2NWREHU 0HULQJDQNDQ 7HNDQDQ -...

12

Transcript of 2NWREHU 0HULQJDQNDQ 7HNDQDQ -...

The Indonesia Economic Quarterly (IEQ) memiliki dua tujuan utama. Pertama, laporan tentang perkembangan penting selama tiga bulan terakhir di ekonomi Indonesia, dan kedudukannya dalam jangka panjang dan konteks global. Berdasarkan perkembangan tersebut, dan perubahan kebijakan selama periode tersebut, IEQ secara teratur memperbarui prospek ekonomi Indonesia dan kesejahteraan sosial. Kedua, IEQ menyediakan pemeriksaan lebih mendalam mengenai masalah ekonomi dan kebijakan yang dipilih, dan analisis tantangan pembangunan jangka menengah Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk khalayak luas, termasuk pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, pelaku pasar keuangan, dan komunitas analis dan profesional yang terlibat dalam mengembangkan ekonomi di Indonesia.

IEQ merupakan produk kantor Bank Dunia Jakarta dan menerima bimbingan editorial dan strategis dari dewan redaksi diketuai oleh Rodrigo Chaves, Country Director untuk Indonesia. Laporan ini disusun oleh tim Makroekonomi dan Manajemen Fiskal global Praktek, di bawah bimbingan Ndiame Diop, Praktek Manager, dan Hans Anand Beck, Ekonom Senior. Dipimpin oleh Masyita Crystallin, sekaligus sebagai penanggung jawab untuk Bagian A, dan Kelly Wyett, sebagai penanggung jawab untuk editing dan produksi, tim proyek inti terdiri Magda Adriani, Arsianti, Indira Maulani Hapsari, Ahya Ihsan, Taufik Indrakesuma, Dhruv Sharma, dan Violeta Vulovic; serta administrasi didukung oleh Titi Ananto. Diseminasi dikelola oleh Jerry Kurniawan, GB Surya Ningnagara, Kurniasih Suditomo, Nugroho Sunjoyo, dan Suryo Utomo Tomi, di bawah bimbingan Dini Djalal.

Dalam edisi IEQ ini termasuk kontribusi dari Bertine Kamphuis, Nikola Kojucharov, John Perrottet, dan Andre Simangunsong (Bagian B.1, Pariwisata); Mateo Ambrosio, Emilie CASSOU, Steven M. Jaffee, dan Taimur Samad (Bagian B.2, Kebijakan Ketahanan Pangan); Martin Albrecht, Claire Chase, Sarah Glavey, Martin Gambrill, Rahmi Kasri, Sitaram Machiraju, Vikram Rajan, Amin Robiarto, Deviariandy Setiawan, dan Ali Subandoro (Bagian C.1, WASH), Tazeen Fasih, Karthik Muralidharan, Menno Pradhan, Joppe de Ree, dan Halsey Rogers (Bagian C.2, Guru sertifikasi dan seterusnya).

Laporan itu juga berdasar diskusi dengan dan komentar mendalam dari Tatiana Nenova, Massimiliano Cali, Nikola L. Spatafora, Ekaterine T. Vashakmadze, Maria Monica Wihardja, Nikhilesh Bhattacharya (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia), dan Amanda Apsden dan David Nellor (Australia Indonesia Partnership for Governance Ekonomi).

Laporan ini merupakan produk staf dari the International Bank for Reconstruction and Development/the World Bank, didukung oleh dana dari the Australian Government under the Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA) program.

Temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang disampaikan dalam laporan ini tidak mencerminkan pandangan dari Direktur Eksekutif Bank Dunia atau pemerintah yang mereka wakili, atau Pemerintah Australia. Bank Dunia tidak menjamin akurasi data termasuk dalam pekerjaan ini. Batas-batas, warna, denominasi, dan informasi lainnya yang ditunjukkan pada peta dalam buku ini tidak mencerminkan penilaian pada bagian dari Bank Dunia mengenai status hukum suatu wilayah atau dukungan atau pengakuan dari batas-batas tersebut.

Foto-foto adalah hak cipta dari Bank Dunia kecuali pada bagian B yang merupakan hak cipta dari Riaz Sharma. Seluruh hak cipta.

Pengantar

For more World Bank analysis of Indonesias economy:

For information about the World Bank and its activities in Indonesia, please visit www.worldbank.org/id.

To receive the IEQ and related publications by email, please email [email protected]. For questions and comments, please email [email protected].

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 1

C. Indonesia 2018 dan selanjutnya: Tinjauan pilihan

1. Memastikan akses air minum dan sanitasi untuk semua (akses universal) sebagai upaya menurunkan stunting, kemiskinan, dan ketimpangan

Setelah mencapai target MDG untuk air minum, target Indonesia sekarang adalah akses air minum dan sanitasi untuk semua pada tahun 2019

Dalam dekade terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan cukup besar di bidang air minum, sanitasi, dan kebersihan (AMS). Indonesia berhasil mencapai target akses air minum dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dengan 87 persen penduduk mendapatkan air dari sumber yang aman1 pada tahun 2015. Namun, target sanitasi dalam MDG belum tercapai meski kekurangannya tinggal sedikit. Akses sanitasi naik signifikan dari 35 persen pada tahun 1990 ke 61 persen pada tahun 2015 (target MDG: 62,4 persen). Penyumbang utama kemajuan di sektor ini adalah sanitasi perdesaan. Di perdesaan, akses sanitasi naik dua kali lipat dari 24 persen ke 47 persen, sementara akses air minum naik dari 61 persen ke 79 persenatau tumbuh tiga kali lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan2. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah Indonesia yakin Indonesia mampu mencapai target akses universal air minum dan sanitasi pada tahun 2019, sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals -SDGs).

Ketimpangan pendapatan berkaitan dengan ketimpangan akses

Capaian AMS terjadi bersamaan dengan periode pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan dari 23,4 persen pada tahun 1999 ke 10,9 persen pada tahun 2016. Di sisi lain, ketimpangan pendapatan justru meningkat. Indeks Gini

1 Sumber air minum aman (improved drinking-water source) adalah sumber yang, secara alamiah atau

melalui intervensi aktif, aman dari kontaminasi, khususnya kontaminasi kotoran manusia. Fasilitas sanitasi layak (improved) adalah fasilitas yang secara higienis memisahkan kotoran manusia dari kontak dengan manusia.

2 Joint Monitoring Programme WHO-Unicef, 2015.

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 2

air minum dan sanitasi

naik 10 poin dari 30.0 menjadi 39.7 antara tahun 2000 dan 20163. Ketimpangan juga terjadi di bidang AMS; terdapat ketimpangan besar dalam hal akses terhadap layanan AMS yang lebih baik di perdesaan antara kuintil terbawah dengan kuintil teratas dalam sebaran pendapatan4. Di perdesaan, akses terhadap air minum dimiliki oleh 57 persen masyarakat di kuintil termiskin, sedangkan 97 persen masyarakat di kuntil teratas memiliki akses air minum yang aman. Dalam hal sanitasi, hanya 36 persen kuintil termiskin yang punya akses pada sanitasi yang layak (improved sanitation) dibandingkan 87 persen di kuintil teratas. Sekitar sepertiga dari ketimpangan ini bisa dirunut ke situasi keluarga saat seorang anak lahir atau kondisi yang dialaminya setelah kelahiran. Sebagai contoh, data Susenas menunjukkan bahwa 94 persen anak dari orangtua tidak miskin dengan tingkat pendidikan minimal SMA di Jakarta memiliki kemungkinan mengakses sanitasi layak. Sementara, kemungkinan hanya 2 persen anak dari orangtua miskin dan berpendidikan lebih rendah di Papua atau Maluku yang memiliki akses kepada sanitasi yang layak5.

Masih ada 24 juta penduduk perdesaan tanpa akses air minum yang aman; 62 juta tanpa akses sanitasi yang layak; dan 9 juta anak mengalami stunting

Sanitasi buruk, penyakit yang menular melalui air, malnutrisi, dan kasus tubuh pendek atau stunting (akibat malnutrisi kronis) saling berkaitan. Potensi pertumbuhan dan kecerdasan anak yang terpapar lingkungan kotor dan gizi buruk sejak kecil, akan menurun sehingga pencapaian dirinya sebagai manusia juga akan berkurang.6 Di Indonesia, skala permasalahan ini sangat besar; ada sekitar 9 juta anak yang mengalami stunting,7 dan stunting serta malnutrisi diperkirakan menjadi penyebab hilangnya PDB hinggga 2 sampai 3 persen8. Program AMS perdesaan yang berkelanjutan dan terhubung dengan bidang lain adalah titik penting untuk bisa menyediakan akses air minum dan sanitasi untuk semua, sehingga pada akhirnya berkontribusi menurunkan kemiskinan dan kasus stunting. Bagian ini menyajikan pandangan ringkas mengenai proses mencapai akses universal AMS dan pentingnya AMS dalam upaya menurunkan stunting. Terdapat pula contoh kerja sama AMS dengan bidang terkait lain serta beberapa pilihan untuk melanjutkan program AMS perdesaan yang berkelanjutan dan terpadu.

3 Informasi lebih jauh mengenai topik ini ada di laporan Bank Dunia, Indonesias Rising Divide

http://www.worldbank.org/en/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide 4 WSP, 2015, Water Supply and Sanitation in Indonesia: Turning Finance into Service for the

Future. 5 Lihat laporan Bank Dunia, 2015, Indonesia Systematic Country Diagnostic: Connecting the Bottom

40 percent to the Prosperity Generation, World Bank East Asia and Pacific, September 2015 6 Victora, C, Adair, L, Fall C., Hallal P., Martorell R., Richter L., Sachdev H. et al., 2008, Maternal and

child undernutrition: consequences for adult health and human capital, Lancet 371(9609), 340 7 Kementerian Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 8 Bank Dunia, 2014, Better Growth Through Improved Sanitation & Hygiene Practices (PPT)

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 3

a. Kerangka kelembagaan yang kuat membantu meningkatkan akses air minum dan sanitasi di perdesaan

Pendekatan AMS berbasis komunitas diangkat menjadi bagian kebijakan melalui STBM dan PAMSIMAS

Indonesia telah mengubah pendekatan pembangunan sanitasi perdesaan secara signifikan dari berbasis subsidi pemerintah dan pemberian penyediaan jamban menjadi pemberdayaan masyarakat, membangun kebutuhan terhadap sanitasi yang layak, serta melibatkan sektor swasta. Berangkat dari keberhasilan ujicoba di beberapa lokasi, pendekatan ini diterapkan di beberapa provinsi sebelum akhirnya dijadikan strategi nasional pada tahun 2008, yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diterapkan di semua provinsi. Ada tiga komponen STBM: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku; 2) peningkatan penyediaan fasilitas sanitasi yang terjangkau dan sesuai kebutuhan oleh sektor swasta; dan 3) penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif. PAMSIMAS, program nasional penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat yang diluncurkan pada tahun 2008, diintegrasikan dengan pendekatan STBM, sehingga semakin mendekatkan kebijakan di bidang air minum dan sanitasi.

.perubahan pendekatan dan kerangka kelembagaan yang lebih kuat berhasil meningkatkan akses AMS di perdesaan

Perubahan pendekatan, penguatan kerangka kelembagaan yang memilah peran dan tanggung jawab, serta kontribusi pemangku kepentingan di semua tingkat menjadi dasar perbaikan akses AMS perdesaan. Akses sanitasi di desa naik rata-rata 2,2 persen per tahun antara 2009 dan 2015 (Gambar 1). Sebelumnya, akses tumbuh hanya 1,6 persen per tahun antara 2000 dan 20089. Di kedua periode, rata-rata kenaikan tahunan akses air minum perdesaan juga tumbuh dari 1,4 persen ke sedikit di atas 2 persen.10

Gambar 1: Pertumbuhan akses WASH perdesaan naik setelah STBM dan PAMSIMAS dilaksanakan (Garis ungu adalah peningkatan yang diperlukan untuk mencapai target akses universal air minum dan sanitasi pada tahun 2019)

Sumber SUSENAS, BPS, 2016.

Sumber utama pendanaan air minum perdesaan adalah program pemerintah dan

Kajian Penyelenggaraan Layanan (Service Delivery Assessment, SDA) Bank Dunia tahun 2015 untuk Air Minum dan Sanitasi di Indonesia mencatat bahwa, meski ada mandat jelas dan peraturan, namun informasi lengkap mengenai total anggaran dan pengeluaran di bidang11 ini masih sulit didapat. Ada berbagai sumber pendanaan air minum perdesaan (pendapatan dalam negeri, hibah, dan pinjaman konsesi) dan sebagian besar disalurkan melalui PAMSIMAS, dengan pengeluaran di tingkat

9 Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016, Survei Sosial Ekonomi Nasional 10 BPS merevisi formula perhitungan akses air pada tahun 2011. Formula baru mencakup akses air

mandi dan cuci selain air minum. Tingkat akses naik dari 45,9 persen pada tahun 2010 ke 52,3 persen pada tahun 2011, BPS, 2011.

11 Lihat World Bank, 2015, The 2015 Service Delivery Assessment (SDA) on Water and Sanitation in Indonesia, available at: http://documents.worldbank.org/curated/en/326971467995102174/Water-supply-and-sanitation-in-Indonesia-turning-finance-into-services-for-the-future.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

Rural Water Rural Sanitation

http://documents.worldbank.org/curated/en/326971467995102174/Water-supply-and-sanitation-in-Indonesia-turning-finance-into-services-for-the-futurehttp://documents.worldbank.org/curated/en/326971467995102174/Water-supply-and-sanitation-in-Indonesia-turning-finance-into-services-for-the-future

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 4

masih sangat terbatas

nasional (APBN), provinsi dan kabupaten (APBD), dan desa (dana desa). Dalam kurun 14 tahun dari dimulainya sampai tahun 2020, anggaran PAMSIMAS mencapai USD 1.600 juta (rata-rata USD 115 juta per tahun). Namun, menurut SDA, angka ini masih jauh dari USD 772 juta per tahun yang diperkirakan diperlukan untuk mencapai akses air minum perdesaan yang universal. Kajian lebih lanjut sedang dilakukan untuk melihat sumber lain yang potensial untuk dana (seperti tarif yang dibayarkan pengguna, dukungan pemerintah, atau mitra pembangunan) dan sumber keuangan lain (lembaga keuangan mikro atau bank daerah).

sementara, sanitasi perdesaaan utamanya dibiayai oleh rumah tangga

Berkebalikan dengan sektor air minum, terjadi peningkatan besar investasi rumah tangga dalam penyediaan Sanitasi Perdesaan karena tidak ada subsidi pemerintah. SDA memperkirakan dibutuhkan belanja modal USD 414 juta per tahun untuk mencapai akses universal sanitasi perdesaan. Sebagian besar bersumber dari rumah tangga untuk penyediaan jamban sehat, sementara pemerintah melaksanakan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan sanitasi (misalnya, kampanye untuk perubahan perilaku) dan pembuatan kebijakan (seperti membuat peraturan untuk mengarusutamakan pendekatan yang sudah terbukti berhasil).

Investasi publik yang terarah di bidang sanitasi memicu investasi yang lebih besar oleh masyarakat

Setelah diterapkannya STBM, investasi publik yang terarah mampu memicu masyarakat untuk berinvestasi jauh lebih besar di bidang sanitasi. Sebagai contoh, antara tahun 2009 dan 2011, investasi Bank Dunia untuk Proyek Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (TSSM) sebesar USD 3 juta memicu investasi pemerintah daerah sebesar USD 1,7 juta dan kontribusi rumah tangga senilai USD 7,8 juta. Data dari sistem pemantauan di situs STBM juga menunjukkan bahwa antara Januari 2014 dan Agustus 2016 pemerintah di 277 kota/kabupaten mengeluarkan USD 4,5 juta untuk STBM (utamanya untuk menciptakan kebutuhan, pengembangan kapasitas, pemantauan, dan kebijakan), dan berhasil memicu investasi USD 55,8 juta dari rumah tangga (Gambar 2).

Gambar 2: Investasi publik yang terarah mampu memicu investasi yang lebih besar dari masyarakat (juta USD, rasio)

Sumber: Bank Dunia, STBM

b. Air Minum dan Sanitasi sangat mempengaruhi stunting

1 dari setiap 3 anak di Indonesia mengalami stunting

Prevalensi stunting di Indonesia naik ke 37,2 persen pada tahun 2013 dari 35,6 persen pada tahun 2010 dan 36,8 persen pada tahun 2007.12 Dengan nyaris 9 juta anak stuntingatau 1 tiap 3 anakprevalensi stunting Indonesia lebih tinggi dari negara

12 Riskesdas. Sementara angka stunting cenderung tidak berubah di beberapa tahun terakhir, akses AMS

meningkat cukup besar. Meskipun demikian, angka-angka tersebut tidak menegasi hubungan antara AMS dan stunting. Kontradiksi terkait data time-series dapat menurunkan dampak dari faktor penentu lain (seperti nutrisi). Lebih jauh, data cross-sectional (angka stunting dan akses sanitasi provinsi) menunjukkan korelasi negatif yang diperkirakan (Gambar 3).

0

2

4

6

8

10

12

14

0

10

20

30

40

50

60

70

28 district in East Java 277 districts

Community Contribution

Local GovernmentSpending

Ratio of community togovernment contribution(RHS)

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 5

lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35 persen), Vietnam (23 persen), dan Thailand (16 persen). Indonesia adalah satu dari lima negara dengan jumlah anak-anak stunting terbanyak13.

Stunting mencerminkan malnutrisi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan

Menurut World Health Organization14, stunting mencerminkan malnutrisi kronis selama masa pertumbuhan dan perkembangan penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Stunting dikaitkan dengan hambatan perkembangan otak dan kemampuan belajar 15. Stunting dipengaruhi beberapa faktor yang saling terkait, termasuk akses gizi, cara pengasuhan, akses kesehatan, dan akses AMS 16.

Perbaikan kondisi sanitasi menurunkan kasus stunting

Ketidaklayakan sanitasi berdampak pada status gizi anak melalui beberapa cara, utamanya melalui penyakit diare dan infeksi parasit berbahaya akibat lingkungan yang terkontaminasi kotoran manusia. Layanan AMS yang baik bisa menurunkan kasus anemia dan berperan penting mencegah enteropati lingkungan17. AMS bukan satu-satunya penyebab stunting, namun data Indonesia menunjukkan ada kaitan erat antara sanitasi yang baik dengan penurunan kasus stunting (Gambar 3). Menurut data provinsi, akses sanitasi dan air minum berkaitan dengan tinggi badan anak18. Kenaikan tinggi badan bisa lebih baik jika sanitasi dasar dan air minum diiringi akses ke makanan sehat dan layanan kesehatan. Studi evaluasi dampak di Jawa Timur menunjukkan rata-rata kasus infeksi parasit pada kelompok anak di daerah yang terpapar Program Sanitasi Perdesaan (TSSM dan STBM) lebih sedikit dibanding daerah yang tidak terpapar. Berat dan tinggi badan mereka juga lebih baik daripada anak yang tidak menerima

Gambar 3: Perbaikan sanitasi dan penurunan stunting berkorelasi erat (stunting, persen balita (kiri); fasilitasi sanitasi sehat, persen populasi dengan akses, (sumbu x))

Catatan: Data berdasarkan provinsi Sumber: Riskesdas, 2013

13 Negara lain termasuk: India, Nigeria, Pakistan, dan RRT. Lihat The Global Nutrition Report,

2016. 14 Lihat dokumen WHO, 2013, Conceptual Framework for Childhood Stunting, untuk informasi

lengkap http://www.who.int/nutrition/ events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf

15 Victora, et.al., 2008, Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital, Lancet 371(9609), 340.

16 Diambil dari UNICEF, 1990, Strategy for Improved Nutrition of Children and Women in Developing Countries, tersedia di:http://siteresources.worldbank.org/INTLACREGTOPNUT/Resources/UNICEF_Framework.pdf

17 Kondisi rusaknya pencernaan akibat frekuensi infeksi dan menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh menyerap nutrisi 18 Laporan Bank Dunia dan Balitbang Kementerian Kesehatan RI, Operationalizing a Multi-Sectoral

Approach for the Reduction of Malnutrition in Indonesia: An Application using the 2007 and 2013 Riskesdas, Juli 2015.

R = 0,4397

0

5

10

15

20

25

30

20 40 60 80 100

http://siteresources.worldbank.org/INTLACREGTOPNUT/Resources/UNICEF_Framework.pdfhttp://siteresources.worldbank.org/INTLACREGTOPNUT/Resources/UNICEF_Framework.pdf

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 6

program19. Studi lain, seperti di Kamboja 20, Mali21, dan India,22 dan studi ekonometrik global 23 menunjukkan kadar stunting anak di rumah tangga yang tidak melakukan buang air besar sembarangan (BABS) lebih rendah. Dari studi yang ada, program internasional untuk stunting pun mulai memasukkan AMS dalam fokusnya. Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) yang diikuti Pemerintah Indonesia per September 2012 menempatkan AMS sebagai alat intervensi perbaikan gizi.24 Ada pula Program Nasional Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Kehidupan yang memprioritaskan AMS sebagai bagian strategi multisektor untuk menangani stunting 25.

Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan angka stunting dari 37 persen pada tahun 2013 ke 28 persen pada tahun 2019

Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan angka stunting nasional ke 28 persen pada tahun 2019. Untuk itu, dana pemerintah dan donor diarahkan untuk mengatasi stunting. Pemerintah, misalnya, menandatangani perjanjian USD 130 juta dengan Millennium Challenge Corporation (MCC) pada tahun 2013 untuk mendanai Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) yang bertujuan menurunkan stunting. PKGBM saat ini dilaksanakan di 64 kabupaten di 11 provinsi. Untuk mengatasi stunting, PKGBM memadukan program nutrisi dengan pendekatan STBM.

c. Pendekatan air minum dan sanitasi terpadu diperlukan untuk mengatasi stunting dan kemiskinan

Kerja sama berbagai sektor untuk mengatasi stunting dan kemiskinan sudah berjalan

Dibutuhkan pendekatan terpadu antarsektorair minum, pertanian, kesehatan, dan giziuntuk mengatasi stunting dan kemiskinan. Kerja sama antarsektor sudah berjalan di beberapa wilayah terpilih yang sudah memiliki program STBM, PAMSIMAS, dan PKGBM. Contohnya, PAMSIMAS (program air minum) dan PKGBM (program gizi) menggunakan pendekatan STBM untuk sanitasi perdesaan. Program-program ini hendak menciptakan kebutuhan konsumen terhadap toilet sekaligus menguatkan pasokan produk dan layanan sanitasi.

Penyerasian sistem pemantauan dan pelaporan mendukung penyelenggaraan layanan yang terpadu

Penyerasian sistem pemantauan dan pelaporan adalah satu cara memastikan sasaran AMS ada dalam proyek gizi (dan sebaliknya). Sistem pemantauan dan informasi (MIS) PAMSIMAS sekarang menggunakan data dari program STBM untuk membuat laporan lengkap tentang air dan sanitasi. Hal serupa dilakukan PKGBM yang memprakarsai analisis data bersama untuk menghasilkan data statistik tentang faktor penentu gizi rendah, termasuk: sanitasi, gizi, kesehatan ibu dan anak, dan penyakit menular.

19 WSP, 2013, Impact Evaluation of a Large-Scale Rural Sanitation Project in Indonesia. 20 WSP, 2013, Investing in the Next Generation: Growing Tall and Smart with Toilets, Stopping

Open Defecation Improves Children Height in Cambodia. 21 Pickering, et.al., 2015, "Effect of a community-led sanitation intervention on child diarrhoea and

child growth in rural Mali: a cluster-randomised controlled trial", The Lancet Global Health 3, no. 11, e701-e711.

22 Hammer, et.al., 2016, "Village sanitation and child health: Effects and external validity in a randomized field experiment in rural India, Journal of health economics 48, 135-148.

23 Spears, D., 2013, How Much International Variation in Child Height Can Sanitation Explain?, Policy Research Working Paper 6351, World Bank, Washington, DC.

24 Untuk informasi lebih lanjut tentang SUN di Indonesia, kunjungi http://scalingupnutrition.org/sun-countries/indonesia

25 Intervensi lain mencakup: stimulasi psikososial untuk bayi dan anak, keluarga berencana, kebun gizi keluarga, dan transfer tunai untuk gizi. Untuk informasi lebih lanjut tentang SUN di Indonesia, kunjungi http://scalingupnutrition.org/sun-countries/indonesia

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 7

Kebutuhan untuk mengatasi stunting dapat diciptakan melalui kampanye perubahan perilaku dan diperkuat melalui pelatihan petugas masyarakat

Kegiatan pemicuan, dahulu digunakan untuk memancing respon emosional dari masyarakat dalam rangka menghentikan BABS, kini juga digunakan untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dan gizi layak. Contohnya: Kementerian Kesehatan (didukung Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I)) melaksanakan komunikasi pengubahan perilaku (behaviour change communication, BCC) terpadu tentang stunting bersama dengan kegiatan pemicuan dan pemasaran STBM.26 Per Agustus 2016, MCA-I sudah melatih 2.400 sanitarian dan tenaga kesehatan gizi untuk menyebarkan pesan-pesan ini27.

Sisi suplai AMS perdesaan terus membaik dan berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian setempat

Mencetak wirausahawan untuk memenuhi kebutuhan sanitasi tidak hanya membantu memperluas akses terhadap AMS, tetapi juga berdampak baik terhadap perekonomian masyarakat secara umum. Sisi suplai AMS terus meningkat melalui penggunaan teknologi baru dan pelatihan kewirausahaan. Sejak tahun 2010, pemerintah sudah melatih total 1,945 tukang28 sebagai calon wirausaha sanitasi273 dari mereka sudah aktif berwirausaha (Tabel 1). Mereka sudah menjual 63.760 jamban sehat atau setara Rp.90 miliar29. Melalui Asosiasi wirausaha sanitasi, sudah ada pengusaha yang menerima bantuan bank daerah atau lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan bisnis. Jamban cemplung layak adalah salah satu solusi paling ekonomis dengan biaya per unit sekitar USD 30 per rumah tangga per tahun. Di perdesaan, manfaat ekonomi jamban ini setidaknya tujuh kali lebih besar dari biaya pembeliannya30. Jadi, sisi suplai AMS tidak hanya membawa layanan sanitasi dan manfaat ekonomi, tetapi juga peluang usaha yang menguntungkan.

Tabel 1: Pelatihan untuk wirausaha sanitasi telah membantu meningkatkan penjualan jamban

2012 2013 2014 2015

Wirausaha aktif (kumulatif) 74 117 194 273

Penjualan jamban per tahun 14,486 8,394 17,635 16,045

Penjualan/Wirausaha/bulan 16 6 8 5

Catatan: Data dari www.stbm-indonesia.org dan mencakup 5 provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat). Sumber: MIS STBM per Oktober 2015

Organisasi msyarakat yang dibentuk untuk melaksanakan layanan air minum bisa menjadi titik masuk penting untuk layanan di bidang lain

Pengelola air minum berbasis masyarakat (BPSPAM/HIPPAM/PokAir) berperan penting memastikan keberlanjutan layanan AMS. Namun, setelah layanan AMS mapan dan berjalan baik, lembaga ini dapat menjadi pintu masuk layanan lain. Diperkirakan sudah ada 25.000 pengelola di Indonesia. Sekitar 12.000 dibentuk di bawah PAMSIMAS yang dikenal dengan nama BPSPAMS (Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi). Upaya penguatan BPSPAMS sudah dilakukan dengan bantuan dari Kementerian Dalam Negeri

26 Sarana BCC lain yang biasa digunakan adalah media lokal dan kegiatan kebudayaan. 27 Lihat sistem pemantauan pelatihan MCA-I: http://monev-chnpmcai.org/index.php/traininglist 28 Keterampilan pekerja bangunan paling sesuai untuk pembuatan jamban dibandingkan profesi lokal

lainnya. 29 WSP, 2015, Scaling Up Rural Sanitation and Hygiene in Indonesia, www.stbm-indonesia.org 30 Informasi terperinci lihat WSP, 2011, The Economic Returns of Sanitation Interventions in

Indonesia.

http://monev-chnpmcai.org/index.php/traininglist

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 8

d. Meneruskan kemajuan AMS untuk menurunkan stunting dan kemiskian

Upaya menurunkan stunting perlu integrasi lebih jauh dengan sektor AMS perdesaan, gizi, dan kemiskinan

Sejak tahun 2008, peningkatan investasi dan kerangka kelembagaan yang lebih kuat berhasil meningkatkan akses AMS di perdesaan. Namun, pelaksanaan layanan masih terhambat. Alokasi belanja pemerintah daerah yang tidak efisien, kapasitas teknis dan koordinasi yang kurang baik, motivasi rendah, dan struktur akuntabilitas capaian adalah sebab mendasar rendahnya pelaksanaan layanan di daerah31. Mengatasi hambatan dan menyatukan lebih jauh program AMS dengan bidang lain dapat membantu menurunkan angka stunting dan kemiskinan.

Data terpadu AMS, gizi, dan kemiskinan adalah langkah pertama yang penting

Di lingkungan multisektor, data yang padu, lengkap, handal, dan bisa dibandingkan adalah kunci analisis dan pembuatan kebijakan yang efektif. BPS, Kemenkes, dan Kemendagri menyediakan data keseluruhan (Gambar 4), namun data terpadu dan terperinci (untuk AMS, gizi, dan kemiskinan) belum ada.32 Perbedaan cara pengumpulan data, ketersediaan data dalam kurun waktu, dan definisi adalah beberapa penghalang keserasian data. Diperlukan juga penguatan kapasitas unit teknis pemerintah dalam hal penggunaan dan pertukaran bukti dan data untuk perencanaan kebijakan.

Gambar 4: Kemiskinan dan Stunting turun, sementara akses AMS naik

(akses AMS perdesaan, angka kemiskinan, dan prevalensi stunting di kalangan balita, dalam persen)

Sumber: BPS dan Riskesdas, Kementerian Dalam Negeri

Sinergi antarsektor bisa dibangun melalui beberapa cara

Sinergi antarsektor bisa dibangun dengan, antara lain: (i) menggunakan tolok ukur, indikator, dan perangkat yang seragam; (ii) bersama-sama memilih lokasi program di wilayah dengan angka stunting tinggi; (iii) menggunakan strategi penentuan target yang sudah ada dan platform pelaksanaan program jaminan sosial untuk menyampaikan pesan BCC tentang AMS dan gizi dalam skala besar; (iv) dan mengatur agar sistem penyelenggaran gizi dan AMS saling memperkuat pesan-pesan BCC. Sudah ada bukti awal tingkat global yang menunjukkan bahwa mengintegrasikan pesan BCC dalam AMS bisa meningkatkan dampak pada sasaran kesehatan dan gizi. Ke depan, perlu ada kajian lebih lanjut untuk melihat bukti kaitan AMS perdesaan, gizi, dan kemiskinan untuk digunakan dalam kampanye BCC. Sinergi untuk membangun perilaku AMS yang dikaitkan dengan nutrisi bisa dicapai dengan menggunakan perangkat tambahan yang mempengaruhi pilihan dan tindakan kelompok sasaran. Semua ini bisa diuji dan dikaji dengan ketat untuk melihat dampaknya, kemudian diperluas.

31 WSP, 2015, Water Supply and Sanitation in Indonesia, Turning Finance into Service for the

Future, World Bank Group. 32 Sebagai contoh, sebuah peta yang terintegrasi yang menghamparkan kemiskinan, stunting dan akses

AMS akan berguna untuk perencanaan program terpadu.

0

10

20

30

40

50

60

Stunting %

Akses air minum bersih (%)

Akses Sanitasi (%)

Angka kemiskinan (%)

T e k a n a n m e r e d a I n d o n e s i a E c o n o m i c Q u a r t e r l y

Oktober 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA 9

Reformasi kebijakan bisa membantu menggerakkan sumber daya dan meningkatkan efisiensi pengeluaran

Akses AMS universal membutuhkan sumber daya besar dan pemanfaatan yang lebih baik terhadap sumber daya yang ada. Transfer fiskal ke pemerintah daerah, investasi sektor keuangan dan swasta bisa membantu memberikan hasil lebih baik. Misalnya, kerangka peraturan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat (KPSM) akan menjadi sarana pelibatan perusahaan swasta dan sosial dalam rangka pelaksanaan layanan AMS dan gizi yang berkelanjutan kepada masyarakat. Secara bersamaan, pemerintah dimotivasi untuk memperbaiki kinerja dengan meningkatkan penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK)hal ini akan menjadi insentif lebih jauh agar pemerintah berfokus pada sektor sasaran dan kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan melalui pendekatan berorientasi hasil. PAMSIMAS sudah menerapkan pendanaan berorientasi hasil untuk pemerintah daerah sebagai insentif karena sudah melaksanakan layanan air perdesaan dan mendapatkan pendanaan masyarakat. Cara ini berpotensi menggerakkan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk program

gizi.

Peningkatan pemberian layanan perlu diikuti pengembangan keterampilan dan pertukaran pengetahuan

Strategi pelatihan yang ada perlu dikaji secara menyeluruh demi mencapai akses AMS universal dan mengaitkan AMS dengan gizi menggunakan platform nontradisional: pemerintah daerah, petugas kesehatan, konselor gizi, wirausaha AMS, dan wirausaha nutrisi. Platform untuk mengembangkan keterampilan dan bertukar pengalaman harus lebih inovatif dan efektif secara biaya; mereka harus mampu membangun kemampuan lembaga di luar sektor air untuk memastikan layanan AMS sampai ke penerima manfaat akhir. Asosiasi BPSPAMS, misalnya, adalah sarana hemat biaya untuk pertukaran pengetahuan teknis. Pendekatan serupa bisa diterapkan untuk Asosiasi penyedia jasa kesehatan, wirausaha AMS, dan usaha bidang gizi.

dan pelibatan masyarakat yang lebih luas

UU Desa adalah payung hukum yang kuat untuk desa meningkatkan perannya dalam penyelenggaran layanan publik yang berkelanjutan dan akuntabel. Desa yang mampu melaksanakan program dan menerima insentif yang sama saat berkolaborasi dengan sektor lain akan membantu pemerintah daerah mewujudkan layanan AMS dan gizi yang terpadu. Hal lain yang juga dapat membantu kinerja pemerintah adalah pelibatan masyarakat untuk memantau secara langsung implementasi program-program utama. PAMSIMAS dan STBM sudah mendorong pelibatan ini dengan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan integritas. PAMSIMAS, misalnya, punya mekanisme penanganan keluhan, dan laporan bisa disampaikan via SMS, telepon,

situs, atau surat elektronik.