24.doc

download 24.doc

If you can't read please download the document

Transcript of 24.doc

1

PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DI LEMBAGA TERAPI ANAK ALTISMA KUDUS

SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Erianawati : 1124000048 : S1 Kurikulum Teknologi Pendidikan

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

2

PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari Tanggal : :

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Hardjono NIP. 130781006

Drs. Suripto, M.si NIP. 131413233

Mengetahui : Ketua Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan

Drs. Haryanto NIP. 131404301

3

PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal Panitia Ujian Ketua Sekretaris : Rabu : 29 Juni 2005

Drs. Siswanto, MM NIP. 130515769 Pembimbing I

Dra. Nurussaadah, Msi NIP. 131469642 Anggota Penguji Penguji I

Drs. Hardjono NIP.130781006 Pembimbing II

Drs. Kustiono, M.Pd NIP. 131998682 Penguji II

Drs. Suripto, M.si NIP. 131413233

Drs. Hardjono NIP.130781006 Penguji III

Drs. Suripto, M.si NIP. 131413233

4

PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,

Erianawati NIM. 1124000048

5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan. (Q.S. Alam Nasyrah : 6) Carilah ilmu walaupun (keberadaan ilmu) di negeri Cina, sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi orang-orang Islam. (HR. Baihaqi) Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila pekerjaan dilakukan secara itqon (professional) (HR. Baihaqi) mengerjakan suatu

PERSEMBAHAN _ Ayahanda dan Ibunda kami tercinta _ Kakanda dan Adinda kami tercinta _ Teman-teman kami _ TP Angkatan 2000 dan Almamater

6

ABSTRAK

Erianawati. 2005. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus. Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Hardjono, Pembimbing II Drs. Suripto, M. Si. Kata Kunci: Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran. Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus berhak untuk memperoleh pendidikan, salah satunya adalah anak hiperaktif. Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anakanak yang menderita ketidakmampuan untuk stop, look, listen and think (Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang jelas. Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini, salah satunya adalah dengan terapi. Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit, namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang. Di dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus tidak lepas dari penggunaan media, terutama media visual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners). Terkait dengan pembelajaran anak hiperaktif penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus.

7

Adapun tujuan penelitian ini untuk: 1) mengetahui bagaimana merancang pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 2) mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 3) mengetahui bagaimana evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). Penelitian ini dilakukan di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus dengan sasaran penelitian anak hiperaktif, yang termasuk kategori hiperaktif disini adalah Speech Delayed dan Hiperaktif (SD & H), Autis dan Hiperaktif (A & H) dan Normal Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi (NH & KK). Speech Delayed dan Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan terlambat bicara dan kelainan perilaku, Autis dan Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (hanya tertarik pada dunianya sendiri) dan kelainan perilaku, sedangkan Normal Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi yaitu anak yang mengalami gangguan perilaku tetapi ringan (hiperaktif ringan) dan kurang kokonsentrasi. Dan dengan informan peneliti 6 (enam) orang yang terdiri dari Kepala Terapi, Guru Pembimbing/Terapis dan Orang Tua Siswa. Pemilihan informan penelitian dilakukan dengan cara sampel bertujuan (purposive sample), yaitu cara pengambilan informan penelitian yang bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan informasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Metode pengumpulan data adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi, peneliti memperoleh gambaran bahwa perencanaan pembelajaran (kurikulum) anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus adalah menggunakan kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia. Sedangkan dalam membelajarkan anak hiperaktif digunakan sistem pembelajaran lovaas one on one (pembelajaran satu guru satu murid). Dan metode yang digunakan dalam pengajaran anak hiperaktif adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang sesuatu, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang sesuatu tersebut. Untuk itulah dalam membelajarkan anak hiperaktif tidak lepas dari penggunaan media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-gambar itu anak lebih mudah belajar memahami. Pembelajaran dengan menggunakan media visual mencakup Identifikasi benda, mencocokkan (matching), identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf, identifikasi angka dan identifikasi kata kerja. Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu anak dalam generalisasi dan supaya anak menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran dan lain-lain. Disamping itu untuk meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan psikomotorik pada anak. Cara membelajarkannya dengan mengambil satu gambar dan meletakkan di atas meja di depan anak, dan beri perintah/instruksi sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam memberikan perintah/instruksi ini harus disampaikan dengan singkat, jelas dan konsisten dan dengan suara netral

8

(cukup keras, tegas dan bukan membentak) agar anak mudah memahami. Apabila dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau mengalami kesusahan, maka berikan prompt (bantuan/arahan) pada anak dan setiap kali anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar maka berikan reinforce (hadiah/pujian/tepukan). Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Dan apabila anak sudah mulai menguasai materi pelajaran/merespon dengan benar, maka mengajar tanpa prompt dan memberikan reinforce respons yang benar saja. Apabila anak sulit untuk diajarkan maka cukup diberi iming-iming, seperti hadiah untuk menarik minat mereka belajar. Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif adalah evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung dan evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah.. Berdasarkan evaluasi proses dari hasil pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) pada 6 anak hiperaktif dapat disimpulkan bahwa pelajaran yang masih sering mengalami kendala/hambatan adalah identifikasi benda, identifikasi bentuk dan identifikasi kata kerja dimana kasusnya sama yaitu kurangnya ketelitian anak dalam membaca gambar dan gangguan dalam pemahaman bahasa, tetapi dengan adanya media visual (gambar) dan prompt (bantuan/arahan) dari terapis dapat membantu mengurangi/menghilangkan gangguan pemahaman bahasa pada anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media visual (gambar) memudahkan anak dalam memahami konsep dan membantu dalam generalisasi. Disamping itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan psikomotorik pada anak. Hal ini terbukti dengan 75 % anak hiperaktif berhasil menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru pembimbing/terapis melalui media visual (gambar) ini. Saran dari penulis kepada pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu kepala terapi, guru pembimbing/terapis, orang tua siswa, psikolog anak, psikiater anak, dokter anak, dan Departemen Pendidikan Nasional hendaknya aktif dalam meningkatkan kinerjanya serta mendukung program terapi ini sehingga dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

9

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus telah terselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang. Menyadari keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari peranan berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1. Drs. A T. Soegito, SH, MM. Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Siswanto, MM. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 3. Drs. Haryanto, Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. 4. Drs. Hardjono. Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Drs. Suripto, Msi. Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

10

6. Ibu Nur Halimah, Kepala Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang telah memberikan ijin penelitian dan informasi yang berguna bagi penulis. 7. Para Guru Pembimbing Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang telah meluangkan waktu guna memberi arahan dalam wawancara yang diperlukan dalam penelitian ini. 8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan pengalaman, ilmunya kepada penulis. 9. Bapak dan Ibu-ku, terima kasih ku ucapkan atas doa dan kasih sayang serta pengertian dan perhatiannya selama ini. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga semua bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembacanya.

Semarang,

Penulis

11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii HALAMAN PERNYATAN ................................................................. iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................v ABSTRAK ............................................................................................. vi KATA PENGANTAR ........................................................................... ix DAFTAR ISI ...........................................................................................xi DAFTAR TABEL ............................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................XVIII BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. Latar Belakang Permasalahan............................................1 Permasalahan ....................................................................6 Penegasan Istilah ...............................................................6 Identifikasi Permasalahan .................................................7 Pembatasan Permasalahan ................................................9 Rumusan Permasalahan ....................................................9 Tujuan Penelitian ..............................................................9

12

H. I.

Manfaat Penelitian ..........................................................10 Sistematika Skripsi ..........................................................10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Pembelajaran ........................................................12 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ...........................12 2. Ciri-ciri Pembelajaran ...................................................15 3. Tujuan Pembelajaran ....................................................15 4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran ..................16 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar......16 6. Asumsi Proses Pembelajaran ........................................17 B. Media Pembelajaran ...........................................................18 1. Pengertian Media Pembelajaran ....................................18 2. Manfaat Media Pembelajaran .......................................19 3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran .......................24 4. Peranan Media Pembelajaran ........................................25 5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran .....................26 C. Anak Hiperaktif ..................................................................27 1. Pengertian Hiperaktif ....................................................27 2. Ciri-ciri Hiperaktif ........................................................29 3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya ............31 4. Cara Menangani Anak Hiperaktif .................................39

13

D. Media Visual ......................................................................44 1. Pengertian Media Visual ...............................................44 2. Fungsi Media Visual .....................................................45 3. Penggunaan Media Visual ............................................45 4. Pengembangan Media Visual ........................................48 5. Bentuk Media Visual (Gambar) ....................................50 Penggunaan Media Visual dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif 80

E. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif .................................................................80 1. Pengembangan Kurikulum ............................................80 2. Pelaksanaan Pembelajaran ............................................81 3. Evaluasi .........................................................................87

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian...................................89 B. Latar dan Sasaran Penelitian ..............................................91 C. Teknik Pengumpulan Data .................................................92 D. Teknik Analisis Data ..........................................................96 E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.................................99

14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101 1. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101 2. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN DI

MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR)

TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ...................107 B. ANALISIS DATA .................................................................123 1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ..............124

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN

MENGGUNAKAN

MEDIA

VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................125 3. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN

MENGGUNAKAN

MEDIA

VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................134 C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .....................................147 1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ..............147

15

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIFDENGAN

MENGGUNAKAN

MEDIA

VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................148 3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus ....................................158

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN .........................................................................162 B. Saran ................................................................................163

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164 LAMPIRAN-LAMPIRANBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101 3. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101

16

4. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ...................107 E. ANALISIS DATA .................................................................123 4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................124 5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................125 6. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................134 F. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .....................................147 4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................147

17

5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL

(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ........................................................................148

6. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus ....................................158

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN ........................................................................162 B. Saran ................................................................................163

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164 LAMPIRAN-LAMPIRAN

18

DAFTAR TABEL Tabel Hal

4.1. Data Terapis Tahun 2004/2005 .....................................................103 4.2. Data Siswa Terapi Anak Al Tisma Kudus Tahun 2001-2004 ......104 4.3. Data Siswa Hiperaktif ...................................................................105

19

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas tak terarah

Hal

anak hiperaktif dan anak normal ...................................................29

20

DAFTAR BAGAN

Bagan

Hal

3.1. Bagan analisis data kualitatif ..........................................................98

21

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Hal

1. Permohonan Ijin Penelitian ..............................................................167 2. Surat Keterangan Penelitian .............................................................168 3. Pedoman Wawancara .......................................................................169 4. Hasil Wawancara .............................................................................175 5. Hasil Dokumentasi ...........................................................................207 6. Pedoman Kurikulum ........................................................................213 7. Denah Tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus .................................214 8. Lembar Penilaian .............................................................................215

22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan adalah usaha sadar untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik yang terarah menuju tercapainya pendidikan nasional. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran. Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus/berkelainan berhak untuk memperoleh pendidikan. Salah satu upaya Pemerintah dalam memantapkan pembangunan di bidang pendidikan adalah disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat (1) berbunyi: Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa, selanjutnya pasal 47 ayat (1) berbunyi: Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Selanjutnya ayat (2) berbunyi: Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan. Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang tersebut sudah diterbitkan pula Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991, tentang Pendidikan Luar Biasa pasal 3 ayat (1) Jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental, dan/atau kelainan perilaku.

23

Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yang merupakan penyempurnaan terhadap PP PLB, pada salah satu pasalnya berbunyi bahwa anak yang memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayanan pendidikan khusus, antara lain adalah hiperaktif. Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anakanak yang menderita ketidakmampuan untuk stop, look, listen and think (Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang jelas. Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan jelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitas bersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utama

hiperaktifitas: Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpa maksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawab pertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran.

24

James M. Perrin dkk. menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagian dari ADHD) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yang terjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilaku dengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak pada anak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang paling menonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar) dan impulsifitas. Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai dengan berbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis di sekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau dengan lingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri (minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa. National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatri anak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatan tertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dan tidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas. Jika tidak tertangani dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalam bersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam perkembangannya seorang anak dengan kelainan ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yang tidak terkendali. Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungan dengan ADHD:

25

1. Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6 bulan. 2. Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan. 3. Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan anak normal. 4. ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguan kecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilaku anti sosial. 5. Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolah dasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa. Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini, salah satunya adalah dengan terapi. Selama ini pelayanan pendidikan untuk anak hiperaktif atau anak yang ber kebutuhan khusus lainnya di Indonesia lebih cenderung dimasukkan kependidikan anak terbelakang mental/tunagrahita, padahal anak hiperaktif memerlukan pendidikan spesifik, demikian juga dengan kebutuhan guru-gurunya. Akibatnya anak hiperaktif yang IQ nya normal atau di atas normalpun tidak mendapat pendidikan yang maksimal atau sesuai dengan kebutuhan, lebih-lebih terhadap anak hiperaktif yang disertai IQ di bawah rata-rata.

26

Menurut penelitian di Virginia University, Amerika Serikat, kemampuan menerima pengetahuan (Cognitive Ability) anak hiperaktif 20% masih menunjukkan kemampuan berpikir yang normal atau di atas normal, sedangkan 80% menunjukkan IQ di bawah rata-rata (ringan, sedang, dan berat). Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit, namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu

penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang. Dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat-tempat terapi di Jawa Tengah termasuk di Kudus, tidak lepas dari penggunaan media, terutama media visual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners). Pendidikan melalui media visual adalah metode/cara untuk memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau dibacanya. Dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran anak hiperaktif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul: Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus.

27

B. Permasalahan Dari uraian diatas, timbul permasalahan Bagaimana cara menggunakan media visual (gambar) dalam pembelajaran anak hiperaktif ? mengingat betapa pentingnya media tersebut demi perkembangan mereka. Melalui media visual, diharapkan proses pembelajaran akan mendorong tumbuhnya perhatian dan pencapaian hasil belajar yang lebih baik bagi siswa.

C. Penegasan Istilah Berkaitan dengan judul di atas ditegaskan pengertian masing-masing istilah, yaitu sebagai berikut: 1. Penggunaan Secara harfiah, penggunaan dapat diartikan proses, cara, memanfaatan sesuatu untuk tujuan tertentu. (KBBI, 1999:569) 2. Media Visual Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan lebih baik, lebih sempurna (Depdikbud, 1989:569). Media visual adalah semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata. Media ini dapat berupa: media bentuk papan, media gambar dan media proyeksi (Daryanto, 1993:27). Tapi dalam hal ini hanya dikhususkan pada media gambar.

28

3. Pembelajaran Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pembelajaran ada pengakuan terhadap kemampuan siswa untuk belajar dan kemampuan ini akan terwujud apabila dibantu dan dibimbing oleh guru (Tim MKDK, 1996:10). 4. Hiperaktif Hiperaktif merupakan gangguan pemusatan perhatian yang disertai gejala hiperaktivitas motorik, atau yang dikenal sebagai ADD (Attention Deficit Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) (Keluarga. Org. Kids Health, 1999:8). 5. Terapi Anak Al Tisma Kudus Adalah salah satu bentuk pelayanan pendidikan nonformal dalam rangka penyembuhan gangguan perilaku dan pemusatan perhatian yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus di Kudus, salah satunya adalah anak hiperaktif. Mengacu pada pengertian istilah di atas maka pengertian judul di atas adalah pemanfaatan media visual (gambar) untuk pembelajaran anak hiperaktif.

D. Identifikasi Permasalahan Untuk mengajarkan anak hiperaktif dalam rangka mencapai tujuan instruksional diperlukan sistem lingkungan belajar. Komponen lingkungan belajar menurut Sudjana (1997:1) mencakup (a) tujuan pengajaran, (b) bahan pengajaran,

29

(c) metodologi pengajaran, (d) penilaian pengajaran. Komponen-komponen ini saling berinteraksi secara bervariasi dalam proses belajar. Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Di dalam pembelajaran, khususnya anak hiperaktif masih dalam tahap konkret-operasional yaitu pola berpikir anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat dan diraba. Untuk dapat mencapai tujuan instruksional peranan guru dalam menggunakan metode serta media jelas akan menolong siswa dalam belajar memahami suatu materi pelajaran tersebut. Berdasarkan uraian di atas, berbagai permasalahan yang memperkuat alasan penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:1.

Pentingnya peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa) dalam upaya pengembangan potensi anak terutama anak hiperaktif demi masa depan mereka nantinya.

2.

Pentingnya penggunaan media visual dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran anak hiperaktif mengingat betapa bandelnya dan sulitnya anak hiperaktif untuk diatur sehingga diharapkan dengan penggunaan media visual ini dapat menarik minat mereka untuk belajar.

3. Masih banyaknya bentuk media visual yang digunakan dalam pembelajaran yang harus diketahui oleh seorang guru terutama dalam membimbing anak hiperaktif, sehingga dapat memotivasi anak untuk belajar.

30

E. Pembatasan Permasalahan Dalam penelitian ini untuk menghindari terjadinya pembiasan, maka peneliti memberi batasan masalah antara lain: 1. Merancang materi pembelajaran, pelaksanakan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang hanya dibatasi dengan menggunakan media visual (gambar) saja. 2. Penelitian dilakukan pada anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus, sebagai populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa hiperaktif yang berjumlah6 orang siswa.

F. Rumusan Permasalahan Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah: Bagaimanakah merancang pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). Bagaimanakah evaluasi pembelajaran anak hiperaktif media visual (gambar). dengan menggunakan

G. Tujuan Penelitian Berdasarkan atas permasalahan yang diajukan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

31

1. Untuk mengetahui bagaimana merancang pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 3. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar).

H. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis: menambah wawasan tentang kependidikan dalam penggunaan media visual (gambar) sebagai media pembelajaran. 2. Manfaat Praktis: diharapkan para Pendidik/Guru (terutama pembimbing anak hiperaktif) dapat mengembangkan media pembelajaran melalui media visual: merancang media, memilih model penggunaan media visual yang cocok bagi kebutuhan siswa. 3. Manfaat bagi Peneliti: menambah pengetahuan tentang pembelajaran khususnya dalam penggunaan media visual bagi anak hiperaktif. 4. Manfaat bagi orang tua: memberikan wawasan yang lebih luas tentang anak hiperaktif dan cara mengatasinya.

I. Sistematika Skripsi Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bagian Awal Skripsi, berisi:

32

Halaman Judul, Halaman Persetujuan Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Pernyataan, Halaman Motto dan Persembahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran. Bagian Isi Skripsi, berisi: BAB I. Pendahuluan Dalam bab ini dijelaskan tentang Latar Belakang Permasalahan, Permasalahan, Pembatasan Penegasan Permasalahan, Istilah, Identifikasi Permasalahan, Tujuan

Rumusan

Permasalahan,

Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Skripsi. BAB II. Kajian Pustaka Pokok-pokok yang tercakup dalam kajian pustaka ini adalah uraian tentang Hakekat Pembelajaran, Media Pembelajaran, Anak

Hiperaktif, Media Visual dan Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif. BAB III. Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan tentang Pendekatan dan Prosedur Penelitian, Latar dan Sasaran Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menerangkan Hasil Penelitian dan Pembahasan. BAB V. Simpulan dan Saran Bagian Akhir Sripsi, berisi: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.

169

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Batasan tentang teori belajar yang dikemukakan para ahli tergantung sudut pandang yang dipakai masing-masing dalam memberi arti belajar karena itu banyak dijumpai pengertian-pengertian tentang belajar. Menurut Badawi (1985:59) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru individu secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku itu terjadi secara sadar, bersifat kontinyu, bersifat positif serta bertujuan dan berarah. Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002:11), bahwa: Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Menurut Sujana (2000:28) pengertian belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang belajar.

170

Selain itu dalam bukunya Sardiman (2000:20). Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: a. Cronbach memberikan difinisi: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. b. Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. c. Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice. Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Dengan adanya pengertian-pengertian belajar di atas belajar dapat diartikan sebagai tindakan atau usaha individu yang merupakan suatu proses dalam berinteraksi dengan lingkungan agar memperoleh pengetahuan dalam rangka mendapatkan perubahan tingkah laku baik yang berupa kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan-perubahan tersebut bersifat kontinyu, positif, berarah dan bertujuan serta terdapat dua aspek yang sama yaitu adanya perubahan tingkah laku dan pengalaman yang mempengaruhi beberapa faktor, baik yang disadari maupun yang timbul sendiri akibat praktek, pengalaman, latihan dan bukan secara kebetulan.

171

Belajar diharapkan terjadi perubahan-perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya pada pengetahuan saja akan tetapi dalam kecepatan, penguasaan diri, sikap, kebiasaan, dan ketrampilan yang didapat dari hasil proses belajar yang diberikan. Istilah pembelajaran merupakan pengganti istilah mengajar. Menurut para pakar pendidikan, praktek mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya lebih banyak berpusat pada guru. Artinya bila guru mengajar ia lebih mempersiapkan dirinya supaya berhasil dalam menyampaikan materi pelajaran. Ia harus menguasai materi, menguasai metode mengajar, mampu melakukan evaluasi belajar dll, tanpa memperhatikan bahwa siswa-siswanya dapat belajar atau tidak. Oleh karena itu istilah mengajar yang dianggap berkonotasi teacher centered diganti dengan istilah pembelajaran. Dengan ini guru diharapkan selalu ingat bahwa tugasnya adalah membelajarkan siswa atau dengan kata lain membuat siswa dapat belajar untuk mencapai hasil yang optimal. Menurut Rohani (1997:24) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Sesuai dengan pengertian pembelajaran, yaitu usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator, yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat mewujudkan kemampuan belajarnya. (Tim MKDK, 1996:10).

172

2. Ciri-ciri Pembelajaran Ciri-ciri pembelajaran (Tim MKDK, 2000:25) dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis. b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasisiswa dalam belajar. c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa. d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik. e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik maupun psikologis. 3. Tujuan Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Tujuan pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku itu meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. aman dan

173

4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran kongruen dengan unsur-unsur dalam belajar. Artinya unsur-unsur yang diperlukan dalam belajar yang keadaannya dapat berubah-ubah, juga terdapat pada diri guru (motivasi dan kesiapan membelajarkan siswa), dan pada upaya guru menyiapkan bahan pembelajaran, alat bantu pembelajaran, suasana pembelajaran, dan kondisi atau kesiapan siswa mengikuti pembelajaran baik fisik maupun psikologis. Unsurunsur ini kadang-kadang baik, dan pada suatu ketika dapat menurun atau hilang. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal. Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor internal terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis. 1) Faktor biologis (jasmaniah) Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan, yaitu kondisi fisik yang normal dan kondisi kesehatan fisik. 2) Faktor psikologis (rohaniah) Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan kondisi mental seseorang, yaitu kondisi mental yang mantap dan stabil dimana kondisi ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses

174

belajar. Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor psikologis ini meliputi intelegensi/tingkat kecerdasan, kemauan/minat, bakat, daya ingat dan daya konsentrasi. b. Faktor eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor waktu. 6. Asumsi Proses Pembelajaran Dalam proses pembelajaran, diasumsikan terjadi situasi atau kegiatan tertentu yang menyebabkan guru dan siswa menjadi aktif dan kreatif. Adapun asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Bahwa proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. b. Bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. c. Bahwa proses pembelajaran lebih efektif apabila menggunakan metoda dan teknik yang tepat. d. Bahwa pembelajaran harus melihat pentingnya produk dan proses secara seimbang. e. Bahwa inti proses pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa secara optimal.

175

B. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran Media disebut juga alat-alat audio visual, artinya alat yang dapat dilihat dan didengar yang dipakai dalam proses pembelajaran dengan maksud untuk membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Dengan penggunaan alatalat ini guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih mantap dan hidup serta interaksinya bersifat banyak arah. Media mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Apapun yang disampaikan oleh guru sebaiknya menggunakan media, paling tidak yang digunakannnya adalah media verbal yang berupa kata-kata yang diucapkan dihadapan siswa. Menurut Daryanto (1993:1) bahwa media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat disampaikan dengan lebih baik dan lebih sempurna. Media dalam kawasan teknologi pendidikan merupakan sumber belajar yang berupa gabungan dari bahan dan peralatan. Bahan di sini merupakan barangbarang yang biasanya disebut perangkat lunak atau software yang di dalamnya terkandung pesan-pesan untuk disampaikan dengan mempergunakan peralatan (Sadiman, 2002:19). Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6).

176

AECT (Association of Education and Communication Technology) memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. Briggs (1970) dalam Sadiman (2002:6) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan NEA (National Education Association) menyatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Dari beberapa batasan pengertian media tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. 2. Manfaat Media Pembelajaran Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses belajar mengajar dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.

177

Menurut Kemp & Dayton (1985:3-4) dampak positif dari penggunaan media pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. b. Pengajaran bisa lebih menarik. c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik dan penguatan. d. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat e. Kualitas hasil pelajaran dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar sebagai media pengajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas. f. Pengajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan terutama jika media pengajaran dirancang untuk penggunaan secara individu. g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar.

178

Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasi: a. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas. b. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa. c. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan pelajaran dan minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa. d. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa. e. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa. f. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar. g. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari. h. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan. i. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan

pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat. j. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.

179

Sudjana & Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) merinci manfaat media pembelajaran sebagai berikut: a. Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. b. Memperbesar perhatian siswa. c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. d. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa.

180

e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup. f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa. g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar. Dari beberapa batasan manfaat media pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses hasil belajar. b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu;_

Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model;

_

Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar;

_

Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide disamping secara verbal.

181

_

Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara kongkret melalui film, gambar, slide, atau komputer;

_

Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.

_

Peristiwa alam seperti meletusnya gunung berapi atu proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupukupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang. 3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, dan pemilihan media mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: (Daryanto, 1993:3) a. Tujuan Media yang dipilih hendaknya menunjang pencapaian tujuan pengajaran. b. Ketepatgunaan Hendaknya dipilih ketepatan dan kegunaannya untuk menyampaikan pesan yang hendak dikomunikasikan atau diinformasikan.

182

c. Tingkat kemampuan siswa Media yang dipilih hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, pendekatan terhadap pokok masalah, besar kecilnya kelompok atau jangkauan penggunaan media tersebut. d. Biaya Biaya yang dikeluarkan hendaknya seimbang dengan hasil yang diharapkan dan tergantung kemampuan dana yang tersedia. e. Ketersediaan Apakah media yang diperlukan tersedia atau tidak, apakah ada pengganti yang relevan, direncanakan untuk perorangan atau kelompok. f. Mutu teknis Kualitas media harus dipertimbangkan, jika media sudah rusak atau kurang jelas/terganggu sehingga mengganggu proses transfer informasi (tidak menarik, detail kurang bisa dipahami). 4. Peranan Media Pembelajaran Peranan media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai: a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok.

183

Sungguhpun demikian media sebagai alat dan sumber pembelajaran tidak bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pengajaran yang diperlukan oleh siswa. 5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran Untuk menunjang terjadinya keaktifan siswa dalam belajar, persoalan media dan sumber sangat penting. Siswa tidak mungkin aktif menemukan sendiri suatu kesimpulan, tanpa adanya bantuan media dan sumber belajar (guru dan buku-buku pelajaran). Dengan adanya media dan bimbingan dari orang-orang yang ada disekitarnya (guru dan oranng tua siswa) dapat mempermudah siswa dalam memahami suatu pelajaran, yang nantinya akan bermanfaat bagi mereka terutama anak-anak yang mempunyai kelainan khusus seperti anak hiperaktif. Disamping itu dapat membuat mereka terlatih memecahkan permasalahanpermasalahan yang riil, yang mungkin mereka hadapi kelak. Empat prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Media yang digunakan hendaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai b. Hendaknya menguasai /mengenal dengan baik media yang akan digunakan c. Alat bantu yang digunakan hendaknya dipilih secara obyektif, tidak didasarkan atas selera atau kesenangan pribadi gurunya d. Tidak ada alat bantu yang paling baik untuk semua tujuan, karena tergantung situasi-kondisi dan ada keuntungan-kerugian dari masing-masing media.

184

Pada waktu berlangsungnya pengajaran hendaknya penggunaan media digunakan guru pada situasi sebagai berikut: a. Kurangnya perhatian siswa akibat kebosanan mendengarkan uraian guru. b. Bahan pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa. c. Terbatasnya sumber pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku sumber, atau tidak semua bahan pengajaran ada dalam buku sumber. d. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama.

C. Anak Hiperaktif 1. Pengertian Hiperaktif Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menurut National Medical Series (1996) adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Sedangkan Tailor (1989) mengatakan bahwa kata 'hiperaktif' merupakan suatu terminologi yang mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi: perasaan gelisah, gangguan perhatian, perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap. Hal ini sering kali dikeluhkan oleh orang tua dan guru, dan menjadi alasan sehingga si anak dirujuk untuk mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus.

185

Lissauer & Clayden (2001) menyatakan bahwa pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tindakan anti sosial sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah. Wenar (1994) menyebutkan bahwa anak dengan kelainan hiperaktif dalam aktifitas sehari-hari (24 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal bahkan saat tidur sekalipun, gejala hiperaktif yang muncul sangat dipengaruhi (tergantung) oleh situasi dan kondisi yang berlaku yang dihadapi. Pada anak ini menunjukkan perilaku yang berlebihan dalam menjalankan tugas/pekerjaannya, tidak bisa duduk dengan tenang, sering menggerak-gerakkan tangan dan kaki di saat duduk meski tanpa tujuan tertentu. Tetapi dikatakan bahwa perilaku ini

berangsur berkurang dengan bertambahnya umur, seperti yang terlihat pada gambar diagram berikut:

186

Ju lah aktivitas tak terarah m

Anak yang hiperaktif

Anak normal 3 5 7 911

13

Usia anak (tahun)

Gambar 2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas tak terarah anak hiperaktif dan anak normal.Anak-anak yang hiperaktif jumlah aktivitas tak terarah -nya lebih banyak daripada jumlah aktivitas tak terarah anak-anak yang normal, akan tetapi tingkat aktivitas semua anak semakin terkendali dengan meningkatnya usia.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang anak yang menderita hiperaktif adalah mereka yang mempunyai gangguan perilaku yang berlebihan, tidak bisa konsentrasi pada satu hal dan kadang bersikap impulsif - melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu. 2. Ciri-ciri Hiperaktif Ada 3 gejala utama atau primary symtoms pada penderita ADHD (Barkley, 1990 menyebut hal ini sebagai the holy trinity of ADHD): a. Inattention/ tidak adanya perhatian Yaitu kesulitan untuk memusatkan perhatian pada hal yang sedang dilakukannya. Seperti: sering tidak berhasil menyelesaikan tugas, anak tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicaranya, tidak dapat

187

konsentrasi, perhatian mudah dialihkan oleh stimulus dari luar, mempunyai kesulitan untuk mempertahankan perhatian pada kegiatan bermain. b. Impulsivity/impulsivitas Yaitu ketidakmampuan individu untuk mengontrol perilakunya, dengan kata lain penderita sering menuruti dorongan hatinya. Seperti: sering bertindak sebelum berpikir, sering melakukan hal lain sebelum satu hal selesai, kesulitan dalam mengorganisir pekerjaan (tetapi tidak berhubungan dengan kelemahan kognitif), sering berteriak di kelas dan mudah menginterupsi pembicaraan orang lain (misal menjawab pertanyaan sebelum selesai diajukan), gagal untuk menunggu giliran dalam situasi bermain atau kelompok, perlu banyak pengawasan. c. Hyperactivity/ hiperaktivitas Gejala ketiga ini meliputi semua kecenderungan penderita untuk melakukan suatu aktivitas secara berlebihan, baik aktivitas secara motoris maupun verbal. Seperti: tidak bisa duduk tenang, tidak bisa tetap duduk, selalu bergerak (melompat berlebihan), gelisah (juga dalam tidur), selalu bergerak seperti digerakkan oleh mesin atau selalu on the go, sering menggumamkan katakata yang tidak jelas maksudnya. Gejala-gejala tersebut akan semakin memburuk pada situasi-situasi yang menuntut adanya perhatian. Sering, anak tersebut oleh orang lain akan dianggap sebagai anak yang menyusahkan atau nakal. Di lain pihak, tanda-tanda gangguan bisa sedikit atau tidak sama sekali, jika anak cukup banyak menerima penguatan atau kontrol yang ketat, atau ketika anak di dalam situasi face to face.

188

3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya Beberapa masalah yang dihadapi anak hiperaktif (Setiawani, 2000:138), antara lain: a. Masalah intelek Anak hiperaktif jelas mengalami gangguan dalam otak. Ia sulit menentukan mana yang penting dan mana yang harus diprioritaskan terlebih dulu selain sulit menyelesaikann pelajaran, sering tidak dapat berkonsentrasi dan pelupa. Adakalanya mereka sulit mengerti pembicaraan orang secara umum, apalagi terhadap petunjuk yang mengandung langkah-lanngkah atau tahapantahapan. Ia sulit menggabungkan satu hal dengan hal lainnya, kurang kendali diri, tidak dapat berencana atau menduga apa akibat yang dilakukannya, susah bergaul, kemampuan belajar lemah. Daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit untuk menghadapi pelajaran matematika. Karena mengalami luka di otak mereka sering tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan, khususnya ketika masuk ke suasana kelas yang dinamis, emosinya menjadi mudah terangsang. Perilaku yang sulit diduga itu kadang membuat orang tua, guru atau teman-temannya merasa khawatir. Kadangkala mereka sadar harus mematuhi peraturan, tetapi tidak mampu mengendalikan diri. Ia juga mengalami kesulitan dalam mengutarakan pikiran dan perasaan melaluikata-kata, sering kacau dalam menanggapi citra yang diterima, misalnya: m dengan w, d dianggap b atau p dianggap q, dan sebagainya sehingga mengalami kesulitan dalam membaca.

189

b. Masalah biologis Mereka suka sekali berlari-lari dan sulit untuk menyuruh mereka diam, sepertinya sedang begitu sibuk melakukan sesuatu sehingga tidak dapat beristirahat, meraba dan menyentuh benda-benda untuk merasakan lingkungan di sekitarnya., suka berteriak dan ribut, semangatnya kuat. Anak hiperaktif juga peka terhadap bahan kimia, obat, bulu, debu dan bahan kosmetik. Mereka juga sensitif terhadap makanan tertentu, seperti: coklat, jagung, telor ayam, susu, kedelai, daging, babi, gula dan gandum. Mereka sulit tidur dengan nyenyak dan mudah terbangun, dan kebiasaan tidur mereka bermacam-macam: ada yang bermimpi sambil berjalan, mengigau atau mengompol. Mereka tidak dapat berolahraga dengan banyak gerak dan banyak tenaga, seperti berolah raga atau lompat tali. Sebaliknya gerakan tenang pun bermasalah, misalnya bila disuruh menulis, mewarnai atau menggambar, mereka tidak dapat menggunakan alat tulis dengan baik. c. Masalah emosi Anak hiperaktif umumnya bersifat egois, kurang sabar, dan emosional, bila berbaris selalu berebutan, tidak sabar menunggu, bermain kasar, suka merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono sehingga besar kemungkinan bisa mengalami kecelakaan. Pernyataan emosinya sangat ekstrim dan kurang kendali diri. Juga emosi sering berubah-ubah sehingga tidak mudah diduga, kadang begitu senang dan ceria, tetapi sebentar kemudian marah dan sedih. Seorang ahli berpendapat bahwa yang sangat dibutuhkan mereka adalah melatih mereka untuk dapat mengendalikan diri.

190

d. Masalah moral Karena mengalami berbagai masalah seperti di atas, maka mereka pun tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani. Ia bisa mencuri uang orang tua atau permen di toko, tidak mengembalikan barang yang dipinjam, masuk ke kamar orang lain, mencela pembicaraan orang, mencuri dengar pembicaraan telepon orang lain sehingga kesan orang banyak adalah anak ini bermasalah dan bermoral rendah. Ada beberapa cara dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi anak hiperaktif (Setiawani, 2000:139), antara lain: a. Penggunaan obat Hiperaktivitas merupakan akibat keterlambatan perkembangan atau penyimpangan, anak tidak memiliki daya kontrol secukupnya untuk mencegah perilakunya atau membuat dia dapat duduk tenang atau berkonsentrasi lama. Penggiat sistem saraf pusat, seperti Ritalin, Dekedrine, atau Cylert, kerap kali digunakan untuk mengatasi hiperaktivitas. Pengobatan tertentu berdampak berlawanan dari harapan. Misalnya, obat-obat di atas adalah obat penggiat. Apabila orang yang normal menggunakannya, obat itu akan memacu dan menyebabkan kita hiperaktif. Namun, obat ini nampaknya memperlambat anak yang hiperaktif. Sebaliknya, kalau obat penenang diberikan kepada anak yang hiperaktif atau obat yang akan memperlambat atau menidurkan kita, biasanya obat itu justru menambah tingkat aktivitasnya dan tidak dapat tidur semalam suntuk. Obat-obat yang dipakai pada anak yang di diagnosis sebagai hiperkinetik adalah obat penggiat (stimulan) sistem saraf pusat, yang mengaktifkan bagian-

191

bagian badan tertentu. Maka, obat itu menggiatkannya yang memberi kendali pada anak. Pada umumnya, anak lebih mudah diurus dan menampakkan sedikit masalah dalam kaitannya dengan sekolah. Obat secara tidak langsung menguntungkan anak karena memberi kontrol lebih banyak. Ia tidak dibuat tenang atau dibius. Dengan kata lain, kontrolnya setara dengan motornya. Obat membantu mengendalikan gejala-gejala hiperaktif yang

mengganggu. Obat itu tidak hanya membantu anak duduk tenang dan mengurangi kegaduhan, tetapi juga memperbaiki rentang perhatian dan mengurangi kebingungannya. Anak-anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan besar di ruang kelas. hiperaktivitas kognitif (misalnya rentang perhatian sempit, tidak dapat konsentrasi, mudah bingung) merupakan kendala terbesar dalam nilai sekolahnya. Hal itu kerap kali terjadi pada anak hiperaktif di kelas. Penampilannya buruk, sebab ia mudah terganggu atau tidak dapat memperhatikan guru cukup lama dan oleh karena itu, ia tidak pernah menerima informasi. Akibatnya kalau ia ditanya atau harus melakukan sesuatu, ia tidak berhasil. Pengobatan tidak

membuat anak lebih pandai atau dapat belajar lebih cepat melainkan menghilangkan gejala hiperaktivitas yang mengganggu. Akibat pengobatan hiperaktivitas: 1) Obat itu akan membuat dia tenang. Ia kurang aktif dan lebih mampu berkonsentrasi dalam waktu yang lebih lama. Ia dapat mengontrol dirinya lebih baik, sebagian besar gejala hiperaktifnya berkurang dan umumnya akan

192

menampakkan perbaikan positif. Kalau ini terjadi, berarti ia memang hiperaktif dan dosisnya sesuai. 2) Tidak terjadi apa-apa. Anak tidak menampakkan perubahan apa pun. Kalau terjadi, anak itu mungkin hiperaktif, tetapi tidak menerima cukup obat. 3) Mungkin anak nampak mengantuk atau kecapaian, dan mungkin jatuh tertidur waktu melihat TV. Kalau ini terjadi, barangkali ia hiperaktif tetapi meminum obat terlalu banyak. 4) Anak mungkin menjadi lebih aktif. Kalau ini terjadi, anak itu tidak hiperaktif dan pengobatan harus dihentikan. Hendaknya orang tua jangan menambah atau mengurangi dosis obat anak tanpa konsultasi dengan dokter. Maka jika terjadi reaksi 2,3 dan 4, hubungilah dokter. Biasanya kita dapat melihat satu diantara akibat-akibat di atas dalam 1 sampai 7 hari sesudah anak mulai minum obat. Banyak dokter mulai dengan dosis obat terendah. Lalu diperiksa dampaknya dan jika tak ada akibat positif, dosis obat itu ditambah. Selama mengobati anak, sangat penting untuk tetap berhubungan dengan dokter. Karena banyak obat diberikan untuk mengatasi kesulitan sekolah dan terutama diberikan selama jam-jam sekolah (yakni sebelum makan pagi dan makan siang), maka perlu mendapatkan laporan dari gurunya. b. Pengaturan makanan Selama 50 tahun yang lalu beberapa laporan mengkaitkan hiperaktivitas dengan alergi makanan. Akhir-akhir ini, banyak dilakukan studi tentang diet atau gizi makanan atas perilaku hiperaktivitas. Kedua pakar teori dalam bidang ini adalah Ben Feingold dan Lendon Smith.

193

Diet Feingold Menurut Diet Feingold, ada dua kelompok makanan yang harus dihindari anak hiperaktif. Makanan kelompok I mengandung salsilat dan meliputi buahbuahan dan sayur-sayuran. Daftar buah-buahan dan sayur-sayuran yang harus disingkirkan dari diet anak-anak dalam semua bentuknya-segar, dibekukan, dikalengkan, dikeringkan, sari buah ataupun sebagai bahan makanan-seperti : apel, aberikos, nektarin, jeruk manis, persik, murbei hitam, murbei, ceri, mentimun, tomat, kismis, anggur. Kelompok II terdiri dari segala jenis makanan yang mengandung warna atau aroma sintetis (buatan). Diat ini tidak berkaitan dengan pengawet makanan, kecuali butilat hidroksitoluena yang memperlihatkan reaksi bertentangan bagi beberapa anak. Tetapi semua makanan yang mengandung warna atau aroma buatan harus dijauhkan dari diet anak. Kalau anak memperlihatkan reaksi yang menggembirakan atas Diet Feingold sesudah 4 sampai 6 minggu, makanan dalam Kelompok I dapat berangsur-angsur dimakan. Makanan baru dalam Kelompok II harus diperhatikan, yakni harus dicoba selama 3 atau 4 hari, jika tidak ada reaksi yang tidak menyenangkan, dapat ditambahkan jenis makanan lain. Buah-buahan dan sayursayuran yang tidak menimbulkan reaksi kurang baik pada anak dapat dimasukkan dalam diet. Jika anak tidak memperlihatkan aktivitas yang meningkat atau kesulitan perhatian, makanan tersebut dapat dimasukkan dalam dietnya. Tetapi kalau timbul reaksi yang kurang baik, makanan itu harus dihentikan.

194

Dr. Feingold memberi beberapa petunjuk bagi orang tua yang anaknya menjalankan diet. Beberapa di antaranya seperti berikut: 1) Semua makanan harian yang dimakan anak harus dicatat. 2) Diet itu harus ditaati dengan ketat, 100% 3) Tidak ada batasan terhadap banyak makanan yang manis buatan sendiri. 4) Semua etiket makanan harus dibaca dengan cermat. Kalau meragukan, lebih baik jangan disantap. 5) Kalau nampak ada perbaikan, perlu diamati rata-rata selama 1 sampai 3 minggu. 6) Dalam beberapa hal, obat yang digunakan untuk mengontrol perilaku hiperaktif dapat dihentikan setelah anak menjalani diet selama 2 atau 3 minggu. Namun, dokter anak harus selalu dihubungi sebelum penngobatan diganti atau dikurangi. Pendekatan Gizi Dr. Smith Dr. Lendon Smith berpendapat bahwa setiap orang harus mengikuti pola makanan umum sebagai bagian program sepanjang hidup. Pola makanan ini disebut diet pencegahan. Disamping diet umum ini, ia memberikan saran khusus untuk mengendalikan gejala-gejala hiperaktivitas. Diet Pencegahan itu terdiri atas 3 bagian: 1) Bahan-bahan anti gizi hendaknya dihindari. Hal ini umumnya mencakup makanan yang telah dikemas, diproses, ditambahai, dibakukan, diemulsikan, diberi warna atau diawetkan. Pada umumnya produksi dagang sedapat mungkin harus dihindari. Gula dan makanan asal-asalan tidak

195

diperkenankan. Beberapa makanan yang harus dihilangkan yakni: gula putih dan gula coklat, jagung, gula tebu, sirup, air tebu, madu, es krim yang diperdagangkan, gandum yang dibungkus, tepung putih, susu pasterisasi. 2) Makanan alami harus disantap 4 atau 6 kali sehari, dalam jumlah kecil. Di antaranya sebagai berikut: sayuran segar (mentah), telur, keju putih, kacangkacangan, ikan, daging ayam, sayur mayur (seperti kacang panjang, buncis, dan miju-miju), buah-buahan mentah. 3) Mulailah setiap hari dengan vitamin dan mineral (diandaikan anak kekurangan bahan-bahan tersebut). c. Hindarkan pemanjaan. Anak jangan dimanjakan kalau tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena masalah biologis. Orang tua harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan dan menuntut anak agar menaatinya. Tunjukkan dengan mantap dan wibawa bahwa orang tua ingin ditaati oleh anak-anaknya. Sikap bertahan ini bukan berarti kejam, keras, diktator atau berhati baja, tetapi sebaliknya untuk membina dan mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan. d. Menciptakan lingkungan yang tenang Usahakan untuk menciptakan suasana yang tenang di tempat anak itu biasa bergerak, misalnya: di kamar atau di ruang bermain. Bila lingkungan tempat tinggalnya sangat bising, sebaiknya pindah rumah agar anak itu dapat bertumbuh dalam situasi yang baik.

196

e. Memilih acara teve dengan hati-hati Acara teve yang menampilkan adegan kekerasan, lagu yang ribut dan sinar yang bergerak menyilaukan, dapat merangsang anak dan mengakibatkan mereka emosional. Cegahlah anak untuk meniru adegan-adegan yang tidak baik. Oleh sebab itu, pilihlah acara teve yang beradegan lembut dan baik. f. Gunakan tenaga ekstra dengan tepat Anak ini kurang dapat mengendalikan diri dan apabila sikap agresifnya dapat disalurkan dalam aktivitas yang tepat, maka itu akan mengurangi keonaran. g. Membimbing dalam kebenaran Meski anak hiperaktif sering tidak mampu menguasai diri dan perilakunya, orang tua atau guru tidak seharusnya bersikap acuh dan menyerah. Setiap perilaku yang tidak dapat diterima harus dicegah, kemudian tentukan suatu standar yang sesuai dengan kebenaran. Perlu ada kesabaran untuk mengajarkan hal ini, walaupun harus dilakukan berulang-ulang. Bila orang tua tidak putus asa, anak akan mempunyai harapan untuk disembuhkan. 4. Cara Menangani Anak Hiperaktif Anak hiperaktif perlu diterapi agar tidak menghambat perkembangan kecerdasan dan sosialnya. Terapi perilaku, terapi konsentrasi, terapi wicara, obatobatan bahkan keluarganya pun perlu mendapat terapi untuk meneruskan terapi di rumah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak-anak hiperaktif (Clerq, 1994:158). Memang dibutuhkan kesabaran, energi dan biaya yang tidak sedikit, namun biasanya kalau terapi dilakukan secara intensif maka perkembangannya akan maju secara bertahap.

197

a. Terapi Anak Perawatan yang paling banyak dipakai untuk menangani anak-anak hiperaktif sampai sekarang adalah medikasi psikostimulan. Bagaimanapun juga beberapa kerugian akan tetap timbul dengan pendekatan medis ini. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan ini, ada banyak kepentingan klinis yang terkait dengan intervensi terapi alternatif yang berusaha untuk memberikan taktik dan ketrampilan kepada anak-anak ADHD yang memungkinkan mereka untuk mengatasi permasalahan dengan lebih efektif. Pendekatan kognitif-behavioral nampaknya memberikan jawaban yang efektif, dengan self-instruction training (training instruksi kepada diri sendiri) dan social problem-solving strategies (strategi pemecahan masalah sosial). Selain itu juga perlu disadari bahwa terapi yang efektif adalah terapi yang melibatkan semua pihak, orang tua, guru, dokter dan psikologi. Medikasi Psikostimulan Kemanjuran klinis jangka-pendek dari obat-obat ini telah dicatat dengan baik. Dengan pengobatan, sebagian besar anak-anak dan remaja ADHD (60-90%, Whalen & Henker, 1980) menunjukkan perbaikan yang penting dalam hal gejalagejala utama gangguan. Menurut Abikoff (1987) pengobatan nampaknya hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap kemampuan kognitif seperti penalaran, pemecahan masalah, dan belajar. Selanjutnya, walaupun pengobatan

menghilangkan perilaku yang mengganggu dalam kelas, hal ini tidak berarti meningkatkan ketrampilan sosial interpersonal. Hanya ada sedikit bukti bahwa pengobatan stimulan selam jangka-panjang bisa mengubah hasil akhir anak-anak

198

ini: riset menunjukkan bahwa ketrampilan belajar dan sosial yang rendah serta prestasi akademis yang buruk, tetap ada pada masa remaja dan awal masa dewasa. Self-Instruction Training-Latihan Instruksi Diri. Self-instruction training, dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman (1971), mengintegrasikan teknik-teknik kognitif (menyederhanakan proses pemecahan masalah) dan prinsip-prinsip mempelajari tingkah laku (modeling dan behavioral rehearsal). Berdasarkan pendekatan ini pada teori Vygotsky dan Luria (1962) yang menekankan pentingnya pengaruh bahasa dan pikiran pada tingkah laku. Luria mengemukakan tiga tahap: 1) Tahap pertama: tingkah laku anak dokontrol oleh bahasa orang lain, terutama orang tua. 2) Tahap kedua: anak mengatur perilakunya dengan bicara keras-keras pada dirinya sendiri (self-instructing aloud). 3) Tahap ketiga: pada usia sekitar 5-6 tahun, anak memperoleh kontrol diri dengan menggunakan instruksi diri secara sembunyi-sembunyi dan diam-diam (covert self-instructions). Selama terapi, dialog internal ini (instruksi diri atau self-instruction) digunakan sebagai titik awal untuk mencapai perubahan perilaku. Tujuannya adalah untuk memotivasi anak untuk menjembatani secara verbal, pemikiran dan tindakannya sendiri. Teknik instruksi diri dan self-monitoring digunakan untuk mengurangi respon impulsif, karena anak diminta untuk berhenti secara periodik dan mengevaluasi penampilannya.

199

Lima tahap belajar melalui proses modeling bisa dibedakan dalam situasi belajar ini: 1) Model orang dewasa melakukan suatu tugas dengan instruksi verbal yang keras (cognitive modeling) 2) Anak melakukan tugas yang sama dengan instruksi yang keras dari model orang dewasa (overt extern guidance) 3) Anak melakukan tugas dengan instruksi sendiri yang keras (external selfinstruction) 4) Anak melakukan tugas dengan membisikkan instruksi-diri (whispering external self-instruction) 5) Anak melakukan tugas dengan instruksi-diri intern (covert self-instructions) Instruksi-diri atau self-instruction mendukung dan mengatur tingkah laku anak. Melalui 5 tahap modeling ini, anak belajar untuk menunda perilaku: stoplook-do (berhenti-lihat-lakukan). Verbalisasi sedikit demi sedikit akan hilang dengan adanya latihan dan pengulangan (behavioral rehearsal) sampai semuanya diinternalisasi : berpikir dan bertindak akan menjadi proses yang otomatis. Social Problem-Solving Skills Training-Latihan Ketrampilan Pemecahan Masalah Sosial. Terapi ini menekankan pada perkembangan strategi kognitif untuk meningkatkan kontrol diri dan respon sosial dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk mengembangkan srategi kognitif ini diperlukan modeling secara verbal, latihan dan penguatan sosial (social reinforcement), yang dilakukan dalam

kelompok kecil (3 sampai 8 orang) atau secara individual. Tujuan dari terapi ini

200

adalah untuk mengembangkan kompetensi dan interaksi interpersonal yang memadai. Terapis memberikan suatu problem dan menunjukkan beberapa perilaku yang efektif untuk menghadapi masalah tersebut. Setelah itu terapis menanyakan pada anggota kelompok satu demi satu, bagaimana respon mereka terhadap permasalahan tersebut. b. Terapi Orang Tua Terapi ini menekankan pada parents monitoring (memonitor/supervisi oleh orang tua) dan parents management skills. Orang tua dilatih untuk berinteraksi dengan anaknya yang menderita ADHD dengan menggunakan penguat yang positif, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anaknya. Misalnya: memuji perilaku anak yang sesuai, memberi peraturan yang jelas pada anak, selalu mengawasi atau mengontrol perilaku anaknya. Disamping itu terapis juga sebaiknya memberikan penjelasan tentang latar belakang dan perkembangan aspek-aspek ADHD pada guru. Hal ini dengan tujuan agar guru tidak bersikap menolak anak didiknya yang menderita ADHD. Bantuan yang dapat diberikan untuk mereka yang hiperaktif Org. Kids Health, 1999:8) yakni: a. Dengan mengadakan kontak agar pada waktu tertentu menguasai emosinya, tidak boleh dikerasi karena akan bertambah melawan. b. Dengan diajak bicara dengan pendekatan individual sebelum memberikan pertanyaan/tugas. (Keluarga.

201

c. Anak yang kesulitan berkonsentrasi untuk memulai tugas dilakukan dengan menatap mata anak, memberikan instruksi secara individual, menyuruh mengulangi perintah dan tugasnya. Sementara bagi anak yang tidak dapat menyelesaikan tugas sehingga kehilangan konsentrasi maka berikan tugas menjadi porsi-porsi kecil.

D. Media Visual 1. Pengertian Media Visual Media Visual (Daryanto, 1993:27), artinya semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata. Media visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi. Dengan demikian media visual dapat diartikan sebagai alat pembelajaran yang hanya bisa dilihat untuk memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan akan isi materi pelajaran. Pendidikan melalui media visual adalah metoda/cara untuk memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau dibacanya.

202

2. Fungsi Media Visual Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi efektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau teks materi pelajaran. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. 3. Penggunaan Media Visual Selama proses belajar mengajar kita cenderung menggunakan pancaindera penglihatan, kita memakai mata kita untuk memperoleh informasi, isyarat, tanda atau hal yang menarik perhatian kita, kenyataan ini mempunyai arti yang

203

penting untuk keperluan belajar dan mengajar. Kemampuan penglihatan harus dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses belajar mengajar. Penampilan visual tidak boleh mengganggu, gambar dan tulisan yang diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk itu harus jelas dan terang. Visual tidak boleh meragukan, artinya obyek-obyek yang masih asing atau belum dikenal hendaklah ditampilkan sedini mungkin. Untuk mendapatkan gambaran tentang ukuran dan bentuknya, harus terlihat perbandingannya dengan obyek lain yang sudah dikenal. Media visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau supaya informasi yang dimaksudkan dapat tertangkap jelas oleh siswa. Media visual haruslah sesuai dengan kenyataan dan dapat diterima, kalau mungkin gerakan gambar, grafis atau slide yang asli untuk membuat master copy (duplikat asli yang pertama kali), gunakan yang asli (master) untuk membuat setiap turunan/kopi/duplikat untuk menjaga kualitas gambar. Prinsip umum untuk penggunaan efektif media visual, yaitu : a. Usahakan visual itu sesederhana mungkin dengan menggunakan gambar garis, karton, bagan, dan diagram. Gambar realistis harus digunakan secara hati-hati karena gambar yang amat rinci seringkali mengganggu perhatian siswa untuk mengamati apa yang seharusnya diperhatikan. b. Visual digunakan untuk menekankan informasi sasaran (yang terdapat teks) sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.. c. Gunakan grafik untuk menggambar ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan informasi.

204

d. Ulangi sajian visual dan libatkan siswa untuk meningkatkan daya ingat. e. Gunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep f. Hindari visual yang tak berimbang. g. Tekankan kejelasan dan ketepatan dalam semua visual. h. Visual yang diproyeksikan harus dapat terbaca dan mudah dibaca. i. Visual, khususnya diagram, amat membantu untuk mempelajari materi yang agak kompleks j. Visual yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan khusus akan efektif apabila jumlah obyek dalam visual yang akan ditafsirkan dengan benar dijaga agar terbatas, dan semua obyek dan aksi yang dimaksudkan dilukiskan secara realistik sehingga tidak terjadi penafsiran ganda. k. Unsur-unsur pesan dalam visual itu harus ditonjolkan dan dengan mudah dibedakan dari unsur-unsur latar belakang untuk mempermudah pengolahan informasi. l. Caption (keterangan gambar) harus disiapkan terutama untuk menambah informasi yang sulit dilukiskan secara visual, seperti lumpur, kemiskinan, memberi nama orang, tempat atau obyek, menghubungkan kejadian atau aksi dalam lukisan dengan visual sebelum atau sesudahnya, dan menyatakan apa yang orang dalam gambar itu sedang kerjakan, pikirkan atau katakan. m. Warna harus digunakan secara realistik. n. Warna dan pemberian bayangan digunakan untuk mengarahkan perhatian dan membedakan komponen-komponen.

205

Pengembangan Media Visual Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi, sketsa/gambar garis, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar yang hampir menyamai kenyataan dari sesuatu obyek atau sesuatu. Sementara itu, grafik merupakan representasi simbolis dan artistik sesuatu obyek atau situasi. Bahan-bahan grafis, gambar dan lain-lain yang ada disekitar kita, seperti majalah, iklan-iklan, papan informasi, mempunyai banyak gagasan untuk merancang bahan visual yang menyangkut penataan elemen-elemen visual yang akan ditampilkan. Tataan dapat dimengerti, dibaca, dan dapat menarik perhatian sehingga ia mampu menyampaikan pesan yang diinginkan oleh penggunaannya. Dalam proses penataan itu harus diperhatikan prinsip-prinsip desain, antara lain prinsip kesederhanaan, keterpaduan, penekanan, dan keseimbangan. Bentuk, garis, ruang, tekstur, dan warna juga perlu dipertimbangkan Kesederhanaan Kesederhanaan mengacu kepada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang panjang atau rumit harus dibagi-bagi ke dalam beberapa bahan visual. Keterpaduan Keterpaduan mengacu kepada hubungan yang terdapat di antara elemenelemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-

206

elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga visual itu merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat dikenal yang dapat membantu pemahaman pesan dan informasi yang dikandungnya. Penekanan Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting. Keseimbangan Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya simetris tetapi memberikan kesan dinamis dan dapat menarik perhatian disebut keseimbangan formal. Keseimbangan seperti ini menampakkan dua bayangan visual yang sama dan sebangun. Bentuk Bentuk yang aneh dan asing bagi siswa dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan. Garis Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.

207

Tekstur Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan