Referensi Spektro Anor
-
Author
branden-diaz -
Category
Documents
-
view
107 -
download
5
Embed Size (px)
description
Transcript of Referensi Spektro Anor

PENGARUH pH TERHADAP KELARUTAN
Jika kalian melarutkan garam CaF2 dan garam AgCl ke dalam air, maka apa yang akan terjadi??ya, garam akan melarut dan membentuk ion-ionnya.CaF2 (s) ⇄ Ca2+ (aq) + 2F- (aq)AgCl(s) ⇄Ag+(aq) + Cl-(aq)Apakah hanya reaksi kesetimbangan diatas yang terjadi bila kalian melarutkan kedua garam tersebut dalam air?analisislah, dengan membuka link ini (http://www.smapgii1.sch.id/images/K1/jenis_jenis_garam.htm )Anion F- yang terbentuk dari garam CaF2 merupakan basa konjugasi dari asam lemah HF, sehingga akan terhidrolisis dalam air melepas ion OH-. Kesetimbangan yang terjadi:F-(aq) + H2O (l) ⇄ HF (aq) + OH- (aq)Karena terdapat OH- dalam larutan, apakah perubahan pH akan berpengaruh pada kelarutan CaF2??Lalu bagaimanakah pada anion Cl-?anion ini merupakan basa konjugasi dari asam kuat HCl maka di dalam air tidak akan terhidrolisis. Lalu apakah kelarutan AgCl akan berpengaruh jika terjadi perubahan pH??
Bagaimana pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat….??Pengaruh pH terhadap kelarutan basa yang sukar larutJika pH ↑, artinya konsentrasi OH- ↑Maka kesetimbangan bergeser kekiri, kelarutan ↓
Mg(OH)2 (s)⇄Mg2+(aq) + 2OH-(aq)
Jika pH ↓, artinya konsentrasi OH- ↓Maka kesetimbangan bergeser kekiri, kelarutan ↑Pengaruh pH terhadap garam yang sukar larutPerubahan ph hanya akan berpengaruh apabila garam sukar larut berasal dari asam lemah atau garam yang terhidrolisis sebagian dari asam lemah dan basa kuat.Barium karbonat (BaCO3) merupakan salah satu endapan yang sukar larut dalam air, maka keseimbangan berikut ini akan terjadi dalam larutan:Anion CO3
2- adalah anion dari asam lemah yang dapat terhidrolisisJika pH ↑, artinya [OH-] ↑, kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri dan [CO3
2-] ↑
CO32-(aq)+ H2O(l) ⇄HCO3
2-(aq) + OH-(aq)
Jika pH ↓, artinya [OH-] ↓, kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri dan [CO32-] ↓
Kemudian dalam persamaan berikut:Jika pH ↑, maka [CO3
2-] ↑ sehingga kesetimbangan bergeser kekiri, kelarutan ↓BaCO3(s) ⇄ Ba2+
(aq) + CO32-
(aq)
Jika pH ↓, maka [CO32-] ↓ sehingga kesetimbangan bergeser kekanan, kelarutan↑

Pengaruh pH terhadap kelarutan ditunjukkan pada pelarutan email gigi oleh asam. proses kontak terus-menerus antara gigi dengan minuman bersoda akan mengikis email secara perlahan-lahan. Komponen penyusun email gigi terdiri dari 2 jenis yaitu hidroksi apatit dan fluoro apatit. Dengan minum soft drink dengan pH rendah dan asam yang tinggi maka mengakibatkan pH mulut turun menjadi dibawah 5,5. Pada saat itu terjadi demineralisasi gigi dimana gigi kehilangan komponen mineral gigi.sehingga menyebabkan gigi menjadi rusak.
http://chemistry-hollic.blogspot.com/2012/04/pengaruh-ph-terhadap-kelarutan.html

SPEKTROFOTOMETRI UV – VISSpektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu
sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV)
mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai
panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat
spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer
(Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi
larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer
tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
- Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
- Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
- Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain
dalam larutan tersebut
- Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
- Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :
A = e.b.c
dimana :
A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETRI UV – VIS

1. Sumber cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran radiasi yang stabil dan
intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer UV-Vis ada dua macam :
a. Lampu Tungsten (Wolfram), Lampu ini digunakan untuk mengukur sampel pada
daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang
gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya
memiliki waktu 1000jam pemakaian.
b. Lampu DeuteriumLampu ini dipakai pada panjang gelombang 190-380 nm. Spektrum
energy radiasinya lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah
uv. Memiliki waktu 500 jam pemakaian.
2. Wadah Sampel
kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanyan kebanyakan wadah
sampel adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel itu
haruslah meneruskan energy cahaya dalam daerah spektral yang diminati: jadi sel kaca
melayani daerah tampak, sel kuarsa atau kaca silica tinggi istimewa untuk daerah
ultraviolet. Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang diginakan sebagai
wadah sampel. Penting bahwa tabung-tabung semacam itu diletakkan secara reprodusibel
dengan membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabunga dan tanda itu selalu
tetaparahnya tiap kali ditaruh dalam instrument. Sel-sel lebih baik bila permukaan optisnya
datar. Sel-sel harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan,
dengan meniscus terletak seluruhnya diatas berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada
posisinya dengan desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitan berpegas yang
memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang sel (dari) instrument itu reprodusibel.

2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis menjadi cahaya
tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian
monokromator, yaitu :
a. Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan
resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
b. Grating (kisi difraksi)
Kisi difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses spektroskopi. Dispersi sinar akan
disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama, hasil dispersi akan lebih baik. Selain itu
kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum.
c. Celah optis
Celah ini digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber
radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui
prisma, sehingga diperoleh panjang gelombang yang diharapkan.
d. Filter
Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan
merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih.
4. Detektor – Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar
kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder dan ditampilkan
dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer). Detector dapat memberikan respons
terhadap radiasi pada berbagai panjang gelombang Ada beberapa cara untuk mendeteksi
substansi yang telah melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk
menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik
menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika anda menyinarkan sinar UV
pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah detektor pada sisi yang berlawanan,
anda akan mendapatkan pembacaan langsung berapa besar sinar yang diserap. Jumlah
cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati
melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran mengapa pelarut yang digunakan tidak
mengabsorbsi sinar UV. Pelarut menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawa-senyawa akan

menyerap dengan sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV. Misalnya,
metanol, menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada gelombang
dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran metanol-air sebagai pelarut, anda
sebaiknya menggunakan panjang gelombang yang lebih besar dari 205 nm untuk
mencegah pembacaan yang salah dari pelarut
5. Visual display/recorder
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik, menyatakan dalam
bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.
PRINSIP KERJA
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di
teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya
pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi
cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian
akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu.
Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan.
Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.
Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel
sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.
HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna
Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak berwarna, maka larutan
tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan yang berwarna. Kecuali apabila
diukur dengan menggunakan lampu UV.
2. Panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang mempunyai
absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn gelombang maksimal,
kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut, perubahan
absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu disekitar
panjang gelombang maksimal, akan terbentuk kurva absorbansi yang datar sehingga
hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat
kesalahannya akan kecil sekali.
3. Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan dan
cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb
oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi
panjang gelombang dan absorban pada spektrofotometer agar pengukuran yang di
dapatkan lebih teliti

http://wocono.wordpress.com/2013/03/04/spektrofotometri-uv-vis/
Laporan penentuan kadar sulfat spektronic 20
Tujuan Percobaan :
1. Untuk menentukan kadar sulfat dalam sampel2. Dapat menggunakan spektrofotometer spektronic-20 dengan benar3. Dapat membuat kurva kalibrasi sulfat dengan benar
Prinsip percobaan : Ion sulfat dalam air dengan penambahan kristal BaCl2 dan
buffer salt acid akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin tinggi
konsentrasi sulfat, maka semakin keruh cairan yang bersangkutan. Kekeruhan yang
terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Teori Dasar :
Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida
paling tinggi dari unsur belerang.Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida
oleh bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa
organosulfur. Sebalikya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat
direduksi menjadi asam sulfida.Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik
daripada sulfida didalam lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan (air) dapat
berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan
limbah laboratorium. Secara ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang
mengandung S, misalnya gips (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat ( CaSO4). Selain
itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah
antara lain industri kertas, tekstil dan industri logam. Metode yang digunakan untuk
untuk menentukan kadar sulfat adalah metode turbidimetri dengan alat
spektrofotometri. Metode tersebut berdasarkan kenyataan bahwa BaSO4 cenderung
membentuk endapan koloid yang dibentuk dengan penambahan BaCl2,bentuk koloid ini
distabilkan oleh lar. NaCl dan HCl yang mengandung gliserol dan senyawa organik.
BaSO4 mempunyai kelarutan dimana kelarutan ini bertambah dengan adanya asam-
asam mineral karena terbentuk ion hidrogen sulfat. Pada pH >8 sulfida membentuk ion
sulfida namun pada pH <8 sulfida cenderung dalam bentuk H2S yang akan melpas gas
yang berbau busuk.

Spektrofotometri adalah suatumetoda analisis kuantitatif dengan mengukur intensitas
cahaya yang diserap oleh larutan yang dianalisis. Hubungan intensitas cahaya yang
diserap dengan konsentrasi larutan dari spesies yang diteliti dinyatakan oleh Lambert-
Beer dalam bentuk persamaan berikut :
A = – log I0/It = ε.t.c (2)
Dimana A adalah absorbansi, It adalah intensitas cahaya yang diteruskan oleh larutan,
I0 adalah cahaya yang masuk kedalam larutan, ε adalah konstanta, tetapan
absorptivitas molar, t adalah tebal cuvet (cm) dan c adalah konsentrasi larutan.
Percobaan ini bertujuan melakukan analisis penentuan konsentrasi sulfat di dalam air
lingkungan dengan pengendap barium sulfat secara spektrophotometri. Dari deret
standar diperoleh kurva standar, berdasarkan pengukuran larutan standar diatas dapat
ditentukan pula jangkauan analisis(kurva linier) dan batas minimal konsentrasi sulfat
yang dapat dianalisis di dalam larutan sampel. Metode yang digunakan adalah
turbidimetry, yaitu pengukuran absorbansi berdasarkan karena kekeruhan larutan.
Pengukuran absorbansi larutan dapat dilakukan dengan menggunakan alat spektronic
20.
Prinsip penentuan Sulfat secara spektrofotometri adalah dengan mereaksikan ion sulfat
yang ada di dalam sampel air dengan larutan BaCl2, sehingga terbentuk suspensi BaSO4.
Kekeruhan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang
420 nm.
Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual dalam studi
yang lebih terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi kimia,
memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran
kuantitatif. Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul
yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk
mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul.Akan tetapi
yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar
tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus
pengabsorpsi.
Langkah Kerja1. Menyiapkan 7 buah labu takar 50 mL dan labu takar 100 mL 1 buah2. Membuat larutan induk 100 ppm sebanyak 100 mL dengan memipet sebanyak 9,97
mL dari larutan induk 1003 ppm3. Pada labu ukur 50 mL dari labu 1 hingga labu 7 berturut-turut memipet larutan induk
100 ppm sebanyak 0,0 mL; 2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL; 10 mL; 12,5 mL; 15 mL ke dalam labu ukur
4. Menambahkan 5 mL larutan salt acid ke tiap-tiap labu ukur 50 mL

5. Menambahkan 10 mL larutan gliserol-etanol 1:2 kedalam labu ukur serta menambahkan kristal BaCl2 kedalamnya dan melarutkannya dengan sedikit aquadest
6. Menambahkan 4 tetes larutan sorbitol kedalam labu ukur7. Mengencerkan dengan aquadest sampai tanda batas, kemudian mengocoknya dan
mendiamkannya 3-5 menit8. Mengukur kekeruhan yang terjadi pada tiap-tiap larutan deret standar9. Mengukur kekeruhan sampel 1 dan sampel 2 menggunakan spektrofotometer10. Membuat kurva kalibrasi anatar konsentrasi larutan standar terhadap nilai
kekeruhannya11. Menentukan konsentrasi larutan cuplikan dengan cara menginterpolasikan nilai
kekeruhan cuplikan kedalam kurva kalibrasi tersebut
PEMBAHASAN :
Pada praktikum ini dilakukan penentuan konsentrasi sulfat menggunakan spektronic 20
berdasarkan prinsip turbiditas/kekeruhan. Dimana sulfat akan berekasi dengan kristal
BaCl2 dan buffer salt acid akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin
tinggi konsentrasi sulfat, maka semakin keruh cairan yang bersangkutan. Kekeruhan
yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Dari
prinsip yang digunakan larutan yang dihasilkan akan membentuk koloid tersuspensi,
dimana semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin pekat warna kekeruhan putih
pada larutan.
Pada pengerjaan awal, dibuat terlebih dahulu larutan induk 100 ppm dengan memipet
dari larutan induk 1003 ppm. Dari larutan induk 100 ppm inilah dibuat larutan deret
standar 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30 ppm. Setelah pemipetan larutan induk, kemudian
larutan ditambahkan larutan salt acid. Dimana salt acid ini adalah larutan buffer yang
terbuat dari HCl dan NaCl berlebih, sehingga salt acid adalah buffer yang bersifat asam.
Penambahan Salt acid ini adalah untuk menjaga pH larutan, karena apabila pada pH >8
sulfida membentuk ion sulfida namun pada pH <8 sulfida cenderung dalam bentuk H2S
yang akan melepas gas yang berbau busuk. Kemudian setelah penambahan salt-acid
ditambahkan, kemudian ditambahkan Larutan gliserol-etanol (1:2), fungsi dari
penambahan larutan ini adalah untuk menstabilkan suspensi koloid BaSO4 yang akan
terbentuk. Penambahan gliserol-etanol ini akan menghasilkan larutan yang menjadi
agak kental. Kekentalan ini akan menjaga suspensi koloid stabil dan merata (endapan
tidak mengendap), sehingga kekeruhan dapat diukur pada spektrofotometer. Kemudian
dilakukan penambahan BaCl2, dimana BaCl2 ini akan bereaksi dengan sulfat sehingga
menghasilkan BaSO4.
BaCl2 + SO42- ——–> BaSO4(s) + 2Cl-
BaSO4 ini adalah berupa endapan putih, akan tetapi karena penambahan etanol-gliserol,
sorbitol endapan tidak akan mengendap akan tetapi endapan akan menjadi koloid
tersuspensi dimana larutan menjadi keruh dan kekeruhan inilah yang diukur oleh
spektrofotometer. Setelah itu larutan ditambahkan larutan sorbitol. Penambahan
larutan sorbitol ini adalah untuk lebih menstabilkan suspensi koloid yang terbentuk.

Kemudian larutan didiamkan selama 3-5 menit, hal ini bertujuan untuk memberi
kesempatan agar pereaksi bereaksi sempurna dan koloid yang dihasilkan stabil.
Setelah larutan dibuat, kemudian diukur absorbansinya. Panjang gelombang yang
digunakan adalah sebesar 420 nm, karena sulfat akan optimal terbaca pada panjang
gelombang 420 nm. Pada awalnya yang diukur adalah larutan blanko 0 ppm. Fungsi
dari larutan blanko adalah sebagai faktor koreksi terhadap pelarut dan pereaksi yang
digunakan. Sehingga pada pengukuran blanko ini adalah pengukuran serapan untuk
pelarut dan pereaksinya. Agar pada pengukuran deret standar dan sampel yang diukur
adalah serapan sulfatnya, maka pada larutan blanko yang mengukur serapan pereaksi
dan pelarut di ‘nol’ kan dengan cara mengubah %transmitannya menjadi 100.
Kemudian pengukuran dilakukan pada larutan standar 5, 10, 15, 20, 25, 30 ppm.
Sebelum pengukuran masing-masing larutan deret standar, larutan dikocok terlebih
dahulu agar suspensi koloid merata saat diukur. Setelah didapat panjang gelombang,
setiap deret standar di ukur absorbansinya. Setelah pengukuran dilakukan didapat
semakin besar konsentrasinya %T nya semakin kecil. Sehingga bila dilihat dari grafik,
semakin besar konsentrasi maka nilai absorbansinya pun semakin besar, dimana garis
yang terbentuk adalah garis linear. Garis linear yang dihasilkan ini menunjukan bahwa
absorbansi adalah fungsi dari konsentrasi. Dengan mendapatkan persamaan garis
linear pada grafik, maka konsentrasi sampel dapat dihitung. Selain dengan cara
menghitung dari persamaan garis konsentrasi sampel dapat juga ditentukan dengan
menginterpolasikan langsung kedalam grafik. Dari grafik yang telah dibuat didapat
regeresi linear adalah sebesar 0,9955. Nilai ini menunjukan koefisien korelasi antara
absorbansi dengan konsentrasi besar sehingga linearitas dari kurva adalah baik, dimana
grafik memenuhi syarat sebagai garis linear untuk penentuan konsentrasi sampel. Akan
tetapi grafik yang dihasilkan terdapat garis yang menaik dan menurun pada konsentrasi
lrutan 25 ppm dan 30 ppm. Pada konsentrasi ini titik yang dihasilkan agak melenceng,
hal ini dikarenakan kurangnya pengocokan sebelum pengukuran sehingga
suspensi/kekeruhan yang terukur kurang stabil. Dari hasil pengukuran sampel, didapat
konsentrasi sampel 1 adalah sebesar 7,56 ppm dan konsentrasi sampel 2 adalah
sebesar 24,22 ppm.
http://himka1polban.wordpress.com/laporan/spektrofotometri/laporan-penentuan-kadar-sulfat-spektronic-20/

PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM SAMPEL AIR LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER
SERAPAN ATOM (AAS)1.A. Tujuan Percobaan2.Mempreparasi sampel air limbah yang akan
ditentukan kadar tembaganya dengan alat spektrofotometer serapan atom (SSA).
3.Menyiapkan larutan kerja dari larutan “stock” yang tersedia.
4.Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan alat spektrofotometer serapan atom (SSA).
1.B. Tinjauan Pustaka

Penyerapan energi radiasi oleh atom-atom netral pada
keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertenru
yang menyebabkan tereksitasinya dalam berbagai
tingkat energi. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan
akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan
sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk
radiasi.
Gambar 1. Proses eksitasi
Gambar 2. Proses deksitasi
Energi yang diemisiskan dapat berupa energi cahaya
dengan panjang gelombang yang berhubungan
langsung dengan transisi elektronik yang terjadi. Setiap
unsur mempunyai struktur elektronik yang khas, maka
panjang gelombang yang diemisikan pun merupakan
sifat khas dari suatu unsur. Jika cahaya dengan panjang
gelombang tertentu yang sesuai mengenai suatu atom
yang berada dalam keadaan dasar, maka atom dapat
menyerap energi cahaya tersebut untuk berpindah ke
keadaan tereksitasi. Proses ini disebut serapan atom
dan menjadi dasar untuk spektrometri serapan atom.
Gambar3. Proses eksitasi dan emisi
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu
nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi
uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-
unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan

tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan
atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan
dasar (ground state). Atom-atom ground state ini
kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh
sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang
bersangkutan.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi
adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini
mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi
berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui
sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua
variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala
dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya
berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam
larutan sampel. Secara sederhana dapat dirumuskan
sebagai berikut ;
A = a.b.C
Keterangan:
A=Absorbansi
a= absorptivitas
b=lebar kuvet
C= Konsentrasi

Gambar 4. Hukum dasar penyerapan
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier
antara absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi (sumbu x)
kita dapat menetukan konsentrasi sampel.
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati
Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada
spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan
prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah
seorang kebangsaan Australia bernama Alan Wash
pada tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak
tergantung pada cara-cara spektrografik.
Beberapa cara ini sulit dan memakan waktu. Kemudian
diganti dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau
Atomic Absorption Spectro (AAS). Metode ini sangat
tepat untuk spektrokopi emisi konvensional, pada
metode konvensional emisi tergantung pada sumber
eksitasi, bila eksitasi dilakukan analisis zat pada
konsentrassi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan dengan metode Spektrokopi
emisi konvensional, pada metode konvensional emisi
tergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi
termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara
serantak terjadi pada berbagai spesies dalam suatu
campuran. Sedangkan nyala, eksitasi unsur-unsur
dengan berbagai tingkat energy eksitasi yang rendah

dapat dimungkinkan, tentu saja perbandingan
banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang
berada pada tmgkat dasar harus cukup besar, karena
metode serapan atom hanya tergantung pada
perbandingan ini dan tidak tergantung pada
temperatur. Metode serapan sangatlah spesifik, logam-
logam yang membentuk campuran kompleks dapat
dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber
energi yang besar.
Sistem Atomisasi1.1. Sistem Atomisasi Nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua
komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber
(source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen
sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di
introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke
nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya
dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan
ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-
tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian. yang
saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk
pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous
oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi

analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur
yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan
metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.

Gambar 5. Nebuliser pada SSA
Nyala udara-asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan
AAS,temperarur nyala-nya yang lebih rendah
mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala
yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari
banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang
mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini
disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relative
tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti,
V danW.
Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample
dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam
nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap
hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan
dan sinyal yang diperoleh pada detektor dan dengan
demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas
analisis.
(Harvey, David. 2000 : 414)
2. Sistem Atomisasi Dengan Elektrothermal
(Tungku)

Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS.
GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala
seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan
sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
Tahap pengeringan atau penguapan larutan Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-
senyawa organik dan Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan
menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur
yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa
unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan
GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re,
Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur
tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Instrumentasi AAS
Gambar 6. Skema Alat AAS
1.a. Sumber Radiasi
Lampu HCL (Hollow Chatode Lamp), Hollow Cathode
Lamp Hollow Cathode Lamp Hollow Cathode Lamp
Hollow Cathode Lamplampu ini merupakan sumber
radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan
gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari
katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur
yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan
anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda

ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz
karena panjang gelombang emisinya sering berada
pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat
bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau
Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada
kedua elektroda tersebut sehingga atom gas pada
anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah
katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan
beberapa logam pada katoda terpental dan berubah
menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan
dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke
tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali
ke keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan
sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda
tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak
melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih
dengan monokromator akan diserap oleh uap atom
yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar
yang diabsorpsi paling kuat biasanya adalah sinar yang
berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi
terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.
Gambar 6. HCL
Sumber radiasi lain yang sering digunakan adalah
“Electrodless Discharge Lamp “. Lampu ini mempunyai
prinsip kerja hampir sama dengan HCL, tetapi
mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya

digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena
lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai sinyal
yang lemah dan tidak stabil.
Gambar 7. EDL
1.b. Copper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah
sinar dari sumber sinar menjadi berselang-seling.
Isyarat selang-seling oleh detector diubah menjadi
isarat bolak-balik, yang oleh amplifier akan digandakan.
Sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak
digandakan oleh amplifier.1.c. Alat pembakar (proses atomisasi)
Gambar8. Sistem Pembakar pada SSA
Tujuan sistem pembakaran-pengabut adalah untuk
mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk
gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau
aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan
ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara
ditiupkan melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas
bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang
halus.
1.d. Nyala dan profit nyala
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa
padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan
juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektrokopi nyala
suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala

yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur
lebih dari 2000o K. Konsentrasi tereksitasi, dipengaruhi
oleh komposisi nyala.
Komposisi nyala asitelin-udara sangat baik digunakan
untuk lebih dari tiga puluh unsur sedangkan komosisi
nyala propane-udara disukai untuk logam yang mudah
menjadi uap atomic. Untuk logam seperti Alumunium
(Al) dan titranium (Ti) yang membentuk oksida refrakori
temperatur tinggi dari nyala asitelin-NO sangat perlu,
dan sensitivitas dijumpai bila nyala kaya akan asitilen.1.e. Monokromator
Dalam Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)
fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis
resornansi dari semua garis yang tak diserap yang
dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam kebanyakan
instrument komersial digunakan kisi difraksi karena
sebaran yang dilakukan oleh kisi seragam daripada
yang dilakukan oleh prisma dan akibatnya instrument
kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi
sepanjang jangka gelombang yang lebih besar.1.Detektor
Detektor pada Atomic Absorption Spectrophotometry
(AAS) berfungsi mengubah intensitas radiasi yang
datang menjadi arus listrik. Pada Atomic Absorption
Spectrophotometry (AAS) yang umum dipakai sebagai
detektor adalah tabung penggandaan foton
(PMT=Photo Multiplier Tube Detector).

1.g. Read out , read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
Metode Analisis
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis
secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah :
1.1. Metoda Standar Tunggal
Metoda ini sangat praktis karena hanya menggunakan
satu larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan
standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp)
diukur dengan Spektrofotometri. Dari hukum Beer
diperoleh
Astd=ε.b.Cstd Asmp=ε.b.Csmp
ε.b = Astd/ Cstd ε.b = Asmp/Csmp
sehingga
Astd/Cstd = Csmp /Csmp → Csmp =
(Asmp/Astd) X Cstd1.2. Metode Kurva Kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar
dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari
larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah
selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi
(C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan garis
lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope =
a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah

absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke
dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam
persamaan garis lurus yang diperoleh dengan
menggunakan program regresi linear pada kurva
kalibrasi.
1.3. Metoda Adisi Standar
Metoda ini dipakai secara luas karena mampu
meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh
perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan
standar. Dalam metoda ini dua atau lebih sejumlah
volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu
takar. Satu larutan diencerkan sampat volume tertentu
kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah
dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain
sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu
dengan sejumlah tertentu tarutan standar dan
diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut
hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut :
Ax = k.Cx AT = k(Cs + Cx)
Keterangan :
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke
larutan sampel
Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat
standar)

Ar = Absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua persarnaan diatas digabung akan diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(AT – Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung
dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer.
Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat
pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus
yang diperoleh diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga
diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(O – Ax)} ; Cx = Cs x (Ax /-Ax)
Cx = Cs x ( -1) atau Cx = – Cs
Gangguan dalam analisis dengan AAS :
Ada tiga gangguan utama dalam SSA :
(1) Gangguan ionisasi
(2) Gangguan akibat pembentukan senyawa
refractory (tahan panas)
(3) Gangguan fisik alat
Gangguan lonisasi: Gangguan ini biasa terjadi pada
unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa unsur yang
lain karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi
dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang
diukur adalah emisi dan serapan atom yang tidak
terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom
yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan

sinyal yang ditangkap detek’tor menjadi berkurang.
Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang
sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan
linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat
diatasi dengan menambahkan unsur-¬unsur yaug
mudah terionisasi ke clalam sampel sehingga akan
menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis.
Pembentukan Senyawa Refraktori: Gangguan ini
diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa
kimia, biasanya anion yang ada dalam larutan sampel
sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas
(refractory). Sebagai contoh, pospat akan bereaksi
dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium
piropospat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi
ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi
berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan
menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat
ke dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah
bereaksi dengan pospat dihanding kalsium sehingga
reaksi antara kalsium dengan pospat dapat dicegah
atau diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari
dengan menambahkan EDTA berlebihan. EDTA akan
membentuk kompleks chelate dengan kalsium,
sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan
pospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-
EDTA akan terdissosiasi dalam nyala menjadi atom

netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih
serius terjadi apabi!a unsur-unsur seperti: AI, Ti, Mo,V
dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala
menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan
panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan
menaikkan temperatur nyala., sehingga nyala yang
urnum digunakan dalam kasus semacam ini adalah
nitrous oksida-asetilen.
Gangguan Fisik Alat : yang dianggap sebagai gangguan
fisik adalah semua parameter yang dapat
mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan
sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut
adalah: kecepatan alir gas, berubahnya viskositas
sampel akibat temperatur atau solven, kandungan
padatan yang tinggi, perubahan temperatur nyala dll.
Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih
sering membuat Kalibrasi (standarisasi).
Gangguan dalam pengukuran absorbs atom dapat
timbul dari spektrum, sumber kimia dan fisika. Efek
kimia (gangguan kimia) meliputi pembentukan senyawa
stabil dan ionisasi, keduanya menurunkan jumlah atom
bebas (atom dalam bentuk gas) dalam uap sampel dan
dengan demikian mengurangi nilai absorbansi. Untuk
mengatasinya, dapat ditambahkan zat pembebas
(releasing agents), penaikan suhu, dan penambahan zat
penopeng. Gangguan fisika terjadi dalam proses

penguapan sampel. Seperti terbentuknya larutan padat
dari dua unsure atau lebih (contoh kromium dalam
besi). Untuk mengatasinya, dapat digunakan zat
pembebas dan penyesuaian kandungan sampel dan
standar dengan hati-hati. Selain itu, gangguan
absorbansi latar belakang juga bisa terjadi karena
adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorbs
molecular, dan penghamburan cahaya. Gangguan ini
dapat diatasi dengan keberadaan system optic berkas
ganda (double beam).
AAS merupakan salah satu teknik yang paling luas
digunakan untuk menentukan konsentrasi logam dalam
larutan. Jika dibandingkan dengan AES, AAS bebas dati
gangguan efek inter-elements (self absorbsion) dan
intensitasnya relative pada temperature nyala yang
bervariasi. Lebih dari 60 unsur dapat ditentukan dengan
AAS. Contohnya logam-logam berat dalam cairan fluida,
air yang terkena polusi, bahan makanan, soft drink,
analisis sampel metalurgi dan geochemical, dan
penentuan banyak logam dalam tanah, minyak mentah,
produk petroleum dan plastic.
1.C. Alat dan Bahan Praktikum1.1. Alat
Labu takar 50 mL 2 buah

Labu takar 25 mL 4 buah Pipet tetes 1 buah Gelas kimia 100 mL 1 buah Gelas kimia 600 mL 1 buah Corong kecil 1 buah Pipet ukuran 1 mL 1 buah Hot plate 1 buah Kaca arloji 1 buah1.2. Bahan
Larutan HNO3 pH 2,0 Larutan stock Cu(II) 1000 ppm
1.D. Prosedur kerja praktikum1.1. Preparasi sampel
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas
kimia 100 mL. ditambahkan 2,5 mL HNO3 pekat
kemudian diaduk dan diuapkan di atas hot plate sampai
volumenya menjadi ±15 mL. Setelah itu ditambahkan
lagi 2,5 mL HNO3 pekat, ditutup dengan kaca arloji dan
dipanaskan kembali sampai warna larutan jernih.
Kemudian larutan sampel didinginkandan ditambahkan
sedikit aquades, dituangkan ke dalam labu takar 50 mL
dan ditandabataskan1.2. Pembuatan larutan blanko
Larutan blanko dibuat berupa larutan HNO3 yang
memiliki pH 2,0.1.3. Pembuatan larutan standar Cu(II) 25 ppm

Dibuat larutan standar Cu(II) dengan konsentrasi 25
ppm, dengan cara mengencerkan larutan stock dengan
larutan blanko ke dalam labu ukur 50 mL.
1.4. Pengukuran
Dimasukan larutan sampel ke dalam 5 labu takar
masing-masing (25,25,25,25,50) mL sebanyak 5 mL
pada masing-masing labu takar 25 mL dan 10 mL pada
labu takar 50 mL. Kemudian ditambahkan larutan
standar 25 ppm masing-masing labu takar (2,4,6,8,10)
mL. Setelah itu ditandabataskan. Maka didapat larutan
sampel ditambah standar.
1.5. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel
Diukur absorbansi masing-masing larutan (sampel +
standar) yang telah disiapkan dimulai dari konsentrasi
terendah. Larutan sampel diukur absorbansinya. Dibuat
grafik hubungan absorbansi vs konsentrasi dengan
program Excell. Kemudian ditentukan persamaan
matematik hubungan linear antara absorbansi dengan
konsentrasi. Ditentukan konsentrasi (ppm) Cu(II) dalam
larutan sampel.
1.6. Pengoperasian dan optimasi alat AAS Alat dipanaskan dengan menekan tombol (on) Kompresor dihidupkan dan tabung gas C2H2 dibuka
serta diset pada angka 17 psiq Cerobong pembukaan gas dihidupkan

Saat display menunjukkan “New recall method” tekan (enter)
Nilai arus Halow Cathode Lamp (75 % dari yang tertera) diketikkan, yaitu sebesar 22 mA lalu tekan (enter )
Nilai slit sebesar 0,7 nm dimasukkan lalu tekan enter Nilai λ (panjang gelombang) yaitu 324,8 nm
dimasukkan lalu tekan enter Time integration (lama pembacaan) yaitu 0,7 sekon
di ketik lalu tekan enter Replicate (pengulangan pembacaan) yaitu sebanyak
3x diketik lalu tekan enter Hold 1 dipilih untuk metode pembacaan Curve calibration linier (2) dipilih lalu tekan enter “no” ditekan jika curve calibration tidak akan dicetak
lalu tekan enter enter secara terus menerus ditekan sampai mode
pada display kembali ke lamp current Burner dinyalakan dengan menekan tombol flame
on/off Cont ditekan untuk memulai optimalisasi absorbansi Larutan blanko dimasukkan kemudian tekan A/Z
(auto zero) pada saat absorbans menunjukkan harga nol (0,000)
Larutan standar dimasukkan dengan konsentrasi terendah yaitu 5 ppm untuk memperoleh harga absorbansi mendekati 0,200. Jika belum tercapai laju alir gas (bahan bakar) diatur dengan cara knob nebulizer diputar ke kiri dan ke kanan
Setelah harga absorbansi mendekati 0,200, larutan blanko dimasukkan dan tunggu sampai harga absorbansi kembali ke nol (0)
Tekan data untuk memulai pengukuran

Semua larutan standar dimasukkan mulai dari konsentrasi terendah sampai tertinggi kemudian tekan read
Sampel dimasukkan tekan read Kurva kalibrasi dibuat1.E. Hasil dan Analisis Data
Hasil PercobaanVolume sampel (mL) V standar (mL)
V akhir (mL)
Absorbansi (A)
SD RSD
Blanko - - 0,002 0,0025 -
5 2 25 0,049 0,0009 1,94
5 4 25 0,086 0,0014 1,67
5 6 25 0,131 0,0027 2,07
5 8 25 0,174 0,0038 2,16
10 10 50 0,106 0,0039 3,64
5 (sampel) - 25 0,007 0,0011 16,60
Penentuan Kadar Cu (II) dalam sampel
Dari kurva diatas diperoleh persamaan : y = 0,020x +
0,006 R2=0,999
Keterangan:
Cx = Konsentrasi sampel
Cs = Konsentrasi standar
Vx = Volume sampel
α = 0,006 (persamaan linier)

β = 0,020 (persamaan linier)
Penyelesaian :
Jadi konsentrasi ion Cu2+ dalam sampel adalah 1,5 ppm Analisis Data
Sampel yang dianalisis oleh alat AAS adalah sampel
limbah yang mengandung logam. Sampel limbah
biasanya terdapat dalam bentuk koloid, sehingga
memerlukan treatment terlebih dahulu sebelum diukur
dengan AAS, yaitu dengan destruksi. Destruksi
bertujuan untuk menghancurkan ikatan-ikatan yang
membentuk koloid, sehingga nantinya akan
membentuk larutan sejati. Hal ini dilakukan untuk
mencegah adanya sumbatan didalam alat AAS,
terutama di dalam selang kapiler dan pada atomizer.
Proses ini dilakukan dengan penambahan HNO3 pekat.
Pemilihan HNO3 pekat untuk proses ini agar
menghindari pembentukan endapan logam-logam.
Metode yang digunakan pada penentuan logam Cu
pada limbah adalah metode adisi standar. Hal ini
dilakukan karena kandungan Cu di dalam sampel
diduga sangat kecil. Sehingga tidak masuk pada kondisi
optimum dari alat yang digunakan. Oleh karena itu,
digunakanlah metode adisi standar. Sampel air limbah

yang dianalisis pada percobaan kali ini, merupakan air
sawah yang diduga mengandung pestisida.
Metode adisi standar dilakukan dengan menambahkan
larutan standar ke dalam cuplikan dan penggukuran
absorbansi terhadap larutan cuplikan maupun
campuran cuplikan dan standar. Dengan menggunakan
metode ini, ke dalam sejumlah sampel ditambahkan
larutan standar (konsentrasi diketahui dengan pasti)
dengan volume yang bervariasi. Kemudian diencerkan
hingga volumenya sama. Dengan demikian maka baik
matrik sampel maupun matrik standar adalah sama.
Pada percobaan kali ini, ke dalam beberapa labu ukur
dengan volume tertentu dimasukan sampel dengan
volume yang sama yaitu 5 mL. Kepada tiap labu ukur
ditambahkan larutan standar dengan volume bervariasi
yaitu 2,4,6,8,10 Ml dengan konsentrasi yang sudah
diketahui yaitu 25 ppm.
Dari kurva hasil pengukuran, didapatkan persamaan
linier y=0,002x + 0,006 dengan R2= 0,999. 0,002x dan
0,006 pada persamaan linier hasil pengukuran
digunakan untuk perhitungan konsentrasi sampel.
0,002x dijadikan sebagai α sedangkan 0,006 dijadikan
sebagai β pada persamaan untuk mencari konsentrasi
sampel. Sedangkan nilai R2 menunjukkan bahwa kurva
yang didapatkan hasil pengukuran itu baik atau tidak.

semakin harga R2 mendekati 1 maka dapat dibilang
pengukuran yang dilakukan itu baik. karena adanya
peningkatan konsentrasi akan sebanding dengan
adanya peningkatan pada absorbansi, sesuai dengan
hukum Lambert-Beer. A = abc. Dari hasil perhitungan
diperoleh konsentrasi Cu2+ dalam sampel adalah 1,5
ppm.1.F. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh konsentrasi Cu2+ dalam
sampel adalah 1,5 ppm.
1.G. Daftar Pustaka
Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H dan Mendham, J.
(1994). Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Edisi keempat).
Terjemahan Handyana Pudjaatmaka. Jakarta: EGC.
Fifield, FW & D. Kealey. 2000, Principles and Practice of
Analitytical Chemistry fift edition. Cambridge: The
University Press/The Blacwell Science.
Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry.
USA: The McGraw-Hill Companies.
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik
Instrumen.Semarang: IKIP Semarang Press.
Khopkar, S. M,. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta: UI-press.

Tim Kimia Analitik Instrumen. (2010). Penuntun
Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI-431). Bandung :
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wiryawan, Adam. Dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang :
Departemen Pendidikan Nasional
Kata Kunci Baru
penentuan kadar cu dalam sampel air dengan metode adisi standar,penentuan kadar tembaga dengan metode kurva kalibrasi,laporan penentuan kadar timbal dengan aas,laporan praktikum aas,contoh makalah analisa logam dgn metoda aas,laporan spektrofotometri serapan atom,penentuan kadar cu dengan aas,laporan praktikum analisis dengan spektrometer serapan atom,laporan praktikum spektroskopi AAS,jurnal spektrofotometri serapan atom,laporan penetapan kadar cu dengan aas,laporan praktikum penentuan kadar Cu dalam sampel air dengan metode adisi standar,laporan praktikum penentuan kadar tembaga,penetapan kadar cu dengan aas,laporan penentuan kadar tembaga dengan metode kurva kalibrasi,laporan praktikum preparasi sampel,laporan praktikum spektrofotometri serapan atom,LARUTAN BLANKO PADA SSA,Praktikum AAS,jurnal penentuan komposisi ion kompleks,kadar Cu dalam sampel air dengan metode adisi standar,laporan analisis dengan spektrometri serapan atom,laporan Cu metode AAS,laporan penetapan kadar campuran asetosal dan asam salisilat secara spektrofotometri uv,laporan praktikum klt nitrasi fenol,laporan praktikum penentuan kadar tembaga dalam sampel air dengan metode adisi standar,laporan praktikum penentuan kadar tembaga

dengan metode kurva kalibrasi,penentuan kadar tembaga dalam sampel air limbah dengan menggunakan spektrometer serapan atom (aas),pengertian kurva serapan,aas pembahasan laporan,analisis kadar kalsium menggunakan spektrofotometri serapan atom,atomic absorption spectrophotometer,CONTOH LAPORAN SAMPEL AIR,dasar teori penentuan kadar kalsium,jurnal analisis konduktometri,jurnal analisis logam dengan zat penopeng,jurnal penelitian penetapan kadar logam dalam sampel buah menggunakan spektrofotometer uv,jurnal penentuan kadar khlorida dalam sampel air sawah,jurnal penetapan kadar menggunakan AAS,jurnal penetuan logam Mo,jurnal tentang aas,laporan adisi standar,laporan instrumen penentuan konsentrasi besi spektrofotometri serapan atom,laporan penentuan kadar Pb dengan AAS,laporan praktikum analisis instrumen pentuan kadar tembaga dengan metode kurva kalibrasi,laporan praktikum penentuan kadar cu,laporan praktikum penentuan kadar pb dalam air,laporan praktikum spektroskopi serapan atom,menentukan kadar tembaga dengan metode kurva kalibrasi,menghitung kadar logam air sawah,metode adisi standar dalam aas,penentuan kadar besi dengan konduktometri,penentuan kadar besi dengan metode penambahan standar,penentuan kadar tembaga dalam sampel air dengan metode adisi standar,penentuan kadar tembaga dalam sample air dengan metode adisi standar,penentuan tembaga dengan metoda spektrofotometer,pENETAPAN besi dalam air dengan metode penambahan standar,perhitungan dalam aas,prinsip metode spektrometri daftar pustaka,skripsi analisis kandungan

logam menggunakan atomic absorbtion spectrophotometer (aas),skema kerja parktikum analisis logam,prosedur praktikum aas,praktikum klt nitrasi fenol,soal penetapan kadar logam,praktikum penentuan kadar tembaga dengan metode kurva kalibrasi,tinjauan pustaka penentuan kadar cu,praktikum analisis konduktometri air,skripsi tentang logam AAS,spektrofotometer serapan atom pdf,prinsip penentuan kadar Cu metode AAS,tembaga aas,skripsi kandungan Pb menggunakan metode AAS,Standar adisi pada AAS,perhitungan standar adisi pada AAS,www fuadshifu info penentuan-kadar-tembaga-dalam-sampel-air-limbah-dengan-menggunakan-spektrometer-serapan-atom-aas,praktikum penentuan konsentrasi besi secara spektrofotometer searapan atom,prinsip penetapan Cu dengan AAS metode adisi,perhitungan metode aas,teori dasar laporan analisa tembaga,perhitungan Pb pada sampel air,Uji Tembaga pada air secara spektrofotometri nyala,prinsip kerja penetapan aluminium dalam air secara spektrofotometri,prinsip kerja penentuan kadar ca,spektrometer serapan atom,prosedur penentuan kadar pb dengan spektrofotometer,rumus mencari ppm - spektrometri,teori dasar penentuan kadar besi dan kalsium,3 cara analisis air dengan AAS,analisa dengan spektrometri,analisa logam tembaga yang tercampur ca,analisa tembaga fe dalam spektrofotometri serapan atom,analisis kromium vi dalam air dengan spektrofotometri,analisis metode adisi,apa fungsi kurva serapan,artikel penentuan kadar besi dalam air,asetosal dengan kloroform,bagaimanakah hasil pembacaan pada spektrometer serapan atom,blanko pada metode adisi standar,cara kerja penetuan kadar alumunium pada air

dengan spektrofotometri serapan atom,cara menghitung banyaknya atom yang tereksitasi pada spektrofotometer emisi atom