240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

26
RESUME DASAR-DASAR ILMU TANAH KLASIFIKASI TANAH, SURVEI PEMETAAN TANAH, KAPABILITI LAHAN, DAN SUITIBILITI LAHAN Disusun Oleh: Nama : Encep Farokhi 240110130069 Heri 240110130080 Kelas : TMIP B 1 Dosen : Ir. H. Bambang Aris Sistanto, Dip-IE.,M.P.

description

tugas akhir

Transcript of 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

Page 1: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

RESUME DASAR-DASAR ILMU TANAH

KLASIFIKASI TANAH, SURVEI PEMETAAN TANAH, KAPABILITI

LAHAN, DAN SUITIBILITI LAHAN

Disusun Oleh:

Nama : Encep Farokhi 240110130069

Heri 240110130080

Kelas : TMIP B 1

Dosen : Ir. H. Bambang Aris Sistanto, Dip-IE.,M.P.

DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014

Page 2: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................1

KLASIFIKASI TANAH..........................................................................................1

1. Klasifikasi pedogenetik dan deskripsi tanah.................................................1

2. Sistem klasifikasi..........................................................................................1

BAB II......................................................................................................................5

SURVEI PEMETAAN TANAH.............................................................................5

3. 2.1.  Peta Tanah.............................................................................................5

4. Peta tanah detil (detailed soil map)...............................................................7

5. Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map)..............................................7

6. Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map).................................................7

7. Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map)................................................8

8. Peta tanah bagan (schematic soil map).........................................................8

BAB III..................................................................................................................10

KAPABILITI LAHAN..........................................................................................10

BAB IV..................................................................................................................12

SUITIBILITI LAHAN...........................................................................................12

BAB V....................................................................................................................14

KESIMPULAN......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

Page 3: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

BAB I

KLASIFIKASI TANAH

1. Klasifikasi pedogenetik dan deskripsi tanah

Ada beberapa sistem klasifikasi pedogenetik yang berkembang dengan

mempertimbangkan faktor, sifat, atau kombinasi faktor dan sifat. Dalam hal ini,

pengelompokan dan pemerian jenis tanah menggunakan sistem morfogenetik.

2. Sistem klasifikasi

Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT)

Bogor tahun 1982 merupakan pengembangan dan modifikasi dari sistem

klasifikasi tanah yang dibuat oleh Dudal Dan Supraptoharjo tahun 1957 dan 1961.

Sistem yang dibuat oleh Dudal dan Supraptoharjo digunakan untuk keperluan

survey tanah di Indonesia. Sistem ini mirip dengan sistem klasifikasi Amerika

Serikat tahun 1937 serta sistem Thorp dan Smith tahun 1949. Modifikasi sistem

klasifikasi tanah Indonesia juga dilakukan setelah dikeluarkannya sistem

klasifikasi tanah FAO/UNESCO pada tahun 1974. Dasar-dasar klasifikasi tanah

yang dibuat oleh Dudal dan Supraptoharjo adalah: (1) Morfologi tanah merupakan

kriteria untuk pengklasifikasian tanah, (2) klasifikasi tanah dilakukan pada

kategori yang berbeda-beda, (3) klasifikasi tanah harus dikaitkan dengan

keperluan survey tanah dan (4) dilakukannya korelasi yang sistematik dan

berkelanjutan antara klasifikasi tanah dan survey tanah. Pada sistem klasifikasi

tanah tahun 1957 terdapat 13 tanah dan 1961 terdapat 19 jenis tanah di Indonesia.

Tanah dibedakan atasada atau tidaknya terjadi perkembangan profil tanah,

susunan horison utama, berdasarkan warna, dan sifat fisik utama tanah (tekstur)

pada kedalam ± 50 cm. Kategori yang digunakan adalah (1)Golongan, (2)

Kumpulan, (3) Jenis, (4) Macam, (5) Rupa dan (6) Seri.

Jenis tanah menurut Dudal dan Suparaptoharjo (1957) terdiri dari:

1. Latosol: adalah tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan

kandungan bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, bereaksi

1

Page 4: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

masam (pH 4.5 – 5.5), terjadi akumulasi seskuioksida, tanah berwarna

merah, coklat kemerahan hingga coklat kekuningan atau kuning. Tanah

terdapat mulai dari daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara

2500 – 7000 mm per tahun.

2. Andosol: adalah tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua dengan

kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan

reaksi tanah antara 4.5 – 6.5.Horison bawah-permukaan berwarna coklat

sampai coklat kekuningan dan kadang dijumpai padas tipis akibat

semenatsi silika. Tanah ini dijumpai pada daerah dengan bahan induk

vulkanis mulai dari pinggiran pantai sampai 3000 m diatas permukaan laut

dengan curah hujan yang tinggi serta suhu rendah pada daerah dataran

tinggi.

3. Podsolik Merah Kuning: merupakan tanah sangat tercuci yang berwarna

abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan

bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan

kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat

masam (pH 4.2 – 4.8). Pada horison bawah permukaan terjadi akumulasi

liat dengan struktur tanah gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah

mempunyai bahan induk batu endapan bersilika, napal, batu pasir dan batu

liat. Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50 – 350 m dengan curah

hujan antara 2500 – 3500 mm/tahun.

4. Mediteran Merah Kuning: merupakan tanah yang berkembang dari bahan

induk batu kapur dengan kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa

sedang sampai tinggi, tekstur berat dengan struktur tanah gumpal, reaksi

tanah dari agam masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 – 7.5). Dijumpai

pada daerah mulai dari muka laut sampai 400 m pada iklim tropis basah

dengan bulan kering nyata dan curah hujan tahunan antara 800 – 2500

mm.

2

Page 5: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

5. Regur: merupakan tanah yang berwarna kelabu tua sampai hitam, kadar

bahan organik rendah, tekstur liat berat, reaksi tanah netral sampai alkalis.

Tanah akan retak-retak jika kering dan lekat jika basah. Bahan induk tanah

dari marl, shale (napal), berkapur, endapan alluvial atau volkanik.

Ditemukan mulai dari muka laut sampai 200 m dengan iklim tropis basah

sampai subtropics dengan curah hujan tahunan antara 800 – 2000 mm.

6. Podsol: merupakan tanah dengan bahan organik cukup tinggi yang

terdapat diatas lapisan berpasir yang mengalami pencucian dan berawrna

kelabu pucat atau terang. Dibawah horison berpasir terdapat horison

iluviasi berwarna coklat tua sampai kemerahan akibat adanya iluviasi

bahan organik dengan oksida besi dan alumunium. Tanah ini berkembang

dari bahan induk endapan yang mengandung silika , batu pasir atau tufa

volkanik masam. Tanah dijumpai mulai dari permukaan laut sampai 2000

m dengan curah hujan 2500 – 3500 mm/tahun.

7. Tanah Sawah: disebut juga sebagai ‘paddy soil’ yang mempunyai horison

permukaan berwarna pucat karena terjadi reduksi Fe dan Mn akibat

genangan air sawah. Senyawa Fe dan Mn akan mengendap dibawah

lapisan reduski dan membentuk konkresi dan horison agak memadas. Sifat

tanah sawah beragam tergantung dari bahan induk penyusunnya. Oleh

sebab itu istilah tanah sawah tidak digunakan lagi pada sistem klasifikasi

tanah selanjutnya.

8. Hidrosol: merupakan tanah yang banyak dipengaruhi oleh kadar air tanah.

Nama Hidrosol terlalu umum maka nama ini tidak lagi digunakan. Tanah

yang termasuk Hidrosol ini dapat dibedakan atas glei humus, hidromorf

kelabu, planosol, glei humus rendah dan laterit air tanah. Dasar pembeda

dari jenis-jenis tanah ini adalah tinggi rendahnya kadar air tanah.

3

Page 6: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

9. Calcisol: merupakan nama kelompok tanah yang kaya akan kalsium.

Tanah dapat dibedakan menjadi: rendzina, brown forest soil, mediteran

kalsimorfik.

10. Regosol: merupakan tanah muda yang berkembang dari bahan induk lepas

(unconsolidated) yang bukan dari bahan endapan alluvial dengan

perkembangan profil tanah lemah atau tanpa perkembangan profil tanah.

11. Litosol: merupakan tanah yang dangkal yang berkembang diatas batuan

keras dan belum mengalami perkembangan profil akibat dari erosi.

Dijumpai pada daerah dengan lereng yang curam.

12. Aluvial: merupakan tanah yang berasal dari endapan alluvial atau koluvial

muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat

tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta

penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim.

13. Tanah Organik: merupakan tanah dengan kadar bahan organik tinggi dan

lapisan gambut yang tebal. Tanah jenuh air sepanjang tahun dengan reaksi

tanah masam, dranase sangat buruk dan curah hujan yang tinggi.

4

Page 7: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

BAB II

SURVEI PEMETAAN TANAH

Survei tanah adalah usaha mempelajari tanah dalam lingkungannya yang langsung

diselenggarakan di lapangan (on the track of earth field land area).

Suatu kegiatan survey tanah menghasilkan rangkaian data dan peta tanah

menyangkut peta tanah pada lahan-lahan yang dipetakan pada suatu areal tertentu

di suatu wilayah yang bisa berskala persil, bukit, lembah, dataran sempit, dataran

luas, desa, kecamatan, kabupaten, di suatu provinsi suatu Negara.

Peta tanah/lahan akan menunjukkan suatu penyebaran satuan-satuan tanah/lahan.

Melalui survey tanah diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh

mengenai sifat-sifat tanah, dan atas dasar itu tersedia landasan bagi penerapan

data dan informasi atas tanah dan lahan bagi manfaat penggunaannya.

Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah sangat-sangatlah bermanfaat

menajdi dasar membangun daerah/Negara. Peta, data, informasi atas tanah

berpotensi untuk berperanan menjadi jembatan untuk menerapkan pengetahuan

yang diperoleh dari pengalaman pada tanah yang sama.

Oleh karena itu batas-batas tanah dengan sifat yang sama bisa disebut sebagai

satuan tanah yang kemudian menjadi batas-batas atas lahan yang mempunyai sifat

tanah yang sama.

3. 2.1.  Peta Tanah

Peta tanah adalah suatu  peta yang sengaja dibuat untuk menunjukkan penyebaran

tipe-tipe tanah atau satuan-satuan peta tanah sehingga akan menggambarkan

dengan jelas dalam hubungannya dengan sifat-sifat fisik tanah/lahan dengan social

cultural (bisa juga ekonomi) pada suatu permukaan bumi.

Hal tersebut hanya berlaku untuk lahan tipe penggunaan suatu sector. Apabila

penggunaannya ke arah konservasi (reklamasi, rehabilitasi, restorasi), maka sifat

fisik tanah/lahan akan dihubungkan dengan fungsi garansi lahan dan ekosistem

terhadap kehidupan semua mahkluk yang memerlukannya (manusia, hewan,

tumbuhan, mikroba).

Satuan-satuan tanah/lahan

5

Page 8: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

Dapat ditunjukkan secara tersendiri atau asosiasi tanah, namun kecenderungan

sekarang bersifat individu tanah jadi tidak berasosiasi (USDA: soil taxonomy).

Satuan-satuan taksonomik menjadi sangat penting karena apabila kita menamakan

tanah atas dasar suatu system penamaan tertentu (taksonomi/taxonomy) maka tiap

tingkat penamaan menunjukkan cirri-ciri utama dan khusus tanah yang

bersangkutan.

Sistem taksonomi yang berkembang di Indonesia saat ini sistem Puslitannak

Bogor, FAO, dan USDA (United State Department of Agriculture).

Dikenal dua tipe utama peta tanah yaitu:

(i)            Peta tanah detail

(ii)            Peta tanah tinjau dan eksplorasi.

Perbedaannya terletak pada intensitas pekerjaannya, sehingga secara teknis yang

berbeda adalah ketelitian dan tingkat generalisasinya.

Ketelitian adalah banyaknya unit/satuan tanah dari wilayah yang dilakukan survey

dengan unit-unit area jumlah titik pengambilan pengamatan dan sampel.

Generalisasi adalah menarik kesimpulan menjadi umum dari beberapa atau

banyaknya satuan tanah/unit tanah yang diperoleh dari survey tanah/lahan.

Tabel 1. Beda dan karakteristik peta detil dan tinjau/eksplorasi

Item Karakter Peta Detil Peta Tinjau dan Eksplorasi

Kehomogenan Homogen – sangat

homogen

Tidak homogeny

Satuan tanah Seri tanah atau tipe tanah Order/ordo – great group/jenis

Cara penentuan batas-

batas satuan tanah

Pengamatan langsung

detil di lapangan untuk

Hanya pengamatan berselang, jadi

batas ditentukan di atas meja (tidak

6

Page 9: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

penentuan batas dengan menelusur di lapangan)

Tingkat ketelitian Sangat teliti – teliti;

kategori rendah

Tidak teliti; kategori tinggi

Intensitas

pengamatan/pekerjaan

Sangat tinggi – tinggi Rendah

Jenis-jenis Peta Tanah:

Dikenal beberapa jenis peta tanah yang berkaitan dengan tingkat survey tanah.

Peta-peta itu ialah:

4. Peta tanah detil (detailed soil map)

Peta ini berskala 1 : 1.000 sampai 3 : 25.000. dihasilkan dari satu sampai dua

pengamatan tiap hektar, dengan seri tanah, asosiasi tanah, atau tipe tanah sebagai

satuan peta.  Peta ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan perencanaan

usahatani intensif.

5. Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map)

Peta ini berskala 1 : 50.000 sampai 1 : 200.000, dihasilkan dari satu sampai lima

pengamatan tiap 100 ha lahan, dengan asosiasi seri atau keluarga tanah sebagai

satuan peta. Peta ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan usahatani pada

tingkat yang lebih kasar. Peta ini juga dipergunakan untuk keperluan konservasi

sumberdaya lahan, perencanaan kota, dan pengembangan regional.

6. Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map)

Peta ini berskala 1 : 200.000 sampai 1 : 500.000, dihasilkan dari satu sampai

sepuluh pengamatan tiap 10.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks

kelompok atau marga tanah sebagai satuan peta.   Peta ini digunakan untuk

penilaian sumberdaya tanah dan perencanaan tataguna tanah pada tingkat regional

atau propinsi.  Peta ini juga digunakan untuk pendekatan pertama pada orientasi

dan aplikasi penelitian pertanian.

7

Page 10: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

7. Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map)

Peta ini berskala 1 : 500.000 sampai 1 : 2.500.000, dihasilkan dari dua sampai

lima pengamatan tiap 100.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks marga

atau rumpun tanah sebagai satuan peta tanah.  Batas-batas satuan peta tanah

didasarkan pada interpretasi hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor

lingkungan. Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran sumberdaya tanah

pada tingkat Negara, yaitu dalam perencanaan yang bersifat umum tataguna tanah

pada tingkat Negara. Peta ini juga digunakan untuk tujuan pendidikan dan studi

geografi.

8. Peta tanah bagan (schematic soil map)

Peta ini berskala 1 : 500.000 atau lebih kecil. Peta ini tidak dibuat berdasarkan

pengamatan langsung di lapangan, tetapi merupakan hasil kompilasi literature dan

pengetahuan mengenai hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor

pembentuk tanah.  Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran tanah pada

skala dunia, digunakan terutama untuk pendidikan dan studi geografi.

Satuan peta tanah

Digunakan untuk memberikan rambu ketelitian yang harus dipenuhi oleh surveyor

dan pembuat peta tanah.

USDA

(system taksonomi)

FAO-UNESCO IPB PUSLITANNAK

(nama lama LPT)

Order - Ordo Golongan

Sub order - Rumpun Kumpulan

Great group Great group (marga) Marga Jenis

8

Page 11: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

Sub group Sub group (kelompok) Kelompok Macam

Family - Keluarga Rupa

Series - Seri Seri

9

Page 12: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

BAB III

KAPABILITI LAHAN

Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai

penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk

berproduksi secara lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik.

Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor- faktor penghambat serta

potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil

klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara

umum (misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi

dsb). Di areal HTI hasil klasifikasi ini terutama akan bermanfaat untuk alokasi

areal sistem tumpangsari. Klasifikasi Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL)

menggunakan metoda yang dikembangkan oleh USDA dan telah diadaptasikan di

Indonesia melalui Proyek Pemetaan Sumber Daya Lahan kerjasama antara Land

Care Research New Zealand dengan Dept. Kehutanan tahun 1988- 1990 di

BTPDAS Surakarta (Fletcher dan Gibb, 1990). Ada tiga kategori dalam

klasifikasi KPL, yaitu : Klas, Sub Klas dan Unit. Pengelompokan Klas didasarkan

pada intensitas faktor penghambat, sedangkan Sub Klas menunjukkan jenis faktor

penghambat. Tingkat terendah adalah Unit yang merupakan pengelompokan lahan

yang mempunyai respon sama terhadap sistem pengelolaan tertentu. Secara

umum sistem ini menggunakan delapan Klas. Apabila makin besar faktor

penghambatnya dan makin tinggi Klasnya maka akan semakin terbatas pula

penggunaannya. Pembagian Klas-klas tersebut adalah sebagai berikut :

Klas I – IV dapat digunakan untuk sawah, tegalan atau tumpangsari

Klas V untuk tegalan atau tumpangsari dengan tindakan konservasi tanah

Klas VI untuk hutan produksi

Klas VII untuk hutan produksi terbatas

10

Page 13: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

Klas VIII untuk hutan lindung Adapun penghambat yang digunakan

adalah e (erosi), w (drainase), s (tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada

klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat

kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai

beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar.

Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e –

w – – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan

Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena

mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani. Deskripsi tiap Klas,

Sub Klas dan Unit dalam sistem klasifikasi KPL mengikuti standar yang ada.

Deskripsi tersebut dapat dinyatakan dalam satu tabel kriteria. Kriteria ini

kemudian digunakan untuk melakukan sortasi data karakteristik lahan di setiap

unit lahan. Contoh kriteria untuk Klas I antara lain adalah adanya teknik

konservasi tanah yang baik, tidak ada erosi, kedalaman tanah > 90 cm, lereng 0 –

8 % dan tidak ada batuan singkapan pada permukaan tanah. Secara lengkap

kriteria Kemampuan Penggunaan Lahan dapat dilihat pada Lampiran 2. Contoh

operasi klasifikasi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:

Suatu wilayah mempunyai kondisi tertentu yang dinilai berdasarkan

beberapa kriteria dan hasilnya ditulis pada Tabel 13 kolom 2. Setiap parameter

dinilai berdasarkan kriteria Lampiran 2 dan hasilnya masuk ke kolom 3.

Berdasarkan prinsip klasifikasi, maka lokasi yang mempunyai

karakteristik lahan tersebut termasuk Kelas VIg (termasuk kelas VI karena

hambatan kemiringan lereng). Penentuan Unit didasarkan pada tipe batuan yang

ada. Bila tipe batuannya sama, maka penentuan unit didasarkan pada bentuk

lahannya. Operasi klasifikasi tersebut dilakukan pada setiap unit lahan.

11

Page 14: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

BAB IV

SUITIBILITI LAHAN

Berbeda dengan klasifikasi ‘Kemampuan Lahan’ yang merupakan

klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, Kesesuaian

Lahan’ lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu.

Dengan demikian klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling

melengkapi dan memberikan informasi yang menyeluruh tentang potensi lahan.

Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi

kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia

oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan

Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest

Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing mempunyai

penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih

menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan

Webb lebih pada tanaman keras.

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara

memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan

karakteristik lahan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species

matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat

sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada

klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh

jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a

(keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi

kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh

hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi

dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang

mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk

ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan

berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada.

12

Page 15: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila

seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu

maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk

diperbaiki keadaannya.

Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data

karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis

tanaman. Contoh beberapa kriteria pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada

Prinsip klasifikasi kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu:

1. Katagori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada

kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda, semua sub kelas

yang ada perlu disebut dan tidak ada prioritas. Bila suatu wilayah akan dinilai

tingkat kesesuaiannya terhadap tanaman jati (Tectona grandis), maka diperlukan

inventarisasi kondisi iklim, tanah dan lahannya. Hasil inventarisasi tersebut

kemudian dicocokkan dengan criteria tempat tumbuh tanaman.

13

Page 16: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

BAB V

KESIMPULAN

Tanah adalah bagian penting dari unsur bumi yang kita pijak setiap

harinya. Secara kasat mata, tanah berwarna coklat dan ada pula yang kemerah-

merahan. Namun, sebenarnya klasifikasi tanah sangatlah banyak. Tanah

merupakan penopang kehidupan manusia di muka bumi. Dapat dikatakan bahwa

tanah adalah jantung bumi dan kehidupan. Banyak sekali kegunaan tanah bagi

kelangsungan hidup. Tanah sebagai tempat penyimpanan air dan tumbuhnya

tanaman serta pohon-pohon yang dapat menjaga kita dari bencana alam, seperti

longsor. Di dalam tanah atau perut bumi terkandung unsur-unsur dan kekayaan

alam yang tidak ternilai, contonhya minyak bumi, batu bara, emas, dan lain-lain.

Zaman dahulu, konon tanah juga sering digunakan untuk menyimpan atau

mengubur harta karun. Tanah pun dapat dijadikan barang atau hiasan yang

mengandung nilai komersil. Tanah liat dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan batu bata dan kerajinan tangan seperti patung, vas bunga, guci, kendi

atau teko, dan lain-lain. Pada zaman purba, tanah digunakan untuk membangun

tempat tinggal dan tempat pemujaan. Candi-candi dan piramid peninggalan zaman

purba dibuat dari tanah liat yang dibentuk menjadi batu bata, kemudian dibakar

agar awet dan tidak mudah pecah. Selain digunakan untuk membuat bangunan,

masyarakat purba menggunakan tanah untuk membuat peralatan rumah tangga,

seperti gerabah. Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah

berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (1992)

terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:

14

Page 17: 240110130080_240110130069_TugasAkhirDastan

DAFTAR PUSTAKA

Adyatma, Sidharta. dkk. 2008. Bahan Ajar Geografi Tanah. Banjarmasin : FKIP

UNLAM.

Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gajah mada Univ. Press

Sri Adiningsih, J., A. Semali, S. Effendi, S. Hadiwigeno. 1990. “ reasource and

problem associated with the Development of Upland areas in

indonesia. Technologies for sustainable agric. On Marginal

Uplands in S. Asia.” In: aciar proc. 33:45-54

Sudibyakto, H. A. dkk. 2004. Geografi Kelas X. Yogyakarta : Fakultas Geografi

Universitas Gajah Mada.

Susanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah konsep dan kenyataan.

PENERBIT KANISIUS. Bandung

15