20_makalah

54
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup “health care” atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan. Dengan melihat fungsi-fungsi tersebut, maka sistem kesehatan dapat dilihat sebagai sistem produksi. Untuk memproduksi barang dan jasanya, sistem kesehatan harus memobilisasi sumber daya, kemudian menyalurkan sumber daya tersebut ke lembaga menghasilkan produk dan jasa atau individual yang membelinya. Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas dari barang dan jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi sumber pendanaan, bagaimana sumber daya ini diorganisasikan serta bagiamana sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. National Health

Transcript of 20_makalah

Page 1: 20_makalah

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem

yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan

seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan,

mengembalikan dan memelihara kesehatan.

Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup

“health care” atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan

dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban

keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain menyangkut

peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga

merupakan bagian penting dari sistem kesehatan.

Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada

masyarakat dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan

berfokus pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu

didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan

melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian

pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan.

Dengan melihat fungsi-fungsi tersebut, maka sistem kesehatan dapat dilihat

sebagai sistem produksi. Untuk memproduksi barang dan jasanya, sistem kesehatan

harus memobilisasi sumber daya, kemudian menyalurkan sumber daya tersebut ke

lembaga menghasilkan produk dan jasa atau individual yang membelinya.

Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas dari

barang dan jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi

sumber pendanaan, bagaimana sumber daya ini diorganisasikan serta bagiamana

sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. National Health

Page 2: 20_makalah

2

Account merupakan alat yang sangat membantu untuk mengelola organisasi,

fungsi, dan dampak dari pembiyaaan sistem kesehatan tersebut.

Dalam perspektif lain, NHA juga akan menyediakan informasi tentang: a)

Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non pemerintah;

b) Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai

lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga; c) Providers: lembaga

yang menerima dana untuk menyediakan dan menyelenggarakan program dan

pelayanan kesehatan, termasuk milik pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga

(dalam kasus”self treatment”); d) Functions, yaitu jenis program atau intervensi

atau kegiatan yang merupakan peruntukan penggunaan biaya kesehatan; e) Cost of

factors of production: rincian biaya kesehatan menurut mata anggaran; dan f)

Beneficiaries, yaitu klasifikasi penggunaan dana kesehatan menurut batasan

geografis, administratif, demografis, strata ekonomi dan katagori masalah

kesehatan (penyakit).

Selanjutnya, NHA juga merupakan instrumen untuk memonitor dan

mengevaluasi efektifitas, efisiensi, fairness (keadilan): Apakah biaya yang tersedia

“cukup”? Apakah secara ekonomis, alokatif dan teknis efisien? Apakah alokasi dan

penggunaannya “fair” (pro poor)? Apakah penggunaannya efektif seperti

ditunjukkan oleh indicator kinerja output dan outcome?

NHA merupakan intrument penting untuk mewujudkan “stewardship”

sistem kesehatan, yaitu menjamin akuntabilitas dalam kegiatan pembangunan

kesehatan yang responsive terhadap kebutuhan kesehatan penduduk.

Dari uraian diatas jelas bahwa NHA sangat diperlukan untuk perumusan

kebijakan kesehatan, khususnya pembiayaan kesehatan. Juga sangat diperlukan

dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan, baik di pusat maupun di daerah,

terlebih-lebih dengan adanya kebijakan nasional untuk menerapkan anggaran

berbasis kinerja di semua lini pembangunan kesehatan.

NHA sudah mulai dilaksanakan secara terencana di Indonesia sejak akhir

1980-an yaitu melalui proyek HSF (Health Sector Financing) yang dibiayai oleh

USAID. Kegiatan tersebut terfokus pada analisis pembiayaan yang bersumber dari:

Pemerintah pusat dan daerah, Asuransi, Rumah tangga, dan Perusahaan.

Page 3: 20_makalah

3

Beberapa hambatan dialami dalam kegiatan, terutama dalam melakukan

survey biaya kesehatan di daerah dan perusahaan swasta (non-respons). Kegiatan

ini juga tidak berkelanjutan karena terhenti setelah proyek HSF berakhir (project

based activity). Institusionalisasi kegiatan ini tidak dilakukan secara sungguh-

sungguh. Semula ada di Biro Perencanaan sebagai bagian dari proyek manajemen

HSF, kemudian 2 tahun terakhir dipindahkan ke Badan Litbangkes.

Dalam proyek Health Sector Work (HSW)-pinjaman Bank Dunia, dilakukan

kegiatan PERT (Public Expenditure Review and Tracking), semacam NHA parsial,

yang dikontrakan kepada sebuah perusahaan konsultan. Pelaksanannya tidak

memuaskan karena kurangnya expert yng terlibat dan tidak ada pengarahan serta

kerja sama dengan instansi-instansi sumber data, apalagi instansi penentu kebijakan

kesehatan dan pembiayaan kesehatan. PERT dilakukan terbatas di provinsi proyek

HSW dan hasilnya tidak jelas sampai sekarang.

Dalam poyek USAID/MSH (Management Science for Health) untuk

meningkatkan kapasitas daerah dalam konteks desentralisasi, dilakukan

pengembangan DHA (Distric Health Account). Kegiatan ini menghasilkan

instrumen untuk DHA dan pertama kali diaplikasikan di Kabupaten Cianjur dan

Cirebon. Beberapa kabupaten lain sudah mendapat pelatihan (Jawa Barat melalui

Provincial Health Project II (PHP-II) bantuan WB) dan beberapa kabupaten

wilayah proyek DHS-1 bantuan ADB. Kegiatan ini juga bersifat parsial dan uji

coba, dan tidak berkaitan dengan kegiatan pengembangan NHA. Upaya untuk

melembagakan DHA terbatas pada pelatihan beberapa kabupaten.

Sejak awal 2000-an WHO memberikan dukungan kepada Departemen

Kesehatan (Biro Keuangan) untuk melakukan NHA. Kegiatan tersebut ternyata

sangat eksklusif, dilakukan secara nyaris individual (unit-unit lain di Depkes tidak

terlibat bahkan tidak mengetahui). Dalam pertemuan regional, Indonesia mendapat

penilaian negatif karena tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang

didukung WHO/SEARO. Kelemahan pelaksanaan tersebut adalah tidak adanya

pelibatan unit dan instansi lain yang relevan dan tidak jelas “lingkage” kegiatan

tersebut dengan pengambil kebijakan. Sampai sekarang upaya tersebut belum

menghasilkan NHA yang bermakna.

Page 4: 20_makalah

4

Dengan mempelajari pengalaman atau sejarah singkat diatas maka bisa

dipahami bila ternyata NHA merupakan instrumen penting dalam meningkatkan

kinerja pembangunan kesehatan, dalam konteks sekarang berarti juga penting untuk

memacu pencapaian RPJPM bidang kesehatan, Renstra Depkes dan target-target

MDG. Selain itu, NHA di Indonesia ternyata belum bisa berkembang karena tidak

dilakukan proses pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan

data/informasi yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan.

Oleh karena itu diperlukan suatu proses pelembagaan (institutionalisasi NHA)

secara sistematis dan melibatkan semua institusi yang relevan.

Kajian ini terkait dengan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Kesehatan

dan Gizi Masyarakat yaitu melakukan perencanaan khususnya dalam hal kebijakan

yang bersifat nasional. National Health Accounts (NHA) sendiri telah teruji dan

digunakan di banyak negara sebagai alat untuk merangkum, menjelaskan, dan

menganalisa pembiyaan suatu sistem kesehatan nasional. Sehingga diharapkan

hasil kajian ini merupakan langkah dasar menuju penggunaan pembiayaan yang

lebih baik dalam rangka peningkatan kinerja sistem kesehatan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan NHA adalah :

1. Data NHA yang tersedia tidak sebanding (komparabel) dengan data

internasional, sehingga sulit sebagai perbandingan.

2. Data NHA yang tersedia masih terfragmentasi pada masing-masing institusi

sehingga NHA Indonesia belum mampu menghasilkan data/informasi yang

lengkap dan komprehensif.

3. NHA di Indonesia tidak berkembang karena tidak dilakukan proses

pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan data/informasi

yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan.

Pelembagaan (institusionalisasi NHA) perlu dilakukan secara sistematis,

melibatkan semua institusi yang relevan.

Page 5: 20_makalah

5

4. Belum tersedianya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-

2004

C. TUJUAN

Tujuan dilakukan kajian ini adalah 1) dihasilkannya formulasi konsep serta

langkah-langkah untuk melembagakan NHA di Indonesia, dan 2) dihasilkannya

data NHA detil Tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-2004. Langkah-langkah

untuk melembagakan NHA meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Focal point lembaga yang melakukan NHA (dimana lembaga/unit pelaksana

tersebut berada, apakah di lembaga pemerintah, perguruan tinggi, LSM,

ataupun di swasta)

2. Tugas pokok dan fungsi lembaga

3. Organisasi lembaga tersebut

4. Kualifikasi tenaga teknis yang diperlukan

5. Legitimasi status kelembagaan (SK atau peraturan)

6. Jaringan kerja sama formal (misalnya dengan unit-unit tertentu di

Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri,

Depnaker, BPS, Bappenas, BKKBN, Perusahaan Asuransi, Perguruan

Tinggi, Asosiasi Pengusaha, GP Farmasi, Asosiasi RS, Donor)

7. Perkiraan anggaran untuk “start up” (intervensi awal)

8. Perkiraan anggaran rutin (manajerial)

9. Perkiraan anggaran rutin kegiatan pokok (NHA)

10. Sumber-sumber anggaran yang potensial

D. MANFAAT YANG DIHARAPKAN

Keluaran (output) kajian pengembangan National Health Account ini antara

lain:

1. Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan untuk pelembagaan NHA.

2. Rekomendasi untuk legitimasi pelembagaan NHA.

3. Rekomendasi untuk pembentukan/pendirian lembaga NHA.

Page 6: 20_makalah

6

4. Disepakatinya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003-

2004.

E. SISTEMATIKA LAPORAN KAJIAN

Laporan kajian Pengembangan National Health Account akan dilaporkan

dengan sistematika sebagai berikut :

Untuk bab pertama pendahuluan, terdiri dari : a) latar belakang, b)

perumusan masalah, c) tujuan, d) manfaat yang diharapkan, dan e) sistematika

laporan kajian.

Pada bab kedua akan dibahas mengenai metodologi penelitian/kajian yang

meliputi: konsep dan legitimasi kelembagaan NHA, ruang lingkup, dan

pengumpulan data dan analisis data.

Selanjutnya pada bab ketiga dibahas mengenai National Health Account

(NHA) secara umum dibahas mengenai ringkasan konsep dan prinsip NHA,

pelaksanaan NHA di negara Lain, NHA dan pembiayaan kesehatan di Indonesia,

dan prospek dan kebijakan ke depan.

Sedangkan pada bab keempat akan diulas secara lengkap hasil kunjungan ke

daerah berkaitan dengan pengembangan NHA/PHA/DHA pada Dinas Kesehatan

Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan Rumah Sakit Umum Daerah.

Untuk konsep pelembagaan NHA itu sendiri akan dibahas pada bab kelima.

Pada bab ini akan diulas mengenai isu strategis pelembagaan NHA, pengertian

pelembagaan, model kelembagaan, dan proses pelembagaan (road map).

Pembahasan kajian ini ditutup dengan beberapa kesimpulan dan

rekomendasi dalam rangka pengembangan National Health Account selanjutnya.

Sebagai bagian tak terpisahkan dari kajian ini dilampirkan sebuah laporan

National Health Account (NHA) Indonesia Tahun 2002, 2003, 2004 yang terdiri

dari laporan NHA detil Tahun 2002 dan laporan NHA global/ nasional Tahun

2003-2004. Laporan NHA ini dilakukan atas kerjasama Bappenas dengan

Departemen Kesehatan dengan bantuan tim dari perguruan tinggi (UI) untuk

analisis dan perhitungan data health account Tahun 2002, 2003, dan 2004. Dengan

Page 7: 20_makalah

7

demikian kajian pengembangan NHA ini diharapkan memberikan informasi yang

lebih komprehensif baik dari sisi konsep pelembagaan NHA maupun penyediaan

data NHA baik secara detil maupun global yang memenuhi standar internasional.

Page 8: 20_makalah

8

BAB II

METODOLOGI

A. Konsep dan Legitimasi Kelembagaan NHA

1. Konsep

Konsep dan pelembagaan NHA antara lain berisikan tentang :

a. Ringkasan konsep dan prinsip NHA

b. Metodologi NHA dan rumusan fungsi-fungsi dalam kegiatan NHA

meliputi : 1) pengumpulan data; 2) analisis data; 3) perumusan saran

kebijakan; dan 4) manajemen NHA

c. Instansi yang berkaitan dengan NHA baik sebagai sumber data, analisis

data, dan pengguna (users) hasil NHA

d. Gambaran jaringan kerja yang diperlukan

e. Assesment “focal point” yang tepat untuk melakukan NHA secara valid

dan berkesinambungan dan terbuka (tidak eksklusif):

- biasa menugaskan lembaga/unit/pusat yang sudah ada untuk

melakukan NHA

- bisa pula membentuk unit/lembaga baru

f. Tugas pokok dan fungsi lembaga (focal point) tersebut

g. Bentuk legitimasi yang diperlukan (dasar hukum)

h. Hal-hal yang dianggap perlu

Hal-hal tersebut diatas dihasilkan melalui literatur, laporan penelitian, serta

rapat konsultasi dengan beberapa stakeholder kunci seperti Depkes, Bappenas,

Depkeu, Depdagri, BPS, Depnaker, PT Askes, PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi

Konsep tersebut dibahas bersama antara stakeholder yang relevan.

Stakeholders yang perlu terlibat adalah sebagai berikut:

Page 9: 20_makalah

9

a. Departemen Kesehatan (Biro Keuangan, Biro Perencanaan, Pusdatin, Badan

Litbangkes, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Keseshatan, dan unit lainnya

yang terkait)

b. Departemen Keuangan

c. Departemen Dalam Negeri

d. Departemen Tenaga Kerja

e. Kementerian BUMN

f. BPS

g. Bappenas

h. PT Askes

i. PT Jamsostek

j. Kadin

k. Perguruan Tinggi

2. Legitimasi kelembagaan

Setelah ada kesepakatan stakeholder diatas, selanjutnya dilakukan kerja

sama dengan unit-unit yang berwenang dan faham akan proses dan isi dasar hukum

yang diperlukan agar tugas pokok dan fungsi pelaksana NHA tersebut dapat

terlaksana dengan baik.

Hasilnya adalah sebuah draft dasar hukum (peraturan atau keputusan) dari

lembaga negara sesuai dengan kesepakatan stakeholder.

Dengan adanya dasar hukum tentang pembentukan, tugas pokok dan fungsi

lembaga pelaksana NHA tersebut, maka langkah selanjutnya adalah membentuk

lembaga tersebut, yang meliputi:

a. Organisasi

b. Ketenagaan

c. Sarana

d. Perumusan rinci kegiatan manajemen dan kegiatan NHA

Page 10: 20_makalah

10

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan institusionalisasi NHA terdiri dari empat tahap, yaitu :

(1) Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan kelembagaan NHA,

(2) Rekomendasi legitimasi pelembagaan NHA,

(3) Rekomendasi pembentukan/pendirian lembaga NHA dan

(4) Kegiatan NHA yaitu analisis Hasil NHA Tahun 2002-2004, terdiri dari :

a. Analisis Detil Tahun 2002

b. Analisis NHA Global/ Nasional Tahun 2003-2004

C. Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan melalui : studi literatur, pengumpulan data

primer dan sekunder, diskusi, seminar, workshop, dan kunjungan lapangan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam di

tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat dilakukan wawancara mendalam

terhadap narasumber dari instansi Departemen Kesehatan, Bappenas, Departemen

Keuangan, Departemen Dalam Negeri, BPS, Departemen Tenaga Kerja, PT Askes,

PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi.

Sedangkan untuk tingkat daerah dilakukan wawancara mendalam terhadap

narasumber yang berasal dari :

- Tingkat provinsi : Bappeda, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Biro

Keuangan Sekda

- Tingkat Kabupaten/Kota : Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Biro

Keuangan Sekda

Daerah yang dikunjungi adalah :

1. Bangka Belitung

2. DI Yogyakarta

3. Sulawesi Selatan

4. Kalimantan Timur

5. Maluku Utara

Page 11: 20_makalah

11

6. Bali

7. Nusa Tenggara Barat

Dasar pemilihan daerah sampel adalah : 1) daerah tersebar dari barat sampai

timur Indonesia; 2) daerah tersebut telah pernah mendapat pemaparan tentang

NHA/PHA/DHA; 3) daerah juga mewakili daerah yang telah menjalankan DHA

dan belum menjalankan DHA.

Pengelolaan data untuk data daerah dilakukan melalui editing, coding, entry

data, dan cleaning.

a. Editing, diperlukan agar kualitas data dapat terjamin, untuk itu ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam melakukan editing data yaitu :

- Apakah data sudah lengkap ?

- Apakah data sudah cukup jelas tulisannya untuk dapat dibaca?

- Apakah semua catatan dapat dipahami?

- Apakah semua data sudah cukup konsisten?

- Apakah data sudah cukup uniform?

- Apakah ada respons yang tidak sesuai?

Dalam melakukan editing, dicek pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak

cocok, hal ini perlu diklarifikasi dengan tim pengumpul data, apakah data ini

harus dikumpulkan ulang atau cukup diklarifikasi didalam tim saja.

b. Coding, untuk memudahkan analisa data yang sudah dilakukan editing, maka

data tersebut diberi kode. Pemberian kode dapat dilakukan dengan melihat jenis

pertanyaan, apakah jawaban tersebut berupa, angka, jawaban dari pertanyaan

tertutup, jawaban dari pertanyaan terbuka, jawaban dari pertanyaan semi

terbuka, atau jawaban kombinasi. Jika data semua sudah diberi kode, berarti

data siap untuk dientry.

c. Entry data, jika semua data sudah diberi kode, berarti data siap untuk dientri

kedalam komputer. Selanjutnya dilakukan entry data dangan bantuan fasilitas

softwre statistik.

Page 12: 20_makalah

12

d. Cleaning data, sebelum dilakukan analisis dilakukan pengecekan data untuk

melihat apakah nilai-nilainya sudah sesuai seperti yang diinginkan. Setelah

selesai membersihkan data, berarti data siap untuk dilakukan analisis.

Page 13: 20_makalah

13

BAB III

NHA (NATIONAL HEALTH ACCOUNT)

A. Ringkasan Konsep dan Prinsip NHA

Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan

pelaporan belanja kesehatan. Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional

(NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA

= Provincial Health Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District

Health Account). NHA yang terbatas pada sumber pembiayaan Pemerintah kadang-

kadang juga disebut ”Public Expenditure Review” (PER).

Menurut Charu C. Garg (2007)1 NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang

menggambarkan seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah

/publik, swasta dan donor) di suatu negara selama satu tahun.

Perhitungan NHA menggunakan konsep yang standar dalam

mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi

perhitungan kesehatan secara internasional (ICHA : International classifications

for health accounts) untuk klasifikasi transaksi dengan karakteristik yang sama.

Dalam ICHA ada empat dimensi NHA yang penting yaitu :

- Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non

pemerintah;

- Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai

lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga;

- Providers: lembaga yang menerima dana untuk menyediakan dan

menyelenggarakan program dan pelayanan kesehatan, termasuk milik

pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga

- Functions, yaitu jenis program atau intervensi atau kegiatan yang merupakan

peruntukan penggunaan biaya kesehatan

1 Charu C. Garg, health economist, Department of Health System Financing, WHO, Indonesia NHA Workshop 3-5 Sept 2007

Page 14: 20_makalah

14

Menurut WHO (1988), sumber pembiayaan kesehatan antara lain berasal

dari pajak (APBN/APBD), pendanaan masyarakat seperti dana sehat, jaminan

kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta, asuransi komersial, LSM, dan

bantuan luar negeri.

Alur pembiayaan dalam NHA dapat ditelusuri melalui empat pertanyaan

pokok yaitu :

- Siapa yang membiayai pelayanan kesehatan ?

- Berapa besar biaya yang mereka keluarkan untuk pelayanan kesehatan

tersebut?

- Kemana dana kesehatan itu disalurkan ?

- Siapa yang memperoleh keuntungan dari pengeluaran kesehatan ini?

Alur pembiayaan dalam NHA secara garis besar terdiri dari 3 bagian yang

pokok yaitu sumber pembiayaan, intermediasi pembiayaan dan provider, hubungan

ketiga bagian tersebut diperlihatkan dalam gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Pembiayaan dalam NHA

Depkes

Asuransi/ Askes

Organisasi publik ( kementrian,TNI, BUMN)

Asuransi/sawsta

Perusahaan swasta

donor

Rumahtangga

LSM/yayasan sosial

Fasilitas kesehatan, Depkes

Fasilitas kesehatan PT/sekolah, Diknas

Fasilitas kesehatan ( kementrian,TNI,

BUMN)

Farmasi

Fasilitas kesehatan (Donor/ LSM)

PT, sekolah (Diknas)

Depkes

Swasta

Donor

BUMN

Rumah tangga

Fasilitas kesehatan swasta

SUMBER INTERMEDIASI PEMBIAYAAN PROVIDER

Page 15: 20_makalah

15

Dalam perhitungan NHA seringkali dihadapkan dengan kesulitan data

dengan berbagai alasan, untuk itu perlu interpretasi data. Data NHA dapat

diinterpretasikan dengan menggunakan berbagai type data lain yaitu :

- Indikator sosial ekonomi

- Data ouput pelayanan kesehatan

- Data outcome kesehatan

- Data demografi lainnya

Pada prinsipnya NHA yang dihasilkan melalui suatu proses yaitu meliputi

pengumpulan data, organisasi data, analisis hasil untuk kebijakan bidang kesehatan,

dan medesiminasikan informasi NHA kepada seluruh stakeholder. Alur proses data

NHA secara garis besar diperlihatkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Alur proses data NHA

B. Pelaksanaan NHA di negara lain

NHA adalah sebagai alat yang penting untuk menggambarkan bagaimana

suatu negara dalam pengeluaran sumber kesehatan, pelayanan kesehatan apa saja

PPuussaatt DDaattaabbaassee

File Excel dari berbagai sumber

Dapat di update seperti sumber data, providers, dll

Olah data dari NHA sistem : - Tabel - Grafik - Laporan - File excel

Publik

Private

Laporan

Tabel

Grafik

Page 16: 20_makalah

16

yang diberikan, jenis pelayan kesehatan yang diberikan oleh institusi kesehatan

baik dari pemerintah maupun swasta, dan berapa besar biaya kesehatan yang

dikeluarkan oleh penduduk maupun pemerintah.

Beberapa negara tetangga kita sudah menerapkan atau merintis penggunaan

NHA sejak lama, seperti di Thailand telah menghasilkan pendapatan nasional dan

perhitungan belanja nasional sejak tahun 1960 yang berdasarkan United Nation

System of Nationa Account (UN-SNA). Sedangkan penerapan NHA dengan metoda

OECD system baru dimulai tahun 1994-2001. Sedangkan di Jepang mulai

melakukan estimasi NHA tahun fiskal 1998 pada tahun 2000 dan mulai

dipresentasikan pada tahun 2001 untuk estimasi NHA tahun fiskal 1995-2001.

Secara garis besar posisi NHA Indonesia dibandingkan negara lainnya yaitu sudah

masuk pada grup II yaitu baru menghasilkan 1 studi NHA atau masih dalam

pengembangan, secara lengkap posisi NHA dibandingkan dengan negara lain

dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Posisi NHA Indonesia

WHO

Regions

Group IV

(76 negara)

6 tahun data/ 3

tahun studi NHA

Group III

(35 negara )

3 tahun data/ 2

tahun studi NHA

Group II

(29 negara)

1 studi NHA /

pengembangan

Group I

(53 negara)

Tidak ada

estimasi NHA

SEAR Bangladesh, Sri

Lanka, Thailand

Myanmar, India, Nepal,

Indonesia,

Maldives

Bhutan, Korea,

Timor Leste

WPR Australia, China,

Japan, Malaysia,

Philippines,

Korea, Vietnam,

Samoa

Mongolia, New

Zealand, Papua

New Guinea

Tonga,

Micronesia,

Tuvalu, Vanuatu,

Fiji

Brunei

Darussalam,

Cambodia, Cook

Islands, Kiribati,

Lao PDR,

Singapore

Sumber : WHO

Page 17: 20_makalah

17

Hasil dari NHA untuk 6 (enam) negara di Asia pada tahun 2003 berupa

pengeluaran dan outcome untuk kesehatan diperlihatkan pada tabel 3.2. Dari tabel

tersebut terlihat bahwa Indonesia untuk pengeluaran dan outcome bidang kesehatan

masih tertinggal dari negara lainnya walaupun masih sedikit lebih baik

dibandingkan dengan negara India. Bila dilihat dari total pengeluaran untuk

kesehatan terhadap GDP ternyata Indonesia merupakan negara terendah nilainya

dibandingkan 5 negara asia lainnya (lihat tabel 3.2) dengan demikian kebijakan

yang harus diambil adalah diperlukan peningkatan alokasi untuk bidang kesehatan.

Tabel 3.2 Perbandingan Pengeluaran dan Outcome Kesehatan Tahun 2003

Sumber : WHO

Sumber : WHO

India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia PhilippinesGDP per kapita dlm US$ (2002) 2,670.0 3,230.0 3,570.0 7,010.0 9,120.0 4,170.0Total pengeluaran utk kesehatan/kapita US$ (2003) 20 40 55 160 218 76Total pengeluaran utk kesehatan (TPK) % GDP (2003 4.9 2.9 4.1 3.5 4.2 3.4Pengeluaran Pemerintah utk Kes. % TPK (2003) 17.1 31.6 41.1 63.7 61.6 40.7Pengeluaran Rumahtangga utk Kes. % TPK (2003) 77.5 51.9 47.7 27.1 28.3 46.6Sumber Luar lainnya % TPK (2003) 0.6 0.8 1.7 0.3 0.0 3.3

Umur Harapan Hidup (2004) 62 67 71 70 72 68Prevalensi HIV pada Orang Dewasa 0.7 0.1 <0.1 1.5 0.4 <0.1Angka Kematian Balita per 1000 (2004) 85 38 14 21 12 34Indeks Pembangunan Manusia (ranking) (2002) 127 111 96 76 59 83

Total Health Expenditure as % of GDP, 2003

0

1

2

3

4

5

6

India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia Philippines

THE/

GDP

Gambar 3.3 Total Pengeluaran Kesehatan (TPK) % GDP, 2003

T PK / GDP

TPK/ GDP

Page 18: 20_makalah

18

C. NHA dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Data dan analisis tentang situasi pembiayaan kesehatan di Indonesia

mengungkapkan beberapa masalah pembiayaan yang sangat mempengaruhi kinerja

pembangunan/program kesehatan. Pertama, belanja kesehatan nasional relatif

rendah, terutama belanja pemerintah untuk kesehatan lebih rendah dari pada jumlah

normatif seperti disarankan oleh lembaga-lembaga internasional. Pada tahun 2002

diperkirakan anggaran kesehatan pemerintah untuk kesehatan adalah US$

1.7/kapita2. Berangsur-angsur terjadi kenaikan belanja kesehatan pemerintah

sehingga pada tahun 2006 mencapai US$ 6.92/kapita3. Jumlah ini jauh dari

perkiraan normatif yang disampaikan oleh Bank Dunia, yaitu sebesar US$

12/kapita, yang terdiri dari US$ 7.5/kapita untuk pelayanan kesehatan klinis

esensial dan US$ 4.5/kapita untuk program kesehatan masyarakat dasar4. Analisis

anggaran kesehatan pemerintah di sejumlah 15 kabupaten/kota pada tahun 2002

juga menunjukkan angka yang rendah, yaitu berkisar antara US$ 0.33 sampai US$

2.81/kapita. Apabila dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) pada

tahun 2006 hanya rata-rata 2,7%, hal ini masih dari anjuran Organisasi Kesehatan

Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Selanjutnya analisis biaya

kesehatan di 10 Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah pada tahun 2004

menunjukkan angka yang sudah mendekati saran Bank Dunia diatas, yaitu rata-rata

US$ 13.06/kapita (rentang antara US$ 7.12 sampai US$ 15.87/kapita). Walaupun

angka rata-rata kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tersebut relatif tinggi, 38% dari

jumlah tersebut berasal dari pusat (JPKMM, dana Dekon, PHLN).

Masalah berikutnya, disinyalir sebagian besar anggaran tersebut terpakai

untuk gaji dan belanja fisik. Pola alokasi dan utilisasi anggaran demikian

menyebabkan program kesehatan mengalami ketidakcukupan anggaran

operasional. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap kinerja program/pelayanan di

2 Somanathan, A, et al. Indonesia Public Health Expenditure Review, Institute of Policy Study, Health Policy Program, Srilangka, 2004. 3 Biro Perencanaan Depkes 4 World Development Report 1993: Investing in Health. World Bank 1993.

Page 19: 20_makalah

19

lapangan/masyarakat. Perbaikan indikator kinerja yang melekat pada penduduk

(beneficiary) sangat ditentukan oleh kecukupan biaya operasional tersebut5.

Sinyalemen lain adalah pola “pyramida terbalik” dalam anggaran kesehatan,

yaitu belanja yang berlebihan untuk kegiatan penunjang (pendidikan, pelatihan,

pertemuan, lokakarya) yang diselenggarakan oleh jenjang administrasi lebih tinggi,

sedangkan belanja pada jenjang yang lebih bawah berkekurangan dibandingkan

dengan kebutuhan. Padahal perubahan-perubahan riil dalam indikator kinerja dan

status kesehatan adalah hasil dari kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh jajaran

administrasi dan pelayanan ditingkat yang lebih bawah (Dinas Kesehatan, RSU,

Puskesmas, dll).

Berikutnya adalah masalah “substitusi”, yaitu kecenderungan daerah

mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan apabila ada dana bantuan PHLN atau

hibah atau alokasi APBN. Akibatnya, tambahan dana dari sumber bantuan dan

pusat tersebut tidak meningkatkan anggaran kesehatan secara total.

Gambaran masalah-masalah pembiayaan kesehatan seperti diuraikan diatas

diketahui dari analisis biaya kesehatan semacam health account yang dilakukan

secara partial dan insidental di beberapa daerah. Di beberapa daerah gambaran

pembiayaan kesehatan tersebut telah disampaikan dalam kegiatan advokasi, dengan

sasaran pemerintah daerah dan lembaga legislatif setempat. Beberapa pemerintah

daerah ternyata menunjukkan repsons positif, yaitu peningkatan alokasi untuk

kesehatan. Bahkan peningkatan alokasi tersebut difokuskan pada masalah

kesehatan tertentu yang menjadi prioritas6, atau difokuskan pada peningkatan biaya

operasional untuk kegiatan di lapangan7. Uraian diatas adalah beberapa contoh

tentang manfaat health account untuk meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan.

Kebutuhan akan kegiatan health account baik pada tingkat nasional (NHA)

maupun daerah (PHA dan DHA) semakin meningkat dengan adanya beberapa

masalah dan tantangan dalam sub-sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia.

Beberapa masalah dan tantangan tersebut adalah sebagai berikut:

5 Prescott, Nicholas. Bank Dunia, Jakarta 1990. 6 . Ascobat G. Advokasi Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Proyek DHS-1. 2006 7 . Kabupaten Sumba Timur. Alokasi APBD untuk honorarium Juru Malaria Desa

Page 20: 20_makalah

20

Prospek beban biaya kesehatan

NHA, PHA dan DHA sangat dibutuhkan sehubungan dengan kecenderungan

meningkatnya beban pembiayaan kesehatan nasional. Pertama adalah peningkatan

karena inflasi biaya kesehatan, yang terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia.

Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga input pelayanan kesehatan seperti obat,

teknologi kesehatan dan biaya tenaga kesehatan8.

Beban biaya kesehatan juga meningkat karena proses transisi epidemiologis

yang semakin nyata di Indonesia. Laporan tentang pola penyakit dari Puskesmas

menunjukkan bahwa penyakit diabetmilitus (DM) dan hipertensi sudah masuk

dalam kelompok 10 besar penyakit, bersama dengan penyakit infeksi konvensional

seperti diare, ISPA, dll. Demikian juga dengan pola sebab kematian, penyakit

kardiovaskuler dan kanker terus menunjukkan peningkatan.

Beban pembiayaan kesehatan penduduk miskin

Jumlah penduduk miskin yang menjadi tanggungan pemerintah sangat

spektakuler, yaitu 74.600.000 orang, yang pada tahun 2007 memberi beban subsidi

sebesar mendekati Rp 4 triliun. Jumlah tersebut menjadi tanggungan pemerintah

pusat. Beberapa pemerintah daerah ada yang menunjukan komitmen anggaran

dengan mengalokan sejumlah tertentu APBD untuk menambah dana pusat9.

Dengan health account (dalam hal ini DHA), sebetulnya dapat diungkapkan apakah

suatu daerah cukup mampu untuk membiayai atau turut membiayai) pemeliharaan

kesehatan penduduk miskin. Misalnya, secara umum dapat diasumsikan misalnya

bahwa Pemda Kutai Kertanegara (APBD mendekati Rp 4 triliun), Pemda Bengkalis

(APBD sekitarRp 2.6 triliun), seharusnya mampu mengalokasikan lebih besar

untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dengan perkataan

lain, kalau DHA dilakukan diseluruh Indonesia, bisa dikembangkan formula

8. Analisis biaya kesehatan pada tahun 1994 menunjukkan tingkat inflasi antara 14% sampa9 16%. 9. Ascobat G. Analisis biaya kesehatan daerah di Kabupaten Sikka, Ended an Sumba Timur. Persiapan proyek KIA AusAID, 2006.

Page 21: 20_makalah

21

nasional dimana peranan pusat diarahkan sebagai instrument pemerataan

(equalizing role).

Desentraliasi fiskal dan kecukupan biaya operasional

Desentralisasi fiskal adalah satu dari 3 arus besar (main streams) proses

desentralisasi di Indonesia. Dua arus desentralisasi lainnya adalah desentralisasi

politik dan desentralisasi fungsi10. Desentrallisasi fiskal tersebut dilakukan melalui

mekanisme DAU, DAK, Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan (TP). Masing-

masing “fund channeling” tersebut

Reformasi pembiayaan

Hal lain yang menjadi alasan kenapa NHA/PHA dan DHA sangat

dibutuhkan adalah kebijakan dan rencana besar untuk melakukan reformasi sistem

pembiayaan kesehatan. Pada tingkat nasional, undang-undang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) mengarahkan agar Asuransi Kesehatan Sosial

dikembangkan di Indonesia. Sementara itu di banyak daerah telah dikembangkan

sistem pembiayaan kesehatan daerah yang modelnya cukup beragam. Ada yang

menerapkan sistem asuransi sukarela bersubsidi (Toba Samosir), asuransi model

JPKM terpadu (Jaminan Kesehatan Jembrana), pelayanan dasar gratis (Kota

Medan, Kota Batam), dll. Hasil NHA dan DHA akan membantu strategi yang tepat

dalam mengembangkan sistem asuransi tersebut.

Standar Pelayanan Minimum

Yang sangat penting pula adalah proses penyusunan Standar Pelayanan

Minimum (SPM) seperti diamanatkan dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 38/2007.

Pada dasarnya SPM adalah salah satu proses desentralisasi untuk menyerahkan

10. Ascobat Gani.Fiscal Decentralizarion in Indonesia. Senior Policy Seminar. Word Bank, Denpasar September 2007.

Page 22: 20_makalah

22

fungsi tertentu kepada daerah, termasuk tanggung jawab pembiayaan, pelaksanaan

dan pertanggung jawaban kinerja fungsi tersebut. Sampai saat ini memang daftar

program/fungsi yang dimasukkan dalam SPM kesehatan sedang dalam proses

penyempurnaan.

Mampukah daerah membiayai semua fungsi yang ada dalam daftar SPM

tersebut? Pertanyaan ini bisa dijawab apabila DHA dilakukan di daerah. Manakala

DHA menunjukkan bahwa daerah tidak memiliki kemampuan fiskal untuk

menyelenggarakan SPM, maka perlu dipertimbangkan peran pusat untuk

menutupinya.

Pelaksanaan NHA di Indonesia

Pelaksanaan NHA di Indonesia seperti telah dijelaskan pada bab

pendahuluan telah dilakukan sejak akhir 1980-an, pada waktu itu karena adanya

sutu proyek HSF (Health Sector Financing) yang dibiayai oleh USAID, kemudian

dilanjutkan dalam proyek Health Sector Work (HSW) dan PHP-II, pinjaman dari

Bank Dunia dan Proyek DHS-1 bantuan ADB. Kemudian dilanjutkan pada awal

2000-an dengan dukungan dana dari WHO. Akan tetapi dalam pelaksanaannya

banyak mengalami hambatan antara lain yaitu data NHA yang dihasilkan tidak

memuaskan karena kurangnya keterlibatan dengan instansi-instansi sumber data,

apalagi instansi penentu kebijakan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Selain itu

kegiatan NHA selama ini juga hanya bersifat parsial dan uji coba sehingga data

yang tersedia tidak berkesinambungan, bahkan dalam suatu pertemuan

regional/internasional, Indonesia mendapat penilaian negatif karena tertinggal

dibandingkan dengan negara-negara lain yang didukung WHO/SEARO.

Dengan memperhatikan pengalaman tersebut maka pada Tahun 2007,

melalui kerjasama dengan Departemen Kesehatan dengan bantuan dari perguruan

tinggi (UI) melakukan perhitungan NHA detil dan global yang sesuai dengan

standar WHO untuk tahun 2002, 2003, dan 2004. Dari hasil perhitungan tersebut

maka didapatkan hasil sementara yang diperlihatkan pada tabel 3.4. Bila

dibandingkan dengan PDB maka pengeluaran kesehatan di Indonesia meningkat

Page 23: 20_makalah

23

dari 1,96 % (2002) menjadi 2,33 % (2003), akan tetapi pada tahun 2004 menurun

menjadi 2,20 %. Sedangkan bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita maka

mengalami peningkatan dari tahun 2002 sebesar 150.256 rupiah menjadi 195.539

rupiah pada tahun 2003 dan 206.156 rupiah pada tahun 2004.

Tabel 3.3 Parameter NHA di Indonesia Tahun 2003-2004

2002 2003 2004

Populasi 211.063.000 213.722.300 216.415.100

PDB (dlm milyar Rp) 1.619.062,4 1.794.663,4 2.032.824,9

Total Pengeluaran Kesehatan (TPK) (dlm milyar Rp) 31.713,4 41.791,1 44.693,2

TPK Public 12.280,8 16.370,6 17.002,8

TPK Non Public 19.432,6 25.420,5 27.690,4

% TPK terhadap PDB 1,96% 2,33% 2,20%

% TPK dari Public 38,72% 39,17% 38,04%

% TPK dari Non Public 61,28% 60,83% 61,96%

PDB per kapita (dlm Rp) 7.670.991 8.397.174 9.393.175

TPK per kapita (in Rp) 150.256 195.539 206.516

Nilai Tukar 10.320 8.876 8.441

PDB per kapita (dlm USD) $743,31 $946,05 $1.112,80

TPK per kapita (dlm USD) $14,56 $22,03 $24,47

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

Berdasarkan hasil perhitungan NHA, pengeluaran kesehatan menurut agent/

institusi pelaksana yaitu pengeluaran kesehatan dari publik atau pemerintah dan

non publik atau non pemerintah menunjukkan bahwa sebagian besar (lebih dari

60%) berasal dari institusi non pemerintah dan kecenderunganya meningkat dari

tahun 2002-2004. Sedangkan pengeluaran kesehatan yang berasal dari institusi

pelaksana pemerintah mengalami penurunan pada tahun 2004 dibandingkan tahun

sebelumnya (dari 39,17% menurun menjadi 38,04%) seperti diperlihatkan pada

gambar 3.4

Page 24: 20_makalah

24

Gambar 3.4 Pengeluaran Kesehatan menurut Agent Tahun 2002-2004

-5,000,000.0

10,000,000.015,000,000.020,000,000.025,000,000.030,000,000.035,000,000.040,000,000.045,000,000.0

2002 2003 2004

NonPublicPulic

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

Sedangkan bila dilihat menurut sumber pembiayaannya maka pengeluaran

kesehatan berdasarkan perhitungan NHA detil tahun 2002 sebagian besar berasal

dari rumah tangga sebesar 33%, anggaran pemerintah pusat sebesar 30%,

pekerja/tenaga kerja sebesar 19%, dan swasta sebesar 6%. Pengeluaran kesehatan

yang bersumber dari luar negeri (4%) ternyata lebih besar dibandingkan

pengeluaran kesehatan yang bersumber dari pemerintah provinsi (2%). Secara

lengkap pengeluaran kesehatan menurut sumber pembiayaannya dapat dilihat pada

gambar 3.5.

Gambar 3.5 Pengeluaran Kesehatan menurut Sumber, Tahun 2002-2004

Sumber : Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04, Depkes

Page 25: 20_makalah

25

Hasil perhitungan NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun 2003 dan

2004 secara lengkap dan rinci menurut agent, sumber, provider dan fungsi disajikan

pada lampiran kajian ini.

Perlunya pelembagaan

Dari semua uraian diatas termasuk hasil perhitungan data NHA maka

harapannya dapat meningkatkan sistem kesehatan nasional, khususnya dalam sub-

sistem pembiayaan kesehatan. Oleh karena itu untuk pelaksanaan NHA ke depan

perlu lebih sistematik dan berkelanjutan. Dalam proses pelembagaan NHA ini, agar

dapat berfungsi dengan baik maka perlu ada semacam “focal point”, yaitu unit yang

bertanggung jawab dalam organisasi pemerintah untuk menggerakkan,

mengkoordinir, melakukan dokumentasi dan diseminasi hasil NHA.

D. Prospek dan Kebijakan Ke depan.

Pentingnya NHA antara lain didasarkan berbagai permasalahan atau isu

dalam bidang kesehatan antara lain yaitu :

- Ada Roadmap Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU no.40 tahun 2004):

Implementasi paling lambat Oktober 2009, saat ini sedang diproses RUU

Badan Pengembangan Jaminan Sosial, Peraturan Pemerintah Penerima

Bantuan Iuran dan Peraturan Presiden Jaminan Kesehatan Nasional, menuju

cakupan semesta (miskin, formal, dan informal).

- Pendanaan kesehatan prioritas untuk masyarakat miskin (Askeskin): tetapi

terjadi kecenderungan peningkatan biaya

- Pelayanan kesehatan gratis semua penduduk: besaran biaya dan mekanisme

pembiayaan belum sesuai

- Desentralisasi fiscal capacity: Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan

harus dibiayai Pemda

- Sudah memadaikah/cukupkah dana kesehatan? Apakah sesuai dengan

kebutuhan?

Page 26: 20_makalah

26

- Sudah tepatkah alokasi anggaran kesehatan?

- Sudah efisien dan efektifkah dana tersebut dibelanjakan?

- Sudah dapatkah data yang ada, dipakai sebagai alat untuk evaluasi, dan

pengambilan keputusan?

Berdasarkan permasalahan/isu tersebut maka manfaat NHA yang dapat

diperoleh antara lain :

1. Bagi pengambil kebijakan :

- Memberikan informasi sumber dan aliran dana pada sistem kesehatan

- Memberikan informasi untuk mengalokasi sumber daya yang terbatas

- Memberikan perbandingan dengan negara lain

- Meningkatkan stewardship

2. Bagi provider/ pelaksana kegiatan

- Menyusun kegiatan dengan anggaran berbasis kinerja

- Meningkatkan akuntabilitas kinerja

- Mengukur belanja kesehatan yang sesungguhnya

3. Bagi konsumen/ masyarakat/donor

- Mendewasakan masyarakat akan perannya dalam pembangunan

kesehatan

- Memberikan informasi bagi donor untuk menentukan pilihan

4. Bagi sistem kesehatan

- Meningkatkan efisiensi, efektivitas dan fairnes dalam mencapai tujuan

- Memberikan gambaran yang lengkap status keuangan sistem kesehatan

Page 27: 20_makalah

27

BAB IV

PENGEMBANGAN NHA/PHA/DHA

Untuk mendukung kajian pelembagaan NHA dilakukan pengumpulan data-

data primer ditingkat daerah yang meliputi kapasitas melakukan Provincial/ District

Health Account (PHA/DHA), mekanisme hubungan kerja dengan

Provinsi/Kabupaten/Kota, mekanisme hubungan kerja dengan pusat, mekanisme

pengumpulan data, dan pelaksanaan PHA/DHA.

PHA/DHA adalah suatu bentuk health account yang lebih kecil dan bersifat

regional (provinsi/kabupaten/kota) dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah NHA

yang telah disepakati dan ditetapkan secara nasional, baik dari segi batasan health

account, klasifikasi, dan sumber daya yang diperhitungkan.

Informasi yang digali dari responden di daerah mengenai pemahaman dan

pelaksanaan NHA/PHA/DHA di daerah antara lain :

1. Pengertian/pemahaman NHA/DHA

2. Penerapan NHA/DHA

3. Efektifitas penerapan NHA/DHA

4. Hambatan penerapan NHA/DHA

5. Aturan/kebijakan hukum yang mendukung

6. Peran Pemerintah Daerah

7. Studi relevan yang pernah dilakukan

8. SDM pendukung

9. Pelatihan terkait yang pernah diikuti

10. Ketersediaan data realisasi

11. Metode pengumpulan data

12. Alur pelaporan (pendapatan/pengeluaran kesehatan seperti dari RSUD,

Apotek, dr praktek, asuransi dll)

13. Periode penyusunan laporan

14. Kordinasi antar dan lintas bidang

15. Pola kerjasama dengan pihak swasta

Page 28: 20_makalah

28

16. Tanggapan bila ada lembaga khusus NHA

Dari keenambelas poin informasi yang ingin digali dikelompokan lagi

menjadi empat point yaitu :

1. Kapasitas melakukan PHA/DHA

2. Mekanisme hubungan kerja dengan Kabupaten/Kota /Provinsi

3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat

4. Mekanisme Pengumpulan Data

5. Pelaksanaan PHA/DHA

Dari keenam provinsi yaitu Bangka Belitung, Bali, DI Yogyakarta,

Gorontalo, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Riau maka di dapatkan

beberapa pendapat sebagai berikut :

A. Dinas Kesehatan Provinsi

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari

Dinas Kesehatan Provinsi sebanyak 22 orang. Hasilnya sebagai berikut;

Dari 22 orang responden yang diwawancarai, hampir 70 % yang

mengatakan bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah dinas

kesehatan provinsi, selebihnya responden mengatakan bahwa unit yang

bertanggung jawab melakukan PHA adalah Bappeda.

Semua responden mengatakan bahwa PHA perlu kerjasama antar unit terkait

dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut perlu

dikukuhkan oleh SK Gubernur.

Dari 22 responden yang diwawancarai, hampir 60 % responden mengatakan

bahwa sumber pembiayaan PHA adalah APBD Provinsi, selebihnya responden

mengatakan sumber pembiayaan PHA sebaiknya adalah dari APBN Khusus Pusat..

Page 29: 20_makalah

29

Lebih dari 60 % responden mengatakan permintaan data PHA dari Provinsi

sebaiknya adalah Bappeda Provinsi dan selebihnya responden mengatakan Dinas

Kesehatan Provinsi.

Hampir semua responden (86 %) mengatakan sebaiknya permintaan data

NHA dari pusat dilakukan oleh Depkes Pusat.

Lebih dari 90 % responden mengatakan peran provinsi dalam melaksanakan

NHA adalah mengirimkan data PHA dan data DHA dengan lengkap ke pusat.

Dalam hal kategori, hampir semua responden (lebih dari 90 %) mengatakan

sebaiknya sumber data health account dikatagorikan menurut program kesehatan.

Sekitar 60 % dari responden mengatakan data health account dikumpulkan

melalui tim khusus dan selebihnya mengatakan melalui rapat stakeholder.

Sedangkan untuk penanggung jawab data health account di tingkat provinsi, lebih

80 % dari responden jawabannya adalah tim khusus yang dibentuk dengan SK

Gubernur. Sekitar 50 % responden mengatakan tim khusus tersebut sebaiknya

terdiri dari lintas badan/dinas.

Mengenai stakeholder penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, semua

responden jawabannya adalah pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,

terutama yang memanfaatkan data tersebut adalah Bappeda, Dinas Kesehatan, dan

Biro Keuangan Provinsi.

Semua responden mengatakan sumber biaya health account tingkat provinsi

yang akan dicakup, adalah dana dekonsentrasi.

Sekitar 70 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir

pernah dilakukan perhitungan health account dan selebihnya mengatakan tidak

pernah dilakukan perhitungan health account di tingkat Provinsi.

Lebih dari 80 % responden mengatakan unit yang melaksanakan health

account 5 tahun terakhir di tingkat provinsi adalah Dinas Kesehatan Provinsi.

Page 30: 20_makalah

30

Lebih dari 70 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan PHA

dan selebihnya responden mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan PHA.

Hampir semua responden (95 %) mengatakan penyampaian laporan

sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi dan dari provinsi

disampaikan ke pusat.

Lebih dari 50 % dari responden mengatakan faktor pendukung penerapan

health account adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah legalitas dan

kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat hampir 50 % responden mengatakan

bahwa faktor penghambat utama adalah SDM, sarana dan prasarana, dan legalitas,

karena tanpa SDM, sarana dan prasarana, dan legalitas tidak mungkin health

account bisa diterapkan.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan PHA pada tingkat

provinsi dapat dilihat juga dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Pelaksanaan PHA di Tingkat Provinsi

No. Informasi Hasil / Tanggapan Responden

1. Kapasitas melakukan PHA - Penaggungjawab PHA - Pelatihan PHA - Kerjasama dengan unit terkait - Sumber pembiayaan PHA

- Dinkes Provinsi - Pernah dilatih - Dikukuhkan dg SK Gubernur - APBD Provinsi

70% 70% 100% 60%

2. Mekanisme hubungan kerja dengan Kabupaten/Kota /Provinsi - Penanggung jawab permintaan data PHA

- Bappeda

60%

3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat - Permintaan data oleh pusat - Peran provinsi dlm pelaksanaan NHA

- Depkes - Mengirimkan data PHA

86% 90%

4. Mekanisme Pengumpulan Data - Katagori sumber data PHA - Mekanisme pengumpulan data - Penanggungjawab pengumpulan data - Faktor pendukung - Faktor penghambat

- Program kesehatan - Melalui Tim khusus - Tim khusus dg SK Gubernur - Sarana dan prasarana - SDM, sarana dan prasarana,

dan legalitas

90% 60% 80% 50% 50%

5. Pelaksanaan PHA - Pelaksanaan 5 tahun terakhir - Unit yang melakukan - Sumber biaya yang dihitung

- Pernah dilakukan - Dinkes provinsi - Dana Dekonsentrasi

70% 80% 100%

Page 31: 20_makalah

31

B. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari

Dinas Kesehatan kabupaten/kota sebanyak 12 orang. Hasilnya sebagai berikut.

Dari 12 responden yang diwawancarai, hampir 70 % yang mengatakan

bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan DHA adalah Bappeda

Kabupaten/Kota, selebihnya responden mengatakan adalah Dinas kesehatan.

Semua responden mengatakan bahwa DHA perlu kerjasama antar unit

terkait dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut

perlu dikukuhkan oleh SK Bupati/Walikota.

Dari 12 responden yang diwawancarai, hampir 70 % responden mengatakan

bahwa sumber pembiayaan DHA adalah APBD kabupaten/kota, selebihnya

mengatakan APBD Provinsi.

Lebih dari separuh responden mengatakan bahwa permintaan data DHA dari

kabupaten/kota adalah Bappeda Provinsi dan selebihnya responden mengatakan

Dinas Kesehatan Provinsi.

Permintaan data NHA dari pusat, semua responden mengatakan sebaiknya

dilakukan oleh Depkes Pusat.

Semua responden mengatakan sebaiknya informasi yang dikirim ke pusat

berupa isian formulir (formulir tersebut dirancang oleh pusat untuk diisi oleh

daerah).

Untuk sumber data health account, dalam hal kategori, hampir semua

responden (lebih dari 90 %) mengatakan sebaiknya dikatagorikan menurut program

kesehatan.

Sekitar 60 % dari responden mengatakan data health account dikumpulkan

melalui tim khusus dan selebihnya mengatakan melalui rapat stakeholder.

Sedangkan untuk penanggung jawab data health account di kabupaten/kota, lebih

80 % dari responden jawabannya adalah tim khusus yang dibentuk dengan SK

Bupati/Walikota. Tim khusus tersebut terdiri atas lintas badan/dinas.

Page 32: 20_makalah

32

Mengenai stakeholder penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, semua

responden jawabannya adalah pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,

terutama yang memanfaatkan data tersebut adalah Dinas Kesehatan, Bappeda dan

Biro Keuangan Pemda.

Sumber biaya health account tingkat kabupaten/kota yang akan dicakup, 50

% dari responden jawabannya adalah dana dekonsentrasi, selebihnya responden

menjawab dana APBD Provinsi, dan APBD kabupaten /kota.

50 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak

pernah dilakukan perhitungan health account dan selebihnya mengatakan pernah

dilakukan perhitungan health account di tingkat kabupaten/kota.

Semua responden mengatakan yang melaksanakan health account 5 tahun

terakhir di tingkat Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

50 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan DHA dan 50 %

lainnya mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan DHA.

Semua responden memberi jawaban untuk penyampaian laporan sebaiknya

berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi dan provinsi akan menyampaikan

ke pusat.

Faktor pendukung penerapan health account, lebih dari 40 % dari responden

mengatakan pendukungnya adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah

legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat responden mengatakan

bahwa adalah sarana dan prasarana, SDM dan dana operasional, karena tanpa

sarana dan prasana, SDM dan dana operasional, tidak mungkin health account bisa

diterapkan.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan DHA pada tingkat

provinsi dapat dilihat juga dalam Tabel 4.2 berikut.

Page 33: 20_makalah

33

Tabel 4.2 Pelaksanaan DHA di Tingkat Kabupaten/Kota

No. Informasi Hasil / Tanggapan Responden

1. Kapasitas melakukan DHA - Penaggungjawab DHA - Pelatihan DPHA - Kerjasama dengan unit terkait - Sumber pembiayaan DHA

- Bappeda - Pernah dilatih - Dikukuhkan dg SK

Bupati/Walikota - APBD Kab/Kota

70% 50% 100% 70%

2. Mekanisme hubungan kerja dengan Kabupaten/Kota /Provinsi - Penanggung jawab permintaan data DHA

- Bappeda

50%

3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat - Permintaan data oleh pusat - Informasi yang dikirim ke pusat

- Depkes - Isian formulir

100% 100%

4. Mekanisme Pengumpulan Data - Katagori sumber data DHA - Mekanisme pengumpulan data - Penanggungjawab pengumpulan data

- Faktor pendukung - Faktor penghambat

- Program kesehatan - Melalui Tim khusus - Tim khusus dg SK

Bupati/Walikota - Sarana dan prasarana - SDM, sarana dan prasarana,

dan dana operasional

90% 60% 80% 40% 100%

5. Pelaksanaan DHA - Pelaksanaan 5 tahun terakhir - Unit yang melakukan - Sumber biaya yang dihitung

- Pernah dilakukan - Dinkes kab/kota - Dana Dekonsentrasi

50% 100% 50%

C. Rumah Sakit Umum Daerah

Data dikumpulkan dari hasil wawancara dan FGD dengan responden dari

Rumah Sakit Umum Daerah sebanyak 10 orang. Hasilnya sebagai berikut:

Dari 10 responden yang diwawancarai, 70 % dari responden mengatakan

bahwa unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah Dinas Kesehatan

Provinsi.

Semua responden mengatakan bahwa PHA perlu kerjasama antar unit terkait

dan semua responden mengatakan kerjasama dengan unit terkait tersebut perlu

dikukuhkan oleh SK Gubernur.

Page 34: 20_makalah

34

Dari 10 responden yang diwawancarai, 70 % dari responden yang menjawab

bahwa pembiayaan PHA bersumber dari APBN khusus pusat, selebihnya

responden mengatakan dari APBD Provinsi.

Separuh dari jumlah responden mengatakan permintaan data PHA dari

kabupaten/kota adalah Bappeda Provinsi dan separuh lagi menjawab Dinas

Kesehatan Provinsi.

Permintaan data NHA dari pusat, semua responden memberi jawaban

sebaiknya adalah Depkes Pusat.

Semua responden mengatakan peran provinsi adalah mengirim PHA secara

lengkap ke pusat, baik PHA yang berasal dari provinsi maupun DHA yang berasal

dari kabupaten.

Untuk sumber data health account, dalam hal kategori, hampir semua

responden (90%) memberikan jawaban data health account sebaiknya

dikatagorikan menurut program kesehatan.

Pengumpulan data health account, 50% dari responden menjawab data

health account dikumpulkan melalui pertemuan stakeholder dan 50% lain

menjawab melalui tim khusus. Sedangkan untuk penanggung jawab data health

account di provinsi, 70% dari responden jawabannya adalah tim khusus yang

dibentuk dengan SK Gubernur. Tim khusus tersebut dari lintas bagian/bidang sub

dinas.

Mengenai stakeholder penyediaan data, semua responden menjawab adalah

pemerintah.

Semua responden memberi jawaban bahwa data health account bermanfaat,

terutama untuk Dinas Kesehatan, Bappeda dan Biro Keuangan Pemda.

Semua responden mengatakan sebaiknya di tingkat provinsi yang

melaksanakan health account adalah Dinas Kesehatan Provinsi.

Sumber biaya health account tingkat provinsi, 60% dari responden

jawabannya adalah dana dekonsentrasi, lainnya menjawab dana APBD Provinsi.

Page 35: 20_makalah

35

Semua responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak

dilakukan health account di tingkat provinsi, dengan demikian laporannya juga

tidak ada.

Mekanisme penyampaian laporan, semua responden memberi jawaban untuk

penyampaian laporan hendaknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke provinsi

dan provinsi akan menyampaikan ke pusat.

Faktor pendukung penerapan health account, 60% dari responden

mengatakan pendukungnya adalah sarana dan prasarana, selebihnya adalah

legalitas dan SDM. Sedangkan faktor pnghambat hampir sama dengan faktor

pendukung jawaban dari 50 % responden adalah sarana dan prasarana karena tanpa

sarana dan prasana tidak mungkin health account bisa diterapkan dan selebihnya

jawaban responden tetap berkisar pada legalitas dan SDM, tanpa legalitas dan

SDM.

Hasil pengumpulan data primer untuk pelaksanaan Health Account di

Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilihat juga dalam Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Pelaksanaan Health Account di Rumah Sakit Umum Daerah

No. Informasi Hasil / Tanggapan Responden

1. Kapasitas melakukan PHA - Penaggungjawab PHA - Kerjasama dengan unit terkait - Sumber pembiayaan PHA

- Dinkes Provinsi - Dikukuhkan dg SK Gubernur - APBN Pusat

70% 100% 70%

2. Mekanisme hubungan kerja dengan Kabupaten/Kota /Provinsi - Penanggung jawab permintaan data PHA

- Bappeda

50%

3. Mekanisme hubungan kerja dengan Pusat - Permintaan data oleh pusat - Informasi yang dikirim ke pusat

- Depkes - Data PHA dan DHA

100% 100%

4. Mekanisme Pengumpulan Data - Katagori sumber data DHA - Mekanisme pengumpulan data - Penanggungjawab pengumpulan data - Faktor pendukung - Faktor penghambat

- Program kesehatan - Pertemuan Stakeholder - Tim khusus dg SK Gubernur - Sarana dan prasarana - Sarana dan prasarana

90% 50% 70% 60% 50%

Page 36: 20_makalah

36

Dari hasil tersebut di atas, maka dapat dibeberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Tingkat Provinsi(termasuk rumah sakit daerah)

1. Unit yang bertanggung jawab melakukan PHA adalah Dinas Kesehatan

Provinsi.

2. Dalam pelaksanaan PHA perlu kerjasama dengan sector terkait. Kerjasama

ini perlu dikukuhkan oleh SK Gubernur.

3. Sumber pembiayaan PHA adalah APBD Provinsi, selebihnya responden

mengatakan sumber pembiayaan PHA sebaiknya adalah dari APBN Khusus

Pusat.

4. Permintaan data PHA dari Provinsi sebaiknya adalah Bappeda Provinsi

5. Peran provinsi dalam melaksanakan NHA adalah mengirimkan data PHA

dan data DHA dengan lengkap ke pusat.

6. Data health account dikumpulkan melalui tim khusus. Sedangkan untuk

penanggung jawab data health account di tingkat provinsi adalah tim khusus

yang dibentuk dengan SK Gubernur. Sebaiknya tim khusus tersebut terdiri

dari lintas badan/dinas

7. Penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, adalah pemerintah.

8. Data health account bermanfaat, terutama yang memanfaatkan data tersebut

adalah Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Biro Keuangan Provinsi.

9 Sebaiknya yang melaksanakan health account di tingkat provinsi adalah

Dinas Kesehatan Provinsi

9. Sekitar 70 % dari responden mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir

pernah dilakukan health account dan selebihnya mengatakan tidak pernah

dilakukan health account di tingkat Provinsi.

10. Penyampaian laporan sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota ke

provinsi dan dari provinsi disampaikan ke pusat.

11. Faktor pendukung penerapan health account adalah sarana & prasarana,

selebihnya adalah legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat

hampir 50 % responden mengatakan bahwa faktor penghambat utama adalah

Page 37: 20_makalah

37

SDM, sarana & prasarana, dan legalitas, karena tanpa SDM, sarana &

prasarana, dan legalitas, tidak mungkin health account bisa diterapkan.

2. Tingkat Kabupaten/Kota

1. Unit yang bertanggung jawab untuk melakukan DHA adalah Bappeda

Kabupaten/Kota

2. Dalam pelaksanaan DHA perlu kerjasama dengan sector terkait. Kerjasama

ini perlu dikukuhkan dengan SK Bupati/Walikota

3. Sumber pembiayaan DHA adalah APBD kabupaten/kota, selebihnya

mengatakan APBD Prop, juga mencakup dana dekonsentrasi

4. Permintaan data DHA dari kabupaten/kota sebaiknya adalah Bappeda

Provinsi, sedangkan permintaan data NHA dari pusat, semua responden

mengatakan sebaiknya dilakukan oleh Depkes Pusat.

5. Pengumpulan data Health Account, sebaiknya oleh tim khusus yang

dibentuk, dan yang bertanggung dengan data Health Account juga tim

khusus yang dibentuk dengan SK Bupati/Walikota. Tim khusus tersebut

terdiri atas lintas badan/dinas.

6. Penyediaan data di tingkat kabupaten/kota, adalah pemerintah.

7. Data health account bermanfaat, terutama yang memanfaatkan data tersebut

adalah Dinas Kesehatan, Bappeda dan Biro Keuangan Pemda.

8. Sebaiknya yang melaksanakan health account di tingkat Kabupaten/Kota

adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

9. 50 % responden mengatakan pernah mengikuti pelatihan DHA dan 50 %

lainnya mengatakan tidak pernah mengikuti pelatihan DHA.

10. untuk penyampaian laporan sebaiknya berjenjang yaitu dari kabupaten/kota

ke provinsi dan provinsi akan menyampaikan ke pusat.

11. Faktor pendukung penerapan health account adalah sarana dan prasarana,

selebihnya adalah legalitas dan kebijakan. Sedangkan faktor pnghambat

responden mengatakan bahwa adalah sarana dan prasarana, SDM dan dana

operasional, karena tanpa sarana dan prasana, SDM dan dana operasional,

tidak mungkin health account bisa diterapkan.

Page 38: 20_makalah

38

BAB V

PELEMBAGAAN NHA

A. Isu Strategis Pelembagaan NHA

Pada umumnya para pengambil kebijakan dan stakeholder terkait baik di

pusat maupun di daerah belum mengetahui apakah NHA, PHA, dan DHA sudah

berjalan atau belum kecuali beberapa orang yang berminat atau memang sudah

menerima pelatihan sebelumnya. Sedangkan manfaat dari NHA, PHA, dan DHA

tersebut akan terasa terutama dalam hal kebijakan, perencanaan, dan penganggaran

dikarenakan data pembiayaan kesehatan dapat tergambar dengan jelas.

Data NHA yang tersedia sekarang ternyata tidak sebanding (komparabel)

dengan data internasional, sehingga sulit sebagai perbandingan. Selain itu data

NHA yang tersedia juga masih terfragmentasi pada masing-masing institusi

sehingga NHA Indonesia belum mampu menghasilkan data/informasi yg lengkap

dan komprehensif.

Memperhatikan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu proses

pelembagaan yang nantinya data NHA, PHA, dan DHA tersebut dapat tersedia,

terpercaya dan diperbandingkan, tepat waktu serta berkesinambungan. Dengan

demikian maka data NHA tersebut selain dapat digunakan untuk perumusan

kebijakan kesehatan, khususnya pembiayaan kesehatan, juga sangat diperlukan

dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan, baik di pusat maupun di daerah

B. Pengertian Pelembagaan

Pengertian pertama pelembagaan dalam proses pelembagaan NHA adalah

upaya untuk menyebarluaskan pemahaman akan arti, manfaat dan kegiatan NHA,

khususnya kepada pelaku-pelaku utama dalam pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan pembangunan kesehatan. Ini termasuk kalangan internal sektor

kesehatan baik di pusat maupun didaerah serta pengambil keputusan diluar sektor

kesehatan, terutama pemerintah dan lembaga legislatif (di pusat dan di daerah).

Page 39: 20_makalah

39

Pengertian kedua adalah pelembagaan dalam arti struktural, yaitu adanya

unit tertentu dalam organisasi pemerintah yang mempunyai mandat dan

kemampuan untuk melaksanakan atau mengkoordinasikan kegiatan NHA serta

melakukan diseminasi hasil NHA.

C. Model kelembagaan

Ada lima yang mencirikan model kelembagaan yang perlu dikembangkan

dalam proses pelembagaan NHA, yaitu; 1) tugas dan fungsi lembaga, 2) struktur

organisasi, 3) opsi kelembagaan, 4) legitimasi kelembagaan, dan 5) pembiayaan.

Kelima kegiatan yang mencirikan model kelembagaan tersebut harus dilakukan

sebelum lembaga NHA mulai berjalan atau difungsikan.

1. Tugas dan fungsi lembaga

- Tugas pokok dan fungsi :

(a) pengumpulan dan manajemen data, termasuk pengelolaan bank data,

(b) analisis dan interpretasi data sesuai format NHA,

(c) produksi dan diseminasi hasil NHA

(d) mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan NHA/PHA dan DHA yang

dilakukan oleh berbagai pihak

- Tugas dan fungsi tambahan :

(a) sebagai “clearing house” data/informasi NHA dan DHA,

(b) inventarisasi referensi tentang NHA,

(c) memberikan “technical assistance” kepada unit atau lembaga lain yang

melakukan Health Account dan

(d) membantu “users” NHA.

- Tugas dan fungsi pengelolaan (manajemen) termasuk

(a) membina jejaring kerja sama dengan sumber data dan

(b) membina kerja sama dengan para analist NHA.

Page 40: 20_makalah

40

2. Struktur organisasi :

Tugas dan fungsi seperti disampaikan diatas memerlukan sebuah organisasi

yang terdiri dari :

(1) Kepala,

(2) Sekretasis/Tata Usaha,

(3) Unit Manajemen Data,

(3) Unit analisis dan

(4) Unit dokumentasi dan diseminasi.

Selain itu perlu dibentuk Advisory Group yang terdiri dari wakil-wakil

lintas Departemen/Lembaga, termasuk Depkes, Bappenas, Depkeu, Depdagri, BPS,

Perusahaan Asuransi Kesehatan, Perguruan Tinggi dan Perorangan (Ahli), dll.

Advisory Group memberikan arahan dan bimbingan kepada unit pelaksana NHA

tersebut diatas.

3. Opsi kelembagaan

Kegiatan NHA, PHA, DHA perlu dilakukan secara rutin. Oleh sebab itu

diperlukan sebuah lembaga yang kuat yang selain mempunyai otoritas dan

kapasitas teknis pelaksanaan NHA, juga mempunyai jaringan kerja yang baik

dengan instansi-isntansi dalam organisasi pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan

Swasta, juga memungkinkan mobilisasi dana pemerintah untuk mendukung

kegiatan NHA tersebut.

Beberapa kesepakatan Lokakarya berkaitan dengan opsi kelembagaan

tersebut adalah sebagai berikut:

- Perlu dibentuk sebuah Pusat yang menangani NHA

- Pusat tersebut sebaiknya berada dalam organisasi Departemen Kesehatan

- Karena pembentukan Pusat memerlukan waktu relatif lama, untuk

sementara fungsi-fungsi NHA tersebut diatas dapat dilaksanakan oleh

unit yang sudah ada.

- Saran peserta adalah menunjuk Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan

(PPJK), dibantu oleh unit-unit lain dan Perguruan Tinggi

Page 41: 20_makalah

41

4. Legitimasi kelembagaan

Uraian diatas menunjukkan bahwa untuk memantapkan kelembagaan NHA

ada 3 (tiga) tahap dalam proses kelembagaan, dengan legitimasi sebagai berikut:

- Tahap-1: Untuk sementara pelaksanaan NHA dapat dilakukan dengan

Surat Keputusan Sekjen Depkes

- Tahap-2: Peleburan fungsi NHA pada unit yang ada, yaitu PPJK

dilakukan dengan Surat Keputusan Menkes

- Tahap-3: Pembentukan Pusat NHA dalam organisasi Depkes melalui

Surat Keputusan Menkes

5. Pembiayaan

Pelembagaan dan pelaksanaan NHA memerlukan pembiayaan. Dalam

jangka pendek, persiapan pembentukan pelembagaan NHA dalam bentuk kajian

dapat dibiayai dari anggaran Bappenas dan selanjutnya melalui anggaran Depkes

(DIPA PPJK).

Untuk pelaksanaan NHA secara rutin, anggarannya dapat dimasukkan dalam

DIPA PPJK dan kelak apabila Pusat NHA terbentuk, dibebankan pada DIPA Pusat

NHA tersebut.

Selain itu, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (nanti Pusat NHA)

dapat melakukan mobilisasi sumber dana lain (misalnya dari badan internasional:

WHO, bantuan bilateral, dll).

Biaya dalam pelembagaan dan pelaksanaan kegiatan NHA terdiri dari unsur-

unsur atau elemen sebagai berikut:

(1) Biaya ”start up” (investasi awal dan pengembangan) pelembagaan

- Pembentukan ”sub-unit” NHA di PPJK

- Pembentukan Pusat NHA di bawah Menteri Kesehatan

(2) Biaya operasional (rutin) lembaga NHA

- Biaya personil sekretariat

- Biaya ATK

- Biaya dokumentasi

- Biaya diseminasi hasil

Page 42: 20_makalah

42

(3) Biaya pelaksanaan NHA

- Biaya pengumpulan data (tergantung jenis dan skala kegiatan

pengumpulan data)

- Biaya analisis

- Biaya publikasi

D. Proses Pelembagaan (Road Map)

Proses pelembagaan NHA tidak bisa dilakukan secara singkat karena

membutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah. Pelembagaan NHA juga terkait langsung kegiatan

Health Account yang berada di provinsi (PHA) dan kabupaten/kota (DHA).

Proses pelembagaan NHA dimulai dengan kegiatan sosialisasi dan

peningkatan “awareness” pengambil keputusan dan stakeholder lain tentang

manfaat dan pentingnya Health Account baik di tingkat pusat maupun di daerah,

selanjutnya dilakukan penentuan “focal point” sebagai unit yang melaksanakan dan

mengkoordinir kegiatan NHA secara nasional, sedangkan di tingkat daerah ” focal

point ” ditunjuk setelah pusat NHA terbentuk. Langkah selanjutnya adalah

peningkatan kapasitas HA di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Page 43: 20_makalah

43

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. NHA, PHA dan DHA di Indonesia belum sistematik, berkelanjutan, dan

tidak berkembang karena tidak dilakukan proses pelembagaan NHA

sehingga mampu menghasilkan data/informasi yang terpercaya dan tepat

waktu, serta menjadi kegiatan yang berkesinambungan.

2. Pada umumnya para pengambil keputusan dan stakeholder terkait baik di

tingkat pusat maupun di daerah belum mengetahui manfaat NHA, PHA,

dan DHA terutama dalam hal kebijakan, perencanaan, dan penganggaran

kesehatan.

3. Dalam pelaksanaan NHA/PHA/DHA perlu kerjasama dengan sektor

terkait, yaitu institusi sumber data, pelaksana NHA dan pengguna hasil

NHA.

4. Pelembagaan (institusionalisasi NHA) perlu dilakukan secara sistematis

dan melibatkan semua institusi yang relevan untuk menggerakkan,

mengkoordinir, melakukan dokumentasi dan diseminasi hasil NHA. Untuk

melakukan proses pelembagaan NHA ada 3 (tiga) tahap yang harus dilalui,

yaitu: 1) untuk sementara pelaksanaan NHA saat ini dapat dilakukan

dengan Surat Keputusan Sekjen Depkes; 2) peleburan fungsi NHA pada

unit yang ada yaitu PPJK dan ini memerlukan Surat Keputusan Menkes;

dan 3) pembentukan Pusat NHA dalam organisasi Depkes malalui Surat

Keputusan Menkes.

B. Rekomendasi

1. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) diusulkan sebagai

“focal point” dalam melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan NHA.

Page 44: 20_makalah

44

Untuk legitimasi (dasar hukum) pelaksanaan kegiatan NHA di Pusat

Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) diperlukan surat keputusan

(SK) Menteri Kesehatan.

2. Untuk pelaksanaan PHA diusulkan di Dinas Kesehatan Provinsi yang

ditetapkan dengan SK Gubernur, sedangkan DHA diusulkan di Bappeda

Kabupaten/Kota melalui SK Bupati/Walikota

3. Untuk menjamin kesamaan persepsi dan keseragaman serta komparabilitas

data NHA/PHA/DHA diperlukan buku pedoman atau panduan NHA untuk

tingkat nasional dan PHA/DHA tingkat daerah.

4. Untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap

NHA/PHA/DHA maka diperlukan disseminasi kepada pengambil

keputusan di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

5. Data NHA yang telah dihasilkan perlu didesiminasikan untuk pengambil

kebijakan dalam perencanaan kesehatan sesuai fungsi dan pelaksana

kegiatan.

6. Penyusunan laporan data NHA detil untuk tahun 2005, 2006, 2007, dan

selanjutnya secara reguler dilaksanakan oleh PPJK Depkes.

Page 45: 20_makalah

45

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, T.R., Harbianto, D., Indrajaya, S., Mahlil., Malik,R., Yuslely, “ NHA Development : Indonesian Progress Report”, Bangkok 28 Juni 2002. Ascobat Gani, 2007, “ Pelembagaan NHA di Indonesia “(Makalah disampaikan pada Lokakarya I Pelembagaan NHA, Jakarta, 14 Agustus 2007) Ascobat Gani, 2007, “ Pelembagaan NHA di Indonesia (2) “(Makalah disampaikan pada Lokakarya II Pelembagaan NHA, Jakarta, 13 November 2007)

Ascobat Gani, 2006, “ Analisis Biaya Kesehatan Daerah di Kabupaten Sikka, Ende dan Sumba Timur”, Persiapan Proyek KIA AusAID Budihardja, 2007, “ Pelembagaan NHA “ (Makalah disampaikan pada Lokakarya I Pelembagaan NHA, Jakarta, 14 Agustus 2007) Budihardja, 2007, “ Manfaat dan Prospek Kedepan Data NHA “ (Makalah disampaikan pada Lokakarya I Pelembagaan NHA, Jakarta, 13 November 2007) Biro Keuangan & Perlengkapan Sekretariat Jendral DepKes: “Laporan Final National Health Account Indonesia: Tahun 2003-2004” Charu C. Garg, health economist, Department of Health System Financing, WHO, “Paparan dalam : Indonesia NHA Workshop 3-5 Sept 2007”, Depkes Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional

Departemen Kesehatan RI. 2007. Evaluasi Akhir Proyek PHP I (bahan laporan) Depkes, FKM-UI, “Presentasi Estimasi Total Pembiayaan Kesehatan dan Metode Estimasi ” ( Makalah disampaikan pada Workshop NHA 6 Desember 2007) Depkes dan FKM-UI, “Presentation on Progress of Total Health Expenditure & Methodology NHA 2002-2004” (Makalah disampaikan pada Lokakarya Hasil Analisis Pembiayaan Kesehatan, Jakarta 14 desember 2007) Depkes, FKM-UI, “Laporan NHA detil 2002 dan Global 2003-04” Poullier, J.P., et.al., “National Health Accounts: Concepts, Data Sources and Methodology”, WHO

Page 46: 20_makalah

46

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 Somanathan, A, et al., “Indonesia Public Health Expenditure Review”, Institute of Policy Study, Health Policy Program, Srilangka, 2004. World Bank , “World Development Report 1993: Investing in Health”.

.

.

Page 47: 20_makalah

47

L A M P I R A N

LAPORAN NHA INDONESIA TAHUN 2002, 2003, 2004

1. Laporan NHA Detil Tahun 2002

2. Laporan NHA Global/ Nasional Tahun 2003-2004

Page 48: 20_makalah

48

LAMPIRAN:

LAPORAN NATIONAL HEALTH ACCOUNT (NHA) INDONESIA

TAHUN 2002, 2003, 2004

Page 49: 20_makalah

49

A. Latar Belakang Semua pemerintahan di dunia mempunyai kepedulian yang kuat untuk

melakukan reformasi di industri pelayanan kesehatan. Pembiayaan pelayanan

kesehatan di beberapa negara menunjukkan prosentase yang cukup besar terhadap

Produk Domestik Bruto (GDP), sementara di beberapa negara masih mempunyai

prosentase yang kecil. Banyak ahli ekonomi kesehatan berpendapat bahwa

besarnya pengeluaran kesehatan dapat memperbaiki derajat kesehatan masyarakat.

Negara dengan komitmen tinggi dalam kebijakan dan institusi yang berkualitas

akan berdampak positif pada outcome kesehatan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong perkembangan

pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dalam sistem desentralisasi, Departemen

Kesehatan (Depkes) telah mengembangkan Standar Pelayanan Minimal (PP

65/2005) yang dapat digunakan sebagai dasar agar diperoleh anggaran yang

memadai untuk membiayai program prioritas kesehatan. Banyak modul dan

pelatihan telah dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para

programer dalam perencanaan, penganggaran, sosialisasi, dan advokasi. Tabel 1

menunjukkan kecenderungan kenaikan pembiayaan kesehatan publik yang cukup

signifikan dalam 6 tahun terakhir (sebelum di adjust dengan inflasi). Walaupun

terlihat ada kenaikan dalam nilai absolut -tetapi secara prosentase- Indonesia hanya

mengalokasikan 3.42% dari PDB di tahun 2005 (Biro Keuangan Depkes, Nov

2006). Menurut World Bank, Indonesia termasuk dalam kategori negara yang tidak

memprioritaskan pembiayaan kesehatan dan juga tidak mencapai target outcome

kesehatan seperti yang disepakati dalam MDGs. Sebagai contoh, pembiayaan

program TB separuh dibiayai oleh donors (50%) sedangkan pembiayaan program

HIV-AIDS mayoritas dibiayai donors (sebanyak 80%). Untuk program-program

prioritas MDGs terlihat peran pemerintah yang relatif sangat rendah. Ditambah lagi

dengan outcome program KIA yang belum bergerak kearah perbaikan.

Page 50: 20_makalah

50

Tabel 1 Pembiayaan Kesehatan

Menurut Tingkat Pemerintahan

(dalam triliun Rp) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Central 2.8 2.3 4.3 4.0 5.7 7.3 Development 2.1 2.0 4.0 3.5 Routine 0.7 0.4 0.3 0.4 Provincial 1.6 1.9 2.1 2.1 2.3 2.8 Development 0.5 0.7 1.1 1.2 Routine 1.1 1.2 1.0 0.9 District 3.9 4.3 5.6 5.7 6.1 7.6 Development 1.1 1.1 2.2 2.2 Routine 2.8 3.2 3.4 3.5 TOTAL 8.3 8.5 12.0 11.8 14.1 17.7

Source: World Bank, :”Indonesia Public Expenditure Review 2007, Chapter 4 – Health, table 4”

Selain dari prosentase pembiayaan kesehatan yang relatif rendah, Indonesia

juga belum mempunyai deskripsi pembiayaan kesehatan yang komprehensif seperti

pembiayaan menurut fungsi (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif); menurut

provider (rumah sakit; klinik, institusi kesehatan, dll); menurut cost of factors of

production (biasanya sesuai dengan pengelompokkan item biaya), menurut

beneficiaries (geografik, demografi, sosio ekonomi), dan menurut pola penyakit

(kelompok penyakit menular, penyakit degeneratif, dll). Analisis pembiayaan

kesehatan yang telah dilakukan sangat terbatas yaitu menurut sumber pembiayaan

(publik, private, dan rest of the world), dan sedikit pengembangan analisis menurut

fungsi dan providers (Biro Keuangan Depkes, Nov 2006). Keterbatasan analisis ini

disebabkan karena kualitas data yang tersedia (banyak missing data), keterbatasan

studi yang mendukung estimasi (survei fasilitas pelayanan kesehatan), dan

keterbatasan keterampilan untuk melakukan analisis tehnis (SDM).

Tanpa National Health Account (NHA), Indonesia telah melakukan berbagai

reformasi kesehatan yang sangat mempengaruhi sistem kesehatan makro.

Reformasi yang telah dilakukan antara lain desentralisasi pembiayaan kesehatan

dan pengambilan keputusan (UU-22 & UU-25/2000, UU-33/2004), Otonomi

Rumah Sakit (PP-23/2004), Desa Siaga, dan Asuransi Kesehatan Sosial (UU-

40/2005). Sangat sulit untuk mengukur dampak dari berbagai reformasi kesehatan

tersebut bila tidak didukung oleh data NHA.

Page 51: 20_makalah

51

NHA adalah alat yang sistimatik, komprehensif dan konsisten untuk

mengendalikan arus sumber daya dalam sistem kesehatan suatu negara

(Poulier,J.P., et.al., WHO). Penjabaran deskripsi makro dalam nilai moneter ini

dijabarkan dalam bentuk tabel standar yang dikembangkan oleh WHO dan OECD.

WHO mempublikasikan tabel pembiayaan kesehatan pertama di tahun 1997 untuk

191 negara anggota dan sejak itu melaporkan tabel tersebut secara rutin (tahunan)

dalam World Health Report. Informasi pembiayaan kesehatan ini dinilai oleh

banyak negara sebagai statistik vital (powerful indicator) yang digunakan sebagai

basis untuk mendukung stewarship dan mengarahkan pemangku kebijakan (policy

makers) dan stakeholders untuk pengambilan keputusan dalam perbaikan kebijakan

untuk reformasi kesehatan di masa datang.

Pengisian tabel standar NHA ini memerlukan upaya pengumpulan data

berskala besar dan oleh karenanya dibutuhkan komitmen besar dari pemangku

kebijakan. Kondisi data empiris menjadi isu besar untuk pengembangan tabel ini di

Indonesia. Banyaknya missing data –terutama setelah desentralisasi- sangat

membatasi kelengkapan sumber data untuk pengembangan tabel NHA. Kualitas

data makro yang tersedia sangat rentan (tidak reliable karena missing data)

sehingga akan sangat mempengaruhi estimasi rinci menurut kategori. Hal positif

yang dimiliki para stakeholders adalah kesadaran atas upaya prioritas untuk

membangun kerangka struktur dan network agar dihasilkan data pembiayaan yang

lebih kuat, tepat, terpercaya, disajikan dalam waktu singkat (timely), dan langgeng

(sustain).

B. Tujuan

Tujuan Umum:

Diperoleh informasi pembiayaan kesehatan mengacu pada tabel standar

yang disiapkan oleh WHO

Page 52: 20_makalah

52

Tujuan Khusus:

• Menghasilkan tabel standar NHA untuk tahun 2002 menurut fungsi,

provider, cost of factor production, dan beneficiaries.

• Melakukan review atas estimasi total pembiayaan kesehatan di tahun

2003 dan 2004 (revisited)

• Menghasilkan tabel standar NHA untuk tahun 2003 dan 2004

menurut fungsi, provider, cost of factor production, dan beneficiaries.

C. Metodologi

Tujuan utama dari pekerjaan ini adalah menyusun tabel standar NHA seperti

yang telah dikembangkan oleh WHO. Diupayakan tidak ada data koleksi, sehingga

akan mengupayakan hasil studi-studi terkait yang tersedia.

Dalam menghasilkan tabel standar NHA, ada beberapa tahap yang dilakukan:

1. Mengumpulkan studi-studi yang terkait dengan fungsi, PPK

a. Kumpulkan studi-studi pada tingkat makro

o Survei Rumah Tangga

o Survei sebelumnya dalam pembiayaan kesehatan di BUMN

o Survei sebelumnya dalam pembiayaan kesehatan di

perusahaan swasta

o Survei pembiayaan kesehatan publik

o Hasil studi/laporan tentang asuransi sosial di Jamsostek dan

Askes

b. Kumpulkan studi-studi pada tingkat mikro

o Survei Rumah Tangga

o Survei-survei studi ekonomi di rumah sakit dan puskesmas

o Health financing studies: disctrict health financing

2. Mengumpulkan formula estimasi untuk men –disagregate data

- public spending:

o Public spending di Dinkes: by programs, by factor of

production, by providers

Page 53: 20_makalah

53

o Public spending in hospital: outpatients and inpatients

- private spending:

o Out of Pocket : hospital inpatient and outpatients

o Drugs : Produsen Obat lokal: Kimia Farma, Biofarma,

Indofarma, Kalbe Farma

3. Review dan pertajam formula untuk dis-agregate data (setelah Workshop)

• Pertajam estimasi formula

• Pencarian studi-studi terkait sebagai tambahan

• Revisi hasil estimasi formula

4. Review estimasi Total Pembiayaan Kesehatan di tahun 2003 dan 2004

(Revisited)

• Review estimasi pembiayaan kesehatan publik

• Review estimasi pembiayaan kesehatan swasta: data susenas

• Review methodology estimasi

• Draft hasil estimasi Total Pembiayaan Kesehatan di tahun 2003 dan

2004

5. Estimasi dis-agregasi data NHA

• Estimasi tabel standar NHA untuk tahun 2002 menurut fungsi,

provider, cost of factor production, dan beneficiaries.

• Estimasi tabel standar NHA untuk tahun 2003 & 2004 menurut

fungsi, provider, cost of factor production, dan beneficiaries.

6. Workshop 4 (empat) kali:

• Revisit angka total pembiayaan kesehatan bersumber publik untuk

tahun 2003 dan 2004

• Presentasi estimasi total pembiayaan publik: Depkes, World Bank,

WHO

• Presentasi estimasi total pembiayaan private: out of pocket

(Susenas)

• Presentasi awal untuk sosialisasi draft formula estimasi

Page 54: 20_makalah

54

• Presentasi draft formula estimasi berdasarkan rekap hasil studi

terkait

• Mendapat tanggapan, masukan dan perbaikan estimasi formula

dari stakeholders

• Presentasi lanjut untuk revisi formula estimasi & draft dis-agregasi

angka

• Presentasi hasil sementara disagregasi sesuai tabel standar NHA

• Mendapat tanggapan, masukan dan perbaikan hasil sementara

• Revisi metodology

• Revisi angka disagregasi sesuai tabel standar NHA (2002-2004)

• Presentasi lanjut metodology dan hasil revisi dis-agregasi

Nara sumber dari WHO Geneva dan Searo akan datang untuk

membantu menyempurnakan methodology estimasi menyusun

Tabel standar NHA

7. Estimasi Final dan penulisan laporan

D. Hasil NHA Detil Tahun 2002 dan NHA Global Nasional Tahun 2003-2004