2.Aktivitas Ekonomi Xxx

25
JURNAL AKTIVITAS EKONOMI PETANI SAWAH TADAH HUJAN DAN PERMASALA HANNYA Drs.H.Abd.Mannang, SH,MH Dipublikasikan pada JURNAL GRATIA, Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IX Sulawesi Vol.VI, Nomor 2 Agustus, 2010 ISSN.0216-7549

description

ekonomi

Transcript of 2.Aktivitas Ekonomi Xxx

MOTIVASI KERJA PETANI SAWAH TADAH HUJAN

JURNAL AKTIVITAS EKONOMI PETANI SAWAH TADAH HUJAN

DAN PERMASALA HANNYA

Drs.H.Abd.Mannang, SH,MH

Dipublikasikan pada

JURNAL GRATIA,

Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IX Sulawesi

Vol.VI, Nomor 2 Agustus, 2010

ISSN.0216-7549

2010

AKTIVITAS EKONOMI PETANI SAWAH TADAH HUJAN DAN PERMASALA HANNYA

Drs.H.Abd.Mannang, SH,MHABSTRAKPerilaku petani padi sawah tadah hujan masih tetap dijalankan secara sederhana dengan prinsip prinsip tradisional yaitu dengan sistem pengetahuan yang lebih banyak didasarkan atas pengalaman dan naluri semata- mata, terutama dalam tata cara berproduksi.

Dalam proses produksi, selain masih diikat oleh kebiasaan kebiasaan juga adanya jaringan jaringan tengkulak bagi mereka yang membutuhkan modal produksi, dimana hubungan kerja yang tercipta lebih bersifat vertikal. Dalam pola distribusi, nampak bahwa sebagian hasil dikeluarkan untuk orang orang tertentu seperti anggota keluarga yang jauh atau tetangga terdekat, atau kepada tamu/pejabat yang datang pada saat panen, atau juga kepada kelembagaan agama, yang semuanya dilakukan sebagai pernyataan dalam sistem kemasyarakat dengan nilai dan norma kekerabatan yang masih demikian ketat. Dengan demikian pola distribusi lebih berfungsi sosial.

Secara ekonomis, pola distribusi tidak banyak diharapkan berperan berhubung karena faktor pemasaran yang tidak banyak memberikan peluang datang mengakibatkan motivasi kerja para petani tidak berkembang. Dalam pola perilaku konsumsi tidak banyak mengalami pergeseran sebagaimana pada masyarakat umumnya, berdasarkan pada pengutamaan kebutuhan pokok. Prinsip mereka pemenuhan kebutuhan sekunder belum menjadi ukuran status sosial.

Kata Kunci : Perilaku Ekonomi Petani Padi Sawah Tadah HujanPENDAHULUAN

Pembangunan pertanian pada satu sisinya telah memperlihatkan suatu model pengembangan yang menggembirakan karena sebagaian telah mampu dijangkau oleh modernisasi dengan sistim pengairan yang teratur. Keadaan ini telah membawa pengaruh terhadap terbentuknya struktur ekonomi baru yang mengacuh kearah yang lebih baik. Namun pada sisi lain, berbeda halnya dengan pertanian sistim sawah tadah hujan yang sepenuhnya mengandalkan air hujan dan sepenuhnya tergantung pada musim. Dilihat dari potensi ekonomi yang mereka miliki dapat dikatakan sangat jauh dibawah minimum dan secara konfrontatif dibandingkan anatar jumlah produksi nyata yang mereka hasilkan dengan jumlah kebutuhan komsumsi yang mereka butuhakn sebelum dan sesudah panen (musim kering).

Terlepas dari keadaan diatas, kiranya menarik untuk mengkaji mereka mengenai pola penggunaan nantinya bila musim kemarau tiba yang tidak memungkinkan mereka untuk bekerja disawah. Dan banyak hal yang ikut berpengaruh dengan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi sistim pertanian sawah tadah hujan ini, tidak hanya tersangkut dengan pola penggunaan waktu, tetapi didalamanya terkandung pula pola tingkah laku ekonomi yang memerlukan adanya perhitungan secara cermat dalam mengahadapi resiko subsistensi, karena bagaimanapun keadaan demikian menghendaki adanya alokasi kemungkinan yang dapat menjadi pelarian untuk menghidupi kehidupan mereka.Melihat kenyataan ini maka dirasa perlu untuk melihat kondisi disekitar yang melilit para petani padi sawah tadah hujan yang menyebabkan potensi ekonominya berbelit dalam lingkaran yang membelenggu. Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penulis mengemukakan rumusan masalah adalah bagaimana perilaku petani padi sawah tadah hujan di kabupaten Barru dalam menggarap sawahnya. Adapun tujuan untuk memperoleh gambaran tentang perilaku petani padi sawah tanad hujan di Desa Siawung Kabupaten Barru dalam menggarap sawahnya. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah khususnya dinas pertanian, dan lembaga-lembaga pertanian dalam merumuskan kebijakan tentang pengelolaan sawah tadah hujan, dan secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya pembangunan pertanian.Tinjauan Pustaka

Gambaran mengenai pola produksi masyarakat petani padi sawah tadah hujan di Kabupaten Barru dapat diketahui dengan mengemukakan faktor-faktor produksi yang sedang berlangsung dan digunakan oleh para petani. Secara teoritis, faktor produksi dalam kaitannya dengan pola perilaku manusia dapat dilihat pada empat unsur, yaitu (1) Teknologi (alat-alat produksi). Alat-alat produksi yang digunakan dalam kegiatan usaha tani padi di Kabupaten Barru secara fungsional terdiri atas; Cangkul (bingkung), alat ini berfungsi sebagai alat untuk membongkar dan menghancurkan tanah atau dipakai untuk menyiangi rumput dan lain-lain; Bajak (Rakkala) alat ini berfungsi sebagai alat untuk membongkar tanah. Alat ini ditarik oleh dua ekor sapi atau kerbau; Garuh (Salaga) alat ini digunakan untuk menghaluskan dan meratakan tanah yang sudah dibajak. Garuh ini juga biasanya ditarik oleh dua ekor sapi atau kerbau; Mistar (Ese) alat ini digunakan untuk meratakan dengan halus tanah yang sudah digaruh yang selanjutnya siap untuk ditanami padi. Mistar ini juga dityarik oleh dua ekor sapi atau kerbau; Sabit (Kandao) alat ini selain digunakan untuk memotong rumput dipematang sawah, juga digunakan untuk memangkas padi yang sudah menguning; Parang (Bangkung), alat ini berfungsi sebagai alat pemotong rumput yang terdapat disepanjang pematang sawah, Ani-ani (Rakkapeng) alat ini digunakan untuk menuai hasil padi. (2) Tenaga kerja. Bekerja sebagai petani padi tidak terlalu banyak diikat oleh norma-norma dan etika, kecuali pembagian kerja berdasarkan kemampuan fisik serta struktur usia. Wanita walaupun ikut membantu sang suami dalam proses produksi namun sifat pekerjaaan yang di lakukan sangat selektif, oleh karena itu bila seorang bekerja melebihi kodrat dan kemampuannya mereka akan mendapat cemohan atau gucingan dari masyarakatnya yang merendahkan derajat dan kemampuan sang suami yang dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Oleh karena kegiatan usaha tani ini bersifat unit usaha keluarga maka dengan sendirinya tenaga kerja yang terlibat adalah tenaga kerja dari tiap keluarga. Dalam setiap anggota keluarga kadangkala sudah memiliki tingkat umur produktif, ikut terlibat dalam proses produksi, namun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pada kepala keluarga yang dengan sendirinya tidak mencerminkan struktur umur.

Tampak dalam proses produksi semua kegiatan usaha tani padi dapat berjalan lancar sesuai dengan sistem pembagian tugas yang mereka atur bersama. Termasuk tenaga perempuan sebagai tenaga pembantu dalam proses kegiatan. Tampak pula tenaga kerja digunakan dalam bentuk gotong royong, ini muncul bila salah seorang atau keluarga ingin membajak sawah. Bentuk penggunaan tenaga kerja ini tidak mengharapkan adanya gaji/upah atau imbalan materi kecuali konsumsi seadanya.

Akhirnya secara konkrit dapat dikemukakan bahwa tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, adalah Ayah, Ibu dan anak. Ayah sebagai kepala unit rumah tangga sekaligus sebagai penanggung jawab dalam lapanagan kerja ini. Ibu disamping sebagai pelayan dan pengasuh rumah tangga juga terlibat sebagai tenaga bantu dalam proses produksi, demikian pula sang anak sebagai tenaga bantu. (3) Modal, sebagai salah satu faktor yang menentukan dalam produksi dan sekaligus juga dapat mempengaruhi pendapatan bersih dari petani. Pada masyarakat petani padi sawah tadah hujan disamping untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sekaligus untuk membiayai kegiatan usaha taninya sangat membutuhkan modal. Pada masyarakat tersebut mengenal beberapa pinjaman modal khususnya untuk mendapatkan benih, obat pembasmi hama atau alat pembunuh hama, dan pupuk. Bila terjadi pinjaman modal maka tampak dengan jelas kedudukan yang lemah adalah pihak petani ini sendiri, walaupun demikian usaha mendapatkan modal dengan cara diatas tetap ditempuh untuk kelangsungan usahanya. (4) Proses Produksi, adalah mulai dari penggarapan lahan persawahan sampai pada panen hasil, penyimpanan hasil dan pemasarannya. Adapun prosesnya dapat dilihat sebagai berikut ; Pengolahan sawah, pengolahan sawah ini mulai pada saat setelah hujan pertama turun sampai pada sawah itu telah digenangi air. Dengan keterbatasan pengetahuan dan peralatan yang ada sawah ini diolah. Pengolahan tanah ini meliputi kegiatan pembersihan, pengangkutan, pembajakan dan pengaruan sampai kepada penanaman bibit; Penanaman, penanaman ini dilakukan serentak pada setiap sawah petani. Pekerjaan menanam didahului oleh pekerjaan pencabutan bibit di persemaian; Pemeliharaan, pekerjaan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pengairan, penyulaman atau penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama.

Kegiatan pengairan pada awal pembuatan petak petak sawah sebagaimana diketahui bahwa petak petak sawah dimaksud hanya mengandalkan air hujan, sedangkan pengairan yang dimaksud hanya dapat difungsikan pada musim hujan.

Penyulaman dan penyiangan dilakukan setelah ada tanda tanda bahwa benih yang ditanam sudah tumbuh. Penyulaman dimaksudkan untuk mengganti bibit yang mati. Dan penyiangan dilakukan dua kali, yang pertama setelah padi berumur tiga minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6 minggu.

Pemungutan dan perawatan hasil; cara pemungutan hasil dengan menggunakan alat tradisional yaitu ani ani (Rakkapeng). Hal ini satu satunya alat yang digunakan oleh penderep penderep wanita. Selain itu Sabit (kandao) juga telah digunakan setelah petani menanam bibit yang dianjurkan oleh pemerintah untuk dikembangkan. Perawatan hasil, menyangkut tentang pengeringan dengan cara menjemur dengan panas matahari di depan (halaman) rumah pemilik, yang kemudian menyimpannya dengan mengunakan karung atau sarung diatas rumah (rumah panggung) hasil tersebut masih berupa gabah. Pemasaran hasil, ini dilakukan setelah gabah diatas telah diproses menjadi beras. Pemasaran hasil dilakukan dengan cara manjual di pasar pasar.Pengertian ekonomi tentang pola distribusi adalah suatu tindakan untuk menambah nilai ekonomi suatu barang denga cara menebarkan barang barang tersebut dari satu pihak ke pihak lain, dan dari satu tempat ke tempat lain. Tapi dlam pengertian sosial perilaku distribusi tidak selalu berarti keuntungan material.

Usaha mendistribusikan hasil panen tidak terlepas dari pola tingkah laku masyarakat pada umumnya. Hal ini terlihat pada usaha mendistribusikan hasil panen yang menjadi surplus bagi suatu keluarga petani, juga tidak terlepas dari latar belakang prinsip sosial. Prinsip sosial yang dimaksud merupakan salah satu pola budaya yang bersumber pada warisan kepercayaan agama yang dianut.

Prinsip sosial ini sebenarnya pula dilatarbelakangi oleh prinsip prinsip hidup untuk bekerja sama dalam masyarakat, sehingga dapat pula diinterpretasikan bahwa semakin banyak arus distribusi yang dijalin dalam masyarakat maka semakin banyak pula rasa solidaritas hidup berkelompok dalam masyarakat ini.

Namun hal ini tidak berarti bahwa nilai solidaritas yang ada pada masyarakat itu berdasarkan atas nilai barang atau jasa yang diberikan itu lebih bersifat simbol terhadap fakta sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Semakin banyak jumlah simbol yang dilakukan maka semakin tinggi pula intensitas solidaritas sosial dalam masyarakat. Pendistribusian barang baik melalui transaksi formal maupun informal yang didasarkan atas kepentingan ekonomi, berlaku bermacam macam cara. Ada yang disebut Mappasitumpu (barter) yakni menyerahkan sejenis barang kepada orang lain yang nilainya sama (nilai nilai sama). Mappasitumpu ini biasanya dilakukan dalam keadaan terpaksa seperti dalam membayar utang dan tidak dapat dilakukan dengan uang kontan, sementara mereka miliki barang yang berharga. Disamping Mappasitumpu dikenal pula cara mabbalu (menjual) ; mabbalu ini merupakan distribusi yang dilakukan melalui transaksi formal, baik dilakukan di pasar, maupun di tempat tempat yang lain seperti membuat kios kios di depan rumah atau dibawah kolom rumah. Pola konsumsi masyarakat petani padi di Kabupaten Barru tidak terlepas dari pola budaya serta sumberdaya yang mendukung konsumsi tersebut. Berdasarkan atas pengutamaan dan keutamaan kebutuhan maka pada dasarnya konsumsi bagi para petani padi sebagaimana juga pada masyarakat pada umumnya terbagi atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer meliputi pemenuhan atas makanan pokok (pangan), sandang dan papan (perumahan).

Yang menjadi makanan pokok para petani di pedesaan adalah beras, sayur dan ikan. Ketiga jenis kebutuhan ini diperoleh dengan cara membeli atau merupakan hasil usaha tani mereka (kecuali ikan).

Menyangkut kebutuhan sandang, yang paling menonjol pada kebutuhan ini adalah sarung. Budaya pakai sarung ini sangat banyak dipengaruhi oleh budaya lokal (Bugis) terutama karena iklim pedesaan yang terpencil ini sangat dingin. Jenis sarung yang dipakai bervariasi misalnya sarung palekat, sarung batik dan sarung sutra.

Kebutuhan akan perumahan berpola pada model rumah panggung. Model penggung tersebut secara fungsional digunakan untuk menunjang kegiatan kegiatannya sebagai petani. Seperti pada bagian kolom rumah dimanfaatkan sebagai tempat untuk menyimpan alat alat pertanian atau sekaligus sebagai tempat untuk menyimpan hasil pertanian. Model rumah panggung tersebut yang berada di desa-desa terpencil pada umumnya semua terbuat dari kayu, kecuali atap yang memakai seng atau daun rumbia.

Selain kebutuhan primer yang sudah digambarkan di atas, maka kebutuhan sekunder misalnya menyangkut hubungan dengan kepercayaan tradisional dan keagamaan. Dalam hubungannya dengan kepercayaan yang berdasarkan Islam seperti Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Salah satu bentuk konsumsi yang juga bersifat keagamaan adalah menunaikan Ibadah Haji. Satu hal lagi yang merupakan konsumsi yang umum dilakukan adalah mengawinkan anak dari hasil usaha taninya.

Kerangka Pikir

Pemahaman petani sebagai individu, secara antropologis ekonomi akan menekankan pada nilai-nilai individu yang melatar belakangi setiap aktifitas ekonomi pertanian. Saling keterkaitan pengaruh nilai tersebut secara langsung membawa manusia individu petani kedalam sistim pengelompokan masyarakat yang di dalamnya secara jelas dapat dipahami, baik dilihat dari faktor keturunan, pemilikan materi atau mungkin pemilikan alat-alat produksi.

Saling ketergantungan antara individu, lingkungan sosial dan alam, telah membawa manusia petani sawah tadah hujan kedalam suatu pandangan sekaligus ciri dari seorang petani, yaitu :

1. Selalu ada ikatan petani dengan tanah

2. Keterikatan kepada desa dan komunitas lingkungan sosialnya.

3. Keluarga sebagai sentral dan realisasi tanggung jawab sebagai individu.

Interdenpendensi tersebut kemudian berpengaruh kepada pola produksi petani yang sama sekali dapat berbeda satu sama lain. Hal ini juga menyangkut status pemilihan tanah yang dimiliki, disewa atau sebagai buruh. Dengan demikian akan membawa individu petani ke dalam suatu ruang lingkup yang dibentuk berdasarkan hak pemilikan.

Hierarkis status dikalangan petani dipedesaan biasanya adalah: petani pemilik lahan kecil, petani penyewa dan buruh tani. Dalam kondisi seperti ini pola produksi banyak dipengaruhui oleh status kepemilikan tersebut yang akhirnya menggiring para petani kepada situasi perilaku ekonomi yang cenderung subsistensi.

Petani subsistensi yang umumnya menjadi ciri umum di Indonesia mengalami suatu proses yang panjang untuk suatu jenis perubahan, karena usaha yang kearah perubahan tidak hanya menyangkut sarana dan prasarana produksi semata, tetapi lebih daripada itu membutuhkan suatu sarana perubahan struktur, Perubahan sikap dan perilaku yang tepat. Kenyataan masuknya tehnologi baru sebagai sarana produksi di hadang oleh kebiasaan-kebiasaan yang turun temurun akibat kemiskinan yang membelnggu.

Metode PenelitianDaerah penelitian dipilih secara purposive yaitu di wilayah Kabupaten Barru khususnya di desa yang masih terpencil dan tradisionil dengan pertimbangan bahwa pada umumnya masyarakat di desa dan dusun adalah petani padi sawah tadah hujan.Responden dipilih berdasarkan pada metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel angka random, di mana jumlah sampel yang diambil sebanyak 52 Orang kepala keluarga dari 511 orang kepala keluarga (petani) yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha tani padisawah tadah hujan, (oleh IGB Teken menjelaskan bahwa pengambilan sampel sebanyak tidak kurang dari 10 % populasi).

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh dengan mengadakan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Barru dan beberapa Instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini.Data yang diperoleh disederhanakan dalam bentuk tabel yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Tahapan analisis dimulai pada pengambaran secara umum daerah penelitian sampai kepada analisis perilaku ekonomi ditinjau secara antropologis ekonomis.

Pembahasan1. Perilaku Petani Padi Sawah Tadah Hujan

Ditinjau dari segi perilaku ekonomi, motivasi petani padi sawah tadah hujan berkisar pada bagaimana pola tingkah laku petani dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi. Ketiga pola tingkah laku dalam perilaku ekonominya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dalam kehidupan perilaku ekonomi suatu masyarakat termasuk petani padi sawah tadah hujan.Perilaku ekonomi suatu masyarakat akan memberikan arti yang penting bagi peningkatan produktivitas dan tingkat kesejahteraan untuk warga masyarakat itu sendiri. Analisis tentang perilaku ekonomi petani padi sawah tadah hujan di Kabupaten Barru menggambarkan bagaimana pola tingkah laku individu berperilaku ekonomi yang merupakan perwujudan dari perilaku individu sebagai petani. Perilaku ini dapat dianalisis pada :Motivasi dalam pola perilaku produksinya, menunjukkan bahwa kegiatan pertanian ini, para petani sangat tergantung pada musim hujan. Hal ini tampak pada waktu musim hujan telah datang, para petani padi telah memulai melaksanakan kegiatannya dalam bentuk perbaikan sawah yang rusak akibat musim kemarau, ini merupakan pertanda dimulainya proses produksi (aktivitas pertanian) dalam suatu periode. Dalam kegiatan proses produksi, petani padi sawah tadah hujan dalam mengelola sawahnya hanya berdasarkan keterampilan yang diwarisi dari leluhurnya dan sementara peralatan yang digunakan adalah alat alat yang masih tradisional atau yang masih bersifat sederhana. Melihat keadaan lingkungan, kondisi sosial budaya, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku petani sawah tadah hujan tergantung pada musim hujan yang berlangsung sekali dalam setahun atau dengan kata lain para petani tergantung pada alam. Walaupun sistem pengairan telah dikembangkan melalui swadaya masyarakat di bebeapa desa, namun tetap tidak dapat berfungsi pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena kondisi pengairan hanya dibuat dari sungai kecil dengan sumber air yang sangat terbatas.

2. Perilaku pada pola distribusi

Pada dasarnya perilaku distribusi yang dianut oleh petani padi sawah tadah hujan adalah suatu tindakan untuk menambah nilai ekonomi hasil panen yang diperoleh dengan jalan mendistribusikan hasil panen dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain setelah responden memperhitungkan besarnya persediaan yang akan dikonsumsikan selama satu tahun bersama keluarganya dan selebihnya itu siap untuk didistribusikan.

Kegiatan pendistribusian dilakukan dengan menggunakan sarana/lembaga baik formal maupun informal yang memasarkan langsung kepada konsumen sebagai pemakai. Walaupun petani padi sawah tadah hujan dalam mengadakan kegiatan distribusi, yakni menyebarkan hasil panen yang bertambah nilai ekonominya, akan tetapi juga pemberian dengan sukarela sebagai aksi sosial tidak ketinggalan dalam mendistribusikan hasil yang diperoleh. Hal ini dilakukan demi untuk mempertahankan kelangsungan hidup bermasyarakat yang penuh kebersamaan dan kegotongroyongan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa petani padi sawah tadah hujan di Kabupaten Barru dalam mendistribusikan hasil panennya, tidak semata mata berdasarkan pertambahan nilai ekonomi semata, akan tetapi juga yang sangat diperhatikan adalah pertimbangan pertimbangan sosial buadayanya.

3. Perilaku Petani Padi Sawah Tadah Hujan Pada Pola Konsumsi

Pola konsumsi yang dikembangkan adalah perpaduan antara perkembangan lingkungan sosial dengan tuntutan kebudayaan, yang tampak dalam pola konsumsi pada masyarakat petani padi sawah tadah hujan ialah tidak saja dikonsumsikan hasil yang diperoleh untuk kepentingan diri bersama anggota keluarganya akan tetapi lebih dari itu kepentingan sosial budaya tetap mewarnai kehidupan kemasyarakatan. Dengan pola konsumsi yang dikembangkan menunjukkan bahwa hasil panen yang diperoleh sekali setahun dapat mendukung aktivitas mereka baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan makanan pokok maupun dalam bentuk sosial budaya.

KesimpulanPerilaku petani padi sawah tadah hujan di Kabupaten Barru masih tetap dijalankan secara sederhana dengan prinsip prinsip tradisional yaitu dengan sistem pengetahuan yang lebih banyak didasarkan atas pengalaman dan naluri semata- mata, terutama dalam tata cara berproduksi.

Dalam proses produksi, selain masih diikat oleh kebiasaan kebiasaan juga adanya jaringan jaringan tengkulak bagi mereka yang membutuhkan modal produksi, dimana hubungan kerja yang tercipta lebih bersifat vertikal. Dalam pola distribusi, nampak bahwa sebagian hasil dikeluarkan untuk orang orang tertentu seperti anggota keluarga yang jauh atau tetangga terdekat, atau kepada tamu/pejabat yang datang pada saat panen, atau juga kepada kelembagaan agama, yang semuanya dilakukan sebagai pernyataan dalam sistem kemasyarakat dengan nilai dan norma kekerabatan yang masih demikian ketat. Dengan demikian pola distribusi lebih berfungsi sosial.Secara ekonomis, pola distribusi tidak banyak diharapkan berperan berhubung karena faktor pemasaran yang tidak banyak memberikan peluang datang mengakibatkan motivasi kerja para petani tidak berkembang. Dalam pola perilaku konsumsi tidak banyak mengalami pergeseran sebagaimana pada masyarakat umumnya, berdasarkan pada pengutamaan kebutuhan pokok. Prinsip mereka pemenuhan kebutuhan sekunder belum menjadi ukuran status sosial.Saran

Prospek petani padi sawah tadah hujan menjadi modernisasi di Kabupaten Barru bisa terwujud di masa masa yang akan datang. Tentu dalam hal ini kebijakan kebijakan pihak pemerintah diperlukan untuk menghilangkan kendala kendala yang mereka hadapi atau paling tidak dapat dikurangi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Eric. R. Wolf., 1983. Petani Suatu tinjauan Antropologis, (YIIS) CV. Rajawali, Jakarta.

James C. Scott, Moral Ekonomi Petani, Pengolahan Subsistensi di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta.

Masri Singarimbun dan Efendi Sofian., 1982. Metode Penelitian Survai, LP3ES, PT. Pertja, Jakarta.

Myron Weiner, Modernisasi : Dinamika Pertumbuhan, Voice of America Forum Lectures.

Robert Redfiel, 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. CV. Rajawali, Jakarta.

Sajogyo, 1982. Ekologi Pedesaan Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia dan Institut Pertanian Bogor, CV. Rajawali, Jakarta.

Widyamitmika M., 1986. Perilaku Konsumtif Masyarakat Lahan Kering, HIPIIS, Ujung Pandang.

PAGE 1