2_TINJAUAN PUSTAKA (1)

download 2_TINJAUAN PUSTAKA (1)

of 28

Transcript of 2_TINJAUAN PUSTAKA (1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Organ Jantung Sesuai dengan etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio/ kardio/cor. Istilah cor berasal dari bahasa latin yang memiliki arti sebuah rongga.1. Ukuran dan Bentuk Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muskular, apeks dan basis kordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kirakira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 715 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah (Lilly, 2007).

2. Posisi Jantung

13

Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Tepi kanan kranial berada pada tepi kranialis pars cartilaginis costa III dekstra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan kaudal berada pada tepi kranialis pars cartilaginis costa VI dekstra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri kranial jantung berada pada tepi kaudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri kaudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavikularis (Lilly, 2007).

3. Struktur Lapisan Jantung

Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam kavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium (Lilly, 2007).

14

Gambar 3. Lapisan Jantung Manusia (Tortora dan Derrickson, 2009)

4. Struktur Bagian Dalam Jantung

Bagian dalam jantung terdiri dari 4 buah bilik rongga. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Antara atrium kiri dan kanan dipisahkan oleh septum intratrial, sedangkan antara vebtrikel kiri dan kanan dipisahkan oleh septum interventrikular (Lilly, 2007).

Gambar 4. Gambar Anatomi Jantung Manusia (Anonim, 2011)

5. Kelistrikan Jantung

15

Pada otot jantung, potensial aksi ditimbulkan oleh saluran cepat Na+, saluran lambat Kalsium-Natrium, dan saluran K+. Bila potensial membran otot jantung meningkat dari titik normalnya yang sangat negatif menjadi positif secara cepat, dikatakan terjadi spike pertama. Saluran lambat Kalsium-Natrium membuka lebih lambat dan tetap terbuka selama beberapa lama sehingga ion Ca+ dan Na+ tetap mengalir masuk selama beberapa saat. Sedangkan permeabilitas membran sel otot jantung untuk K+ yang akan keluar menurun kira-kira 5 kali lipat. Sehingga mencegah kembalinya potensial membran ke tingkat istirahat. Akhirnya proses depolarisasi dipertahankan dalam waktu lebih lama dan memunculkan suatu gambaran mendatar (plateau). Adanya plateau ini menyebabkan kontraksi otot jantung berlangsung selama 3 sampai 15 kali lebih lama dibandingkan kontraksi otot rangka (Guyton dan Hall, 2008).

Bila saluran lambat untuk Kalsium-Natrium telah berhenti, permeabilitas membran K+ akan meningkat sangat cepat. K+ keluar dari serat dengan cepat dan terjadilah repolarisasi. Potensial aksi yang melalui diskus interkalatus akan menyebar ke sel-sel otot lain. Sinyal kontraksi berpindah dari sel ke sel dalam bentuk gelombang. Memperlihatkan bahwa jantung terdiri atas berkas-berkas sel yang teranyam erat untuk menimbulkan suatu gelombang kontraksi khusus yang mengarah pada pemerasan isi ventrikel jantung. Jadi otot jantung merupakan suatu sinsisium (Guyton, 2008).

16

Jantung memiliki sistem untuk membangkitkan sendiri impuls ritmis yang menimbulkan kontraksi ritmis otot jantung untuk kemudian

mengkonduksikan impuls ini ke seluruh jantung. Kemampuan self excitation ini dipegang oleh nodus sinus (nodus S-A). Serat sinus berhubungan langsung dengan serat atrium sehingga potensial aksi dalam nodus sinus akan segera menyebar ke dalam atrium sampai pada nodus atrioventrikuler (nodus A-V). Nodus A-V memperlambat aliran impuls dari atrium ke ventrikel jantung untuk memberikan waktu bagi atrium guna mengosongkan isinya ke dalam ventrikel. Dari nodus A-V berjalan melalui berkas atrioventrikular (Berkas A-V) kemudian melalui serat purkinje menyebar ke seluruh ventrikel. Serat purkinje menyebarkan impuls ke seluruh permukaan endokardium. Karakteristiknya adalah potensial aksi selalu berjalan dari atrium ke ventrikel, tidak boleh sebaliknya, kecuali pada keadaan patologis (Guyton dan Hall, 2008).

Bila sistem konduksi berfungsi normal, atrium akan berkontraksi 1/6 detik lebih awal dari ventrikel. Hal ini menyebabkan pengisian darah pada ventrikel sebelum ventrikel memompanya ke sirkulasi paru dan perifer. Sistem ini memungkinkan semua bagian ventrikel berkontraksi hampir secara bersamaan. Hal ini penting untuk menimbulkan tekanan efektif dalam ruang ventrikel (Guyton dan Hall, 2008).

17

Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung Manusia (Junquiera dan Cameiro, 2007) 6. Histologi Jantung

Selama embrio berkembang, sel-sel mesoderm splanknik dari bumbu jantung primitif tersususun berderet mirip rantai. Tidak seperti perkembangan otot rangka yang menyatu membentuk sinsitium (Yun. Syn, bersama, +kytos, sel), sel-sel jantung membentuk tautan yang rumit di antara cabang-cabangnya yang terjulur. Sel-sel di dalam rantai tersebut seringkali becabang dua, dan bersambungan dengan rantai yang berdekatan. Akibatnya jantung terdiri atas berkas-berkas sel yang teranyam erat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan gelombang kontraksi khas yang berakibat pemerasan isi ventrikel jantung (Junquiera dan Cameiro, 2007). . Sel otot jantung dewasa bergaris tengah lebih kurang 15 m dan panjangnya antara 85m sampai 100 m. Sel-sel tersebut memperlihatkan

18

pola garis melintang yang identik dengan pola pada otot rangka. Akan tetapi berbeda dengan otot rangka yang berinti banyak, setiap sel otot jantung hanya memiliki satu atau dua inti pucat yang terletak di tengah. Di sekeliling sel-sel otot terdapat selubung halus jaringan ikat endomisium yang mengandung jalinan kapiler luas (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Satu ciri unik yang dapat membedakan otot jantung adalah adanya garis gelap melintang yang melintasi deretan sel-sel jantung dengan interval yang tidak teratur. Diskus interkalaris ini adalah kompleks pertautan yang terdapat pada pertemuan antar sel-sel otot jantung yang bersebelahan. Pertautan ini mungkin berupa garis lurus atau mungkin memperlihatkan pola mirip tangga. Dua daerah dapat dikenali pada pertautan mirip tangga ini yaitu bagian transversal, yang berjalan tegak lurus terhadap serabut, dan bagian lateral, yang berjalan paralel terhadap miofilamen (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Terdapat 3 kekhususan taut pada diskus. Fasia adherens, yakni membran khusus yang paling mencolok pada bagian transversal diskus, berfungsi sebagai tempat penambat bagi filament aktin dari sarkomer terminal. Pada dasarnya, fasia adherens merupakan pita hemi-Z. Makula adherens (desmosom) juga terdapat pada bagian transversal dan mengikat sel sel jantung agar sel-sel tersebut tidak terpisah oleh aktivitas kontraktil yang konstan. Pada bagian lateral diskus, taut rekah memungkinkan pertukaran

19

ion di antara sel-sel yang bersebelahan secara konstan. Manfaat perangkaian ion ini adalah bahwa deretan sel bekerja sebagai satu sinsitium, yang memungkinan sinyal untuk menumbulkan kontraksi yang berpindah dari sel ke sel dalam bentuk gelombang (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Struktur dan protein kontraktil dalam sel otot jantung pada dasarnya sama dengan otot rangka. Akan tetapi, sistem tubulus T dan retikulum sarkoplasma pada otot jantung tidak begitu teratur. Tubulus T lebih banyak dan lebih besar pada otot ventrikel daripada otot rangka. Tubulus T jantung terdapat pada ketinggian garis Z dan bukan pada batas A-I (seperti pada otot rangka). Retikulum sarkoplasma tidak begitu berkembang dan berpindah-pindah secara tidak teratur melalui miofilamen. Akibatnya, tidak dijumpai berkas miofibril yang jelas (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Sel otot jantung mengandung banyak mitokondria yang menempati 40% atau lebih volume sitoplasma, yang mencerminkan kebutuhan akan metabolism aerob dalam otot jantung secara terus menerus. Sebagai perbandingan, hanya sekitar 2% dari serabut otot rangka yang ditempati oleh mitokondria. Asam lemak, yang ditranspor ke otot jantung oleh lipoprotein, adalah bahan bakar utama jantung. Terdapat sedikit glikogen yang dapat dirombak menjadi glukosa dan dipakai sebagai sumber energi selama masa stress. Granul pigmen lipofuksin (pigmen penuaan), sering

20

tampak dalam sel-sel yang berumur panjang, yang ditemukan di dekat kutub inti sel otot jantung (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Terdapat sedikit perbedaan struktur antara otot atrium dan otot ventrikel. Susuna miofilamennya sama pada keduanya, namun otot atrium memiliki lebih sedikit tubulus T dan selnya sedikit lebih kecil. Granul yang dibatasi membran, masing-masing berdiameter sekitar 0.2-0.3 m, dan berada di kedua kutub inti otot jantung serta berhubungan dengan kompleks Golgi di daerah ini. Granul ini paling banyak jumlahnya dalam sel-sel otot atrium kanan (lebih kurang 600 per sel), namun granul-granul tersebut juga ditemukan di atrium kiri, ventrikel, dan beberapa tempat lain dalam tubuh. Granul atrium ini mengandung prekursor hormon dengan berat molekul tinggi dan dikenal sebagai faktor natriuretik atrium. Faktor natriurerik atrium ini bekerja di ginjal, dan menyebabkan hilangnya natrium dan air (natriuresis dan diuresis). Jadi, kerja hormon ini berlawanan dengan kerja aldosteron dan hormon antidiuretik yang menimbulkan efek retensi natrium dan air oleh ginjal (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Dinding jantung terdiri atas 3 tunika: bagian dalam atau endokardium, bagian tengah atau miokardium; dan bagian luar atau perikardium. Bagian tengah jantung yang fibrosa, secara kurang tepat disebut skeleton fibrosa, dan berfungsi sebagai dasar katup, selain sebagai tempat asal dan insersi sel otot jantung (Eroschenko, 2003).

21

1. Endokardium bersifat homolog dengan intima pembuluh darah.

Endokardium terdiri atas selapis sel endotel gepeng yang berada di atas selapis tipis subendotel jaringan ikat longgar yang mengandung serat elastin dan kolagen, selain sel otot polos. Yang menghubungkan miokardium pada lapisan subendotel adalah selapis jaringan ikat (yang sering disebut lapisan subendokardium) yang mengandung vena, saraf, dan cabang-cabang dari sistem penghantar impuls jantung (selsel Purkinje) (Eroschenko, 2003).

Gambar 6. Sel Purkinje dan endokardium Manusia (Caceci, 2008)

2. Miokardium adalah tunika yang paling tebal dari jantung dan terdiri

atas sel-sel otot jantung yang tersusun dalam lapisan yang mengelilingi bilik-bilik jantung dalam bentuk pilinan yang rumit.

22

Sejumlah besar lapisan-lapisan ini berinsersi ke dalam skeleton fibrosa jantung. Susunan sel otot ini sangat bervariasi sehingga sediaan histologi dari sebagian kecil daerahnya, akan memperlihatkan sel-sel yang tersusun dalam berbagai arah (Eroschenko, 2003). Rata-rata ketebalan otot atrium kanan adalah 2 mm, ventrikel kanan 4-5 mm, atrium kiri 3 mm sedangkan ventrikel kiri memiliki ketebalan 2-3 kali lipat ventrikel kanan (Rilantono, 2001).

Kapiler miokardium

Ductus Intercalatus

Gambar 7. Miokardium pada potongan longitudinal Jantung Manusia (Caceci, 2008)3. Bagian luar jantung dilapisi oleh epitel selapis gepeng (mesotel) yang

ditopang oleh selapis tipis jaringan ikat yang membentuk epikardium. Lapisan jaringan ikat longgar subepikardium mengandung vena, saraf, dan ganglia saraf. Jaringan adiposa umumnya mengelilingi jantung, memenuhi lapisan ini. Epikardium dapat disetarakan dengan lapisan

23

viseral perikardium, yaitu membran serosa tempat jantung berada. Di antara lapisan viseral (epikardium) dan lapisan parietal, terdapat sejumlah kecil cairan yang memudahkan pergerakan jantung (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Skeleton fibrosa jantung terdiri atas jaringan ikat padat. Unsur utamanya adalah septum membranaseum, trigonum fibrosum, dan annulus fibrosus. Struktur-struktur ini terdiri atas jaringan ikat padat, dengan serat kolagen tebal yang tersusun dalam berbagai arah. Bagian-bagian tertentu mengandung nodul tulang rawan fibrosa. Katup jantung terdiri atas jaringan ikat fibrosa padat di pusat (yang mengandung serat kolagen maupun elastin), yang dilapisi kedua sisinya oleh lapisan endotel. Dasar katup melekat pada annulus fibrosus di skeleton fibrosa (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Jantung memiliki sistem khusus untuk membangkitkan stimulus ritmik yang tersebar di seluruh miokardium. Sistem ini terdiri atas 2 nodus yang terletak di atrium, yaitu nodus sinoatrial (SA) dan nodus atrioventrikular (AV), serta berkas atrioventrikular. Berkas atrioventrikular berasal dari nodus atrioventrikular dan bercabang ke kedua ventrikel. Sel-sel dari sistem penghantar-impuls secara fungsional disatukan oleh taut celah. Nodus SA merupakan massa sel otot yang termodifikasi, dan berbentuk fusiform, serta lebih kecil dari sel otot atrium. Nodus ini memiliki lebih

24

sedikit miofibril. Sel-sel nodus atrioventrikular serupa dengan sel nodus SA, namun juluran sitoplasmanya bercabang ke berbagai arah, dan membentuk jaringan. Berkas artrioventrikular dibentuk oleh sel-sel yang serupa dengan sel nodus AV. Akan tetapi, ke arah distal sel-sel ini menjadi lebih besar dan memiliki tampilan tersendiri. Sel yang disebut sel Purkinje ini, memiliki satu atau dua inti di pusat dan sitoplasmanya kaya akan mitokondria dan glikogen. Miofibrilnya jarang dijumpai dan terutama terdapat bagian tepi sitoplasma (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Setelah menyusuri lapisan subendokardium, miofibril memasuki ventrikel dan membentuk lapisan intramiokardium. Divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom menyarafi jantung dan membentuk pleksus yang tersebar luas di basis jantung. Sel saraf ganglionik serabut saraf terdapat di dekat daerah nodus sinoatrial dan nodus atrioventrikular. Meskipun saraf ini tidak memengaruhi timbulnya denyut jantung, yakni suatu proses yang dilakukan nodus sinoatrial (pacemaker), saraf tersebut memengaruhi irama jantung, saat berlangsungnya kegiatan olah raga dan stres emosional (Junquiera dan Cameiro, 2007).

Rangsangan divisi parasimpatis (nervus vagus) memperlambat denyut jantung, sedangkan rangsangan saraf simpatis mempercepat irama pacemaker. Di antara serabut-serabut otot miokardium, terdapat banyak ujung saraf aferen bebas, yang berhubungan dengan sensibihtas dan rasa

25

nyeri. Obstruksi parsial arteri koronaria mengurangi pasokan oksigen ke miokardium dan menimbulkan rasa nyeri (angina pektoris). Susunan ini penting karena memungkinkan stimulus mencapai lapisan-lapisan

terdalam di otot ventrikel (Junquiera dan Cameiro, 2007).

B. Medan Listrik dan Masalahnya 1. Medan Listrik Medan listrik adalah efek yang ditimbulkan oleh keberadaan muatan listrik, seperti elektron, ion, atau proton, dalam ruangan yang di sekitarnya. Medan listrik memiliki satuan N/C atau dibaca Newton/Coulomb. Medan listrik umumnya dipelajari dalam fisika dan bidang-bidang terkait. Secara tak langsung bidang elektronika telah memanfaatkan medan listrik dalam kawat konduktor (kabel) (Gornick, 2005). Medan listrik tidak perlu hanya ditimbulkan oleh satu muatan listrik, melainkan dapat pula ditimbulkan oleh lebih dari satu muatan listrik. Suatu benda bermuatan listrik akan menimbulkan medan listrik disekitarnya (Alonso dan Finn, 1980). 2. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Inti teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah: a. Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan magnet.

26

b.

Cahaya

termasuk

gelombang

elektromagnetik.

Cepat

rambat

gelombang elektromagnetik (c) tergantung dari permitivitas (I) dan permeabilitas (m) zat (Gornick, 2005). Gelombang elektromagnetik melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara) (Alonso dan Finn, 1980).

3. Radiasi Elektromagnetik Radiasi gelombang elektromagnetik mempunyai spektrum yang amat luas dimulai dari radiasi elektromagnetik dengan frekuensi ekstrim rendah (ELF) sampai pada elektromagnetik berfrekuensi sangat tinggi

(Muchtaruddin, 1998). Gelombang elektromagnetik mempunyai daerah frekuensi dari 101 sampai 1022 Hz (Soetrisno, 1979).

Secara garis besar radiasi elektromagnetik terbagi 2 kelompok yaitu radiasi pengion (ionisasi) dan radiasi tidak pengion (non-ionisasi) (Muchtaruddin, 1998). Perbedaan antara radiasi gelombang elektromagnetik ionisasi dan radiasi gelombang elektromagnetik non-ionisasi terletak pada kemampuan radiasi gelombang elektromagnetik ionisasi yang dapat mengeluarkan elektron dari inti atom, sisa atom ini menjadi muatan positif atau disebut ion positif. Elektron yang dikeluarkan akan mengikat atom netral lain dan membentuk ion negatif (Gabriel, 1996). Termasuk dalam radiasi ionisasi

27

adalah sinar X, sinar Gamma, dan sebagian sinar ultraviolet (Rahmatullah, 2009).

Dampak kesehatan yang terjadi akibat paparan radiasi gelombang elektromagnetik ionisasi meliputi efek akut dan kronis. Efek akut terdiri dari sindrom hemopoitik, sindrom gastrointesinal dan sindrom saraf pusat. Terdapat efek-efek tertentu yang lazim bagi ketiga efek tersebut yaitu mual dan ingin muntah, tak enak badan dan lesu, naiknya suhu, adanya perubahan-perubahan darah. Sedangkan efek kronisnya adalah kanker, perubahan genetika, memendeknya jangka hidup dan katarak (Cember, 1983).

Radiasi gelombang elektromagnetik non-ionisasi adalah radiasi yang tidak memiliki kemampuan untuk mengionisasi molekul. Termasuk diantaranya adalah sebagian sinar ultraviolet, sinar tampak, sinar infra merah, gelombang mikro, gelombang radio, dan medan elektromagnetik berfrekuensi ekstrim rendah (Muchtaruddin, 1998). Dampak kesehatan yang terjadi akibat paparan radiasi gelombang elektromagnetik nonionisasi pada orang yang hidup di bawah atau di sekitar Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yaitu sakit kepala, kelelahan mental, keguguran, sulit tidur, bradikardi, takikardi, indikasi tumor dan leukimia. Pada beberapa penelitian ditemukan gangguan kesehatan berupa efek teratogenitas pada fetus, gangguan pembentukan leukosit, dan gangguan reproduksi (Taufiqurahman dan Arief, 2000). Radiasi elektromagnetik

28

yang ditimbulkan oleh peralatan rumah tangga dan kantor pada umumnya termasuk pada kelompok radiasi non-ionisasi (Athena et al., 2000).

4. Medan Magnet Adanya medan magnet di dalam ruang dapat ditunjukkan dengan mengamati pengaruh yang ditimbulkan: a. Bila di dalam ruang tersebut ditempatkan benda magnetik maka benda tersebut mengalami gaya. b. Bila di ruang terdapat partikel/benda bermuatan, maka benda tersebut mengalami gaya (Muchtarudin,1998). Medan magnet dapat ditimbulkan oleh: a. Medan Magnet Oleh Benda Magnetik. Suatu magnet (misalnya magnet batang) akan menimbulkan medan magnet di sekitarnya. Arah garis magnetiknya adalah dari kutub U menuju ke kutub S. b. Medan Magnet Oleh Muatan Bergerak. Oersted: perpindahan muatan listrik (arus listrik) akan menimbulkan medan magnet di sekitarnya (Gornick, 2005).

5. Batas Pajanan Medan Listrik Dan Medan Magnet Kriteria yang dipakai dalam penentuan batas pajanan menggunakan rapat arus yang diinduksi dalam tubuh. Karena arus-arus induksi dalam tubuh tidak dapat dengan mudah diukur secara langsung maka penentuan batas

29

pajanan diturunkan dari nilai kriteria arus induksi dalam tubuh berupa kuat medan listrik (E) yang tidak terganggu dan rapat fluks magnetik (B). Misalnya saja suatu medan listrik yang homogen dengan kuat medan sebesar 10 kV/m akan menginduksi rapat arus efektif kurang dari 4 mA/m2 dengan rata-rata pengaliran arus di seluruh daerah kepala atau batang tubuh manusia (Tribuana, 2007).

WHO dan IRPA pada tahun 1987 mengeluarkan suatu pernyataan mengenai nilai rapat arus induksi terhadap efek-efek biologis yang ditimbulkan akibat pajanan medan listrik dan medan magnet pada frekuensi 50/60 Hz terhadap tubuh manusia sebagai berikut: antara 1 dan 10 mA/m2 tidak menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem penglihatan dan syaraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya terhadap kesehatan dan, di atas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstrasistole dan fibrasi ventrikular dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan) (Tribuana, 2007). Batas pajanan medan listrik dan medan magnet yang direkomendasikan oleh WHO (World Health Organization) dan IRPA (International Radiation Protection Association), serta IDI (Ikatan Dokter Indonesia), adalah sebagai berikut: Tabel 1. Batas Pajanan Medan Listrik WHO (1987); IRPA (1990); IDI (1997). Keterangan 1. Lingkungan kerja: Sepanjang hari kerja Medan Listrik (kV/m) 10

30

Waktu singkat 2. Lingkungan umum: Sampai 24 jam/hari Beberapa jam/hari

20 (s/d 2 jam/hari) 5 10

Tabel 2. Acuan paparan berlaku (WHO) frekuensi 50/60 Hz (Tumiran, 2005) Keterangan Frekuensi Satuan Batasan paparan terhadap publik Batasan paparan terhadap pekerja European Power Frequency 50 Hz Medan Listrik (V/m) 5000 10000

6. Mekanisme Gelombang Elektromagnetik Mempengaruhi Sistem Biologik Mekanisme mengenai bagaimana radiasi medan elektromagnetik ELF bisa mempengaruhi kesehatan masih belum dapat dengan jelas diterangkan (Torres-duran dan Patricia, 2007). Mekanisme yang memungkinkan dibangun adalah interaksi tubuh manusia dengan ELF akan menginduksi arus listrik. Hal itu jelas terlihat pada studi laboratorium dan perhitungan dari teori bahwa densitas yang tinggi dari arus listrik internal akan menyebabkan efek biologis akut (Ahlbom dan Feychting, 2003).

Crumpton (2005) mengatakan bahwa mekanisme yang paling mungkin pengaruh elektromagnetik terhadap kesehatan adalah adanya perubahan keseimbangan kadar radikal bebas dalam sistem biologik. Radikal bebas adalah kemungkinan yang paling besar karena radikal bebas dapat mentranduksi physical force, ada secara alami dalam tubuh, sangat reaktif dan mutagenik. Pada mekanisme radical-pair strating point adalah sebuah

31

molekul yang dapat terpisah oleh kekuatan alami untuk membentuk sebuah bagian dari radikal bebas, yang disebut dengan keadaan singlet yang memiliki putaran elektron yang berlawanan. Apabila radikal ini berada dekat dengan molekul lain, kemudian berkombinasi untuk membentuk molekul asalnya, dimana bila mereka terpisah lagi, mereka akan membentuk radikal bebas. Radikal bebas dalam kondisi singlet dapat mengalami interconvert menjadi kondisi triplet, memiliki putaran paralel. Pada kondisi triplet radikal tidak dapat di rekombinasi, jadi molekul ini sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan molekul lain. Teori memprediksikan bahwa paparan elektromagnetik akan memacu

interkonversi dari singlet menjadi triplet dan menaikkan proporsi triplet dan kadar dari radikal bebas (Crumpton, 2005).

7. Studi pada Hewan Coba Beberapa penelitian mengenai medan listrik telah dilakukan para ahli dengan menggunakan hewan coba sebagai model diantaranya seperti yang dilakukan oleh Marino et al. pada tahun 1976 mereka telah memberikan paparan medan listrik terhadap mencit selama tiga generasi secara vertikal dan horisontal secara terus menerus. Hasilnya berupa penurunan berat badan dan meningkatnya laju kematian keturunannya (Yurnadi, 2000).

Pengaruh medan elektromagnetik terhadap fungsi reproduksi telah diteliti dengan menggunakan hewan coba seperti mencit. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa selain menghambat pertumbuhan dan meningatkan

32

jumlah kematian pada keturunan yang dihasilkan, ternyata medan listrik juga menyebabkan produksi telur menurun secara nyata. Pada penelitian dengan menggunakan medan listrik elektrostatik pada tikus jantan mengakibatkan perubahan sebaran stadia epitel seminiferus, penurunan jumlah sel germinal, dan penurunan berat testis (Yurnadi, 2000). Paparan medan elektromagnet frekuensi ekstrim rendah juga diketahui

meningkatkan stres oksidatif pada beberapa percobaan dengan embrio ayam, kultur sel mamalia dan eritrosit manusia (Torres-duran dan Patricia, 2007). Selain itu, penelitian terhadap otot tikus yang dilakukan oleh Meriem et al. melaporkan bahwa tikus yang dipajan dengan medan elektromagnetik terjadi kerusakan pada otot dan tulangnya (Yurnadi, 2000). Pada tahun 2011 Fatma et al. melakukan penelitian mengenai efek paparan medan elektromagnetik terhadap tikus, hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan tekanan darah sistolik serta ditemukan adanya hipertrofi, fragmentasi dan vakuolasi pada miokardium tikus yang mendapat paparan selama 3 jam/hari dalam waktu 4 minggu dan peningkatan yang lebih nyata pada pajanan selama 8 minggu.

8. Studi pada Manusia Fokus penelitian yang utama selama kira-kira 20 tahun terakhir adalah untuk menjelaskan apakah dan bagaimana radiasi medan elektromagnetik meningkatkan risiko dari kanker, terutama leukimia pada anak-anak (Huss dan Roosli, 2006). Dari analisis hasil pooling ditemukan hal yang prinsip bahwa paparan medan elektromagnetik dengan densitas 0,4 T dapat

33

meningkatkan risiko terhadap angka kejadian leukimia pada anak-anak (Ahlbom dan Feychting, 2003). Sagredo dan monteagondo pada tahun 1991 melakukan penelitian dengan kultur limfosit pekerja kelistrikan di stasiun transmisi di Swedia dengan tegangan sebesar 400 kV, dan didapatkan peningkatan mikronukleus maupun aberasi kromosom yang nyata (Yurnadi, 2000).

Selain kanker pada sistem hematopoetik pengaruh pajanan medan elektromagnetik dapat mempengaruhi metabolisme serotonin dan

melantonin pada kelenjar pineal yang bertugas menekan timbulnya tumorigenesis pada payudara. Rendahnya produksi melantonin akan sangat berpotensi menimbulkan kanker payudara (Anies, 2003). Pada studi kasus kontrol yang dilakukan pada pekerja perlatan listrik di Quebec (Canada) dan Perancis yang sedikit terpajan gelombang elektromagnetik ditemukan kejadian yang signifikan dari kanker paru (Ahlbom dan Feychting, 2004). Dipercaya bahwa ada hubungan antara paparan radiofrekuensi elektromagnetik dengan konsepsi yang tertunda, aborsi spontan, kematian setelah lahir, kelahiran awal setelah terpapar, kecacatan sejak lahir akibat agegrasi dan peningkatan rasio laki-laki dan perempuan. Namun semua itu belum didukung oleh penelitian yang berkualitas dan masih perlu di teliti lebih lanjut (Ahlbom dan Feychting, 2004).

Salah satu potensi gangguan kesehatan lainnya adalah timbulnya reaksi hipersensitivitas, yang dikenal dengan electrical sensitivity. Electrical

34

sensitivity atau dikenal pula dengan istilah electrical hypersensitivity, merupakan problem kesehatan masyarakat sebagai akibat pengaruh radiasi medan elektromagnetik, berupa gangguan fisiologis yang ditandai dengan sekumpulan gejala neurologis dan kepekaan (sensitivitas) terhadap medan elektromagnetik (Anies, 2005).

Banyak orang yang memiliki sensitivitas terhadap tingkat frekuensi tertentu dari medan elektromagnetik. Gejala-gejala electrical sensitivity yang banyak dijumpai berupa sakit kepala (headache), pening (dizziness), keletihan yang konstan atau menahun (chronic fatigue syndrome), gangguan tidur berupa sukar tidur (insomnia). Di samping itu, beberapa gejala lain kadang-kadang dapat dijumpai, antara lain berdebar-debar (tachycardia), mual (nausea) tanpa ada penyebab yang jelas, muka terasa terbakar (facial flushing), rasa sakit pada otot-otot (pain in muscles), telinga berdenging (tinnitus), kejang otot (muscle spasms), kebingungan (confusion), gangguan kejiwaan berupa depresi (depression) serta gangguan konsentrasi (difficulty in concentrating) (Rubin et al., 2005).

9. Studi terhadap Sistem Kardiovaskular Berdasar penelitian fisiologis menunjukkan bahwa paparan medan elektromagnetik ELF berefek terhadap bervariasinya heart rate. Penelitian ini diikuti oleh studi kerja yang menunjukkan kematian akibat penyakit jantung kronis tidak berhubungan dengan pajanan ELF tetapi karena aritmia dan infark miokard. Tetapi, studi lanjutan yang tertuju pada

35

masalah diatas gagal untuk mereplikasi hasil diatas (Ahlbom dan Feychting, 2003). Banyak penelitian yang mengamati otak dan sistem saraf dalam hubungannya bagi dengan pengaruh paparan medan memang

elektromagnetik

kesehatan.

Beberapa

sukarelawan

mengalami perubahan respons. Paparan cukup lama oleh medan listrik sebesar 9 kV/m dan juga medan magnet sebesar 20 T pada beberapa sukarelawan ternyata bisa mengurangi denyut jantung beberapa detik per menit, meskipun hal ini dapat bersifat subjektif (Tarone et al., 1998).

Kekhawatiran tentang perubahan kronis pada sistem kardiovaskular akibat paparan medan elektromagnetik dengan frekuensi sangat rendah (ELF) berasal dari deskripsi di tahun 1960 dan awal 1970-an di Rusia tentang gejala pada operator dan pekerja switchyard tegangan tinggi (Asanova dan Rakov, 1966; 1972). Penelitian lebih lanjut dilakukan di Federasi Rusia pada tahun 1980-an dan 1990-an melaporkan berbagai perubahan fungsional pada sistem kardiovaskular, seperti hipertensi pada pekerja di 500 kV, 750 kV dan instalasi listrik 1150 kV (Rubtsova, Tikhonova dan Gurvich, 1999). Investigasi yang lebih baru telah berfokus terutama pada efek langsung terhadap jantung dari paparan medan elektromagnetik, terutama yang berkaitan dengan variabilitas detak jantung dan

pengaruhnya terhadap kejadian kardiovaskular akut lainnya (WHO, 2007).

C. Mencit (Mus musculus L.) 1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus L.)

36

Klasifikasi mencit menurut Priyambodo (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Subphylum Classis Subclass Ordo Sub Ordo Family Sub Family Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Theria : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Murinae : Mus : Mus musculus L

2. Ciri Biologi Mencit (Mus musculus L) Mencit merupakan rodentia (hewan pengerat) yang dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan hewan pengganggu. Potensi reproduksi mencit sangat tinggi serta memiliki ciri yang menarik yaitu gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat dan menggigit) benda-benda yang keras (Depkes, 2008). Mencit mempunyai sifat jinak, lemah, takut cahaya dan aktif pada malam hari serta mudah ditangani. Bobot mencit akan lebih ringan apabila di pelihara sendiri karena makannya lebih sedikit. Untuk pemeliharaan mencit diperlukan temperatur ruangan antara 20 25 0C. Menurut Yuwono et al. (2002), kandang mencit harus kuat, kokoh dan harus dilengkapi dengan jalan masuk dan keluar

37

makanan dan minuman, kandang harus mudah dibersihkan dan ventilasi harus cukup.

Siklus mencit berlangsung setiap 4 5 hari sekali, karena mencit termasuk hewan poliestrus, estrus terjadi 20 40 jam setelah partus dan lama birahi antara 9 20 jam seperti dapat dilihat pada gambar 10. Berdasarkan rasio jantan dan betina cara perkawinan mencit dibedakan atas monogamus, triogamus dan harem system. Monogamus terdiri dari satu jantan dan satu betina, triogamus terdiri dari satu jantan dan dua betina dan harem system terdiri dari satu jantan dan lebih dari tiga betina dalam satu kandang (Yuwono et al., 2002).

Gambar 8. Siklus hidup mencit (Meehan,1984) Tabel 3. Perkembangbiakan mencit (Depkes, 2008) MASA Umur dewasa Masa bunting Rata-rata jumlah tikus yang bunting (%) Jumlah embrio rata-rata Per tikus betina Adanya kebuntingan Produksi/betina/tahun Mus. Musculus L. 42 hari 19-21 hari (19,8- 50,5) 5,8 (3,9-7,4) 7,67 44,5

38

3. Morfologi Mencit (Mus musculus L) Mencit (M. Musculus L) memiliki berat 10 40 gram, panjang 6 10 cm dengan hidung yang runcing, ekornya sama atau lebih panjang sedikit dari kepala dan badan, pada ekor tidak ada rambut, berukuran 7 11 cm serta memiliki telinga tegak, memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan pada bagian perut, keabuan pada bagian punggung (Depkes, 2008).

Mencit (M. musculus L) tidak mempunyai taring dan geraham (premolar). Gigi seri terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing sepasang. Gigi ini akan tumbuh memanjang dengan cepat sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif. Sarang mencit (M. musculus L) dapat ditemukan di dalam dinding, lapisan atap dan kotak penyimpanan atau laci (Depkes, 2008). Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan di laboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi. Warna, susunan anatomi, perilaku, morfologi dan fisiologi merupakan ciri-ciri dari masing-masing mencit (Yuwono et al., 2002).

39

Gambar 9. Mencit (Mus musculus L.) (Anonim, 2010) Tabel 4. Ciri-ciri morfologi dari Mus musculus L. (Depkes, 2008) Keterangan Berat Kepala & badan Ekor Telinga Bulu M.musculus L. 10-21 gram Hidung runcing, badan kecil, 6-10 cm Sama atau lebih panjang sedikit dari kepala+badan, tak berambut, 7-11 cm Tegak, besar untuk ukuran binatang 15mm/kurang Satu sub spesies: abu-abu kecoklatan bagian perut, keabu-abuan, Lainnya: keabu-abuan bagian punggung dan putih keabu-abuan bagian perut