2D4 - Kel 1 - 2014 - LK 12 - KLB (Wabah)
description
Transcript of 2D4 - Kel 1 - 2014 - LK 12 - KLB (Wabah)
Lembar Kerja 12
“ KLB/WABAH ”
Mata Kuliah : Epidemiologi - B
Ade Putri Lestari (P2.31.33.1.112.002)
Aliva Ikma Yuhastari (P2.31.33.1.112.003)
Devi Handika (P2.31.33.1.112.008)
Usman Maureksa (P2.31.33.1.112.040)
Wahyu Widi Santoso (P2.31.33.1.112.041)
Kelompok 1
2 DIV
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II
Jurusan Kesehatan Lingkungan
Jln. Hang Jebat Raya no. 47A Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp : (021)7397641 Fax: (021) 7397769
Website : poltekkesjkt2.ac.id
Jakarta, 2014
KLB/WABAH
A. Pengertian KLB dan Wabah
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia
untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Untuk penyakit-
penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan
sebagai suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah
tertentu. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2000 Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Sedangkan untuk pengertian dari wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa
pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi
penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama
(Last, 1983). Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam
Undang-undang Wabah sebagai berikut :
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya suatu kejadian
kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah,
1984). Dan wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang
meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah
penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi
penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan
biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan
waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan
waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa
(endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit).
Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan
KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan
kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum dan
minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi
penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang
sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut
Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak adaatau
tidak dikenalpada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktudalam jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
denganperiodesebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkankenaikan duakali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata
jumlahper bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu)
tahunmenunjukkankenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu)kurun waktutertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan denganangka kematian kasus suatu penyakit
periodesebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB
Penyakit karantina/penyakit wabah penting : kholera, pes, Yellow
Fever. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu
cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program
eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : DHF, campak,
rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit
penting : malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus
abdominalis, meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus. Tidak
berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi penyakit-penyakit menular yang
masuk program : Kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe,
filariasis, dll.
Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
B. Patogenitas
Patogenitas adalah kemampuan mikroba untuk menyebabkan
suatu penyakit pada organisme inang, proses dimana mekanisme infeksi
dan mekanisme perkembangan suatu penyakit. Sedangkan infeksi
adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi
dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Patogenitas meliputi
toksigenitas dan daya invasi. Toksigenitas kemampuan mikroorganisme menghasilkan
toksin yang memberi kontribusi pada terjadinya penyakit. Kapasitas bakteri
menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria
ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit,
patogen oportunistik, nonpatogen.
a. Agen penyebab penyakit
Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit
(Contohnya Salmonella sp).
b. Patogen oportunistik
Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika
mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran urin
ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah).
c. Non patogen
Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri
nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek
mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme
resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah
menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan
bakteremia pada inang terkompromi.
C. Virulensi
Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme atau kapasitas
relatif patogen untuk mengatasi pertahanan tubuh, dengan kata lain
derajat atau kemampuan dari organisme patogen untuk
menyebabkan penyakit. Virulensi merupakan derajat tingkat patogenitas
yang diukur oleh banyaknya organisme yang diperlukan untuk
menimbulkan penyakit pada jangka waktu tertentu. Virulensi berkaitan
erat dengan infeksi dan penyakit. Mikroba mengekspresikan
patogenitasnya melalui virulensi, sebuah istilah yang mengacu pada
tingkat patogenitas mikroba. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan
kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi
dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme
pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental
virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan
kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi.
D. Case Fatality Rate
Case Fatality Rate adalah persentase angka kematian oleh sebab
penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit
tersebut atau perbandingan antara jumlah kematian terhadap penyakit
tertentu yang terjadi dalam 1 tahun dengan jumlah penduduk yang
menderita penyakit tersebut pada tahun yang sama.
CFR (Case Fatality Rate)
Contoh :
Jumlah kematian akibat kangker darah di Rumah Saki A dilaporkan
sebanyak 56 orang, dan pasien yang dirawat dengan penyakit yang sma
sebanyak 112 orang. Berapa Case Fatality Rate penyakit tersebut. Case
Fatality Rate :
CFR = 56 ---------- x 100 % = 50 %
112
E. Penyelidikan KLB
Dilaksanakan pada saat :
1. Pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB atau dugaan
KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB
lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB
atau penelitian lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB
berakhir.
Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian
(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan
datang (pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu
diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit,
memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi
sumber dan cara penularan, mengidentifikasi keadaan yang
menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi yang rentan atau
daerah yang beresiko akan terjadi KLB.
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, pemastian diagnose dan penetapan KLB
merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and
Marrow, 1989).
1. Persiapan Penelitian Lapangan
Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana
kerja. Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam
pertama sesudah adanya informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986)
mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi :
a. Pemantapan (konfirmasi) informasi
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal
dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di
daerah tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan
KD-RS) atau masyarakat (Laporan S-0).
Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis,
pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil
pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan.
Kelumpuhan dan lainnya).
Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
2. Pembuatan rencana kerja
Berdasarkan informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang
minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
Memastikan diagnosis penyakit
Menetapkan KLB
Menentukan sumber dan cara penularan
Mengetahui keadaan penyebab KLB
b. Definisi kasus awal
Definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.
Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan
penyakit tertentu atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya
dibuat longgar, dengan kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan
definisi kasus akan dilakukan setelah pemastian diagnose, pada langkah
identifikasi kasus dan paparan.
c. Hipotesis awal
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara
penularan. Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala
klinis, ciri dan pola epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat
berubah atau lebih spesifik dan dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB
dengan beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus
dan kontak Hanya kasus-kasus yang berat
Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk
menge-tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah
spesifik
Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan
yang sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan
baik
Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama,
hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada
penya-kit dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat
dikerjakan
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.
3. Pertemuan dengan pejabat setempat
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan
KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
4. Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB
a. Pemastian diagnosis penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan
gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi
frekuensi gejala klinisnya. Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda
dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :
Buat daftar gejala yang ada pada kasus
Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya
b. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi
penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam
keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko,
pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan
insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa
beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat
bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit).
Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS.
Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit
tersebut dia dua di suatu daerah endemis. Serta terdapatnya
satu atau lebih penderita atau kematian karena suatu penyakit,
pada suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit,
paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut. Kriteria
kerja untuk penetapan KLB yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan
menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau
lebih.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu
Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan
dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular
yang sama di kecamatan tersebut itu.
Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari
suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau
lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya
dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.
Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di
suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR
penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.
Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu
bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit
menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.
Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu
daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas.
Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling
sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.
Karakteristik Penyakit yang Berpotensi KLB
Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat. Merupakan
penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan. Mempunyai masa inkubasi yang
cepat. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
Penggolongan KLB Berdasarkan Sumber
a. Sumber dari manusia
jalan nafas, tenggorokan, tinja, tangan, urine, dan muntahan. Seperti : Salmonella,
Shigela, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
b. Sumber dari kegiatan manusia
c. penyemprotan (penyemprotan pestisida), pencemaran lingkungan,penangkapan
ikan dengan racun, toxin biologis dan kimia.
d. Sumber dari binatang
binatang piaraan, ikan dan binatang pengerat.
e. Sumber dari serangga
lalat (pada makanan) dan kecoa. Misalnya : Salmonella, Staphylococus,
Streptoccocus.
f. Sumber dari udara, air, makanan atau minuman (keracunan)
Dari udara, misalnya Staphylococus, Streptoccocus, Virus, Pencemaran Udara.
Pada air, misalnya Vibrio cholerae, Salmonella. Sedangkan pada makanan,
misalnya keracunan singkong, jamur, makan dalam kaleng.
Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
a. Upaya penanggulangan KLB
Penyelidikan epidemilogis
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina
Pencegahan dan pengendalian
Pemusnahan penyebab penyakit
Penanganan jenazah akibat wabah
Penyuluhan kepada masyarakat
Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
Menurunnya frekuensi KLB
Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
Memendeknya periode KLB
Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
b. Tim penanggulangan KLB
Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam
penanggulangan KLB.
c. Prosedur penanggulangan KLB/wabah
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan
Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh
lainnya :
Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas
Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan
pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas
atau data penyelidikan epideomologis.
Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
Memperbaiki kerja laboratorium
Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
d. Pengendalian KLB
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi,
tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB
selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi
lain. Informasi tersebut meliputi :
Keadaan penyebab KLB
Kecenderungan jangka panjang penyakit
Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)
F. Penyelidikan Wabah
Kegiatan penyelidikan wabah meliputi :
1. Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat,
yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi
informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi).
Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah
ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah
kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu
ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut
wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah
akan melakukan investigasi wabah. Pada penerapannya, pada sistem kesehatan perlu
ddilakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit tersebut.
2. Melakukan investigasi wabah
Pada langkah investigasi yang pertama dilakukan penegakan dagnosa dari penyakit
yang menjadi wabah tersebut dengan mendefinisikan kasus. Pada investigasi kasus, peneliti
melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar
(valid). Penegakan diagnose yang utam dengan dilakukan pemeriksaan labolatorium. Dengan
menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan
dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Pada langkah investigasi yang pertama dilakukan penegakan dagnosa dari penyakit
yang menjadi wabah tersebut dengan mendefinisikan kasus. Pada investigasi kasus, peneliti
melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar
(valid). Penegakan diagnose yang utam dengan dilakukan pemeriksaan labolatorium. Dengan
menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan
dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Kasus suspek (suspected case, syndromic case),
b. Kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan
c. Kasus pasti (confirmed case, definite case).
Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan
dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek
bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus
mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek,
dengan tujuan mengurangi positif palsu.
Langkah selanjutnya dengan dilakukan penentuan apakah peristiwa tersebut suatu
letusan wabah atau bukan. Hal ini dilihat berdasarkan penyebab terjadinya wabah. Pada
investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara dan epidemiologi
deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait
kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah.
Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien
(kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh
informasi berikut :
a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada),
b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan),
c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa,
d. Faktor-faktor risiko,
e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala
untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit),
f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil
investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak
didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi
tersebut dugunakan untuk membandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang
sudah ditentukan tentang KLB dan membandingkan dengan incidende penyakit itu pada
minggu/bulan/tahun sebelumnya. Inti dari pertanyaan yang diajukan adalah mengenai waktu
(kapan mulai sakit), tempat (dimana penderita mendapatkan infeksi), orang (siapa yang
terkena, informasi yang diambil adalah gender, umur, imunisasi).
Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko,
peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu,
menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang
waktu, luasnya daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi
deskriptif wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah, distribusi
penderita. Hipotesa digunakan untuk mengarahkan pada penelitian lebih lanjut. Hipotesis
yang diterima, dapat menerangkan pola penyakit :
a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakit,
b. Sumber infeksi,
c. Cara penularan,
d. Faktor lain yang berperan.
3. Melaksanakan penanganan wabah
Setelah data mengenai investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta
tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera
dilakukan. Makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan
pengendalian. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan cara penanggulangan
yang paling efektif dan melakukan surveilence terhadap faktor lain yang berhubungan.
Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut :
a. Mengeliminasi sumber pathogen
b. Memblokade proses transmisi
c. Mengeliminasi erentanan.
Eliminasi sumber patogen mencakup :
a. Eliminasi atau inaktivasi pathogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)
c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak
daging dengan benar, dan sebagainya)
e. Pengobatan kasus.
Blokade proses transmisi mencakup :
a. Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung
tangan, respirator)
b. Disinfeksi/ sinar ultraviolet
c. Pertukaran udara/ dilusi
d. Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara
e. Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan
nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan
sebagainya).
Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup :
a. Vaksinasi
b. Pengobatan (profilaksis, presumtif)
c. Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”)
d. Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).
Hal terkhir dan merupakan hal terpenting dalam penanganan wabah adalah menentukan
cara pencegahan di masa yang akan datang.
4. Menetapkan berakhirnya wabah
Penetapan berakhirnya wabah berdasarkan informasi tentang terjadinya wabah dari
laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi juga bisa
berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium,
atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program
penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi. Jika kasus yang terjadi menurun
maka dapat dikatakan bahwa penanganan wabah berhasil dan dapat segera dilakukan
penetapan berkahirnya wabah.
5. Pelaporan Wabah
Pada akhir kegiatan dilakukan pelaporan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan tentang penyelidikan epidemiologi, dengan format yang terdiri dari :
a. Pendahuluan
b. Latar belakang,
c. Uraian tentang penelitian yang telah dilakukan
d. Hasil penelitian
e. Pembahasan
f. kesimpulan, dan\
g. Tindakan penanggulangan
h. Dampak-dampak Penting,
i. rekomendasi.
Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja
sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika
terjadi situasi serupa di masa mendatang. Selain itu juga berguna untuk perencanaan-
perencanaan program, pelaksanaan rencana penanggulangan wabah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
http://catatan-kesmas.blogspot.com/2010/07/kejadian-luar-biasa-klb.html
http://dietakogla.blogspot.com/p/penyelidikan-wabah.html
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html
http://emiliadiasri.blogspot.com/
http://epidemiolog.wordpress.com/2011/02/24/ukuran-ukuran-epidemiologi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejadian_Luar_Biasa
http://id.wikipedia.org/wiki/Patogen
http://kamuskesehatan.com/arti/virulensi/
http://midsepti.blogspot.com/p/langkah-langkah-dalam-penyelidikan.html
http://pramana-d-t-fkm11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71308-Umum-Kejadian%20Luar%20Biasa%20(KLB).html
http://rockapolka.blogspot.com/2012/04/asal-usul-patogenitas-dan-quorumsensing.html)
http://wanenoor.blogspot.com/2011/06/pengertian-patogenesis.html