260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

18
IJPST [] Mei , 2016 1 Penentuan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Parasetamol Kafein Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif Ayu Apriliani Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang Abstrak Banyak obat yang menggunakan berbagai macam zat aktif sehingga muncul kesulitan untuk analisis kadar masing-masing komponennya. Penentuan kadar paracetamol dan kafein dalam campuran tablet parasetamol kafein dengan menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing merupakakn metode alternatif untuk menetapkan kadar campuran dalam komponen obat yang spektrumnya tumpang tindih. Panjang gelombang zero crossing yang dihasilkan untuk menentukan spektra serapan pada derivat pertama yaitu pada panjang gelombang zero crossing 227 dan 275 nm. Didapatkan kadar parasetamol 104,7619 % dan kafein sebesar 8,441558 %. Kata kunci: parasetamol, kafein, campuran, spektrofotometri, derivatif, zero crossing, kadar Abstract Many drugs that use a wide variety of active substances that appear difficult to analyze the concentration of each component. Determination of paracetamol and caffeine in a mixture of caffeine paracetamol tablets using derivative spectrophotometry with zero crossing method is an alternative method for setting the concentration of the mixture in the drug component of the overlap spectrum. Wavelength generated zero crossing to determine the absorption spectra at the first derivative is zero crossing at a wavelength of 227 and 275 nm. It was found concentration of paracetamol is 104.7619% and concentration caffeine is 8.441558%. Keywords: paracetamol, caffeine, mixture, spectrophotometry, derivative, zero crossing, concentration

description

Spektro Derivatif

Transcript of 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

Page 1: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

1

Penentuan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet

Parasetamol Kafein Menggunakan Metode Spektrofotometri Derivatif

Ayu Apriliani

Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor,

Sumedang

Abstrak

Banyak obat yang menggunakan berbagai macam zat aktif sehingga muncul

kesulitan untuk analisis kadar masing-masing komponennya. Penentuan kadar

paracetamol dan kafein dalam campuran tablet parasetamol kafein dengan

menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing

merupakakn metode alternatif untuk menetapkan kadar campuran dalam

komponen obat yang spektrumnya tumpang tindih. Panjang gelombang zero

crossing yang dihasilkan untuk menentukan spektra serapan pada derivat pertama

yaitu pada panjang gelombang zero crossing 227 dan 275 nm. Didapatkan kadar

parasetamol 104,7619 % dan kafein sebesar 8,441558 %.

Kata kunci: parasetamol, kafein, campuran, spektrofotometri, derivatif,

zero crossing, kadar

Abstract

Many drugs that use a wide variety of active substances that appear

difficult to analyze the concentration of each component. Determination of

paracetamol and caffeine in a mixture of caffeine paracetamol tablets using

derivative spectrophotometry with zero crossing method is an alternative method

for setting the concentration of the mixture in the drug component of the overlap

spectrum. Wavelength generated zero crossing to determine the absorption spectra

at the first derivative is zero crossing at a wavelength of 227 and 275 nm. It was

found concentration of paracetamol is 104.7619% and concentration caffeine is

8.441558%.

Keywords: paracetamol, caffeine, mixture, spectrophotometry, derivative,

zero crossing, concentration

Page 2: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

2

I. Pendahuluan

Tujuan dari praktikum kali ini

adalah memahami cara menghitung

kadar zat aktif dalam senyawa

campuran dan mengetahui cara

menentukan zero crossing dari

senyawa spektra.

Metode spektrofotometri

derivatif dapat digunakan untuk

analisis kuantitatif zat dalam

campuran dimana spektrumnya

mungkin tersembunyi dalam suatu

bentuk spektrum besar yang saling

tumpang tindih dengan mengabaikan

proses pemisahan zat terlebih dahulu.

Spektrum yang dialih bentuk ini

menghasilkan profil yang lebih rinci

yang tidak terlihat pada spektrum

normal.¹

Spektrofotometri derivatif

merupakan metode manipulatif

terhadap spektra pada

spektrofotometri UV-Vis dimana plot

A lawan λ ditransformasikan menjadi

plot dA/dλ lawan λ untuk derivatif

pertama d²A/dλ lawan λ untuk

derivat kedua dan seterusnya.²

Untuk suatu larutan yang

mengandung dua komponen yang

menyerap, x dan y,

serapan/absorbansi (A) diukur pada

dua panjang gelombang. Ketelitian

yang tinggi didapatkan dengan

memilih panjang gelombang yang

serapannya maksimal karena dengan

pergeseran sedikit pada kurva

serapan tidak menyebabkan

perubahan absorbansi yang

terlampau jauh. Pada metode

spektrofotometri derivatif, jumlah

komponen dalam campuran dapat

mencapai 8 komponen dengan syarat

selisih panjang gelombang

maksimum antara komponen

minimal 5 nm . Jika jumlah

komponen dalam sampel lebih dari 3

maka untuk menghitung kadar

digunakan software multikomponen

yang terdapat pada alat

spektrofotometer UV-VIS. Pada

spektrofotometri konvensional,

spektrum dapat dibuat dengan cara

memplot serapan A, terhadap

panjang gelombang λ, sedangkan

pada metode derivatif, plot A

melawan plot λ, ini

ditransformasikan menjadi plot

dA/dλ melawan plot λ untuk

derivatif pertama, dan d2A/dλ

2

melawan λ untuk derivatif kedua dan

Page 3: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

3

seterusnya. Panjang gelombang

serapan maksimum suatu senyawa

pada spektrum normal akan menjadi

zero crossing pada spektrum

derivatif pertama. Panjang

gelombang tersebut tidak mempunyai

serapan atau dA/d = 0. Bila panjang

gelombang zero crossing masing-

masing senyawa tidak sama dengan

panjang gelombang pada serapan

maksimumnya, maka penetapan

kadar campuran dua senyawa dapat

dilakukan tanpa pemisahan terlebih

dahulu. Akan tetapi apabila panjang

gelombang zero crossing masing-

masing senyawa sama dengan

panjang gelombang pada serapan

maksimumnya akan terjadi pelebaran

pita, maka kurva derivatif pertama

tidak akan membantu pemisahan

spektranya. Pada situasi tersebut

maka dicoba derivatif kedua.³

Spektrum yang tumpang tindih

menyebabkan kesulitan dalam

penetapan kadar kafein karena

terganggu oleh serapan paracetamol.

Metode spektrofotometri derivatif

dapat digunakan untuk meningkatkan

pemecahan puncak yang saling

tumpang tindih tersebut sehingga

parasetamol dapat ditetapkan

kadarnya tanpa terganggu oleh

serapan paracetamol. 4

Kegunaan spektrofotometri

derivatif adalah

1. Apabila menghadapi

campuran dua komponen

yang spektrumnya saling

tumpang tindih, maka analisis

kuantitatif cara derivatif

menjadi metoda yang terpilih

2. Analisis kuantitatif campuran

dua komponen yang keruh.

3. Analisis kuantitatif campuran

dua komponen yang

merupakan isomeri (kecuali

isomer optis aktif atau

rasemik).

4. Spektra derivatif dapat

dipakai untuk maksud

kualitatif atau sebagai data

pendukung. 5

Dalam suatu campuran,

pengukuran konsentrasi dalam suatu

sampel (analyte) dapat dilihat dalam

campuran sehingga dapat membuat

pengerjaan ini menjadi lebih mudah

atau lebih akurat. Tetapi yang sering

menjadi kendala yaitu spektra

Page 4: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

4

derivatif tidak dapat mengurangi atau

menghindarkan adanya gangguan

dari rasio serapan pengganggu yang

lain (signal-to-noise ratio ) .6

Beberapa keuntungan dari

spektrum derivatif antara lain:

spektrum derivatif memberikan

gambaran struktur yang terinci dari

spektrum serapan dan gambaran ini

makin jelas dari spektra derivatif

pertama ke derivatif keempat. Selain

itu, dapat dilakukan analisis

kuantitatif suatu komponen dalam

campuran dengan bahan yang

panjang gelombangnya saling

berdekatan .7

II. Metode

Alat

Alat yang digunakan adalah beaker

glass, corong, erlenmeyer, labu ukur,

neraca analitis,mikropipet, pipet tetes

dan spektrofotometer UV-Vis.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah etanol

, kafein standar ,parasetamol standar

dan sampel obat.

Pembuatan Kurva Baku

Parasetamol standar ditimbang

sebanyak 50 mg , dilarutkan dalam

etanol 10 ml. Dipipet 1 ml dan

diencerkan hingga 100 ml (500 bpj).

Ditimbang kafein sebanyak 25 mg

,dilarutkan dalam 50 ml etanol .

Dipipet 1 ml dan diencerkan hingga

10 ml (50 bpj).

Pembuatan Spektra Normal

Dipipet larutan parasetamol 500 bpj

sebanyak 1 ml , diencerkan hingga

10 ml (50bpj). Dipipet 1 ml dan

diencerkan hingga 10 ml (6 bpj).

Diukur serapan pada panjang

gelombang 200-400nm. Dipiet 1 ml

larutan kafein standar 50 bpj,

diencerkan hingga 10 ml dengan

etanol . Dipipet sebnayak 1 ml dan

diencerkan hingga 10 ml dengan

etanol (0,5 bpj). Diukur serapan pada

panjang gelombang 200-400nm.

Penentuan zero crossing

Ditimbang paracetamol 600 mg dan

kafein 50 mg. Dilarutkan dalam labu

ukur menggunakan etanol (6000 :500

bpj). Dipipet 1 ml kemudian

diencerkan hingga 10 ml dengan

etanol (600: 50 bpj). Dipipet 1 ml

kemudian diencerkan hingga 10 ml

Page 5: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

5

dengan etanol (60: 5 bpj). Dipipet 1

ml kemudian diencerkan hingga 10

ml dengan etanol (6: 0,5 bpj).

Dipipet 2 ml larutam stok 600 :50

bpj kemudian diencerkan hingga 10

ml dengan etanol . Dipipet 1 ml

diencerkan hingga 10 ml dengan

etanol (12 bpj : 1 bpj). Diukur

serapan dari larutan tersebut

kemudian kurva serapan

ditumpangtindihkan.

Pembuatan Kurva Kalibra

Parasetamol

Dipipet 0,4:0,8:1,2:1,6: 2 ml larutan

standar parasetamol Ditambahkan

ke dalam setiap labu ukur 0,1 ml

standar kafein 50 bpj. Ditambahkan

etanol hingga tanda batas ( 10 ml).

Diukur absorbansinya pada panjang

gelombang zero crossing kafein.

Dibuat kurva kalibrasi.

Pembuatan Kurva Kalibra kafein

Dipipet 0,4:0,8:1,2:1,6: 2 ml larutan

standar kafein 5 bpj. Dimasukan ke

dalam labu ukur 10 ml. Ditambahkan

ke dalam setiap labu ukur 0,3 ml

standar parasetamol 600 bpj.

Ditambahkan etanol hingga 10 ml,

diukur absorbansinya pada panjang

gelombang zero crossing

parasetamol lalu dibuat kurva

kalibrasi.

Penetapan Kadar

Ditimbang 20 tablet satu persatu,

dihitung bobotrata-ratanya.

Diserbukan dan kemudian ditimbang

50 mg. Dimasukan ke dalam

erlenmeyer yang berisi etanol 25 ml.

Dikocok, disaring, diulangi hingga

3x dan diencerkan filtrat hingga 100

ml dengan etanol. Dipipet 1 ml dan

diencerkan hingga 10 ml dengan

etanol. Dipipet 1 ml dan diencerkan

hingga 10 ml dengan etanol. Dipipet

1 ml dan diencerkan hingga 10 ml

dengan etanol. Diukur serapannya

pada panjang gelombang zero

crossing parasetamol dan kafein

Page 6: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

6

III. Hasil

1. Pembuatan larutan stok

Larutan stok dibuat 500 ppm

2. Pembuatan spectra normal (lamda maksimal)

Dibuat masing - masing larutan baku pct dan kafein dengan konsentrasi

10 ppm

PCT 10 ppm

Konsentrasi : 500 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm

V1 = 0,2 mL add etanol sampai 10 mL

Kafein 10 ppm

Konsentrasi : 500 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm

V1 = 0,2 mL add etanol sampai 10 mL

Running pada panjang gelombang 200 – 400 nm

hasil

λ maks pct = 239 nm

λ maks kafein = 276 nm

3. Penentuan zero crossing

Zero crossing pct

Larutan pct 10 ppm di running pada λ maks pct = 239 nm

Larutan Kafein 10 ppm di running pada λ maks kafein = 276 nm

Page 7: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

7

Hasil

Panjang gelombang dA/dλ Kafein

246 nm 0,0020

275 nm 0,0042

Panjang gelombang dA/dλ PCT

227 nm 0,0044

239 nm 0,0020

4. Penentuan kurva kalibrasi Paracetamol

Dibuat larutan 8 ppm, 10 ppm, 14 ppm, dan 16 ppm dari larutan stok

Lalu dibuat larutan kafein dengan konsentrasi 5 ppm

a. Larutan pct 8 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 8 ppm

V1 = 0,16 mL

Larutan kafein 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,16 mL pct + 0,1 mL kafein add etanol hingga 10 mL

b. Larutan pct 10 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm

V1 = 0,2 mL

Larutan kafein 5 ppm

Page 8: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

8

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,2 mL pct + 0,1 mL kafein add etanol hingga 10 mL

c. Larutan pct 14 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 14 ppm

V1 = 0,28 mL

Larutan kafein 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,28 mL pct + 0,1 mL kafein add etanol hingga 10 mL

d. Larutan pct 16 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 16 ppm

V1 = 0,32 mL

Larutan kafein 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,32 mL pct + 0,1 mL kafein add etanol hingga 10 mL

Running di λ = 246 nm dan 275 nm

Page 9: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

9

Hasil

Konsentrasi dA/dλ (246 nm) dA/dλ (275 nm)

8 ppm 0,003 -0,004

10 ppm 0,0072 -0,0049

14 ppm 0,0097 -0,0076

16 ppm 0,0065 -0,0083

Kurva Kalibrasi

y = 0,0005x + 0,0009 R² = 0,3934

0

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

0 5 10 15 20

Axi

s Ti

tle

Axis Title

246 nm

Series1

Linear (Series1)

Page 10: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

10

5. Penentuan kurva kalibrasi kafein

Dibuat larutan baku kafein 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm

Dibuat larutan baku pct 5 ppm

a. Larutan kafein 6 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 6 ppm

V1 = 0,12 mL

Larutan pct 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,12 mL kafein + 0,1 mL pct add etanol hingga 10 mL

b. Larutan kafein 8 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 8 ppm

y = -0,0006x + 0,0006 R² = 0,9898

-0,009

-0,008

-0,007

-0,006

-0,005

-0,004

-0,003

-0,002

-0,001

0

0 5 10 15 20A

xis

Titl

e

Axis Title

275 nm

Series1

Linear (Series1)

Page 11: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

11

V1 = 0,16 mL

Larutan pct 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,16 mL kafein + 0,1 mL pct add etanol hingga 10 mL

c. Larutan kafein 10 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 10 ppm

V1 = 0,2 mL

Larutan pct 5 ppm

V1 . N1 = V2. N2

V1 . 500 ppm = 10 mL . 5 ppm

V1 = 0,1 mL

0,2 mL kafein + 0,1 mL pct add etanol hingga 10 mL

Running di λ = 227 nm dan 239 nm

Hasil

Konsentrasi dA/dλ (227 nm) dA/dλ (239 nm)

6 ppm -0,0083 -0,0086

8 ppm -0,0122 -0,011

10 ppm -0,0172 -0,0137

Kurva kalibrasi

Page 12: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

12

6. Penetapan kadar sampel

Dibuat larutan stok sampel 500 ppm

Ditimbang 50 mg serbuk sampel dilarutkan dalam 100 mL etanol

Diencerkan hingga 14 ppm

V1. N1 = V2. N2

V1. 500 ppm = 10 mL . 14 ppm

y = -0,0022x + 0,0052 R² = 0,9949

-0,02

-0,018

-0,016

-0,014

-0,012

-0,01

-0,008

-0,006

-0,004

-0,002

0

0 2 4 6 8 10 12

Axi

s Ti

tle

Axis Title

227 nm

Series1

Linear (Series1)

y = -0,0013x - 0,0009 R² = 0,9988

-0,016

-0,014

-0,012

-0,01

-0,008

-0,006

-0,004

-0,002

0

0 2 4 6 8 10 12

Axi

s Ti

tle

Axis Title

239 nm

Series1

Linear (Series1)

Page 13: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

13

V1 = 0,28 mL add hingga 10 mL dengan etanol

Running sampel pada λ 227 nm, 239 nm, 246 nm dan 275 nm

Hasil

Konsentrasi dA/dλ (227

nm)

dA/dλ (239

nm)

dA/dλ (246

nm)

dA/dλ (275

nm)

14 ppm 0,0026 0,0039 0,01 -0,0082

a. Penetapan kadar paracetamol

Persamaan kurva kalibrasi PCT y = -0.0006x + 0.0006 (275 nm)

Factor pengenceran =

= 35,7149

y = -0.0006x + 0.0006

-0,0082 = -0,0006x + 0,0006

-0,0006x = -0,0088

X = 14,667 ppm x 35,7149

X = 523,8095 ppm

% kadar =

x 100 % = 104,7619 %

b. Penetapan kadar kafein

Persamaan kurva kalibrasi Kafein y = -0.0022x + 0.0052 (227 nm)

Factor pengenceran =

= 35,7149

y = -0.0022x + 0.0052

0.0026 = -0.0022x + 0.0052

-0,0022x = -0,0026

X = 1,1818 ppm x 35,7149

X = 42,20779 ppm

Page 14: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

14

% kadar =

x 100 % = 8,441558 %

IV. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk

adalah memahami cara menghitung

kadar zat aktif dalam senyawa

campuran dan mengetahui cara

menentukan zero crossing dari

senyawa spektra. Pada praktikum ini,

dilakukan penentuan kadar kafein

dan parasetamol dalam sampel yang

mengandung campuran parasetamol

dan kafein dengan metode

spektrofotometri derivate.

Spektrofotometri derivate adalah

salah satu metode penetapan kadar

komponen dalam larutan, dimana

tidak perlu dilakukan pemisahan

komponen. Jika penetapan kadar

dilakukan dengan metode

spektrofotometri UV-Vis biasa, maka

spektrum komponen-komponen

campuran akan saling tumpang tindih

(overlapping) yang disebabkan

karena komponen-komponen

tersebut sama-sama memberikan

absorbansi pada rentang panjang

gelombang tertentu, seperti pada

campuran parasetamol dan teofilin.

Untuk penentuan kadar kafein dan

parasetamol dalam sampel campuran

parasetamol dan kafein tanpa

pemisahan, dapat digunakan metode

spektrofotometri derivatif, dimana

absorbansi diukur pada panjang

gelombang zero crossing dari

parasetamol dan kafein.

Praktikum ini diawali dengan

membuat larutan baku kafein dan

parasetamol masing masing 10 ppm

di add dengan etanol hingga 10 ml

untuk pembuatan spektra normal

(panjang gelombang maksimal).

Kemudian masing – masing larutan

standart tersebut dibaca

absorbansinya pada rentang panjang

gelombang 200 – 400 nm karena

panjang gelombang maksimum

kafein dan parasetamol terletak pada

panjang gelombang tersebut.

Absorbansi maksimum parasetamol

terletak pada panjang gelombang 239

nm dalam pelarut etanol sedangkan

absorbansi maksimum kafein terletak

pada panjang gelombang 276 dalam

pelarut etanol.

Page 15: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

15

Prinsip dari metode

spektrofotometri UV-Vis derivatif

dalam penentuan kadar kafein ini

adalah pembuatan spektra derivat

dari spektra serapan normal salah

satu konsentrasi parasetamol. Dari

spektra derivat parasetamol, dapat

diperoleh panjang gelombang zero

crossing parasetamol, yaitu panjang

gelombang dimana parasetamol

memberikan absorbansi bernilai 0,

sedangkan kafein memberikan

absorbansi lebih dari 0. Apabila pada

derivat pertama tidak diperoleh

panjang gelombang zero crossing,

maka dilanjutkan dengan pembuatan

spektra derivat kedua. Dalam

penentuan kadar parasetamol ini

adalah pembuatan spektra derivat

dari spektra serapan normal salah

satu konsentrasi kafein. Dari spektra

derivat kafein, dapat diperoleh

panjang gelombang zero crossing

kafein , yaitu panjang gelombang

dimana kafein memberikan

absorbansi bernilai 0, sedangkan

parasetamol memberikan absorbansi

lebih dari 0. Apabila pada derivat

pertama tidak diperoleh panjang

gelombang zero crossing, maka

dilanjutkan dengan pembuatan

spektra derivat kedua.

Dari spektra larutan baku

kafein dan parasetamol diturunkan

spektrum derivatif dari kurva normal

kafein dan parasetamol. Ditentukan

derivat pertama untuk absorbansi

kafein dan parasetamol. Kemudian

didapat derivat yang bernilai nol dari

masing – masing baku. Pada

parasetamol di dapat derivat

mendekati nol nol pada panjang

gelombang 227 nm dan 239 dan

pada kafein di dapat derivat nol pada

panjang gelombang 246 nm dan

275nm. Dalam menentukan zero

crossing kafein , berdasarkan nilai

derivat yang maksimum pada

panjang gelombang maksimum

parasetamol. Pada praktikum ini

didapatkan absorbansi maksimum

parasetamol yaitu 0,0044 dan 0,002

terletak pada panjang gelombang 227

nm dan 239 dan absorbansi

maksimum kafein yaitu 0,002 dan

0,0042 terletak pada panjang

gelombang 246 nm dan 275 nm.

Setelah diperoleh panjang

gelombang zero crossing, dibuat

kurva kalibrasi parasetamol dan

Page 16: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

16

kafein bertujuan untuk menguji

linearitas dari konsentrasi terhadap

absorbansi atau dapat dikatakan

untuk menguji apakah hukum

Lambert Beer masih berlaku pada

panjang gelombang zero crossing

yang diperoleh. Pembuatan kurva

kalibrasi dilakukan dengan

penyiapan seri larutan baku masing

masing dari parasetamol dan kafein..

Konsentrasi dari masing-masing

larutan baku ditentukan dengan

menggunakan persamaan Lambert

Beer.

Pada penentuan kurva kalibrasi

parasetamol, pertama-tama dilakukan

pembuatan baku parasetamol dengan

variasi konsentrasi 8 ppm, 10 ppm,

14 ppm, dan 16 ppm dari larutan stok

masing-masing sebanyak 10 mL.

Untuk penentuan kurva kalibrasi

parasetamol maka konsentrasi kafein

dibuat tetap yaitu 5 ppm. Kemudian,

absorbansi dari masing-masing

larutan baku tersebut diukur pada

panjang gelombang 246 dan 275 nm.

Dari hasil absorbansi yang diperoleh

dibuat kurva spektra derivatif dari

masing-masing larutan baku untuk

menentukan panjang gelombang

yang memberikan absorbansi

maksimum. Begitu juga untuk

penentuan kurva kalibrasi kafein .

Pertama-tama dilakukan pembuatan

larutan baku kafein dengan variasi

konsentrasi 6 ppm, 8ppm, dan 10

ppm dari larutan stok masing-masing

sebanyak 10 mL. Untuk penentuan

kurva kalibrasi kafein maka

konsentrasi parasetamol dibuat tetap

yaitu 5 ppm. Kemudian, absorbansi

dari masing-masing larutan baku

tersebut diukur pada panjang

gelombang 227 dan 239 nm. Dari

hasil absorbansi yang diperoleh

dibuat kurva spektra derivatif dari

masing-masing larutan baku untuk

menentukan panjang gelombang

yang memberikan absorbansi

maksimum. Pada spektra derivatif

pertama, sumbu-y merupakan

perbandingan selisih absorbansi pada

dua panjang gelombang yang

berdekatan dengan selisih panjang

gelombang tersebut ( ddA

),

sedangkan sumbu-x merupakan rata-

rata dari dua panjang gelombang

tersebut. Pada percobaan yang

dilakukan kali ini, ditemukan

panjang gelombang zero crossing

pada derivat pertama, maka tidak

Page 17: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

17

perlu dihitung pada derivat

berikutnya.

Untuk penentuan kadar sampel,

pertama dibuat larutan stok sampel

500 pp dengan cara ditimbang 50 mg

serbuk sampel dari tablet yang telah

dihaluskan dan dilarutkan dalam

100ml etanol, kemudian diencerkan

hingga didapat konsentrasi 14 ppm

dan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 227 nm, 239 nm,

246 nm dan 275 nm. Didapat nilai

absorbansi pada masing-masing

panjang gelombang berturut turut

0,0026, 0039, 0,01, dan -0,0082.

Didapat persamaan kurva kalibrasi

parasetamol y = -0.0006x + 0.0006

pada panjang gelombang 275

sehingga didapat kadar parasetamol

sebesar 104,7619 % . Untuk

persamaan kurva kalibrasi kafein y =

-0.0022x + 0.0052 pada panjang

gelombang 227 nm sehingga didapat

kadar kafein sebesar 8,441558 %.

V. Kesimpulan

Penetapan kadar parasetamol

dan kafein dalam campuran tablet

parasetamol kafein dilakukan

menggunakan spektrofotometri

derivatif dengan metode kurva

turunan pertama (derivatif).

Penentuan zero crossing diperoleh

dari spektra serapan normal salah

satu konsentrasi dari masing-masing

senyawa/komponen dibuat spektra

derivat pertama dengan

menggambarkan selisih absorban dua

panjang gelombang berdekatan

melawan harga rata-rata dua panjang

gelombang tersebut. Dari spektra

tersebut derivat ditentukan panjang

gelombang zero crossing, di mana

zero crossing masing-masing zat

ditunjukkan oleh panjang gelombang

yang memiliki serapan nol pada

berbagai konsentrasi. Diperolah

kadar parasetamol dan kafein dari

spektra derivatif pertama yaitu

104,7619 % dan 8,441558 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. Connors, K, A 1992.

.Stabilitas Kimiawi Sediaan

Farmasi. Edisi Kedua.

Semarang: IKIP Semarang

Press..

Page 18: 260110140078 Ayu Apriliani Spektro Derivatif

IJPST [] Mei , 2016

18

2. Hayun., Hariyanto., dan

Yenti. (2006). Penetapan

Kadar Triprolidina

Hidroklorida dan

Pseudoefedrina Hidroklorida

dalam Tablet Antiinfluenza

secara Spektrofotometri

Derivatif. Majalah Ilmu

kefarmasian. 3(1): 94-105.

3. Fatah, A.M. 2008.

Pemanfaatan

Spektrofotometri Derivatif

Untuk Penetapan Kadar

Dekstrometorfan

Hidrobromida Dalam Tablet

Obat Batuk. . Available on

: www.i-

lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.ph

p (Diakses pada 23 Mei

2016).

4. Wulandari, D., Regina D. F.,

Christine P. 2008. Penetapan

Kadar Kafein Dalam

Campuran Parasetamol,

Salisilamida, dan Kafein

Secara Spektrofotometri

Derivatif . Available on: http:

//

usd.ac.id/06/publ_dosen/far/d

evi.pdf (Diakses pada 23 Mei

2016).

5. Mulja, M. 1995. Analisis

Instrumental. Surabaya:

Airlangga University Press.

6. Skoog, DA. 1992. Principles

of Instrumental Analysis. 4th

edition. Sanders College

Publishing. New York.

7. Munson, JW. Analisis

farmasi metode modern.

diterjemahkan oleh Harjana.

Surabaya: Airlangga

University Press.