.

21 22

Page 13: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

23

Protes keras dari golongan liberal, semata-mata dikarenakan sistem tanam paksa yang mengarah kepada usaha perkebunan di tanah jajahan, melulu dimonopoli oleh pemerintah Belanda yang sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada para pengusaha swasta untuk melakukan usaha perkebunan di tanah jajahan.

Seperti halnya yang diceritakan oleh Prof. Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa:

“bagi pengusaha besar swasta yang belum memiliki sendiri tanah yang luas dengan hak eigendom, sebagai apa yang dikenal dengan sebutan “tanah pertikelir”, tidak ada kemungkinan untuk memperoleh tanah yang diperlukannya dengan hak yang kuat dan dengan jangka waktu penguasaan yang cukup lama” 12.

Lebih lanjut mengenai tanah partikelir Prof. Boedi Harsono menjelaskan:

“…tanah partikelir adalah tanah hak eigendom yang mempunyai sifat dan corak yang istimewa. Yang membedakan tanah partikelir dari tanah-tanah hak eigendom lainnya ialah adanya hak-hak pada pemiliknya, yang bersifat kenegaraan, yang dahulu disebut landheerlijke rechten kemudian di Indonesiakan menjadi “hak-hak pertuanan”. Hak-hak pertuanan tersebut misalnya hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilihan serta memberhentikan kepala-kepala kampung/desa, hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk, hak untuk mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uang atau hasil tanah dari penduduk, hak untuk mendirikan pasar-pasar, memungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan, hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput bagi keperluan tuan tanah (empunya partikelir), sehari dalam seminggu menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan lain-lainnya. Keadaan ini tak ubahnya dengan negera-negara dalam negara. Para tuan tanah yang punya kekuasaan demikian besarnya

banyak yang menyalahgunakannya, sehingga timbul penderitaan yang sangat hebat pada rakyat yang berdiam di tanah partikelir”

12 Prof. Boedi Harsono, Op.cit, hal31. 24

13. • (Lihat kembali penjelasan penulis tentang sistem pertanahan model fief

di Inggris dan kebanyak negara Eropa. Tanah partikelir adalah adopsi dari model tanah fief)

Melihat keadaan ini dapat disimpulkan bahwa usaha-

usaha yang menyangkut pertanahan hanya mungkin dilakukan oleh negara atau swasta/perorangan yang diberikan kewenangan oleh negara. Pihak swasta murni tidak mungkin mendapatkan kewenangan memperoleh tanah untuk melakukan usahanya.

Sebelum diberlakukannya tanam paksa, pemerintah Belanda juga memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk menyewa tanah demi kepentingan usahanya. Namun setelah pemberlakuan kebijakan tanam paksa, tanah-tanah tersebut kembali dikuasai oleh negara mengingat kepentingan negara yang begitu besar untuk melakukan monopoli ekonomi perkebunan demi kepentingan ekspor. Kebijakan ini seketika pula menutup kepentingan-kepentingan swasta atas tanah.

Pada masa itu, rakyat telah pula menguasai tanah milik hasil bukaan hutan. Namun pada dasarnya hal demikian ini adalah merupakan hak kepemilikan, pengusahaan dan penguasaan semu yang diberikan pemerintah Belanda kepada rakyat. Tanah-tanah tersebut memang bukan hasil pemberian pemerintah Belanda melainkan tanah-tanah hasil bukaan warga. Tetapi sejak Belanda menjajah di pulau Jawa, mereka menyatakan bahwa seluruh tanah yang ada di Jawa, Madura, dan Sumatera adalah dikuasai oleh pemerintah Belanda. Memang secara tersurat (melalui peraturan perundang-undangannya) Belanda mengakui lahan-lahan hasil bukaan warga sebagai miliknya, namun pada kenyataanya Belanda juga memiliki hak menguasai atas tanah-tanah tersebut dan pada prakteknya, rakyat malah diasingkan dari tanah miliknya.

13 Ibid, hal 83.

Page 14: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Hal ini dapat terlihat jelas dari apa yang dikatakan Prof. Boedi Harsono tentang tanah partikelir. Prof. Boedi Harsono mengatakan bahwa terdapat dua macam tanah partikelir, yaitu tanah partikelir kongsi (bagian tanah partikelir yang dikuasai langsung oleh tuan tanah) dan tanah partikelir usaha (yang dipunyai oleh rakyat). Namun kedua-duanya adalah merupakan tanah partikelir (lihat kembali penjelasan Prof. Boedi Harsono tentang tanah partikelir dalam paragraf di atas).

Dengan keadaan yang demikian, Penulis berpendapat bahwa secara tersirat pemerintah Belanda ingin mengatakan bahwa seluruh tanah yang ada, dikuasai oleh Belanda, kemudian pemerintah menyerahkannya kepada pihak lain (tuan tanah/partikelir) untuk menguasainya. Tanah-tanah yang dikuasai oleh tuan tanah tersebut adalah juga termasuk tanah-tanah rakyat hasil bukaan hutan. Di atas tanah-tanah tersebut, tuan tanah/partikelir diperbolehkan menjalankan usahanya, dan rakyat yang sudah menguasai tanah-tanah tersebut juga bisa mengusahakan tanahnya.

Namun berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UU kepadanya, tuan tanah tersebut berhak menarik sewa, meminta bagian dan lain-lain. Hal ini berarti rakyat dibebani kewajiban tertentu yang harus dijalankan untuk kepentingan tuan partikelir, dengan demikian rakyat hanya diberikan hak untuk mengusahakan sebidang tanah yang notabene adalah miliknya. Inilah titik ketidaklazimannya, karena ada kewajiban yang dibebankan oleh pihak ketiga atas tanah-tanah milik rakyat, yaitu sebagaimana yang terjadi dalam hal sewa-menyewa, mengontrak, dan lain-lain. Apakah dengan keadaan yang demikian masih bisa dikatakan bahwa pemerintah Belanda mengakui adanya kepemilikan tanah oleh rakyat?.

Selain itu, lahirnya tanam paksa adalah juga dilatarbelakangi adanya peraturan Bijblad nomor 148 yang menyatakan bahwa “penjualan atau persewaan tanah rakyat kepada non pribumi dilarang”. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi pemerintah untuk melakukan monopoli ekonomi di bidang perkebunan. Sementara mereka membutuhkan tanah untuk usaha perkebunan untuk tujuan ekspor. Sehingga tujuan Belanda untuk mengisi kekosongan

kas negerinya bisa tercapai. Di sisi lain, luas tanahnya tidak mencukupi karena telah dikuasai oleh penduduk pribumi dan tuan partikelir. Usaha yang dapat dilakukan adalah hanya mengoptimalkan tanah-tanah milik partikelir untuk digunakan sebagai alat untuk tercapainya tujuan tersebut. Hal ini pun masih dirasa belum cukup, pemerintah membutuhkan lahan yang lebih luas lagi, namun hal demikian tidak dapat tercapai karena adanya peraturan tersebut.

Melihat keadaan yang demikian kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan tanam paksa. Pengusahaan perkebunan tidak dilakukan pemerintah atas sebidang tanah tertentu dan secara terpadu, melainkan rakyat turut juga dipaksa untuk menanami tanaman-tanaman tertentu yang kemudian hasilnya di jual kepada pengusaha/negara. Sistem ini dikenal pula dengan sebutan “Leverings Contract” 14.

Di negeri Belanda sendiri hasrat menggebu dari kaum borjuis untuk melakukan usaha perkebunan di Hindia Belanda tidak dapat terakomodir karena hambatan dari perundang-undangan yang dibuat pemerintah. Keinginan menggebu ini sangat dimaklumi mengingat keberhasilan yang telah dicapai kaum borjuasi Belanda sangat gilang-gemilang. Modal yang ada di negeri Belanda begitu berlimpah —di tangan para borjuasi— hal inilah yang kemudian melatarbelakangi keinginan kuat mereka untuk melakukan ekstensifikasi usaha sampai ke negeri jajahannya.

Bersandar pada logika ekonomi, kebijakan pemerintah Belanda untuk tidak mengakomodir kepentingan para borjuis akan berakibat pada jatuhnya nilai mata uang gulden. Saat itu gulden yang beredar di dalam negeri begitu banyak, dan untuk menjamin sistem perekonomian yang sehat maka gulden-gulden tersebut perlu diputar/dikeluarkan dari dalam negeri. Hal ini dimaksudkan agar peredaran uang gulden di dalam negeri tidak terlalu banyak dan apabila keadaan ini terjadi maka berakibat pada jatuhnya nilai mata uang.

26

14 Ibid, hal 32.

25

Page 15: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Hal ini senada dengan prinsip ekonomi yaitu asas kelangkaan “semakin langka suatu barang maka semakin tinggilah nilainya; vice versa (begitu pula sebaliknya)”. Prinsip lainnya adalah asas ekuilibrium yaitu sebuah asas yang menjadi indikator atas kondisi perekonomian yang sehat, dimana supplies dan demmand berada pada posisi yang setimbang, dan titik pertemuan antara keduanya lah yang disebut sebagai titik ekuilibrium. Melihat usaha di negeri jajahan hanya dilakukan oleh negara sementara jumlah uang yang beredar di dalam negeri (Belanda) begitu besar, maka berdasar logika ekonomi kaum borjuis kebijakan yang dilakukan pemerintah Belanda sangat tidak masuk akal. Karena menurut kaum borjuis, dengan adanya investasi maka hasil yang diperoleh Belanda akan jauh lebih besar lagi. Selain itu, kebijakan tersebut juga bisa menyelamatkan nilai mata uang gulden dari keterpurukan.

Tuntutan yang dilakukan oleh kaum borjuis Belanda di dasarkan pada 2 (dua) argumen, yaitu: pertama, argumentasi ekonomi yang begitu meyakinkan —sebagaimana sudah Penulis jelaskan di atas— dan kedua, argumentasi tentang pemanfaatan hutan Hindia Belanda secara optimal. Selain logika ekonomi, kaum borjuis Belanda juga menekankan kepada pemerintahannya bahwa di Hindia Belanda masih banyak hutan yang belum dibuka. Dan bila hanya negara yang melakukan kegiatan perkebunan besar di Hindia Belanda, maka negara tidak akan mampu memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah di Hindia Belanda tersebut secara optimal. Untuk itu demi pendapatan yang berlimpah yang berujung pada meningkatnya devisa negara maka sudah saatnya swasta diperbolehkan untuk melakukan usaha perkebunan besar.

Kedua argumentasi para borjuis ini sangatlah

meyakinkan dan logis, hingga kemudian dari hasil desakan tersebut, berhasil dikeluarkan Undang-undang Agraria 1870 yang memberikan ruang kepada pengusaha swasta Belanda untuk menjalankan usaha perkebunannya di Indonesia, yaitu dengan dilahirkannya hak baru yang disebut hak erfpacht.

Tanam paksa dihentikan pada tahun 1870 —meskipun di daerah Priangan, tanam paksa masih berjalan hingga tahun

1920. Dengan demikian terlihat jelas bahwasanya semangat yang diusung oleh borjuis Belanda adalah merupakan hal senada yang merupakan semangat zamannya. Sejalan dengan semangat liberalisme yang sedang berkembang dituntut penggantian sistem monopoli negara dan kerja paksa dalam melaksanakan cultuur stelsel, dengan sistem persaingan bebas dan sistem kerja bebas, berdasarkan konsepsi kapitalisme liberal15. Dengan demikian kaitan erat antara kedua revolusi yang terjadi di Eropa dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Belanda di negara jajahannya —Hindia Belanda— terbukti sudah.

Tujuan utama Agraische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jalan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda16. Pertama-tama diberikan kemungkinan memperoleh dari pemerintah tanah yang masih berupa hutan, untuk dibuka dan dijadikan perkebunan besar, dengan hak erfpacht, berjangka waktu lama sampai 75 tahun. Menurut pasal 720 dan 721 KUUHPdt (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata):

“hak erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan semua kewenangan yang terkandung dalam hak eigendom atas tanah17. Selain penguasaan tanah dengan hak erfpacht yang

diperolehnya dari pemerintah, Agrarische Wet membuka juga kemungkinan menggunakan tanah kepunyaan rakyat atas dasar sewa. Kemungkinan ini disediakan bagi perusahaan-perusahaan kebun besar tanah datar, terutama perusahaan gula dan tembakau18. Agrarische Wet yang pada pertengahan abad ke-XIX (sembilan belas) memuat politik agraria kolonial baru itu, ternyata berhasil memberi dasar dan dukungan bagi berkembangnya perusahaan-perusahaan kebun besar di Hindia Belanda. Dari pasal 51 IS (Indische Staatregeling) pasal 62 RR

28

15 Loc.cit. 16 Ibid, hal 33. 17 Ibid, hal 34. 18 Loc.cit.

27

Page 16: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

29

(Regerings Reglement) ayat 5 dan 6 kita mengetahui, bahwa Agrarische Wet juga menggariskan perlindungan bagi rakyat pribumi19. Harus dijaga agar pemberian tanah kepada para pengusaha besar tidak melanggar hak-hak rakyat pribumi (ayat 5). Pengambilan tanah-tanah rakyat pribumi hanya boleh bagi kepentingan umum, melalui cara pencabutan hak dan disertai pemberian ganti kerugian yang layak (ayat 6)20.

Dalam situasi yang demikian sangat tidak mungkin bagi bangsa pribumi untuk mendapatkan keadilan dan kesetaraaan di mata hukum. Hal mana dikarenakan hukum serta sistem hukum —termasuk lembaga peradilan— yang ada pada masa itu adalah buatan bangsa kolonial yang sudah pasti menguntungkan dan selalu mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka (bangsa Belanda) atas negeri dan rakyat jajahannya. Sangat dimungkinkan untuk perusahaan-perusahaan swasta atau bahkan pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap tanah yang dimiliki oleh orang pribumi. Hal ini ternyata juga menjadi kekhawatiran para intelektual-intelektual perumus Agrarische Wet.

Kekhawatiran itu tercermin dalam pembahasan Agrarische Wet di parlemen Belanda dan rancangan-rancangan sebelumnya serta dalam pemberian perintah kepada Gubernur Jenderal Sloet van de Beele21 untuk membuat suatu pernyataan pada tahun 1866. Tetapi bagaimanapun bukan merupakan tujuan Agrarische Wet untuk mensejahterakan rakyat pribumi. Dalam praktek pelaksanaan Agrarishce Wet, kenyataannya kepentingan pengusaha dalam banyak hal lebih didahulukan daripada kepentingan rakyat pribumi22.

Nafas penindasan terlihat jelas dari pasal-pasal yang

tercantum dalam Agrarische Wet buatan Belanda. Dimana peraturan pelaksanaan dari Agrarische Wet diatur kembali dalam peraturan perundang-undang lain. Seperti halnya Agrarische Besluit yang dalam pasal 1 (satu), peraturan

30

19 Cetak tebal oleh penulis. 20 Ibid, hal 36. 21 Cetak tebal oleh penulis. 22 Loc.cit.

tersebut mengatur tentang asas Domein Verklaring yang menyatakan bahwa:

“semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) negara—dalam hal ini adalah pemerintah kolonial Belanda 23”.

Menurut Penulis, pasal di atas dapat dipahami sebagai

berikut:

a. Pemerintahan Belanda ingin mengukuhkan kekuasaannya di negeri koloninya —Hindia Belanda.

b. Dengan adanya Domein Verklaring maka seluruh tanah-tanah/wilayah yang masuk dalam pemerintahan Nederlandsche Indie adalah dikuasai oleh pemerintah kolonial, sehingga segala apa yang menyangkut tentang tanah dan semua yang ada di atasnya dikuasai oleh negara, dan hak-hak sebelumnya (yang bersumber pada hukum adat) dengan adanya asas tersebut hilang dengan sendirinya. Dengan kata lain, seluruh tanah yang masuk dalam wilayah Nederlandsche Indie adalah milik pemerintahan kolonial Belanda dan tidak ada hak lain yang berdiri di atas tanah-tanah tersebut selain pemerintahan kolonial. Walaupun diatur pula mengenai hak-hak masyarakat sebagai pemilik atau penguasa sebelumnya (yakni dalam hak opstal, hak eigendom) namun hal ini diatur sedemikian rupa agar seolah-oleh warga juga memiliki hak atas tanah tetapi senyatanya hanyalah semu.

Sejak saat inilah maka rakyat pribumi diharuskan

tunduk pada aturan perundang-undangan agraria buatan pemerintah kolonial yang sifatnya diskriminatif (timpang/berat sebelah). Masa ini adalah awal dari terjadinya proses pemiskinan petani oleh penguasa. Secara serta merta pula pada masa ini hukum alam dan hukum positif (hukum adat) yang berlaku di masyarakat harus tunduk dan kalah oleh hukum positif negara, yaitu hukum buatan pemerintahan kolonial yang diberlakukan di negari jajahannya. Dimana hukum tersebut wajib untuk ditaati, dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan pemerintahan kolonial. 23 Ibid, hal 37.

Page 17: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

31

Keadaan semacam inilah yang menurut kaum sofis24 disebut sebagai hukum alam. Sebab menurut mereka apa yang dimaksud dengan hukum alam ditafsirkan (diartikan) sebagai “hukum dari yang paling kuat” 25, dengan kata lain apa yang disebut sebagai hukum menurut mereka adalah “kekuasaan dan kekerasan”26. Meskipun pendapat ini banyak ditentang, namun pada kenyataannya (kesehariannya) pendapat dari kaum inilah yang paling banyak mengandung kadar kebenaran.

Hukum alam versi lama segera ditinggalkan, karena

dinilai tidak logis, tidak rasional (tidak terukur oleh akal) dan transenden (cenderung metafisis/ghoib). Dalam era kapitalisme liberal seperti sekarang ini dimana segala hal didasarkan atas materi (bentuk fisik/kebendaan), empirisme (pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman) dan pengagungan yang luar biasa atas logika (akal budi), adalah unsur terpenting dari peradaban kontemporer kita. Buah filsafat dari pemikir-pemikir kaum sofis dan turunannyalah yang menjadi alasan pembenar atas terjadinya ketimpangan dunia saat ini. Dimana nilai-nilai bercerai secara sempurna dengan logika/akal budi, dimana duniawi berpisah dengan ukhrowi.

32

24 Kaum sofis adalah orang-orang terpelajar zaman Yunani yang menjadi guru dan mengajarkan pelajaran ilmu-ilmu yang berkembang masa itu kepada pemuda-pemuda Yunani calon pemimpin Polis. Dalam mengajarkan ilmunya kepada pemuda-pemuda tersebut kaum sofis ini menuntut pamrih. Mereka meminta upah atas itu. Mereka adalah orang-orang yang bebas yang hari ke hari kerjanya hanya berfikir dan berdiskusi tanpa harus dipusingkan dengan kewajiban-kewajiban sebagai warga polis. Dengan demikian kemampuan dan kepintaran mereka bertambah dari hari ke hari. Mereka suka bepergian dari satu polis ke polis lain untuk memberikan pelajaran kepada pemuda. Mereka pun mendirikan sekolahan-sekolahan. Filsafat yang mereka usung bukanlah filsafat yang bersifat esensi/substantif melainkan hanya bersifat teknis atau kulit, sangat praktis, efisien implementatif dan berguna untuk keseharian. Pemuda-pemuda tersebut mereka ajarkan bagaimana caranya untuk menang dalam berdebat, mereka adalah praktisi seperti halnya lawyer pada masa kini, tujuannya sangat praktis yaitu bagaimana cara untuk menang dalam berdebat dan mereka tak perlu untuk mempertahankan atau membela kesimpulan-kesimpulan yang mereka buat sendiri. Plato juga muridnya Aristoteles sangat benci dengan kaum ini. Mereka sering dikalahkan dalam setiap debat. Menurut kaum ini tidak ada kebenaran objektif. Kaum ini juga memunculkan aliran skeptisme klasik yang kemudian disempurnakan oleh Rene Descartes. Skeptisme klasik lebih condong pada telaah tentang bagaimana kita mengetahui bukan pada upaya untuk memperoleh pengetahuan baru. 25 Ibid, hal 29. 26 Tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar bahwa pernyataan ini adalah murni berasal dari kaum sofis. Tetapi memang ada beberapa filosof yang berasal dari kaum sofis seperti halnya Thyrasmachus dalam bukunya Republic dan Callicles yang mengatakan hal demikian itu.

Semangat filsafat (yang kering, pragmatis, praktis, teknik, menegasikan spirit, terlalu mengangungkan logika, materialis-empiris dan tidak berusaha mencari kedalaman) demikian inilah yang sangat kuat melatarbelakangi pemikiran para filosof abad rennaisance yang terus diwarisi oleh para penerusnya hingga permulaan abad modern bahkan sampai sekarang ini. Tumbuh dan berkembangnya kapitalisme liberal dan paradigma hukum positivis negara seperti sekarang ini, buah pangkalnya berawal dari pemikiran kaum sofis (“hukum dari yang paling kuat”), yang menekankan bahwa manusia adalah sumber segala sesuatu, kebenaran itu subjektif adanya termasuk segala sesuatunya. Dengan dasar pemikiran seperti ini, tak ayal jika kemudian mentalitas individualis tumbuh dan berkembang sangat pesat. Yang telah mampu menyuburkan filsafat empirisme dan meterialisme dalam sebuah habitat yang steril (mandul), di alam semesta kapitalisme liberal. Bahkan hingga saat ini filsafat yang sudah mapan tersebut tidak mampu melahirkan semangat filsafat baru. Filsafat pos-rennaissance ini telah menggali kuburnya sendiri bahkan seketika ia dilahirkan. Ia menjadi steril, kerdil dan kering. Tidak ada lagi semangat pembaharuan dalam filsafat kontemporer (zaman sekarang ini), sebagaimana halnya yang terjadi ketika zaman pertengahan dirobohkan oleh semangat perubahan yang menghantarkannya ke abad rennaissance.

Tidak salah jika kemudian paradigma hukum yang

berkembang adalah hukum yang sifatnya sangat positivis, sebab didasarkan pada kenyataan dan pengalaman di lapangan. Pembuat hukum adalah mereka-mereka yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari pada yang lainnya [dalam hal ini bisa berupa negara (ingat negara adalah pemegang kekuasaan tertinggi) atau sekelompok individu], dan untuk merebut kekuasaan tersebut biasanya harus melalui serangkaian tindak kekerasan. Seperti apa yang sudah Penulis terangkan di atas. Tentu saja tesis bahwa hukum bersifat netral (nilai objektif) tidak dapat lagi dipertahankan karena sebagai mana sudah penulis katakan “hukum tidak pernah lepas dari kepentingan-kepentingan si pembutnya”.

Permasalahannya terletak pada siapakah yang membuat

hukum tersebut? masyarakatkah? negarakah? atau sekelompok

Page 18: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

33

orang tertentukah?. Kriteria selanjutnya adalah, permasalahan nilai yang mengkristal menjadi moral, kemudian etika. Perihal baik dan buruk. Diantara ketiga kriteria tersebut, siapakah yang lebih banyak memiliki sifat baik? Dan menjamin kesejahteraan umum? Untuk masa ini jelas, hukum adalah untuk memenuhi kepentingan pemerintahan kolonial Belanda. Jadi jangan berharap kesetaraan dan keadilan bakal meliputi kaum pribumi. I.3. Masa berkuasanya Jepang di Indonesia

Selama Jepang berkuasa di Indonesia27, fokus utama adalah bagaimana mencukupi kebutuhan pangan bagi bala tentara Jepang. Saat Jepang menjajah Indonesia, pada saat yang bersamaan mereka juga sedang melangsungkan peperangan dengan Amerika Serikat. Peperangan tersebut biasa dikenal dengan ‘Perang Pasifik’ (Perang Dunia II). Alasan Jepang menjajah Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan logistik, baik bala tentara maupun warga negara (baik bahan makanan ataupun bahan-bahan lain yang mereka butuhkan selama peperangan) mereka semasa perang. Oleh karena itu, para petani dipaksa bekerja (Romusha/kerja paksa) untuk menanami lahan dengan tanaman-tanaman pangan untuk kemudian disetor kepada Jepang.

Dengan keadaan yang demikian itu, maka pendudukan Jepang di Indonesia tidak membawa dampak yang signifikan (nyata/berarti) terhadap sistem hukum serta tata pemerintahan di Indonesia. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab konsentrasi Jepang terpecah, dalam rangka proses berperang melawan Amerika Serikat. Ekspansi yang dilakukan Jepang terhadap negara-negara lain di Asia seperti Cina, Manchuria dan Korea dimaksudkan untuk membentuk kantong-kantong persedian logistik dan para militer (bantuan tentara) yang nantinya

34

27 Kata Indonesia baru penulis gunakan dalam periode ini mengingat rasa kebangsaan sudah mulai muncul dan menguat di kalangan rakyat. Walaupun rasa itu sudah mulai dibangun sejak masa penjajahan Belanda, dimana sumpah pemuda 1928 adalah menjadi tonggak awalnya. Semangat kesatuan Indonesia baru mencuat pada akhir penjajahan Belanda, rasa nasionalisme tersebut mulai didengungkan oleh intelektual-intelektual muda Indonesia (yang kebanyakan adalah jebelon Belanda). Perjuangan yang sifatnya parsial sudah mulai menemukan bentuknya pada awal tahun 1900-an dan semakin menguat ketika masa penjajahan Jepang (terutama perlawanan bersenjata).

difungsikan untuk membantu peperangan melawan Amerika Serikat.

Sebagian besar tanah yang sempat dirampas pada masa penjajahan Belanda pada masa ini malah dikembalikan lagi kepada rakyat. Dalam arti setelah Belanda hengkang maka rakyat dibiarkan untuk kembali merebut tanah-tanah yang dahulu adalah milik mereka. Keadaan lahan pada saat itu adalah dalam keadaan terlantar28 karena di tinggalkan oleh pemiliknya, yaitu para pengusaha perkebunan “Sinyo dan Noni Belanda”. Dibeberapa bidang tertentu seperti perkebunan dan kehutanan jepang hanya bersifat meneruskan segala hukum dan peraturan perundang-undangan bentukan pemerintah kolonial Belanda. Seperti misal dalam bidang kehutanan, pada masa Jepang badan kehutanan bentukan Belanda lengkap dengan Boschwessen Wet-nya masih tetap digunakan oleh penjajah Jepang, namun badan kehutanan yang dahulu bernama Belanda kemudian diganti dengan nama Jepang, begitu pula dengan departemen-departemen lain. Walaupun Jepang sempat pula mendirikan beberapa departemen dan kementrian-kementrian baru yang dalam hal ini tidak ada pada masa pemerintah kolonial Belanda. Yang terpenting adalah Jepang tidak pernah melarang rakyat melakukan reklaming atas tanah-tanah milik nenek moyang mereka. Tetapi tetap saja hasil panennya harus diserahkan kepada Jepang.

Kehadiran Jepang membawa pengaruh yang besar dalam bidang militer, dimana para pemuda Indonesia dilatih untuk berperang. Hal ini dikarenakan pemuda-pemuda Indonesia nantinya akan difungsikan sebagai para militer yang membantu serdadu-serdadu Jepang dalam berperang melawan sekutu. Keadaan ini berhasil dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia, ini adalah yang disebut “senjata makan tuan” sebab pada akhirnya pemuda-pemuda tersebut lah yang nantinya melakukan pemberontakan kepada pemerintah Jepang dan menjadi motor penggerak dari Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

28 Gunawan Wiradi, Makalah : Politik Pertanian/Agraria Di Indonesia; Dari Masa ke Masa, disampaikan dalam acara workshop pertanian YLBHI, 2 Mei 2005 Cisarua: Bogor, hal 4.

Page 19: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

35

Tentara rakyat Indonesia yang pada awalnya dibentuk oleh Jepang melakukan perlawanan yang semakin gigih. Jepang diserang dari dua arah yang berlawanan, oleh Amerika Serikat dan tentara rakyat PETA (Pembela Tanah Air). Keadaan demikian membuat petani lebih leluasa dalam melakukan pengelolaan dan penguasaan atas lahan. Di beberapa daerah, para petani secara sembunyi-sembunyi memberikan perlindungan dan bantuan pangan kepada para tentara Republik yang berjuang untuk kemerdekaan.

Segera setelah dibom atomnya kota Hiroshima dan Nagasaki maka saat itu pula para pemuda mendesak Soekarno untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Proses kemerdekaan ini mendapat dukungan penuh dari armada laut Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Maeda, yang memang pada masa itu tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan pemerintahan Jepang29. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. I.4. Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah R.I. meneruskan kebijakan tersebut, yaitu mentolelir pendudukan tanah rakyat, paling tidak untuk sementara, menunggu sampai nantinya dilaksanakannya reforma agraria30. Hengkangnya Jepang dari Indonesia ternyata tidak begitu saja membuat para petani nyaman dalam menggarap sebagian tanah-tanah yang berhasil mereka rebut dari Belanda dan Jepang. Dengan tujuan ingin menguasai kembali aset-asetnya di negara jajahan termasuk perkebunan, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda kembali ke Indonesia, melancarkan Agresi Militernya yang ke-II (dua). Pada waktu itu Belanda kembali dapat menduduki seluruh wilayah R.I. Namun, usaha mereka tidak berlangsung lama karena gencarnya perlawanan dari para pejuang Republik melalui perang gerilya selama kurang lebih 8 (delapan) bulan31. 29 Hubungan angkatan laut Jepang dengan pemerintah Jepang tidak seharmonis hubungan antara angkan bersenjata Jepang lainnya dengan pemerintah Jepang. Dengan latar belakang demikian maka dapat dimaklumi mengapa kemudian Maeda sebagai laksamana angkatan laut Jepang membantu Indonesia di dalam prosesnya menuju negara merdeka. 30 Loc.cit. 31 Loc.cit.

36

Usaha pendudukan ini tidak berlangsung lama karena kemudian pemerintah Republik Indonesia yang baru terbentuk mengambil alih segala permasalahan pemerintahan dan ketatanegaraan termasuk didalamnya adalah sistim hukum nasional. Sebagian besar tanah-tanah memang sudah ada yang kembali ke tangan rakyat sebagai pemilik aslinya, namun sebagian besar tanah yang berupa lahan perkebunan milik partikelir dan pemerintah Belanda masih dikuasai oleh pemilik aslinya.

Masa ini adalah masa transisi (peralihan) dimana pemerintah Republik yang baru terbentuk masih bingung dalam menggunakan hukum pertanahan mana yang akan dipakai. Pemerintah Republik berdiri di tengah-tengah, yaitu antara belum terbentuknya hukum pertanahan baru hasil bentukan pemerintah Republik dan hukum pertanahan bentukan pemerintah Belanda. Hingga pada akhirnya pemerintah Republik memilih menggunakan undang-undang agraria Belanda untuk mengisi kekosongan hukum. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi Vacuum of Law (keterhentian hukum). Untuk kemudian lahan-lahan ex-partikelir dan ex-pemerintah Belanda diambil alih oleh pemerintah Republik.

Ini bukan berarti para pemikir bangsa ini tidak pernah sedikit pun berpikir tentang politik pertanahan/agraria Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan gagasan-gagasan yang sangat briliant dari Bung Hatta (The Founding Father) perihal pertanian dan pertanahan/agraria, yang diberinya judul “Ekonomi Indonesia di Masa Depan”, yang juga telah disampaikannya dalam sebuah pidato32. Gunawan Wiradi salah seorang pakar pertanahan Indonesia dalam makalahnya menyarikan gagasan-gagasan Bung Hatta mengenai pertanahan tersebut sebagai berikut :

• Tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang- seorang

untuk menindas dan memeras hidup orang banyak; • Pemilikan tanah yang sangat luas oleh seseorang dimana

terdapat jumlah penggarap yang besar, adalah bertentangan dengan dasar perekonomian yang adil;

32 Ibid, hal 2.

Page 20: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

37

• Perusahaan yang menggunakan tanah luas, sebaiknya diatur sebagai koperasi di bawah pengawasan pemerintah;

• Menurut hukum adat Indonesia, tanah itu pada dasarnya adalah milik masyarakat. Orang seorang berhak menggunakannya, sebanyak yang perlu baginya serta keluarganya, tapi dia tidak boleh menjualnya. Jika dia tidak menggunakannya lagi, tanah itu jatuh kembali kepada “masyarakat” yang akan membagikannya kembali kepada yang membutuhkan;

• Tanah-tanah yang dipakai oleh perkebunan-perkebunan besar, pada dasarnya adalah milik masyarakat. Kalau pengusahaan perkebunan itu dalam bentuk koperasi, maka koperasi itu boleh menggunakan tanah itu selama diperlukan olehnya, tapi tidak boleh memindahkan hak berusaha itu;

• Perusahaan di atas tanah yang tidak begitu luas, dan dapat dikerjakan sendiri, boleh menjadi kepunyaan orang seorang. Jika orang yang bersangkutan ini menggabungkan diri ke dalam koperasi, maka tanah milik yang dibawanya tidak diusik;

• Tanah di luar tanah kediaman, hanya boleh dipandang sebagai faktor produksi saja, dan tidak menjadi “objek perniagaan” yang diperjual belikan semata-mata untuk mencari keuntungan;

• Seharusnya tidak terjadi pertentangan antara masyarakat adat dan negara. Karena negara adalah alat masyarakat untuk menyempurnakan keselamatan umum. Negara harus berusaha supaya tanah kosong diusahakan menjadi sumber kemakmuran rakyat. Hukum privat sebagai lawan hukum publik mestinya tidak ada di Indonesia.

Hal tersebut ternyata bukan sekedar gagasan yang

hanya berkembang menjadi sebuah wacana yang selalu alot untuk didiskusikan. Meskipun pasca kemerdekaan Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan nasional yang secara khusus dan komprehensif mengatur tentang pertanahan, namun keinginan ke arah itu sangat kuat. Ini dibuktikan dengan dikeluarkannya UU No.13 tahun 1946 tentang ‘Land Reform’ dalam skala kecil dan terbatas dimana di dalamnya diatur tentang kebijakan pemerintah untuk menghapuskan hak-hak istimewa yang dimiliki para elit desa di desa-desa

“perdikan” di daerah Banyumas. Dimana tanah-tanah mereka yang luas itu dipotong separo (dengan kompensasi), untuk kemudian di distribusikan kepada petani yang tak punya tanah

38

33.

Selain undang-undang tersebut Gunawan Wiradi dalam makalah yang sama juga menyebutkan undang-undang lain tentang pertanahan, yaitu UU Darurat No. 13 tahun 1948. Undang-undang ini telah dibuat sebelum Belanda datang kembali ke Indonesia untuk melancarkan Agresi Militernya yang ke-II. Dalam undang-undang ini pemerintah menghapuskan “hak-hak konversi” dari perusahaan-perusahaan tebu yang berada di daerah dua kesultanan Yogya dan Solo, yang kemudian tanahnya di distribusikan kepada petani tunakisma34.

Pada tahun ini (1948) pula pemerintah Republik mulai membentuk panitia negara untuk membangun pemikiran dan mempersiapkan perumusan undang-undang baru di bidang agraria guna menggantikan UU Agraria Kolonial 1870. Panitia ini dikenal dengan Panitia Agraria Jogja35. Ini terjadi ketika ibu kota negara Republik Indonesia di pindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Namun kerja dari panitia tersebut terganggu dengan adanya Agresi Militer Belanda ke-II (dua). Sehingga permasalahan ini menjadi terlupakan karena para pemikirnya kembali ke barak-barak tentara untuk bertempur melawan Belanda.

Agresi militer ke-II tersebut kemudian berakhir dengan diadakannya gencatan senjata antara kedua belah pihak, yaitu dengan diadakannya KMB (Konferensi Meja Bundar) yang di selenggarakan di negeri Belanda pada bulan Desember 1949. Dalam konferensi tersebut dicapailah beberapa kesepakatan yang pada dasarnya adalah sangat merugikan Indonesia. Diantara butir-butir kesepakatan tersebut yang ada kaitannya dengan masalah pertanahan adalah: “Perkebunan-perkebunan besar yang diduduki rakyat harus dikembalikan kepada

33 Selo Soemardjan, Land Reform in Indonesia, Asian survey I. No. 12, 1962, hal 23-30, dalam makalah Gunawan Wiradi (Bogor: Mei 2005) hal 3. 34 Ibid, hal 4. 35 Gunawan Wiradi, Makalah, Op.cit, hal 4.

Page 21: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

39

pemegang haknya semula, yaitu kaum modal swasta Belanda. Artinya, rakyat harus diusir dari tanah-tanah tersebut”. Butir tersebut jelas mempengaruhi dan mempersulit kebijakan pertanian dan agraria yang telah digariskan sebelumnya. Yang ironis adalah bahwa ketua delegasi Indonesia dalam KMB itu adalah Bung Hatta, yang notabene jauh hari sudah mencanangkan bahwa perkebunan-perkebunan besar itu dahulu adalah tanah milik masyarakat dan karena perlu dikembalikan kepada masyarakat36.

Dalam kurun waktu tersebut, masalah pertanian dan pertanahan tidak menjadi hal yang terlalu penting untuk didiskusikan di kalangan elit pemerintah Republik. Baru kemudian setelah bentuk negara federasi, yaitu Republik Indonesia Serikat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada bulan Agustus 1950, masalah pertanian dan agraria kembali menjadi perbincangan. Pada kabinet yang ketiga, permasalahan pertanian dan agraria menjadi permasalahan yang serius untuk didiskusikan. Bahkan pada masa ini masalah pertanian dan agraria dijadikan program kabinet yang secara eksplisit dirumuskan sebagai berikut:

• Memajukan tingkat penghidupan rakyat dengan

mempertinggi produksi nasional. • Melanjutkan usaha perubahan agraria37.

Masa ini pemikiran-pemikiran dalam hal agraria

kembali dihidupkan. Panitia Agraria Yogyakarta yang pernah dibentuk sebelumnya pada tahun 1948, yaitu masa pemerintahan RIS (Republik Indonesia Serikat). Kemudian pada masa kembalinya bentuk pemerintahan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), ibukota negara kembali dipindahkan ke Jakarta dan segera dibentuk pula Panitia Agraria Jakarta tahun 1951. Tugas panitia ini adalah melanjutkan pemikiran-pemikiran dalam hal pertanian dan agraria yang sudah pernah dirintis sebelumnya.

40

36 Ibid, hal 6. 37 Ibid, hal 7.

I.5. Masa Nasionalisasi 1957

Usaha pemerintah Republik untuk mengambil kembali aset-aset Republik yang dikuasai Belanda mulai dilakukan pada tahun 1957. Ada latar belakang sejarah yang cukup panjang ketika pemerintah Republik menasionalisasi aset-aset Belanda termasuk di dalamnya perkebunan. Dalam KMB salah satu butirnya juga menyebutkan bahwa dalam jangka waktu 1 (satu) tahun di Irian Barat segera diadakan jajag pendapat (plebisit)38, namun kenyataannya sudah 7 tahun sejak perjanjian tersebut hal itu belum juga terlaksana. Sementara Indonesia selalu mematuhi butir-butir yang sudah disepakati dalam KMB termasuk membayar hutang-hutang luar negeri warisan pemerintah Belanda, Belanda malah melanggar butir-butir kesepakatan tersebut. Belanda selalu saja mengkhianati Indonesia sebagai mana yang sering dilakukannya dalam perjanjian-perjanjian sebelumnya (seperti dalam perjanjian Linggarjati, Renville dan Roem Royen), ini adalah bukti nyata bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia.

Keadaan ini membuat pemerintah Republik Indonesia berang dan hilang kesabaran hingga kemudian pada tahun 1957 Indonesia “membatalkan perjanjian KMB” secara sepihak. Hal inilah yang kemudian menjadi awal mula dinasionalisasikannya seluruh perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia, termasuk perkebunan-perkebunan asing. Kata “Nasionalisasi” disini harus diberikan catatan sebab kata Nasionalisasi disini tidaklah sama artinya dengan “menyita dan merampok” melainkan “menguasai” untuk kemudian “dibayar/diganti kerugian” 39.

Ini adalah masa dimana segala aset-aset ex-pemerintah kolonial maupun partikelir-partikelir kolonial diambil alih untuk dikuasai oleh pemerintah Republik. Misalnya bank milik pemerintah Belanda dan perusahan-perusahaan lain, baik milik pemerintah maupun swasta. Namun sayangnya, entah karena pertimbangan apa, hampir semua perusahaan asing yang diambil alih itu pimpinannya langsung dipegang militer

38 Ibid, hal 5. 39 Ibid, hal 7.

Page 22: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

41

(termasuk lahan-lahan ex-perkebunan Belanda). Inilah awal dari masuknya peranan ABRI kedalam bidang ekonomi40. I.6. Masa 1957-1959

Indonesia telah menyatakan bahwa perjanjian KMB dibatalkan dan proses nasionalisasi telah dijalankan. Dalam proses nasionalisasi tersebut perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang sudah dikuasai oleh pemerintah Indonesia kemudian dikelola secara khusus dalam satu badan yang dibentuk pemerintah dalam bentuk Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), yang kemudian hari diubah menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP).

Masa ini adalah masa dimana banyak terjadi pergolakan internal dalam tubuh NKRI. Masa dimana banyak terjadi gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan separatis. Ini adalah masa dimana pemerintah sedang mencoba mencari bentuk dan tata pemerintahannya sesuai dengan apa yang dicita-citakan dalam Pancasila. Adanya pemberontakan yang dilakukan gerakan separatis membuat pemerintah kehabisan energi dalam memikirkan masalah-masalah pemerintahan dan kenegaraan, adalah merupakan sebuah konsekuensi logis bilamana masalah pertanian dan agraria menjadi kurang banyak mendapatkan perhatian, namun bukan berarti tidak terpelihara. Hal ini dibuktikan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu:

• RKI (Rencana Kemakmuran Istimewa) yang di dalamnya

mencakup program-program yang sangat berkaitan dengan bidang pertanian, seperti: pengembangan cara-cara baru dalam teknik usaha tani, mengembangkan atau membangun kelembagaan penunjang sarana produksi, mengintrodusir mekanisasi pertanian, dsb41.

Pada periode ini usaha-usaha untuk mewujudkan

terciptanya UU agraria yang baru semakin kuat didengungkan. Berikut adalah beberapa tahapan yang diupayakan para

42

40 Ibid, hal 8. 41 Loc.cit.

pemikir-pemikir agraria hingga kemudian lahirnya UU agraria Indonesia pada tahun 1960:

• Tahun 1948 Panitia Agraria Yogyakarta dibentuk. Namun

panitia ini tidak bisa menjalankan kerjanya secara optimal. Hal ini disebabkan Belanda kembali melancarkan Agresi Militernya yang ke-II (dua);

• Setelah Agresi Militer Belanda ke-II selesai dengan ditandai adanya perjanjian KMB, pada tahun 1951, Panitia Agraria Jakarta dibentuk. Hal ini dimaksudkan untuk meneruskan agenda agraria yang sebelumnya sudah pernah dibahas oleh panitia Yogya. Permasalahan Yogya dan Jakarta berkait erat dengan kedudukan pusat pemerintahan negara dan ibukota negara pada saat itu. Dimana setelah kembali ke dalam bentuk NKRI ibukota negara kembali ke Jakarta;

• Panitia Agraria Jakarta I (1951) dipimpin oleh Sarimin Reksodihardjo;

• Panitia Agraria Jakarta II (1956) dipimpin oleh Soenaryo. RUU hasil Soenaryo sebenarnya sudah “semi final” tetapi presiden menghendaki agar RUU tersebut diuji dahulu di perguruan tinggi. Maka dari itu, dibentuklah panitia kerjasama antara DPR dan Universitas Gajah Mada untuk membahas dan menyempurnakan RUU tersebut;

• Walaupun hingga saat itu UU agraria yang bersifat nasional sampai saat itu belum berhasil dirumuskan secara final, namun pada tahun 1958 pemerintah telah membuat langkah yang progresif dalam bidang pertanahan yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1958 tentang dihapuskannya tanah-tanah partikelir;

• Hasil kerjasama panitia ad hoc DPR dengan Universitas Gajah Mada pada akhirnya melahirkan rancangan Soedjarwo (Panitia Agraria Jakarta III). Inilah hasil akhir dari proses pembentukan UU agraria nasional Indonesia yang kemudian oleh DPR disahkan menjadi UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria42.

42 Ibid, hal 9.

Page 23: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

43

I.7. Diberlakukannya UUPA No. 5/1960

Pada tahun 1960, Pemerintah RI mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang cukup bagus untuk mengatur masalah pertanahan di Indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960 dibuat salah satunya untuk unifikasi (menyatukan) peraturan-peraturan terdahulu yang berdasar hukum barat, dan peraturan-peraturan hukum adat. Di dalam UUPA, hak-hak atas tanah yang pernah ada di zaman Belanda seperti hak eigendom, hak erfpacht, dan hak opstal, dihapuskan dan dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Sedangkan hak-hak adat juga diatur dan masih diakui keberadaannya.

Mengingat UU ini hanya berisikan “pokok-pokok”, yang intinya adalah merupakan prinsip-prinsip jadi membutuhkan peraturan-peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya sebagai bentuk penjabaran dari undang-undang tersebut dan juga petunjuk operasional untuk diberlakukannya UU tersebut43. Untuk itu kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 56/prp/1960 tentang “penetapan batas luas tanah pertanian” (yang kemudian dikenal sebagai UU Land Reform). Sejak adanya UU tersebut kemudian landreform menjadi semakin intens dibicarakan banyak orang. Peraturan perundang-undangan baru yang mendukung UUPA dan UU No. 56/prp/1960 banyak dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, dibentuk lembaga-lembaga baru guna mendukung cita-cita tersebut, diantaranya adalah: Panitia landreform, Pengadilan landreform, Panitia Pengukuran Desa Lengkap, dsb44.

Dalam konsideran bagian mengingat dalam UU No.5 tahun 1960, sangat tegas dinyatakan bahwasanya acuan utama adalah pasal 33 UUD tahun 1945. Mengacu pada pasal tersebut, secara tersirat dikatakan bahwa tanah-tanah itu digunakan untuk mensejahterakan rakyat bukan lagi hanya mensejahterakan para partikelir dan pengusaha perkebunan. Dengan demikian secara tersirat dapat juga ditafsirkan bahwa perkebunan-perkebunan besar harus diliquidasi dan tanahnya

diredistribusikan kepada rakyat. Namun dengan dikeluarkannya UU No. 56/prp/1960 terdapat sebuah keganjilan, dan bisa dikatakan bertentangan dengan semangat yang ada dalam UUPA.

43 Loc.cit. 44 Loc.cit.

44

Dalam UU tersebut diatur mengenai reform

(perubahan) dalam bidang pertanian rakyat di pedesaan dan tidak sedikit pun mengatur tentang perubahan untuk tanah-tanah perkebunan besar. Atas keadaan ini Gunawan Wiradi45 mengemukakan dugaan serta argumentasinya yang sangat masuk akal. Menurutnya: “…mengingat setelah diambil alihnya lahan-lahan perkebunan ex-Belanda, maka hampir semua perkebunan besar saat itu berada di tangan militer, maka untuk sementara masalah perkebunan ditunda. Sebab dalam persepsi militer (yang keliru, bahkan hingga saat ini), soal agraria itu adalah masalah yang berbau komunis”. Catatan: Penting untuk diketahui pada periode ini adalah merupakan masa dimana pergolakan politik begitu dahsyat. Dimana pada Pemilu 1955 PKI (Partai Komunis Indonesia) memenangkan Pemilu. Ini adalah juga masa dimana perang dingin sedang berkecamuk. Perang ideologi diantara dua kubu (utara dan selatan) antara Liberalis dan Komunis. Indonesia adalah negara yang tidak memihak blok manapun (non blok) namun ideologi kedua (komunis) berkembang dengan subur di negeri ini. Sejak menangnya PKI pada pemilu 1955. Hal ini menjadi sebuah kekhawatiran tersendiri untuk Amerika Serikat dan dinilai saat ini Indonesia lebih condong kepada blok komunis. Ada banyak faksi dalam tubuh TNI yang mana faksi-faksi tersebut juga berkait erat dengan dua ideologi yang berkembang pada masa itu. Indonesia memanas dan konstelasi politik mencapai titik didih tertingginya, yang kemudian membuncah pada tahun 1965 dalam sebuah peristiwa berdarah 1 Oktober dini hari.

Kembali berbicara tentang UUPA, ternyata nafas kolonial masih terasa kental dalam UUPA yang baru saja dibuat ini. Setelah adanya proses nasionalisasi maka, muncullah aturan-aturan baru yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia

45 Ibid, hal 10.

Page 24: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Dalam UUPA dinyatakan bahwa asas Domein Verklaring tidak lagi dilestarikan dan dinyatakan tidak berlaku, hal ini dapat terlihat jelas dalam hal memutuskan dalam UU ini. Namun dalam implementasinya di lapangan, banyak pasal-pasal yang homograf dengan apa yang tersebut dalam Agrarische Wet, yaitu tanah dikuasai oleh negara. Asas ini di kemudian hari menuai banyak masalah karena dipelintir dan disalahartikan. Baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang berkepentingan. Hal ini bisa dilihat dari isi beberapa pasal berikut ini:

termasuk didalamnya segala aturan mengenai tanah/pertanahan. Kentalnya nafas kolonial dapat terlihat dalam aturan konversi atas hak-hak yang diberikan pada masa Belanda, sebagaimana berikut (Bagian Kedua UUPA):

KEDUA Ketentuan-Ketentuan Konversi

Pasal III Ayat 1

Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha tersebut dalam pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut selama-lamanya 20 tahun.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara46 dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sejak dikeluarkannya Undang-undang ini, tanah perkebunan yang dulunya beralaskan hak erpacht dirubah menjadi hak guna usaha. Namun mengenai jangka waktu haknya, setelah keluar dan berlakunya, UUPA tidak serta merta hapus tetapi masih terus berlaku. Hal ini diperuntukkan bagi tanah-tanah perkebunan yang setelah dikeluarkannya hak ini masih memiliki sisa waktu berdasar Agrarishce Wet, yaitu selama 20 tahun sejak UUPA berlaku. Artinya, sampai bulan september tahun 1980 dan setelah jangka waktu itu habis, maka sesuai dengan UUPA tanah tersebut akan kembali ke negara dan berstatus sebagai tanah negara (Lihat, UUPA No. 5 / 1960 bagian Kedua Tentang Konversi dan Keppres No. 32 / 1979 tentang konversi).

Pasal 2 UUPA No. 5 / 1960 Ayat 1 Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-

Unadang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara47, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Ayat 2 Hak menguasai dari Negara 48 termaksud dalam ayat 1

pasal ini memberi wewenang untuk : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

Setelah tahun 1980, segala akibat hukum dari perbuatan

hukum yang dilakukan yang semasa Agrarische Wet masih berlaku secara otomatis tidak berlaku lagi. Ketentuan ini mengacu pada UUPA. UUPA memiliki semangat landreform, yang didasari atas semangat untuk kembali menata lahan-lahan/tanah-tanah yang ada di Indonesia yang selama ini hanya dikuasai oleh pemodal asing/pemodal pribumi serta orang-orang bermodal, untuk kemudian dikembalikan secara adil kepada para penggarap dan warga pribumi dan seluruhnya untuk keadilan, kesejahteraan dan sosialisme Indonesia.

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

46

46 Cetak miring dan tebal oleh penulis.

47 Cetak miring dan tebal oleh penulis. 48 Cetak miring dan tebal oleh penulis.

45

Page 25: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Berdasar kedua pasal di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa hak menguasai dari negara tetap dicantumkan, meskipun dalam penjelasannya, hal tersebut sangat jauh berbeda dengan asas Domein Verklaring milik Belanda, karena arti dikuasai oleh negara dalam UUD’45 ini sepenuhnya ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sementara arti dikuasi oleh negara sebagaimana termaksud dalam pasal 1 Agrarische Besluit mengacu pada kepentingan pemodal dan pemerintah kolonial. Namun dalam praktek, hak menguasai dari negara ini dijalankan senafas dengan asas Domein Verklaring.

I.8. Masa 1965-ORBA

Pada masa ini permasalahan utama yang muncul adalah berawal dari tidak dilaksanakannya proses landreform secara tuntas segera setelah UUPA diterbitkan. Hal ini dikarenakan permasalahan dan konstelasi politik nasional yang tidak kondusif dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan hal tersebut. Akar permasalahannya adalah ketika negara Indonesia menasionalisasi aset-aset perkebunan ex-Belanda, yang kemudian menjadi perusahaan perkebunan milik negara ataupun swasta.

Dalam praktek di lapangan, hak menguasai dari negara

itu adalah sebagai berikut : Sementara apa yang diharapkan masyarakat adalah:

seharusnya lahan-lahan yang dahulu dikuasai oleh Belanda dikembalikan lagi ke warga dan ahli warisnya, sebab pada awalnya memang lahan tersebut adalah lahan mereka. Sebenarnya segala permasalahan ini akan selesai bila semangat landreform yang termaksud dalam UUPA bisa terlaksana. Artinya: tanah tersebut akan kembali kepada rakyat dan penggarap yang membutuhkan.

a. Sekilas memang mengacu pada Pasal 2 (2) UUPA namun

bila dikritisi lebih lanjut ternyata terjadi banyak ketimpangan. Negara tidak memposisikan setiap warga negara berkedudukan sama dimata hukum, melainkan dilihat terlebih dahulu mana yang punya lebih banyak modal, maka dialah yang akan mendapatkan prioritas pengaturan oleh negara;

Ini adalah entry point (pintu masuk) nya, karena tanah

tersebut tidak dikembalikan lagi kepada yang berhak, maka kemudian segala permasalahanpun timbul dan eskalasi konflik antara rakyat dengan negara maupun pemodal pemilik perkebunan semakin besar. Sebenarnya warga selalu menganggap tanah-tanah yang kemudian dikuasai oleh negara dan pemodal swasta dengan alas HGU, HGB, Hak Pakai, atau Tanah Negara, adalah miliknya (warisan nenek moyang) namun untuk menuntut kembalinya hak tersebut, masyarakat sangat ketakutan.

b. Negara merupakan kaki tangan dari pemodal asing maupun swasta nasional untuk dijadikan sebagai payung hukum dan pelegitimasian (proses pengakuan secara sah menurut hukum) segala tindakan curang yang dilakukan oleh para pemodal. Negara/pemerintah lebih suka bila investasi yang masuk ke negaranya semakin banyak daripada melihat rakyatnya senang dan sejahtera karena menggarap lahan-lahan yang mereka kelola sendiri. Di sisi lain, keduanya juga memohon untuk dapat mengelola lahan yang sama yaitu tanah negara;

c. Dalam kenyataan di lapangan, pada akhirnya hak-hak rakyat dan akses rakyat terhadap tanah negara yang dahulu adalah miliknya terpinggirkan oleh kewenangan yang dimandatkan oleh undang-undang. Walaupun sebenarnya secara substansi (isi) sangat berbeda, namun sengaja diselewengkan dalam hal untuk mengatur hubungan hukum antara subjek hukum dengan tanah serta kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Tentunya kita masih ingat betul bagaimana watak pemerintahan ORBA (Orde Baru) terhadap aksi-aksi penuntutan yang dilakukan rakyat. Tahun 1965 menjadi tahun kelabu bagi petani, akibat stigma PKI yang mereka terima berkaitan dengan peristiwa 1965. Tanah-tanah yang digarap petani yang distigma PKI, beralih dibawah kekuasaan militer. Ada yang terus dikuasai oleh militer sendiri dan ada pula yang diteruskan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan swasta.

47 48

Page 26: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Pada masa ini UUPA masuk kotak, UUPA di peti es-kan, berbicara landreform adalah suatu hal yang tabu, diberi label pemberontak atau PKI, dan harus siap masuk bui. Stop berbicara landreform pada masa ini, karena apa yang sudah dicanangkan pemerintah ORLA dalam hal pertanahan pada masa ini berbalik 180 derajat. Tanah bukan lagi untuk rakyat, melainkan untuk konglomerat. Tanah bukan lagi untuk komunitas melainkan sebagai komoditas, tanah bukan lagi untuk komunal melainkan personal. Tanah bukan didudukkkan sebagai alat pembebas kemiskinan dan alat untuk mencapai kesejahteraan melainkan sebagai alat penindasan. I.9. Masa Reformasi

Masa reformasi adalah saat petani kembali menuntut hak atas tanah. Petani melakukan gerakan reklaiming, gerakan mengambil alih kembali tanah-tanah mereka yang dikuasai perusahaan-perusahaan perkebunan. Gerakan reklaiming memiliki alas hak yang jelas, tidak sama dengan penjarahan. Aksi reklaiming yang dilakukan petani ini dalam beberapa kasus berhasil mengembalikan tanah-tanah mereka, ada juga yang diakui oleh negara dalam bentuk sertifikasi. Tanah-tanah tersebut kemudian dikelola petani untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya.

Reklaiming memiliki pengertian: sebuah tindakan

perlawanan, yang dilakukan oleh rakyat tertindas untuk memperoleh kembali hak-haknya seperti tanah, air, dan sumber daya alam lainnya, serta alat-alat produksi lainnya secara adil, demi terciptanya kemakmuran rakyat semesta. Berdasarkan pengertian itu, reklaiming hanya dibatasi subyeknya (pelaku reklaiming), yakni rakyat tertindas. Dengan diilhami oleh nilai dan semangat untuk menegakkan keadilan, pada akhirnya reklaiming ditujukan untuk kemakmuran rakyat semesta. Pengertian rakyat semesta adalah seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sebagian rakyat Indonesia, apalagi kelompok kecil yang memiliki kepentingan pribadinya sendiri.

Dengan demikian tindakan reklaiming bukan sekedar

mengambil alih tanah dan sumber daya alam dan alat produksi lainnya, namun juga sebuah tindakan yang sangat luhur dan

mulia. Apalagi bila dikaitkan dengan kata-kata “untuk memperoleh kembali hak-haknya”, maka hal itu adalah sebuah pernyataan yang berusaha mengingatkan pada semua pihak, bahwa hak-hak rakyat seperti tanah, sumber daya alam dan alat produksi lainnya telah dirampas secara melawan hukum sejak zaman kolonial Belanda hingga rejim Orde Baru. Atas dasar prinsip keadilan, seharusnya hak-hak rakyat tersebut dikembalikan.49

Dalam masa transisi yang kedua untuk Republik ini,

yaitu setelah runtuhnya rezim Soeharto ternyata perbaikan yang diharapkan dalam masalah-masalah pertanahan tidak kunjung muncul. Malah pada masa ini produk perundang-undangan baru yang menyangkut masalah pertanahan dan perkebunan dikeluarkan pula olah pemerintah. UU No. 18 Tahun 2004 tentang perkebunan adalah contoh kesekian kali yang mampu menunjukkan bahwa selama ini pemerintah tidak pernah membela kepentingan masyarakat kecil. Dalam UU tersebut jelas terlihat bahwa kepentingan pemodallah yang sangat dominan terakomodir. I.10. Ancaman Perpres No. 36/2005

Gerakan reklaiming petani, selain disikapi secara represif di lapangan, juga disikapi represif dalam bentuk kebijakan. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Perkebunan No. 18 Tahun 2004, yang secara jelas melindungi keberadaan perkebunan dan memberi ancaman hukuman pidana terhadap petani yang melakukan reklaiming. Tidak cukup hanya dengan Undang-undang Perkebunan, Presiden mengeluarkan Perpres No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Keluarnya Perpres ini menjadi ancaman bagi petani, akan tergusurnya tanah-tanah mereka atas nama pembangunan.

Perpres ini adalah merupakan metamorfosa atas

kebijakan sebelumnya, yaitu Keppres No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Palaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Atas nama pembangunan

50

49 Boedhi Widjardjo, Herlambang Perdana, Reklaiming dan Kedaulatan Rakyat, YLBHI-RACA Institute, 2001, hal 81.

49

Page 27: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

pemerintah leluasa merampas tanah-tanah rakyat, terlebih atas mereka yang menduduki tanah tanpa alas hak. Dramawan kenamaan Bertold Brecht pernah berseloroh “…bukanlah komunisme yang kejam melainkan kapitalisme…” hal mana dapat terlihat jelas dari model pembangunannya yang nyata-nyata semakin memarjinalkan kelompok-kelompok miskin dan lemah.

Pola industrilalisasi dan modernisasi yang bernuansa

barat telah membuat lahan-lahan pertanian harus digantikan dengan pabrik dan gedung-gedung serta sarana infrastrukturnya yang mendukung. Hal ini seolah menjadi satu keharusan bagi sebuah negara untuk bisa diindikasikan sebagai negara berkembang/modern, yang pada akhirnya segala ekses negatif dari pembangunan tersebut seakan dapat dimahfumi dan mendapatkan pembenaran. Ukuran kemajuan sebuah negara pun telah bergeser dari kesejahteraan rakyat dengan pendapatan rakyat sebagai indikator utamanya menjadi seberapa banyak investor asing yang masuk dan melakukan usaha di satu negara. Kemajuan dan modernisasi yang terjadi di negara-negara barat dijadikan ukuran, nilai-nilai dan budaya lokal yang sangat identik dengan adat ketimuran dipandang kuno dan ketinggalan jaman. Sistem ekonomi dan politik global hasil bentukan negara-negara maju adalah ideologi tunggal yang wajib dijalankan oleh negara berkembang.

Keadaan ini tak ubahnya seperti apa yang terjadi pada

masa pemerintahan Soekarno dengan politik mercusuarnya, yang berada jauh tinggi di awan sementara kakinya tidak pernah menginjak bumi. Ia tidak peduli dengan keadaan perekonomian negara yang sedang berada dalam resesi, dengan kekurangan pangan yang menghantui setiap rakyatnya, Ia lebih memilih untuk membangun hotel megah nan mewah —yang kemudian dikenal dengan hotel Indonesia— juga stadion —gelora Bung Karno— olah raga yang wah. Semuanya itu dilakukan hanya untuk menunjukkan eksistensi Indonesia kepada dunia, sebagai sebuah negara yang maju, yang telah terbebas dari kemiskinan dan kelaparan, dsb; padahal tidak demikian realitasnya. Sebuah perilaku mimesis dalam sebuah peradaban dunia modern. Ironis memang karena hal tersebut

dilakukan hanya karena takut dikatakan terbelakang dan ketinggalan jaman.

Kota-kota didorong menjadi metropolian dan Jakarta di

dorong untuk menjadi super duper megametropolitan. Peduli setan bagaimana orang-orang yang tinggal didalamnya, siap atau tidak siap adalah urusan belakang, karena toh pembangunan kota-kota tersebut bukanlah ingin menjadikan host people sebagai penikmatnya melainkan manusia-manusia asing baratlah yang menjadi tujuan utamanya. Hingga kemudian kota-kota ini menjadi kota internasional, yang dipenuhi oleh orang-orang internasional dan orang-orang lokal dibiarkan membusuk dalam gemerlapnya kota, terpinggirkan dan dihilangkan eksistensinya. Untuk mendorong kearah pembangunan sebagaimana tersebut diatas, negara memiliki kewenangan yang besar untuk memaksakan kehendaknya. Tanah-tanah yang dikuasai oleh rakyat kecil kemudian jadi sasarannya, yaitu: tanah-tanah milik petani-petani miskin, tanah-tanah yang diduduki kaum miskin kota, tanah-tanah tempat pedagang kaki lima menggantungkan hidupnya, juga bantaran kali tempat para gelandangan dan para jembel; berteduh dan berlindung dari sengatan matahari dan dinginnya malam.

I.10.1 Sebelum terbit Perpres No. 36 tahun 2005 50

Sebelum Perpres No. 36 tahun 2005 terbit, lemahnya

posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam proses pembebasan tanah berada dalam kondisi yang sangat parah. Ini bisa terlihat dari cara perhitungan ganti kerugian, dimana ditetapkan dalam Pasal 15 Keppres No. 55 tahun 1993 sebagai berikut:

a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau

sebenarnya, dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan;

52

50 Tulisan ini diambil dari artikel (dengan perubahan di sana-sini) yang dibuat oleh Agus Suprihanto, S.H.(Editor buku ini), Perampasan yang berkedok Pembangunan, LBH Semarang: 2005. Sempat di publikasikan di RRI Semarang dan Harian Suara Merdeka.

51

Page 28: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab dibidang pertanian;

“pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/ atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan atau wakil yang ditunjuk menyampaikan keinginanya mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian”.

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

Hal ini juga diperkuat dengan Peraturan Menteri

Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Palaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, selain apa yang termaksud dalam pasal 15 maka ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses ganti kerugian atas tanah. Sebagaimana tersebut dalam pasal Pasal 16 (1), yaitu:

Namun sekali lagi hak yang seperti tertuang dalam pasal diatas dibungkam oleh pemerintah dengan menerapkan standar NJOP dalam mematok besarnya ganti kerugian kepada masyarakat, sedangkan nilai NJOP yang berlaku saat itu tidak sesuai dengan kerugian yang diderita oleh masyarakat. Mengacu pada pasal tersebut, maka yang seharusnya ditekankan dalam hal pembebasan tanah adalah “proses ini tidak dapat dilakukan apabila tidak ada kesepakatan dari masyarakat yang memiliki hak atas tanah”. Namun sekali lagi pemerintah dengan berdasar Keppres No. 55 Tahun 1993 pasal 21 (1) menyebutkan:

1. Lokasi tanah. 2. Jenis hak atas tanah. 3. Status penguasaan atas tanah.

4. Peruntukan tanah. “Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh oleh Guberur Kepala daerah Tingkat I tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi Pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Guberur Kepala daerah Tingkat I yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan Hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang ada Diatasnya”.

5. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah.

6. Prasarana yang tersedia. 7. Fasilitas dan Utilitas. 8. Lingkungan. 9. lain-lain yang mempengaruhi harga tanah.

Namun hal yang paling esensial yang seharusnya

dilakukan oleh pemerintah dalam menentukan besarnya ganti rugi adalah dengan mempertimbangkan hak-hak pemilik/pemegang tanah terutama bagi masyarakat yang mengantungkan hidupnya pada sumber daya agraria (petani), yaitu apabila lahan tersebut merupakan lahan produktif, mempunyai nilai yang tinggi dikemudian hari (indikasinya adalah hasil panen yang kemudian bisa diperolehnya).

Yang kemudian hal-hal sebagaimana tersebut di atas

diperkuat lagi dengan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan Keutusan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Palaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 27 yang pada intinya mengatakan bahwa: Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pasal 16 (2) menyebutkan bahwa:

“Gubernur dapat mengajukan usul pencabutan hak atas tanah kepada Presiden bila ada keberatan pemegang hak atas tanah tentang besarnya ganti rugi yang ditawarkan oleh panitia pengadaan tanah”.

53 54

Page 29: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Tentunya hal-hal tersebut diatas bertentangan dengan ketentuan Undang-undang HAM no. 39 tahun 1999 pasal 37 dimana disebutkan bahwa:

“Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan menganti kerugian yang wajar dan segera, serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam konteks ini pula akan selalu ada pertentangan

antara Hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat dengan Pembangunan yang mengatas namakan kepentingan umum. Kriteria pembangunan untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut:

1. Status dari kegiatan pembangunan selanjutnya akan

dimiliki oleh pemerintah 2. Tidak digunakan untuk mencari keuntungan 3. Dalam bidang-bidang :

• Jalan umum, saluran pembangunan air; • Waduk, bendungan dan pembangunan

pengairan lainnya termasuk saluran irigasi; • RSU dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; • Pelabuhan / bandar udara / terminal; • Tempat peribadatan; • Pendidikan / sekolahan; • Pasar umum / pasar INPRES; • Fasilitas pemakaman umum; • Fasilitas keselamatan umum, contoh : tanggul

penangulangan banjir, lahar dan lain-lain bencana;

• Pos dan telekomunikasi; • Sarana Olah Raga; • Satsiun penyiaran radio televisi beserta sarana

pendukungnya; • Kantor pemerintah.

Berbagai kasus yang mengatasnamakan pembangunan

demi kepentingan umum dan dalam hal ini juga berkait erat dengan masalah pertanahan adalah apa yang di alami oleh

kawan-kawan petani di daerah Kedungombo. Pembangunan waduk buatan di daerah tersebut, yang melingkupi 3 (tiga) daerah kabupaten, ternyata memberi banyak dampak negatif bagi masyarakat. Ini adalah salah satu contoh bentuk pemiskinan yang dilakukan oleh negara dan mengatas namakan pembangunan umum sebagai dalih sucinya. Guna lebih memperjelas bahwa pada kenyataanya pemerintah telah melakukan pelanggaran dalam hal pembebasan lahan, dimana selalu tidak melihat faktor peruntukan dan manfaat bagi masyarakat pemegang hak atas tanah, perlu kiranya melihat kembali kasus–kasus struktural tentang pembebasan lahan. Diantaranya adalah: 1. Kasus pembebasan tanah untuk proyek pembangunan jalan

lingkar Tegal. Dalam hal ganti rugi antara panitia pengadaan tanah dengan masyarakat telah mencapai kata sepakat sejak tahun 2003. Namun realisasinya baru pada bulan mei 2004 uang ganti rugi tersebut diberikan oleh panitia pengadaan tanah. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang telah merelakan tanahnya terkena proyek pembangunan jalan tersebut nasibnya tidak menentu. Selain itu, ditemukan pula adanya penyelewengan anggararan pengadaan tanah dengan cara penggelembungan anggaran ganti rugi tanah yang mencapai Rp 500 juta, yang telah sampai pada tahap persidangan di Pengadilan.

Catatan: ironis memang, dana yang seharusnya dapat cepat sampai kepada masyarakat yang lahannya terkena proyek jalan untuk menata kembali kehidupan mereka sebagai dampak adanya proyek, ternyata diselewengkan oleh aparatur pemerintahan yang tidak bertanggung jawab.

2. Kasus pembebasan tanah untuk proyek jalan lingkar

Ambarawa. Pihak Pemerintah Kabupaten Semarang dalam proses pemberian ganti rugi langsung menentukan harga tanah yang berkisar antara RP. 40.000-Rp. 50.000 / meter (barpatokan pada NJOP) tanpa menyerap terlebih dahulu aspirasi dari masyarakat. Proyek ini didanai oleh Bank

55 56

Page 30: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Dunia melalui International Bank For Reconstruction and Developmend (IBRD). Yang sampai saat ini masih menjadi polemik antar DPRD Kabupaten dengan DPRD Provinsi tentang dana pembebasan lahan.

3. Pembebasan lahan untuk proyek pengendalian banjir dan

normalisasi sungai South Flood Control Sector Project (SJF-CSP) di Kabupaten Kebumen.

Adanya upaya sistematis yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kebumen dengan mengeluarkan SK Bupati tentang patokan harga tanah yaitu berkisar antara Rp. 19.000-Rp. 20.000 tentunya sangat merugikan masyarakat.

Dari ketiga contoh kasus di atas, membuktikan bahwa benar posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah sangat lemah, atau boleh dikatakan “dilemahkan” oleh sistem, baik itu melalui perundang-undangan maupun oleh arogansi aparatur pemerintah. Peran serta masyarakat dimarjinalkan sedemikian rupa sehingga hanya memiliki posisi tawar yang lemah dalam mempertahankan hak-hak mereka dan kita saat ini tengah menyaksikan suatu proses dehumanisasi dan pemiskinan dimana petani terpinggirkan dan tergusur dari sawahnya dimana tempat mengantungkan kehidupannya, kaum miskin kota dan fakir miskin yang seharusnya dilindungi oleh negara, justru digusur secara pakasa dari tanah mereka.

Kasus-kasus struktural yang terekspos di media masa, dapat digambarkan bahwa ada indikasi rebutan proyek antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten. Ini semata terjadi guna mendapatkan bantuan dari Bank Dunia melalui program Strategic Road Improvement Project (SRIP) yang tidak lain adalah bagian dari International Bank For Reconstruction and Development (IBRD). Dimana disyaratkan apabila ingin mendapatkan bantuan harus terlebih dahulu menyelesaikan proses pembebasan lahan.

Ketentuan ini menyebabkan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah yang mendapatkan proyek tersebut berlomba untuk membebaskan lahan secepatnya (kalo

bisa dengan ganti rugi semurah mungkin) tanpa mengedepankan kepentingan masyarakat. Pemerintah tidak pernah berpikir tentang bagaiman kehidupan orang-orang yang tergusur ini setelahnya, terlebih lagi memikirkan agar bagaimana uang kompensasi yang diberikan dapat menjamin kelangsungan hidup mereka. Terutama bagi petani yang terpaksa merelakan lahannya untuk proyek tersebut, karena fungsi lahan bagi seorang petani amatlah penting bagi kelangsungan hidup mereka.

Yang perlu dicermati dan digaris bawahi disini adalah

keterlibatan Bank Dunia yang menyisakan berbagai pertanyaan. Nyata sudah kita telah terjebak dalam kepentingan-kepentingan perusahan-perusahan transnasional (TNCs / Trans National Corporations) yang merupakan aktor terpenting dibalik globalisasi. Dimana kesepakatan-kesepakatan yang kita buat nantinya berhasil meng-goal-kan kepentingan perusahaan-perusahaan korporasi global, yang mempunyai agenda untuk mendesakkan terjadinya reformasi kebijakan nasional (deregulasi) dalam berbagai bidang kebijakan.

Kebijakan-kebijakan negara yang harusnya direformasi

tidak hanya dalam bidang hukum namun juga dalam hal kebijakan dibidang pertanahan, kebijakan perpajakan dan investasi. Selain itu juga menyangkut hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (Desentralisasi) yang dianggap akan menghambat investasi secara langsung, juga perlu direformasi. Hal ini ternyata benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, hal ini terbukti dengan adanya hasil dari Pertemuan Puncak Infrastruktur (insfrastructure Summit) 2005 yang baru selesai pada tanggal 18 Januari 2005. Dimana dalam pertemuan tersebut Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia, Hamid Awaluddin, mengatakan bahwa “pemerintah akan mencabut semua peraturan, baik pusat dan daerah yang yang menghambat investasi”. Dia juga mengatakan bahwa “saat ini Departemen Dalam Negeri tengah meneliti, menelaah dan mengkaji peraturan daerah (perda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, jika ada yang menyalahi kepentingan umum langsung dicabut”. Implikasi perubahan kebijakan nasional

57 58

Page 31: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

yang memihak kepentingan perusahaan transnasional tersebut tidak hanya akan memarjinalkan para petani dan pedagang kecil namun juga akan berhadapan dengan dan nasib dari petani kecil, nelayan, pedagang sektor informal, serta masyarakat adat dalam hal perebutan sumberdaya alam terutama tanah, air, hutan dan laut.

Adapun proyek yang ditawarkan dalam pertemuan

puncak infrastruktur yang diselenggarakan dari tanggal 17-18 Januari 2005 , adalah:

1. Proyek papanisasi gas alam; 2. Proyek ketenagalistrikan; 3. Proyek telekomunikasi; 4. Proyek transportasi; 5. Proyek pasokan air bersih; 6. Proyek jalan tol.

Dimana terdiri dari 91 proyek infrastruktur yang ditawarkan, dengan pengalokasian dana sebesar 22 miliar dollar AS. Berdasarkan kategorisasi pembangunan umum sebagaimana sudah Penulis katakan diatas, maka proyek-proyek tersebut diatas adalah termasuk didalamnya.

Untuk perkembangan terakhir mengenai reformasi perundang-undangan, pembebasan lahan yang digunakan untuk pembangunan yang selama ini berdasar pada Undang-undang no. 55 tahun 1993, dirasakan kurang kondusif. Sehingga akan dirancang Keppres baru yang lebih kondusif, hal ini dijelaskan oleh Direktur Sistem Jaringan Prasarana Departeman Pekerjaan Umum Eduard T Pauner. Dimana dalam draf Keppres tersebut diusulkan waktu musyawarah untuk lahan dibatasi, misalnya tiga bulan, lalu harga yang ditetapkan sesuai dengan NJOP ditambah 100 persen. Jika tidak ada kesepakatan, dimana pemilik tanah menghendaki nilai yang lebih besar lagi, persoalan itu dibawa ke pengadilan untuk diselesaikan secara hukum, namun saat yang sama kegiatan konstruksi tetap dilakukan. Yang kemudian hari draft rancangan tersebut mewujud dalam bentuk Perpres No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang spiritnya tidak jauh berbeda dari apa yang sudah termuat dalam

peraturan terdahulu yaitu Keppres No.55 tahun 1993. Apapun hasil dari pertemuan itu kepentingan investor adalah hal yang terpenting sedangkan kepentingan petani kecil, nelayan, pedagang sektor informal, serta masyarakat adat diabaikan dan dimarjinalkan.

I.10.2 Setelah terbit Perpres No. 36 tahun 2005 51

Pemerintah seakan menutup mata dan telingganya

terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Salah satu ketidak pedulian pemerintah dapat dilihat dengan semakin tidak menentunya nasib petani yang masih berkubang dalam kemiskinan struktural, tumbuhnya monopoli penguasaan sumber daya agraria, konflik-konflik yang berkaitan dengan penguasaan tanah adat yang berkepanjangan, konflik-konflik yang berkaitan dengan pengadaan tanah dalam skala besar dan lain-lain. Semua hal tersebut sangat merugikan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang mengantungkan hidupnya pada sumber daya agraria.

Konflik-konflik diatas seakan-akan menjadi semacam

menu wajib yang setiap saat harus “disantap” oleh kita sebagai warga negara, terutama bagi petani dan masyarakat kecil yang lahannya terkena proyek pembangunan. Tidak dapat dipungkiri kompleksnya masalah tanah terjadi akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. Di satu sisi, luas tanah relatif tidak bertambah dan di sisi lain, disebabkan oleh faktor dari kebijakan pemerintah yang sering tidak berpihak pada masyarakat golongan ekonomi lemah.

Kurangnya keberpihakan pemerintah, dapat terlihat

dari lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam proses pembebasan tanah. Pada umumnya penyediaan tanah untuk pembangunan dilakukan melalui pelepasan hak atas tanah, yaitu dari pemegang hak kepada

60

51 Tulisan ini diambil dari artikel (dengan perubahan di sana-sini) yang dibuat oleh Agus Suprihanto, S.H.(Editor buku ini), HAM Versus Pembangunan; Kritik Terhadap Perpres No. 36 tahun 2005, Buletin Kritis edisi 32, LBH Semarang: Juli 2005.

59

Page 32: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

pihak yang memerlukan tanah (baik pemerintah maupun swasta). Namun dalam prosesnya, terutama dalam hal penentuan ganti kerugian atas tanah, pemilik tanah kerap dalam posisi yang lemah. Disisi lain yang juga merugikan adalah proses penaksiran terhadap nilai harga tanah yang ditetapkan dibawah nilai-nilai kewajaran. Adanya proses demikian menyebabkan banyak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat, tentunya apabila hak-hak masyarakat diabaikan maka pemerintah telah melakukan tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) warganya sendiri.

I.10.2.1 Perpres No. 36 tahun 2005;

pelanggaran HAM terhadap masyarakat

Dengan diundangkannya Perpres No. 36 Tahun 2005

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, maka akan menambah panjang daftar pelanggaran yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat yang memiliki hak atas tanah.

Perpres ini terbit, karena adanya desakan dari para

investor yang menuntut adanya kepastian dalam iklim investasi di Indonesia, khususnya untuk sektor pertanahan. Banyak investor asing yang tidak mau meneken persetujuan investasi apabila belum ada jaminan soal pertanahan. Dengan dalih memperlancar arus investasi maka pemerintah telah mengabaikan hak-hak warga negaranya dalam hal kepemilikan hak atas tanah. Kebijakan pemerintah di sini hanya mementingkan penanaman modal dalam skala besar, dengan lebih banyak memberikan fasilitas kepada pengusaha dan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Namun kebijakan tersebut tidak disertai dengan upaya perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanahnya, sehingga haknya terpinggirkan, terutama mereka yang dari golongan ekonomi lemah.

Belum hapus derita masyarakat marjinal akibat

dipaksakannya kebijakan lama, yaitu Keppres 55 Tahun 1993, yang masih menyisakan banyak permasalahan dan merugikan masyarakat. Duka kaum marjinal Jawa Tengah akibat

kebijakan tersebut ada kurang lebih 17 kasus struktural, yang masih bermasalah dan akan bermasalah nantinya.

Derita masyarakat semakin bertambah dengan

diberlakukannya kebijakan baru, mengenai pengadaan tanah guna kepentingan umum yaitu Perpres 36 tahun 2005. Kebijakan ini akan membuat masyarakat —yang saat ini terkena 17 proyek tersebut— jelas-jelas akan sangat dirugikan. Yang perlu dicermati dari Perpres ini adalah mengenai pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1, yang bunyinya adalah :

“Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah, diadakan dengan cara :

a. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah b. Pencabutan hak atas tanah”

Sehingga nantinya Presiden dapat mencabut hak atas

tanah, apabila masyarakat tidak mau melepaskan hak atas tanahnya. Posisi masyarakat juga akan semakin lemah saat kita melihat Pasal 10 ayat 1 dan 2, yang menyebutkan :

a. Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan

umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama;

b. Apabila setelah diadakan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal (13) dan menitipkan ganti rugi uang kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

Perpres ini mengatur apabila ada sengketa, sementara kegiatan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahkan atau dialihkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka proyek tersebut akan jalan terus dan uang ganti rugi nantinya akan dititipkan kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

61 62

Page 33: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Tentunya hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-undang HAM no. 39 tahun 1999 pasal 37 dimana disebutkan bahwa :

“Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan menganti kerugian yang wajar dan segera, serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam konteks ini pula akan selalu ada pertentangan

antara hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat dengan pembangunan yang mengatasnamakan kepentingan umum.

Perpres ini, dalam menentukan besarnya ganti rugi,

pemerintah masih saja berpatokan pada Nilai Jual Obyek Pajak (Pasal 14 ayat 1), semestinya pemerintah tidak lagi mengunakan NJOP untuk menentukan nilai nyata/sebenarnya harga tanah yang disengketakan. Hal ini dikarenakan kerugian yang diderita oleh pemegang hak atas tanah tidak bisa dinilai hanya dengan melihat NJOP yang berlaku terakhir untuk tanah yang bersangkutan, namun juga harus mempertimbangkan kelangsungan hidup para pemegang hak atas tanah, terutama petani yang mengantungkan hidupnya di atas lahan tersebut. Ditambah lagi dengan pengertian untuk kepentingan umum, yang masih harus dikaji ulang.

Penulis merasa tidak perlu lagi menjelaskan dampak apa yang akan ditimbulkan akibat dari terbitnya Perpres ini. Menurut Penulis tidak perlu lagi membahas hal ini secara panjang lebar, karena pembaca yang budiman tentunya dapat memperkirakan bagaimana “ganasnya” Perpres ini nantinya (lihat kembali penjelasan Penulis melalui contoh kasus dalam paragraf sebelumnya). Penulis telah mencontohkan beberapa kasus, yang dalam hal ini merupakan ekses dari diberlakukannya Keppres No. 55 tahun 1993. Kebijakan tersebut, sebagaimana sudah penulis katakan, masih meninggalkan banyak duka untuk masyarakat Jawa Tengah (yaitu sebanyak 17 kasus) yang berkait dengan beberapa komunitas masyarakat, puluhan ribu jiwa manusia. Tiga kasus diantaranya sudah penulis ceritakan di atas. Dengan demikian asumsinya adalah:

‘dengan dikeluarkannya Perpres No. 36 tahun 2005 maka akan semakin menambah panjang daftar derita masyarakat yang sengaja dikorbankan untuk dalih suci yang bernama “pembangunan” ‘. Berdasar beberapa contoh kasus diatas (akibat

kebijakan Keppres No. 55 tahun 1993) jelas bahwa pemerintah telah melanggar hak rakyatnya yang paling mendasar, demikian pula yang akan terjadi sejak dikeluarkannya Perpres No. 36 tahun 2005, komitmen pemerintah untuk tidak merugikan masyarakat hanyalah sekedar omong kosong belaka. Pembangunan yang baik haruslah menghormari Hak Asasi Manusia, keduanya harus berjalan seiring sekata, apabila menginginkan suatu keberhasilan. Hak-hak asasi manusia tidak hanya untuk berkumpul, berserikat dan berbicara (civil and political rights) tetapi juga hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Sebaliknya pembangunan tidak hanya diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan sosial, politik dan kebudayaan52. Dari kerangka berpikir seperti di atas maka kiranya dapat dirumuskan sebuah kebijakan, yang nantinya benar-benar berpihak kepada rakyat banyak.

I.10.2.2 Pelanggaran hak Ekosob dan Sipol

Kisah-kisah masyarakat yang harus menyerahkan hak atas tanahnya guna pembangunan untuk kepentingan umum, seperti yang telah dialami oleh masyarakat Desa Mranak, Desa Jogoloyo, Desa Botorejo, Desa Daldoyong dan Desa Kadilangu di Kabupaten Demak Jawa Tengah, yang terkena proyek pembangunan jalan lingkar Demak. Dimana nantinya melalui areal persawahan kelima desa tersebut, yang nota bene merupakan lahan garapan penopang kehidupan mereka.

Dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran Hak-hak

masyarakat, yaitu hak ekonomi, sosial, budaya dan Sipil ,politik. Hal ini dapat dibuktikan dari proses pembebasan lahannya saja, telah terjadi permasalahan, dimana dari kelima desa tersebut hampir saja tidak menerima ganti rugi sepeserpun dari pemerintah daerah. Tentunya hal ini telah

64

52Muh. Budairi Idjehar, SH. M.Hum. HAM Versus Kapitalisme, insist press, 2003

63

Page 34: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

melanggar hak ekonomi warga kelima desa tersebut, dimana mereka seharusnya berhak atas penghidupan yang layak, sesuai dengan Pasal 40 UU HAM No. 39 Tahun 1999.

Pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun

pemerintah daerah yang mendapatkan proyek tersebut lebih banyak memfokuskan pembebasan lahan secepatnya. Jika mungkin, dilakukan dengan ganti rugi semurah mungkin tanpa mengedepankan kepentingan masyarakat guna mendapatkan ganti rugi yang sesuai, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup mereka, terutama bagi petani yang terpaksa merelakan lahannya terkena proyek tersebut. Tanah bagi mereka di ibaratkan sebagai kehidupan itu sendiri, dari tanah itu mereka dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, membayar sekolah anak-anaknya, bayar pajak dll. Dimana pada intinya tanah adalah sebagian dari nyawa mereka seperti ungkapan “Sadumuk batuk sanyari bumi, ditohi nganti pati”.

Pengingkaran terhadap hak politik warga juga dilakukan

oleh pemerintah derah, dimana pemerintah dalam menentukan kebijakan selalu secara sepihak. Masyarakat tidak pernah dilibatkan secara aktif, selain itu panitia pengadaan tanah tidak pernah transparan dalam mengungkapkan besarnya anggaran untuk proyek pembangunan jalan tersebut. Tentang siapa penanggung jawab proyek, asal sumber dana dan bagaimana rencana tata kota yang sudah direncanakan.

Diskusi yang mendalam menjadi terabaikan, apalagi

melibatkan publik, menjadi terlupakan. Sehingga posisi masyarakat pemegang hak atas tanah menjadi lemah. Sehingga telah terjadi pemaksaan kehendak oleh pihak panitia kepada masyarakat untuk selalu menerima keputusan yang telah ditentukan oleh pihak panitia.

Pemerintah daerah juga tidak berpikir bahwa salah satu

akibat nantinya adalah berubahnya pola hidup masyarakat, dari seorang petani yang mengandalkan tanahnya untuk menopang hidupnya, harus mencari nafkah di luar kebiasaan mereka nantinya, apakah itu hanya menjadi buruh tani, buruh bangunan dll. Dari satu contoh kasus saja dapat kita selami, bagaimana dampak yang dikeluarkan dari sebuah kebijakan

pemerintah yang tidak berperspektif HAM. Begitu masih jauhnya kita dari sebuah rasa yaitu “keadilan”. I.11 Bagaimana Seharusnya Sebuah kebijakan?

Salah satu akar dari permasalahan ini adalah kebijakan pemerintah yang hanya mementingkan penanaman modal dalam skala besar, dimana dengan lebih banyak memberikan fasilitas kepada pengusaha demi menarik minat investor untuk menanamkan modalnya, dengan memberikan payung hukum ataupun sebuah kebijakan agar hal ini dapat terjadi. Dalam arti lain bahwa negara dalam hal ini telah melakukan suatu pembiaran (omission) terhadap praktek-praktek yang selalu merugikan masyarakat yang berbentuk sebuah kebijakan. Dimana kebijakan tersebut tidak disertai dengan upaya perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanahnya sehingga haknya terpinggirkan, terutama mereka yang dari golongan ekonomi lemah.

Sebuah kebijakan publik pada awalnya memang sering

disebut sebagai ilmunya penguasa, kondisi ini terus berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya banyak kritik yang muncul, dari Jordan (1998) dan Jenkins Smith (1990), misalnya yang mengungkapkan bahwa kebijakan publik itu seperti iron cage atau iron triangle, yang berarti kebijakan publik yang bersifat eksklusif dan elitis53. Karena bersifat elitis dan eksklusif maka peran serta masyarakat dalam menentukan sebuah kebijakan, yang notabene menyangkut hajat hidup orang banyak, menjadi hilang dan tidak ada, dan hanya dibicarakan oleh para pakar dan penguasa belaka.

Pemerintah semestinya diharapkan membuat sebuah

peraturan pemerintah atau perundang-undangan yang memihak dan menjamin kepastian hak pemilikan warganya, menjamin hak untuk memanfaatkan tanah beserta tanah yang menyertainya, serta menjamin keberlangsungan dan kemajuan cara-cara pemanfaatan itu, terutama sistem produksi dan konservasi yang menjadi sumber kelanjutan penghidupan rakyat.

66

53 Fadillah Putra, Kebijakan Tidak untuk Publik, Resist Book, maret 2005.

65

Page 35: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Selain itu diperlukan sebuah kebijakan atau aturan yang jelas tentang batas-batas kekuasaan/kewenangan pemerintah, yang pada intinya pemerintah tak mudah melakukan pembatasan terhadap hak-hak rakyat ataupun mengalihkan hak-hak tersebut untuk kepentingan negara maupun pihak ketiga.

BAB II

TENTANG HAK MILIK Apabila kita berbicara dalam konteks pembangunan,

maka kita jangan lagi berorientasi kepada pasar, karena hal tersebut menyebabkan Hak Asasi Manusia menjadi terabaikan. Bagaimanapun juga hak-hak masyarakat tidak boleh tergilas dalam roda pembangunan.

( HM ) ♣ APAKAH HAK MILIK ITU? Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 5 tahun 1960 menjelaskan bahwa hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 54.

Contoh: Pak Badu adalah seorang petani. Pak Badu menanami sawah yang diolah dan digarapnya dengan tanaman jagung. Sawah ini sudah digarap, dirawat dan dikelola selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan sebelum tanah tersebut digarap pak Badu, tanah tersebut digarap, dipelihara, ditanami dan dikelola oleh Pak Jali (ayah Pak Badu) dan jauh sebelum dikelola oleh Pak Jali tanah tersebut juga sudah digarap oleh Pak Ali (ayah pak Jali) yang merupakan kakek Pak Badu. Menurut cerita dari ayah dan kakek Pak Badu, tanah tersebut adalah tanah hasil membuka hutan yang kemudian diolah menjadi lahan pertanian. Selama berpuluh-puluh tahun menguasai tanah tersebut, Pak Ali, Pak Jali dan Pak Badu tidak pernah diganggu oleh orang lain/pihak

54 Cetak garis bawah oleh penulis.

67 68

Page 36: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

ketiga. Atau dengan kata lain, sampai selama ini tidak ada orang lain yang turut mengakui bahwa tanah yang saat ini digarap Pak Badu dan orang tuanya adalah tanahnya. Jadi yang dinamakan tanah yang beralaskan hak milik adalah tanah-tanah yang mempunyai keadaan sama seperti contoh di atas. Didalam hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia, pengakuan hak milik ini dibuat secara tertulis dalam bentuk sertipikat. Dan hal ini biasanya menjadi masalah.

Hal inilah sebenarnya yang sering menjadi ancaman bagi kawan-kawan petani karena dengan alih-alih kepentingan umum kemudian keterikatan petani atas lahan diputus, sehingga tidak bisa lagi mengakses lahan. Pada dasarnya sertipikat bukanlah hal utama yang harus dimiliki oleh pemilik lahan. Karena letak kekuatan untuk membuktikan bahwa lahan tersebut adalah milik kawan-kawan bukan semata-mata dilihat dari ada atau tidaknya sertipikat, melainkan kemampuan untuk membuktikan. Hal tersebut bisa dilihat melalui fakta/kenyataan sejarah penguasaan lahan/sejarah membuka hutan, bukti-bukti fisik atau biasa juga di sebut sebagai tetenger (tanda) –baik itu alam atau buatan— yang diakui oleh masyarakat secara luas sebagai pembatas dari wilayah tertentu yang masyarakat akui sebagai bagian dari wilayahnya, yakni warisan nenek moyang. Pada kenyataan di lapangan, tanda-tanda tersebut biasanya berupa, sungai, pohon besar/unik, tugu, makam, atau reruntuhan/bekas bangunan tua.

Perihal status tanah hak milik atau bukan hak milik tidak hanya sebatas pada ada atau tidaknya sertipikat. Karena kebanyakan kawan-kawan yang berada jauh di pedesaan dan pedalaman, meskipun mempunyai ciri-ciri yang sama sebagaimana contoh di atas, belum tentu mempunyai sertipikat hak milik. Jadi bukan berarti pula jika kawan-kawan tidak mempunyai sertipikat hak milik berakibat serta merta pada hilangnya hak pengelolaan, hak menanami, hak merawat, dan hak mendayagunakan. Untuk itu, bagi kawan-kawan yang mempunyai hubungan dengan tanah seperti digambarkan dalam contoh, lebih baik jika mendaftarkan tanahnya. Hal ini untuk menghindari kesewenang-wenangan negara dalam merampas tanah-tanah milik rakyat yang belum bersertipikat.

Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah ketika nanti kawan-kawan berhadapan dengan lembaga peradilan, dimana pengadilan masih mengakui bukti otentik —yakni bukti surat yang diterbitkan oleh badan negara yang berwenang— sebagai alat bukti terkuat di pengadilan.

Kata-kata pada Pasal 6 sengaja Penulis garis bawahi, sebab hal ini adalah merupakan pembatas dari hak milik. Berdasarkan ayat sebelumnya, kawan-kawan sudah mengetahui bahwa hak milik adalah hak terpenuh dan terkuat, namun bukan berarti absolut atau kekal karena isi dari pasal 6 adalah tanah memiliki fungsi sosial.

Jadi proses penyertipikatan dilakukan semata-mata hanya untuk menghindari hal-hal tersebut di atas. Namun bukan berarti seluruh tanah juga harus bersertipikat karena untuk lahan-lahan tertentu, yang dikuasai secara bersama-sama/komunal, adanya sertipikat malah akan menghilangkan makna dan nilai. Sertipikat adalah pola kepemilikan individu/orang per orang yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional, dimana sistem kepemilikan tanah secara bersama/komunal masih dipegang teguh di beberapa daerah.

Jadi setiap tanah yang dikuasai oleh orang atau badan hukum dengan alas hak apapun harus mempunyai fungsi sosial. Kata-kata sosial inilah yang merupakan pembatas dari Hak Milik yakni untuk menjaga agar hak tersebut tidak bersifat absolut atau kekal. Dengan catatan bilamana sewaktu-waktu lahan tersebut dibutuhkan untuk membangun sarana prasarana umum maka si pemilik harus merelakan tanahnya, baik dengan ganti kerugian maupun secara sukarela.

Biasanya tanah yang beralaskan hak milik, dahulu merupakan tanah tak bertuan —sebagaimana contoh di atas— namun bisa juga tanah yang bertuan, yang kemudian kepemilikannya berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Mengenai perpindahan status kepemilikan ke tangan pemilik

69 70

Page 37: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

baru, bisa melalui beberapa cara, seperti dijelaskan di bawah ini.

Contoh: Undang-undang No.5/1960, undang-undang ini dibuat untuk mengatur permasalahan agraria yang muncul di masyarakat. Agraria adalah “unsur apa” yaitu hal yang diatur oleh hukum tersebut.

♣ STATUS TANAH APA SAJA YANG DAPAT

DIMOHONKAN MENJADI HAK MILIK? Sementara mengenai “unsur siapa” mengacu pada pertanggung jawaban/kemampuan bertanggung jawab dan melaksanakan/menjalankan/menyelenggarakan hukum atau aturan tersebut.

Permohonan hak milik dapat dilakukan pada tanah-tanah yang memiliki status sebagai berikut: a. Tanah negara;

b. Tanah yang beralaskan hak guna bangunan; c. Tanah yang beralaskan hak pakai; Kata siapa —seperti tersebut dalam kalimat tanya di

atas— mengacu pada subjek hukum. Hukum dan perundang-undangan nasional Indonesia telah mengatur mengenai siapa-siapa saja yang bisa memperoleh hak milik, yaitu:

d. Tanah yang dahulunya beralaskan hak guna usaha; e. Tanah wakaf; f. Tanah tempat tinggal; g. Tanah pertanian; dll.

a. Warga Negara Indonesia; b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

Catatan: Tidak seluruh tanah dapat diberikan hak milik, misalnya untuk tanah-tanah yang berdasarkan peruntukannya telah diberikan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, atau hak pengelolaan. Tanah-tanah tersebut harus menjadi tanah negara terlebih dahulu, dan berdasarkan tata ruang yang ada bisa diberikan hak milik.

1). Bank pemerintah; 2). Badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk

oleh pemerintah. Mengenai pemberian hak milik untuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya.

♣ SIAPA SAJA YANG BISA MEMPEROLEH HAK

MILIK ATAS TANAH?

Hukum nasional Indonesia mengenal beberapa instrumen dasar, diantaranya mengenai subjek dan objek hukum. Hal ini didasari oleh pemikiran tentang untuk siapa hukum ini dibuat dan untuk apa hukum ini dibuat. Untuk siapa, mengacu pada siapa nantinya yang akan menjalankan dan terikat oleh pasal-pasal yang ada dalam peraturan tersebut. Sementara untuk apa, mengacu pada hal yang diatur oleh hukum tersebut yang biasanya berupa benda mati, seperti: tanah, laut, hutan. Atau bisa pula mengenai suatu keadaan/perbuatan yang dilakukan oleh subjek tertentu, seperti: Pemilu, lalu lintas, korupsi, dll.

Contohnya: Panti asuhan milik pemerintah, yang berada langsung di bawah departemen dan dinas sosial, yang mana untuk kepentingan membangun panti asuhan, pemerintah memberikan sebidang tanah tertentu kepadanya dengan beralaskan hak milik. Contoh lainnya adalah Perkumpulan Koperasi Pertanian yang lahannya diperuntukkan untuk lahan pertanian. Begitu pula dengan program pemerintah untuk membangun tempat-tempat ibadah seperti masjid, vihara, gereja, pura, dll. Untuk keperluan demikian pemerintah bisa memberikan tanah yang kemudian berstatus hak milik.

71 72

Page 38: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

♣ KAPAN DAN BAGAIMANA HAK MILIK ITU BISA TERJADI?

Pasal 22 UUPA: (1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

73

(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena: a. penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. ketentuan undang-undang.

Di atas tadi kita telah membahas tentang apa itu hak

milik, berikut dengan ciri-cirinya. Kita juga telah membahas siapa-siapa saja yang bisa memperoleh hak milik atas sebidang tanah. Pada dasarnya, mengenai hal-hal yang sudah kita bicarakan di atas, hak milik sebagaimana di atas adalah pengertian yang lazim (biasa) digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu yang masalah pembuktiannya cukup dengan adanya penguasaan atas lahan selama berpuluh-puluh tahun tanpa diganggu dan juga atas dasar asal-usul penguasaan lahan/sejarah penguasaan lahan.

Namun seperti juga telah kita bicarakan diatas, berdasarkan praktek dilapangan keabsahan hak milik menurut pengertian masyarakat berbeda dengan keabsahan menurut pemerintah. Keabsahan hak milik atas sebidang tanah menurut pemerintah adalah ketika tanah tersebut telah bersertipikat atau telah mendapatkan pengakuan secara tertulis dari lembaga/instansi atau badan pemerintah, dalam hal ini adalah seperti keputusan Menteri Negara Agraria atau keputusan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional). Sedangkan untuk tingkatan desa yaitu dengan adanya keputusan dari aparat pemerintahan desa (Lurah), seperti halnya kita mengenal surat-surat pengakuan atas hak tersebut dengan nama surat pethuk pajek/Letter C/Letter D.

Mengenai sah atau tidaknya penguasaan hak milik atas sebidang tanah menurut negara dibuktikan dengan adanya sertipikat hak milik atau melalui cara-cara lain yang ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan–peraturan lainnya.

Mengenai tata cara perolehan hak atas tanah yang diakui oleh negara, kita bisa membacanya secara lebih detail/lengkap dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah. Disana disebutkan secara jelas mengenai tata cara perolehan dan pendaftaran sebidang tanah dengan hak milik. Untuk dapat memperoleh sertipikat hak kepemilikan atas sebidang tanah, terlebih dahulu harus dipenuhi beberapa persyaratan dan hal yang harus dilakukan oleh si pemohon hak. Hal ini akan penulis jelaskan secara lengkap kemudian.

74

Selain mengenai tata cara perolehan hak secara

perorangan, kita juga mengenal perolehan hak oleh masyarakat adat yang ciri penguasaannya adalah secara bersama/komunal. Mengenai hal ini pun tata caranya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Meskipun peraturan perundang-undangan nasional telah mengakui adanya hak masyarakat adat atas sebidang tanah tertentu tetapi pada kenyataannya justru hal inilah yang banyak sekali dilanggar. Untuk pengakuan hak atas sebidang tanah oleh masyarakat adat, undang-undang mengenalnya dengan sebutan hak ulayat, dimana terdapat kata yang penting untuk kita pikirkan secara mendalam yaitu yang berbunyi “sepanjang masih diakui”.

Kata-kata ini bisa disimpulkan dengan banyak makna, dan biasanya pemerintah selalu menganggap pada zaman modern seperti sekarang ini masyarakat adat sudah tidak ada sehingga pengakuan atas hak ulayat pun kebanyakan sudah tidak lagi diakui oleh pemerintah. Padahal kenyataannya, masyarakat adat masih ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat modern, lengkap beserta adat kebiasaan dan hukumnya.

Page 39: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

♣ BAGAIMANA TATA CARA MEMPEROLEH HAK MILIK?

(1) Permohonan hak milik atas tanah diajukan

secara tertulis dengan mengisi data-data yang diperlukan.

Permohonan ini diajukan kepada BPN, sebagai badan yang dibentuk pemerintah yang diberikan kewenangan untuk mengurusi masalah ini. Mengapa permohonan harus diajukan secara tertulis? Hal ini berkaitan dengan pembuktian dan kepentingan pendokumentasian. Sebagaimana telah penulis singgung di atas, pembuktian terkuat adalah surat tertulis dan surat otentik. Sebagaimana sifatnya, tertulis lebih mudah untuk didokumentasikan dan mempermudah dalam melakukan tertib administratif, selain itu juga tidak lekang oleh waktu, dengan catatan selama data tertulis itu tidak dimusnahkan. Sementara untuk lisan, sifatnya adalah tidak pasti, sulit dibuktikan, mudah untuk dilupakan, sulit untuk didokumentasikan, dan tidak tertib administratif.

(1.1.) Pengisian data pemohon, memuat tentang:

1. Keterangan mengenai pemohon:

a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya;

Dalam permohonan tertulis tersebut pemohon diminta untuk menuliskan identitas pribadinya, sebagaimana disebut diatas. Contoh yang harus dilampirkan adalah: foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia. Nama dan umur adalah data umum yang biasa dimintakan dalam hal kepentingan administratif dimanapun. Sementara mengenai warga negara, hal ini sangat berkaitan erat dengan perundang-undangan, yaitu, perihal siapa saja yang boleh melakukan permohonan hak, WNI atau WNA, serta berkaitan pula dengan hak dan kewajibannya. Sementara untuk

keterangan mengenai keluarga, hal ini berkait erat dengan kemampuan membayar pajak dan hal-hal lain yang berkait dengan keuangan. Dari data tersebut dapat diketahui kemampuan seseorang dalam membayar beban yang nantinya akan dibebankan oleh negara kepadanya. Bilamana dinilai beban seseorang tersebut terlalu berat untuk dapat membayarkan sejumlah uang tertentu sebagaimana disyaratkan dalam proses pengajuan hak, maka ia bisa dibebaskan dari pembayaran.

b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk pemohon yang bentuknya adalah badan hukum, data yang diminta lebih banyak lagi. Contoh yang harus dilampirkan adalah: foto copy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang sudah pasti adalah nama badan hukum, kemudian tempat kedudukan badan hukum tersebut. Hal ini berkaitan nantinya dengan yurisdiksi pengadilan dimana perlu diketahui domisili dari badan hukum tersebut, akta pendirian dan tanggal pengesahan badan hukum. Hal ini berkaitan pula dengan keabsahan dari badan hukum dan juga untuk mengetahui apakah ada cacat hukum dalam pendirian badan hukum tersebut, karena untuk mendirikan badan hukum terlebih dahulu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dan diatur pula dalam peraturan tersendiri. Jadi apabila syarat-syarat mengenai pendirian tersebut tidak dapat terpenuhi, badan hukum tersebut tidak dapat didirikan. Maksud lainnya adalah agar bisa melakukan penelitian silang dengan Departemen Kehakiman sebagai

75 76

Page 40: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

lembaga yang mengeluarkan keputusan dan penetapan tentang berdirinya satu badan hukum. Departemen Kehakiman mempunyai data tentang badan hukum yang sah dan diperbolehkan untuk beroperasi. Jadi apabila badan hukum yang mengajukan permohonan kepemilikan hak kepada BPN tidak terdaftar nomor dan tanggal pengesahannya pada Departemen Kehakiman maka dia tidak dapat melakukan permohonan hak atas tanah.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. dasar penguasaan atau alas haknya dapat

berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan, hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;

b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Rencana penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah

negara); f. keterangan mengenai jumlah bidang,

luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang, tanah yang dimohon;

g. keterangan lain yang perlu. Pemohon selain mencantumkan identitas diri atau identitas badan hukumnya juga harus mencantumkan keterangan yuridis dan fisik mengenai tanahnya. Keterangan yuiridis dalam bahasa sehari-hari adalah segala apapun bukti atau keterangan yang ada kaitannya dengan hukum/peraturan perundang-undangan. Segala sesuatu tersebut dapat memiliki keterkaitan dengan hukum apabila terdapat peristiwa dan perbuatan hukum. Dengan adanya peristiwa dan perbuatan hukum maka secara otomatis akan memiliki akibat hukum.

Akibat hukum inilah yang dimaksud dengan keterikatan secara hukum. Peristiwa atau perbuatan hukum sebenarnya hanya memiliki perbedaan tipis. Perbedaan itu hanya mengacu pada kata kerja dan kata benda. Kata kerja tentu saja merujuk pada istilah perbuatan sementara kata benda lebih merujuk pada peristiwa. Baik peristiwa ataupun perbuatan hukum keduanya diatur dalam peraturan perundang-undangan tertentu dan mempunyai akibat hukum tertentu pula. Perbedaan mendasarnya adalah: untuk peristiwa, lebih dititikberatkan kepada akibat yang ditimbulkan dari adanya perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum. Akibat dari perbuatan ini bisa jadi adalah yang dikendaki oleh subjek ataupun di luar kehendak subjek. Selain itu, peristiwa juga bisa terjadi di luar kemampuan mengendalikan dari subjek atas satu hal tertentu, yaitu hal-hal yang sifatnya kodrati atau alamiah atau dalam bahasa keagamaan lebih dikenal dengan istilah takdir. Contoh: kelahiran, kematian, dll. Sementara untuk perbuatan lebih dititikberatkan pada kehendak dan sikap subjek atas terjadinya hal tertentu, dalam hal ini subjek bisa mengendalikan dan memperkirakannya secara penuh. Contoh: mabuk-mabukan, membunuh, berjudi, jual-beli, membuat perjanjian, mewaris, sewa-menyewa, dll. Data yuridis yang dimaksud oleh pemerintah adalah: sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah. Selain itu, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya, yaitu yang mengenai bukti-bukti tertulis maupun peristiwa atau perbuatan hukum yang kemudian mengikatkan subjek kepada hukum. Sementara untuk data-data fisik, lebih dititikberatkan kepada objek/bidang tanah yang sedang dimohonkan haknya. Atau dengan kata lain adalah keadaan lapangan dari bidang

77 78

Page 41: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

tanah yang dimohonkan haknya seperti: luas lahan, batas lahan, keadaan lahan, jenis lahan, peruntukan lahan, surat ukur, gambar situasi, dsb. Hal lain-lain sebagaimana disebut di atas diperlukan untuk mengetahui seberapa luas tanah yang sudah dimiliki oleh pemohon dan hal ini berkaitan dengan batas maksimum kepemilikan lahan yang diperbolehkan oleh undang-undang. Perihal luasan maksimum yang boleh dimiliki oleh subjek hukum diatur dalam peraturan tersendiri. Untuk pengisian keterangan sebagaimana dibutuhkan diatas biasanya BPN telah menyediakan formulir tersendiri, yang formatnya telah baku.

(2) Setelah proses pengisian data, bagaimanakah proses selanjutnya?

Setelah proses pengisian data tersebut telah selesai, selanjutnya adalah:

1. Permohonan hak milik ini diajukan kepada Menteri Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;

2. Kemudian yang dilakukan Kepala Kantor Pertanahan adalah : a. memeriksa dan meneliti kelengkapan data

yuridis dan data fisik; b. mencatat dalam formulir isian sesuai dengan

contoh; c. memberikan tanda terima berkas permohonan

sesuai formulir isian contoh; d. memberitahukan kepada pemohon untuk

membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Setelah rangkaian proses tersebut selesai dilakukan, dikeluarkanlah surat keputusan pemberian hak atas tanah oleh BPN. Keputusan pemberian hak milik

atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Kesimpulannya adalah si pemohon harus tahu apakah permohonan yang diajukannya ditolak atau diterima, dan bilamana ditolak maka harus disertakan pula alasan penolakannya.

80

Secara umum proses keluarnya sertipikat atau

pengakuan atas hak milik oleh negara adalah melalu tiga tahap yang sudah penulis sebutkan di atas. Sesuai dengan penjelasan di atas, yang paling banyak berperan dalam proses terbitnya hak milik adalah BPN. Karena setelah pemohon melakukan pengisian data yang diperlukan dan disyaratkan oleh undang-undang, data-data tersebut diserahkan kepada BPN. Kemudian BPN melakukan tindakan prosedural sesuai dengan kewenangannya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan yang ada dan berlaku.

Dalam melakukan tindakan prosedural tersebut BPN

tidak bekerja sendiri melainkan dibantu oleh Panitia A, yaitu dalam hal memeriksa, meneliti dan memberikan pertimbangan atas sebidang tanah yang dimohonkan haknya oleh si pemohon.

(3) Bagaimana apabila terdapat ketidaklengkapan data?

BPN menyerahkan kembali data-data tersebut kepada si

pemohon dan memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data-data tersebut. BPN membuat catatan mengenai data-data apa saja yang harus dilengkapi oleh si pemohon. Setelah pemohon melengkapi data tersebut kemudian berkas dikembalikan lagi ke BPN untuk kemudian diperiksa lagi oleh Panitia A.

79

Page 42: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

(4) Diterima atau ditolaknya permohonan hak milik pemohon atas sebidang tanah tergantung pada:

♣ BAGAN TATA CARA PEMBERIAN HAK MILIK:

PEMERIKSAAN DATA OLEH

PANITIA A

PEMOHON HAK MILIK

PENGISIAN DATA 1. Kelengkapan data fisik dan yuridis atas sebidang

tanah yang dimohonkan dan juga rencana peruntukan dari lahan yang dimohonkan;

2. Pertimbangan dan uji kelayakan yang dilakukan oleh Panitia A.

TERBITNYA SERTIPIKAT

Keterangan mengenai kata yang digarisbawahi: Bilamana pemerintah telah menetapkan lahan tersebut untuk peruntukan tertentu, besar kemungkinan permohonan yang diajukan ditolak. Biasanya hal tersebut terjadi bila tanah tersebut diperuntukkan sebagai wilayah konservasi, wilayah hutan inti, dan hal lain untuk kepentingan umum, seperti: pembangunan terminal, bandar udara, atau pelabuhan. Atau, bila lokasi tanah yang dimohonkan berada dalam garis hijau, dsb. Hal ini berkaitan erat dengan rencana peruntukan dan tata ruang atau wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

PEMBUATAN BERITA ACARA TINJAU LOKASI

TINJAU LOKASI OLEH PANITIA A

PEMBUATAN SURAT UKUR DAN GAMBAR

SITUASI

PERINTAH UNTUK MELENGKAPI DATA BILA

KURANG LENGKAP

Keterangan:

1. Pemohon hak milik mengajukan permohonan; 2. Pemohon mengisi formulir yang telah disediakan oleh

BPN, yang di dalamnya berisi keterangan perihal data fisik dan yuridis;

3. Panitia A —yang di dalamnya termasuk juga BPN sebagai ketua merangkap anggota— melakukan penelitian dan pemeriksaan atas data yang sudah diisi oleh pemohon hak disertai juga dengan pendapat serta pertimbangan mengenai tanah yang diperiksa; Apabila Panitia A dalam pemeriksaan dan pene

(5) Bisakah pihak-pihak tertentu melakukan

gugatan dan keberatan atas terbitnya sertipikat hak milik?

4. litiannya menemukan adanya kekurangan data (data yuridis), Panitia A memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data tersebut. Setelah selesai kemudian dikembalikan lagi kepada Panitia A, untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Apabila pemohon tidak sanggup untuk memenuhi perintah Panitia A, maka proses tidak dapat dilanjutkan dan permohonan ditolak/dianggap batal;

Setelah terbitnya sertipikat, semua pihak yang merasa keberatan atas terbitnya sertipikat Hak Milik tersebut diberikan waktu selama 5 tahun sejak sertipikat tersebut diterbitkan untuk menggugat terbitnya sertipikat hak milik tersebut. Namun jika selama 5 tahun tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat perihal hak milik atas tanah tersebut, maka status atas tanah tersebut tidak lagi dapat diganggu gugat. Dengan kata lain batas daluwarsa untuk melakukan gugatan adalah selama 5 tahun. Pihak-pihak yang merasa keberatan atas terbitnya hak milik atas sebidang tanah tertentu dapat mengajukan keberatan yang dibuat secara tertulis untuk kemudian diserahkan kepada si pemegang lahan dan Kepala BPN terkait.

5. Setelah data-data tersebut dinilai lengkap oleh Panitia A, Panitia A melakukan tinjau lapangan/tinjau lokasi guna proses pengecekan terhadap data fisik yang dilaporkan oleh si pemohon dalam formulir tertulisnya. Dan apabila dalam hasil tinjau lapangan ditemukan ketidaksesuaian data maka terdapat 2 (dua)

81 82

Page 43: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

♣ BAGAN PROSES PEMBERIAN DAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH

kemungkinan yaitu: perintah untuk memperbaiki data dan penghentian proses/penolakan;

6. Setelah tinjau lokasi selesai dilakukan, Panitia A membuat berita acara tinjau lokasi;

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMOHON HAK / PEMEGANG HAK

7. Panitia A membuat surat ukur dan gambar situasi tanah, yang berisi tentang luas lahan serta batas-batas lahan. Hal ini dilakukan atas dasar tinjau lokasi yang dilakukan oleh Panitia A;

8. Sertipikat hak milik diterbitkan; 9. Penyerahan sertipikat hak milik kepada pemohon oleh

BPN.

Catatan: • Dalam kenyataannya tidak selalu Panitia A dilibatkan dalam

proses penerbitan hak milik. Dengan alasan praktis dan efisiensi biasanya hanya BPN sebagai institusi pemerintah tunggal yang melakukan kerja-kerja sebagaimana disebutkan diatas;

• Karena adanya peraturan tertentu yang isinya adalah tentang kewenangan dalam menerbitkan sertipikat Hak Milik atas tanah, institusi BPN yang dicantumkan dalam bagan tidak disebutkan secara rinci apakah itu BPN Pusat melalui keputusan Menteri Agraria, BPN Kanwil atau BPN Kabupaten/Kotamadia. Hal tersebut berkait dengan luasan lahan yang dimohon. Mengenai hal ini maka akan penulis jelaskan lebih lanjut;

• Panitia A adalah merupakan Tim gabungan dari berbagai instansi terkait sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan yang ditugaskan untuk memeriksa syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dalam proses terbitnya Hak Milik. Mengenai Panitia A akan di jelaskan lebih lanjut.

• Bagan yang penulis buat ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.

84

Keterangan :

1. Bagan ini adalah merupakan bagan yang menjelaskan tentang proses pemberian/pendaftaran hak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang pendaftaran tanah; Pada dasarnya pros2. es permohonan hingga terbitnya sertipikat hak milik tidak jauh berbeda dengan bagan sebelumnya di atas. Bedanya adalah pada proses setelah sertipikat hak milik sudah diterbitkan; Karena tahapan-tahapan mengenai3. permohonan hak atas tanah dalam bagan ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya maka, penulis merasa tidak perlu lagi untuk memberikan keterangan atas proses yang terjadi sebelum diterbitkannya hak;

4. Setelah sertipikat hak milik tersebut terbit, pada bagan pertama hanya dituliskan bahwa kemudian sertipikat tersebut diserahkan kepada pemohon hak yang kemudian disebut sebagai pemegang hak. Namun menurut PP ini selain diberikan kepada pemegang, sertipikat tersebut juga diberikan kepada BPN untuk

BPN

PENYAJIAN DATA FISIK DAN YURIDIS

PENYIMPANAN DAFTAR UMUM DAN

DOKUMEN

I N FOR MAS I

83

Page 44: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

♣ SIAPAKAH YANG BERWENANG UNTUK MENGELUARKAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK MILIK?

kepentingan pendokumentasian dan kepentingan informasi;

5. Setelah diterbitkannya sertipikat, BPN masih memiliki kewajiban lain, yaitu untuk: menyajikan data fisik dan yuridis dan melakukan penyimpanan terhadap daftar umum dan dokumen;

Berkaitan dengan yang sudah Penulis sampaikan dalam

catatan di atas, kewenangan untuk memberikan hak milik adalah berdasarkan atas luasnya lahan yang dimohon. Kewenangan ini melekat pada BPN di masing-masing tingkatan. Perihal siapa yang berwenang untuk memberikan hak milik atas luasnya lahan yang dimohon adalah sebagai berikut.

6. Penyajian data fisik dan yuridis serta pendokumentasian dimaksudkan lebih kepada fungsi-fungsi pemberian informasi dan pelayanan terhadap publik/masyarakat luas;

7. Hal ini dimaksudkan agar bilamana terjadi sengketa atas tanah antara 2 belah pihak maka data-data mengenai bidang tanah yang disengketakan bisa dibuka kembali di BPN dan dari sana dapat dibuktikan siapakah yang lebih berhak atas tanah yang disengketakan tersebut;

(1) Kewenangan Kepala BPN tingkat

Kabupaten/Kotamadia:

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia memberi keputusan mengenai:

8. Selain untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak

yang bersengketa, dokumen dan data-data tersebut juga bisa dibuka dan dimintakan salinan atau petikannya guna kepentingan badan-badan atau instansi khusus, sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan. Contoh: pembukaan dokumen atas perintah hakim.

1. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha;

2. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000 M², kecuali mengenai tanah bekas HGU. Untuk tanah-tanah bekas HGU luasannya tidak melebihi luasan maksimum yang telah ditentukan oleh pemerintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan;

Catatan: • Meskipun peraturan tersebut menyebutkan bahwa data-

data serta dokumentasi tersebut bisa diketahui oleh pihak yang berkepentingan, namun pada kenyataannya sangat sulit sekali untuk memperoleh informasi atas hal tersebut di atas. Dari beberapa kali pengalaman Penulis di lapangan, usaha untuk memperoleh informasi atas data dan dokumen tersebut selalu saja gagal. Kata “berkepentingan” selalu dijadikan alasan oleh BPN untuk membatasi akses informasi tersebut, meskipun jelas-jelas posisi Penulis pada waktu itu adalah kuasa hukum dari salah satu pihak yang bersengketa (petani). Mereka selalu berdalih bahwa yang berkepentingan itu lebih mengacu pada pemegang sertipikat, kepolisian, dan perintah pengadilan.

3. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program:

a. transmigrasi; b. redistribusi tanah; c. konsolidasi tanah; d. pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka

pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.

Huruf a sampai dengan huruf d lebih mengacu kepada program-program yang diagendakan atau dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah merupakan pemegang kendali penuh atas program tersebut.

85 86

Page 45: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

Contoh: Program sertipikasi massal yang disebut dengan PRONA, Land Administration Project (LAP), dan lain sebagainya yang telah disebutkan di atas.

(2) Kewenangan Kepala BPN tingkat Wilayah/Propinsi:

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai : 1. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya

lebih dari 2 Ha; 2. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya

tidak lebih dari 5.000 M², kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia.

Hal ini berkait erat dengan huruf a di atas. Dimana

dalam huruf tersebut disebutkan bahwa BPN Kabupaten/Kotamadia juga diberikan wewenang untuk memberikan hak atas tanah-tanah bekas HGU yang luasnya lebih dari 2000 M². Sementara BPN Kanwil Propinsi juga memiliki kewenangan yang sama dengan BPN Kabupaten/Kotamadia, yaitu untuk memberikan hak atas tanah dengan luasan lebih dari 2000 M² dan tidak kurang dari 5000 M². Tetapi bila kewenangan pemberian hak tersebut telah dilimpahkan kepada BPN Kabupaten/Kotamadia, maka BPN Kanwil tidak lagi berwenang untuk memberikan hak atas tanah.

(3) Kewenangan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN:

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menetapkan

pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum. Yaitu untuk pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor BPN Wilayah Propinsi atau Kabupaten/Kotamadia. BPN Pusat memberikan dan membatalkan hak atas tanah berdasarkan

keadaan di lapangan, sebagaimana yang telah diteliti dan diperiksa oleh BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia.

88

Catatan: • Perihal kewenangan dari masing-masing kantor BPN dalam

memberikan hak milik, lihat Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN no. 3/1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara;

• Penting pula untuk diketahui perihal luasan maksimum atas hak kepemilikan yang ditentukan dalam Undang-Undang No.56 Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dimana dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa:

- untuk daerah yang tidak padat penduduk:

1. untuk sawah : 15 Ha 2. untuk tanah kering : 20 Ha

- untuk daerah yang padat penduduk: 1. kurang padat : sawah 10 Ha; kering 12 Ha. 2. cukup padat : sawah 7,5 Ha; kering 9 Ha. 3. sangat padat : sawah 5 Ha; kering 6 Ha.

♣ SIAPAKAH PANITIA A ITU? APA TUGAS DAN WEWENANGNYA? (1) Apa pengertian dari Panitia A?

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 12/1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksa Tanah dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Panitia A adalah:

Panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian permohonan untuk memperoleh Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara dan penyelesaian permohonan Pengakuan Hak.

87

Page 46: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

b. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon, status, riwayat, keadaan tanah, luas, batas tanahnya, dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan-kepentingan lainnya;

(2) Terdiri dari instansi apa sajakah Panitia A itu?

Panitia A adalah merupakan sebuah Tim Pemeriksa Tanah, yang di dalamnya terdiri dari berbagai instansi yang berkait erat dengan proses pemberian hak milik.

c. mengumpulkan data, keterangan/penjelasan dari para pemegang hak atas tanah yang berbatasan;

Susunan Panitia A terdiri dari: a. Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah atau Staf Seksi Hak-Hak

Atas Tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai Ketua merangkap anggota;

d. menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah tersebut dengan rencana pembangunan daerah;

e. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah.

(5) Apakah keberadaan Panitia A selalu

dibutuhkan dalam setiap proses permohonan Hak Milik?

b. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau Staf Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota;

c. Kepala Seksi atau Staf Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah, Kepala Seksi atau Staf Seksi Penatagunaan Tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia dan Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan atau aparat desa/kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili, sebagai anggota;

Tidak, setiap permohonan dan pemberian hak atas tanah dengan dasar hak milik harus melibatkan seluruh Instansi yang tergabung dalam Panitia A untuk menentukan diterima atau ditolaknya permohonan hak milik atas sebidang tanah tertentu. Karena untuk permohonan pemberian hak atas tanah-tanah instansi pemerintah dan permohonan peningkatan, perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah tidak diperlukan lagi pemeriksaan oleh Panitia A, melainkan cukup dengan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan, berupa laporan konstatasi.

d. Kepala Sub Seksi Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah atau Staf Sub Seksi Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia sebagai Sekretaris merangkap anggota.

(3) Siapakah yang mengangkat dan

memberhentikan Panitia A? Apa dasar hukumnya?

Panitia A diangkat dan diberhentikan oleh Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia. Pengangkatan dan pemberhentian itu didasari oleh Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia.

(4) Apa sajakah tugas Panitia A?

♣ BISAKAH HAK MILIK ITU HAPUS?

Bisa. Untuk hapusnya status hak milik atas tertentu maka peraturan perundang-undangan telah mengaturnya secara khusus. Hak milik hapus bila: a. Tanahnya jatuh kepada negara. Jatuhnya tanah kepada

negara itu bisa melalui beberapa cara/peristiwa, yaitu: Tugas Panitia A adalah: a. mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas

permohonan pemberian Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara dan permohonan pengakuan hak atas tanah;

1. Tanah tersebut dicabut haknya oleh negara, karena negara memerlukannya untuk/demi kepentingan umum, seperti: Pembangunan fasilitas-fasilitas sosial, jalan raya, dll. ( lihat juga UU No. 20/1961, Keppres No 55/1993, dan PERPRES No. 36/2005 ).

89 90

Page 47: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

2. Pemilik menyerahkan tanah tersebut kepada negara secara sukarela (lihat KEPPRES No. 55/1993).

♣ BISAKAH HAK MILIK ITU DIBATALKAN? BAGAIMANA CARANYA?

3. Tanah tersebut ditelantarkan oleh si pemegang haknya (lihat PP No. 36/1998).

Pada dasarnya Hak Milik itu dapat dibatalkan.

Pembatalan atas hak milik terjadi bilamana terdapat kejanggalan-kejanggalan atau cacat prosedur maupun hukum di dalam proses penerbitan hak. Perihal pembatalan hak yang didasari oleh adanya kejanggalan dan cacat hukum atas tanah tertentu yang haknya telah diterbitkan, inisitif untuk membatalkan bisa diajukan oleh beberapa pihak.

4. Tanah tersebut dimiliki oleh WNA atau Badan Hukum lain yang pendiriannya tidak menggunakan hukum Nasional. Dengan kata lain badan hukum tersebut tidak tunduk pada hukum nasional (perihal tanah yang dimiliki oleh orang asing/bukan WNI).

b. Tanahnya musnah. Maksudnya adalah tanah tersebut hilang sehingga tidak berupa bidang lagi, dan ciri utamanya adalah tidak dapat diukur. Musnahnya tanah erat sekali kaitannya dengan peristiwa bencana alam, seperti: tanah longsor.

Bisa melalui pihak ketiga baik perorangan/badan

hukum yang berkepentingan atas status tanah tersebut, yang kemudian atas dasar ini, ia berpresepsi bahwa telah terjadi kejanggalan dan kecacatan prosedur/hukum dalam penerbitan hak. Selain itu inisiatif untuk mengajukan pembatalan hak juga bisa berasal langsung dari Panitia A maupun BPN, yaitu setelah mereka mengetahui dari hasil penelitian bahwa ada kesalahan prosedur dan kecacatan hukum dalam proses penerbitan hak.

♣ BISAKAH HAK MILIK ITU DIALIHKAN? Kita pasti sering bertanya bisakah hak milik itu berpindah haknya dari satu tangan ke tangan lain ? Bisa, jawabnya. Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UU No.5/1960 disebutkan bahwa: "Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Dan berikut adalah cara-cara dapat dialihkannya hak milik menurut undang-undang:

Ketika surat keputusan tentang pembatalan Hak Atas Tanah tersebut ditetapkan/diterbitkan, maka berakibat juga secara langsung terhadap batalnya keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas tanah dan keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan hak.

a. Jual – beli; b. Penukaran; c. Penghibahan; d. Pemberian dengan wasiat; (1) Bilamanakah hak milik itu dapat dibatalkan? e. Pemberian menurut adat; dan f. Perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk

memindahkan hak milik serta pengawasanya diatur dengan peraturan pemerintah.

Pembatalan hak atas tanah dapat diterbitkan apabila terdapat cacat hukum yang sifatnya administratif dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya. Selain karena adanya cacat hukum administratif, pembatalan terhadap suatu hak juga dapat dilakukan atas perintah pengadilan, yaitu dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan catatan hal ini hanya dapat dilakukan ketika pihak-pihak yang bersengketa menempuh jalur peradilan dalam menyelesaikan sengketanya, dan proses pemeriksannya dilakukan oleh Hakim. Sementara itu pembatalan hak atas tanah tidak selalu harus melalui jalur pengadilan, karena dalam

• Untuk lebih jelasnya lihat juga Pasal 26 UU No.5 / 1960 dan PP 24 1997.

Untuk masalah peralihan hak milik dari tangan satu ke tangan lain hal tersebut pastinya akan berkait erat dengan hukum perdata, mengingat semua cara yang disebutkan di atas kemudian diatur secara lebih rinci dalam KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

91 92

Page 48: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

hal ini bisa juga dilakukan oleh BPN sebagai badan yang ditunjuk oleh pemerintah dan memiliki kewenangan untuk itu.

(2) Siapakah yang berwenang untuk menerbitkan surat keputusan pembatalan hak atas tanah? apa dasar hukumnya?

Selain pengadilan, BPN juga diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan pemberian dan pembatalan hak atas tanah. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3/1999. Pembatalan hak atas tanah tersebut dilakukan dengan keputusan menteri yang dengan adanya peraturan perundangan seperti tersebut di atas, menteri dapat melimpahkan kewenangan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuk. (Lihat Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).

(3) Apa yang dimaksud dengan cacat hukum administratif?

Cacat hukum administratif adalah salah satu sebab

untuk terbitnya pembatalan hak atas tanah. Cacat hukum administratif ini berkait erat dengan data fisik dan data yuridis sebagaimana yang telah dituliskan oleh pemohon dalam formulir permohonan hak milik pada saat pertama kali mengajukan permohonan. Cacat administratif tersebut menyangkut beberapa hal, yaitu :

a. Kesalahan prosedur; b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan; c. Kesalahan subjek hak; d. Kesalahan objek hak; e. Kesalahan jenis hak; f. Kesalahan perhitungan luas; g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah; h. Data yuridis atau data fisik yang tidak benar; atau i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.

94

Secara sederhana dapat disimpulakan bahwa cacad administratif adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk dapat memperoleh hak milik atas tanah sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam tulisan ini kita mengenal adanya beberapa kata yang sebenarnya memiliki maksud, makna, sifat dan untuk keadaan yang berbeda tetapi. pada kenyataanya kita sering menyamakan kata-kata tersebut. Kita sering menyamaratakan kata pembatalan dan pencabutan dalam kenyataan sehrai-hari. Padahal secara hukum kedua kata tersebut memiliki makna serta sifat dan untuk keadaan yang berbeda. Agar tidak menjadi rancu perlu kiranya penulis pertegas perbedaan dari ketiga kata tersebut, yaitu :

KATA OBJEK WAKTU ALASAN DAMPAK Penolakan

Seluruh status hak atas tanah kecuali Tanah Negara.

Dinyatakan sebelum terbit /keluarnya Hak atastanah.

Karena si pemohon tidak memenuhi syarat-syarat sebagai pemohon Hak, dan tidak sanggup untuk melengkapi data-data yuridis dan fisik.

Proses permohonan Hak Atas Tanah tidak dapat dilanjutkan.

Pembatalan

Seluruh status hak atas tanah kecuali Tanah Negara.

Dinyatakan setelah terbit/ keluarnya Hak Atas Tanah.

Adanya keberatan dari subjek lain/ pihak lain atas terbitnya Hak Atas Tanah –karenaadanya sengekata dengan pihak lain—dan BPN atau instansi yangberwenang menemukan adanya cacat hukum dan cacat administratif.

Hak Atas Tanah yang dipegang oleh subjek hukum tersebut dinyatakan batal, dan status tanahnya kembali menjadi Tanah Negara.

Pencabutan

Seluruh status hak atas tanah kecuali Tanah Negara.

Dinyatakan setelah terbit/ keluarnya Hak Atas Tanah.

Tanah yang telah mendapatkan Hak Atas Tanah tersebut diperlukan pemerintah/negara untuk melaksanakan programnya yang sifatnya adalahuntuk kepentingan umum.

Hak Atas Tanah yang dipegang oleh subjek hukum tersebut dinyatakan dicabut, dan status tanahnya kembali menjadi Tanah Negara.

93

Page 49: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

95

(4) Siapakah yang dapat mengajukan permohonan

pembatalan hak milik?

Yang dapat melakukan permohonan untuk pembatalan Hak Milik atas sebidang tanah tertentu adalah mereka-mereka yang memiliki kepentingan terhadap lahan tersebut, entah itu orang per orang atau badan hukum. Permohonan pembatalan hak tersebut dapat diajukan langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan. UCatatan : Bagi pejabat-pejabat —tentunya yang telah ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan— yang berwenang dalam membatalkan hak milik, tidak perlu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri atau Kepala Kantor Pertanahan, karena peraturan perundang-undangan telah memberikan kewenangan kepadanya dan hal itu adalah juga merupakan tugas serta kewajiban dari masing-masing Pejabat yang telah ditunjuk itu.

(5) Hal apa saja yang termuat dalam permohonan tertulis tentang pembatalan Hak Milik?

Sebagaimana termaksud dalam pasal 108 Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan. Permohonan pembatalan hak harus memuat:

1. Keterangan mengenai pemohon: a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan,

tempat tinggal dan pekerjaannya; b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan,

akta atau peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. nomor/jenis hak atas tanah;

96

b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. jenis tanah (pertanian dan non pertanian). UCatatan: Berdasarkan ketentuan ini maka pemohon harus mengetahui secara detail mengenai data-data fisik dan data yuridis atas lahan yang dimohonkan untuk dibatalkan haknya. Sementara berdasarkan pengalaman Penulis di lapangan, untuk mengetahui data-data mengenai tanah tersebut sangat sulit, karena dalam hal ini akses informasi atas data-data tersebut sulit sekali ditembus. BPN sangat tertutup dalam hal memberikan informasi atas data-data yang dibutuhkan oleh pihak yang bersengketa. Terlebih apabila kita tidak memiliki bukti apapun atas tanah tersebut, kita hanya berpegang teguh pada bukti sejarah dan saksi sejarah. Walhasil yang bisa kita dapatkan hanyalah data secara umum saja.

3. lain-lain: a. alasan permohonan pembatalan; b. keterangan lain yang dianggap perlu.

UCatatan: Ini yang terpenting, yaitu alasan kenapa kita menuntut untuk pembatalan hak. Contoh: Pemberian hak atas tanah tersebut cacat hukum/administratif karena diberikan kepada subjek hukum yang tidak sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan, seperti pemberian hak milik kepada Warga Negara Asing misalnya. Kemudian dalam kenyataannya tanah tersebut tidak digunakan sebagaimana peruntukannya, dll.

Seperti sudah Penulis jelaskan tadi, perihal bukti sejarah, kemudian kesaksian dari saksi sejarah dan bukti fisik atas penguasaan lahan yang dahulu sekali pernah kita kuasai, kita cantumkan pada bagian ini. Kemudian kita susun dengan menggunakan argumentasi hukum yang bagus –berdasarkan bukti-bukti yang kita miliki— dan hal ini kemudian yang dapat membantu kita dalam proses permohonan untuk pembatalan

Page 50: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

97

hak. Keterangan lain yang dianggap perlu misalnya adalah, keterangan atau pendapat para ahli atas sengketa yang terjadi —tentunya pendapat dan keterangan tersebut adalah yang mendukung argumentasi yang sudah kita buat.

4. Hal-hal yang penting untuk dilampirkan dalam permohonan Beberapa hal yang perlu dilampirkan dalam

permohonan pembatalan hak adalah sebagai berikut: (1) Yang menyangkut diri pemohon:

a. jika perorangan: foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan;

b. jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Yang menyangkut perihal tanahnya: a. foto copy surat keputusan dan atau sertipikat; b. surat-surat lain yang berkaitan dengan

permohonan pembatalan.

98

♣ BAGAN MENGENAI PROSES PEMBATALAN HAK MILIK

Keterangan:

1. Setelah pemohon tertulis tentang pembatalan hak milik selesai dibuat kemudian permohonan tersebut diserahkan kepada menteri atau kepala BPN. Penyerahan permohonan tertulis tersebut ditujukan kepada Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kebupaten/Kotamadia sesuai dengan kewenangannya;

2. Setelah menerima surat permohonan tersebut, menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap data fisik dan data yuridis tanah tersebut. Penelitian tersebut lebih dititikberatkan pada poin alasan pemohon dalam menuntut pembatalan hak;

3. Setelah penelitian terhadap data fisik dan data yuridis telah selesai, Tim memberikan hasil penelitian yang

PERMOHONAN TERTULIS TENTANG PEMBATALAN HAK

PENELITIAN TERHADAP DATA FISIK DAN DATA YURIDIS ATAS TANAH

YANG DIMOHON

PENDAPAT, PERTIMBANGAN SERTA USULAN ATAS HASIL

PENELITIAN YANG DILAKUKAN

MENTERI KEPALA BPN

MENTERI ATAU KEPALA KANTOR PERTANAHAN

TERGANTUNG KEWENANGAN

PEMBATALAN HAK MILIK

Page 51: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

99

disertai dengan pendapat, pertimbangan, serta usulan yang dalam hal ini berkaitan dengan proses pembatalan hak;

4. Hal sebagaimana tersebut diatas diserahkan kepada Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia untuk dijadikan dasar dalam memutuskan batal atau tidaknya hak milik tersebut;

5. Batal atau tidaknya hak milik atas tanah tersebut sangat bergantung pada keputusan Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

100

BAB II

TENTANG HAK GUNA USAHA (HGU) BAB ini membicarakan tentang hak atas tanah yang banyak menimbulkan persoalan bagi masyarakat petani. Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan perkebunan negara maupun swasta adalah jenis hak yang paling banyak menimbulkan konflik berkepanjangan dengan petani. Berdasarkan keadaan tersebut kami merasa perlu memberikan sedikit informasi perihal tersebut terutama kepada petani. Hal ini dimaksudkan agar konflik berkepanjangn tersebut segera selesai, dimana konflik tersebut muncul karena adanya ketertutupan akses informasi petani mengenai hukum pertanahan nasional. Dengan demikian jelaslah kemudian hak-hak apa saja yang di jamin oleh undang-undang atas rakyat tani. ♦ APAKAH HAK GUNA USAHA ITU?

Berdasarkan pasal 28 UUPA, Hak Guna Usaha adalah

hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal

Page 52: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

101

29 UUPA, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Hak ini berbeda dengan hak milik sebagaimana sudah

dijelaskan di atas. Hal jelas yang membedakannya adalah keterikatan si pemegang hak dengan tanah tidak sekuat sebagaimana yang terjadi pada hak milik. Penguasaan tanah oleh pemegang Hak Guna Usaha tidak absolut, hal ini dikarenakan sifat dari penguasaan haknya yang limitatif (terbatas). Sudah dijelaskan diatas bahwasanya dalam hak milik penguasaan dan pengelolaan atas tanahnya adalah tidak terbatas, kecuali ada kondisi lain yang ditentukan oleh UU/peraturan lain. Namun dalam Hak Guna Usaha pengelolaan dan penguasaan si pemegang hak atas tanahnya dibatasi oleh UU/peraturan. Dapat dikatakan juga bahwasanya pemegang Hak Guna Usaha adalah seseorang yang menyewa sebidang tanah tertentu pada negara.

Jadi dapat dikatakan pula bahwasanya pemegang hak milik dari tanah tersebut adalah negara, dan mengenai hak dan kewajiban si penyewa (pemegang HGU) diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan yang di sahkan oleh negara. Segera setelah diterbitkannya sertipikat Hak Guna Usaha atas nama pemegang hak maka seketika itu pula melekat kewajiban dan hak dari si pemegang Hak Guna Usaha. Bilamana kewajiban serta hak sebagaimana ditentukan dan ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut dilanggar atau terlanggar oleh orang lain atau dirinya sendiri maka ada akibat hukum yang harus di tanggung atau diterima oleh si pemegang hak. ♦ STATUS TANAH APA SAJA YANG DAPAT

DIMOHONKAN MENJADI HAK GUNA USAHA?

Hak Guna Usaha diberikan di atas tanah yang berstatus sebagai tanah negara, yang bebas dari kepentingan pihak lain. Seandainya kemudian tanah yang dimohonkan Hak Guna Usahanya ternyata termasuk dalam kawasan hutan, maka status tanah itu harus dikeluarkan terlebih dahulu dari kawasan hutan. Dikeluarkannya seluas lahan tertentu dari wilayah hutan adalah merupakan kewenangan dari masing-masing kepala

102

wilayah/daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Bupati.

Bilamana lahan yang dimohonkan tersebut tidak bebas dari kepentingan pihak lain, dengan kata lain ada alas hak lain yang melekat dalam wilayah lahan yang dimohonkan Hak Guna Usaha, seperti misal Hak Guna Bagunan, Hak Milik, dan Hak Pakai, maka terlebih dahulu si pemegang hak tersebut harus melepaskan haknya. Ada dua kemungkinan, hak tersebut lepas dari si pemagang hak semula karena adanya akibat hukum (yaitu ada kewajiban-kewajiban tertentu yang tidak di penuhi oleh bekas pemegang hak yang kemudian berakibat pada lepasnya hak yang di pegangnya) atau karena pelepasan hak tersebut dilakukan secara sukarela oleh pemegang hak.

Hal demikian ini tidak serta merta melepaskan hak dari si pemegang hak lama, karena untuk yang melepaskan hak tersebut secara sukarela maka si pemohon Hak Guna Usaha tersebut wajib mengganti kerugian, yang ketentuan lebih lanjutnya ditetapkan melaui keputusan presiden. • Lihat pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

40 Tahun 1996. UCatatan: Ada peluang negara untuk melakukan kesewenang-wenangan terhadap rakyat di dalam ayat 4 pasal 4 PP 40/1996. Disana disebutkan bahwa dalam hal tanah yang akan diberikan HGU itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberikan ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang HGU. Dan ketentuan mengenai ganti ruginya ditetapkan dengan Keppres.

Disini tersirat bahwa kepentingan modal lebih didahulukan ketimbang kepentingan masyarakat yang lain apalagi masyarakat miskin, meskipun dia punya hak yang sah.

Page 53: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

103

♦ SIAPA SAJA YANG BISA MEMPEROLEH HAK GUNA USAHA ATAS TANAH?

Yang dapat memperoleh dan memohon (syarat-syarat) Hak Guna Usaha adalah orang (Warga Negara Indonesia) dan badan hukum. Badan hukum tersebut dapat berupa perusahaan, dan syaratnya adalah badan hukum tersebut harus didirikan menurut hukum Indonesia. Lalu, bagaimana jika syarat-syarat tersebut ternyata tidak dipenuhi ? UBerdasar PP 40/1996 pasal 3: Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. ♦ KAPAN DAN BAGAIMANA HGU BISA TERJADI?

Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah. Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sebagai alat bukti atas dikeluarkannya keputusan pemerintah tentang pemberian Hak Guna Usaha maka diterbitkanlah sertipikat hak atas tanah. Untuk bisa keluarnya sertipikat Hak Guna Usaha maka si pemohon hak harus menempuh jalur prosedural terlebih dahulu sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini biasa disebut dengan proses pendaftaran tanah, yang dilakukan melaui kantor pertanahan. Dalam prakteknya, justru langkah-langkah prosedural inilah yang banyak di telikung oleh pemohon hak. Memang secara kasat mata tidak satupun ada prosedur yang dilanggar oleh si pemohon hak. Namun cara yang dilakukan untuk bisa

104

memenuhi prosedur tersebutlah yang merupakan sumber permasalahannya. Pada saat inilah biasanya praktek KKN mendapatkan ruang yang sempurna untuk tumbuh dan berkembang. Contoh: Seperti yang biasa terjadi dalam hal pengukuran lahan. Peraturan perundang-undangan menetapkan bahwasanya salah satu langkah untuk dapat diterbitkannya Hak Guna Usaha adalah dengan melakukan pengukuran terhadap lahan yang dimohonkan. Saat pengukuran harusnya turut disaksikan oleh pemilik hak lain yang dalam hal ini lahannya berbatasan dengan lahan yang sedang dalam proses permohonan hak. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengukuran yang menyebabkan terlanggarnya batas-batas lahan yang telah dibebani hak orang lain, yang dikemudian hari dapat menimbulkan sengketa. Setelah proses pengukuran selesai maka dibuatlah berita acara pengukuran lahan, yang didalamnya para saksi dan pemegang hak lain yang berbatasan dengan lahan tersebut turut pula dimintai persetujuannya. Hal ini dikukuhkan dalam pembubuhan tanda tangan. Kenyataan dilapangan proses penandatanganan berita acara pengukuran lahan tidak di tandatangani sendiri oleh si pemegang hak melainkan cukup diwakili oleh kepala desa/luruh sebagai penguasa wilayah desa. Dalam praktek juga banyak terjadi pencaplokan wilayah oleh pemegang sertipikat Hak Guna Usaha, yang didalamnya terdapat hak milik orang lain. Karena adanya praktek KKN (Kolusi Koropsi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh pemohon dengan perangkat desa terkait dan juga BPN (sebagai instansi yang melakukan pengukuran) maka hak-hak orang tersebut atas tanah di kesampingkan. Dan berbekal tanda tangan kepala desa/lurah, kemudian pemohon tersebut dapat mengantongi sertipikat Hak Guna Usaha. ♦ BERAPAKAH LUAS LAHAN YANG BISA DI

MOHONKAN HAK GUNA USAHA? BERAPA PULA JANGKA WAKTU BERLAKUNYA HAK GUNA USAHA?

1. HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 ha,

dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 ha atau lebih harus

Page 54: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

105

memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.

2. HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun atau 35 tahun dan bisa diperpanjang untuk waktu paling lama 25 tahun.

3. Sesudah jangka waktu HGU dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama (ps 8 UU 40/1996).

♦ BAGAIMANA TATA CARA MEMPEROLEH HAK

GUNA USAHA?

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon. Hal ini dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun sebelum pemenuhan atas data yuridis dan data fisik maka pemohon terlebih dulu harus mengajukan permohonannya secara tertulis kepada kepala kantor pertanahan.

(1) Permohonan hak guna usaha atas tanah negara diajukan secara tertulis dengan mengisi data-data yang diperlukan.

Permohonan ini diajukan kepada BPN, sebagai badan yang dibentuk pemerintah yang diberikan kewenangan untuk mengurusi masalah ini. Dalam permohonan tertulis ini akan memuat tentang hal-hal sebagaimana akan tersebut berikut ini:

(1.1.) Pengisian data pemohon, memuat tentang:

1. Keterangan mengenai pemohon :

a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai

106

isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya;

Dalam permohonan tertulis tersebut pemohon diminta untuk menuliskan identitas pribadinya, sebagaimana disebut diatas. Nama dan umur adalah data umum yang biasa dimintakan dalam hal kepentingan administratif dimanapun. Sementara mengenai warga negara, hal ini sangat berkaitan erat dengan perundang-undangan, yaitu, perihal siapa saja yang boleh melakukan permohonan hak, WNI atau WNA, serta berkaitan pula dengan hak dan kewajibannya. Sementara untuk keterangan mengenai keluarga, hal ini berkait erat dengan kemampuan membayar pajak dan hal-hal lain yang berkait dengan keuangan. Dari data tersebut dapat diketahui kemampuan seseorang dalam membayar beban yang nantinya akan dibebankan oleh negara kepadanya. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada proses permohonan hak guna usaha. sebab dalam hal permohonan hak guna usaha hanya orang-orang yang dianggap negara mempu membayar pajak dan segala hal kemudian yang akan dibebankan kepadanyalah yang kemudian dapat dikabulkan permohonannya. Sebab sebagaimana peruntukakannya, yaitu untuk kegiatan usaha maka modal tentunya sudah menjadi faktor dan hitungan utama oleh si pengusaha. Namun untuk pengusaha perorangan yang bermodal kecil maka pemerintah juga memberikan keringanan dalam pembayarannya. Namun hal demikian pada kenyataanya jarang terjadi, meskipun ini adalah mandat dari peraturan perundangan. Yang lebih di prioritaskan oleh pemerintah untuk dapat memperoleh hak guna usaha adalah mereka pengusaha dengan modal besar.

b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat memperoleh hak guna usaha

Page 55: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

107

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk pemohon yang bentuknya adalah badan hukum, data yang diminta lebih banyak lagi. Dan yang harus dilampirkan dalam permohonan adalah: foto copy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang sudah pasti adalah nama badan hukum, kemudian tempat kedudukan badan hukum tersebut. Hal ini berkaitan nantinya dengan yurisdiksi pengadilan dimana perlu diketahui domisili dari badan hukum tersebut, akta pendirian dan tanggal pengesahan badan hukum. Hal ini berkaitan pula dengan keabsahan dari badan hukum dan juga untuk mengetahui apakah ada cacat hukum dalam pendirian badan hukum tersebut, karena untuk mendirikan badan hukum terlebih dahulu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dan diatur pula dalam peraturan tersendiri. Jadi apabila syarat-syarat mengenai pendirian tersebut tidak dapat terpenuhi, badan hukum tersebut tidak dapat didirikan. Maksud lainnya adalah agar bisa dilakukan penelitian silang dengan Departemen Kehakiman sebagai lembaga yang mengeluarkan keputusan dan penetapan tentang berdirinya satu badan hukum. Departemen Kehakiman mempunyai data tentang badan hukum yang sah dan diperbolehkan untuk beroperasi. Jadi apabila badan hukum yang mengajukan permohonan kepemilikan hak kepada BPN tidak terdaftar nomor dan tanggal pengesahannya pada Departemen Kehakiman maka dia tidak dapat melakukan permohonan hak atas tanah.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. dasar penguasaan atau alas haknya dapat

berupa surat-surat bukti pelepasan, hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari perorangan/pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan

108

hak, berita acara lelang dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.

b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Rencana penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah

negara); f. keterangan mengenai jumlah bidang,

luas dan status tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai oleh pemohon, termasuk bidang, tanah yang dimohon;

g. keterangan lain yang perlu. Pemohon selain mencantumkan identitas diri atau identitas badan hukumnya juga harus mencantumkan keterangan yuridis dan fisik mengenai tanah yang dimohon. Keterangan yuiridis dalam bahasa sehari-hari adalah segala apapun bukti atau keterangan yang ada kaitannya dengan hukum/peraturan perundang-undangan. Segala sesuatu tersebut dapat memiliki keterkaitan dengan hukum apabila terdapat peristiwa dan perbuatan hukum. Dengan adanya peristiwa dan perbuatan hukum maka secara otomatis akan memiliki akibat hukum. Akibat hukum inilah yang dimaksud dengan keterikatan secara hukum. Data yuridis yang dimaksud oleh pemerintah adalah: surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan jual-beli tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pihak lain. Selain itu, akta PPAT, akta pelepasan hak, berita acara pelelangan, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya, yaitu yang mengenai bukti-bukti tertulis maupun peristiwa atau perbuatan hukum yang kemudian mengikatkan subjek kepada hukum. Sementara untuk data-data fisik, lebih dititikberatkan kepada objek/bidang tanah yang sedang dimohonkan haknya. Atau dengan kata lain adalah keadaan lapangan dari bidang tanah yang dimohonkan haknya seperti: luas lahan, batas

Page 56: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

109

lahan, keadaan lahan, jenis lahan, peruntukan lahan, surat ukur, gambar situasi, dsb. Hal lain-lain sebagaimana disebut di atas diperlukan untuk mengetahui seberapa luas tanah yang sudah dimiliki oleh pemohon dan hal ini berkaitan dengan batas maksimum kepemilikan lahan yang diperbolehkan oleh undang-undang. Perihal luasan maksimum yang boleh dimiliki oleh subjek hukum diatur dalam peraturan tersendiri. Untuk pengisian keterangan sebagaimana dibutuhkan diatas biasanya BPN telah menyediakan formulir tersendiri, yang formatnya telah baku.

(2) Setelah proses pengisian data, bagaimanakah proses selanjutnya?

Setelah proses pengisian data tersebut telah selesai maka selanjutnya adalah: 1. Permohonan hak guna usaha ini diajukan kepada Menteri

Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

• Permohonan HGU diajukan kepada Menteri melalui kepala kantor wilayah, dengan tembusan kepada kepala kantor pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

• Apabila tanah yang dimohon terletak dalam dan lebih dari satu daerah kabupaten/kota, maka tembusan permohonan disampaikan kepada masing-masing kepala kantor pertanahan yang bersangkutan.

2. Kemudian yang dilakukan Kepala Kantor Pertanahan adalah :

a. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.

b. mencatat dalam formulir isian sesuai dengan contoh.

c. memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian contoh.

110

d. memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Setelah rangkaian proses tersebut selesai dilakukan, dikeluarkanlah surat keputusan pemberian hak atas tanah oleh BPN. Keputusan pemberian hak guna usaha atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Kesimpulannya adalah si pemohon harus tahu apakah permohonan yang diajukannya ditolak atau diterima, dan bilamana ditolak maka harus disertakan pula alasan penolakannya.

Secara umum proses keluarnya sertipikat atau

pengakuan atas hak guna usaha oleh negara adalah melalu tiga tahap yang sudah penulis sebutkan di atas. Sesuai dengan penjelasan di atas, yang paling banyak berperan dalam proses terbitnya hak guna usaha adalah BPN. Karena setelah pemohon melakukan pengisian data yang diperlukan dan disyaratkan oleh undang-undang, data-data tersebut diserahkan kepada BPN. Kemudian BPN melakukan tindakan prosedural sesuai dengan kewenangannya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan yang ada dan berlaku. Dalam melakukan tindakan prosedural tersebut BPN tidak bekerja sendiri melainkan dibantu oleh Panitia B, yaitu dalam hal memeriksa, meneliti dan memberikan pertimbangan atas sebidang tanah yang dimohonkan haknya oleh si pemohon.

(3) Bagaimana apabila terdapat ketidaklengkapan data?

BPN menyerahkan kembali data-data tersebut kepada si

pemohon dan memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data-data tersebut. BPN membuat catatan mengenai data-data apa saja yang harus dilengkapi oleh si pemohon. Setelah pemohon melengkapi data tersebut

Page 57: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

111

kemudian berkas dikembalikan lagi ke BPN untuk kemudian diperiksa lagi oleh Panitia B.

Permohonan tidak akan diproses sampai pemohon melengkapi data tersebut. Proses ini menjadi salah satu yang harus diawasi oleh masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan, karena bisa jadi meskipun data tidak lengkap, permohonan akan ditindaklanjuti. Oleh karena itu perlu dikritisi soal apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut. Syarat-syarat tersebut apakah harus terpenuhi semua (komulatif), yang artinya jika tidak terpenuhi salah satu bisa gagal, atau ada syarat-syarat lain yang sifatnya tambahan.

(4) Diterima atau ditolaknya permohonan hak milik pemohon atas sebidang tanah tergantung pada:

1. Kelengkapan data fisik dan yuridis atas sebidang tanah yang dimohonkan dan juga Urencana peruntukan dari lahan yang dimohonkan U;

2. Pertimbangan dan uji kelayakan yang dilakukan oleh Panitia A.

UKeterangan mengenai kata yang digarisbawahi: Bilamana pemerintah telah menetapkan lahan tersebut untuk peruntukan tertentu, besar kemungkinan permohonan yang diajukan ditolak. Biasanya hal tersebut terjadi bila tanah tersebut telah dibebani hak lain dan dipegang oleh pemegang hak lain, seperti hak milik; hak guna bangunan; hak pakai. Atau tanah nantinya akan diperuntukkan sebagai wilayah konservasi, wilayah hutan inti, dan hal lain untuk kepentingan umum, seperti: pembangunan terminal, bandar udara, atau pelabuhan. Atau, bila lokasi tanah yang dimohonkan berada dalam garis hijau, dsb. Hal ini berkaitan erat dengan rencana peruntukan dan tata ruang atau wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Selain itu pemohon juga harus mencantumkan rencana peruntukan lahan yang dimohonkannya. Apakah untuk usaha peternakan, perikanan, atau perkebunan.

112

(5) Bisakah pihak-pihak tertentu melakukan gugatan dan keberatan atas terbitnya sertipikat hak guna usaha?

Setelah terbitnya sertipikat, semua pihak yang merasa

keberatan atas terbitnya sertipikat Hak Guna Usaha tersebut diberikan waktu selama 5 tahun sejak sertipikat tersebut diterbitkan untuk menggugat terbitnya sertipikat hak guna usaha tersebut. Namun jika selama 5 tahun tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat perihal hak guna usaha atas tanah tersebut, maka status atas tanah tersebut tidak lagi dapat diganggu gugat. Dengan kata lain batas daluwarsa untuk melakukan gugatan adalah selama 5 tahun. Pihak-pihak yang merasa keberatan atas terbitnya hak guna usaha atas sebidang tanah tertentu dapat mengajukan keberatan yang dibuat secara tertulis untuk kemudian diserahkan kepada si pemegang lahan dan Kepala BPN terkait ♦ BAGAN PROSEDUR PEMBERIAN HAK GUNA

USAHA (HGU)

^ PEMOHON Permohonan diajukan kepada BPN Kanwil : bila tanah yang dimohon luasnya<(kurang) 200 ha Permohonan diajukan kepada BPN Pusat : bila tanah yang dimohon luasnya > (lebih) 200 ha

Keterangan:

1. Pemohon hak guna usaha mengajukan permohonan; 2. Pemohon mengisi formulir yang telah disediakan oleh

BPN, yang di dalamnya berisi keterangan perihal data fisik dan yuridis;

PEMOHON HGU^

PENGISIAN DATA

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMERIKSAAN DATA OLEH

PANITIA B

TINJAU LOKASI OLEH PANITIA B

PEMBUATAN BERITA ACARA TINJAU LOKASI

PERINTAH UNTUK MELENGKAPI DATA BILA

KURANG LENGKAP

PEMBUATAN SURAT UKUR DAN GAMBAR

SITUASI

Page 58: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

113

3. Panitia B —yang di dalamnya termasuk juga BPN sebagai ketua merangkap anggota— melakukan penelitian dan pemeriksaan atas data yang sudah diisi oleh pemohon hak disertai juga dengan pendapat serta pertimbangan mengenai tanah yang diperiksa;

4. Apabila Panitia B dalam pemeriksaan dan penelitiannya menemukan adanya kekurangan data (data yuridis), Panitia B memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data tersebut. Setelah selesai kemudian dikembalikan lagi kepada Panitia B, untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Apabila pemohon tidak sanggup untuk memenuhi perintah Panitia B, maka proses tidak dapat dilanjutkan dan permohonan ditolak/dianggap batal;

5. Setelah data-data tersebut dinilai lengkap oleh Panitia B, Panitia B melakukan tinjau lapangan/tinjau lokasi guna proses pengecekan terhadap data fisik yang dilaporkan oleh si pemohon dalam formulir tertulisnya. Dan apabila dalam hasil tinjau lapangan ditemukan ketidaksesuaian data maka terdapat 2 kemungkinan yaitu : perintah untuk memperbaiki data dan penghentian proses/penolakan;

6. Setelah tinjau lokasi selesai dilakukan, Panitia B membuat berita acara tinjau lokasi;

7. Panitia B membuat surat ukur dan gambar situasi tanah, yang berisi tentang luas lahan serta batas-batas lahan. Hal ini dilakukan atas dasar tinjau lokasi yang dilakukan oleh Panitia B;

8. Sertipikat hak guna usaha diterbitkan; 9. Penyerahan sertipikat hak guna usaha kepada pemohon

oleh BPN. Catatan: • Dalam kenyataannya tidak selalu masyarakat desa atau

perangkat desa setempat dilibatkan dalam proses penerbitan hak guna usaha. Terlebih dalam hal pengukuran dan tinjau lapangan. Hal inilah kemudian yang menyebabkan asal muasal dari terjadinya sengketa;

• Karena adanya peraturan tertentu yang isinya adalah tentang kewenangan dalam menerbitkan sertipikat Hak Guna Usaha atas tanah, institusi BPN yang dicantumkan

114

dalam bagan tidak disebutkan secara rinci apakah itu BPN Pusat melalui keputusan Menteri Agraria atau BPN Kanwil. Hal tersebut berkait dengan luasan lahan yang dimohon. Mengenai hal ini maka akan penulis jelaskan lebih lanjut;

• Panitia B adalah merupakan Tim gabungan dari berbagai instansi terkait sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan yang ditugaskan untuk memeriksa syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dalam proses terbitnya Hak Guna Usaha . Mengenai Panitia B akan di jelaskan lebih lanjut.

• Bagan yang penulis buat ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.

♦ BAGAN PROSES PEMBERIAN DAN

PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH

Keterangan:

1. Bagan ini adalah merupakan bagan yang menjelaskan tentang proses pemberian/pendaftaran hak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang pendaftaran tanah.

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMOHON HAK / PEMEGANG HAK

BPN

PENYAJIAN DATA FISIK DAN YURIDIS

PENYIMPANAN DAFTAR UMUM DAN

DOKUMEN

I N FOR MAS I

Page 59: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

115

2. Pada dasarnya proses permohonan hingga terbitnya sertipikat hak guna usaha tidak jauh berbeda dengan bagan sebelumnya di atas. Bedanya adalah pada proses setelah sertipikat hak guna usaha sudah diterbitkan.

3. Karena tahapan-tahapan mengenai permohonan hak atas tanah dalam bagan ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya maka, penulis merasa tidak perlu lagi untuk memberikan keterangan atas proses yang terjadi sebelum diterbitkannya hak.

4. Setelah sertipikat hak guna usaha tersebut terbit, pada bagan pertama hanya dituliskan bahwa kemudian sertipikat tersebut diserahkan kepada pemohon hak yang kemudian disebut sebagai pemegang hak. Namun menurut PP ini selain diberikan kepada pemegang, sertipikat tersebut juga diberikan kepada BPN untuk kepentingan pendokumentasian dan kepentingan informasi.

5. Setelah diterbitkannya sertipikat, BPN masih memiliki kewajiban lain, yaitu untuk: menyajikan data fisik dan yuridis dan melakukan penyimpanan terhadap daftar umum dan dokumen.

6. Penyajian data fisik dan yuridis serta pendokumentasian dimaksudkan lebih kepada fungsi-fungsi pemberian informasi dan pelayanan terhadap publik/masyarakat luas.

7. Hal ini dimaksudkan agar bilamana terjadi sengketa atas tanah antara 2 belah pihak maka data-data mengenai bidang tanah yang disengketakan bisa dibuka kembali di BPN dan dari sana dapat dibuktikan siapakah yang lebih berhak atas tanah yang disengketakan tersebut.

8. Selain untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang bersengketa, dokumen dan data-data tersebut juga bisa dibuka dan dimintakan salinan atau petikannya guna kepentingan badan-badan atau instansi khusus, sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan. Contoh: pembukaan dokumen atas perintah hakim.

Catatan: • Meskipun peraturan tersebut menyebutkan bahwa data-

data serta dokumentasi tersebut bisa diketahui oleh pihak

116

yang berkepentingan, namun pada kenyataannya sangat sulit sekali untuk memperoleh informasi atas hal tersebut di atas. Dari beberapa kali pengalaman Penulis di lapangan, usaha untuk memperoleh informasi atas data dan dokumen tersebut selalu saja gagal. Kata “berkepentingan” selalu dijadikan alasan oleh BPN untuk membatasi akses informasi tersebut, meskipun jelas-jelas posisi Penulis pada waktu itu adalah kuasa hukum dari salah satu pihak yang bersengketa (petani). Mereka selalu berdalih bahwa yang berkepentingan itu lebih mengacu pada pemegang sertipikat, kepolisian, dan perintah pengadilan.

♦ SIAPA YANG BERWENANG UNTUK

MENGELUARKAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA?

Hak guna usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk (pasal 6 PP 40/1996).

HGU diberikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (dahulu Menteri Dalam Negeri) melalui persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3/1999, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional provinsi memberi keputusan mengenai pemberian HGU atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha. Sedangkan di atas 200 ha, menjadi kewenangan BPN Pusat.

Dalam prakteknya, BPN Provinsi hanya memberikan rekomendasi kepada BPN Pusat tentang permohonan pembatalan HGU sebuah perkebunan meskipun luasnya di bawah 200 ha, kemudian BPN Pusat yang akan memutuskan. Demikian pula mengenai pemberian hak baru maupun perpanjangan HGU, diserahkan ke BPN Pusat.

Pemberian HGU maupun pembatalan HGU, dilakukan melalui sebuah tim/panitia yang disebut Panitia B. Hal ini

Page 60: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

117

diatur dalam Keputusan kepala Badan Pertanahan Nasional No. 12 /1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksa Tanah. ♦ SIAPAKAH PANITIA B ITU? APA TUGAS DAN

WEWENANGNYA? (1) Apa Pengertian Dari Panitia B?

Panitia Pemeriksa Tanah B selanjutnya disebut “Panitia

B” adalah Panitia yang bertugas melakukan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian permohonan, perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha.

(2) Siapa Saja Anggota Panitia B? Anggota Panitia B adalah: a. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Propinsi, sebagai Ketua merangkap anggota; b. Kepala Bidang Penatagunaan Tanah dan Kepala Bidang

Hak-Hak Atas Tanah, sebagai anggota; c. Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II atau Pejabat

yang ditunjuk sebagai anggota; d. Kepala Dinas Perkebunan/Pertanian/Perikanan/

Peternakan/Daerah Tingkat I atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penggunaan tanah yang bersangkutan, sebagai anggota;

e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kahutanan Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk sepanjang tanah yang dimohon termasuk kawasan hutan atau yang berbatasan dengan kawasan hutan, sebagai anggota;

f. Seorang pejabat dari instansi lain yang terkait apabila tanah yang dimohon tersebut penggunaannya bersifat khusus, sebagai anggota;

g. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia yang bersangkutan, sebagai anggota;

h. Kepala Seksi Pengurusan Hak Atas Tanah Badan Hukum atau Kepala Seksi Pengurusan Hak Tanah Perorangan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, sebagai sekertaris merangkap anggota;

118

(3) Siapa Yang Menetapkan Panitia B?

Keanggotaan Panitia B dimaksud pasal 6 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang bersangkutan.

(4) Apa Saja Tugas Panitia B? Tugas Panitia B: a. mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas

permohonan Hak Guna Usaha, serta syarat-syarat lainnya mengenai bonafiditas, kemampuan dan kesungguhan akan usahanya;

b. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai status, dasar perolehan, kondisi, luas, batas tanahnya dan kepentingan-kepentingan lainnya;

c. menentukan sesuai atau tidaknya penggunaan tanah tersebut dengan usaha yang akan dilakukan pemohon;

d. mengadakan pemeriksaan/konstatasi mengenai penguasaan dari pengusahaan tanah yang dimohon Hak Guna Usaha;

e. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam risalah Pemeriksaan Tanah.

Dalam prakteknya, seringkali penetapan pemberian

HGU ini tidak dilakukan oleh Panitia B secara keseluruhan, namun hanya sebagian saja, bahkan hanya dilakukan oleh sebuah instansi saja, yakni BPN. Kenyataannya, jarang sekali dilakukan penelitian di lapangan tentang kondisi tanah yang akan diberikan HGU, sehingga penetapan yang sepihak tersebut menimbulkan konflik dengan masyarakat. ♦ APA SAJA KEWAJIBAN PEMEGANG HGU?

Berdasarkan pasal 12 PP 40/1996 :

a. membayar uang pemasukan kepada negara b. melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan,

dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

Page 61: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

119

c. mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan instansi teknis;

d. membangun memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU

e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU;

g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara sesudah HGU tersebut hapus;

h. menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pemegang HGU juga dilarang menyerahkan

pengusahaan tanah HGU kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kenyataannya? Peraturan di atas sering dilanggar oleh para pemegang HGU, termasuk mengalihkan penguasahaan kebun kepada pihak lain. Dan pelanggaran ini tidak pernah diberi sanksi. ♦ BISAKAH HGU DIPERPANJANG / DIPERBARUI?

Bisa. HGU dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya. Permohonannya harus diajukan dalam waktu 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut. Sesudah jangka waktu HGU atau perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama (1) Syarat perpanjangan HGU:

a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut ;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak

120

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak

(2) Syarat pembaharuan HGU:

a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut ;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak ;

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Dalam prakteknya, syarat-syarat di atas seringkali tidak

dipenuhi oleh Panitia B atau BPN sebelum memutuskan memperpanjang atau memperbarui hak guna usaha. Misalnya ada perusahaan yang mensubkontrakkan pengelolaan perkebunan kepada pihak lain, atau sudah tidak mengelola lagi dengan baik karena bangkrut. BPN atau Panitia B hanya menilai berdasarkan permohonan tertulis, meneliti kelengkapan datanya, kemudian memberikan rekomendasi tanpa mengecek ke lapangan. Akibatnya perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk adanya sengketa dengan masyarakat tidak digubris. ♦ APAKAH HGU BISA HAPUS?

Bisa. Pasal 34 PP 40/1996 menyebutkan bahwa HGU bisa hapus karena :

a. waktu berlakunya habis b. dibatalkan pejabat berwenang sebelum habis masa

berlakunya karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban/melanggar ketentuan-ketentuan di atas, dan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. Dicabut berdasarkan Undang-undang e. Diterlantarkan f. Tanahnya musnah

Page 62: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

121

g. Pemegang HGU bukan lagi WNI atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

Catatan: Dalam prakteknya, habisnya HGU tidak serta merta menghapuskan hak atas tanah. Biasanya BPN berdalih bahwa meskipun HGU sudah habis, tetapi berdasarkan Keppres 32/1979, hak atas tanah masih ada pada pemegang HGU. Penafsiran ini adalah sebuah kekeliruan (atau kesengajaan ?), karena Keppres 32/1979 mengatur konversi atas tanah-tanah bekas hak erfpacht dan hak lain yang memberikan prioritas kepada pemegang hak sebelumnya untuk mendaftarkan tanah menjadi HGU sampai 24 September 1980, tidak mengatur mengenai pengutamaan pemegang HGU setelah HGU nya habis. Seharusnya, berdasarkan hukum, HGU yang habis menjadi tanah negara, jikalau HGU nya tidak diperpanjang dan masih ada hak pemegang HGU adalah terbatas pada tanaman di atasnya. Itu pun wajib segera dibongkar oleh pemiliknya dan diserahkan kepada negara. Jika dia lalai tidak membongkar, maka pemerintah yang akan membongkar atas biaya pemegang HGU (pasal 18 PP 40/1996). ♦ BISAKAH HAK GUNA USAHA DIALIHKAN?

Sama halnya dengan hak milik, hak guna usaha juga bisa dialihkan pengusahaannya kepada pihak lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Dalam pasal ini disebutkan beberapa hal yang dapat menyebabkan beralihnya hak kepada pihak lain. Hal ini dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:

a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

Untuk peralihan Hak Guna Usaha yang melalui cara jual

beli, harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh Pejabat

122

Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sementara itu jual-beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang dan peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat waris atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang, seperti misal notaris, atau pejabat pemerintahan tinggat kelurahan dan kecamatan. Kemudian peralihan itu harus didaftar melalui Kantor Pertanahan supaya jelas dan untuk menghindari sengketa. ♦ BISAKAH HAK GUNA USAHA DIBATALKAN?

Bisa. Hal ini diatur dalam pasal 17 PP 40/1996, bahwa HGU bisa dibatalkan karena pemegang HGU tidak melakukan kewajiban-kewajibannya seperti membayar uang pemasukan, mengusahakan tanah sesuai peruntukan, mengusahakan sendiri, memelihara lingkungan, terdapat cacat administratif, dll. Kemudian, pemegang HGU juga melanggar ketentuan-ketentuan pasal 13, yaitu tidak memberikan jalan, atau jalan air yang milik publik yang terdapat di dalam HGU. Selain itu tidak memperhatikan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Karena sebab-sebab itu, HGU bisa dibatalkan. Kenyataannya? Seluruh pemegang HGU ternyata melanggar ketentuan-ketentuan di atas, dan hanya 1 HGU yang dibatalkan dari puluhan HGU yang bermasalah. Sedangkan apabila ada pemegang HGU yang menelantarkan tanah, tidak mengakibatkan hapusnya HGU demi hukum dan tanah kembali menjadi tanah negara, tetapi pemerintah yang tetap memprosesnya. ♦ SIAPA YANG BERWENANG MEMBATALKAN?

Yang berwenang membatalkan adalah Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sebagai pejabat yang juga berwenang memberikan HGU melalui sebuah keputusan. Pada prakteknya, pembatalan HGU-HGU baik yang di bawah luasan 200 ha maupun di atas 200 ha dilakukan oleh BPN Pusat. Sedangkan proses pembatalan HGU dilakukan melalui serangkaian proses yang dilakukan oleh Panitia B. Pada akhirnya setelah melakukan penelitian, panitia B merekomendasikan

Page 63: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

123

pembatalan hak kepada BPN Pusat. Tetapi pada prakteknya, rekomendasi yang paling kuat dan dipertimbangkan adalah rekomendasi BPN Propinsi. ♦ BAGAIMANA CARA HGU BISA DIBATALKAN?

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN No.9/1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah dan hak pengelolaan, Pembatalan HGU bisa dilakukan melalui permohonan dari pihak yang berkepentingan, atau jika menyangkut cacat administratif, bisa dilakukan oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 108

(1) Permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan secara tertulis.

(2) Permohonan pembatalan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat : 1. Keterangan mengenai pemohon:

a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya;

b. apabila badan hukum : nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. nomor/jenis hak atas tanah; b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur

atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. jenis tanah (pertanian dan non pertanian). 3. lain-lain :

a. alasan permohonan pembatalan; b. keterangan lain yang dianggap perlu.

Pasal 109

Permohonan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 ayat (1) dilampiri dengan:

124

1. Mengenai pemohon : a. jika perorangan: foto copy surat bukti identitas, surat

bukti kewarganegaraan; b. jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan

pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

2. Mengenai tanahnya :

a. foto copy surat keputusan dan atau sertipikat; b. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan

pembatalan;

Pasal 110 Permohonan pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 ayat (1), diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Pasal 119 Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan keputusan pemberian hak atau sertipikatnya tanpa adanya permohonan.

Pasal 120 (1) Kepala Kantor Pertanahan mengadakan penelitian data

yuridis dan data fisik terhadap keputusan pemberian dan/atau sertipikat yang diketahui cacat hukum administratif dalam penerbitannya.

(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau kepada Menteri untuk diusulkan pembatalannya disertai dengan pendapat dan pertimbangannya.

Pasal 121

(1) Dalam hal keputusan pembatalannya merupakan kewenangan Kepala Kantor Wilayah, setelah hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (2) diterima, Kepala Kantor Wilayah memutuskan dapat atau tidaknya diterbitkan keputusan pembatalannya atau diproses lebih

Page 64: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

125

lanjut sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Apabila data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan keputusan pembatalannya atau keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

(3) Dalam hal kewenangan pembatalannya merupakan kewenangan Menteri, hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada pasal 120 ayat (2), disampaikan kepada Menteri disertai pendapat dan pertimbangannya.

Pasal 122

(1) Setelah hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (2) yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (3) diterima, Menteri mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan dimaksud dan selanjutnya meneliti dapat atau tidaknya diterbitkan keputusan pembatalannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.

(2) Apabila telah cukup mengambil keputusan, Menteri menerbitkan keputusan pembatalannya atas keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

Pasal 123

Keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (2) dan pasal 122 ayat (3) disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Catatan: Untuk tanah-tanah HGU, proses pembatalan dilakukan melalui proses penelitian oleh panitia B, meskipun pendapat BPN yang lebih diutamakan.

126

♦ APAKAH YANG DIMAKSUD CACAT ADMINISTRATIF?

Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) adalah:

a. Kesalahan prosedur; b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan; c. Kesalahan subjek hak; d. Kesalahan objek hak; e. Kesalahan jenis hak; f. Kesalahan perhitungan luas; g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah; h. Data yuridis atau data fisik yang tidak benar; atau i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.

♦ BAGAN MENGENAI PROSES PEMBATALAN HAK

GUNA USAHA

PERMOHONAN TERTULIS TENTANG PEMBATALAN HAK

PENELITIAN TERHADAP DATA FISIK DAN DATA YURIDIS ATAS TANAH

YANG DIMOHON

PENDAPAT, PERTIMBANGAN SERTA USULAN ATAS HASIL

PENELITIAN YANG DILAKUKAN

MENTERI KEPALA BPN

MENTERI ATAU KEPALA KANTOR PERTANAHAN

TERGANTUNG KEWENANGAN

PEMBATALAN HGU

Page 65: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

127

Permohonan pembatalan Diajukan kepada BPN Kanwil : untuk tanah < 200 ha Diajukan kepada BPN Pusat : untuk tanah > 200 ha (pada prakteknya, seluruh proses permohonan juga diajukan kepada BPN Pusat)

Keterangan:

1. Setelah pemohon tertulis tentang pembatalan hak guna usaha selesai dibuat kemudian permohonan tersebut diserahkan kepada menteri atau kepala BPN. Penyerahan permohonan tertulis tersebut ditujukan kepada Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah sesuai dengan kewenangannya.

2. Setelah menerima surat permohonan tersebut, menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap data fisik dan data yuridis tanah tersebut. Penelitian tersebut lebih dititikberatkan pada poin alasan pemohon dalam menuntut pembatalan hak.

3. Setelah penelitian terhadap data fisik dan data yuridis telah selesai, Tim memberikan hasil penelitian yang disertai dengan pendapat, pertimbangan, serta usulan yang dalam hal ini berkaitan dengan proses pembatalan hak.

4. Hal sebagaimana tersebut diatas diserahkan kepada Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah untuk dijadikan dasar dalam memutuskan batal atau tidaknya hak guna usaha tersebut.

5. Batal atau tidaknya hak milik atas tanah tersebut sangat bergantung pada keputusan Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

128

BAB IV

TENTANG HAK GUNA BANGUNAN (HGB) SELAIN Hak Guna Usaha (HGU), ada juga hak atas tanah yang menimbulkan konflik dengan petani, meskipun sangat jarang. Hak ini adalah Hak Guna Bangunan (HGB). Konflik HGB terjadi karena pemberian HGB di atas tanah-tanah petani, yang kemudian setelah keluarnya hak tersebut tanah tersebut di telantarkan tanah oleh pemegang hak, dalam arti tidak ada bangunan di atas tanah tersebut. Hal demikian adalah merupakan penyalahgunaan hak. Dalam beberapa kasus pemegang Hak Guna Bangunan ternyata menyalahi peruntukan hak atas tanah, lahan bukan diperuntukkan untuk mendirikan bangunan, melainkan untuk kegiatan perkebunan atau pertanian. ♥ APAKAH HGB ITU?

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. HGB juga bisa diperpanjang untuk waktu paling lama 20 tahun (Pasal 35 UUPA).

Page 66: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

129

Berdasarkan pengertian tersebut ini berarti bahwa pemegang hak hanya bisa memanfaatkan tanah hanya sebagai media tempat berdirinya bangunan, bukan untuk memanfaatkan tanah dalam arti harfiahnya. Dengan kata lain pemegang hak tidak melakukan pengolahan atas tanah dan tanah hanya dianggap sebagai abiotik (bukan mahluk hidup) tempat dimana bangunan dapat didirikan. Jadi berdasarkan keterangan ini, pemegang hak guna bangunan hanya berhak atas bangunannya saja dan Ia tidak memiliki hubungan hukum (secara keperdataan) dengan sebidang tanah tempat dimana bangunan miliknya didirikan.

Hal ini berbeda dengan mereka yang memegang sertipikat hak milik. Bagi pemegang hak ini, mereka memiliki keterikatan/hubungan hukum yang kuat atas tanah baik dengan segala apa yang terkandung didalamnya maupun atas apa yang ada diatasnya. Maksudnya adalah : dengan segala kandungan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya maupun atas bangunan ataupun tumbuhan yang ada di atas tanah miliknya. Contoh: Bilamana satu waktu ditemukan sumber kekayaaan tambang/mineral ataupun harta karun/peninggalan sejarah/barang antik/berharga lainnya maka si pemilik tanah berhak atas kompensasi sejumlah uang/barang tertentu; yang jumlah/pembagiannya diatur kemudian dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pula dengan tumbuhan atau bangunan yang tumbuh/didirikan diatas tanah miliknya. Bilamana ada orang lain yang ingin memanfaatkan tanah dari si pemegang sertipikat hak milik maka Ia diwajibkan membayar sejumlah uang atau kompensasi tertentu kepada si pemilik lahan.

Untuk lebih memahami penjelasan tersebut maka bisa diperjelas kemudian dengan ketentuan undang-undang yang menjelaskan tentang status tanah apa saja yang dapat dimohonkan menjadi HGB.

130

♠ STATUS TANAH APA SAJA YANG DAPAT DIMOHONKAN MENJADI HAK GUNA BANGUNAN (HGB)?

Menurut Pasal 21 Peraturan Pemerintah No.40 tahun

1996, yang dapat dimohonkan HGB adalah tanah-tanah yang berstatus sebagai berikut : a. tanah negara; b. tanah hak pengelolaan; c. tanah hak milik. Catatan: • Berdasarkan pasal 2 (2) UUPA seluruh tanah-tanah yang

ada di Indonesia ini dikuasai oleh negara. Dan atas tanah-tanah yang tidak dibebani oleh hak lain, yaitu hak milik maka tanah tersebut disebut sebagai tanah negara. Atas tanah negara ini maka bisa dimohonkan beberapa hak, seperti misal Hak pengelolaan, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak milik. Dalam hal ini bisa diartikan si pemegang HGB menyewa tanah tersebut kepada negara guna keperluan mendirikan bangunan.

• Disebutkan bahwasanya HGB bisa dimohonkan atas tanah yang beralaskan Hak Pengelolaan. Untuk itu perlu kita ketahui terlebih dahulu apa definisi dari hak pengelolaan.Berdasarkan penjelasan UU No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Hak pengelolaan adalah “Hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan, peruntukan, dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga”. Jadi jelas dimaksudkan bahwa hak pengelolaan adalah hak yang diberikan negara baik kepada instansi pemerintah atau swasta untuk mengelola tanah negara, untuk kemudian si pemegang hak ini bisa menyerahkan bagian dari tanah-tanah tersebut kepada pihak lain (pihak ketiga) dengan alas hak yang lain pula (seperti HGB, HGU, HP atau HM); tugas pokok dari si pemegang hak ini adalah melakukan pengelolaan terhadap satu wilayah dengan

Page 67: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

131

luasan tertentu yang kemudian oleh pihak ketiga dapat dipergunakan untuk melakukan jenis kegiatan apa saja dan untuk itupun pihak ketiga bisa memohonkan hak apa saja atas wilayah yang telah di serahkan oleh pengelola tersebut kepadanya.

Contoh: • Seperti misal PD. Pasar Jaya. Ini adalah merupakan

perusahaan daerah milik pemerintah ibu kota DKI Jakarta. Negara telah memberikan hak pengelolaan kepada perusahaan tersebut untuk mengelola satu wilayah dengan luasan tertentu yang disungsikan sebagai pasar. Seperti misal pasar Senen, Jatinegara, dll. Pengelola wilayah pasar tersebut adalah PD. Pasar Jaya dan atas wilayah yang dikelola olahnya para pedagang yang menempati kios-kios/gerai di pasar tersebut dapat memehonkan hak guna bangunan atas klios yang telah dibelinya dari PD. Pasar Jaya. Begitu pula halnya yang terjadi di kawasan teluk Ancol. Dimana pengelolanya adalah juga merupakan perusahaan daerah milik pemerintah ibukota Jakarta. Perusahaan ini diberi wewenang oleh negara untuk melakukan pengelolaan kawasan teluk Jakarta, Ancol. Namun di kawasan tersebut tidak di tutup kemungkinan untuk pihak ketiga (dalam hal ini bisa perorangan ataupun perusahaan swasta/badan hukum) untuk turut melakukan usaha atau mendirikan bangunan di wilayah tersebut. hal serupa juga terjadi pada Perum. Perumnas yang dalam hal ini diberikan kewenangan mengelola satu kawasan tertentu untuk kemudian lahannya di gunakan sebagai pemukiman. Rumah-rumah yang telah didirikan oleh Perum. Perumnas bisa diajukan hak lain seperti Hak Milik oleh si penghuni. Hal tersebut juga berlaku untuk perusahaan developer bangunan baik untuk perkantoran ataupun pemukiman; contoh pengusaha pengembang rumah susun, pengeusaha pengembang kawasan perkantoran di Sudirman dll.

• HGB diatas tanah HM; artinya pemegang HGB membayar sewa kepada si pemegang HM. Hubungan si pemegang HGB adalah hanya sebatas pada bangunan yang dibangunnya saja tidak dengan tanahnya. Artinya dalam satu wilayah tertentu terdapat 2 alas hak, yaitu HM dan

132

HGB, dimana bangunan tersebut didirikan diatas tanah beralaskan HM.

♥ SIAPA SAJA YANG BISA MEMPEROLEH HAK

GUNA BANGUNAN (HGB)?

Menurut PP No. 40 / 1996 pasal 19 subjek yang dapat memperoleh hak guna bangunan adalah:

a. Warga Negara Indonesia; b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Catatan: • Artinya subjek hukum lain yang dalam hal ini tidak

berkewarganegaraan Indonesia tidak dapat memperoleh hak guna bangunan. Badan hukum yang dimaksudkan disini tentunya tidak berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Yang dalam hal ini didirikan berdasar hukum Indonesia dan tunduk kepada hukum Indonesia. Jadi perusahaan-perusahaan asing yang berlabel TNC TP

55PT (Trans-national company) tidak dapat

memperoleh hak ini. Ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak tunduk kepada hukum Indonesia.

♥ KAPAN DAN BAGAIMANA HAK GUNA

BANGUNAN ITU BISA TERJADI?

Berdasarkan PP No. 40 tahun 1996 HGB tersebut bisa terjadi ketika:

TP

55PT TNC adalah perusahaan yang murni modal yang bebas mengalir kemana saja., tanpa

kedudukan nasional, dengan perangkat manajemen internasional, dan bersedia beroperasi di lokasi mana saja atau pindah ke lokasi mana saja di dunia untuk meraih laba yang sebesar-besarnya. TNC tidak terpengaruh dengan kebijakan ekonomi moneter (seperti misal suku bunga bank, nilai mata uang asing, dll) nasional sedikitpun TNC tidak tunduk dan tidak dapat dihambat oleh kebijakan negara manapun. Contoh TNC adalah : Perusahaan seperti SONY. (Lihat: Paul Hirst dan Grahame Thompson, UGlobalisasi adalah Mitos,U Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 2001)

Page 68: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

133

Pasal 22 1. Hak guna bagunan atas tanah negara diberikan dengan

keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

2. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.

3. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian hak guna bangunan atas tanah negara dan atas tanah hak pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.

Pasal 23 1. Pemberian hak guna bangunan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 22 didaftar dalam buku tanah pada kantor pertanahan;

2. Hak guna bangunan atas tanah negara atau atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh kantor pertanahan;

3. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang hak guna bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.

Pasal 24 2. Hak guna bangunan atas tanah hak milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah;

3. Pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan;

4. Hak guna bangunan atas tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2);

5. Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran hak guna bangunan atas tanah hak milik diatur lebih lenjut dengan keputusan presiden.

Catatan: • Pada prinsipnya setiap hak atas tanah apapun dapat terjadi

ketika ada keputusan dari menteri ataupun pejabat lain yang ditunjuk untuk itu, jadi dalam hal ini hak guna banguna tersebut itu baru dapat diberikan ketika ada keputusan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Yang

134

harus diketahui adalah dari ketiga pasal di atas adalah bagaimana cara pemberian hak pada tanah-tanah yang asalnya dari hak milik dan hak pengelolaan. Walaupun pada paragraf-paragraf sebelumnya dikatakan bahwasanya hak guna bangunan dapat dimohonkan atas 3 jenis status tanah, yaitu tanah negara, tanah pengelolaan dan tanah hak milik namun dalam catatan ini penulis merasa tidak perlu lagi menjelaskan bagaimana hak guna bangunan bisa diperoleh atas tanah-tanah yang berstatus sebagai tanah negara.

• Prinsip yang harus di ingat adalah : ”atas tanah negara setiap warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia bisa diomintakan jenis hak apa saja, asalkan subjek hukum tersebut memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

• Untuk permohonan yang dilakukan atas tanah hak milik maka terlebih dahulu harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak, dalam hal ini pemohon HGB dengan pemegang hak milik atas tanah. Hal tersebut harus tertuang dalam sebuah akta kesepakatan yang dibuat dihadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk kemudian didaftarkan pada kantor pertanahan. Negara dalam hal ini tidak turut campur dalam proses pemberian hak dari pemilik tanah (HM) kepada calon penerima HGB, begitu pula mengenai kompensasinya, entah itu pemegang HGB kemudian membayar sejumlah uang tertentu kepada pemilik HM (sebagai uang sewa tanah) dlsb. Tetapi yang penting untuk dicatat adalah : sejak akta antara pemegang HM dengan pemohon HGB didaftarkan maka secara otomatis pihak ketiga tersebut terikat secara hukum (pemohon HGB). Setelah hal tersebut selesai kemudian proses permohonan HGB berlangsung sebagaimana prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangan. (akan dijelaskan kemudian).

• Sementara itu permohonan HGB atas tanah-tanah yang berstatus hak pengelolaan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan proses permohonan yang terjadi pada tanah-tanah bersertipikat hak milik. namun dalam proses ini tidak perlu ada pembuatan akta perjanjian antara pemegang hak pengelolaan dengan pemohon hak milik. Permohonan HGB dalam hal ini ditujukan langsung kepada

Page 69: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

135

kantor pertanahan namun si pemegang hak pengelolaan dalam hal ini juga akan dimintakan pertimbangan serta rekomendasinya oleh pihak menteri atau pejabat lain yang ditunjuk yang dalam hal ini diberikan kewenangan oleh peraturan perundangan untuk memberikan hak tersebut. sebagaimana rekomendasi yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi dalam Panitia B maka rekomendasi yang dikeluarkan oleh pemegang hak pengelola untuk dijadikan bahan pertimbangan meteri atau pejabat terkait artinya juga memiliki pengaruh yang besar. Dengan kata lain pemegang hak pengelolaan memiliki kewenangan untuk menentuka siapa yang boleh dan siapa yang tidak dalam memperoleh hak guna bangunan.

♥ BAGAIMANA TATA CARA MEMPEROLEH HAK

GUNA BANGUNAN?

Tata cara memperoleh hak guna bangunan tidak berbeda dengan prosedur yang dilakukan pada proses pendaftaran tanah untuk hak milik dan hak guna usaha yang sudah penulis jelaskan sebelumnya. Namun sebelum proses tersebut ditempuh oleh pemohon maka syarat awalnya adalah harus terlebih dahulu melakukan perbuatan prosedural sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal-pasal diatas. Untuk permohonan HGB yang dimohonkan diatas tanah hak milk maka prosedur pembuatan akta perjanjian di hadapan PPAT harus selsai dilakukan terlebih dahulu, sebigu pula atas tanah hak pengelolaan (lihat kembali penjelasan penulis pada paragraf-paragraf sebelumnya).

Setelah proses tersebut selesai di lalui maka yang harus dilakukan kemudian adalah mengajukan permohonannya secara tertulis kepada kepala kantor pertanahan, yaitu sebagai berikut :

(1.) Permohonan hak guna bangunan diajukan secara tertulis dengan mengisi data-data yang diperlukan.

Permohonan ini diajukan kepada BPN, sebagai badan yang dibentuk pemerintah yang diberikan kewenangan untuk

136

mengurusi masalah ini. Dalam permohonan tertulis ini akan memuat tentang hal-hal sebagaimana akan tersebut berikut ini:

(1.1.) Pengisian data pemohon, memuat tentang:

1. Keterangan mengenai pemohon:

a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya;

Dalam permohonan tertulis tersebut pemohon diminta untuk menuliskan identitas pribadinya, sebagaimana disebut diatas. Nama dan umur adalah data umum yang biasa dimintakan dalam hal kepentingan administratif dimanapun. Sementara mengenai warga negara, hal ini sangat berkaitan erat dengan perundang-undangan, yaitu, perihal siapa saja yang boleh melakukan permohonan hak, WNI atau WNA, serta berkaitan pula dengan hak dan kewajibannya. Sementara untuk keterangan mengenai keluarga, hal ini berkait erat dengan kemampuan membayar pajak dan hal-hal lain yang berkait dengan keuangan. Dari data tersebut dapat diketahui kemampuan seseorang dalam membayar beban yang nantinya akan dibebankan oleh negara kepadanya.

b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat memperoleh hak guna usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk pemohon yang bentuknya adalah badan hukum, data yang diminta lebih banyak lagi. Dan yang harus dilampirkan dalam permohonan adalah: foto copy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan

Page 70: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

137

penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang sudah pasti adalah nama badan hukum, kemudian tempat kedudukan badan hukum tersebut. Hal ini berkaitan nantinya dengan yurisdiksi pengadilan dimana perlu diketahui domisili dari badan hukum tersebut, akta pendirian dan tanggal pengesahan badan hukum. Hal ini berkaitan pula dengan keabsahan dari badan hukum dan juga untuk mengetahui apakah ada cacat hukum dalam pendirian badan hukum tersebut, karena untuk mendirikan badan hukum terlebih dahulu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu dan diatur pula dalam peraturan tersendiri. Jadi apabila syarat-syarat mengenai pendirian tersebut tidak dapat terpenuhi, badan hukum tersebut tidak dapat didirikan. Maksud lainnya adalah agar bisa dilakukan penelitian silang dengan Departemen Kehakiman sebagai lembaga yang mengeluarkan keputusan dan penetapan tentang berdirinya satu badan hukum. Departemen Kehakiman mempunyai data tentang badan hukum yang sah dan diperbolehkan untuk beroperasi. Jadi apabila badan hukum yang mengajukan permohonan kepemilikan hak kepada BPN tidak terdaftar nomor dan tanggal pengesahannya pada Departemen Kehakiman maka dia tidak dapat melakukan permohonan hak atas tanah.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:

a. dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa surat-surat bukti pelepasan, hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari perorangan/pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, rekomendasi dari pemegang hak pengelolaan berita acara lelang dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.

b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian);

138

d. Rencana penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah

negara); f. Keterangan mengenai jumlah bidang,

luas dan status tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai oleh pemohon, termasuk bidang, tanah yang dimohon;

g. Keterangan lain yang perlu. Pemohon selain mencantumkan identitas diri atau identitas badan hukumnya juga harus mencantumkan keterangan yuridis dan fisik mengenai tanah yang dimohon. Keterangan yuiridis dalam bahasa sehari-hari adalah segala apapun bukti atau keterangan yang ada kaitannya dengan hukum/peraturan perundang-undangan. Segala sesuatu tersebut dapat memiliki keterkaitan dengan hukum apabila terdapat peristiwa dan perbuatan hukum. Dengan adanya peristiwa dan perbuatan hukum maka secara otomatis akan memiliki akibat hukum. Akibat hukum inilah yang dimaksud dengan keterikatan secara hukum. Data yuridis yang dimaksud oleh pemerintah adalah: surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan jual-beli tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pihak lain. Selain itu, rekomendasi dari pemegang hak pengelolaan, akta PPAT, akta pelepasan hak, berita acara pelelangan, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya, yaitu yang mengenai bukti-bukti tertulis maupun peristiwa atau perbuatan hukum yang kemudian mengikatkan subjek kepada hukum. Sementara untuk data-data fisik, lebih dititikberatkan kepada objek/bidang tanah yang sedang dimohonkan haknya. Atau dengan kata lain adalah keadaan lapangan dari bidang tanah yang dimohonkan haknya seperti: luas lahan, batas lahan, keadaan lahan, jenis lahan, peruntukan lahan, surat ukur, gambar situasi, dsb. Hal lain-lain sebagaimana disebut di atas diperlukan untuk mengetahui seberapa luas tanah yang sudah dimiliki oleh pemohon dan hal ini berkaitan dengan batas maksimum

Page 71: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

139

kepemilikan lahan yang diperbolehkan oleh undang-undang. Perihal luasan maksimum yang boleh dimiliki oleh subjek hukum diatur dalam peraturan tersendiri. Untuk pengisian keterangan sebagaimana dibutuhkan diatas biasanya BPN telah menyediakan formulir tersendiri, yang formatnya telah baku.

(2.) Setelah proses pengisian data, bagaimanakah proses selanjutnya?

Setelah proses pengisian data tersebut telah selesai maka selanjutnya adalah: 1. Permohonan hak guna bangunan ini diajukan kepada

Menteri Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

• Permohonan HGB diajukan kepada Menteri melalui kepala kantor wilayah, dengan tembusan kepada kepala kantor pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

• Apabila tanah yang dimohon terletak dalam dan lebih dari satu daerah kabupaten/kota, maka tembusan permohonan disampaikan kepada masing-masing kepala kantor pertanahan yang bersangkutan.

2. Kemudian yang dilakukan Kepala Kantor Pertanahan adalah:

a. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.

b. mencatat dalam formulir isian sesuai dengan contoh.

c. memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian contoh.

d. memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Setelah rangkaian proses tersebut selesai dilakukan, dikeluarkanlah surat keputusan pemberian hak atas tanah

140

oleh BPN. Keputusan pemberian hak guna bangunan atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Kesimpulannya adalah si pemohon harus tahu apakah permohonan yang diajukannya ditolak atau diterima, dan bilamana ditolak maka harus disertakan pula alasan penolakannya.

Secara umum proses keluarnya sertipikat atau

pengakuan atas hak guna bangunan oleh negara adalah melalu tiga tahap yang sudah penulis sebutkan di atas. Sesuai dengan penjelasan di atas, yang paling banyak berperan dalam proses terbitnya hak guna usaha adalah BPN. Karena setelah pemohon melakukan pengisian data yang diperlukan dan disyaratkan oleh undang-undang, data-data tersebut diserahkan kepada BPN. Kemudian BPN melakukan tindakan prosedural sesuai dengan kewenangannya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan yang ada dan berlaku. Dalam melakukan tindakan prosedural tersebut BPN tidak bekerja sendiri melainkan dibantu oleh Panitia A, yaitu dalam hal memeriksa, meneliti dan memberikan pertimbangan atas sebidang tanah yang dimohonkan haknya oleh si pemohon.

(3.) Bagaimana apabila terdapat ketidaklengkapan data?

BPN menyerahkan kembali data-data tersebut kepada si

pemohon dan memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data-data tersebut. BPN membuat catatan mengenai data-data apa saja yang harus dilengkapi oleh si pemohon. Setelah pemohon melengkapi data tersebut kemudian berkas dikembalikan lagi ke BPN untuk kemudian diperiksa lagi oleh Panitia A.

Permohonan tidak akan diproses sampai pemohon melengkapi data tersebut. Proses ini menjadi salah satu yang harus diawasi oleh masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan, karena bisa jadi meskipun data tidak lengkap, permohonan akan ditindaklanjuti. Oleh karena itu perlu

Page 72: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

141

dikritisi soal apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut. Syarat-syarat tersebut apakah harus terpenuhi semua (komulatif), yang artinya jika tidak terpenuhi salah satu bisa gagal, atau ada syarat-syarat lain yang sifatnya tambahan.

(4.) Diterima atau ditolaknya permohonan hak guna bangunan pemohon atas sebidang tanah tergantung pada:

1. Kelengkapan data fisik dan yuridis atas sebidang tanah yang

dimohonkan dan juga rencana peruntukan dari lahan yang dimohonkan;

2. Pertimbangan dan uji kelayakan yang dilakukan oleh Panitia A.

Keterangan mengenai kata yang digarisbawahi: Bilamana pemerintah telah menetapkan lahan tersebut untuk peruntukan tertentu, besar kemungkinan permohonan yang diajukan ditolak. Biasanya hal tersebut terjadi bila tanah tersebut telah dibebani hak lain dan dipegang oleh pemegang hak lain, seperti hak milik; hak guna bangunan; hak pakai. Atau tanah nantinya akan diperuntukkan sebagai wilayah konservasi, wilayah hutan inti, dan hal lain untuk kepentingan umum, seperti: pembangunan terminal, bandar udara, atau pelabuhan. Atau, bila lokasi tanah yang dimohonkan berada dalam garis hijau, dsb. Hal ini berkaitan erat dengan rencana peruntukan dan tata ruang atau wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

(5.) Bisakah pihak-pihak tertentu melakukan gugatan dan keberatan atas terbitnya sertipikat hak guna bangunan?

Setelah terbitnya sertipikat, semua pihak yang merasa

keberatan atas terbitnya sertipikat Hak Guna Usaha tersebut diberikan waktu selama 5 tahun sejak sertipikat tersebut diterbitkan untuk menggugat terbitnya sertipikat hak guna usaha tersebut. Namun jika selama 5 tahun tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat perihal hak guna usaha atas tanah tersebut, maka status atas tanah tersebut tidak lagi dapat diganggu gugat. Dengan kata lain batas daluwarsa untuk

142

PEMOHON HGB

PENGISIAN DATA

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMERIKSAAN DATA OLEH

PANITIA A

TINJAU LOKASI OLEH PANITIA A

PEMBUATAN BERITA ACARA TINJAU LOKASI

PERINTAH UNTUK MELENGKAPI DATA BILA

KURANG LENGKAP

melakukan gugatan adalah selama 5 tahun. Pihak-pihak yang merasa keberatan atas terbitnya hak guna usaha atas sebidang tanah tertentu dapat mengajukan keberatan yang dibuat secara tertulis untuk kemudian diserahkan kepada si pemegang lahan dan Kepala BPN terkait ♦ BAGAN PROSEDUR PEMBERIAN HAK GUNA

BANGUNAN (HGB)

Keterangan:

1. Pemohon hak guna bangunan mengajukan permohonan;

2. Pemohon mengisi formulir yang telah disediakan oleh BPN, yang di dalamnya berisi keterangan perihal data fisik dan yuridis;

3. Panitia A —yang di dalamnya termasuk juga BPN sebagai ketua merangkap anggota— melakukan penelitian dan pemeriksaan atas data yang sudah diisi oleh pemohon hak disertai juga dengan pendapat serta pertimbangan mengenai tanah yang diperiksa;

4. Apabila Panitia A dalam pemeriksaan dan penelitiannya menemukan adanya kekurangan data (data yuridis), Panitia A memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data tersebut. Setelah selesai kemudian dikembalikan lagi kepada Panitia A, untuk dilakukan

PEMBUATAN SURAT UKUR DAN GAMBAR

SITUASI

Page 73: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

143

pemeriksaan kembali. Apabila pemohon tidak sanggup untuk memenuhi perintah Panitia A, maka proses tidak dapat dilanjutkan dan permohonan ditolak/dianggap batal;

5. Setelah data-data tersebut dinilai lengkap oleh Panitia A, Panitia A melakukan tinjau lapangan/tinjau lokasi guna proses pengecekan terhadap data fisik yang dilaporkan oleh si pemohon dalam formulir tertulisnya. Dan apabila dalam hasil tinjau lapangan ditemukan ketidaksesuaian data maka terdapat 2 kemungkinan yaitu : perintah untuk memperbaiki data dan penghentian proses/penolakan;

6. Setelah tinjau lokasi selesai dilakukan, Panitia A membuat berita acara tinjau lokasi;

7. Panitia A membuat surat ukur dan gambar situasi tanah, yang berisi tentang luas lahan serta batas-batas lahan. Hal ini dilakukan atas dasar tinjau lokasi yang dilakukan oleh Panitia A;

8. Sertipikat hak guna bangunan diterbitkan; 9. Penyerahan sertipikat hak guna bangunan kepada

pemohon oleh BPN. Catatan : • Bagan yang penulis buat ini mengacu pada Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.

144

♥ BAGAN PROSES PEMBERIAN DAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH

Keterangan:

1. Bagan ini adalah merupakan bagan yang menjelaskan tentang proses pemberian/pendaftaran hak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang pendaftaran tanah.

2. Pada dasarnya proses permohonan hingga terbitnya sertipikat hak milik tidak jauh berbeda dengan bagan sebelumnya di atas. Bedanya adalah pada proses setelah sertipikat hak guna bangunan sudah diterbitkan.

3. Karena tahapan-tahapan mengenai permohonan hak atas tanah dalam bagan ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya maka, penulis merasa tidak perlu lagi untuk memberikan keterangan atas proses yang terjadi sebelum diterbitkannya hak.

4. Setelah sertipikat hak guna usaha tersebut terbit, pada bagan pertama hanya dituliskan bahwa kemudian sertipikat tersebut diserahkan kepada pemohon hak yang kemudian disebut sebagai pemegang hak. Namun menurut PP ini selain diberikan kepada pemegang, sertipikat tersebut juga diberikan kepada BPN untuk

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMOHON HAK / PEMEGANG HAK

BPN

PENYAJIAN DATA FISIK DAN YURIDIS

PENYIMPANAN DAFTAR UMUM DAN

DOKUMEN

I N FOR MAS I

Page 74: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

145

kepentingan pendokumentasian dan kepentingan informasi.

5. Setelah diterbitkannya sertipikat, BPN masih memiliki kewajiban lain, yaitu untuk: menyajikan data fisik dan yuridis dan melakukan penyimpanan terhadap daftar umum dan dokumen.

6. Penyajian data fisik dan yuridis serta pendokumentasian dimaksudkan lebih kepada fungsi-fungsi pemberian informasi dan pelayanan terhadap publik/masyarakat luas.

7. Hal ini dimaksudkan agar bilamana terjadi sengketa atas tanah antara 2 belah pihak maka data-data mengenai bidang tanah yang disengketakan bisa dibuka kembali di BPN dan dari sana dapat dibuktikan siapakah yang lebih berhak atas tanah yang disengketakan tersebut.

8. Selain untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang bersengketa, dokumen dan data-data tersebut juga bisa dibuka dan dimintakan salinan atau petikannya guna kepentingan badan-badan atau instansi khusus, sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan. Contoh: pembukaan dokumen atas perintah hakim.

Catatan: • Meskipun peraturan tersebut menyebutkan bahwa data-

data serta dokumentasi tersebut bisa diketahui oleh pihak yang berkepentingan, namun pada kenyataannya sangat sulit sekali untuk memperoleh informasi atas hal tersebut di atas. Dari beberapa kali pengalaman Penulis di lapangan, usaha untuk memperoleh informasi atas data dan dokumen tersebut selalu saja gagal. Kata “berkepentingan” selalu dijadikan alasan oleh BPN untuk membatasi akses informasi tersebut, meskipun jelas-jelas posisi Penulis pada waktu itu adalah kuasa hukum dari salah satu pihak yang bersengketa (petani). Mereka selalu berdalih bahwa yang berkepentingan itu lebih mengacu pada pemegang sertipikat, kepolisian, dan perintah pengadilan.

146

♥ SIAPAKAH YANG BERWENANG MENGELUARKAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN (HGB)?

Berdasar PP No. 40/1996 pasal 22:

HGB atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. HGB diberikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (dahulu Menteri Dalam Negeri) melalui persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3/1999, pasal 4:

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia memberi keputusan mengenai:

a. pemberian HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih

dari 2.000 m2, kecuali mengenai tanah bekas HGU; b. semua pemberian HGB atas tanah Hak Pengelolaan

Catatan point a: HGU hanya bisa diberikan oleh BPN Propinsi, bukan kabupaten/kotamadia. • Sedangkan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional provinsi memberi keputusan mengenai pemberian HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

Page 75: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

147

♥ SIAPAKAH PANITIA A ITU? APA TUGAS DAN WEWENANGNYA?

(1) Apa pengertian dari Panitia A?

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 12/1992 tentang susunan dan tugas Panitia Pemeriksa Tanah dalam pasal 1 dijelaskan bahwa, Panitia A adalah: Panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan tanah dalam rangka penyelesaian permohonan untuk memperoleh Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara dan penyelesaian permohonan Pengakuan Hak.

(2) Terdiri dari instansi apa sajakah Panitia A itu?

Panitia A adalah merupakan sebuah Tim Pemeriksa Tanah, yang di dalamnya terdiri dari berbagai instansi yang berkait erat dengan proses pemberian Hak Milik. Susunan Panitia A terdiri dari: a. Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah atau Staf Seksi Hak-Hak

Atas Tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai Ketua merangkap anggota;

b. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau Staf Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota;

c. Kepala Seksi atau Staf Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah, Kepala Seksi atau Staf Seksi Penatagunaan Tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia dan Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan atau aparat desa/kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili, sebagai anggota;

d. Kepala Sub Seksi Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah atau Staf Sub Seksi Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia sebagai Sekretaris merangkap anggota.

148

(3) Siapakah yang mengangkat dan memberhentikan Panitia A? Apa dasar hukumnya?

Panitia A diangkat dan diberhentikan oleh Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia. Pengangkatan dan pemberhentian itu didasari oleh Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia

(4) Apa sajakah tugas Panitia A? Tugas Panitia A adalah: a. mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas

permohonan pemberian Hak Milik, Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara dan permohonan pengakuan hak atas tanah;

b. mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon, status, riwayat, keadaan tanah, luas, batas tanahnya, dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan-kepentingan lainnya;

c. mengumpulkan data, keterangan/penjelasan dari para pemegang hak atas tanah yang berbatasan;

d. menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah tersebut dengan rencana pembangunan daerah;

e. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah.

(5) Apakah keberadaan Panitia A selalu

dibutuhkan dalam setiap proses permohonan Hak Guna Bangunan?

Tidak setiap permohonan dan pemberian hak atas tanah dengan dasar Hak Guna Bangunan harus melibatkan seluruh Instansi yang tergabung dalam Panitia A untuk menentukan diterima atau ditolaknya permohonan Hak Guna Bangunan atas sebidang tanah tertentu. Karena untuk permohonan pemberian hak atas tanah-tanah instansi pemerintah dan permohonan peningkatan, perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah tidak diperlukan lagi pemeriksaan oleh Panitia A, melainkan cukup dengan pertimbangan Kepala Kantor

Page 76: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

149

Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan, berupa laporan konstatasi. ♥ APA SAJA KEWAJIBAN PEMEGANG HGB? Pasal 30 PP 40/1996, pemegang HGB berkewajiban:

a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

c. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara, pemegang HPL atau pemegang HM sesudah HGB itu hapus.

e. Menyerahkan sertipikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Selain itu, Jika tanah HGB karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang HGB wajib memberikan jalan keluar atau jalan air, atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. ♥ BERAPAKAH JANGKA WAKTU BERLAKUNYA

HGB?

Berdasar pasal 25 (1) PP No. 40/1996 masa berlakunya HGB adalah selama 30 tahun dan bilamana masih dibutuhkan bisa diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Setelah jangka waktu perpanjangan tersebut habis maka pemegang hak dapat mengajukan pembaharuan hak diatas tanah yang sama. (Lihat pasal 25 (2) PP No.40/1996).

150

♥ BISAKAH HGB DIPERBAHARUI ATAU DIPERPANJANG MASA BERLAKUNYA?

Untuk permohonan pemberian hak atas tanah-tanah Instansi Pemerintah dan permohonan peningkatan, perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah tidak diperlukan lagi pemeriksaan oleh Panitia A, melainkan cukup dengan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia yang bersangkutan, berupa laporan konstatasi. (1) Syarat perpanjangan HGB:

a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut ;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

(2) Syarat pembaharuan HGB:

a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut ;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak ;

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Dalam prakteknya, syarat-syarat di atas seringkali tidak

dipenuhi oleh Panitia A atau BPN sebelum memutuskan memperpanjang atau memperbarui hak guna bangunan. ♥ BISAKAH HAK GUNA BANGUNAN ITU HAPUS?

Bisa. Berdasar pasal 40 UUPA jo pasal 35 PP No. 40/1996, HGB hapus karena:

a. jangka waktunya berakhir; b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak dipenuhi;

Page 77: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

151

c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir karena: 1. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang

hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, pasal 31, dan pasal 32; atau

2. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang terutang dalam perjanjian pemberian HGB dan pemegang HM atau perjanjian penggunaan tanah HPL; atau

3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

d. dicabut untuk kepentingan umum; e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.

Pasal 36 PP. No. 40/1996 ayat 2 yaitu:

Orang atau Badan Hukum yang mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini (WNI dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia), tidak melepaskan haknya dalam waktu 1 (satu) tahun, maka haknya hapus. Catatan: Jika pemegang HGB tidak menggunakan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya, yaitu bangunan, tetapi tidak pernah ada bangunan di atasnya (diterlantarkan), atau digunakan untuk pertanian atau usaha perkebunan, maka HGB tersebut dapat dibatalkan. ♥ BISAKAH HAK GUNA BANGUNAN ITU

DIALIHKAN?

Bisa. Pasal 34 PP No. 40/1996, HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan HGB terjadi karena:

a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal;

152

d. hibah; e. pewarisan.

Peralihan HGB ini harus didaftar melalui kantor pertanahan. Peralihan HGB karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah, harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. ♥ APAKAH HGB BISA DITINGKATKAN JADI HAK

MILIK?

Berdasar Kepmenag/KBPN No 6. Tahun 1998, khusus untuk rumah tinggal yang luasnya kurang dari 600 m2, HGB bisa ditingkatkan menjadi HM. Dalam hal ini pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia disertai dengan dokumen-dokumen:

a. sertipikat tanah yang bersangkutan b. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa:

foto copy IMB yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila IMB tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

c. Fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 m2 atau lebih);

d. Bukti identitas pemohon; e. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan HM

yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai HM atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) m2.

♥ BISAKAH HAK GUNA BANGUNAN ITU DAPAT

DIBATALKAN? BAGAIMANA CARANYA?

Bisa. Hal ini diatur dalam pasal 17 PP 40/1996, bahwa HGU bisa dibatalkan karena pemegang HGB tidak melakukan kewajiban-kewajibannya seperti membayar uang pemasukan,

Page 78: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

153

mengusahakan tanah sesuai peruntukan, mengusahakan sendiri, memelihara lingkungan, terdapat cacat administratif, dll. Kemudian, pemegang HGB juga melanggar ketentuan-ketentuan pasal 13, yaitu tidak memberikan jalan, atau jalan air yang milik publik yang terdapat di dalam HGB. Selain itu tidak memperhatikan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Karena sebab-sebab itu, HGB bisa dibatalkan. ♥ SIAPA YANG BERWENANG MEMBATALKAN?

Yang berwenang membatalkan adalah Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sebagai pejabat yang juga berwenang memberikan HGB melalui sebuah keputusan. Proses pembatalan HGB dilakukan melalui serangkaian proses yang dilakukan oleh Panitia A. Pada akhirnya setelah melakukan penelitian, panitia A merekomendasikan pembatalan hak kepada BPN Pusat. Tetapi pada prakteknya, rekomendasi yang paling kuat dan dipertimbangkan adalah rekomendasi BPN Propinsi. ♥ BAGAIMANA CARA HGB BISA DIBATALKAN?

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN No.9/1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah dan hak pengelolaan, Pembatalan HGU bisa dilakukan melalui permohonan dari pihak yang berkepentingan, atau jika menyangkut cacat administratif, bisa dilakukan oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 108 (1) Permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan secara

tertulis. (2) Permohonan pembatalan hal sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), memuat: 1. Keterangan mengenai pemohon:

a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya;

b. apabila badan hukum : nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, sesuai dengan

154

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:

a. nomor/jenis hak atas tanah; b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat

ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);

c. jenis tanah (pertanian dan non pertanian). 3. lain-lain:

a. alasan permohonan pembatalan; b. keterangan lain yang dianggap perlu.

Pasal 109

Permohonan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 ayat (1) dilampiri dengan:

1. Mengenai pemohon: a. jika perorangan: foto copy surat bukti identitas,

surat bukti kewarganegaraan; b. jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan

pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

2. Mengenai tanahnya: a. foto copy surat keputusan dan atau sertipikat; b. surat-surat lain yang berkaitan dengan

permohonan pembatalan;

Pasal 110 Permohonan pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 ayat (1), diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Pasal 119 Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan keputusan pemberian hak atau sertipikatnya tanpa adanya permohonan.

Page 79: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

155

Pasal 120 (1) Kepala Kantor Pertanahan mengadakan penelitian data

yuridis dan data fisik terhadap keputusan pemberian dan/atau sertipikat yang diketahui cacat hukum administratif dalam penerbitannya.

(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau kepada Menteri untuk diusulkan pembatalannya disertai dengan pendapat dan pertimbangannya.

Pasal 121

(1) Dalam hal keputusan pembatalannya merupakan kewenangan Kepala Kantor Wilayah, setelah hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (2) diterima, Kepala Kantor Wilayah memutuskan dapat atau tidaknya diterbitkan keputusan pembatalannya atau diproses lebih lanjut sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Apabila data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan keputusan pembatalannya atau keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

(3) Dalam hal kewenangan pembatalannya merupakan kewenangan Menteri, hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada pasal 120 ayat (2), disampaikan kepada Menteri disertai pendapat dan pertimbangannya.

Pasal 122

(1) Setelah hasil penelitian yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (2) yang disertai pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (3) diterima, Menteri mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan dimaksud dan selanjutnya meneliti dapat atau tidaknya diterbitkan keputusan pembatalannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.

(2) Apabila telah cukup mengambil keputusan, Menteri menerbitkan keputusan pembatalannya atas keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

156

Pasal 123 Keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (2) dan pasal 122 ayat (3) disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Catatan: Untuk tanah-tanah HGB, proses pembatalan dilakukan melalui proses penelitian oleh Panitia A, meskipun pendapat BPN yang lebih diutamakan.

♥ APAKAH YANG DIMAKSUD CACAT

ADMINISTRATIF?

Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) adalah:

a. Kesalahan prosedur; b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-

undangan; c. Kesalahan subjek hak; d. Kesalahan objek hak; e. Kesalahan jenis hak; f. Kesalahan perhitungan luas; g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah; h. Data yuridis atau data fisik yang tidak benar; atau i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.

Page 80: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

157

♥ BAGAN MENGENAI PROSES PEMBATALAN HAK GUNA BANGUNAN

Keterangan:

1. Setelah pemohon tertulis tentang pembatalan hak guna usaha selesai dibuat kemudian permohonan tersebut diserahkan kepada menteri atau kepala BPN. Penyerahan permohonan tertulis tersebut ditujukan kepada Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah sesuai dengan kewenangannya.

2. Setelah menerima surat permohonan tersebut, menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap data fisik dan data yuridis tanah tersebut. Penelitian tersebut lebih dititikberatkan pada poin alasan pemohon dalam menuntut pembatalan hak.

3. Setelah penelitian terhadap data fisik dan data yuridis telah selesai, Tim memberikan hasil penelitian yang

PERMOHONAN TERTULIS TENTANG PEMBATALAN HAK

PENELITIAN TERHADAP DATA FISIK DAN DATA YURIDIS ATAS TANAH

YANG DIMOHON

PENDAPAT, PERTIMBANGAN SERTA USULAN ATAS HASIL

PENELITIAN YANG DILAKUKAN

MENTERI KEPALA BPN

MENTERI ATAU KEPALA KANTOR PERTANAHAN

TERGANTUNG KEWENANGAN

PEMBATALAN HGB

158

disertai dengan pendapat, pertimbangan, serta usulan yang dalam hal ini berkaitan dengan proses pembatalan hak.

4. Hal sebagaimana tersebut diatas diserahkan kepada Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah untuk dijadikan dasar dalam memutuskan batal atau tidaknya hak guna usaha tersebut.

5. Batal atau tidaknya hak milik atas tanah tersebut sangat bergantung pada keputusan Menteri/Kepala BPN Pusat atau Kepala BPN Wilayah sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Page 81: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

159

BAB V

TENTANG HAK PAKAI (HP) SALAH satu hak atas tanah yang hampir tidak pernah disebut adalah hak pakai. Meskipun demikian, pengetahuan tentang hak pakai penting, sebagai pengetahuan bagi kawan-kawan petani. Hal ini untuk menjaga kemungkinan bilamana satu waktu nanti kawan-kawan petani berurusan dengan tanah-tanah yang berstatus sebagai hak pakai. ♠ APAKAH HAK PAKAI ITU?

Pasal 41 UUPA:

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.

160

Catatan: Dalam penjelasan pasal 45 PP No. 40/1996, Hak Pakai dapat pula diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya keperluan tanah untuk keperluan tertentu secara berkelanjutan, misalnya untuk keperluan kantor lembaga pemerintahan, untuk kantor perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional beserta kediaman Kepala Perwakilannya dan untuk keperluan melaksanakan fungsi badan keagamaan dan badan sosial.

Hak Pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sehingga menjadi tanah negara untuk kemudian dimohon dengan hak baru oleh pihak lain tersebut. ♠ SIAPA SAJA YANG BISA MEMPEROLEH HAK

PAKAI?

Pasal 42 UUPA dan pasal 39 PP 40/1996:

a. Warga negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non

Departemen, dan Pemerintah Daerah; d. Badan-badan keagamaan dan sosial; e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia. g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan

Internasional Catatan: Ada perbedaan mendasar antara hak pakai dengan hak-hak atas tanah yang lain yang sudah disebutkan di atas. Perbedaan mendasarnya adalah Hak pakai bisa diperoleh orang asing. Hal lain yang menjadi sebuah perbedaan mendasar adalah biasanya hak pakai dipergunakan hanya untuk tempat tinggal dan

Page 82: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

161

keperluan pribadi pemegang hak pakai. Sementara ketiga hak yang sudah penulis jelaskan diatas memiliki fungsi lain yaitu untuk kegiatan usaha (profit oriented). ♠ TANAH YANG BERSTATUS APA, YANG BISA

DIBERIKAN HAK PAKAI?

Berdasar Pasal 41 PP No. 40/1996 tanah yang dapat dimohonkan sebagai hak pakai adalah tanah-tanah yang berstatus:

a. Tanah Negara; b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik.

♠ BAGAIMANA CARA MEMPEROLEH HAK PAKAI?

Hak Pakai diperoleh melalui permohonan. Permohonan

hak pakai diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Catatan: Permohonan yang diajukan kepada kepala kantor pertanahan tidak berbeda dengan permohonan yang dilakukan pada hak-hak lainnya, yang secara panjang lebar telah penulis kemukakan diatas. Hal ini diawali pula dengan permohonan secara tertulis, pengisian data fisik dan yuridis dan seterusnya. ♠ SIAPA YANG BISA MEMBERIKAN HAK PAKAI?

Berdasarkan Pasal 5 Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3/1999 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia memberi keputusan mengenai:

a. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya

tidak lebih dari 2 ha; b. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang

luasnya tidak lebih dari 2.000 m2, kecuali mengenai tanah bekas HGU;

162

c. semua pemberian Hak Pakai atas tanah hak pengelolaan.

Pasal 10 Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No.

3/1999 Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi memberi keputusannya mengenai:

a. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya

lebih dari 2 ha; b. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang

luasnya tidak lebih dari 150.000 m2, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadia sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.

♠ APA SAJA HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG

HAK PAKAI? Pasal 50 PP No. 40/1996:

a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

c. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;

e. menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan

Page 83: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

163

♠ BAGAN TATA CARA PEMBERIAN HAK PAKAI:

Keterangan:

1. Setelah pemohon hak pakai mengajukan permohonan dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh BPN, yang di dalamnya berisi keterangan perihal data fisik dan yuridis, Panitia A —yang di dalamnya termasuk juga BPN sebagai ketua merangkap anggota— melakukan penelitian dan pemeriksaan atas data yang sudah diisi oleh pemohon hak disertai juga dengan pendapat serta pertimbangan mengeni tanah yang diperiksa.

2. Apabila Panitia A dalam pemeriksaan dan penelitiannya menemukan adanya kekurangan data (data yuridis), Panitia A memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi data tersebut. Setelah selesai kemudian dikembalikan lagi kepada Panitia A, untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Apabila pemohon tidak sanggup untuk memenuhi perintah Panitia A maka, proses tidak dapat dilanjutkan dan permohonan ditolak/dianggap batal;

3. Setelah data-data tersebut dinilai lengkap oleh Panitia A maka, Panitia A melakukan tinjau lapangan/tinjau lokasi guna proses pengecekan terhadap data fisik yang dilaporkan oleh si pemohon dalam formulir tertulisnya. Dan apabila dalam hasil tinjau lapangan ditemukan ketidaksesuaian data maka terdapat 2 kemungkinan

PEMOHON HAK PAKAI

PENGISIAN DATA

TERBITNYA SERTIPIKAT

PEMERIKSAAN DATA OLEH

PANITIA A

TINJAU LOKASI OLEH PANITIA A

PEMBUATAN BERITA ACARA TINJAU LOKASI

PERINTAH UNTUK MELENGKAPI DATA BILA

KURANG LENGKAP

PEMBUATAN SURAT UKUR DAN GAMBAR

SITUASI

164

yaitu: perintah untuk memperbaiki data dan penghentian proses/penolakan;

4. Setelah tinjau lokasi selesai dilakukan maka, Panitia A membuat berita acara tinjau lokasi;

5. Panitia A membuat surat ukur dan gambar situasi tanah, yang berisi tentang luas lahan serta batas-batas lahan. Hal ini dilakukan atas dasar tinjau lokasi yang dilakukan oleh Panitia A;

6. Sertipikat hak pakai diterbitkan. Catatan: • Dalam kenyataannya tidak selalu Panitia A dilibatkan dalam

proses penerbitan hak pakai. Dengan alasan praktis dan efisiensi biasanya hanya BPN sebagai institusi pemerintah tunggal yang melakukan kerja-kerja sebagaimana disebutkan di atas;

• Karena adanya peraturan tertentu yang isinya adalah tentang kewenangan dalam menerbitkan sertipikat hak pakai atas tanah maka, institusi BPN yang dicantumkan dalam bagan tidak disebutkan secara rinci apakah itu BPN Pusat melalui keputusan Menteri Agraria, BPN Kanwil atau BPN Kabupaten/kota. Hal tersebut berkait dengan luasan lahan yang dimohon.

• Bagan yang penulis buat ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan

♠ APAKAH HAK PAKAI BISA DIALIHKAN? Pasal 54 PP No. 40/ 1996:

Bisa. Tetapi hak pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah HM yang bersangkutan. Peralihan hak pakai terjadi karena:

a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

Page 84: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

165

Catatan: Peralihan tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. ♠ APAKAH HAK PAKAI BISA HAPUS ?

Bisa. Berdasar Pasal 55 PP No. 40/1996, Hak Pakai bisa hapus karena:

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan

dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;

b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang HPL atau pemegang HM sebelum jangka waktunya berakhir, karena:

1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, pasal 51, dan pasal 52; atau

2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang HM atau perjanjian penggunaan HPL; atau

3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. dicabut berdasarkan Undang-undang No. 20/1961; e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah g. ketentuan pasal 40 ayat 2

♠ APAKAH HAK PAKAI BISA DIBATALKAN?

BAGAIMANA CARANYA?

Bisa. Jika terdapat cacat administratif dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (pasal 104 Peraturan menteri agraria/Kepala BPN No.9/1999).

166

♠ BAGAN PEMBATALAN HAK PAKAI:

Keterangan:

1. Permohonan tertulis tentang pembatalan Hak Pakai ditujukan kepada Menteri Agraria melalui Kepala BPN. Penyerahan permohonan tertulis tersebut ditujukan kepada Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia sesuai dengan kewenangannya.

2. Setelah menerima surat permohonan tersebut, Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap data fisik dan data yuridis tanah tersebut. Penelitian tersebut lebih dititikberatkan pada poin alasan pemohon dalam menuntut pembatalan hak.

3. Setelah penelitian terhadap data fisik dan data yuridis telah selesai, Tim memberikan hasil penelitian yang disertai dengan pendapat, pertimbangan, serta usulan

PERMOHONAN TERTULIS TENTANG PEMBATALAN HAK

PENELITIAN TERHADAP DATA FISIK DAN DATA YURIDIS ATAS TANAH

YANG DIMOHON

PENDAPAT, PERTIMBANGAN SERTA USULAN ATAS HASIL

PENELITIAN YANG DILAKUKAN

MENTERI KEPALA BPN

MENTERI ATAU KEPALA KANTOR PERTANAHAN

TERGANTUNG KEWENANGAN

PEMBATALAN HAK PAKAI

Page 85: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

167

yang dalam hal ini berkaitan dengan proses pembatalan hak.

4. Hasil penelitian selanjutnya diserahkan kepada Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia untuk dijadikan dasar dalam memutuskan batal atau tidaknya hak milik tersebut.

5. Batal atau tidaknya hak pakai atas tanah tersebut sangat bergantung pada keputusan Menteri atau Kepala BPN Wilayah atau Kabupaten/Kotamadia sebagaimana telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

168

BAB VI

TANAH TERLANTAR ISTILAH tanah terlantar tidak asing lagi terutama bagi para petani yang berkonflik dengan perusahaan-perusahaan perkebunan. Sebagian besar pengusaha perkebunan di Jawa Tengah menelantarkan tanahnya karena mereka sudah tak sanggup lagi mengelola karena ketidakmampuan perusahaan. Tetapi anehnya, ketika petani masuk ke lahan untuk menggarap lahan yang diterlantarkan itu, petani malah dikriminalkan dan dituduh mengkondisikan kebun menjadi terlantar. Disisi lain, penetapan kebun terlantar dilakukan oleh Dinas Perkebunan dengan melakukan penilaian mengenai kelas kebun apakah kelas 1, 2, 3, 4, atau 5. Tetapi penentuan kelas kebun ini tidak pernah dilakukan secara transparan, sehingga penilaian Dinas Perkebunan kadang jauh dibanding penilaian petani yang sebenarnya lebih tahu persis kondisi perkebunan tersebut dibanding Dinas Perkebunan. Tetapi lagi-lagi pendapat petani tidak pernah didengar. Θ APAKAH TANAH TERLANTAR ITU?

Pengertian tanah terlantar menurut PP No. 36 Tahun 1998 adalah sebagai berikut : “Tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan atau

Page 86: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

169

pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Berdasarkan UUPA dan PP No. 40/1996, HGU yang diterlantarkan bisa hapus haknya, demikian pula pengusaha yang ternyata tidak mengusahakan kebunnya sesuai peruntukannya, bisa dibatalkan HGU-nya. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu. Θ BAGAIMANAKAH PROSEDUR PEMBATALAN/

HAPUSNYA HAK ATAS TANAH YANG DITERLANTARKAN OLEH SI PEMAGANG HAKNYA?

Khusus mengenai tanah terlantar diatur dalam PP No.

36 Tahun 1998 tentang Pendayagunaan Tanah Terlantar. Disini diatur bahwa sebelum dibatalkan haknya, ternyata ada proses sangat panjang yang harus dilalui. Mulai dari adanya laporan dari masyarakat, penelitian, pemberian peringatan 1 sampai 3, lelang, ganti rugi, sampai pembatalan. Catatan: Proses yang sangat panjang ini kenyataannya juga tidak pernah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Seringkali laporan-laporan masyarakat sudah puluhan kali disampaikan kepada BPN mengenai perusahaan yang menelantarkan tanahnya sampai permohonan petani untuk membatalkan haknya supaya segera bisa digarap petani. Disini terlihat bahwa sebenarnya BPN lah yang melanggar peraturan, karena tidak kunjung melakukan tinjauan lapangan, tidak pernah mengecek kondisi kebun, tidak pernah menindaklajuti laporan masyarakat, memberikan peringatan, apalagi membatalkan.

PP No. 36/1998 dibuat pada waktu Soeharto masih berkuasa, sehingga meskipun mengatur tentang pendayagunaan kebun terlantar, jika dibaca secara mendalam, peraturan ini ternyata membodohi dan menipu petani. Selengkapnya mengenai prosedur pembatalan HGU atas tanah terlantar berdasar PP No. 36/1998 adalah sebagai berikut :

170

(1) Bagaimanakah Klasifikasi Tanah Terlantar? • Tanah Hak Milik, tanah HGU, tanah HGB, atau Hak Pakai

dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik.

• Tanah HM, HGB, HP,HGU, Hak Pengelolaan yang tidak digunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuannya, atau tidak dilaksanakannya kewenangan sesuai tujuan pemberian hak pengelolaan.

Catatan: Dalam prakteknya, Dinas Perkebunan sebagai pihak yang berwenang meentukan klasifikasi kebun, tidak memiliki patokan atau ukuran yang jelas tentang bagaimana sebuah kebun bisa dinyatakan terlantar. Penentuan kebun kelas 1, 2, 3, 4, sampai 5 tidak dilakukan dengan transparan sehingga sering menimbulkan protes di kalangan masyarakat sekitar perkebunan. Mereka juga tidak pernah mengkomunikasikan hal ini dan menutup akses informasi kepada masyarakat yang hidup di sekitar kebun, padahal faktanya masyarakat sekitarlah yang paling mengetahui kondisi perkebunan.

(2) Apakah definisi dari identifikasi tanah terlantar?

Identifikasi tanah terlantar menurut Keputusan Kepala

BPN No. 24 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 36 Tahun 1998 adalah kegiatan pemantauan, pendataan dan evaluasi terhadap tanah-tanah yang dikuasai dengan HM, HGB, HGU, HP, HPL, dan tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya tetapi belum memperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penertiban dan pendayagunaannya.

Page 87: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

171

(3) Siapakah yang melakukan proses pengidentifikasian?

Indentifikasi dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kodia baik secara kedinasan atau karena perintah Menteri atau laporan instansi lain atau masyarakat. Identifikasi tersebut menyangkut :

a. nama dan alamat orang atau badan hukum pemegang

hak; b. letak, luas, status hak, dan keadaan fisik tanah

bersangkutan; c. keadaan yang mengakibatkan tanah bersangkutan

dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar.

(4) Berapa lama jangka waktu minimal untuk bisa dilakukannya proses identifikasi?

Hal tersebut bergantung pada masing-masing alas haknya, yaitu sebagai berikut :

a. HM, 5 (lima) tahun; b. HGU, 5 (lima) tahun; c. HGB, 3 (tiga) tahun; d. Hak Pakai, 3 (tiga); e. HPL, 5 (lima) tahun.

Catatan: Sejak diterbitkannya hak atas tanah bersangkutan setelah sampai pada batas waktu yang telah disebut di atas baru kemudian proses identifikasi bisa dilakukan. (pasal 8 Keputusan Kepala BPN No. 24/2002).

(5) Kewajiban apa saja yang harus dilakukan

pemegang hak dalam rangka proses identifikasi?

1. Dalam rangka identifikasi tersebut, setiap orang dan badan hukum yang menguasai tanah dan/atau mempunyai hubungan hukum serta kepentingan dengan tanah

172

bersangkutan wajib memberi keterangan yang diminta satuan tugas yang melaksanakan identifikasi.

2. Dalam pasal 10 disebutkan bahwa untuk keperluan identifikasi yang menyangkut HGU, HGB, atau H Pakai yang dipecah menjadi beberapa bidang, tanah HPL atau tanah yang diperoleh dasar penguasaannya oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan izin lokasi, Menteri membentuk Panitia Penilai yang diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan dan beranggotakan wakil dari instansi-instansi yang terkait dengan penggunaan tanah yang bersangkutan.

(6) Terdiri atas instansi apa sajakah Susunan Panitia Penilai Kabupaten/Kota (sebagai TIM yang melakukan identifikasi)?

Dalam keputusan Kepala BPN No. 24/2004 disebutkan

bahwa susunan kepanitiaan tersebut adalah sbb:

• Ketua : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;

• Wakil Ketua : Pejabat Pemerintahan daerah pada Dinas/Instansi yang membidangi pemerintahan/tata praja;

• Sekretaris 1 : Kepala seksi Penatagunaan Tanah; • Sekretaris 2 : Kepala seksi Pengaturan Penguasaan

Tanah; • Anggota tetap :

1. Kepala dinas/instansi yang bertanggungjawab dibidang Perencanaan Pembangunan Daerah;

2. Kepala dinas/instansi yang bertanggungjawab dibidang Pekerjaan umum;

3. Kepala dinas/instansi yang bertanggungjawab dibidang Pendapatan daerah;

4. Kepala seksi Hak Atas Tanah 5. Kepala seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah

• Anggota tidak tetap : 1. Kepala Dinas/instansi terkait sesuai dengan

peruntukan tanahnya; 2. Panitia Penilai Kabupaten/Kota ditetapkan dengan

Keputusan Bupati/Walikota.

Page 88: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

173

(7) Kepada siapa laporan hasil investigasi diserahkan?

Laporan hasil identifikasi diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah disertai usul mengenai tindakan yang perlu dilakukan terhadap tanah tersebut.

(8) Bagaimana jika diketahui pemegang hak tidak menggunakan tanahnya dengan baik?

Jika dari hasil identifikasi diketahui bahwa pemegang

hak tidak menggunakan tanahnya dengan baik karena alasan ekonomi, maka Kepala Kantor Pertanahan mengusulkan diberi pembinaan terhadap pemegang hak. Selanjutnya, jika hasil identifikasinya benar, Kepala Kantor Wilayah memberitahukannya kepada pemegang hak atas tanah dan Bupati serta instansi yang berwenang dalam pendayagunaan tanah bersangkutan menurut peruntukan tanah (misalnya Dinas Perkebunan atau Dinas Pertanian). Jika dari hasil identifikasi ternyata tanah yang bersangkutan memang tidak dipelihara dengan baik, atau bukan karena tidak mampu dari segi ekonomi, Kepala Kantor Pertanahan mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah agar kepada pemegang hak atau pihak yang memperoleh tanah tersebut diberi peringatan agar dalam waktu tertentu sudah menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau menyatakan terlantar. Catatan: Selanjutnya yang penting dikritisi adalah ketentuan pasal 11 ayat 4 PP No. 36/1998 yang menyebutkan bahwa ketentuan di atas tidak berlaku apabila tidak digunakannya tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau tidak dipeliharanya tanah tersebut dengan baik, atau tidak diambilnya langkah-langkah di atas disebabkan karena dihalangi pihak lain.

Pasal di atas menunjukkan bahwa pemerintah sangat

melindungi para pengusaha perkebunan, bahkan ketika pengusaha-pengusaha dengan sengaja menelantarkan

174

tanahnya. Tidak ada perlindungan apalagi penghargaan sedikit pun bagi petani yang menggarap lahan perkebunan yang diterlantarkan tersebut.

(9) Bagaimanakah mekanisme pendayagunaan

kembali tanah-tanah yang dinyatakan terlantar?

Pendayagunaan kembali tanah yang telah dinyatakan terlantar dilaksanakan oleh pemegang hak dengan bimbingan instansi teknis yang berwenang di bidang penggunaan tanah tersebut menurut peruntukannya dengan koordinasi Pemerintah Kabupaten. Pendayagunaan tersebut dilakukan melalui program kegiatan instansi/dinas tersebut. Tindakan ini berupa rekomendasi, jika tanahnya telah diusahakan lebih dari 50%, sisanya diusahakan dalam waktu setahun. Catatan: Kata ‘pembinaan’ hanya digunakan jika pemegang hak tidak mampu secara ekonomi, dan kata ‘peringatan’ digunakan jika tanah yang diusahakan lebih dari 50% dari luas keseluruhan tidak terpelihara dan tidak memenuhi syarat pemanfaatan tanah.

Θ BAGAIMANA PROSEDUR PEMBERIAN

PERINGATAN KEPADA PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG DINILAI TERLANTAR?

Pemberian peringatan tersebut secara berturut-turut

adalah sebagai berikut:

(1) Atas tanah-tanah yang berdasarkan hasil identifikasi oleh panitia dinyatakan terlantar maka Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan peringatan tertulis kepada pemegang hak atas tanah. Dalam peringatan tersebut disebutkan agar dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya peringatan tersebut yang bersangkutan telah mulai menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya.

Page 89: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

175

(2) Jika dalam waktu setahun ternyata pemegang hak tidak melakukan perbaikan, Kakan Pertanahan Wilayah memberi peringatan kedua dalam jangka waktu setahun.

(3) Jika setelah peringatan kedua ternyata tetap tidak diambil langkah-langkah oleh pemegang hak, Kakan Wilayah mengeluarkan peringatan ketiga yang dengan jangka waktu setahun.

(4) Jika dalam waktu 3 tahun setelah peringatan 1 sampai 3 tetap tidak diambil langkah-langkah oleh pemegang hak, Kepala Kantor Pertanahan Wilayah melaporkan hal tersebut kepada Menteri disertai usul untuk menyatakan tanah yang bersangkutan sebagai tanah terlantar.

(5) Menteri memberi kesempatan kepada pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang bersangkutan untuk dalam waktu 3 (tiga) bulan mengalihkan hak atas tanah tersebut melalui pelelangan umum.

(6) Menteri menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar

176

Identifikasi

Usulan tindakan

Rekomendasi

Pembinaan

Peringatan

Peringatan 1, 2, 3Tidak ada tindakan

TERLANTAR

Laporan

Lelang

Θ BAGAN PROSEDUR PENETAPAN TANAH TERLANTAR:

Catatan: Dalam pengalaman advokasi pembatalan HGU perkebunan di Semarang, atas laporan masyarakat, BPN Provinsi dan BPN Kabupaten bersama Dinas Perkebunan dan Dinas-Dinas Pemerintah lain dan disertai Muspika, melakukan tinjauan lapangan. Hasil peninjauan lapangan perkebunan ini kemudian dituangkan ke dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan yang dibuat dan ditandatangani seluruh instansi yang melakukan tinjau lokasi. Masing-masing instansi kemudian memberikan laporan dan rekomendasi atas hasil dari tinjau lokasi ini. Seluruh berkas hasil tinjau lokasi, bersama dengan surat-surat rekomendasi dari Dinas-Dinas dan terutama surat rekomendasi BPN Provinsi sebagai Ketua Panitia B, diajukan ke BPN Pusat untuk dilakukan proses lebih lanjut, berupa pengeluaran SK Pembatalan HGU.

TANAH NEGARA

Page 90: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

177

Θ APA TINDAKAN YANG DILAKUKAN NEGARA TERHADAP TANAH-TANAH YANG TELAH DINYATAKAN TERLANTAR?

Sebagaimana diatur dalam pasal 15 PP No.36/1998, maka:

1. Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar

menjadi tanah negara. Dan kepada bekas pemegang hak atau pihak yang sudah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang kemudian dinyatakan sebagai tanah terlantar diberikan ganti rugi sebesar harga perolehan yang telah dibayar bersangkutan untuk memperoleh hak atas tanah. Tetapi besar ganti ruginya ditetapkan oleh Menteri. Ganti rugi ini juga memperhatikan biaya yang dikeluarkan pemegang hak untuk membuat prasarana fisik atau bangunan di atas tanah yang terlantar.

2. Ganti rugi ini dibebankan pada pihak yang oleh Menteri sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut.

Θ APAKAH MASYARAKAT BISA MENGAJUKAN

PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI ATAS TANAH TERLANTAR ?

Bisa, jika tanah tersebut telah dibatalkan haknya dan menjadi tanah negara. Masyarakat bisa mengajukan permohonan memiliki Hak Milik di atas tanah negara tersebut berdasarkan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah dijabarkan Penulis di bab-bab sebelumnya. Hak atas tanah akan lebih mudah diberikan pemerintah (BPN), jika warga yang memohon sangat berkepentingan terhadap tanah itu, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan yang pernah memiliki hubungan sejarah dengan tanah itu, hidup dari hasil tanah tersebut dan mengusahakan tanah terlantar secara aktif.

178

BAB VII

EPILOG Ξ Rakyat, Petani Penggarap, Dan Klaim Hak Atas Tanah Persoalan tanah adalah krusial dan akan semakin krusial lagi di kemudian hari dengan semakin terbatasnya lahan, tidak terselesaikannya kasus-kasus tanah, dan semakin banyaknya terjadi perampasan tanah atas nama pembangunan.

Dalam konflik-konflik tanah perkebunan, hak atas tanah telah menjadi tuntutan petani atas pembukaan lahan-lahan hutan yang tiba-tiba saja beralih di bawah penguasaan perusahaan-perusahaan perkebunan. Padahal, petani yang membuka lahan pertama kali secara hukum dilindungi haknya dan ada pula pengaturannya, dalam UUPA dan Keppres No. 32/1979. Namun peraturan tinggal peraturan, tak jarang peraturan yang dibuat dilanggar sendiri oleh pembuatnya. Hampir seluruh pemberian HGU bermasalah, dari proses pemberiannya sampai pada pasca pemberiannya. Dari 20 kasus-kasus tanah perkebunan yang diurus LBH Semarang, sebanyak 17 perkebunan menelantarkan tanahnya. Momentum reformasi menjadi awal sekaligus harapan baru bagi petani akan kembalinya hak atas tanah.

Page 91: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

179

Petani yang menuntut kembalinya lahan-lahan mereka mulai mengumpulkan kembali data-data yang mereka miliki, diantaranya yang berupa surat misalnya surat perampasan tanah, Letter D/Letter C, bentuk surat pajak yang lain, peta desa, bukti-bukti fisik di atas tanah yang sekarang menjadi perkebunan seperti kuburan, pohon besar, patok, tugu, dan batas-batas lain, juga saksi-saksi yang mengalami langsung peristiwa pada saat itu dan sampai sekarang masih hidup. Setelah didahului dengan pembentukan organisasi-organisasi tani, petani bersama-sama melakukan reklaiming, gerakan mengambil alih kembali tanah-tanah mereka.

Tidak mudah memang berjuang demi keadilan penguasaan sumber daya alam. Melalui proses diskusi, belajar bersama dan melakukan pembelaan bersama, semua proses panjang telah dilalui. Adalah sebuah keharusan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan, sebelum melakukan langkah-langkah advokasi. Pun ketika isi dari peraturan tersebut ternyata merugikan petani, hal ini juga perlu dikritisi. Hak-hak atas tanah yang telah dijabarkan di atas adalah sebagian dari hak-hak atas tanah yang dalam prakteknya banyak diberikan oleh negara dan ternyata banyak menimbulkan masalah.

Perjuangan petani menuntut hak atas tanah dimulai

dari level paling bawah, memulai audiensi dengan instansi-instansi pemerintah di tingkat lokal, dari DPRD, Bupati, dan BPN sampai melakukan advokasi di tingkat pusat. Tidak jarang upaya para petani ini tidak ditindaklanjuti, bahkan pemerintah cenderung menghindar dari tanggung jawab. Di tingkat provinsi, petani yang tergabung dalam Organisasi Tani Jawa Tengah (ORTAJA) memang telah berhasil mendesak pemerintah untuk membentuk tim penyelesaian kasus-kasus tanah di Jawa Tengah. Tetapi hasil yang diperoleh dari serangkaian negosiasi dan lobby yang dilakukan dengan pemerintah provinsi selama ini belum menampakkan hasil yang maksimal. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak memiliki keberpihakan terhadap masyarakat korban. Dari seluruh proses tersebut diketahui bahwa pemerintah daerah sampai pusat sangat melindungi keberadaan perkebunan-perkebunan karena dipandang mampu menghasilkan pendapatan daerah. Padahal,

180

dari studi yang dilakukan LBH Semarang, tanah-tanah yang dikuasai petani hingga petani membayar pajak atas tanah itu ternyata memberikan pendapatan riil lebih besar daripada jika tanah dikuasai perkebunan. Bahkan, keuntungan dan kesejahteraan bisa dinikmati oleh ribuan petani secara berkelanjutan yang bersama-sama mengusahakan tanah pertanian.

Hak untuk menuntut tanah telah dipergunakan petani, dan selanjutnya adalah bagaimana negara menyikapi tuntutan petani atas tanah. Selain kebutuhan untuk merevisi isi dari peraturan-peraturan tersebut yang lebih banyak menguntungkan pemilik modal, membatalkan peraturan-peraturan yang represif seperti UU Perkebunan dan Perpres 36/2005, membatalkan hak-hak atas tanah terutama HGU-HGU bermasalah, pemerintah harus melaksanakan redistribusi tanah-tanah yang melebihi luasan dan tanah-tanah bermasalah kepada petani penggarap, untuk terciptanya keadilan agraria.

-----------

Page 92: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

181

SUMBER PUSTAKA Buku: Widjardjo, Boedhi dan Herlambang Perdana,

Reklaiming dan Kedaulatan Rakyat, YLBHI-RACA Institute, 2001

Fakih, Mansour, DR., Bebas Dari Neoliberalisme, INSIST

Press, Yogyakarta: 2003. Fauzi, Noer, Qua Vadis Pembaharuan Hukum Agraria:

Perspektif Transsitional Justice untuk Menyelesaikan Konflik, HUMA, Jakarta: 2002.

(Penyunting), Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia

Ketiga, RESIST Book, Yogyakarta: 2005. , Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia

Ketiga, INSIST, Yogyakarta: 2005. Hans Fink, Filsafat Sosial; Dari Feodalisme Hingga Pasar

Bebas, Terjemahan: Sigit Djatmiko, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: November 2003.

Harsono, Boedi, Prof., Hukum Agraria Indonesia; Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Penerbit Djambatan, edisi 2000. , Hukum Agraria Indonesia: Sejarah

Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksananannya, Penerbit Djambatan, Jakarta: 1995 .

Hirst, Paul dan Thompson, Grahame, Globalisasi adalah

Mitos, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 2001. Huijbers, Theo, DR., Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta: 2003. Idjehar, Budairi, Muh., SH. M.Hum., HAM Versus

Kapitalisme, INSIST press, Yogyakarta: 2003. 182

Putra, Fadillah, Kebijakan Tidak untuk Publik, Resist Book,

Yogyakarta: maret 2005. Rahma, Siti .M. dan R. Sastro Wijono,dkk, Atas Nama

Pendidikan: Terkuburnya Hak-Hak Petani Pagilaran Atas Tanah, LBH Semarang, Semarang: 2003.

Russell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, Terjemahan: Sigit

Jatmiko, dkk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: Januari 2004.

Suhendar, Endang, Menuju Keadilan Agraria: 70 tahun

Gunawan Wiradi, Yayasan AKATIGA, Bandung: 2002. Skolimowski, Henryk, Filsafat Lingkungan, Terjemahan:

Saut Pasaribu, Bentang Budaya, Yogyakarta: Maret 2004.

Artikel dan Makalah: Suprihanto, Agus, S.H., Perampasan Yang Berkedok

Pembangunan, Hasil monitoring media massa sumber: Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, Solo Pos, Wawasan, Semarang Pos, dipublikasikan: RRI Semarang dan Suara Merdeka, tahun 2005.

Wiradi, Gunawan, Politik Pertanian/Agraria Di Indonesia; Dari Masa ke Masa, disampaikan dalam acara workshop pertanian YLBHI, 2 Mei 2005 di Cisarua, Bogor. Kliping Surat Kabar: Pusat Dokumentasi LBH Semarang, Issue Pertanahan

2000-2005, Sumber: Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, Solo Pos, Wawasan, Semarang Pos.

Page 93: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

183

Buletin: Buletin KRITIS Edisi 26-33/Januari – Agustus, LBH

Semarang: 2005. Peraturan Perundang-undangan : Biro Hukum Dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Peraturan

Perundang-undangan Pertanahan 1988 – 1998, Pebruari 1998.

Undang-undang No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi

Manusia Keppres No. 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lain-lain (non publikasi): Dokumentasi Divisi tanah dan petani LBH Semarang,

Hasil-Hasil Live in Divisi Petani LBH Semarang, Tahun: 2005.

Setiadi, Dody, Legal Opinion Kasus Sengketa Tanah HGU

PT. Hortindo Pratama Indah dengan Organisasi Tani KPPTSS, LBH Semarang: Pebruari 2005.

, Legal Opinion: Kasus Sengketa Tanah HGU

PTPN IX Jolotigo dengan Organisasi Tani PPM dan P2BDK, LBH Semarang: April 2005.

184

LAMPIRAN 1

UU 5/1960, PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA

NOMOR 5 TAHUN 1960 (5/1960) TENTANG

PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa didalam Negara Republik Indonesia yang susunan

kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur;

b. bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta;

c. bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat disamping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat; d.bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum;

Berpendapat: a. bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam

pertimbangan-pertimbangan diatas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama;

b. bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan akan tercapainya,fungsi bumi, air dan ruang angkasa, sebagai yang dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;

Page 94: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

185

c. bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelmaan dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan. Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sebagai azas kerokhanian Negara dan cita-cita bangsa, seperti yang tercantum didalam Pembukaan Undang-undang Dasar.

d. bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong;

e. bahwa berhubung dengan segala sesuatu itu perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk Undang-undang yang akan merupakan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional tersebut diatas;

Memperhatikan: Usul Dewan Pertimbangan Agung Sementara Republik Indonesia No. I/Kpts/Sd/II/60 tentang Perombakan Hak Tanah dan Penggunaan Tanah; Mengingat: a. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959; b. Pasal 33 Undang-undang Dasar; c. Penetapan Presiden No. I tahun 1960 (Lembaran-Negara

1960 No. 10) tentang Penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 sebagai Garis-garis besar dari pada haluan Negara dan Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960;

d. Pasal 5 jo. 20 Undang-undang Dasar;

186

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong Memutuskan:

Dengan mencabut: 1. "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), sebagai yang

termuat dalam pasal 51 "Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;

2. a."Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870 No. 118);

b."Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119A;

c."Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No. 94f;

d."Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;

e."Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58;

3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No. 117) dan peraturan pelaksanaannya;

4.Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini;

Menetapkan: Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

PERTAMA

BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN

POKOK

Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari

seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

Page 95: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

187

(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional;

(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi;

(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air;

(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia;

(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Pasal 2 (1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-

undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

188

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Pasal 3 Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Pasal 4 (1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang

dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum;

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi;

(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

Pasal 5 Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini

Page 96: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

189

dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Pasal 6 Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 7 Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Pasal 8 Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa. Pasal 9 (1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan

yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2;

(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Pasal 10 (1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu

hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan;

(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan;

(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.

Pasal 11 (1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum,

dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan

190

diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas;

(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Pasal 12 (1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan

atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya;

(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.

Pasal 13 (1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam

lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya;

(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta;

(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang;

(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.

Pasal 14 (1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat

(2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan

Page 97: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

191

penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:

a. untuk keperluan Negara, b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci

lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;

d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;

e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing;

(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 15 Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

192

BAB II HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA

SERTA PENDAFTARAN TANAH Bagian 1 Ketentuan-Ketentuan Umum Pasal 16 (1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4

ayat (1) ialah: a. hak milik, b. hak guna-usaha, c. hak guna-bangunan, d. hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut-hasil hutan, h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak

tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah:

a. hak guna air, b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, c. hak guna ruang angkasa.

Pasal 17 (1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk

mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum;

(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat;

(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya

Page 98: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

193

dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;

(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.

Pasal 18 Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. Bagian II Pendaftaran Tanah Pasal 19 (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah

diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-

hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. (3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat

keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

194

Bagian III Hak Milik Pasal 20 (1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6;

(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 21 (1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik; (2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang

dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya; (3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung;

(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Pasal 22 (1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan

Peraturan Pemerintah; (2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)

pasal ini hak milik terjadi karena : a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-

syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

b. ketentuan Undang-undang.

Page 99: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

195

Pasal 23 (1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan

pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19;

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 24 Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Pasal 25 Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 26 (1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan

wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang. dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Pasal 27 Hak milik hapus bila: a. tanahnya jatuh kepada negara:

1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18; 2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; 3. karena diterlantarkan;

196

4. karena ketentuan -pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2). b. tanahnya musnah. Bagian IV Hak Guna Usaha Pasal 28 (1) Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan;

(2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman;

(3) Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 29 (1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25

tahun; (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama

dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun;

(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Pasal 30 (1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah.

a. warga-negara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha

dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika

Page 100: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

197

ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna-usaha, yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31 Hak guna-usaha terjadi karena penetapan Pemerintah. Pasal 32 (1) Hak guna-usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya,

demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19;

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 33 Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 34 Hak guna-usaha hapus karena: a. jangka waktunya berakhir; b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak dipenuhi; c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum; e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).

198

Bagian V Hak Guna Bangunan Pasal 35 (1) Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun;

(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun;

(3) Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 36 (1) Yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah

a. warga-negara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-

bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna-bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37 Hak guna-bangunan terjadi: a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara;

karena penetapan Pemerintah; b. mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk

otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Page 101: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

199

Pasal 38 (1) Hak guna-bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya,

demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 39 Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 40 Hak guna-bangunan hapus karena: a. jangka waktunya berakhir; b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat tidak dipenuhi; c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum; e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2). Bagian VI Hak Pakai Pasal 41 (1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini;

(2) Hak pakai dapat diberikan:

200

a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;

b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Pasal 42 Yang dapat mempunyai hak pakai ialah a. warga-negara Indonesia; b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia; d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia. Pasal 43 (1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang;

(2) Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Bagian VII Hak Sewa Untuk Bangunan Pasal 44 (1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa

atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa;

(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan: a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu; b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Page 102: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

201

Pasal 45 Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah: a. warga-negara Indonesia; b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia; d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia. Bagian VIII Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan Pasal 46 (1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya

dapat ipunyai oleh warga-negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah;

(2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

Bagian IX Hak Guna Air, Pemeliharaan Dan Penangkapan Ikan Pasal 47 (1) Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan

tertentu dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain;

(2) Hak guna-air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian X Hak Guna Ruang Angkasa Pasal 48 (1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk

mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu;

202

(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian XI Hak-Hak Tanah Untuk Keperluan Suci Dan Sosial Pasal 49 (1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial

sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial;

(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai;

(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian XII Ketentuan-Ketentuan Lain Pasal 50 (1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur

dengan Undang-undang; (2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna-

usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 51 Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan Undang-undang. BAB III KETENTUAN PIDANA Pasal 52 (1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam

pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-

Page 103: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

203

lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-

(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal 19, 22, 24, 26, ayat (1), 46, 47, 48, 49, ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-.

(3) Tindak pidana dalam ayat (1) dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB IV KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN Pasal 53 (1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud

dalam pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat;

(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

Pasal 54 Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 21 dan 26, maka jika seseorang yang disamping kewarganegaraan Indonenesianya mempunyai kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok, telah menyatakan menolak kewarga-negaraan Republik Rakyat Tiongkok itu yang disahkan menurut peraturan perundangan yang bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarga-negaraan Indonesia saja menurut pasal 21 ayat (1). Pasal 55 (1) Hak-hak asing yang menurut ketentuan konversi pasal I, II,

III, IV dan V dijadikan hak usaha-usaha dan hak guna-bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun;

204

(2) Hak guna-usaha dan hak guna-bangunan hanya terbuka kemungkinannya untuk diberikan kepada badan-badan hukum yang untuk sebagian atau seluruhnya bermodal asing, jika hal itu diperlukan oleh Undang-undang yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana.

Pasal 56 Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Pasal 57 Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190. Pasal 58 Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.

KEDUA KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI

Pasal I (1) Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya

Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21;

Page 104: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

205

(2) Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing, yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1), yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas;

(3) Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga-negara yang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat (1), dengan jangka waktu 20 tahun;

(4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini dengan hak opstal atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1, yang membebani hak milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfpacht tersebut diatas, tetapi selama-lamanya 20 tahun.

(5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (3) pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak erfpahct, maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom tersebut dan pemegang hak-hak opstal atau hak erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Agraria;

(6) Hak-hak hypotheek, servituu, vruchtengebruik dan hak-hak lain yang membebani hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna-bangunan tersebut dalam ayat (1) dan (3) pasal ini, sedang hak-hak tersebut menjadi suatu hak menurut Undang-undang ini.

Pasal II (1) Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana

atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya. Undang-undang ini, yaitu : hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grand Sultan, landerinjbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak lain dengan nama

206

apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21;

(2) Hak-hak tersebut dalam ayat (1) kepunyaan orang asing, warga-negara yang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) menjadi hak guna-usaha atau hak guna-bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya, sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.

Pasal III (1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada

mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna-usaha tersebut dalam pasal 28 ayat (1) yang akan berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun;

(2) Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut hapus, dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Agraria.

Pasal IV (1) Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun

besar dalam jangka waktu satu tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini harus mengajukan permintaan kepada Menteri Agraria agar haknya diubah menjadi hak guna-usaha;

(2) Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau permintaan itu tidak diajukan, maka concessie dan sewa yang bersangkutan berlangsung terus selama sisa waktunya. tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengan sendirinya;

(3) Jika pemegang concessie atau sewa mengajukan permintaan termaksud dalam ayat (1) pasal ini tetapi tidak bersedia menerima syarat-syarat yang ditentukan oleh Menteri Agraria, ataupun permintaannya itu ditolak oleh Menteri Agraria, maka concessie atau sewa itu berlangsung terus

Page 105: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

207

selama sisa waktunya, tetapi paling lama lima tahun dan sesudah itu berakhir dengan sendirinya.

Pasal V Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna-bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat (1) yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun. Pasal VI Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu : hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1) yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Pasal VII (1) Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap yang

ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut pada pasal 20 ayat (1);

(2) Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai tersebut pada pasal 41 ayat (1) yang memberi wewenang dan kewajiban sebagai yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang-undang ini;

(3) Jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan bersifat tetap atau tidak tetap, maka Menteri Agrarialah yang memutuskan.

208

Pasal VIII (1) Terhadap hak guna-bangunan tersebut pada pasal I ayat

(3)dan (4), pasal II ayat (2) dan V berlaku ketentuan dalam pasal 36 ayat (2);

(2) Terhadap hak guna-usaha tersebut pada pasal II ayat (2), pasal III ayat (1) dan (2) pasal IV ayat (1) berlaku ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).

Pasal IX Hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut oleh Menteri Agraria.

KETIGA

Perubahan susunan pemerintahan desa untuk menyelenggarakan perombakan hukum agraria menurut Undang-undang ini akan diatur tersendiri.

KEEMPAT

A. Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada. waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara.

B. Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A diatas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

KELIMA

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Pokok Agraria dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 24 September 1960. Presiden Republik Indonesia, SUKARNO (Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 September 1960. Sekretaris Negara)

Page 106: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

209

LAMPIRAN 2 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG

HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya

dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa oleh karena itu pengaturan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu lebih diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud;

c. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Bab II Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan

Terhadap Penindakan Hak atas Tanah Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1125);

3. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1956 tentang Peraturan-peraturan dan Tindakan-tindakan Mengenai Tanah-tanah Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1126);

210

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran *25592 Negara Nomor 3317);

6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);

DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai adalah

hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

2. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

3. Sertipikat adalah tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria.

4. Uang Pemasukan adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh penerima hak pada saat pemberian Hak Guna Usaha,

Page 107: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

211

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai serta perpanjangan dan pembaharuannya.

5. Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah.

6. Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.

7. Pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah dimilikinya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesudah jangka waktu hak tersebut atau perpanjangannya *25593 habis.

8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang Agraria/Pertanahan.

BAB II PEMBERIAN HAK GUNA USAHA Bagian Pertama Subyek Hak Guna Usaha Pasal 2 Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah: a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia. Pasal 3 (1) Pemegang Hak Guna Usaha yang tidak lagi memenuhi

syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usaha itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Hak Guna Usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.

212

Bagian Kedua Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Usaha Pasal 4 (1) Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah

tanah Negara; (2) Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna

Usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.

(3) Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 5 (1) Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak

Guna Usaha adalah lima hektar. (2) Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak

Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh lima hektar.

(3) Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu satuan usaha yang paling berdayaguna di bidang yang bersangkutan.

Page 108: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

213

Bagian Ketiga Terjadinya Hak Guna Usaha Pasal 6 (1) Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian

hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan

pemberian Hak Guna Usaha diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 7 (1) Pemberian Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 ayat (1) wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(2) Hak Guna Usaha terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Usaha diberikan sertipikat hak atas tanah.

Bagian Keempat Jangka Waktu Hak Guna Usaha Pasal 8 (1) Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun.

(2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

Pasal 9 (1) Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan

pemegang hak, jika memenuhi syarat: a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai

dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan

214

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

(2) Hak Guna Usaha dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat:

a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Pasal 10 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha

atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut.

(2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 11 (1) Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan

perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Usaha.

(2) Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(3) Persetujuan untuk dapat memberikan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Usaha yang bersangkutan.

Page 109: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

215

Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha Pasal 12 (1) Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk:

a. membayar uang pemasukan kepada Negara; b. melaksanakan usaha pertanian, perkebunan,

perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

d. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai pengunaan Hak Guna Usaha;

g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;

h. menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

(2) Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13 Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

216

Pasal 14 (1) Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan

mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

(2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya.

Bagian Keenam Pembebanan Hak Guna Usaha Pasal 15 (1) Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan

dibebani Hak Tanggunan. (2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hapus dengan hapusnya Hak Guna Usaha. Bagian Ketujuh Peralihan Hak Guna Usaha Pasal 16 (1) Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak

lain. (2) Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara:

a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

(3) Peralihan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(4) Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Page 110: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

217

(5) Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

(6) Peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Bagian Kedelapan Hapusnya Hak Guna Usaha Pasal 17 (1) Hak Guna Usaha hapus karena:

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya;

b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:

(1) tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14;

(2) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;

e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan Pasal 3 ayat (2).

(2) Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 18 (1) Apabila Hak Guna Usaha hapus dan tidak diperpanjang atau

diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas

218

tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Usaha.

(4) Jika bekas pemegang Hak Guna Usaha lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang hak.

BAB III

PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN Bagian Pertama Subyek Hak Guna Bangunan Pasal 19 Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah:

a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pasal 20 (1) Pemegang Hak Guna Bangunan yang tidak lagi memenuhi

syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat;

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum.

Page 111: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

219

Bagian Kedua Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan Pasal 21 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah:

a. Tanah Negara; b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik.

Bagian Ketiga Terjadinya Hak Guna Bangunan Pasal 22 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan

keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;

(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan;

(3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 23 (1) Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22 didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan;

(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.

Pasal 24 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan

pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

220

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan;

(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2);

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Keempat Jangka Waktu Hak Guna Bangunan Pasal 25 1) Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun.

2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.

Pasal 26 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat:

a. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

d. tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan

Page 112: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

221

pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

Pasal 27 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna

Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya.

(2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 28 (1) Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan

perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan;

(2) Hal uang pemasukan telah dibaya sekaligus agaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;

(3) Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Bangunan.

Pasal 29 (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk

jangka waktu paling lama tiga puluh tahun; (2) Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan

dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

222

Bagian Kelima Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan Pasal 30 Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban: a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara

pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

c. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

e. menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 31 Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. Pasal 32 Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.

Page 113: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

223

Bagian Keenam Pembebanan Hak Guna Bangunan Pasal 33 (1) Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan

dibebani Hak Tanggungan; (2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan. Bagian Ketujuh Peralihan Hak Guna Bangunan Pasal 34 (1) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain; (2) Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena:

a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

(3) Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan;

(4) Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecauli jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah;

(5) Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang;

(6) Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang;

(7) Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan;

(8) Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

224

Bagian Kedelapan Hapusnya Hak Guna Bangunan Pasal 35 (1) Hak Guna Bangunan hapus karena:

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;

b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:

1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32; atau

2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan; atau

3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

d. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;

e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan Pasal 20 ayat (2).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.

Page 114: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

225

Pasal 36 (1) Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara;

(2) Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hal Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan;

(3) Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik.

Pasal 37 (1) Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus dan

tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan;

(2) Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden;

(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan;

(4) Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.

Pasal 38 Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah

226

disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.

BAB IV PEMBERIAN HAK PAKAI

Bagian Pertama Subyek Hak Pakai Pasal 39 Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah: a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia; c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan

Pemerintah Daerah; d. Badan-badan keagamaan dan sosial; e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia; g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan

Internasional. Pasal 40 (1) Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat;

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan.

Bagian Kedua Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai Pasal 41 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah: a. Tanah Negara;

Page 115: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

227

b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik. Bagian Ketiga Terjadinya Hak Pakai Pasal 42 (1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan

pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk; (2) Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan

keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan;

(3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Pakai atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 43 (1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib

didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan; (2) Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak

Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertipikat hak atas tanah.

Pasal 44 (1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian

tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah;

(2) Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan;

(3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2);

(4) Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

228

Bagian Keempat Jangka Waktu Hak Pakai Pasal 45 (1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan

untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu;

(2) Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama;

(3) Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada:

a. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;

b. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;

c. Badan Keagamaan daan badan sosial. Pasal 46 (1) Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atau

diperbaharui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat:

a. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan

c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

(2) Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan.

Page 116: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

229

Pasal 47 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau

pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berkhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut;

(2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan;

(3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 48 (1) Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan

perpanjangan dan pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat dilakukan sekaligus dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Pakai;

(2) Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;

(3) Persetujuan untuk pemberian perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) serta perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Pakai.

Pasal 49 (1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka

waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang;

(2) Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

230

Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai Pasal 50 Pemegang Hak Pakai berkewajiban: a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara

pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

c. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;

e. menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 51 Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu. Pasal 52 Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.

Page 117: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

231

Bagian Keenam Pembebanan Hak Pakai Pasal 53 (1) Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak

Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan;

(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak Pakai.

Bagian Ketujuh Peralihan Hak Pakai Pasal 54 (1) Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka

waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain;

(2) Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan;

(3) Peralihan Hak Pakai terjadi karena: a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

(4) Peralihan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(5) Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(6) Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

(7) Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

(8) Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang.

232

(9) Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.

(10)Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan Hapusnya Hak Pakai Pasal 55 (1) Hak Pakai hapus karena:

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;

b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:

1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau

2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau

3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

d. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;

e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah;

Page 118: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

233

g. ketentuan Pasal 40 ayat (2). (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Pakai

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 56 (1) Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.

(2) Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.

(3) Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik.

Pasal 57 (1) Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak

diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai.

(2) Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan, kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi.

(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.

(4) Jika bekas Pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.

Pasal 58 Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 56, bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian

234

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik.

BAB V PERHITUNGAN UANG PEMASUKAN ATAS

DITERBITKANNYA HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI

Pasal 59 (1) Besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai termasuk perpanjingan atau pembaharuan haknya, ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(2) Khusus untuk wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam, besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai termasuk perpanjangan atau pembaharuan haknya ditetapkan oleh Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(3) Apabila pemegang hak tidak memanfaatkan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan penggunaan tanahnya, sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui, maka uang pemasukan yang telah dibayar dimuka menjadi milik Negara.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 60 Pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Page 119: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

235

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61 (1) Pemegang Hak Guna Bangunan yang telah memperoleh

jaminan perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah untuk jangka waktu masing-masing dua puluh tahun dan tiga puluh tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1993 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Dalam Kawasan-kawasan Tertentu di Propinsi Riau dinyatakan tetap memperoleh jaminan hingga berakhirnya jangka waktu pemberian jaminan tersebut.

(2) Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku sampai berakhirnya Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut.

Pasal 62 Selama ketentuan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini belum diterbitkan, maka peraturan perundang-undangan mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

236

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1993 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Dalam Kawasan-kawasan Terte di Propinsi Riau dinyatakan tidak berlaku. Pasal 64 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1996 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1996 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO

Page 120: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

237

LAMPIRAN 3 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: 36 TAHUN 1998 Tentang:

PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, maka

setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib menggunakan tanahnya dengan memelihara tanah, menambah kesuburannya, mencegah terjadi kerusakannya sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa dalam kenyataannya masih terdapat bidang-bidang tanah yang dikuasai oleh perorangan, badan hukum atau instansi yang tidak digunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya;

c. bahwa sesuai ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria hak atas tanah hapus dengan sendirinya apabila tanahnya diterlantarkan;

d. bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

238

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak

Pakai adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

2. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

3. Pemegang hak atas tanah adalah pemegang Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.

4. Pemegang Hak Pengelolaan adalah Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau badan lain yang diberi pelimpahan kewenangan pelaksanaan sebagian hak menguasai dari Negara atas tanah Negara dengan pemberian Hak Pengelolaan.

5. Tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 121: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

239

6. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan.

7. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.

8. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya.

BAB II

RUANG LINGKUP TANAH TERLANTAR Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur tanah terlantar yang dikuasai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya tetapi belum diperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III KRITERIA TANAH TERLANTAR

Bagian Kesatu Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Pasal 3 Tanah hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. Pasal 4 Tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang tidak dimaksudkan untuk dipecah menjadi beberapa bidang tanah dalam rangka penggunaannya tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku pada waktu permulaan penggunaan atau pembangunan fisik di atas tanah tersebut.

240

Pasal 5 (1) Tanah Hak Guna Usaha tidak dipergunakan sesuai dengan

keadaannya atau sifat dan tujuan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah itu tidak diusahakan sesuai dengan kriteria pengusahaan tanah pertanian yang baik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Jika hanya sebagian dari bidang tanah Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar.

Pasal 6 (1) Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang

dimaksudkan untuk dipecah menjadi beberapa bidang tanah dalam rangka penggunaannya tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah tersebut tidak dipecah dalam rangka pengembangannya sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.

(2) Jika hanya sebagian dari bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria terlantar, maka hanya bagian bidang tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar.

Bagian Kedua Tanah Hak Pengelolaan Pasal 7 (1) Tanah Hak Pengelolaan dapat dinyatakan sebagai tanah

terlantar, apabila kewenangan hak menguasai dari Negara atas tanah tersebut tidak dilaksanakan oleh pemegang Hak Pengelolaan sesuai tujuan pemberian pelimpahan kewenangan tersebut.

(2) Jika hanya sebagian dari bidang tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memenuhi kriteria terlantar, maka hanya bagian bidang tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar.

Page 122: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

241

Bagian Ketiga Tanah Yang Belum Dimohon Haknya Pasal 8 (1) Tanah yang sudah diperoleh penguasaannya, tetapi belum

diperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar, apabila tanah tersebut oleh pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tidak dimohon haknya atau tidak dipelihara dengan baik.

(2) Jika hanya sebagian dari bidang tanah yang sudah diperoleh dan dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memenuhi kriteria terlantar, maka hanya bagian bidang tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar.

BAB IV

TATA CARA PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

Pasal 9 (1) Identifikasi adanya tanah yang dapat dinyatakan sebagai

tanah terlantar dilakukan oleh Kantor Pertanahan baik secara kedinasan maupun berdasarkan perintah dari Menteri atau Kepala Kantor Wilayah atau laporan dari Instansi Pemerintah lain atau dari masyarakat.

(2) Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. nama dan alamat orang atau badan hukum yang

menjadi pemegang hak atau telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang bersangkutan;

b. letak, luas, status hak dan keadaan fisik tanah yang bersangkutan;

c. keadaan yang mengakibatkan tanah yang bersangkutan dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8.

(3) Dalam rangka identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang dan badan hukum yang menguasai tanah dan/atau mempunyai hubungan hukum serta kepentingan dengan tanah yang bersangkutan wajib memberi keterangan yang diminta oleh satuan tugas yang melaksanakan identifikasi.

242

(4) Dalam melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhatikan jangka waktu yang wajar setelah diperoleh Hak Atas Tanah atau dasar penguasaan atas tanah yang bersangkutan.

(5) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 10 Untuk keperluan melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang menyangkut: a. tanah Hak Guna Usaha; b. tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang

dimaksudkan untuk dipecah menjadi beberapa bidang tanah dalam rangka pengembangannya;

c. tanah Hak Pangelolaan; atau d. tanah yang diperoleh dasar penguasaannya oleh perusahaan

dalam rangka pelaksanaan izin lokasi, Menteri membentuk Panitia Penilai yang diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan dan beranggotakan wakil dari instansi-instansi yang terkait dengan penggunaan tanah yang bersangkutan.

Pasal 11 (1) Laporan mengenai identifikasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan disertai usul mengenai tindakan yang perlu dilakukan terhadap tanah tersebut.

(2) Dalam hal menurut hasil identifikasi, ternyata tanah yang bersangkutan dipunyai oleh pemegang hak orang perseorangan tidak dapat menggunakan tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya karena tidak mampu dari segi ekonomi, Kepala Kantor Pertanahan mengusulkan agar kepada yang bersangkutan dilakukan pembinaan dalam rangka pendayagunaan tanahnya.

(3) Dalam hal menurut hasil identifikasi ternyata: a. tanah yang bersangkutan dipunyai, dikuasai atau

diperoleh dasar penguasaannya oleh suatu badan hukum yang tidak menggunakan tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau tidak memeliharanya

Page 123: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

243

dengan baik, atau tidak mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 8;

b. tanah yang bersangkutan dipunyai atau diperoleh dasar penguasaannya oleh orang perseorangan yang tidak menggunakan tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau tidak memeliharanya dengan baik, atau telah tidak mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 8 bukan karena tidak mampu dari segi ekonomi, maka Kepala Kantor Pertanahan mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah agar kepada pemegang hak atau pihak yang memperoleh tanah tersebut diberi peringatan agar dalam waktu tertentu sudah menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 8.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak berlaku apabila tidak digunakannya tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya, atau tidak dipeliharanya tanah tersebut dengan baik, atau tidak diambilnya langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 tersebut disebabkan karena dihalangi oleh pihak lain.

Pasal 12 (1) Dalam hal menurut penilaian Kepala Kantor Wilayah hasil

temuan serta kesimpulan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) benar, Kepala Kantor Wilayah memberitahukannya kepada pemegang hak atas tanah dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II serta instansi yang berwenang di bidang pendayagunaan tanah yang bersangkutan menurut peruntukan tanah yang bersangkutan.

(2) Pendayagunaan tanah yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemegang hak dengan bimbingan instansi teknis yang berwenang di bidang penggunaan tanah tersebut menurut

244

peruntukannya dengan koordinasi Pemerintah Daerah Tingkat II.

(3) Pendayagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pogram kegiatan instansi/dinas yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah tersebut.

Pasal 13 (1) Dalam hal menurut penilaian Kepala Kantor Wilayah hasil

temuan serta kesimpulan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dapat diterima, maka Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan peringatan tertulis kepada pemegang hak atas tanah atau pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang sudah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tersebut agar dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya peringatan tersebut yang bersangkutan telah mulai menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau memeliharanya dengan baik, atau mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 8.

(2) Apabila dalam waktu yang ditentukan di dalam peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata pihak-pihak yang bersangkutan belum mengambil langkah-langkah sebagaimana mestinya, Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan peringatan kedua yang memberi jangka waktu yang sama seperti peringatan pertama kepada pihak yang bersangkutan.

(3) Apabila dalam waktu yang ditentukan di dalam peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ternyata pihak-pihak yang bersangkutan belum mengambil langkah-langkah sebagaimana mestinya, Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan peringatan ketiga yang memberi jangka waktu yang sama seperti peringatan kedua kepada pihak yang bersangkutan.

(4) Apabila dalam waktu yang ditentukan di dalam peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata pihak-pihak yang bersangkutan belum mengambil langkah-langkah sebagaimana mestinya, Kepala Kantor Wilayah melaporkan hal tersebut kepada Menteri disertai usul untuk

Page 124: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

245

menyatakan tanah yang bersangkutan sebagai tanah terlantar.

Pasal 14 (1) Menteri menetapkan tanah yang pemegang haknya atau

pihak yang memperoleh dasar penguasaan hak atas tanah tidak mengambil langkah yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam peringatan ketiga termaksud dalam Pasal 13 ayat (3) sebagai tanah terlantar.

(2) Sebelum mengeluarkan penetapan sebidang tanah sebagai tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri memberi kesempatan kepada pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang bersangkutan untuk dalam waktu 3 (tiga) bulan mengalihkan hak atas tanah tersebut melalui pelelangan umum.

BAB V

TINDAKAN TERHADAP TANAH TERLANTAR Pasal 15 (1) Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah telantar

menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. (2) Kepada bekas pemegang hak atau pihak yang sudah

memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang kemudian dinyatakan sebagai tanah terlantar diberikan ganti rugi sebesar harga perolehan yang berdasarkan bukti-bukti tertulis yang ada telah dibayar oleh yang bersangkutan untuk memperoleh hak atau dasar penguasaan atas tanah tersebut yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.

(3) Dalam hal pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tersebut telah mengeluarkan biaya untuk membuat prasarana fisik atau bangunan di atas tanah yang dinyatakan terlantar, maka jumlah yang telah dikeluarkan tersebut diperhatikan dalam penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada pihak yang oleh Menteri ditetapkan sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut.

246

BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 16 Ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1998 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1998 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 51

Page 125: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

247

LAMPIRAN 4

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG

PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN DAN PEMBATALAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK

ATAS TANAH NEGARA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas pelayanan

dibidang hak-hak atas tanah perlu diadakan peninjauan kembali ketentuan-ketentuan mengenai pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kewenangan pembatalan keputusan mengenai pemberian hak atas tanah;

b. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 174 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2117);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);

4. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;

248

5. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembubaran Kabinet Pembangunan VII dan Pembentukan Kabinet Reformasi;

6. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan , Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;

7. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11/KBPN/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional;

8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kotamadya;

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN DAN PEMBATALAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai; 2. Tanah negara adalah sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

3. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya;

4. Tanah hak adalah tanah yang telah dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah;

5. Pemberian hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak;

Page 126: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

249

6. Pemberian hak secara individual adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada seorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak;

7. Pemberian hak secara kolektif adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau sebuah badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak;

8. Pemberian hak secara umum adalah pemberian hak atas bidang tanah yang memenuhi kriteria tertentu kepada penerima hak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak;

9. Perpanjangan jangka waktu hak adalah penetapan Pemerintah yang memberikan penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak atas tanah;

10. Pembaharuan hak adalah penetapan Pemerintah yang memberikan hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah sesudah jangka waktu hak tersebut atau perpanjangannya habis;

11. Perubahan hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan suatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya;

12. Pembatalan keputusan pemberian hak adalah pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 2 (1) Dengan peraturan ini kewenangan pemberian hak atas

tanah secara individual dan secara kolektif, dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah

250

dilimpahkan sebagian kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

(2) Pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan ini meliputi pula kewenangan untuk menegaskan bahwa tanah yang akan diberikan dengan sesuatu hak atas tanah adalah tanah negara.

(3) Dalam hal tidak ditentukan secara khusus dalam pasal atau ayat yang bersangkutan, maka pelimpahan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya meliputi kewenangan mengenai hak atas tanah di atas tanah negara yang sebagian kewenangan menguasai dari Negara tidak dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan Hak Pengelolaan.

BAB II KEWENANGAN KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA Bagian Pertama Hak Milik Pasal 3 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai : 1. pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya

tidak lebih dari 2 Ha (dua hektar);

2. pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;

3. pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: a. transmigrasi; b. redistribusi tanah; c. konsolidasi tanah; d. pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.

Page 127: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

251

Bagian Kedua Hak Guna Bangunan Pasal 4 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai: a. pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya

tidak lebih dari 2.000 M2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;

b. semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.

Bagian Ketiga Hak Pakai Pasal 5 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai: a) pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya

tidak lebih dari 2 Ha (dua hektar);

b) pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;

c) semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.

Bagian Keempat Perubahan Hak Pasal 6 Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan Hak Guna Usaha menjadi hak lain.

252

BAB III KEWENANGAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN

PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI Bagian Pertama Hak Milik Pasal 7 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai : 1. pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya

lebih dari 2 HA (dua hektar);

2. pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5.000 M2 (lima ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.

Bagian Kedua Hak Guna Usaha Pasal 8 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 HA (dua ratus hektar). Bagian Ketiga Hak Guna Bangunan Pasal 9 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

Page 128: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

253

Bagian Keempat Hak Pakai Pasal 10 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai : a. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya

lebih dari 2 Ha (dua hektar);

b. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.

Bagian Kelima Pemberian hak lainnya Pasal 11 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah yang sudah dilimpahkan kewenangan pemberiannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II apabila atas laporan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan. Bagian Keenam Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Pasal 12 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai:

a. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang terdapat cacad hukum dalam penerbitannya;

b. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan kepada

254

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi, untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

BAB IV

KEWENANGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Pasal 13 Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum. Pasal 14 (1) Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannnya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III.

(2) Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III apabila atas laporan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15 (1) Permohonan pemberian hak atas tanah atau pembatalan

keputusan pemberian hak atas tanah yang pada saat mulai berlakunya peraturan ini masih dalam pengurusan diselesaikan menurut peraturan yang berlaku sebelum

Page 129: 3 4 - g  · PDF fileprosedur pendaftaran tanah, prosedur pembatalan tanah, ... Terutama sejak dimulainya gerakan menuntut kembali tanah- ... awal

255

berlakunya peraturan ini apabila berkasnya telah diterima lengkap oleh pejabat yang berwenang mengambil keputusan menurut peraturan tersebut.

(2) Permohonan pemberian hak atas tanah atau pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang pada saat mulai berlakunya peraturan ini masih dalam pengurusan diselesaikan menurut ketentuan dalam peraturan ini apabila berkas permohonan tersebut belum diterima lengkap oleh pejabat yang berwenang mengambil keputusan menurut peraturan yang belaku sebelum berlakunya peraturan ini.

BAB VI

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 16 1. Pemegang pelimpahan kewenangan pemberian atau

pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah menerbitkan keputusan yang memuat penetapan pemberian hak atas tanah atau pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atas nama Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

2. Pemegang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dilarang dengan sengaja memecah bidang tanah yang telah siap untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada seseorang atau badan hukum dengan maksud agar penetapan pemberian hak tersebut dapat diterbitkan olehnya menurut ketentuan pelimpahan kewenangan dalam peraturan ini.

3. Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi disiplin pegawai sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Penetapan pemberian hak yang diterbitkan dengan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengandung cacat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 12.

5. Pemegang pelimpahan kewenangan bertanggung-jawab secara pribadi mengenai kerugian yang ditimbulkan kepada

256

pihak lain sebagai akibat penetapan hak atas tanah yang telah diterbitkan olehnya dengan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 17 Dengan berlakunya peraturan ini, maka: 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972

tentang, tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan

2. Semua ketentuan yang bermaksud melimpahkan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan/keputusan lainnya, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 18 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 19 Pebruari 1999 MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL ttd HASAN BASRI DURIN