29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

38
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN A. Sejarah Perusahaan PT. PLN (PERSERO) Sejarah keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal dari dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada Tahun 1923, yakni ketika perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM membangun sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang Medan di Jl. Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada Tahun 1924, di Tebing Tinggi Tahun 1927, di Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung Tahun 1929, di Tanjung Balai Tahun 1931, di Labuhan Bilik Tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada Tahun 1937. Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, bergeraklah aksi karyawan perusahaan listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan listrik yang diambil alih itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah RI yakni kepada Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkanlah tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. 48 48 PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, http://www.pln.co.id/sumut/ , diakses tanggal 10 Januari 2013 29 Universitas Sumatera Utara

Transcript of 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

Page 1: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

29

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGALISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

A. Sejarah Perusahaan PT. PLN (PERSERO)

Sejarah keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal dari

dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada Tahun 1923, yakni ketika

perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM membangun sentral listrik

di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang Medan di Jl.

Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung

Pura dan Pangkalan Brandan pada Tahun 1924, di Tebing Tinggi Tahun 1927, di

Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung Tahun 1929, di Tanjung Balai

Tahun 1931, di Labuhan Bilik Tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada Tahun 1937.

Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, bergeraklah

aksi karyawan perusahaan listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih

perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan listrik

yang diambil alih itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah RI yakni kepada

Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu maka

dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkanlah tanggal 27 Oktober sebagai

Hari Listrik.48

48 PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, http://www.pln.co.id/sumut/, diakses tanggal10 Januari 2013

29

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

30

Dalam suasana hubungan antara Indonesia dan Belanda yang makin

memburuk, maka pada tanggal 3 Oktober 1953 terbitlah Surat Keputusan Presiden

No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta

Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Setelah aksi

ambil alih itu maka sejak Tahun 1955 berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi

Cabang Sumatera Utara (yang meliputi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli) yang

berpusat di Medan.

Pada bulan Maret 1958 dibentuk Penguasa Perusahaan-Perusahaan Listrik dan

Gas (P3LG) yang merupakan gabungan antara pengusahaan listrik dan pengusahaan

gas. Dalam perjalanannya, pada Tahun 1959 P3LG berubah menjadi Direktorat

Djenderal PLN (DDPLN). Pada tanggal 1 Januari 1961 dibentuklah Badan Pimpinan

Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU –PLN) yang bergerak di bidang listrik, gas

dan kokas. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PUT No. 16/1/20 tanggal 20

Mei 1961, maka organisasi kelistrikan pun berubah. Perusahaan listrik di Sumatera

Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah namanya menjadi PLN Eksploitasi.

Pada tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan melalui Peraturan Menteri PUT

No. 9 /PRT/64 dan kemudian dibentuklah 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan

Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara

(PGN) yang mengelola gas. Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri No.

1/PRT/65 ditetapkanlah pembagian daerah kerja PLN secara nasional menjadi 15

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

31

Kesatuan daerah Eksploitasi, dimana PLN Sumatera Utara ditetapkan menjadi PLN

Eksploitasi I. 49

Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara

tersebut, maka dengan Surat Keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/1966

tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu

sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan Pematang Siantar (yang

berkedudukan di Tebing Tinggi). Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1972

mengubah bentuk perusahaan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) yang isinya

mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak,

wewenang dan tanggung jawab yuntuk membangkitkan, menyalurkan dan

mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam Surat Keputusan

Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah

menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara. Menyusul kemudian terbit Peraturan

Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang mengubah PLN Eksploitasi menjadi PLN

Wilayah, dimana PLN Eksploitasi II berubah namanya menjadi PLN Wilayah II

Sumatera Utara.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang

Ketenagalistrikan yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009,

Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa

Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada tanggal 16 Juni 1994 terbitlah

49 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

32

Peraturan Pemerintah No.23/1994 yang isinya menetapkan status PLN yang berubah

dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara dialihkan bentuknya menjadi

Perusahaan Perseroan (PERSERO).

Sejak status perusahaan berubah, perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara

terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Hal ini ditandai

dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan,

kemampuan pasokan listrik dan indikasi-indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk

mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara dimasa

mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa

kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor 078.K/023/DIR/1996

tanggal 8 Agustus 1996, dibentuklah organisasi baru bidang jasa pelayanan

kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian

Utara.

Dengan pembentukan Organisasi baru PT PLN (Persero) Pembangkitan dan

Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PT PLN (Persero) Wilayah II,

maka fungsi-fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya dikelola oleh PT

PLN (Persero) Wilayah II berpisah tanggung jawab pengelolaannya ke PLN

Pembangkitan dan Penyaluran Sumbagut. Sementara itu, PT PLN (Persero) Wilayah

II berkonsentrasi pada bidang distribusi dan penjualan tenaga listrik. Pada Tahun

2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah namanya menjadi PT PLN (Persero)

Wilayah Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

33

B. Kedududukan Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

1. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak ini dapat dijadikan dasar perikatan bagi

kedua belah pihak. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari Perjanjian yang dibuat

ini, maka akan timbul suatu hubungan antara 2 (dua) orang tersebut. Hubungan inilah

yang dinamakan perikatan. Pada dasarnya perjanjian menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang (pihak) yang membuatnya.

Berdasarkan peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan

yang diucapkan atau ditulis. Pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan yang

terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau

lebih. 50 Defenisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan tersebut adalah tidak

lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap oleh karena yang dirumuskan itu hanya

mengenai perjanjian sepihak saja.

Menurut R. Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk melaksanakan

50 Lihat Pasal 1313, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

34

sesuatu hal.51 Selanjutnya menurut KRMT Tirtadiningrat perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.52

Didalam Pasal 1338 kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan

bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-undang yang berlaku

sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya, bahwa pada prinsipnya perjanjian

yang telah disepakati merupakan hukum bagi yang membuatnya dan kepada hukum

itulah mereka tunduk dan mematuhinya. Setiap perjanjian yang dibuat dan disepakati

terdapat diantaranya yaitu hak-hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua

belah pihak, dengan dipenuhinya hak-hak dan kewajiban tersebut maka terciptalah

suatu keadilan bagi kedua belah pihak.

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka

hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian

itu menerbitkan perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan

akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban,

dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.

Perjanjian-perjanjian yang dibuat tersebut pada dasarnya bersifat bebas,

sehingga tidak terikat pada suatu bentuk tertentu. Perjanjian ini dapat dibuat secara

51 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Penerbit PT. Pembimbung Masa, 1997), hal. 152 Mulyadi Nur, 2008, (Online, http://pojokhukum.blogspot.com/2008/03/standard-

contract.html), diakses pada tanggal 8 April 2012

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

35

lisan maupun secara tertulis. 53 Perjanjian yang dibuat secara tertulis, maka perjanjian

ini dapat dijadikan alat bukti jika ternyata di kemudian hari terjadi perselisihan.

Perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua

pihak, atau dengan kata lain perjanjian berisi perikatan-perikatan. Untuk mengatur

tentang perikatan ini maka diperlukan hukum. Hukum diperlukan untuk mengatur

tingkah laku manusia.54

Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah dan

mengikat para pihak, yaitu dalam proses perundingan atau preliminary negotiation,

salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum seperti meinjam uang, membeli

tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai kontrak

bisnis yang dirundingkan. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pihak begitu percaya

dan menaruh pengharapan terjadap janji-janji yang diberikan oleh rekan bisnisnya.55

Apabila seseorang berjanji melaksanakan sesuatu hal, janji ini dalam hukum

pada hakekatnya ditujukan pada orang lain. Karena itu dapat dikatakan bahwa sifat

pokok dari hukum perjanjian adalah semula mengatur hubungan hukum antara orang-

orang, jadi bukan antara orang dan suatu benda.

Tentang hubungan dengan hukum benda, Wirjono Prodjodikoro menyatakan:

Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata

membedakan hak terhadap benda (zakelijk recht) dengan hak terhadap orang

53 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: PascaSarjanaFakultas Hukum UI, 2003), hal. 190

54 Wirjono Prodjodikoro. R. Azas-azas Hukum Perjanjian. (Bandung: Sumur, 1981), hal. 34.55 Suharnoko. 2009. Hukum Perjanjian. Teori dan Analisa Kasus. (Jakarta: Prenada Media

Group), hal. 2

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

36

(persoonlijk recht), sedemikian rupa bahwa meskipun suatu perjanjian (verbintenis)

adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum

antara orang dan orang, lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain

tertentu. 56

Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata bahwa terdapat empat syarat untuk

menentukan sahnya perjanjian tersebut, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu ; dan

d. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua mengenai subjeknya atau pihak-pihak yang

menentukan dalam perjanjian sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat

objektif karena mengenai objek dari suatu perjanjian.

Harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Jika syarat

objektif tidak terpenuhi maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi

hukum, sehingga dianggap dari awal tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan

tidak pernah ada suatu perikatan. Namun dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi,

maka perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai

hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta

pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya

secara tidak bebas.

56 Wirjono Prodjodikoro R. Op. Cit, hal.5

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

37

Mengenai syarat-syarat untuk sahnya perjanjian seperti yang disebutkan di

atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sepakat mereka mengikat dirinya.

Dalam sebuah perjanjian paling sedikit harus melibatkan dua orang, sebab

tidak dikenal perjanjian dengan diri sendiri. Orang dikatakan telah memberikan

persetujuannya/kesepakatannya kalau orang memang menghendaki apa yang

disepakati. Untuk pengertian sepakat ini disebutkan: “Sepakat sebenarnya

merupakan pertemuan antara kedua kehendak, di mana kehendak orang yang satu

saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain”.57

Persesuaian kehendak saja belum cukup dinamakan dengan kesepakatan.

Kesepakatan merupakan suatu penawaran yang diakseptir (diterima) oleh lawan

janjinya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan tentang yang dikatakan belum dewasa

adalah jika belum genap berumur 21 tahun atau tidak telah menikah. Kedewasaan

yang ditentukan oleh undang-undang ini diartikan sebagai syarat bagi seseorang

untuk dikatakan cakap bertindak.

Tentang kecakapan bertindak ini diungkapkan J. Satrio yaitu :

Kecakapan bertindak merupakan suatu istilah teknik hukum, bukan sifatpembawaan, karenanya tidak tertutup kemungkinan bahwa ia tidak sesuaidengan kenyataannya; orang yang secara yuridis tidak cakap, ada

57 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian,Cita Aditya Bakti, 2001,hal. 165

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

38

kemungkinan dalam kenyatannya adalah orang yang tahu/sadar akanakibat/konskuensi atas tindakannya.58

Dari pernyataan di atas dibedakan antara tidak cakap dengan tidak wenang,

karena tidak wenang dapat berarti cakap secara umum, namun tidak “cakap”

dalam hal tertentu.

c. suatu hal tertentu

Persyaratan suatu hal tertentu artinya adalah untuk membuat perjanjian harus

ada objek dari perjanjian tersebut. Objek perjanjian merupakan isi dari prestasi

yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Benda yang dimaksud

sebagai objek perjanjian bukan harus sejak semula telah ditentukan jenis dan

jumlahnya, namun dapat juga berupa barang-barang yang akan ada.

d. suatu sebab yang halal

Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan sebab (kausa) yang halal sama

sekali tidak ada disebutkan oleh undang-undang. Namun untuk mengartikan

kausa ini disepakati oleh para sarjana bahwa: “Kausa disini bukan merupakan

sebab dalam arti sebagai lawan dari akibat. Kausa dalam arti yuridis berbeda

dengan ajaran kausa dalam ilmu alam.

Perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dan pelanggan dilakukan dengan

kontrak standar atau perjanjian baku. Setelah pelanggan memenuhi syarat yang

ditetapkan PLN, maka para pihak harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

58 Ibid, hal. 3

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

39

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dinyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan

syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak

oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang

mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Tahap perjanjian jual beli tenaga listrik dilakukan oleh Calon Pelanggan

dengan mengajukan permintaan Pelanggan Baru kepada PT PLN (PERSERO) dan

untuk memenuhi persyaratan Penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga

Listrik dilakukan evaluasi teknis, yaitu adanya jaringan dan beban trafo serta

persediaan material bila tidak mencukupi akan dilakukan penangguhan untuk

sementara waktu dan bila mencukupi akan dibuatkan Surat Persetujuan, kemudian

dilakukan pembayaran Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Langganan yang

kemudian dilakukan Penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.

Setelah instalasi terpasang, maka pelanggan sudah bisa menerima haknya

yaitu memakai tenaga listrik. Setelah pelanggan menerima haknya,ia harus

melaksanakan kewajibannya membayar jumlah tagihan yang digunakannya dengan

tarif dasar listrik yang dimuat dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 tentang

Tarif Tenaga Listrik yang Disesuaikan dengan Perusahaan Perseroan (Persero).

Pasal 2 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 menyebutkan:

Tarif Dasar Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, terdiri atas:

a. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial, terdiri atas:1. Golongan tarif untuk keperluan pemakaian sangat keeil pada tegangan

rendah, dengan daya 220 VA (S-l ITR);

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

40

2. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial kecil sampai dengansedang pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (S-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial besar pada teganganmenengah, dengan daya di atas 200 kVA (S-3/TM).

b. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumah Tangga, terdiri atas1. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga kecil pada tegangan rendah,

dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR);2. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga menengah pada tegangan

rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR);3. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan

rendah, dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR).c. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Bisnis, terdiri atas:

1. Golongan tarif untuk keperluan bisnis keeil pada tegangan rendah, dengandaya 450 VA s.d. 5. 500 VA (B-1 ITR);

2. Golongan tarif untuk keperluan bisnis menengah pada tegangan rendah,dengan daya 6.600 VA s.d. 200 kVA (B-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan bisnis besar pada tegangan menengah,dengan daya di atas 200 kVA (B-3/TM).

d. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Industri, terdiri atas:1. Golongan tarif untuk keperluan industri keeill industri rumah tangga pada

tegangan rendah, dengan daya 4 50 VA s.d. 14 kV A (I-1/TR);2. Golongan tarif untuk keperluan industri sedang pada tegangan rendah,

dengan daya di atas14 kVA s.d. 200 kVA (I-2/TR);3. Golongan tarif untuk keperluan industri menengah pada tegangan

menengah, dengan daya di atas 200 kVA (I-3/TM);4. Golongan tarif untuk keperluan industri besar pada tegangan tinggi,

dengan daya 30.000 kVA ke atas (I-4/TT).e. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan

Umum, terdiri atas:1. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah kedl dan sedang pada

tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (P-1/TR);2. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah besar pada tegangan

menengah, dengan daya di atas 200 kVA (P-2/TM);3. Golongan tarif untuk keperluan penerangan jalan umum pada tegangan

rendah (P-3/TR).f. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah, dengan

daya di atas 200 kV A (T /TM) diperuntukkan bagi Perusahaan Perseroan(Persero) PT Kereta Api Indonesia, sebagaimana tercantum dalam LampiranVI;

g. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan penjualan Curah (bulk) pada teganganmenengah, dengan daya di atas 200 kVA (C/TM) diperuntukkan bagiPemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

41

h. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Layanan Khusus pada tegangan rendah,tegangan menengah, dan tegangan tinggi (L/TR,TM,'IT), diperuntukkan hanyabagi pengguna listrik yang memerlukan pelayanan dengan kualitas khusus danyang karena berbagai hal tidak termasuk dalam ketentuan golongan tarifSosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, dan Pemerintah.

2. Perjanjian Baku Pada Kontrak Jual Beli Tenaga Listrik

Tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan sosial ekonomi.

Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan kerja sama dalam suatu

organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat secara sepihak.

Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya mempunyai kedudukan lemah baik

karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, dan hanya menerima apa yang

disodorkan. Pemakaian perjanjian baku tersebut sedikit banyaknya telah

menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan kepentingan masyarakat,

terlebih dengan mengingat bahwa awamnya masyarakat terhadap aspek hukum secara

umum, dan khususnya pada aspek hukum perjanjian.

Secara sepintas, terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau tidak

sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual,

mengingat terms and conditionnya telah ditetapkan (pre determined) secara sepihak.

Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat syarat tersebut oleh pihak

lainnya dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan

diri untuk menerima persyaratan persyaratan dimaksud.

Mengingat penundukan sukarela yang demikian, maka penting dijaga bahwa

terms and condition tersebut memenuhi unsur-unsur keadilan, kepatutan,

keseimbangan dan perlindungan bagi pihak yang secara objektif faktual berada dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

42

posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual tersebut antara lain dapat berupa

tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang terbuka, atau tidak

adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk merundingkan terms and conditions

atau posisi tawar yang relatif lebih lemah baik karena kedudukan monopolistis atau

karena sifat barang dan/atau jasa yang menjadi objek perjanjiannya.

Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan

tersebut timbul mengingat sifat-sifat dari transaksi seperti berulang-ulang dan relatif

homogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia

perdagangan. Namun demikian, Undang-undang membatasi kebebasan dari satu

pihak untuk mendiktekan ketentuan dan syarat-syaratnya untuk tidak bertentangan

dengan asas-asas umum pada perikatan.

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 dalam konsideransnya menyatakan bahwa

untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi

dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.

Selain itu juga dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan

kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

Berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999, pembatasan-pembatasan pada kontrak baku justru diperlukan untuk melindungi

asas kebebasan berkontrak yang berlaku secara universal itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

43

Selengkapnya bunyi Pasal 18 Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 adalah

sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untukdiperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku padasetiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen;c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli olehkonsumen

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baiksecara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakansepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secaraangsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang ataupemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa ataumengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturanbaru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuatsepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yangdibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untukpembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak ataubentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yangpengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumenatau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

Sebenarnya pengaturan perundang-undangan perlindungan konsumen ini

adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada perikatan dalam

KUHPerdata, pada Pasal 1493 dan Pasal 1494 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal

1493 Kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa boleh memperluas

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

44

atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini dan bahkan

mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung

sesuatu apa pun.

Pasal 1707 KUHPerdata, ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan

secara lebih teliti:

1. Jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan

barang itu;

2. Jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;

3. Jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan;

4. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggung jawab

atau semua kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu. Dari pemaparan

tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian penitipan

barang adalah hal hal yang lumrah dan telah mendapat pengaturan dasar

dalam KUHPerdata.

Pengaturan lanjut seperti dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah

mengenai hal ikhwal perparkiran pada umumnya atau parkir pada khususnya harus

memperhatikan ketentuan hukum-hukum dasar dan hukum lainnya yang secara

khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen.

Dalam perkembangannya, model kontrak yang tercipta di antara para pihak

demikian beragam, salah satu model kontrak yang berkembang seiring dengan

kebutuhan pelaku bisnis modern. Seiring dengan kebutuhan pelaku bisnis modern

adalah model kontrak standar/kontrak baku. Dalam pembahasan sering digunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

45

contoh pada kontrak standar atau dalam hukum konsumen disebut dengan klausula

baku, sebab perjanjian standar ini yang paling sering merugikan konsumen dengan

tidak menempatkan konsumen pada posisi yang seimbang dengan pelaku usaha.

Dalam kontrak bisnis yang pada umumnya berbentuk standar, senantiasa

dikesankan sebagai kontrak yang berat sebelah dan tidak seimbang. Banyak fakta

yang menunjukkan dalam berbagai kontrak yang berat sebelah dan tak seimbang,

karena didominasi dengan ”optie” yang menguntungkan salah satu pihak.59.

Dari kacamata hukum pun ternyata model kontrak standar masih sering

diperdebatkan (bahkan menjadi polemik) bagi pihak yang mendukungnya.

Keberadaan kontrak standar dipandang sebagai bagian dari dinamika perkembangan

masyarakat modern. pada sisi lain, pihak yang mempermasalahkan keberadaan

kontrak standar ini dilatarbelakangi oleh fenomena masih banyaknya kontrak standar

yang berat sebelah, pincang dan tak seimbang. 60

Pihak PLN sendiri juga memberlakukan kontrak standar dalam melakukan

perjanjian jual beli tenaga listrik. Mendapatkan tenaga listrik di rumah, tentu saja

harus mengikuti tahapan-tahapan yang dilalui.

Pertama, calon pelanggan dapat mengajukan permohonan ke kantor PLN

terdekat dan isilah formulir pendaftaran dengan menyertakan foto kopi KTP dan

denah lokasi atau foto kopi rekening listrik tetangga. Di kantor PLN, calon pelanggan

akan memperoleh informasi proses pengajuan pasang baru secara transparan. Yang

59 Shidarta,Op. Cit. hal. 9760 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2001), hal. 78.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

46

perlu dipahami, dalam melayani pasang baru, PLN melayani berdasarkan urutan

pendaftar. Juga jangan mengira, jika lewat pihak ketiga (calo) proses penyambungan

baru dapat lebih cepat.61

Setelah calon pelanggan mendaftar, PLN akan melakukan beberapa tahap.

Yang pertama adalah melaksanakan evaluasi teknis, yang meliputi evaluasi terhadap

jaringan maupun beban trafo. Hal ini dilakukan guna mencari tahu apakah trafo yang

ada masih mampu menyuplai tenaga bila diadakan pemasangan baru. Selain itu, PLN

perlu mengecek ketersediaan material untuk pasang baru. Berikutnya, hasil evaluasi

akan disampaikan kepada calon pelanggan dalam bentuk surat jawaban. Jika hasil

evaluasi teknis dan ketersediaan material memenuhi,maka PLN akan membuat Surat

Izin Penyambungan. Sebaliknya jika belum memenuhi,maka akan ditangguhkan dan

calon pelanggan dimasukkan ke dalam daftar tunggu.62

Jika permohonan calon pelanggan sudah disetujui, maka calon pelanggan

harus menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL),

membayar biaya pemasangan, Uang Jaminan Langganan (UJL) serta biaya Konsuil,

dan memilih Biro Teknik Listrik (BTL). BTL yang dipilih akan memasang instalasi

rumah, membuat gambar instalasi rumah, dan membuat surat jaminan instalasi rumah

untuk diserahkan ke PLN.63

61Hasil wawancara dengan Bapak Khairuddin, Kepala Pelaksanaan Harian P2TL PT. PLN(Persero) Medan, tanggal 4 Januari 2013, di Medan

62 Ibid63Lukman Ismail. “Mudahnya Pasang Baru Listrik”, http://lukman-

ismailae.blogspot.com/2011/01/pasang-baru-listrik.html , diakses tanggal 05 Januari 2013

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

47

Perikatan yang timbul dari perjanjian merupakan keadaan yang dikehendaki

oleh para pihak yang bersangkutan karena mereka terikat satu sama lain atas dasar

kehendak mereka, sehingga konsumen dan PLN terikat oleh hak-hak dan kewajiban-

kewajiban yang dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian jual beli tenaga listrik adalah

berbentuk perjanjian baku/kontrak baku. Karakter kontrak baku menempatkan

konsumen pada posisi menerima atau menolak kontrak (take it or leave it) karena

konsumen tidak dapat menentukan isi, bentuk, dan prosedur pembuatan perjanjian.

Secara faktual yang tampak justru bukan nuansa kontrak win-win solution

yang merugikan salah satu bahkan para pihak, tapi justru kontrak win-lose solution

yang merugikan salah satu bahkan para pihak. Tentunya bagi kepentingan dunia

bisnis dan pelaku bisnis situasi ini jelas tidak mendukung terciptanya iklim usaha

yang tidak kondusif.

Kondisi seperti ini telah cukup dicermati oleh pembuat hukum di negeri ini.

Undan-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) sendiri telah memberikan

perlindungan kepada konsumen mengenai hal ini dengan dibuatnya hak-hak bagi

konsumen dan larangan-larangan bagi pelaku usaha.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

1. Hak dan Kewajiban Pelanggan Pengguna Tenaga Listrik

Pelanggan pengguna listrik merupakan konsumen yang perlu mendapat

perlindungan. Menurut Pasal 29 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan, beberapa hak pelanggan pengguna tenaga listrik antara lain:

a. Mendapat pelayanan yang baik;

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

48

b. Mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang

baik;

c. Memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar;

d. Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan

e. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan

dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga

listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.64

Tenaga listrik dibangkitkan di pusat–pusat listrik (power station) seperti

PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTG kemudian disalurkan melalui saluran

transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegagannya oleh transformator penaik

tegangan yang berada di pusat listrik. Saluran transmisi tegangan tinggi kebanyakan

mempunyai tegangan 30 kV, 66 kV, 150 kV dan 500 kV.

Khusus untuk tegangan 500 kV dalam prakteknya sering disebut tegangan

ekstra tinggi. Setelah melalui saluran transmisi maka tenaga listrik sampai ke gardu

induk (sub station) untuk diturunkan menjadi tegangan menengah atau tegangan

distribusi primer yang bertegangan 6 kV, 12 kV atau 20 kV. Yang terakhir di

sebutkan adalah yang cenderung di gunakan di indonesia. Jaringan setelah keluar dari

gardu induk biasa di sebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat listrik

dan gardu induk biasa disebut jaringan transmisi, baik saluran transmisi atau pun

saluran distribusi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa kabel tanah.

64 Lihat Pasal 29 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

49

Setelah melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik

diturunkan tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah atau

jaringan distribusi sekuder dengan tegangan 380 V atau 220 V. Melalui jaringan

tegangan rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah–rumah pelanggan

(konsumen) melalui sambungan rumah hingga ke alat pengukur dan pembatas di

rumah-rumah pelanggan atau biasa di sebut KWh Meter.

Sebagai penikmat, konsumen pengguna tenaga listrik juga memiliki

kewajiban. kewajiban pelanggan pengguna tenaga listrik antara lain:

a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat

pemanfaatan tenaga listrik.

b. Menjaga dan memelihara keamanan instalasi pelanggan.

c. Menjaga keamanan alat pembatas dan atau pengukur (APP) Pengusaha yang

terpasang pada bangunan atau persil pelanggan.

d. Menjaga keamanan sambungan listrik (SL) yang terpasang pada bangungan atau

persil pelanggan.

e. Menggunakan tenaga listrik sesuai peruntukannya.

f. Mengizinkan PLN untuk melaksanakan haknya.65

Sejalan juga dengan isi Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun

2009 tentang Ketenagalistrikan:

65 Hasil wawancara dengan Bapak Khairuddin, Kepala Pelaksanaan Harian P2TL PT. PLN(Persero) Medan, tanggal 4 Januari 2013, di Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

50

a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat

pemanfaatan tenaga listrik;

b. Menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen;

c. Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya;

d. Membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan

e. Menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.66

Mengingat arti penting tenaga listrik bagi negara dalam mewujudkan

kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang dan sejalan dengan ketentuan dalam

Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang ini menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah

dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan,

pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.

2. Hak dan Kewajiban PT. PLN (PERSERO)

Mengingat begitu pentingnya manfaat dari tenaga listrik, maka Pemerintah

mengeluarkan suatu peraturan perundang- undangan untuk mengatur masalah

ketenagalistrikan, baik dari segi teknis, pengaturan, pelaksanaan, pengelolaan serta

sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Dengan dikeluarkannya Undang- Undang

No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, diharapkan dapat mengatasi

permasalahan yang timbul terkait dengan tenaga listrik.

66Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

51

Sebenarnya Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang- undangan

yang baru, yaitu Undang- Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,

namun Undang- Undang tersebut dicabut kembali oleh oleh Mahkamah Konstitusi

karena Pasal 16, 17 dan 68, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945

sehingga Undang- Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan berlaku

kembali. Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah No. 3

Tahun 2005 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang

Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Adanya peraturan di atas belum dapat memberikan solusi terhadap krisis

energi listrik di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan, Undang-undang Nomor 15

Tahun 1985 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan belum mampu memberikan payung hukum yang kuat

dalam menyelesaikan masalah ketenagalistrikan.

Seyogyanya, pemerintah merancang suatu peraturan baru yang di dalamnya

mencakup aspirasi dari seluruh masyarakat serta di dalamnya melibatkan pihak

swasta untuk ikut serta dalam investasi dan pemecahan masalah krisis energi listrik.

Pihak swasta juga merupakan salah satu pengguna energi listrik terbesar di Indonesia.

Selain itu, diperlukan kebijakan yang didalamnya mencakup keselamatan

ketenagalistrikan, sertifikasi tenaga teknik yang berupa sertifikat kompentensi, dan

izin layak operasi sehingga terdapat kejelasan mengenai mekanisme serta

pelaksanaan ketenagalistrikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

52

Sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka yang menjadi hak PLN

sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dalam melaksanakan usaha

penyediaan tenaga listrik berhak untuk:

a. Melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan;

b. Melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;

c. Melintasi jalan umum dan jalan kereta api;

d. Masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara

waktu;

e. Menggunakan tanah dan melintas di atas atau di bawah tanah;

f. Melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah

tanah; dan

g. Memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya.67

Kewajiban awal PLN setelah adanya perjanjian awal adalah melakukan

penyambungan tenaga listrik sehingga aliran tenaga listrik dapat dimanfaatkan oleh

pelanggan. Hal ini dikarenakan PLN harus menyediakan material penyambungan.

Bila PLN belum bisa menyediakan material untuk penyambungan, maka

penyambungan belum bisa dilakukan.

Pengaturan tentang kewajiban dari PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha

Ketenagalistrikan dapat ditemui dalam Pasal 28 Undang-undang Tentang Tenaga

Listrik yang menyatakan :

67 Yuliati, “Perlindungan Hak-hak Konsumen Listrik di Indonesia Menurut Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Makalah , disampaikan dalam workshop

diselenggarakan oleh Komisi D DPRD Malang, Hotel Pelangi, Malang, 24 April, 2008, hal.4

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

53

a) Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang

berlaku;

b) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen masyarakat ;

c) Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan dan;

d) Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

e) Sebagaimana yang kita lihat bahwa peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang Ketenagalistrikan telah memuat pengaturan kewajiban yang

berjalan sesuai paralel dan diharapkan pelaksanaan terhadap masyarakat

terutama pelanggan/ konsumen sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh

Perundang-undangan di bidang Ketenagalistrikan.

Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat

harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang

membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari

aktivitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat

negatif pemakaian barang dan/atau jasa tersebut, Selain itu sebagai pelaku usaha,

maka undang-undang menentukan berbagai larangan PT. PLN (Persero), seperti yang

tercantum pada Pasal 8 UUPK sebagai berikut :

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barangdan/atau jasa yang:a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan;b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barangtersebut;

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

54

c. Tidak sesuai dengan ukuran, timbangan, dan jumlah dalam hitunganmenurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuransebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barangdan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses, pengolahan,gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalamlabel atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatkan dalam label, etiket, keterangan,iklan atau promosi penjulan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktupenggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimanapernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuatnama barang,, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha,serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harusdipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barangdalam bahas Indonesia sesuai dengan ketentuan undang-undang yangberlaku;

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atasbarang dimaksud.

Dalam penyediaan tenaga kelistrikan, maka kewajiban PT.PLN (Persero)

adalah sebagai berikut:

a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang

berlaku;

b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan

masyarakat;

c. memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

55

d. mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.68

Larangan-larangan yang tertuju pada “produk” sebagaimana dimaksudkan di

atas adalah memberikan perlindungan terhadap kesehatan/harta konsumen dari

pengguna barang denga kualitas yang dibawah standar atau kualitas yang lebih

rendah dari pada nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang

demikian, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kulitas yang lebih

rendah dari pada harga yang dibayarnya, atau yang tidak sesuai dengan informasi

yang diperolehnya.

Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan dari segi mutu barang,

maka dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain dengan standar mutu.

Berkenaan dengan pengawasan kualitas/mutu barang, dalam WTO telah dicapai

persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan. 69

Persetujuan ini mengikat negara yang menandatangninya, untuk menjamin

bahwa agar bila suatu pemerintah atau instansi lain menentukan aturan teknis atau

standar teknis untuk keperlua keselamatan umum, kesehatan, perlindungan terhadao

konsumen dan lingkungan hidup, atau untuk keperluan lain, maka peraturan standar

dan pengujian serta sertifikat yang dikeluarkan tidak menimbulkan rintangan yang

tidak diperlukan terhadap perdagangan internasional. Sedangkan untuk mengkaji

kemungkinan risiko, elemen terkait yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah

68 ibid69 Az. Nasution, Op, Cit¸hal. 34

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

56

tersedianya informasi ilmiah dan teknis, teknologi pemrosesan atau kegunaan akhir

yang dituju oleh produk.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka produk yang masuk dalam suatu negara

akan memenuhi ketentuan tentang standar kualitas yang diinginkan dalam suatu

negara. Hal ini berarti produk impor yang dikomsumsi oleh konsumen dan memenuhi

standar yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara, sehingga konsumen akan

terlindungi baik dari segi kesehatan, maupun tentang jaminan diperolehnya produk

yang baik sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu untuk mengawasi

kualitas/mutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang.

Menyadari peranan standardisasi yang penting dan strategus tersebut,

pemerintah dengan keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian

disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan

Standardisasi Nasional. Disamping itu telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah

Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indoneia (SNI) dan Keppres Nomor

12 Tahun 1991 tentang Penyusunan dan Pengawasan SNI dalam Rangka Pembinaan

dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional.

Dengan telah dibentuknya Dewan Standardisasi Nasional dan diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia, dan

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Pernerapan dan

Pengawasan SNI, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri

Universitas Sumatera Utara

Page 29: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

57

Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka mulai 1 Februari 1996 hanya ada satu

satandar mutu saja di Indonesia, yaitu Satandar Nasional Indoneia (SNI).70

Pengawsan mutu produk yang dilakukan oleh pemerintah (khususnya

Deperindag) tersebut jangkaunnya meliputi produk ekspor, produk dalam negeri da

produk impor yang beredar di pasar dalam negeri. Namun, peraturan teknis yang

diberlakukan terhadap produk yang diimpor dari negara lain (negara angota WTO)

harus diberikan perlakuan yang tidak kurang menguntungkan dibandingkan dengan

perlakukan yang diberikan kepada produk nasional dan prosuk serupa yang berasal

dari negara lain.

Untuk lebih menjamin produk tersebut, yang diperlukan bukan hanya sampai

pada dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu dilakukan

pengawasan oleh Departemen Perdagangan (sekarang Departemen Perindustrian dan

Perdagangan) terhadap produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di

pasaran dalam negeri, maupun yang akan diekspor. Berkaitan dengan itu, maka

terhadap komoditi ekspor dan impor berlaku ketentuan:

a. standar komoditi ekspor tidak boleh lebih rendah daripada SNI, yang berarti

standar komoditi ekspor mempergunakan SNI atau dengan spesifikasi tambahan

non mandatory bila diperlukan,

b. standar komoditi impor minimal harus memenuhi SNI dan standar nasional

negara yang bersangkutan.

70Zumrotin, K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, (Jakarta: Kerjasama YLKI dengan

Puspa Swara, 1996), hal. 76

Universitas Sumatera Utara

Page 30: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

58

Pemberlakuan SNI, ini merupakan suatu usaha peningkatan mutu, yang

disamping menguntungkan produsen, juga menguntungkan konsumen, tidak hanya

konsumen dalam negeri tapi juga konsumen di luar neger, karena standar yang

berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu intenasional, yaitu

dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional dengan

Nomor Seri SNI 19-9000:1992. Di mana ISO 9000 sendiri pada umumnya:

a. mengatur semua kegiatan dari perusahaan dalam hal teknis, administrasi dan

sumber daya manusia yang mempengaruhi mutu produk dan jasa yang dihasilkan;

b. memberikan kepuasan kepada para pelanggan dan pemakai akhir;

c. penerapan konsep penghematan biaya dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang

benar pada setiap saat;

d. memberikan petunjuk tentang koordinasi antara manusia, mesin dan informasi

untuk mencapai tujuan standar;

e. mengembangkan dan melaksanakan sistem manajemen mutu untuk mencapai

tujuan mutu dari perusahaan.

Dengan demikian sasaran dari ISO 9000 mencakup kebutuhan dan

kepentingan perusahaan, yaitu untuk mencapai dan memelihara mutu yang diinginkan

dengan biaya yang optimum, yaitu dengan menggunakan sumber daya (teknologi,

bahan dan manusia) yang tersedia secara terencana dan efesien.

Sasaran lainnya adalah untuk kebutuhan dan harapan pelanggan, yaitu

kepercayaan terhadap kemampuan perusahaan untuk menghasilkan mutu yang

diinginkan dan pemeliharaannya secara konsisten. ISO 9000 akan menunjang

Universitas Sumatera Utara

Page 31: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

59

program perbaikan mutu untuk mencapai mutu yang memenuhi keinginan konsumen

di seluruh dunia. Dengan diadopsinya ISO 9000 ini diharapkan dapat mengubah pola

fikir pengusaha di negara berkembang yang pada umunya berpendapat bahwa barang

yang baik dan seragam tidak menguntungkan perusahannya, karena berbagai alasan

seperti:

a. penerapan standar mutu yang tinggi akan menaikan ongkos produksi;’

b. penekana atas mutu suatu produk akan mengurangi produktivitas;

c. konsumen di dalam negeri tidak kriotis dengan standar mutu.

Padahal jika dicermati, pemenuhan standar sangat diperlukan dalam transaksi

perdagangan internasional karena menjamin keseragaman tingkat kualitas barang

yang diperdagangkan. Demikian pula pemenuhan standar juga dapat mengurangi

sengketa tentang kualifikasi dan kualitas barang yang diekspor atau diimpor.

D. Perlindungan Hukum Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Menurut

Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Perjanjian jual beli tenaga listrik dilakukan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan. bertindak sebagai pembeli tenaga listrik. Dari hubungan hukum

ini akan timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus saling

dihargai dan dipenuhi. Dengan adanya hubungan hukum ini, apabila salah satu pihak

tidak memenuhi kewajibannya, maka hukum dapat memberi paksaan terhadap pihak

tersebut untuk memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian yang telah disepakati.

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut di atas, terutama dalam rangka penertiban

Universitas Sumatera Utara

Page 32: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

60

pemakaian tenaga listrik oleh pelanggan, PT. PLN (PERSERO) secara reguler

melaksanakan penertiban pemakaian tenaga listrik.71

Pelaksanaan penertiban ini juga telah diketahui serta disepakati oleh

pelanggan, sebagaimana pencantuman klausula tentang penertiban pemakaian tenaga

listrik dalam perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (PERSERO) dengan

pelanggan, yaitu pencantuman pada Pasal 14 UU No. 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan.

Pelaksanaan pemeriksaan pemakaian tenaga listrik pada dasarnya adalah

pelaksanaan untuk menegakkan perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN

(PERSERO) dan pelanggan. Pelaksanaan pemeriksaan pemakaian tenaga listrik

secara sempit dapat berfungsi sebagai penegakan hak dan kewajiban para pihak yang

terlibat dalam perjanjian. Dan secara luas dapat berfungsi untuk menjaga kualitas

produk dan pelayanan PT. PLN (PERSERO), karena dengan adanya pelanggaran

yang dilakukan oleh pelanggan, secara tidak langsung akan mempengaruhi

kemampuan pengadaan tenaga listrik yang pada gilirannya akan merugikan

masyarakat pengguna jasa ketenagalistrikan.

PLN sebagai pengelola tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga

listrik bagi masyarakat dengan mutu dan kualitas yang baik. Masyarakat yang ingin

memanfaatkan tenaga listrik harus mengadakan kerjasama dengan PLN yaitu dalam

bentuk perjanjian jual beli. Selain itu masyarakat pelanggan juga harus memenuhi

71 Abdul Kadir, Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik Dan Potensi Ekonomi, (Edisi

Kedua, Jakarta: Universitas Indonesia Press, tanpa tahun), hal.86

Universitas Sumatera Utara

Page 33: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

61

syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh PLN, dan harus melalui tahapan kegiatan,

yaitu pendaftaran, survai atau penelitian oleh pihak PLN, pemberian izin, serta

pembayaran biaya penyambungan dan uang jaminan langganan.72

Kebijaksanaan bidang tenaga listrik disusun berdasarkan perundang-undangan

yang berlaku, terutama Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan. Di dalamnya disebut bahwa tujuan pembangunan ketenagalistrikan

adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata

serta mendorong peningkatan kegitan ekonomi. Di samping itu, sebagai cabang

produksi yang penting bagi negara, tenaga listrik merupakan hasil pemanfaatan

kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga perlu

dimanfaatkan untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat

diperlukan pula upaya penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan. Pemerintah dan

pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan

pengawasan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan

di bidang keteknikan.

Dasar hukum yang digunakan PT. PLN (PERSERO) Tentang Tenaga Listrik

adalah:

1. Undang Undang No 30 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang No. 15

Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.

72 Hirman, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Tenaga Litrik Antara PT. PLN (Persero)Cabang Madiun dengan Pelanggannya, artikel Journal Sosial Volume 8 Nomor 1, Maret 2008, hal. 4

Universitas Sumatera Utara

Page 34: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

62

2. Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang

Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah No. 10 Tahun 1989.

4. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut, usaha penyediaannya pada

dasarnya dilakukan oleh Negara, karena tenaga listrik mempunyai kedudukan yang

penting dalam kehidupan masyarakat yaitu menguasai hajat hidup orang banyak.

Meskipun demikian, usaha penyediaan tenaga listrik dapat juga dilakukan oleh swasta

dan koperasi. Namun, seluruh kegiatannya berada dalam pengaturan dan pengawasan

negara.

Kebijakan pengembangan ketenagalastrikan merupakan bagian terpadu dari

pembangunan nasional, sehingga selalu serasi, selaras dan serempak (sinkron) dengan

tahapan pembangunan nasional. Hal ini berarti bahwa sasaran untuk tihap tahap

pembangunan ketenagalistrikan harus menunjang sasaran pembangunan nasional

pada tahap tersebut, baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun

dalam mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam rangka pemerataan,

dilakukan usaha peningkatan penyediaan tenaga listrik untuk seluruh masyarakat

terutama masyarakat pedesaan.

Pembangunan ketenagalistrikan diarahkan pada optimisasi pemanfaatan

sumber daya alam, serasi dengan azas pembangunan yang berkelanjutan, dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

63

mengutamakan pemanfaatan sumber daya energi yang terbarukan dan yang lebih

bersih, terutama menggunakan sebanyak mungkin barang dan jasa dalam negeri serta

memberikan kesempatan kepada pihak koperasi dan swasta.

Sasaran yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pembangunan bidang

ketenagalistrikan yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan pembangkit baru terus dilaksanakan oleh negara yang diikuti oleh

swasta pada tahap awal, interkoneksi Jawa-Sumatera mulai dipersiapkan. Sumber

energi yang digunakan mengutamakan non-minyak, rasio elektrifikasi semakin

ditingkatkan. Tarif listrik mulai disesuaikan dengan prinsip ekonomi.

Pembangunan sarana ketenagalistrikan di Indonesia Bagian Timur ditingkatkan

terutama memanfaatkan energi terbarukan.

2. Pembangunan pembangkit baru terus dilaksanakan oleh perusahaan negara

bersama dengan swasta yang perannya semakin besar. Interkoneksi Jawa-

Sumatera mulai dibagun. Sumber energi terbarukan semakin besar pangsanya.

Rasio elektrifikasi terus meningkat, tarip listrik tetap mencerminkan nilai

ekonomisnya. Pembangunan sarana ketenagalistrikan di bagian Timur Indonesia

semakin meningkat.

Apabila ditelusuri, perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dengan

pelanggan ini merupakan perjanjian baku yang memiliki unsur eksonerasi. PT. PLN

adalah sebagai satu-satunya pihak yang berwenang dalam hal pendistribusian aliran

listrik di Indonesia. Sedangkan masyarakat yang hendak berlangganan harus

melakukan permohonan yang disampaikan kepada PT. PLN dengan melampirkan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

64

beberapa syarat dan pernyataan serta kesanggupan untuk mematuhi semua ketentuan

dan peraturan yang sudah ditetapkan oleh PT. PLN. yang semuanya dituangkan

dalam surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL), sedangkan SPJBTL

tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. PLN. dengan kesepakatan bersama

antara PT. PLN dengan konsumen sebagai perjanjian jual beli

Apabila perikatan tersebut di implementasikan terhadap pelaksanaan jual beli

aliran listrik antara PT. PLN dengan konsumen, maka apabila konsumen lalai

melakukan pembayaran, pihak PT. PLN akan memberikan sanksi berupa biaya denda

yang disertai pemutusan aliran listrik. Namun apabila pihak PT. PLN sendiri sering

mengabaikan tanggung jawab pemenuhan kewajibannya, sehingga terkesan tidak

menanggung beban apapun. 73

Saat pihak PT. PLN mengalami gangguan teknis maupun non teknis yang

berakibat terhambatnya pelaksanaan kewajibannya seolah tidak mempunyai beban

tanggung jawab. Banyak contoh-contoh yang sering dialami konsumen selama ini,

Bahkan ketika listrik padam, masyarakat sering menelpon pelayanan konsumen,

namun justru tidak ada yang menjawab, kalupun ada seolah-olah juga merasa tidak

berkepentingan, bahkan ucapan maaf pun tidak pernah terlontar kepada konsumen

yang mencoba komplain.

Walaupun dalam hal ini PT. PLN sedang berusaha memperbaiki atas akibat

padamnya listrik, akan tetapi hal-hal yang demikian tidak dapat dibenarkan, karena

seolah menunjukan kekuasaanya sebagai hak pemegang monopoli sebagai penyalur

73Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 37: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

65

atau penjual aliran listrik satu-satunya di Indonesia, oleh karenanya mau tidak mau

konsumen tetap membutuhkan aliran listrik yang hanya bisa didapat dari PT. PLN,

sehingga mau tidak mau pula konsumen harus tetap menerima, menunggu, bahkan

bersabar dengan perlakuan-perlakuan tersebut.

Mendesak adanya standar mutu pelayanan PLN. Beberapa kasus, sepeeti

melonjaknya voltase listrik dari 220 volt menjadi 390 volt, berakibat rusaknya ratusan

alat-alat listrik milik warga telah menimbulkan rekasi. Reaksi yang paling keras tentu

aja dari warga yang menjadi korban kejadian tersebut.

Dari berbagai reaksi tersebut sebenarnya inti pokok persoalannya pada hak

dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam hal ini PLN selaku produsen jasa kelistrikan

dan warga selaku konsumen. Reaksi konsumen untuk menuntut rugi misalnya

merupakan pencerminan dari adanya keadaran bahwa sebagai konsumen mereka

punya hak. Sebaliknya sikap tegas PLN akan memberi ganti rugi kepada konsumen

lebih jauh lagi apabila peristiwa yang serupa terulang kembali, memotong gaji

pejabat PLN adalah cerminan sikap tanggung jawab PLN sebagai penyelenggara jasa

kelistrikan.

Kondisi ideal hubungan antara PLN dengan pelanggan adalah keduanya

melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing tanpa harus ada paksaan atau

tekanan dari pihak ketiga. Namun demikian kalau kita teliti lebih jauh reaksi kedua

belah pihak (PLN dan pelanggan) sebenarnya lebih bersifat reaksi yang spontan.

Bukan merupakan sikap yang didasari pada aturan transparan yang mengharuskan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: 29 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA ...

66

mereka bersikap seperti apa yang mereka lakukan dalam merespon kejadian-kejadian

tersebut.

Sebagai warga masyarakat menengah ke bawah alat-alat rumah tangga yang

rusak akibat adanya gangguan dan pemadaman listrik mendadak memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Mereka menuntut ganti rugi ketika dihadapkan pada situasi

mengalami kerugian sebagai sebuah gejala umum perilaku konsumen di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara