25 Syahrir Pakki Variabilitas Penyakit Tungro
Transcript of 25 Syahrir Pakki Variabilitas Penyakit Tungro
Syahrir Pakki : Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di Wilayah Endemis
139
VARIABILITAS PENYAKIT TUNGRO PADA BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI INBRIDA DI WILAYAH ENDEMIS
Syahrir Pakki
Loka Penelitian Penyakit Tungro
ABSTRAK
Penelitian Variabilitas penyakit tungro dan beberapa varietas unggul padi inbrida di wilayah endemis. Penanaman dilakukan 2 kali dalam setahun, pada luas plot 3 x 4 m, jarak tanam 25 x 25 cm, menggunakan Rancangan Kelompok, sebanyak 3 ulangan. Perlakuan menggunakan 5-7 varietas padi unggul baru dan varietas peka. Pemupukan yaitu Urea 300 kg/ha, Kcl 100 kg/ha dan SP36, 100 kg/ha. 1/3 Urea dan seluruh KCl dan SP36 diberikan pada saat tanam, sisa Urea diberikan masing-masing 1/3 pada umur 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam. Parameter pengamatan adalah : (1) Intensitas penyakit tungro pada 30 dan 40 hari setelah tanam, (2) Populasi vektor wereng hijau (N. virencens), dan spesies lainnya dalam 20 dan 30 hari, dengan 20 kali ayunan ganda pada setiap waktu tanam, (3) Persentase uji infektivitas vektor spesies ( N. virencens) dan spesies lainnya (4) Rerata gabah isi per malai dari sepuluh sampel malai, (5) Hasil gabah kering panen dan kadar air dan (6) Suhu, hari hujan, curah hujan dan kelembaban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kata Kunci : Penyakit tungro, varietas unggul, wilayah endemis. Spesies dominan adalah vektor wereng hijau Nephotetix Virescens. Populasi wereng hijau N. virescens, mempunyai populasi lebih tinggipada varietas yang lebih peka dibanding pada varietas yang lebih tahan. Varietas Inpari 7 Lanrang , Inpri 9 Elo, Inpari 10 dan galur OBSTG 28, mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap tungro. Varietas tersebut dapat dianjurkan untuk penanggulangan penyakit tungro di wilayah endemis dan galur OBSTG 28 dapat dijadikan sebagai materi uji daya hasil lanjutan calon varietas tahan penyakit tungro. Semakin peka suatu varietas terhadap tungro, semakin besar kehilangan hasil. Pada pembanding peka T (N)-1, produksi 303,33 kg/ha, dibanding dengan varietas yang lebih tahan, Inpari 7 Lanrang, Inpari 9 Elo dan inpari 10, masih mencapai lebih besar 5 000,00 kg/ha Gabah Kering Panen.
PENDAHULUAN
Penyakit virus tungro merupakan penyakit penting pada tanaman padi potensi hasil padi optimal suatu varietas tidak akan tercapai apabila terserang virus tungro, bahkan tidak akan diperoleh hasil apabila infeksi virus tungro terjadi sejak tahap persemaian (Hasanuddin, 2002). Penyakit tungro telah menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi ketahanan pangan yang berkelanjutan (Widiarta et al., 2003).
Pada awalnya tungro hanya terjadi pada beberapa wilayah produksi padi di Indonesia, namun telah menyebar di 25 provinsi, dengan kerugian rata-rata sekitar 20 milyar per tahun, selama kurun waktu 20 tahun terakhir. Pada saat terjadi ledakan serangan (eksplosif), luas serangan di suatu daerah endemis dapat mencapai puluhan ribu hektar. Pada daerah endemi tertentu seperti Manokwari Papua, tahun 2008 dilaporkan oleh BPTP Irian Jaya bahwa tungro menginfeksi pertanaman padi sekitar 15.000 ha dan di Bantaeng (Sulawesi Selatan) sekitar 800 ha padi sawah. Tahun 2009 di Sulawesi Barat dilaporkan tungro menginfeksi sekitar 1000 ha padi sawah ( Fajar, Juli, 2009) Ledakan serangan tungro terjadi secara sporadis dalam dimensi ruang maupun waktu. Fakta tersebut diatas memberi indikasi usaha pengendalian terpadu khususnya di daerah endemis tungro sangat diperlukan
Salah satu upaya pengendalian adalah penggunaan varietas tahan terhadap penyakit tungro, beberapa varietas unggul padi Inbrida yang telah dilepas, awalnya tergolong tahan, namun setelah ditanam dalam
Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar
140
beberapa musim tanam, biasanya mengalami penurunan daya tahan. Rivera and Ou ( 1965; Darajat et al, 1999) melaporkan bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses adaptasi vektor penyebar penyakit tungro N. virescens maupun virusnya.
Pewilayahan varietas tahan telah dibuat berdasarkan intensitas serangan kurang dari 50% dan kriteria ketahanan tertinggi, serta dianjurkan bahwa Tukad Unda sesuai untuk daerah Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan (Widiarta et al., 2004) dan Sulawesi Tengah (Praptana dan Fausiah, 2005) serta Kalimas sesuai untuk Sulawesi Barat. Namun masalahnya adalah bahwa varietas tersebut kurang berkembang, diduga karena preferensi yang tidak disenangi oleh petani pada wilayah-wilayah tertentu. Keadaan tersebut mendorong upaya-upaya pencarian varietas tahan tungro dengan rasa nasi yang lebih disenangi oleh petani. Informasi kelestarian ketahanan suatu varietas terhadap tungro adalah sangat diperlukan. Keberhasilan untuk memperoleh varietas unggul yang memiliki ketahanan stabil terhadap tungro dapat mencegah terjadinya serangan tungro secara meluas, dan menekan kehilangan hasil dalam skala nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk memperolehkomposisi dominasi spesies vektor wereng hijau dan variabilitas ketahanan beberapa padi varietas unggul nasional terhadap penyakit tungro di wilayah endemis.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan 2 kali dalam setahun, di wilayah endemis penyakit tungro. Ditanam pada luas plot 3 x 4 m, jarak tanam 25 x 25 cm, jumlah populasi 192 rumpun tanaman per plot. Menggunakan Rancangan Kelompok, sebanyak 3 ulangan. Perlakuan menggunakan varietas padi unggul baru yaitu Inpari 1, 2, 3, 3, 7 Lanrang, 9 Elo, Inpari 10, IR 64 dan Galur OBST 28. Varietas pembanding peka yaitu T(N)1. Pemupukan yaitu Urea 300 kg/ha, KCL 100 kg/ha dan SP36, 100 kg/ha. 1/3 Urea dan seluruh KCl dan SP 36 diberikan pada saat tanam, sisa Urea, diberikan masing-masing 1/3 pada umur 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam. Data Iklim dikumpulkan antara lain, Hari hujan, Suhu dan kelembaban. Hari hujan diperoleh dengan mencatat jumlah hari hujan. Suhu dan kelembaban diperoleh dengan menggunakan Thermometer yang diletakkan di tengah penelitian, dan dicatat setiap hari selama pertanaman. Uji infektivitas vektor diperoleh dengan mengumpulkan 10 ekor vektor dari setiap perlakuan di lapangan, kemudian vektor tersebut diinokulasikan selama 48 jam, pada tanaman (IR 64) yang telah disediakan dalam tabung reaksi, setelah itu di tanam pada pot dan infektivitas vektor dihitung dengan jumlah (%) tanaman terinfeksi tungro setelah 15 hari.
Parameter pengamatan antara lain : (1) Intensitas penyakit tungro pada 30 dan 40 hari setelah tanam, (2) Populasi vektor wereng hijau (N. virencens), dan spesies lainnya dalam pada umur 20 dan 30 hari, dengan 20 kali ayunan ganda pada setiap waktu tanam, (3) Persentase infektivitas vektor spesies ( N. virencens) dan spesies lainnya (4) Rerata gabah isi per malai dari sepuluh sampel malai (5) Hasil gabah kering panen per ha dan kadar air saat panen (6) Suhu, hari hujan, dan kelembaban. Hasil penelitian meenunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya pergeseran dominasi spesies vektor penyebar penyakit tungro. Spesies dominan adalah Nephotetix Verescens. Terdapat 3 varietas yaitu Inpari 7 Lanrang , 9 Elo, 10 dan galur OBSTG 28, mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap[ tungro. Varietas tersebut dapat dianjurkan untuk penanggulangan penyakit tungro di wilayah endemis dan galur OBSTG 28 dapat dijadikan sebagai materi uji daya hasil lanjutan calon varietas tahan penyakit tungro. Penyakit tungro sangat nyata pengaruhnya terhadap produksi pada pembanding peka T (N)-1, dalam MT I dan MT II, tampak bahwa produksi berturut-turut sekitar 1740, dan 303,33 kg/ha, dibanding dengan varietas yang lebih tahan , masih mencapai lebih besar 5 000 kg/ha gabah kering panen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian variabilitas penyakit tungro dan beberapa varietas unggul padi inbrida di wilayah endemis yang dilaksanakan selama 2 musim tanam menunjukkan bahwa diwilayah sekitar pertanaman penelitian pada area persawahan petani ditemukan intensitas penyakit tungro yang tinggi. Ini berarti ketersediaan sumber inokulum penyakit tungro cukup ideal sebagai sumber infeksi tungro di lapangan. Pertanaman pada musim tanam (MT) I dan II, ( Tabel 1), menunjukkan bahwa pengamatan 20 hari setelah tanam, vektor dominan yang ditemukan adalah Nephotettix virescens dan tidak ada spesies vektor wereng hijau lainnya. Ini menggambarkan bahwa di lapangan belum terjadi adanya pergeseran dominasi spesies vektor wereng hijau N . virescens. Dilaporkan bahwa terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro yaitu Nephotettix
Syahrir Pakki : Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di Wilayah Endemis
141
virescens, N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus dan Recilia dorsalis (Rivera et al., 1968; Dahal et al., 1990). Wereng hijau menularkan virus tungro dengan efisiensi yang berbeda-beda ( Emma et al, 2011), Dilaporkan pula bahwa N. virescens merupakan vektor terpenting karena efisiensi penularannya paling tinggi (Sogawa, 1976; Siwi dan Suzuki, 1991). Wereng hijau dapat menyerang padi secara langsung dengan cara menghisap cairan tanaman dan secara tidak langsung sebagai vektor penyakit virus tungro. Keberadaan vektor yang mengandung virus (viruliferous) merupakan faktor yang paling menentukan terhadap tinggi rendahnya intensitas penyakit tungro (Ganapathy et al, 1999).
Tabel 1.Populasi vektor tungro dan spesies dominan pada dua musim tanam di Polewali Mandar,( Sulawesi Barat)
Perlakuan/varietas/Galur
Populasi N. virescens 20 Hari setelah tanam
Spesies vektor dominan(MT I
dan MT II) pd 20 hst
Populasi N. virescens, 30 Hari setelah tanam
Spesies vector dominan(MT I
dan MT II) pd 30 hst MT I MT II MT I MT II
Inpari 1 5,33b 17,33bc N. virescens 11,0c 29,33b N. virescens
Inpari 2 5,66b 18,00bc N. virescens 2,66d 20,33b N. virescens
Inpari 3 2,33c 19,66bc N. virescens 10,00c 19,66b N. virescens
Inpari 7 Lanrang 5,33b 6,33d N. virescens 1,66d 9,66c N. virescens
Inpari 9 Elo 1,33d 4,66d N. virescens 1,00d 5,33c N. virescens
Inpari 10 2,66c 18,00bc N. virescens 9,66c 18,33b N. virescens
OBSTG 28 1,33d 17,33bc N. virescens 1,33d 9,00c N. virescens
IR 64 4,33bc 40,33a N. virescens 17,66b 44,33a N. virescens
T(N)-1(Pemb.Peka) 9,33a 42,00a N. virescens 23,00a 39,00a N. virescens
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji BNT, taraf 5 %. Keterangan: MT= Musim Tanam
Pada Tabel 1, juga menunjukkan bahwa populasi vektor ditemukan pada semua perlakuan varietas, dalam MT I, populasi tertinggi ditemukan pada varietas pembanding peka, T(N)1 rata-rata sekitar 9,3 ekor per dua puluh kali ayunan ganda, demikian pula pada MT II, sekitar 42 ekor per dua puluh kali ayunan ganda. Ini memberi indikasi bahwa pada wilayah Polewali Mandar populasi vektor tergolong tinggi dan cekaman intensitas tungro adalah dalam batas ambang yang perlu diadakan pengendalian.
Keberadaan penyakit tungro yang tinggi disebabkan karena pada area sekitar pertanaman penelitian terdapat pola tanaman yang tidak serempak, sehingga tersedia makanan bagi vektor secara terus menerus. Keadaan lainnya didapati curah hujan yang cukup tinggi, sekitar 2-5 hari dengan suhu optimum 20
0c-30
0c
selama pertanaman dalam setiap minggu (Tabel 2). Ketersediaan inang, curah hujan dan suhu tersebut merupakan keadaan ideal untuk memberi peluang
berkembangnya vektor sehingga vektor N. virescens ditemukan pada semua varietas perlakuan. Pada tabel 1, data mengindikasikan bahwa respon genetik dari setiap varietas berpengaruh terhadap jumlah populasi vektor yang hinggap dan memperoleh makanan dalam setiap perlakuan. Dalam MT II, pengamatan 30 HST, jumlah vektor terendah yaitu pada varietas Inpari 9 Elo dan Inpari 7 Lanrang. Perbedaan jumlah keberadaan vektor dari setiap varietas perlakuan diduga disebabkan karena respon sifat genetik yang berbeda, sehingga vektor memilih hinggap pada varietas yang lebih disenangi. Belum ada laporan yang menunjukkan faktor-faktor yang
Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar
142
menjadi penyebab lebih tingginya populasi vektor pada varietas yang peka di banding yang tahan, namun kuat dugaan kandungan nutrisi maupun karakter fisiologi dari dari varietas yang peka, menyebabkan vektor memilih bertahan hinggap lebih lama dibanding pada varietas yang lebih tahan. Hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Pakki et al (2009) ; Pakki et al, (2010), bahwa vektor lebih menyukai dan bertahan hidup lebih lama pada varietas yang lebih peka dibanding varietas tahan terhadap tungro.
Terdapatnya hujan sepanjang musim tanam (Tabel 2) menyebabkan tersedianya makanan inang vektor, baik pada gulma yang tumbuh liar maupun ratun, serta pertanaman padi petani yang tidak serempak. Keberadaan puncak populasi yang telah dilaporkan adalah 7 sampai dengan 10 hari setelah terjadinya puncak curah hujan (Pakki, 2011). Implikasi lebih jauh untuk adanya keberadaan vektor dan penyakit tungro yang tergolong tinggi, adalah perlunya penanaman secara massal varietas-varietas tahan terhadap tungro. Penanaman serempak dan peningkatan keragaman varietas tahan dalam satu hamparan dapat menekan keberadaan tungro (Cabunagan, 1987: Widiarta, 2011). Kecenderungan perubahan iklim dan pola tanam yang tidak serempak berpengaruh terhadap dominasi dan pergeseran spesies vektor wereng hijau. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya peluang menyebarnya penyakit tungro. Kedepan identifikasi interaksi antara penyakit virus tungro dan pergeseran dominasi spesies adalah diperlukan untuk mengantisipasi peluang meledaknya penyakit tersebut pada wilayah-wilayah sentra produksi padi.
Tabel 2. Rerata hari hujan setiap minggu, selama sepuluh minggu setelahtanam di Polewali Mandar, Sulawesi
Barat
Umur Tanaman
Jumlah hari hujan
Rerata suhu mingguan
Kelembaban(%)
MT I
MT II
MT I
MT II
MT I
MT II
1 MST 3 2 290c 30
0c 82 81
2 MST 2 3 280c 29
0c 84 82
3 MST 3 4 290c 28
0c 78 81
4 MST 4 4 300c 29
0c 83 82
5 MST 6 2 290c 28
0c 82 79
6 MST 4 5 280c 28
0c 79 82
7 MST 5 4 290c 30
0c 81 79
8 MST 5 3 280c 28
0c 81 84
9 MST 4 4 270c 29
0c 80 81
10 MST 3 4 290c 29
0c 81 84
Keterangan: MT= Musim Tanam; MST = Minggu Setelah Tanam Keadaan populasi vektor, juga diikuti oleh intensitas serangan tungro. Dalam dua musim tanam
diperoleh bahwa perlakuan Inpari 7 lanrang, 9 Elo, 10 dan OBSTG 28 memperlihatkan reaksi ketahanan yang nyata lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Terinfeksi tungro berkisar 3-17 %, terendah didapati pada varietas Inpari 9, terinfeksi 3,3 %, pada waktu bersamaan di pembanding peka T(N)1) sudah mencapai 88,66 %, demikian pula varetas Inpari 1, 2, 3, dan IR 64, sudah mencapai > 40 % (Tabel 3). Data tersebut mengindikasikan bahwa 3 varietas (Inpari 7 Lanrang, 9 Elo dan 10) dan 1 galur yaitu OBSTG 28, mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dan dapat dianjurkan untuk penanggulangan penyakit tungro di wilayah endemis. Galur OBSTG 28 dapat dijadikan sebagai materi uji daya hasil lanjutan calon varietas tahan penyakit tungro.
Beredarnya varietas pada petani yang tidak mempunyai gen ketahanan, berpotensi menjadi penyebab meledaknya tungro. Keberhasilan untuk memperoleh varietas unggul yang memiliki ketahanan stabil terhadap tungro dapat mencegah terjadinya serangan tungro secara meluas. Penggunaan varietas tahan virus tungro
Syahrir Pakki : Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di Wilayah Endemis
143
adalah adalah komponen yang paling efektif dalam pengendalian tungro. Peningkatan proporsi penggunaan varietas tahan dalam suatu hamparan berpengaruh nyata terhadap pengurangan intensitas tungro.
Tabel 3. Intensitas serangan tungro pada dua musim tanam di Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Perlakuan/varietas Intensitas (%), 30 Hari setelah tanam
Intensitas (%), 40 Hari setelah tanam
MT I MT II MT I MT II
Inpari 1 1,77tn 30,66b 4,99c 46,66b
Inpari 2 0,88 18,76b 2,88c 46,26b
Inpari 3 2,33 17,00b 2,55d 41,83b
Inpari 7 lanrang 0,55 7,20d 1,10e 8,50c
Inpari 9 Elo 2,44 2,83d 0,55e 3,33d
Inpari 10 0,88 14,00c 2,88c 17,83c
OBSTG 28 0,33 14,83c 0,44e 17,00c
IR 64 2,22 53,30a 7,10b 70,16a
T(N)-1(Pemb.Peka) 2,11 61,00a 15,99a 88,66a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji BNT, taraf 5 %.
Keterangan: MT= Musim Tanam Pada tabel 4, hasil uji infektivitas koleksi vektor dari semua perlakuan, menunjukkan adanya infeksi,
dan semakin peka pertanaman perlakuan, semakin besar vektor yang infektif. Koleksi vektor dari perlakuan varietas Inpari 7 Lanrang, 9 Elo, menunjukkan kemampuan menginfeksi yang nyata lebih rendah dibanding varietas lainnya. Data tersebut menandakan bahwa adanya serangan tungro di lapangan menyebabkan semua vektor mempunyai peluang infektif dan besarnya jumlah vektor infektif dipengaruhi oleh inang tempat vektor memperoleh makanan, semakin peka inang tempat memperoleh makanan suatu populasi vektor, semakin besar peluang vektor menjadi infektiv.
Tabel 4. Uji infektivitas vektor N. virescens tungro pada dua musim tanam di Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Perlakuan/varietas Persentase tungro(%) 30 Hari setelah tanam (%)
MT I MT II
Inpari 1 20,00b 66,66b
Inpari 2 6,66c 56,66b
Inpari 3 8,33c 33,33c
Inpari 7 Lanrang 5,66c 10,00c
Inpari 9 Elo 3,33c 16,66c
Inpari 10 1,66c 50,00b
OBSTG 28 5,00c 46,66b
IR 64 76,66a 86,66a
T(N)-1(Pemb.Peka) 66,66a 93,33a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji BNT, taraf 5 %.
Keterangan: MT= Musim Tanam
Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semipersisten dan tidak terjadi multiplikasi virus di dalam tubuh vektor serta tidak terbawa pada keturunannya (Hibino and Cabunagan, 1986). Penularan virus
Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar
144
tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus dengan cara menghisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan menghisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten di dalam tubuh vektor. Vektor memerlukan waktu selama 15-30 menit untuk memperoleh virus (aquisition feeding) dan melakukan penularan (inoculation feeding) selama 10-30 menit. Masa inkubasi pada tanaman berkisar antara 1-3 minggu (Hibino and Cabauatan, 1986) dan retensi virus di dalam tubuh vektor dapat mencapai 4-5 hari (Hibino, 1987). Pada MT II, (Tabel 5), terlihat bahwa beratnya intensitas tungro dilapangan diikuti dengan gejala visual tanaman yang kerdil, anakan kurang dan sebagian besar (> 80 %), rumpun tanaman pada plot perlakuan yang peka sudah mati.
Tabel 5. Kisaran Jumlah anakan produktif pada dua musim tanam di Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Perlakuan Anakan Produktif MT I*) Anakan Produktif MT II*)
Inpari 1 15-17 10-12
Inpari 2 14-16 10-14
Inpari 3 16-18 9-13
Inpari 7 lanrang 17-19 17-19
Inpari 9 Elo 17-21 18-20
Inpari 10 16-20 16-18
OBSTG 28 18-21 16-20
IR 64 15,33 8-12
T(N)-1(Pemb.Peka) 8-12 4-7
*) Data tidak dianalisa statistic. Keterangan: MT= Musim Tanam
Tabel 6. Jumlah Gabah isi dan produksi pada dua musim tanam diPolewali Mandar, Sulawesi Barat
Perlakuan/varietas Rerata Gabah isi per malai Produksi kg/ha (GKP)
MT I MT II MT I MT II
Inpari 1 135,33b 70,66c 4874,33b 1733,33c
Inpari 2 128,66b 86,33c 5406,67a 1166,67c
Inpari 3 147,00a 81,33c 4073,33b 1373,33c
Inpari 7 Lanrang 156,66a 119,00b 5543,33a 4593,33a
Inpari 9 Elo 161,00a 151,33a 5686,67a 5536,00a
Inpari 10 130,00b 93,00c 5786,67a 3630,33b
OBSTG 28 130,33b 119,66b 4733,33b 5136,67a
IR 64 109,00b 91,33c 3750,00c 693,33c
T(N)-1(Pemb.Peka) 76,66c 63,33c 1740,00c 303,33c
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji BNT, taraf 5 %.
Keterangan: MT= Musim Tanam
Hal tersebut sangat berbeda dengan penampilan varietas perlakuan yang lebih tahan, rerata jumlah
anakan mendekati normal sekitar 17 per rumpun atau sama dengan rerata jumlah anakan varietas padi unggul nasional sekitar 16-20 per rumpun ( Suprihatno et al, 2010). Secara fisiologis, tanaman padi yang terinfeksi virus tungro mengalami penurunan klorofil dan hormon, penurunan laju fotosintesis dan peningkatan laju respirasi yang diikuti oleh meningkatnya enzim oksidase, sedangkan secara morfologi tanaman menjadi kerdil, daun berwarna oranye, jumlah anakan berkurang dan kehampaan malai tinggi (Ling, 1975). Infeksi virus tungro juga menyebabkan penurunan jumlah malai per rumpun, pemendekan malai, jumlah gabah per malai dan penurunan
Syahrir Pakki : Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di Wilayah Endemis
145
kandungan pati (Chuwdhury dan Mukhopadhyay, 1975). Kompleksitas gejala tungro dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas, umur tanaman saat terjadi infeksi dan jenis virus yang menginfeksi (Hibino et al., 1978).
Penyakit tungro sangat nyata pengaruhnya terhadap produksi pada pembanding peka T(N)1, dalam MT I dan MT II. Pada Tabel 6 tampak bahwa produksi berturut-turut sekitar 1740, dan 303,33 kg GKP/ha, dibanding dengan varietas lainnya yang tidak terinfeksi penyakit tungro, masih mencapai lebih besar 5000 kg/ha GKP. Data tersebut juga tampak pada variabel gabah isi per malai, yang memperlihatkan bahwa semakin peka suatu varietas semakin besar kehilangan gabah isi per malai yang diakibatkan oleh penyakit tungro. Virus merefleksi diri dalam jaringan tanaman, memanfaatkan nutrisi kebutuhan pertumbuhan tanaman untuk bertahan hidup dalam inangnya, mengganggu proses pothosintesa sehingga tanaman menjadi kerdil dan menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi.
KESIMPULAN
Spesies dominan adalah vektor wereng hijau Nephotetix Virescens. Populasi wereng hijau N. virescens, mempunyai populasi lebih tinggi pada varietas yang lebih peka dibanding pada varietas yang lebih tahan. Varietas Inpari 7 Lanrang , Inpri 9 Elo, Inpari 10 dan galur OBSTG 28, mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap tungro. Varietas tersebut dapat dianjurkan untuk penanggulangan penyakit tungro di wilayah endemis dan galur OBSTG 28 dapat dijadikan sebagai materi uji daya hasil lanjutan calon varietas tahan penyakit tungro.
Semakin peka suatu varietas terhadap tungro, semakin besar kehilangan hasil. Pada pembanding peka T(N)1, produksi 303,33 kg/ha, dibanding dengan varietas yang lebih tahan, Inpari 7 Lanrang, Inpari 9 Elo dan Inpari 10, masih mencapai lebih besar 5 000,00 kg/ha Gabah Kering Panen.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada staf teknis (sdr, Samuel dan Hasanuddin SP), Anto ( Ketua Kontaktani Wonomulyo), dan Penyuluh Pertanian Lapangan desa Wonomulyo yang telah membantu pelaksanan penelitian, sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fajar, 2009. Penyakit Virus menyerang ratusan Ha sawah petani di Bantaeng.Surat kabar harian, Yayasan Fajar. Makassar
Chuwdhury, A.K. and A.N. Mukhopadhyay. 1975. Effect of virus on yield components. International Rice Commision. News Letter, 42(2):74-75.
Dahal, G., H. Hibino and R.C. Saxena. 1990. Association of leafhopper feeding behavior with transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology. 80:659-665.
Darajat, AA., I.N. Widiarta and Andi Hasanuddin. 1999. Breeding for rice tungro virus recistance in Indonesia. Rice Tungro Disease Management.
Emma K, N. Rosida dan Hasanuddin, 2011. Uji retensi wereng hijau dalam penularan virus tungro pada tanaman padi. Prosiding seminar nacional penyakit tungro. Inovasi Teknologi Pengendalian Penyakit Tungro dan Hama Utama Padi Menuju Swasembada Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Makassar, 10 November 2011.
Ganapathy, T., N. Subramanian and M. Surendran. 1999. GLH control for management of rice tungro disease. Rice Tungro Disease Management. IRRI, Los Banos, Philippines.
Hasanuddin, A. 2002. Pengendalian Penyakit Tungro Terpadu : Strategi dan Implementasi. Orasi pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.
Hibino, H., Roechan, M and Sudarisman, S. 1978. Association of two types of virus particles with penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia. Phytopathology, 68:1412-6.
Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar
146
Hibino, H. and P.Q. Cabauatan. 1986. Dependent transmission of Rice Tungro Bacilliform Virus on Rice Tungro Spherical Virus by vector leafhopper. In. Hidaka, Z. And N. Zako (Eds). Proc. Int. Symp. On Transmission of Plant and Animal Viruses by Vectors. Fukuoka, 1986.
Ling, K.C. 1975. Experimental epidemiology of rice tungro disease: Effect of virus source on disease incidence. Philipp. Phytopathol. 11:46-57.
Pakki, S. 2011. Pengelolaan penyakit tungro pada tanaman padi. Prosiding seminar nacional penyakit tungro. Inovasi Teknologi Pengendalian Penyakit Tungro dan Hama Utama Padi Menuju Swasembada Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Makassar 10 November 2011.
Pakki, S., A. Bastian dan I N. Widiarta. 2009. Perbaikan Ketahanan padi terhadap virus tungro paling virulen(varian 073), potensi hasil > 7 t/ha, rasa nasi enak(kualitas Ciherang dan pemetaan kesesuaian varietas tahan di daerah endemis tungro. Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama Loka Penelitian Penyakit Tungro, dan Ristek. Loka Tungro, Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian
Pakki, S., A. Bastian dan I N. Widiarta. 2010. Perbaikan Ketahanan padi terhadap virus tungro paling virulen(varian 073), potensi hasil > 7 t/ha, rasa nasi enak(kualitas Ciherang dan pemetaan kesesuaian varietas tahan di daerah endemis tungro. Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama Loka Penelitian Penyakit Tungro, dan Ristek. Loka Tungro, Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian
Praptana, R.H., F.T. Ladja, dan A. Muliadi. 2005. Kesesuaian tetua padi tahan virus tungro. Makalah disampaikan pada Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama Angkatan XVII. Sukmajaya, Depok, 1-21 Desember 2005.
Rivera, C. T. and S.H. Ou. 1965. Leathopper transmission of “tungro” disease of rice. Plant. Dis. Rep. 49: 127-131.
Rivera, C.T., S.H. Ou and D.M. Tantera. 1968. Tungro disease of rice in Indonesia. Plant Disease, 52:122-124.
Suprihatno B, Darajat Aan, Satoto, Suwarno, Lubis E, Baehaki, Sudir, Putu dan Made W. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. SukamandiDeskripsi Varietas padi 2011.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. Sukamandi.
Siwi, S.S. and Y. Zusuki. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice tungro virus disease in Southeast Asia, particularly in Indonesia and its management. Indonesian Agricultural Research and Development. Journal. 13(1 dan 2):8-15.
Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropical Asia. Rev. Plant Protec. (9):25-46.
Widiarta, I.N., Yulianto dan A. Hasanuddin. 2003. Pengendalian terpadu penyakit tungro dengan strategi eliminasi peranan virus bulat. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Puslitbangtan. Balitpa. Hal:513-527.
Widiarta, I.N., Burhanuddin, A.A. Daradjat dan A. Hasanuddin. 2004. Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September 2004.
Widiarta. I.N. 2011. Pengelolaan penyakit tungro terpadu berbasis dinamika populasi vector dan epidemi virus.