232263606 Pengaruh Merokok Pada Kehamilan

download 232263606 Pengaruh Merokok Pada Kehamilan

of 49

Transcript of 232263606 Pengaruh Merokok Pada Kehamilan

PENGARUH MEROKOK DAN MENGKONSUMSI ALKOHOL PADA KEHAMILAN

OlehADE SOFYAN1102007003 ANDI RISMUNANDAR1102006031ARWIN OKWANDI1102007045ESYA LARASSITA1102008093M. FAUZI ASSEGAF1102008161NUGRAHA MAULUDDIN1102008182NOVA KRISTIFANI1102006189PURALITA1102008196REZA SAKA PRAWIRA 1102007220Pembimbingdr. M. Birza Rizaldi , SpOGKEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIJAKARTA

1.PendahuluanTembakau membunuh separuh penggunanya. Tembakau membunuh hampir 6 juta orang setiap tahunnya, dimana 5 juta merupakan perokok dan mantan perokok, dan lebih dari 600.000 merupakan perokok pasif. Satu orang meninggal setiap 6 detik karena tembakau dan hal ini menyumbang 1 di antara 10 kematian orang dewasa. Apabila hal ini dibiarkan, tahun 2030 kematian yang disebabkan rokok dapat meningkat menjadi 8 juta. Sebanyak 22% dari populasi dunia yang berusia di atas 15 tahun adalah perokok. Total perokok di dunia adalah satu biliar, 80% diantaranya tinggal di negara dengan pendapatan menengah dan rendah. Konsumsi produk tembakau meningkat secara global, namun pada negara dengan pendapatan tinggi dan menengah ke atas konsumsinya menurun.1Bahaya Rokok

Sumber: ASH. Smoking and respiratory disease. Action on Smoking and Health; UK: February 2011.Menurut IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2009, merokok merupakan penyebab 15 tipe kanker, yaitu kanker kandung kemih, sumsum tulang (leukimia myeloid), cervix, colorectal, ginjal, laring, hati, paru, mulut (bibir dan lidah), hidung, esofagus, ovarium, pankreas, faring, dan abdomen. Kanker payudara juga dihubungkan dengan merokok.1

2.Kandungan RokokRokok pada dasarnya merupakan tembakau yang dibakar dengan tujuan untuk dihisap asapnya oleh perokok. Komponen terpenting tembakau adalah nikotin yang bersifat toksik dan aditif sehingga mereka yang mengonsumsi mengalami ketergantungan psikis terhadap rokok. Sebatang rokok yang dibakar mengandung sekitar 4000 senyawa kimia, di mana 50 di antaranya termasuk golongan racun seperti nitrosamine, tar, formaldehid, karbon monoksida, ammonia, logam seperti cadmium, dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), polonium radioaktif, ammonia, hidrogen sianida, , dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs).3,4Berikut senyawa atau zat karsinogenik yang paling berpotensi merusak sel tubuh manusia:

1.PAH (polynuclear aromatic hydrocarbone)Senyawa ini tergolong senyawa tar yang dihasilkan dari pembakaran zat organik dan terkandung dalam asap hasil pembakaran. Termasuk PAH adalah benzopyrene. Senyawa ini secara permanen berikatan dengan DNA dan mengakibatkan kematian sel atau mutasi gen. Mutasi gen dapat menghambat program kematian sel (apoptosis) sehingga sel menjadi sel kanker.3

2.AkroleinSenyawa ini berada dalam jumlah banyak dalam rokok dan merupakan hasil dari pembakaran rokok. Akrolein yang menimbulkan bau asam, dan efek iritasi. Seperti metabolit PAH, akrolein berikatan dengan DNA, terutama basa guanin. Kombinasi akrolein-guanin meginduksi mutasi selama replikasi DNA sehingga membentuk sel kanker. Namun, akrolein 1000 kali lebih banyak dari PAH pada rokok dan dapat bereaksi tanpa aktivasi metabolik.3 3.NitrosaminNitrosamin merupakan senyawa karsinogenik yang ditemukan pada rokok, tetapi tidak ditemukan dalam daun tembakau yang tidak diawetkan. Untuk menurunkan kadar nitrosamin, proses pengawetan daun tembakau dimodifikasi.4

4.NikotinNikotin tergolong sebagai stimulan dan memegang peranan utama dalam ketergantungan terhadap rokok. Zat ini yang membuat perokok ingin terus merokok. Dalam waktu kurang lebih 10 detik zat yang dihirup orang yang merokok ini dapat mencapai otak. Nikotin juga berperan dalam episode akut penyakit dengan menstimulasi pelepasan adrenalin yang meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan asam lemak bebas. Pada studi yang baru, merokok dapat meningkatkan pelepasan dopamin di otak, terutama pada jalur mesolimbik, sirkuit yang sama dengan heroin dan kokain.4

5.Senyawa radioaktifDalam jumlah yang sedikit terdapat senyawa radioaktif seperti timbal dan polonium dari hasil pembakaran rokok. Berbeda dengan senyawa tar yang larut dalam cairan paru, senyawa radioaktif bertahan lama dan terdeposit terutama di percabangan bronkial. Senyawa radioaktif yang terdeposit di paru akan melepaskan radiasi sekalipun perokok telah berhenti merokok. Kombinasi senyawa karsinogenik tar dan radiasi di organ-organ sensitif seperti paru meningkatkan risiko kanker. Bila perokok juga menghirup serat asbestos, risiko kanker meningkat.4Selain itu, terdapat beberapa senyawa kimiawi berbahaya pada rokok, yang juga dapat ditemukan pada beberapa produk lainnya yaitu : Aseton : ditemukan pada pembersih cat kuku Asam asetat : ditemukan pada pewarna rambut Ammonia : ditemukan pada pembersih lantai Arsenik : digunakan sebagai racun tikus Butana : digunakan dalam cairan pada pemantik Cadmiun : komponen aktif pada batu baterai Karbon Monoksida : zat yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor Naftalen : zat dalam kapur barus Metanol : komponen utama dalam bahan bakar roket Nikotin : digunakan sebagai insektisida Tar : material untuk membuat aspal Toluena : komponen dalam cat tembok5

4.Ketergantungan NikotinZat kimiawi di dalam rokok terbukti dapat mengiritasi saluran nafas dan paru. Ketika sedang menghisap rokok, sel-sel di saluran napas memproduksi mukus lebih banyak. Selain itu, rokok membuat silia yang normalnya bekerja mengeluarkan benda asing dari saluran nafas menjadi kurang aktif. Kurang berfungsinya silia ini mengakibatkan mukus, bakteri dan partikel-pertikel lainnya yang terinhalasi menetap di saluran nafas. Ketika sedang tidur, silia mulai berfungsi lagi membersihkan saluran nafas dan berusaha mengeluarkan partikel asing (kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya gaya gravitasi). Saat bangun, muncullah gejala berupa batuk yang merupakan salah satu cara mengeliminasi zat iritan dan mucus yang sudah terkumpul di saluran napas. Pajanan rokok dalam jangka waktu yang panjang akan membuat silia berhenti berfungsi secara total sehingga paru dan saluran napas perokok lebih mudah mengalami iritasi dan terinfeksi. 5Suatu studi menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya yang cukup dominan adalah kecanduan nikotin. Nikotin memiliki aktivitas neurofisiologis yang melibatkan kompleks neuroanatomik yaitu sistem dopamin mesolimbik yang membentang dari area tegmental ventral ke bagian basal dari otak depan. Suatu area kaya dopamine yang dikenal sebagai nucleus akumbens merupakan area utama yang mempengaruhi adiksi. Pengeluaran dopamine pada area ini akan membangkitkan kesenangan, sama halnya seperti pengggunaan alkohol atau obat-obatan narkotika.7Faktor lainnya yang dapat memperkuat ketergantungan akan nikotin adalah karena nikotin dapat menghambat enzim monoamine oksidase. Normalnya, MAO terlibat dalam metabolisme katekolamin, termasuk dopamine. Jika enzim ini dihambat, maka metabolisme dopamine ikut terhambat sehingga kadar dopamine menjadi tinggi.7Studi lebih lanjut menyatakan bahwa aktivitas neurofisiologi nikotin melibatkan sistem yang lebih kompleks, keberadaan nicotinic acetylcholine receptors (nAChRs) kini terbukti memainkan peranan utama dalam proses kimiawi di otak terkait ketergantungan nikotin. Beberapa subtipe nAChR, seperti alpha-4 dan beta-2 merupakan subtipe reseptor yang paling banyak ditemukan. Melalui reseptor tersebut, nikotin bekerja mempengaruhi glutamate, GABA, asetilkolin, dopamine, norepinefrin, dan serotonin. Nikotin dapat mengubah bioavailabilitas dopamin dan serotonin yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Ini merupakan efek yang timbul baik secara tidak langsung (melalui aktivitas opioid endogen) maupun langsung (melalui jalur dopamin). Efek yang ditimbulkan tergantung dari kadar nikotin dalam darah dan kadar yang berikatan dengan reseptor nAChR. 7Sebatang rokok mengandung 1,2-2,9 mg nikotin. Perokok yang biasa menghabiskan 1 bungkus rokok per hari, berarti sudah mengabsorbsi 20-40 mg nikotin setiap harinya. Nikotin yang dihisap dari 1 bungkus rokok tersebut dapat meningkatkan kadar nikotin plasma sekitar 23-35 ng/mL. Suatu penelitian menunjukkan bahwa nikotin yang diberikan secara perlahan akan menginduksi perasaan rileks dan sedasi. Hal ini terjadi karena nikotin dapat menstimulasi corticotropin-releasing factor (CRF) di hipotalamus yang akan meningkatkan kadar endorphin dalam darah. Berbagai efek menenangkan dan menyenangkan inilah yang membuat kebanyakan perokok sulit berhenti. 75.Environmental Tobacco SmokePajanan langsung terhadap asap rokok memberi efek pada saluran napas yang gejalanya tergantung mekanisme spesifik di area anatomis tertentu. Respon fisiologi yang timbul akibat ETS secara umum tidak juga berbeda dibandingkan pada perokok aktif, hanya saja responnya lebih ringan. Respon fisiologis tersebut seperti : meningkatnya produksi mukus, menurunnya pergerakan silia di saluran napas, peningkatan produksi leukosit dan pergerakannya ke lumen saluran napas, meningkatnya permeabilitas mukosa saluran napas terhadap allergen (diasosiasikan dengan peningkatan IgE dan jumlah eosinofil). 8Suatu percobaan pada hewan, menunjukkan bahwa paparan asap rokok dapat menginduksi respon local dan sistemik, termasuk peningkatan TNF-alpha, IL-5, monocyte chemoattractant protein (MCP)-1, dan densitas substansi P di sepanjang epitel bronchial sehingga mengakibatkan berbagai respon diatas. Pajanan asap rokok pada masa perinatal secara signifikan meningkatkan jumlah sel mast, eosinofil, monosit, dan limfosit pada paru. Selain itu juga dapat menurunkan aktivitas fagositik makrofag alveolar. Oleh karena itu, bayi yang sudah terpajan asap rokok sejak masa perinatal memiliki kecenderungan infeksi saluran nafas atau asma lebih tinggi dibandingkan yang tidak terpajan. 8

Pengaruh Merokok Pada Kehamilan

National Institutes of Health Public Access (2008), sebanyak 189 kasus abruption yang tersedia untuk dianalisis, dimana 10,6% (n = 20) adalah perokok. Trombus intervili lebih umum pada wanita yang merokok (20%) daripada bukan perokok (3,0%). Namun, infark plasenta terlihat lebih jarang di antara perokok dibandingkan non-perokok (10,0% dengan 32,5%). Penggunaan rokok dikaitkan dengan peningkatan 2,5 kali lipat pada abrupsio berat yang mengakibatkan kematian janin. Risiko abrupsio meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap per hari. Ada kecenderungan tingkat yang lebih tinggi pada fibrosis vili (25,0% dengan 11,8%) pada wanita yang merokok dibandingkan dengan non-perokok, meskipun hubungan ini tidak bermakna secara statistik 9Rhode Island Department of Health (2012), wanita hamil yang merokok memiliki risiko lebih besar untuk memiliki bayi dengan cacat tabung saraf, clubfoot, dan cacat jantung bawaan. Selama 2007-2010, 1.676 kasus cacat lahir dilibatkan dalam penelitian ini. Ada 211 (12,6%) kasus dengan paparan dari ibu yang merokok setidaknya satu rokok / hari. Secara khusus, ada asosiasi yang kuat dan signifikan antara ibu yang merokok dengan clubfoot, dan stenosis pulmonal.10,11 Wanita yang sebelum kehamilan hingga akhir trimester pertama lebih cenderung vememiliki bayi dengan cacat septum jantung dibandingkan wanita yang tidak merokok selama periode ini. Wanita yang merokok 25 batang per hari lebih mungkin memiliki bayi dengan cacat obstruktif sisi kanan. Tidak ada peningkatan risiko cacat jantung bawaan dengan ibu terekspos asap tembakau lingkungan.11Menurut International Journal of Obesity (2008), menyebutkan bahwa paparan asap rokok di utero memberikan peningkatan sejumlah sejumlah dampak buruk terhadap kesehatan janin, termasuk restriksi pertumbuhan.1,2 Sedangkan ukuran yang kecil saat lahir umumnya dikaitkan dengan penurunan risiko untuk nantinya memiliki kelebihan berat badan, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan menyebabkan peningkatan risiko obesitas pada anak nantinya.1 Kombinasi ukuran kecil saat lahir dan kelebihan berat badan memberikan risiko tinggi kardiovaskular di masa dewasa.1 Sebuah penelitian terbaru mengevaluasi anak pada usia 7 tahun dengan DXA scanning, dan dilaporkan secara substansial lebih tinggi lemak tubuhnya, dengan massa otot yang lebih rendah, pada anak-anak yang terpapar asap rokok prenatal. Anak-anak terpajan cenderung lebih pendek dan lebih berat dengan panjang kaki lebih pendek. Secara umum, merokok selama kehamilan memiliki risiko lebih besar untuk memiliki anak dengan kelebihan berat badan dibandingkan ibu yang merokok hanya di awal kehamilan.1International Journal of Epidemiology (2012), ibu yang merokok selama kehamilan dikaitkan dengan panjang kelahiran yang lebih pendek, pertumbuhan tinggi badan lebih cepat pada masa bayi dan pertumbuhan lebih lambat di masa kecil nanti. Publikasi sebelumnya dari Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC) telah menunjukkan hubungan antara ibu yang merokok selama kehamilan dengan penurunan ketinggian pada usia 7,5 tahun, dan peningkatan adipositas pada usia 7 dan 9,9 tahun. Ibu yang merokok pada kehamilan (faktor intrauterin) memberikan pengaruh yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan ibu sebagai perokok pasif. Untuk anak perempuan, ada bukti perbedaan berdasarkan dosis yaitu perokok berat 1,02 cm dan perokok ringan 0,53 cm, anak laki-laki tidak dipengaruhi oleh dosis, yaitu pada perokok berat dan ringan 0,64 cm.12Ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan 4 kali lipat lebih lemah pengaruhnya daripada ibu yang merokok secara aktif. Pada usia 10 tahun, anak perempuan dengan ibu perokok aktif rata-rata 1,11 cm lebih pendek dari perokok pasif yaitu 0,22 cm. Perbedaan setara pada anak laki-laki dengan ibu perokok aktif 0,46 cm ibu dan 0,10 cm untuk perokok pasif. Ibu yang merokok selama kehamilan dikaitkan dengan Body Mass Index (BMI) lebih tinggi pada usia 10 tahun dengan rata-rata 0,39 kg/m2 pada anak perempuan dan 0,24 kg/m2 pada anak laki-laki. Pada ibu perokok pasif 0,35 kg/m2 untuk anak perempuan dan 0,10 kg/m2 untuk anak laki-laki.12Menurut American Heart Association (2012), paparan asap rokok prenatal dikaitkan dengan berat lahir rendah dan peningkatan risiko kelebihan berat badan pada masa kanak-kanak dan dewasa.1,2 Penelitian telah menunjukkan efek positif dari paparan asap rokok intra uterin dengan kenaikan tekanan darah anak berkisar antara 0,9 dan 5.4mmHg.8 Dengan menggunakan data 33.086 peserta yang digunakan untuk menguji asosiasi ibu dan ayah yang merokok selama kehamilan dengan risiko hipertensi pada masa dewasa, yang didiagnosa dokter dari tahun 1989 sampai tahun 2007. Secara keseluruhan, 8.575 (25,9%) ibu dan 18.874 (57,0%) ayah yang merokok selama kehamilan. Selama follow-up, 7.825 insiden dilaporkan menderita hipertensi pada masa dewasa.2Duijts et all, Chest (2012), telah menunjukkan bahwa paparan asap rokok pada janin berhubungan dengan peningkatan risiko wheezing selama masa kanak-kanak. Analisis ini didasarkan pada 4.574 subyek. Ibu merokok selama trimester pertama saja tidak dikaitkan dengan wheezing. Ibu yang merokok berkelanjutan pada kehamilan dikaitkan dengan risiko wheezing pada usia 1 sampai 4 tahun. Perkiraan efek terkuat yaitu terjadi empat atau lebih episode wheezing per tahun sampai usia 3 tahun. Diantara anak-anak dengan ibu yang tidak merokok, paparan janin terhadap ayah yang merokok tidak secara konsisten dikaitkan dengan risiko wheezing. Hubungan antara Ibu yang merokok selama kehamilan dengan risiko wheezing anak dijelaskan dengan efek intrauterin secara langsung. Dari 5.526 kelahiran hidup tunggal dengan data lengkap tentang Ibu yang merokok selama kehamilan, informasi mengenai wheezing setidaknya pada suatu kelompok umur yang tersedia adalah 82,7% (n=5.4574). Prevalensi periode wheezing tertinggi pada usia 1 tahun (n=5 1.108, 28,7%) dan menurun sesudahnya (usia 2 tahun, n=5.773, 20,1%, umur 3 tahun, n=5.448, 12,6%, usia 4 tahun, n=5.455, 12,8%).13Menurut Journal of Studies on Alcohol and Drug (2011), merokok secara persisten selama kehamilan berpengaruh terhadap stres prenatal tinggi dan gejala dampak negatif (depresi, kemarahan, permusuhan, agresi) dibandingkan dengan perokok atau bukan perokok nonpersisten.14,15,16,17 Sampel terdiri dari 270 wanita hamil (189 perokok, 81 bukan perokok) direkrut ke dalam studi prospektif. Merokok secara persisten didefinisikan sebagai merokok sehari-hari dalam setidaknya dua trimester, dilaporkan tingkat cotinine ludah positif dalam setidaknya dua trimester, atau mekonium bayi positif terhadap nikotin dan / atau metabolitnya.14 Nikotin, cotinine, dan trans-3-hydroxycotinine yang diukur dalam mekonium neonatal oleh massa spektrometri.14,6 Ibu yang merokok selama kehamilan berhubungan dengan perilaku antisosial saat dewasa, seperti tindakan kriminal.16,7 Anak dari ibu yang merokok berat selama kehamilan ( 20 batang per hari) memiliki kemungkinan terbesar dari catatan penangkapan, dan hasil ini sama pada kedua jenis kelamin.16American Academy of Pediatrics (2008), anak dari ibu yang merokok 1 bungkus rokok per hari selama kehamilan memiliki skor IQ (Peabody Individual Achievement Test) yang rata-rata 2.87 poin lebih rendah dibandingkan anak yang lahir dari ibu tidak merokok.18 Gangguan pertumbuhan janin dan ibu yang merokok selama kehamilan secara independen terlibat dalam menurunkan pencapaian intelektual anak.18,19,20,21 Karena ibu yang merokok selama kehamilan mempengaruhi faktor sosial dan perilaku yang juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Merokok selama kehamilan menyebabkan berat badan lahir rendah dan defisit dalam kecerdasan umum, bahasa dan membaca, keterampilan kuantitatif, pembelajaran dan memori, dan kompetensi akademik.22Menurut European Society of Human Reproduction and Embryology (2011), pajanan terhadap asap rokok sebelum lahir merupakan faktor risiko penurunan kualitas sperma. Ibu yang merokok selama kehamilan dikaitkan dengan onset pubertas yang lebih awal (misalnya awal pertumbuhan rambut kemaluan 25,2 dibandingkan 18,9% dari subyek terpajan), tinggi dewasa akhir lebih rendah (median: 1.80 dibandingkan 1,82 cm), BMI lebih tinggi (22,9 dibandingkan 22,4), testis kecil (14.0 dibandingkan 14,5 ml), total jumlah sperma yang lebih rendah (119 dibandingkan 150 juta), penurunan hormon yang berhubungan dengan spermatogenesis (misalnya inhibin-B/FSH 66 dibandingkan 73 pg / mU) dan testosteron bebas lebih tinggi (free-T, 2,38 dibandingkan 2,33 nmol / l).23,24 Jika tidak terkena asap rokok sebelum lahir, laki-laki yang merokok sendiri dikaitkan dengan peningkatan testosteron total tetapi free-T tidak berubah. Bagi yang telah terkena sebelum lahir, testosteron total meningkat tetapi free-T berkurang (2,30 perokok dibandingkan 2,38 nmol / l) karena kadar sex hormone-binding globulin (SHBG) yang lebih tinggi.23Shrestha A et al, Human Reproduction (2011), paparan asap rokok prenatal mempercepat usia menarche / age of menarche (AOM) pada keturunannya. Dilakukan studi kohort di Denmark pada 3169 perempuan lahir tunggal pada April 1984-April 1987. AOM dipercepat 0,31 tahun atau sekitar 3,7 bulan pada putri perokok berat (20 + cigs / hari).25

National Institutes of Health Public Access (2008), mekanisme abrupsio pada perokok yang diinisiasi oleh nekrosis desidua pada margin plasenta. Ibu yang merokok telah terbukti menurunkan aliran darah plasenta. Efek ini mungkin dimediasi melalui perubahan produksi zat vasoaktif, seperti prostasiklin dan nitrit oksida, atau kerusakan sel endotel. Pengaruh langsung dari merokok mungkin dimediasi melalui efek vasokonstriksi nikotin pada arteri uterus dan umbilikalis serta peningkatan konsentrasi carboxyhemoglobin yang mengganggu oksigenasi. Hipoksia infark mikro terjadi di pinggiran plasenta menjadi nekrotik, pemisahan plasenta, dan akhirnya, abrupsio.9Telah dilaporkan sebelumnya bahwa merokok dikaitkan dengan peningkatan frekuensi kalsifikasi plasenta dan deposit fibrin subkorionik. Terdapat frekuensi yang lebih tinggi untuk sitotrofoblas hiperplastik pada syncyotrophoblasts perivillous dalam plasenta perokok. Sangat mungkin bahwa syncyotrophoblast menonjol adalah karena upaya yang gagal pada vili untuk meningkatkan luas permukaan dengan angiogenesis dan neovaskularisasi. Hal ini akan meningkatkan kapasitas oksigen dalam rangka untuk mengkompensasi kemungkinan iskemia kronis yang disebabkan oleh merokok. Perubahan struktural dalam plasenta wanita yang merokok memperlihatkan peningkatan ketebalan membran vili serta penurunan volume kapiler. Telah diperkirakan bahwa hipoperfusi plasenta akibat efek vasokonstriksi pembuluh darah plasenta dapat menyebabkan iskemia desidua dengan selanjutnya terjadi nekrosis dan pendarahan yang mengarah ke pemisahan plasenta.9Peningkatan tingkat lesi yang pada dasarnya mencerminkan perubahan hipoksia kronis di plasenta perokok. Frekuensi yang lebih tinggi untuk thrombus intervili dalam plasenta perokok dengan plasenta abrupsio dibandingkan bukan perokok. Trombosis intervili diduga hasil dari perdarahan intraplasenta dari vili kapiler dan berhubungan dengan perdarahan vili korionik. Hal ini dapat mengubah aliran darah uteroplasenta / janin yang menyebabkan hipoperfusi kronis. Hipoksia kronis dimanifestasikan oleh peningkatan tingkat fibrosis vili, penurunan vili kapiler dan meningkatkan knotting trofoblas.9Rhode Island Department of Health (2012), hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan lebih mungkin untuk melahirkan anak dengan clubfoot atau stenosis pulmonal, dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Stenosis pulmonal biasanya disebabkan oleh stenosis dari arteri paru, penyempitan pembuluh darah di paru-paru, dan cacat katup paru jantung (stenosis katup pulmonal). Pada akhir trimester pertama, perubahan kaki janin sedikit posisi equinovarus adductus, di mana pengaruh bahan kimia dalam rokok bisa menghasilkan penahanan permanen sepanjang tahap janin.10Menurut BioMed Central Public Health (2012), berdasarkan temuan dari studi berbasis populasi di Nova Scotia serta studi kohort prospektif yang menggunakan pengukuran antropometri USG untuk membandingkan pertumbuhan janin dalam pada ibu hamil yang merokok dan bebas rokok. Mekanisme yang rokok efek paparan asap pertumbuhan janin tidak sepenuhnya dipahami, namun PJT berkorelasi dengan gangguan pada transportasi plasenta dan fungsi metabolisme yang tampaknya membatasi pasokan nutrisi. Zdravkovic et al. melaporkan bahwa konstituen dalam asap rokok langsung mempengaruhi proliferasi sitotrofoblas plasenta dan diferensiasi yang mengurangi aliran darah dan menciptakan lingkungan hipoksia.4International Journal of Obesity (2008), merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kelebihan berat badan pada anak. Individu yang terpapar rokok selama kehamilan mungkin menyebabkan kenaikan berat badan lebih besar dari lahir sampai usia 2 tahun, lebih awal mengalami pubertas, risiko tinggi untuk diabetes mellitus, tekanan darah lebih tinggi, kadar lipid dan glukosa yang lebih tinggi. Tekanan darah sistolik secara konsisten 1mmHg lebih tinggi di antara anak-anak dengan ibu yang merokok selama kehamilan.1Kandungan yang mempengaruh fisiologis selama kehamilan adalah nikotin, yang diangkut melintasi plasenta, dan karbon monoksida, yang dapat mempengaruhi fungsi vaskular plasenta dan menyebabkan hipoksia janin. Pada manusia dan hewan, nikotin bertindak baik di pusat atau perifer, untuk mengurangi nafsu makan dan berat badan, dan akibat dari nicotin withdrawal adalah hiperfagia dan peningkatan berat badan. Anak-anak cenderung kurang aktif secara fisik dan memiliki kualitas diet yang lebih buruk. Dari penelitian yang dilakukan, ibu yang merokok selama kehamilan memiliki kadar leptin, hormon pertumbuhan dan IGF-1, yang rendah pada tali pusat. Sebuah publikasi terbaru menemukan bahwa asosiasi merokok pada ibu yang merokok selama kehamilan hanya sedikit lebih kuat dibandingkan paparan asap rokok dari ayah, dengan lemak tubuh anak.1 Merokok selama kehamilan menyebabkan vasokonstriksi oleh efek nikotin dan hipoksia janin, dan dapat mengakibatkan perubahan jangka panjang bagi bayi yang akan mempengaruhi pertumbuhan pasca-natal.12American Heart Association (2012) berpendapat bahwa baik ibu dan ayah yang merokok 15 batang rokok / hari selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi. Putri ibu yang merokok 15 batang rokok / hari selama kehamilan dilahirkan dengan berat badan rendah, jarang diberi ASI dan lebih sering menjadi perokok pada masa dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa paparan asap intrauterin menyebabkan adaptasi pada berat badan dan peningkatan risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Obesitas dan berat badan merupakan faktor risiko utama terjadinya hipertensi.2,8 Meskipun paparan asap pasif diketahui menyebabkan penyakit kardiovaskular pada dewasa, dan ibu sebagai perokok pasif selama kehamilan dikaitkan dengan penurunan berat badan lahir, efek dari ibu sebagai perokok aktif diperkirakan pengaruhnya lebih besar.2Chest (2012), mengatakan bahwa risiko wheezing dipengaruhi oleh beberapa faktor pada awal kehidupan, termasuk berat badan lahir, usia kehamilan, status sosial ekonomi, keturunan, jumlah saudara, pusat penitipan, dan menyusui. Paparan janin terhadap ibu yang merokok menyebabkan berkurangnya pertumbuhan janin, yang mungkin berhubungan dengan gangguan perkembangan paru-paru dan paru-paru mengandung sakus udara lebih sedikit. Efek samping tidak langsung nikotin, termasuk berkurangnya aliran darah dan penurunan pengiriman oksigen dan nutrisi ke janin, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel atau mengurangi gerakan pernapasan janin, yang dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal dan pematangan dari saluran udara dan paru-paru. Efek langsung dari paparan nikotin pada janin melalui penelitian in vitro, termasuk penurunan jumlah dan metabolisme sel alveolar tipe 2, yang mensintesis surfaktan dalam paru yang berkembang.13Menurut Journal of Studies on Alcohol and Drug (2011), eksposur terhadap rokok memiliki efek jangka panjang pada eksternalisasi masalah perilaku. Wanita yang merokok persisten selama kehamilan mungkin mencerminkan fenotipe antisosial yang lebih luas, dan stres, depresi, kemarahan, permusuhan, agresi merupakan cerminan dari fenotipe ini.14 Namun menurut BioMed Central Pediatrics (2013), tidak ada kaitan antara paparan asap rokok prenatal dengan kognitif, perilaku dan perkembangan yang buruk. Hubungan ini lebih dikaitkan dengan paparan asap rokok paska kelahiran dari kedua orang, genetik dan faktor lingkungan keluarga.20National Institutes of Health (2011), mengemukakan bahwa paparan toksin asap rokok selama periode prenatal dapat menyebabkan defisit dalam perkembangan otak janin yang kemudian mengarah pada perilaku mengganggu, lingkar kepala lebih kecil, gangguan belajar dan memori.15,7,6 Asap rokok diketahui mengandung banyak racun, beberapa di antaranya, seperti nikotin dan karbon monoksida, yang merupakam kunci teratogen neurobehavioral Nikotin dan karbon monoksida bisa melewati plasenta untuk mempengaruhi perkembangan normal dari otak janin melalui (1) efek teratologic pada sistem saraf janin yang berkembang, dan (2) efek hipoksia pada unit janin-plasenta yang mengurangi sirkulasi darah janin. Pengurangan ketebalan korteks prefrontal orbital telah ditemukan di kalangan remaja yang terkena paparan asap rokok selama masa kehamilan. Pasien dengan lesi di korteks prefrontal orbital dan wilayah yang berdekatan menunjukkan ledakan kemarahan, agresi yang impulsif dan perilaku kekerasan. Selain itu, bukti dampak paparan asap rokok selama periode prenatal pada substrat saraf juga pernah diperlihatkan dalam neuroimaging fungsional MRI, studi genotipe dan fenotip. Temperamen sebagai ciri kepribadian yang stabil sejak lama diduga memiliki dasar neurobiologis. Misalnya, wilayah korteks prefrontal orbital sebagai kawasan kunci yang terkait dengan dimensi dasar temperamen dan pengendalian.15 Nikotin yang terkandung dalam asap rokok adalah racun saraf yang dikenal mudah ditransfer ke kompartemen janin selama kehamilan, melalui aktivasi reseptor nicotinic acetylcholine (nAchRs). Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang memainkan peran penting dalam otak untuk replikasi sel dan diferensiasi, perkembangan sinaptik. Stimulasi nAchRs oleh nikotin dapat mengganggu sinyal yang ditimbulkan oleh asetilkolin, kemudian menyebabkan kelainan yang mendalam dan permanen pada susunan saraf pusat. Karbon monoksida menghasilkan peningkatan tingkat karboksihemoglobin dalam darah ibu dan janin. Paparan prenatal terhadap asap rokok mengganggu perkembangan normal dari sistem serotonin. Sistem serotonin di daerah korteks prefrontal mempunyai peranan sebagai inhibitor atas kemarahan, impuls, dan agresi impulsif. Penurunan fungsi serotonin pusat telah dikaitkan dengan peningkatan iritabilitas dan kurangnya kontrol impuls.15Menurut European Society of Human Reproduction and Embryology (2011), paparan tembakau pada uterus baru-baru ini dikaitkan dengan penurunan jumlah sel germinal dan somatik dalam embrio gonad jantan dan betina. Penelitian pada hewan telah menggambarkan bahwa dalam eksposur uterus dengan agen anti-androgenik dapat mengurangi jumlah sel sertoli yang merupakan faktor utama yang menentukan jumlah sperma pada seorang individu. Hal ini menunjukkan bahwa paparan pranatal mempengaruhi jumlah sel sertoli dan spermatogenesis secara permanen. Ibu yang merokok selama kehamilan dikaitkan dengan penurunan baik endokrin maupun eksokrin kapasitas primer testis. Paparan prenatal juga dikaitkan dengan menurunnya kadar inhibin-B dan inhibin-B / FSH. Inhibin-B berkorelasi dengan jumlah sperma, dan inhibin-B/FSH yang rendah menunjukkan penurunan utama dalam kapasitas spermatogenik testis. Kurangnya peningkatan kompensasi FSH bisa menunjukkan bahwa fungsi hipotalamus-hipofisis juga telah terpengaruh akibat rokok selama kehamilan. Tingkat inhibin-B menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan jumlah sperma yang rendah (inhibin-B, 150 pg / ml). Tingkat rata-rata 150 pg / ml, mungkin menjelaskan mengapa pria terpajan memiliki jumlah sperma 80% dari non-terkena, sedangkan hormon spermatogenesis terkait inhibin-B 90%. Berkurangnya konsentrasi sperma, mengurangi jumlah sperma dan ukuran testi. Studi di Denmark pada 522 pasangan ibu-anak diamati bahwa terdapat dosis-respons antara ibu yang merokok dan jumlah sperma rendah pada anak-anak.Ibu yang merokok selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan free-T. Jika kenaikan ini tampak jelas pada awal pubertas, akan menyebabkan perkembangan pubertas lebih cepat dengan tanda-tanda pubertas lebih awal. Pubertas lebih awal mengarah untuk menurunkan tinggi badan akhir karena masa yang singkat dari pertumbuhan masa kanak-kanak. Namun, semakin tinggi free-T, dapat menyebabkan perkembangan pubertas yang cepat, yang merupakan predisposisi perilaku yang mengambil risiko, yang dapat berkontribusi pada jumlah kalangan perokok yang lebih tinggi di kalangan pria terpajan. Peningkatan free-T tidak disebabkan oleh perubahan testosteron total tetapi dengan penurunan SHBG. Penurunan itu tidak dijelaskan oleh perbedaan dalam BMI. Kita tidak bisa mengklarifikasi apakah tingkat SHBG yang berubah ini adalah konsekuensi langsung dari ibu yang merokok atau efek tidak langsung melalui penurunan hormon tiroid atau peningkatan kadar prolaktin, yang keduanya dapat mengurangi SHBG. Sebuah penelitian pada hewan menunjukkan paparan nikotin selama menyusui menyebabkan disfungsi tiroid neonatal, peningkatan adipositas, hiperleptinemia dan hipotiroidisme sekunder di masa dewasa. Dengan demikian, tingkat hormon tiroid yang berubah pada pria terpajan akan sesuai dengan tingkat SHBG dan BMI yang lebih tinggi. Meskipun free-T lebih tinggi, LH tidak berubah. Kami berhipotesis bahwa paparan merokok dalam uterus dapat menyebabkan perubahan set point dari sumbu hipotalamus-hipofisis, membuat kurang sensitif terhadap peningkatan testosteron atau estradiol.23Menurut Human Reproduction (2011), merokok selama kehamilan dikaitkan dengan infertilitas dan ketidaksuburan pada keturunannya. Misalnya, paparan merokok sebelum melahirkan telah dikaitkan dengan jumlah sperma dan kualitas yang rendah pada keturunan laki-laki dan infertilitas dan ketidaksuburan pada keturunan perempuan. Paparan pralahir terhadap nikotin mempengaruhi kesuburan keturunan dengan mengganggu fungsi ovarium dan spermatogenesis dan dengan mengubah produksi hormon seks dan gonadotropin (FSH dan LH), yang merupakan kunci dalam memicu waktu menarche. Ibu yang merokok sangat berat, tampaknya memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam mempercepat waktu menarche daripada yang merokok menengah selama kehamilan, ayah yang merokok selama kehamilan, orangtua yang merokok selama masa kanak-kanak atau paparan prakonsepsi. Paparan asap rokok pada usia kehamilan awal mempengaruhi AOM, karena waktu paparan bertepatan dengan perkembangan ovarium janin dan oosit dalam ovarium. Diferensiasi gonad dimulai setelah delapan minggu kehamilan. Oosit pertama kali muncul pada minggu ke-11 kehamilan, dan folikel pertama muncul di sekitar minggu ke-16 kehamilan.25Windham GC, Zhang L, Longnecker MP, Klebanoff M, National Institutes of Health (2009), ukuran tubuh yang lebih besar berhubungan dengan usia yang lebih muda saat menarke. Aspek lain dari pertumbuhan, termasuk berat lahir, panjang dan kecepatan pertumbuhan juga dapat dikaitkan dengan usia saat menarche. Pubertas merupakan serangkaian perubahan hormon yang terjadi di bawah kendali neuroendokrin, dengan sejumlah hormon messenger termasuk leptin, insulin dan melatonin mungkin memainkan peran dalam memobilisasi sumbu neuroendokrin hipotalamus-hipofisis-gonad (HPG). Paparan kimia prenatal mempengaruhi perkembangan seksual, dengan senyawa yang mengubah jalur hormonal (misalnya, endokrin "disruptors"). Asap tembakau mengandung ribuan senyawa, beberapa di antaranya dapat bertindak sebagai endokrin "disruptors, termasuk logam, pestisida, dan poli hidrokarbon aromatik. Merokok telah dilaporkan memiliki efek anti-estrogenik, dan mempunyai efek terhadap progesteron dan gonadotropin. Merokok selama kehamilan diketahui memiliki dampak buruk, termasuk peningkatan risiko kelahiran prematur dan berat lahir rendah, tinggi badan lebih pendek dan obesitas, mekanisme yang mungkin mempengaruhi perkembangan pubertas. Anak-anak perempuan dari ibu yang merokok berat selama kehamilan memiliki usia menarche lebih cepat dibandingkan anak perempuan non-perokok. Onset menarche, baik bergeser ke arah lebih awal atau lambat dapat menandakan adanya gangguan pada hipotalamus atau sistem endokrin yang menghasilkan masalah reproduksi di kemudian hari, seperti kanker dan bahkan penyakit jantung.26KEHAMILANa.Kehamilan Ektopic (KE)Beberapa faktor penting untuk terjadinya KE antara lain adalah PID, riwayat KE sebelumnya, riwayat operasi pada pelvis, riwayat penggunaan IUD, dan riwayat pemakaian kontrasepsi oral.Merokok merupakan faktor resiko terjadinya KE. Resiko terjadinya KE ini berbanding lurus dengan makin banyaknya rokok yang dihisap setiap harinya.Mekanisme terjadinya hal ini sebenarnya belum jelas. Diduga disebabkan gangguan transportasi dalam tuba, dan lambatnya ovum masuk ke dalam cavum uteri yang disebabkan gangguan mukosa dan cillia dalam tuba. Merokok juga menyebabkan KE secara tak langsung, dengan meningkatkan resiko untuk terjadinya PID.b.Solutio Placenta (SP)Solucio Placenta ialah lepasnya placenta yang letaknya normal, dari dinding uterus, sebelum bayi lahir. Faktor resiko untuk terjadinya SP antara lain hypertensi, trauma abdomen, pemberian obat secara IV, riwayat persalinan pretem, rwayat stillbirth, abortus spontan, usia ibu yang sudah lanjut, dan kediaman yang tinggi diatas permukaan laut selama kehamilan.Merokok, bisa merupakan faktor resiko terjadinya SP. Mekanisme terjadinya SP diduga disebabkan kurangnya perfusi placenta akibat efek vasokontriksi, atau akibat meningkatnya COHb, sehingga terjadi hipoxia lokal yang menyebabkan palcenta rusak dan terlepas dari cengkramannya.c.Placenta Previa (PP)Placenta Previa ialah keadaan dimana letak placenta demikian rendahnya, sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium internum.Faktor resiko terjadinya placenta previa antara lain, akibat kerusakan dinding endometrium akibat myoma, atau riwayat kuretase, atau pada kebutuhan perfusi yang meningkat, seperti pada kehamilan kembar.Merokok, merupakan faktor resiko terjadinya PP, diduga karena pada wanita hamil yang merokok, terjadi hipoxiemi kronis yang akibat vasokontriksi atau meningkatnya COHb. Hal ini membuat placenta akan mencari tambatan aliran darah dengan cara meluaskan jaringannya sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium unternum.d.Abortus Spontan (AS)Faktor resiko terjadinya AS antara lain usia ibu yang sudah lanjut, riwayat abortus sebelumnya, alkoholisme, demam, kontrasepsi, kelainan kromosom, trauma, sosio ekonomi dll.Merokok, diduga merupakan faktor resiko untuk terjadinya AS. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui dengan jelas. Diduga merokok menyebabkan gangguan implantasi hasil konsepsi pada endometrium. Dugaan lain ialah efek toksik dari nikotin dan CO terhadap fetus.e.PreeklampsiaFaktor resiko untuk terjadinya preeklampsia antara lain hipertensi kronis, multipel fetus, nullipara, riwayat preeklampsia-eklampsia, DM tipe 1, riwayat kenaikan BB yang besar dan bekerja selama hamil.Merokok diduga menurunkan resiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap, resiko itu makin turun.Namun bukti-bukti yang didapat baru berupa data epidemiologis. Mekanisme bagaimana ini bisa terjadi masih belum diketahui.

13.PENGARUH PADA JANINa.Partus prematurPartus prematur (peralinan pada usia kehamilan < 37 minggu) berhubungan erat dengan tingginya resiko mortalitas fetal, neonatal dan perinatal.Faktor resiko terjadinya partus prematur antara lain, KPSW, pendarahan antepartum, pre eklampsia, kehamilan kembar, kelainan uterus, atau infeksi saluran kemih.Merokok merupakan faktor resiko untuk terjadinya partus prematur, tapi hanya pada situasi tertentu. Misalnya keadaan bila tidak ada faktor resiko lain untuk terjadinya partus prematur atau sudah terjadi KPSW sebelumnya. Resiko makin tinggi bila ibu berumur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun. Semua keadaan diatas didapat dari hasil penelitian. Penghentian merokok akan menurunkan resiko ini.Mekanisme tingginya resiko partus prematur pada wanita yang merokok diduga disebabkan efek vasokontriksi nikotin pada placenta, atau tingginya kadar katekolamin dalam darah.b.Berat badan lahir rendahBerat badan lahir dikatakan rendah bila kurang dari 2500 gram. Sedangkan istilahSmall For Gestation Age (SGA)ialah bila berat badan lahir dibawah 10 persentil grafik.Merokok pada wanita hamil meninggikan resiko untuk terjadinya BBLR dibanding wanita yang tidak merokok. Selain itu faktor resiko lain ialah umur kehamilan, umur ibu,paritas, berat badan sebelum lahir, status ekonomi, dan prenatal care.Perbedaan berat badan lahir antara bayi yang ibunya merokok dan bayi yang ibunya ridak merokok berkisar antara 250-320 gram. Perbedaan ini juga terlihat pada panjang badan dan lingkar dada.Mekanisme timbulnya berat lahir rendah akibat merokok bisa dengan berbagai cara. Merokok bisa menyebabkan partus prematur, sehingga berat badan lahirnya memang kurang dari 2500 gram, walaupun sesuai dengan usia kehamilan. Merokok juga bisa menyebabkan retardasi pertumbuhan karena efek vasokontriksi dari nikotin menyebabkan sirkulasi uteroplacenta berkurang, sehingga terjadi hipoxia dan gangguan nutrisi janin. Wanita yang merokok juga sulit untuk menambah berat badan selama kehamilan. Rata-rata penambahan berat badan pada perokok selama hamil adalah 9 kg, sedangkan wanita yang tidak merokok rata-rata bertambah 11 kg, walaupun wanita perokok itu makan lebih banyak kalori dibanding yang tidak merokok.c.Malformasi KongenitalSecara keseluruhan, merokok tidak meninggikan resiko untuk terjadinya malformasi kongenital, atau bila pun ada perbedaan, namun secara statistik tidak signifikan atau hasilnya saling bertentangan.d.Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)SIDS adalah kematian yang tiba-tiba terjadi pada bayi usia kurang dari 1 tahun yang tidak diketahui sebabnya.Merokok, meningkatkan resiko untuk terjadinya SIDS dan resiko ini makin tinggi dengan makin banyaknya konsumsi rokok.Mekanisme bagaimana merokok bisa menyebabkan SIDS masih belum jelas. Diduga, merokok menyebabkan gangguan pada proses neuroregulasi dari pernafasan sehingga terjadi apneic spells yang menyebabkan terjadinya SIDS.

14.LAKTASIMenyusui diketahui mempunyai manfaat nutrisi dan prefentif terhadap infeksi seperti ISPA dan diare pada bayi.Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang merokok lebih lambat dalam mulai menyusui dibanding wanita yang tidak merokok, dan cenderung menyapih bayinya lebih awal. Produksi ASI juga250 ml lebih sedikit setiap harinya dibanding wanita yang tidak merokok. Keadaan ini makin sering terjadi dengan makin banyaknya rokok yang dihisap.Mekanisme terjadinya hal ini mungkin disebabkan antara lain rendahnya kadar hormon prolactin yang lebih rendah pada wanita yang merokok

Pengaruh Mengkonsumsi Alkohol Pada KehamilanSejatinya organ hati akan memecah alkohol, sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh. Namun bila anda mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan, akan terjadiketidakseimbangan yang bisa mencederai hati. Kondisi ini akan menghambat proses pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat.Ada 3 jenis penyakit hati terkait dengan konsumsi alkohol:1.PerlemakanhatiDitandai oleh pembentukan sel lemak di hati. Biasanya tidak ada gejala yang menyertai, meski hati bisa saja membesar dan Anda merasakan tidak nyaman pada perut kanan bagian atas.Perlemakan hati terjadi pada kebanyakan orang yang mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak. Kondisi ini akan membaik setelah yang bersangkutan berhenti minum alkohol.2. Hepatitis alkoholik atau peradangan hati.Sekitar 35% dari populasi peminum berat mengalami hepatitis alkoholik. Gejalanya bisa berupa hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, demam dan kulit berwarna kuning.Jika tingkatnya ringan, hepatitis alkoholik dapat bertahan hingga bertahun-tahun, tetapi bisa menyebabkan kerusakan hati progresif.

3. Sirosis AlkoholikTipe ini lebih serius dari penyakit hati gara-gara alkohol. Antara 10-20% dari peminum kelas berat mengalami sirosis, biasanya setelah 10 tahun lebih mengonsumsi alkohol. Gejalanya mirip hepatitis alkoholik.kerusakan akibat sirosis membuat hati tidak dapat dikembalikan seperti semula. Kebanyakan peminum berat akan mengalami perjalanan gangguan hati mulai dari perlemakan hati ke hepatitis alkoholik dan bisa berakhir pada sirosis alkoholik.Perjalanan gangguan hati ini tentu bervariasi pada tiap individu. resiko mengalami sirosis menjadi tinggi terutama pada peminum kelas berat dan memiliki penyakit lever kronis seperti infeksi virus hepatitis C. Kesehatan para peminum ini bisa membaik bila berhenti minum alkohol. Minum alkohol dalam jumlah moderat bagi kebanyakan orang tidak menyebabkan penyakit liver. Moderat artinya tidak lebih satu gelas (porsi) per hari bagi perempuan dan 2 gelas/hari bagi pria. Meski demikian, bagi orang dengan penyakit hati kronis, alkohol dalam jumlah sedikit saja akan memperburuk sakit hatinya. Pengidap sakit hati akibat alkohol dan dengan sirosis dari berbagai penyebab sebaiknya benar-benar putus dengan alkohol. Yang tidak kalah penting, jangan minum obat asetaminofen dengan alkohol atau setelah menenggak banyak alkohol. Kombinasi ini dapat membahayakan lever.

Metabolisme Alkohol Dalam TubuhMinuman BeralkoholAlkohol merupakan cairan bening yang mudah menguap, tidak berwarna, baunya khas dan terasa dingin jika mengenai kulit manusia (karena alkohol menyerap air yang ada di sekitarnya). Alkohol juga mudah terbakar dengan nyala api yang berwarna biru dan tidak berasap.Alkohol terbentuk dari proses fermentasi tanaman dan buah-buahan yang mengandung gula karbohidrat. Proses ini dibantu oleh organisme tanaman yang berfungsi meragikan zat gula dalam tanaman dan buah-buahan untuk menjadi senyawa alkohol dan karbondioksida. Setelah melalui proses penyulingan berulang kali, diperoleh alkohol sesuai dengan kadar yang diinginkan. Selain melalui proses fermentasi, alkohol juga diproduksi melalui reaksi kimia acid-catalyzed hydration dari ethylene (gas tidak berwarna yang dihasilkan dari proses pemecahan panas senyawa hidrokarbon atau dari proses pengeringan etanol). Nama lain dari alkohol adalah Etanol atau Aethyl Alcohol atau EtOH. Etanol mempunyai rumus kimia CH3-CH2-OH atau C2H5OH, yang mendidih pada suhu 78,3oC (172,9oF) dan membeku pada suhu 117,3oC (-243,1oF)2. Berikut proses fermentasi zat gula:

Minuman yang mengandung alkohol biasa disebut sebagai minuman keras. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.: 86/Men.Kes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan minuman keras adalah: Semua jenis minuman beralkohol (bukan obat) meliputi: minuman keras Golongan A, minuman keras Golongan B dan minuman keras golongan C. Berikut jenis minuman keras :1. Minuman keras Golongan A Minuman ini merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol sebesar 1 % sampai dengan 5 %. Contoh minuman Golongan A antara lain Bir Bintang, Green Sand, Anker Bir, Asahi, San Miguel dan aneka bir lainnya.2. Minuman keras Golongan B Minuman ini merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol sebesar 5 % sampai dengan 20 %. Contoh minuman Golongan B antara lain Anggur Malaga, Anggur Kolesom cap 39, Kucing Anggur Ketan Hitam, Arak Kolesom, Anggur Orang Tua, Shochu, Crme Cacao dan jenis minuman anggur lainnya.3. Minuman keras Golongan C Minuman ini merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol sebesar 20 % sampai dengan 55 %. Contoh minuman Golongan C antara lain Mansion House, Scotch Brandy, Stevenson, Tanqueray dan minuman brandy lainnya.

Siklus AlkoholPenggunaan alkohol sebagai minuman saat ini sangat meningkat di masyarakat. Pengunaan alkohol terutama secara kronis dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati melalui beberapa mekanisme seperti melalui induksi enzim dan radikal bebas. Efek terhadap hati akibat penggunaan alkohol secara akut tampaknya lebih ringan bila dibandingkan dengan pengunaan alkohol secara kronis, namun data yang pasti belum ada. Alkohol/etanol merupakan zat kimia yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh oleh karena akan mengalami proses detoksifikasi didalam organ tubuh. Hati (liver/hepar)merupakan organ tubuh yang penting untuk mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan tubuh, termasuk alkohol/etanolAlkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Menurut Zakhari (2006), metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu:a.Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase: Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan ADH terutama terjadi di dalam hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid. Asetaldehid merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel.b.Jalur Peroksisom/Sistem Katalase: Sistem ini berlangsung di dalam peroksisom dengan menggunakan katalase. Pada jalur ini diperlukan H2O2. Sistem ini diperlukan ketika kadar alkohol di dalam tubuh meningkat.c. Jalur Mikrosom: Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM (Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom). Sistem ini melibatkan enzim sitokrom P450 yang berada dalam mikrosom. Oleh ketiga jalur tersebut alkohol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian akan diubah menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Alkohol yang masuk ke saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui dinding gastrointestinal, tetapi lokasi yang efisien untuk terjadi absorbsi adalah di dalam usus kecil. Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90-98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi dengan enzim, sedangkan 2-10%nya diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung, dan air ludah.

MetabolismeAlkohol Dalam TubuhMetabolisme alkohol terutama terjadi di dalam hati. Bila diminum dalam dosis rendah, alkohol dipecah oleh enzim alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehida (hampir 95% etanol dalam tubuh akan teroksidasi menjadi asetaldehid dan asetat, sedangkan 5% sisanya akan dieksresi bersama urin). Enzim ini membutuhkan seng (Zn) sebagai katalisator. Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetil KoA, lagi-lagi oleh enzim dehidrogenase.Kedua reaksi ini membutuhkan koenzim NAD. Ion H yang terbentuk diikat oleh NAD dan membentuk NADH. Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam trikarboksilik (TCA), yang kemudian menghasilkan NADH, FADH2, dan GTP yang digunakan untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP), yaitu senyawa energi tinggi yang berperan sebagai cadangan energi yang mobile di dalam sel.Namun bila alkohol yang diminum banyak, enzim dehidrogenase tidak cukup untuk memetabolisme seluruh alkohol menjadi asetaldehida. Sebagai penggantinya hati menggunakan sistem enzim lain yang dinamakanMicrosomal Ethanol Oxidizng System (MEOS).

Asetaldehida yang dihasilkan dari pemecahan alkohol oleh enzim dehidrogenase, manakala berinteraksi kembali dengan alkohol akan menghasilkan senyawa yang susunannya mendekati morfin, hingga bisa menyebabkan orang jadi kecanduan alkohol atau alkoholik. Selain lebih mendekatkan diri pada situasi mati konyol, jika ternyata memiliki umur panjang, alkoholik cenderung terancam rupa-rupa penderitaan.Ancaman pertama yang akan menimpa yaitu menurunnya konsumsi zat makanan lain yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan, menyebabkan berbagai bentuk malnutrisi. Ini terjadi karena alkoholik umumnya kurang sensitif terhadap rasa lapar, gara-gara kebutuhan energinya telah dipasok alkohol.Bentuk malnutrisi yang paling umum ialah defisiensi folat, tiamin, dan piridoksin, akibat metabolisme etanol menjadi asetaldehid, yang merangsang hidrolisis gugus fosfat koenzim tersebut dan rendahnya kadar Mn, Co, dan Zn dalam darah.Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme dan penyerapan alkohol oleh tubuh manusia, antara lain :1.Jenis dan besar kadar alkohol yang diminum.Makin tinggi kadar alkohol yang diminum maka makin cepat dan banyak alkohol yang dapat diserap oleh tubuh manusia. Jenis minuman alkohol juga menentukan besar kadarnya.2.Jumlah alkohol yang diminum.Makin banyak alkohol yang diminum maka makin tinggi kadar alkohol yang dapat ditemukan dalam tubuh.3.Keadaan mukosa lambung dan usus.Adanya makanan dan jenis makanan tertentu dalam lambung saat mengkonsumsi alkohol dapat penyerapan. Jumlah alkohol yang dapat diserap tergantung pada seberapa cepat lambung mengkosongkan isinya. Jika seseorang minum alkohol setelah makan (makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak), maka kecepatan alkohol yang dapat diserap tubuh menjadi tiga kali lebih lambat daripada saat lambung dan usus kosong.4.Jumlah kandungan air dalam tubuh.Semakin besar tubuh manusia semakin banyak kandungan air di dalamnya karena hampir 2/3 dari berat badan manusia terdiri dari air. Alkohol dapat bercampur dengan air sehingga kepekatan alkohol dalam darah berkurang.5.Berat badan manusia.Respon tubuh terhadap alkohol antara orang kurus dan gemuk adalah berbeda. Hal ini disebabkan orang yang lebih kurus dan kecil mempunyai volume atau jumlah darah yang lebih sedikit dan organ hatinya juga lebih kecil. Oleh karena itu, level alkohol dalam darah yang mengalir ke organ hati akan lebih besar dan mungkin akan lebih besar lagi saat darah mengalir meninggalkan organ tersebut.6.Jenis kelamin.Metabolisme dan penyerapan alkohol pada wanita berbeda dengan pria. Wanita mempunyai konsentrasi alkohol darah (BAC) lebih tinggi setelah mengkonsumsi minuman beralkohol yang sama banyaknya dengan yang dikonsumsi oleh seorang pria. Kemampuan alkohol dalam tubuh wanita untuk memetabolisme enzim ADH dalam perut lebih lemah daripada pria. Selain itu, wanita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya penyakit hati, kerusakan otot jantung dan kerusakan otak. Wanita juga memiliki kandungan air dalam tubuh lebih sedikit dari pria, sehingga konsentrasi alkohol dalam darah lebih besar jika minum dengan jumlah yang sama dan berat badan juga sama dengan seorang pria.7.Kebiasaan minum.Minuman beralkohol adalah sumber utama energi-misalnya,enam pint bir berisi sekitar 500 kkal dan setengah liter wiski berisi 1650 kkal. Kebutuhan energi sehari-hari bagi seorang pria sedang aktif adalah 3.000 kkal dan untuk wanita 2200 kkal,setengah botol wiski adalah setara dalam hal molar sampai 500 g aspirin atau 1,2 kg tetrasiklin. Bila seseorang terbiasa minum alkohol maka makin cepat pula penyerapan oleh tubuhnya.Ketika kadar alkohol di dalam darah mencapai 0,050%, efek depresan dari alkohol mulai bekerja, sementara pada kadar alkohol 0,1%, syaraf-syaraf motorik mulai terpengaruh. Berjalan, penggerakan tangan dan berbicara mulai sedikit ada nampak perbedaan. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, kadar mabuk didefinisikan sebagai kadar alkohol yang mencapai 0,1% di dalam darah. Dalam undang-undang mengenai keamanan berkendaraan di jalan raya di beberapa negara bagian di AS, keadaan mabuk bahkan didefinisikan lebih rendah lagi, yaitu sekitar 0,05% kadar alkohol dalam darah. Pada kadar alkohol 0,2% dalam darah, syaraf motorik seseorang benar-benar terlumpuhkan dan keadaan emosi orang tersebut mulai terganggu. Marah-marah, merasa jagoan, dan bicara layaknya seorang yang sok berani, biasanya mulai terlihat apalagi jika ada orang yang tidak mabuk yang mengatakan bahwa ia mabuk. Sedangkan dalam kadar 0,3%, si pemabuk benar-benar dalam keadaan kacau dan bisa kolaps atau jikalau ia mendapatkan stimulus dari luar ia akan sangat sulit bereaksi dengan baik. Lantas dengan kadar alkohol 0,4 hingga 0,5% dalam darah, orang akan berada dalam keadaan koma, dan beberapa bagian di otak yang mengatur detakan jantung dan pernafasan akan sangat terganggu sehingga dapat menimbulkankematian!.

Gejala Fatty Liver Perlemakan hati atau fatty liver adalah kondisi dimana terjadi timbunan lemak berlebihan dalam hati. Sebenarnya perlemakan hati tidak terlalu berbahaya namun apabila terjadi terus menerus dan berulang berpotensi menimbulkan kerusakan dan sirosis. Ada dua jenis fatty liver berdasarkan penyebabnya yakni alkoholik dan non-alkoholik. Perlemakan hati karena alkohol Fatty liver dapat terjadi setelah meninum alkohol dalam jumlah sedang atau banyak. Bahkan bisa terjadi setelah minum berat dalam waktu singkat (Penyakit hati alkoholik akut) Pada penyakit fatty liver alkoholik, gejala bisa dihentikan, disembuhkan atau bisa juga memburuk. Saat sirosis (pengerasan hati) terjadi, fungsi liver akan menurun dan dapat terjadi : Retensi cairan Pengecilan otot Perdarahan internal Jaundice (penyakit kuning) Kegagalan fungsi hati Perlemakan hati non-alkohol Penyebab perlemakan hati non alkohol 80% disebabkan karena obesitas/kegemukan sedangkan penyebab lainnya bisa karena diabetes, kehamilan, dislipidemia, keracunan, beberapa jenis obat, operasi bypass pada usus kecil, kurang gizi dan diet rendah protein. Gejala perlemakan hati Fatty liver jarang menimbulkan gejala karena prosesnya berjalan dengan lambat namun jika terus berlanjut dapat menimbulkan beberapa keluhan seperti -Nyeri tumpul di bagian kanan atas perut dan perasaan tidak nyaman pada daerah tersebut -Kulit dan sklera mata yang kekuning-kuningan (jaundice) Mudah lelah, lesu dan lemas -Kadang merasa mual, muntah dan perut kembung Berat badan dapat menurun atau menurunnya nafsu makan apabila dalam keadaan berat Patofisiologi yang mendasari antara lain : Penurunan beta-oksidasi asam lemak pada mitokondria (gangguan pembersihan) Peningkatan sintesis asam lemak endogen atau peningkatan pengiriman asam lemak ke hepar (peningkatan jumlah asam lemak) Penurunan eksport trigliserida sebagai VLDL Perubahan patologik dapat terlihat pada pasien dengan penyakit hati akibat alkohol yang dapat dibagi menjadi : Perlemakan hati alkoholik Hepatitis alkoholik Sirosis alkohol Perlemakan hati akibat alkohol bersifat reversible. Perlemakan hati terjadi pada individu yang mengkonsumsi lebih dari 60 gram alkohol per hari. Banyak mekanisme dari etanol yang menginduksi perlemakan hati. Pada metabolisme etanol terjadi peningkatan glycerol 3-phospate yang menyebabkan peningkatan esterifikasi asam lemak. Selain itu, alkohol dalam jumlah yang banyak menyebabkan peningkatan lipolisis melalui stimulasi langsung aksis adrenal-pituitary. Selain itu metabolisme alkohol kronik akan menyebabkan inhibisi oksidasi asam lemak dan melepaskan VLDL ke dalam darah.

Dampak Alkohol Pada OrganDampak Alkohol pada Fungsi Hati.Minum adalah sesuatu yang mungkin kebanyakan orang senang. Tidak banyak yang tahu bahwa ada garis tipis antara alkohol dan minum alkohol secara moderat. Orang pesta minum tidak harus menjadi terkena dampak oleh penyakit minum. Perawatan alkohol yang tepat waktu dapat mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan dari alkoholisme. Fakta-fakta berikut akan membantu Anda memahami dampak alkohol pada hati dan akan membuat gambaran lebih jelas.

Dampak Jangka Pendek AlkoholKetika kita melihat ke dalam dampak jangka pendek alkohol, memahami implikasi jangka panjang dari minum alkohol yang berlebihan akan menjadi lebih jelas. Sebelum kita mulai dengan dampak alkohol jangka panjang pada hati, penting bahwa Anda tahu apa yang terjadi ketika kita minum alkohol. Ketika kita minum alkohol, sekitar 20% nya diserap oleh aliran darah, sisanya diserap oleh lambung dan lapisan usus, itu kemudian dibawa ke hati di mana itu dipecah ke dalam air, karbon dioksida dan lemak. Hati kita mampu untuk menangani setengah liter per jam, jadi ketika kita pesta minum, hati membutuhkan air untuk pemecahan alkohol. Tapi minum alkohol menyebabkan buang air kecil berlebihan di dalam tubuh, akibatnya air dari bagian lain dialihkan ke hati. Hal ini menyebabkan dehidrasi. Ketika hati menyerap alkohol, itu menghasilkan substansi yang dikenal sebagai asetaldehida yang sangat beracun ke hati, perut dan otak. Inilah yang menyebabkan mabuk.

Dampak Jangka PanjangAlkoholDampak jangka panjang dari minum alkohol jauh lebih buruk daripada mabuk. Dampak dari minum ikut berdampak terhadap bagaimana fungsi hati. Konsumsi alkohol yang berlebihan adalah penyebab akar dari banyak penyakit hati. Lemak disimpan karena penyerapan alkohol menyebabkan penyakit hati berlemak. Satu-satunya cara untuk mengatasi ini adalah untuk melepaskan alkohol sama sekali dan menunggu hati untuk memperbaiki dirinya sendiri.Seiring waktu, konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan peradangan hati sebagai akibat dari hepatitis alkoholik yang terjadi. Meskipun hal ini jarang terjadi pada peminum berat, tetapi tingkat kematian pada penyakit ini adalah 60%. Penyakit ini juga mempengaruhi peminum moderat dan dapat berkembang menjadi sirosis atau gagal hati. Sirosis terjadi ketika sel-sel hati mendapatkan lebih kerusakan sehingga mereka tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Sirosis hati adalah menutup lengkap dari fungsi hati. Di jaringan bekas luka mencegah aliran bebas darah yang mengarah ke akumulasi limbah dan racun dalam tubuh dan meracuni tubuh dari dalam. Gejala sirosis hati hanya terlihat ketika telah berkembang ke stadium lanjut. Biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan untuk pasien pada tahap ini, tetapi mengobati gejala penyakit tersebut.

DampakAlkoholpada Tubuha. Susunan saraf pusatAlkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan pada sistem-sistem lain. Efek stimulasi alkohol terhadap SSP masih diperdebatkan mungkin stimulasi tersebut timbul akibat aktivitas berbagai bagian otak yang tidak terkendalikan karena bebas dari hambatan seagai akibat penekanan mekanisme control penghambat. Alkohol bersifat anastetik (menekan SSP), sehingga kemmpuan berkonsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mendiskriminasi terganggu adan akhirnya hilang.Penggunaan alcohol pada seseorang yang tidak ketergantungan alkohol, tidak minum obat dan dalam kondisi jasmani yang sehat, alkohol mengurangi risiko untuk menderita penyakit jantung koroner. Bila alkohol diminum dalam jumlah yang layak, perubahan-perubahan patologik yang mungkin terjadi masih bersifat revensibel. Sebaliknya, bila alkohol disalahgunakan, dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan fisik seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, termasuk gangguan pada susunan saraf pusat, serta menimbulkan ketergantungan fisik dengan segala akibatnya. pada pemakaian alkohol yang lama, teratur, dan dalam jumlah banyak, dapat timbul ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Toleransi yang terjadi disebabkan meningkatkannya aktivitas MEOS (toleransi farmakodinamik) dan toleransi behavioral. Pada pemakaian alkohol yang berlebihan dapat terjadi intoksifikasi alkohol dengan gejala muka merah, gangguan koordinasi motorik, jalannya tak stabil, bicara cadel, pelo), nistagmus, perubahan pada alam perasaan, mudah tersinggung, banyak bicara, dan gangguan dalam memusatkan perhatian. Pada beberapa orang dapat dijumpai intoksikasi idiosinkratik alkohol, yaitu timbul gejala intoksikasi walaupun ia hanya minum alkohol dalam jumlah yang pada kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi.b. Sistem kardiovaskulerAlkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Depresi kardiovaskuler terjadi pada keracunan akut alkohol yang berat, terutama akibat factor vasomotor sentral dan depresi pernapasan. Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan vasodilatasi terutama pembuluh darah kulit, sehingga menimbulkan rasa hangat pada kulit.c. GinjalMinum alkohol secara akut meningkatkan ekskresi amonium melalui ginjal. Alkohol sendiri tidak menimbulkan perubahan pada keseimbangan asam dan basa. Pasien yang mengalami gangguan dalam asidifikasi ginjal akan cenderung mengalami koma hepatikum. Ini disebabkan karena meningkatnya pembentukan amonia dalam ginjal dan meningkatnya amonia ke dalam pembuluh darah balik. Asidosis tubulus renalis terjadi karena kekurangan fosfat, zat putih telur atau karena sirosis hepatis. Alkohol menyebabkan terjadinya hiperventilasi sehingga bisa terjadi alkalosis respiratorik. Emesis pada putus alkohol dapat menyebabkan terjadinya alkalosis metabolik dan hipokalemia. Alkohol dapat menyebabkan terjadinya diuresis. Pengaruh alkohol pada manusia antara lain mengubah respon hipotalamus terhadap perubahan osmolalitas plasma. Dalam keadaan normal, bila osmolalitas plasma meningkat maka hormon antidiuretik dalam plasma meningkat pula sehingga mengurangi produksi urine. Kadar alkohol yang meningkat secara akut akan memperbanyak urine, sedangkan pada waktu putus alkohol akan bekerja pengaruh antidiuretik. Pada penyalahgunaan alkohol yang kronis di mana terjadi kerusakan pada hepar dapat terjadi retensi air karena tingginya ADH (Anti Diuretik Hormon) sehingga terjadi keracunan air.

d. PankreasPenyalahgunaan alkohol baik secara akut maupun kronis dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi pankreas, yaitu perubahan pada membran sel, meningkatkan fluiditasnya dan mengubah permeabilitasnya terhadap ion, asam amino, dan senyawa lain yang penting untuk metabolisme sel. Melalui mekanisme neurohumoral, alkohol mengubah sekresi kelenjar eksokrin pankreas. Alkohol dapat menyebabkan nekrosis akut, edema akut, pankreatitis akut, kronik maupun asimtomatik, mungkin melaui aktivasi zimogen yang tidak memadai.e. Saluran CernaAlkohol secara akut mempengaruhi motilitas esofagus, memperruk refluks esofagus sehingga dapat terjadi pneumonia karena aspirasi. Alkohol merupakan predisposisi terjadinya sindroma Barrett dan kanker esofagus. Sejauh ini tidak ada bukti bahwa alkohol mempengaruhi sekresi asam lambung, tetapi alkohol jelas merusak selaput lendir lambung sehingga dapat menimbulkan gastritis dan pendarahan lambung. Tidak ada bukti bahwa alkohol menyebabkan ulkus peptikum. Alkohol secara akut maupun kronis mengubah morfologi dan stuktur intraseluler makanan dengan akibat terjadinya kondisi kurang gizi. Perubahan intraseluler itu juga dapat menyebabkan diare. Alkohol mempunyai kaitan dengan insidensi kanker sepanjang saluran pencernaan.f. OtotMiopatia alkoholika akut adalah suatu sindroma nekrosis otot secara tiba-tiba pada seorang yang secara terus-menerus minum alkohol (binges drinking). Ditandai dengan adanya rasa nyeri pada otot, mioglobinuria, dan meningkatnya serum kreatin kinase. Miopatia alkoholika kronis ditandai dengan adanya kelemahan otot-otot proksimal dan atrofi otot-otot. Miopatia alkoholika ini mungkin disebabkan gangguan keseimbangan elektrolit, yaitu turunya kadar kalium, turunnya kadar fosfat dalam darah, serta adanya defisiensi magnesium.g. DarahAlkohol secara langsung merusak sumsum tulang, terutama prekursor eritrosit dan prekursor leukosit, sehingga menimbulkan anemia dan leukopenia. Pada pemakaian alkohol yang kronis, anemia disebabkan kurang gizi dan anemia hemolitika yang terjadi karena kerusakan pada hepar. Alkohol juga secara langsung menghambat pembentukan trombosit serta mempengaruhi fungsinya sehingga memperpanjang waktu pendarahan. Hal ini diperhebat apabila ada defisiensi asam folat dan splenomegalia. Pada pemakaian alkohol yang kronis, defisiensi vitamin K dan faktor koagulasi terjadi sebagai akibat sirosis hepatis, bukan semata-mata karena alkohol itu sendiri.h. Kelenjar EndokrinEfek alkohol terhadap kelenjar endokrin yang paling jelas ialah terjadinya hipogonadisme pada pria. Alkohol melalui pengaruhnya pada testes dan hipotalamus mengurangi produksi testeron. Feminisasi pada pemakai alkohol kronis disebabkan hipogonadisme tersebut di atas dan juga karena terganggunya fungsi hepar akibat alkohol, yaitu terganggunya kemampuan untuk memecah hormon estrogen. Pada beberapa peminum alkohol kronis dapat dijumpai gejala mirip sindroma Cushing. Hal tersebut kemungkinan disebabkan efek stimulasi alkohol terhadap sekresi cortisol pada waktu intoksikasi maupun waktu putus alkohol, yang bekerja melaui ACTH atau langsung pada kelenjar adrenalis. Aksis hipofisis paling kurang mendapat pengaruh dari alkohol. Tetapi, pada penyakit hepar karena alkohol, konversi T4 ke T3 menurun, sedangkan konversi T3 ke T4 meningkat. Thyroid binding protein juga berkurang. Kedua hal tersebut di atas menyebabkan perubahan pada pemeriksaan darah tetapi secara klinis tidak sampai menimbulkan hipotiroidisme. Hormon pertumbuhan dan prolaktin rupanya juga dipengaruhi oleh alkohol tetapi data mengenai hal ini belum banyak.

i. Sistem ImunitasKemungkinan menderita penyakit infeksi pada peminum alkohol bertambah besar karena beberapa faktor, antara lain1. Terhalangnya daya tahan mekanik terutama pada sistem pernafasan. Menurunnya kesadaran, terganggunya penutupan glotis, dan berkurangnya gerakan pernafasan karena sirosis hepatitis pada peminum alkohol yang kronis merupakan faktor predisposisi terjadinya pneumonia.2. Menurunnya daya tahan tubuh karena faktor makanan.3. Daya tahan tubuh, terganggunya produksi imunoglobulin, dan berkurangnya sintesa komplemen C. di samping menurunkan imunitas humoral, pemakaian alkohol dalam jumlah banyak dan lama juga menurunkan imunitas seluler karena terjadinya leukopenia, menimbulkan cacat pada kemotaksis, menghambat mobilitas daya ikat leukosit polimorfonuklear, menghambat mitogenesis sel T, menghambat kerja makrofag alveoler sehingga pulmonary clearance terganggu.

Dampak alkohol pada ibu hamila. Menurunkan IQ anakSebuah studi menemukan bahwa kontak prakelahiran terhadap konsumsi alcohol berlebihan dihubungkan dengan kemungkinan besar anak mempunyai skor IQ pada kisaran terbelakang mental dan insiden kenakalan yang lebih tinggi pada umur 7 tahun (Bailey dkk, 2004).b. Meningkatkan resiko keguguranSebuah studi lain melaporkan bahwa konsumsi alcohol dalam jumlah sedang oleh wanita hamil dihubungkan denga resiko kelahiran sebelum waktunya meningkat. Alkohol yang diminum pada trimester pertama kehamilan, semakin anak berumur 14 tahun tertinggal dalam tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangannya, seperti berat badan, tinggi badan, maupun ukuran kepala. Konsumsi alcohol, baik laki-laki maupun wanita selama minggu terjadinya pembuahan, meningkatkan resiko keguguran di usia kandungan muda.

Dampak Alkohol Pada Ibu Bersalina. Pre Eklampsia dan EklampsiaMenurut Departemen Kesehatan, pria yang secara teratur minum lebih dari delapan unit alkohol sehari empat kali lebih mungkin untuk mengalami tekanan darah tinggi. Wanita yang minum enam unit sehari dua kali risiko tekanan darah tinggi.Pada saat ibu hamil, mengkonsumsi alkohol berlebih juga dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi. Alkohol juga mempengaruhi fungsi kerja ginjal. Pembuluh darah ginjal kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang kecil di dalam ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah melewati selaput mereka (proteinuri) sehingga ibu hamil dengan konsumsi alkohol yang berlebihan memiliki resiko yang besar terkena Pre Eklampsia berat hingga Eklampsia.b. Kesulitan dalam mengejanSalah satu dampak mengkonsumsi berlebih ialah mengganggu fungsi organ paru-paru. Yakni mengganggu protein yang mengakibatkan keluarnya cairan tubuh pada rongga paru-paru. Akibatnya ibu akan merasa sesak nafas dan kekurangan oksigen sehingga ibu akan mengalami kesulitan dalam mengejan.c. Gawat JaninKesulitan bernapas pada ibu hamil karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol juga berdampak pada bayi. Ibu yang sesak nafas dan kekurangan oksigen, lama-kelamaan bayinya akan kekurangan oksigen juga, dan mengakibatkan distress janin/ gawat jani

Dampak alkohol Pada Ibu Menyusuia. Menurunkan gangguan motorik anakMenurut penjelasan Roger W. Harms, M.D, spesialis kandungan dari Mayo Clinic apabila selama masa menyusui seorang ibu tetapi mengonsumsi alkohol, maka alkohol tersebut dapat masuk ke dalam ASI dengan konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan di dalam aliran darah.Penelitian menunjukkan, bayi yang mendapatkan ASI dengan kontaminasi alkohol (satu gelas sehari), mungkin memiliki gangguan perkembangan motorik. Bahkan akibat pengaruh alkohol tersebut, bayi akan mengalami perubahan dalam pola tidur.Penelitian terhadap sekitar 400 bayi yang pernah dipublikai dalam The New England Journal of Medicine pada 1989 menunjukkan adanya keterlambatan perkembangan motorik pada bayi ASI saat usia setahun. Bayi-bayi ini memeroleh ASI dari ibunya yang minum alkohol setidaknya sekali setiap hari saat tiga bulan pertama setelah kelahiran.Temuan tersebut sekaligus menepis anggapan keliru yang mengatakan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan produksi air susu. Riset menunjukkan bahwa alkohol justru mengurangi produksi susu dan bahwa kehadiran alkohol dalam ASI menyebabkan bayi hanya mendapatkan ASI 20 persen lebih sedikit.b. Mengurangi produksi ASIFaktanya, Ikatan Dokter Anak Amerika Serikat menyebutkan, ibu menyusui yang minum alkohol dalam jumlah banyak dapat membuat bayi mengantuk, lemah, berat badan susah naik dan mengurangi reflek pengeluaran ASI pada ibu.4. FAS (Fetal Alkohol Syndrome)Ada juga istilah akibat alkohol yang lain dari FAS yaitu Fetal Alcohol Effects (FAE) yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu Alcohol-Related Neurodevelopmental Disorder (ARND) dan Alkohol-Related Birth Defect (ARBD):ARND menggambarkan gangguan mental dan perilaku seperti ketidak mampuan belajar, prestasi sekolah yang buruk, kesulitan mengendalikan dorongan hati, dan masalah dengan ingatan, perhatian dan / atau penilaian. ARBD menggambarkan kelainan bentuk dari sistem kerangka dan sistem organ utama seperti cacat jantung, ginjal, tulang, dan / atau sistem pendengaran. Perbedaan antara FAS dengan FAE adalah FAS adalah hasil dari dosis tinggi konsumsi alkohol selama kehamilan, seperti pesta minum dan / atau minum secara teratur. Sedangkan FAE adalah hasil dari minum alkohol secara moderat selama kehamilan. Namun demikian tetap saja efek FAE bersifat ireversibel dan seumur hidup. Tidak ada jumlah alkohol yang aman untuk dikonsumsi selama kehamilan, semakin banyak alkohol yang dikonsumsi, maka semakin besar risiko pada bayi. Alkohol bersifat teratogen . Teratogen adalah suatu zat/bahan yang dapat merusak perkembangan bayi. Alkohol dapat melintasi plasenta dan masuk ke bayi. Bila ibu minum alkohol, maka bayinya juga ikut minum. Oleh karena itu, alkohol bisa berbahaya bagi perkembangan bayi . FAS dan FAE 100% bisa dicegah dengan cara abstain dari alkohol selama kehamilannya. Oleh karena itu, jika sedang hamil, atau sedang berusaha untuk hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi alkohol sama sekali. Fetal Alkohol Syndrome adalah suatu kondisi paparan alkohol pada masa kehamilan. Gangguan yang dapat diakibatkan oleh fetal alkohol sindrome adalah deformitas fisik, retardasi mental, learning disorder, gannguan penglihatan dan gangguan perilaku Gangguan yang disebabkan oleh fetal alkohol sindrom berbeda dari anak ke anak, tetapi defek yang diakibatkan oleh gangguan ini bersifat irreversibel. Jumlah takaran alkohol yang dapat menyebabkan fetal alkohol sindrome adalah sekitar 48-60 gr etanol perharinya. Alkohol dapat melintasi barrier plasenta dan dapat menghentikan pertumbuhan fetal dan pertambahan berat badan fetal, dapat menimbulkan stigmata facial yang khas, kerusakan neuron dan struktur otak, yang dapat berakibat pada retardasi mental, dan penyakit psikologi dan perilaku lainnya, dan juga dapat menyebabkan kerusakan fisik lainnya. Efek utama dari FAS adalah kerusakan sistem nervus sentral, khususnya otak, perkembangan cel otak dan strukturnya terganggu, sehingga terjadi malformas, atau terjadi gangguan dalam perkembangannya oleh exposure alkohol prenatal. Hal ini dapat menyebabkan berbagai gangguan kognitif primer dan fungsional (termaksud, gangguan ingatan, gangguan perhatian, perilaku impulsive, dan gangguan penalaran sebab akibat) demikian juga kecacatan sekinder ( misalnya, predisposisi gannguan mental dan kecanduan Alkohol). Paparan alkohol merupakan faktor resiko terhadap kerusakan otal fetal pada masa kehamilan, karena perkembangan otak terjadi pada masa kehamilan. Tanda tanda FAS1. Berbagai macam kelainan wajah, melliputi mata berukuran kecil, bibir atas tipis secara siknifikan, hidung pendek atau hidung terbalik, dan permukaan kulit yang halus antarahidung dan bibir atas2. Deformitas sendi, extremitas bawah, dan jari jari tangan3. Perkembangan fisik yag lambat setelah atau sebelum kelahiran4. Gangguan penglihatan atau pendengaran5. Lingkar kepala kecil, dan mikrocephali6. Gangguan koordinasi7. Retardasi mental dan keterlambatan perkembangan8. Learning disorder9. Perilaku abnormal, seperti gangguan perhatian, hiperaktif, gangguan kontrol impuls, ansietas10. Defek jantung.

Kriteria diagnosis untuk FAS harus memenuhi semua ketiga kriteria berikut :1. Documentasi semua dari tiga abnormalitas wajah :a. Smooth Philtrum ( University of Washington Lip-Philtrum Guide rank 4 atau 5)b. Thin vermilion Border ( University of Washington Lip-Philtrum Guide rank 4 atau 5)c. Smal palebral fissures ( pada atau dibawah persentil ke 10)2. Dokumentasi beberapa defisit pertumbuhanKonfirmasi tinggi atau berat badanprenatal atau postnatal, atau keduanya, pada atau dibawah persentil ke 10, terdokumentasi pada titik waktu kapan saja (disesuaikan dengan umur, usia gestasi, ras, dan etnik)

3. Dokumentasi abnormalitas sistem saraf pusata. Struktural Lingkar kepala pada atau dibawah persentil ke 10 disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin Abnormalitas otak yang secara klinik siknifikan yang diobsevasi melalui imagingb. Neurologik Gangguan neurologik bukan dikarenakan oleh komplikasi postnatal (kerusakan postnatal) atau demam atau tanda tanda neurologik ringan diluar batas normal.c. Fungsional Performa sangat dibawah rata rata yang diharapkan pada usia tertentu, gangguan di sekolah, atau beberapa kondisi sebagaimana dibuktikan: Defisit kognitif global atau defisit intelektual memperlihatkan domain multipel defisit (atau keterlambatan pertumbuhan siknifikan pada anak usia mudah) dengan performa dibawah ersentil ke 3 (2 deviasi standar dibawah rata rata test standardisasi. Defisit fungsional dibawah persentil ke 16 ( 1 deviasi standar dibawah rata rata untuk test standardisasi) pada paling sedikit 3 domain berikut: Defisit kognitif atau perkembangan Defisit funcsional yang signifikan Keterlambatan motor funsi Gangguan pada perhatian dan hiperaktif Skil skil sosial Dan yang lainnya, seperti gangguan sensori, ganggguan bahasa pragmatik, defisit memory, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Oken E et al. Maternal smoking during pregnancy and child overweight: systematic review and meta-analysis. International Journal of Obesity. USA: 2008.2. de Jonge et al. Parental Smoking in Pregnancy and the Risks of Adult-Onset Hypertension. American Heart Association. Dallas: 2012.3. Tzenalis A, Sotiriadou C. A qualitative study on the Greek health professionals role in smoking cessation during pregnancy. International Journal of Caring Sciences. Yunani: 2009.4. Erickson AC, Arbour LT. Heavy smoking during pregnancy as a marker for other risk factors of adverse birth outcomes: a population-based study in British Columbia, Canada. BioMed Central Public Health. Canada:2012.5. Amasha HA, Jaradeh MS. Effect of Active and Passive smoking during pregnancy on its outcomes. Health Science Journal. Jordan: 2012.6. Gray TR et al. Nicotine and metabolites in meconium as evidence of maternal cigarette smoking during pregnancy and predictors of neonatal growth deficits. Nicotine & Tobacco Research. USA: 2010.7. Boutwell BB, Beaver KM. Maternal Cigarette Smoking during Pregnancy and Offspring Externalizing Behavioral Problems: A Propensity Score Matching Analysis. International Journal of Environmental Research and Public Health. USA: 2009.8. Hgberg L et al. Effects of maternal smoking during pregnancy on offspring blood pressure in late adolescence. National Institutes of Health. Swedia: 2012.9. Kaminsky LM et al. The Influence of Maternal Cigarette Smoking on Placental Pathology in Pregnancies Complicated by Abruption. National Institutes of Health Public Access. New Jersey: 2008.10. Arias W, Viner-Brown S. Maternal Smoking and Birth Defects in Rhode Island. Rhode Island Department of Health. Rhode Island: 2012.11. Malik S et al, Maternal Smoking and Congenital Heart Defects. American Academy of Pediatric. Arkansas: 2008.12. Howe L et al. Maternal smoking during pregnancy and offspring trajectories of height and adiposity: comparing maternal and paternal associations. International Journal of Epidemiology. United Kingdom: 2012.13. Duijts L. Fetal Exposure to Maternal and Paternal Smoking and the Risks of Wheezing in Preschool Children. Chest. Rotterdam: 2012.14. Eiden RD et al. Anger, Hostility, and Aggression as Predictors of Persistent Smoking During Pregnancy. Journal of Studies on Alcohol and Drug. New York: 2011.15. Liu T et al. Maternal smoking during pregnancy and anger temperament among adult offspring. National Institutes of Health. Michigan: 2011.16. Paradis AD et al. Maternal smoking during pregnancy and criminal offending among adult offspring. National Institutes of Health. USA: 2013.17. Tandona M et al. Parenting Practices in Pregnancy Smokers Compared to Non Smokers. Journal compilation J Clin Med Res and Elmer Press. USA: 2013.18. Batty GD, De Gr, Deary IJ. Effect of Maternal Smoking During Pregnancy on Offsprings Cognitive Ability: Empirical Evidence for Complete Confounding in the US National Longitudinal Survey of Youth. American Academy of Pediatrics. United Kingdom: 2008.19. Eriksen HF et al. Effects of Tobacco Smoking in Pregnancy on Offspring Intelligence at the Age of 5. Journal of Pregnancy. Denmark: 2012.20. Yang S, Decker A, Kramer MS. Exposure to parental smoking and child growth and development: a cohort study. BioMed CentralPediatrics. Canada: 2013.21. Burstyn I, Kuhle S, Allen AC, Veugelers P. The Role of Maternal Smoking in Effect of Fetal Growth Restriction on Poor Scholastic Achievement in Elementary School. International Journal of Environmental Research and Public Health. Canada: 2012.22. Gilman SE, Gardener H, Buka SL. Maternal Smoking during Pregnancy and Childrens Cognitive and Physical Development: A Causal Risk Factor? American Journal of Epidemiology. Boston: 2008.23. Ravnborg TL et al. Prenatal and adult exposures to smoking are associated with adverse effects on reproductive hormones, semen quality, final height and body mass index. European Society of Human Reproduction and Embryology. Denmark: 2011.24. Fowler PA. Maternal Cigarette Smoking and Effects on Androgen Action in Male Offspring: Unexpected Effects on Second-Trimester Anogenital Distance. J Clin Endocrin Metab. USA: 2011.25. Shrestha A et al. Smoking and alcohol use during pregnancy and age of menarche in daughters. Human Reproduction. Los Angeles: 2011.26. Windham GC, Zhang L, Longnecker MP, Klebanoff M. Maternal Smoking, Demographic and Lifestyle Factors in Relation to Daughters Age at Menarche. National Institutes of Health. California: 2009.