SKRIPSIrepository.um-palembang.ac.id/id/eprint/4499/1/502014462... · 2019. 5. 27. · Pak Wan dan...
Transcript of SKRIPSIrepository.um-palembang.ac.id/id/eprint/4499/1/502014462... · 2019. 5. 27. · Pak Wan dan...
i
KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA TENTANG
SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Menempuh Ujian
Sarjana Hukum
OLEH:
ABDAN GUSTIN TISA T.T
NIM : 50 2014 462
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
ii
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ABDAN GUSTIN TISA T.T
NIM : 502014462
Program Studi : Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum Tata Negara
Menyatakan bahwa karya ilmiah / skripsi saya yang berjudul:
KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM
MENYELESAIKAN SENNGKETA TENTANG SERTIPIKAT HAK MILIK
ATAS TANAH
Adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun
keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila pernyataan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sanksi akademis.
Palembang, 12 Maret 2019
Yang menyatakan,
ABDAN GUSTIN TISA T.T
iv
ABSTRAK
KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM
MENYELESAIKAN SENNGKETA TENTANG SERTIPIKAT HAK
MILIK ATAS TANAH
ABDAN GUSTIN TISA T.T
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah : Apakah Pengadilan Tata
Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa tentang Sertipikat hak milik
atas tanah? Dan Apakah yang menjadi kendala Pengadilan Tata Usaha Negara
untuk berwenang mengadili sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah? Jenis
penelitian hukum ini adalah “penelitian hukum Sosiologis” yang dimaksudkan
objek kerjanya meliputi data-data sekunder yang ada diperpustakaan. Tipe
penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan. Sesuai dengan judul
dan beberapa permasalahan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa: Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa
tentang Sertipikat hak milik atas tanah, yaitu : berdasarkan Pasal 53 ayat (1)
Undang-undang nomor 5 tahun 1986 yang diubah dengan Undang-Undang nomor
9 tahun 2004 mengatur “orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang berisi tuntutan
agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak
sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Dan
Kendala Pengadilan Tata Usaha Negara untuk berwenang mengadili sengketa
tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah, tidak ada kendala dan dapat dilaksanakan
sejalan dengan kewenangan PTUN dan proses desmisal dalam menentukan apakah
suatu sengketa termasuk sengketa TUN sangat menentukan bahwa sengketa itu ada
dalam kompetensi PTUN.
Kata Kunci : Kewenangan, Pengadilan Tata usaha Negara, Hak Milik Atas
Tanah, Sertipikat.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT, serta
sholawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw., karena atas rahmat dan nikmat
Nya jualah skripsi dengan judul: KEWENANGAN PENGADILAN TATA
USAHA NEGARA DALAM MENYELESAIKAN SENNGKETA TENTANG
SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH.
Dengan segala kerendahan hati diakui bahwa skripsi ini masih banyak
mengandung kelemahan dan kekurangan. semua itu adalah disebabkan masih
kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis, karenanya mohon dimaklumi.
Kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dorongan dan bantuan, khususnya terhadap:
1. Bapak Dr. Abid Djazuli, SE., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah
Palembang beserta jajarannya;
2. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang beserta stafnya;
3. Bapak/Ibu Wakil Dekan I, II, III dan IV, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang;
4. Bapak Mulyadi Tanzili, SH., MH selaku Ketua Prodi Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
5. Bapak Samsulhadi,. SH,.MH,. selaku Pembimbing dalam penulisan skripsi ini;
vi
Ayahanda Drs. Komami dan Ibunda Hertarti,. S.Pd yang tersayang dan tercinta
serta saudara-saudaraku dan keluarga yang kubanggakan terimakasih banyak
telah memberikan dukungan moril dan do’a yang tanpa batas untukku.
Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang
Bapak Indra Jaya,. SH,.MH selaku Pembimbing Akademik Penulis
Teruntuk Keluarga Mak Aji Mislina, Pak Ngah Hepni, dan Alm. Alak Azma
serta Alm. Pak Wan dan segenap keluarga besar Kakek H. Mad Husein yang
kami banggakan.
Teruntuk Sanak Famili Cik Tris, Ngah Resti, Woicha, Bang Anton, Adik Dela,
Sapira, Atin Anton, terimakasih banyak atas motivasi dan dukungan yang telah
diberikan kepada saya.
Sahabat Seperjuanganku Marly Arnaldi, Alvin Nahdy, Al Pakar, Alnoviano, M
Yusuf, Erick, Azmil, Heriyadi, Ardita, Ayu, Bening, yang dari awal sampai
akhir selalu jadi tempat berbagi, menghibur serta memberikan masukan dan
dukungan dalam penulisan skripsi ini.
Teman-teman KKN Angkatan 49 Posko 225 yang telah menjadi keluarga
baruku sekaligus tempat berbagi ilmu, pengalaman serta bercerita saya ucapkan
terimakasih banyak.
Teruntuk Keluarga Besar Posela, kando Arif, Pudo Arung, Wo Uci, Bang Ade,
Yuk Rika, Imam, Iqbal terimakasih selalu menjadi tempat berbagi pengalaman
serta dukungan selama ini.
vii
Teman-temanku Ngah Santi, Bang Robi, Aryan, Antoni, Sangkut Kunita, Cici,
Gari dan Ajay terimakasih atas dukungan serta do’anya selama ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimaksih kepada semua pihak semoga segala
bantual moril dan materil yang telah menjadikan skripsi ini dapat selesai dengan
baik sebagai salah satu persyaratan menempuh ujian skripsi dan semoga Allah SWT
melimpahkan pahala serta rahmatnya kepada mereka dan diberikan balasan. Amin
YRA.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Palembang, Maret 2019
Penulis,
ABDAN GUSTIN TISA T.T
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ......................................................... ii
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI ............................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
BAB. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................. 9
C. Ruang Lingkup dan Tujuan ....................................................... 10
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 10
E. Kerangka Konseptual ................................................................ 11
F. Metode Penelitian ..................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 13
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hak-hak Atas Tanah .................................................................. 15
B. Subjek Hak Atas Tanah ............................................................. 22
C. Sertipikat Hak Atas Tanah ......................................................... 24
D. Tinjauan Umum Pengadilan Tata Usaha Negara ...................... 25
ix
BAB. III. PEMBAHASAN
A. Pengadilan Tata Usaha Negara Berwenang untuk Mengadili
Sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas Tanah ................... 31
B. Kendala Pengadilan Tata Usaha Negara untuk Berwenang
Mengadili Sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas Tanah .. 60
BAB. IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 68
B. Saran-saran ............................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia dijelaskan dengan terang dan
sistematis dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945. Di dalam penjelasan itu
dikenal tujuh buah kunci pokok. Kunci pokok yang pertama adalah bahwa
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum, tidak berdasakan atas kekuasaan
belaka.
Hukum merupakan peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keseimbangan dan keadilan, fungsi hukum memjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat agar tidak terjadi kekacauan. Indonesia sebagai Negara hukum.
Unsur negara hukum dirumuskan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945.
Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan
lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus
dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Tekanan pada hukum di sini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan. Prinsip dari
sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya, jelas sejalan dan
merupakan pelaksanaan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diwujudkan oleh cita hukum yang
menjiwai Undang-undang Dasar 1945.
2
Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, negara hukum dimaksud bukanlah sekedar negara hukum dalam arti formal,
pengertian negara hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara
hukum dalam arti luas, yaitu negara hukum dalam arti materil. Negara bukan saja
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tetapi
juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pada Negara hukum liberal atau Negara hukum dalam arti sempit hanya
dikenal dua unsur yaitu : perlindungan terhadap hak-hak asasi dan pemisahan
kekuasaan. Istilah Negara Hukum ternyata terdapat perbedaan pendapat. Konsep
negara hukum di Eropa Kontinental dipelopori Immanuel Kans dan Fridrich Yulius
Stahl memakai istilah Rechtstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti AV. Decey
memakai istilah Rule of Law. Konsep F. Julius Stahl tentang Negara hukum ditandai
oleh 4 unsur Rechtstaat dalam arti kalsik yaitu:
1. Perlindungan terhadap Hak-hak asasi manusia,
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak itu (Trias
Politica),
3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan peraturan-peraturan
4. Adanya peradilan administrasi dalam perselisihan. 1
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan Agama, peradilan Meliter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkanth Konstitusi.
1 Victor Sitomorang dan Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, Rineka
Cipta, Jakarta, 2000, hlm.8
3
Salah satu ciri Negara hukum adalah adanya Peradilan Administrasi yang
tidak memihak terhadap pejabat-pejabat tetapi menjamin tindakan sewenang-
wenang dan penguasa. Kemudian dalam pidato kenegaraan tanggal 16
Agustus 1978 oleh Presiden Soeharto di depan sidang DPR-RI yang antara
lain menyatakan : “Demikian pula akan diusahakan terbentuknya peradilan
administrasi, yang dapat menampung dan menyelesaikan dan seterunya”. Dan
Pidato inilah, kemudian berselang empat tahun, terealisasi, terbukti dengan
pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan
Dalam Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara kepada DPR-RI untuk
mendapatkan pengesahan.2
Meskipun memakan waktu cukup panjang dan berliku, Peradilan Tata
Usaha Negara sebagai lingkungan peradilan khusus dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
disahkan dan diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986 kemudian efektif
berlaku pada tanggal 14 Januari 1991 sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
rasa keadilan masyarakata, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubanhan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan terkhir diubah dengan dengan Undang No. 51
tahun 2009 perubahan kedua Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Selanjutnya didukung oleh Undang-Undang No. 30
tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan.
Dengan berlakunya Undang-undang No.51 Tahun 2009 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara maka, setiap lembaga mi mempunyai kewenangan fungsi
masing-masing, sehingga lembaga peradilan ini mempunyai kewenangan absolute
yang berbeda satua sama lainnya. PERATUN sebagai lembaga di bawah
2 Ibid, hlm.15
4
Mahkamah Agung diatur oleh ketentuan Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang
Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986
tentang Pengadilan Tata Usaha Negara dan terakhir diubah dengan Undang-Undang
No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 5 tahun 1986
tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (UU Peratun).
Peradilan Tata Usaha Negara adalah tempat dimana akan diadili perkara-
perkara atau tindakan-tindakan yang melawan hukum yang dilakukan oleh
penguasa kepada rakyat. Lewat peradilan administrasi ini rakyat diberi kesempatan
untuk menggugat pegawai atau instansi pemerintah yang melakukan tindakan
merugikan mereka.3
Sedangkan Prajudi Atmosudirdjo mengartikan peradilan administrasi
negara dalam arti luas adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan
instansi-instansi administrasi negara, baik yang bersifat perkara pidana, perkara
perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administrasi murni.4
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
3 Benjamin Mangkoedilaga, Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm. 31
4 Prajudi Atmosudirdjo, Peradilan Administrasi Negara, Simposium PTUN, BPHN-
Binacipta, Jakarta, 2002, hlm. 67
5
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun) dapat dikatakan penting
artinya bagi bangsa Indonesia, mengingat Undang-undang ini memberikan
landasan pada badan yudikatif untuk menilai tindakan badan eksekutif serta
mengandung perlindungan hukum kepada anggota masyarakat.
Istilah Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 51
Tahun 2009 adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintah baik di pusat maupun di daerah.5
Pelaksanaan kontrol terhadap kekuasaan Negara yang dilakukan oleh
Peradilan Tata Usaha Negara menjadi tidak jelas apabila tidak ada kewenangan
yang melekat dan dimiliki oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam rangka
menjalankan tugas dan fungsinya.
Banyak konflik timbul disebabkan oleh cara-cara yang dipakai para pejabat
administrasi negara untuk menyelenggarakan kehendak-kehendak negara tersebut
yang tertuang dalam keputusan Tata Usaha Negara yang kadang-kadang dianggap
melanggar peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik (AAUPB).
Menurut pasal 47 Undang-undang No.5 Tahun 1986 yang telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dan perubahan kedua Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 2009, tentang Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas
dan berwenang memeriksa memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara. Pemahaman pasal ini menyimpulkan bahwa tugas dan wewenang
pengadilan yang diberikan undang-undang menjadikan bahwa pada dasarnya
5 Victor Situmorang, dan Soedibyo, Op.Cit., hlm 9.
6
Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki kewenangan memutus dan menyelesaikan
seluruh sengketa Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan keputusan Tata Usaha
Negara yang diterbitkan oleh pejabat Tata Usaha Negara.
Dalam penelitian terhadap Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara ternyata tidak semua sengketa Tata Usaha Negara menjadi kewenangan
Pengadilan Tata Usaha Negara ada kompetensi yang membatasi ruang lingkup
kewenangan mengadili dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Diantara tindakan
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menjadi permasalahan yaitu tentang
sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Palembang yang
diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Gugatan yang diajukan bukan merupakan sengketa antara orang atau Badan
hukum perdata dengan badan pejabat Tata Usaha Negara, tetapi merupakan
masalah tersendiri bagi Pengadilan Tata Usaha Negara dimana terkait adanya
prosedur penilaian oleh Hakim dalam putusan tentang kewenangan Pengadilan Tata
Usaha Negara untuk mengadili obyek sengketa berupa surat keputusan tentang
sertipikat hak milik yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Palembang.
Menurut pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Sengketa
Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara
baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha
negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
7
Kewenangan yang telah diberikan oleh Undang-Undang tentang keputusan
Tata Usaha Negar (KTUN) harus memenuhi Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang
berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata, dan ada
pengecualian Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan bukan kewenangan
Pengadilan Tata Usaha Negara yang diatur dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009.
Pada prinsipnya yang bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah
pihak-pihak itu sendiri, tetapi para pihak masing-masing dapat didampingi oleh
Kuasa Hukum dapat dilakukan dengan Surat Kuasa Khusus dalam pemberian kuasa
boleh adanya Substitusi tetapi dimungkinkan adanya Kuasa Insidentil.
Adapun putusan-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 97)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dapat berupa:
a. Gugatan ditolak;
b. Gugatan dikabulkan;
c. Gugatan tidak diterima;
d. Gugatan gugur;
Apabila gugatan dikabulkan maka dapat dibabani kewajiban kepada
Tergugat berupa:
1. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan;
8
2. Menerbitkan Keputusan Tata Usaha yang baru;
3. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara, dapat disertai pembebanan Ganti dan
Rehabilitasi;
Jelaslah, bahwa peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu
pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang diberi tugas untuk memeriksa, memutus
dan menyelesaikan sengketa dalam bidang tata usaha negara.
Menurut pasal 54 ayat (1) Undang-undang No.51 Tahun 2009 gugatan
sengketa tata usaha negara diajukan secara tertulis kepada pengadilan yang
berwenang yang daerah hukum nya meliputi tempat kediaman tergugat. Gugatan
yang diajukan harus dalam bentuk tertulis, karena gugatan itu akan menjadi
pegangan bagi pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan. Dalam hal seorang
penggugat yang bersangkutan buta huruf dan tidak mampu membayar seorang
pengacara, yang bersangkutan dapat meminta kepada panitera pengadilan tata
usaha negara yang bersangkutan untuuk membuat dan merumuskan gugatannya.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa tanah
yang ada di wilayah Negara Indonesia merupakan tanggung jawab Negara untuk
dikuasai dan dikelola oleh Negara untuk sebesr-besarnya kemakmuran rakyat. Pada
prinsipnya untuk menjamin agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat untuk
memperoleh hak atas tanah, Negara mengatur secara tegas mengenai hak milik. Hak
milik merupakan sumber kehidupan. Sertipikat hak milik atas tanah adalah Hak
Azasi Manusia, sehingga Negara wajib melindungi hak tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara agraris, di mana tanah sangat erat
hubungannya dengan kehidupan masyarakat Indonesia umumnya yaitu sektor
9
pertanian. Oleh sebab itu tanah sangat berperan penting terutama di dalam
mencapai dan mewujudkan pembangunan nasional, yaitu menuju masyarakat yang
adil dan makmur, merata baik materil dan spritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
Hak-hak atas tanah mulai dibicarakan orang ketika dua hal besar
digabungkan, yaitu tanah atau wilayah (obyek) dan orang (subyek). Selama kedua
hal itu terpisah secara parsial, maka hak-hak atas tanah bukanlah menjadi suatu hal
yang penting atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Pentingnya pengaturan
hak-hak atas tanah di Indonesia makin dirasakan seiring pertambahan penduduk
dan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar gambaran problematika tersebut di atas, mendorong penulis
untuk meneliti lebih jauh terhadap permasalahan yang diuraikan dalam skripisi ini
yang diberi judul KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA TENTANG SERTIPIKAT HAK
MILIK ATAS TANAH.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah penulis uraikan di atas,
dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa
tentang Sertipikat hak milik atas tanah?
2. Apakah yang menjadi kendala Pengadilan Tata Usaha Negara untuk berwenang
mengadili sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah?
10
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Hukum tata Negara dan Bidang
Hukum Administrasi Negara, penelitian ini dibatasi untuk mengkaji atau
menganalisis Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa
tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah dan kendala Pengadilan Tata Usaha untuk
berwenang mengadili sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis Pengadilan Tata Usaha Negara
berwenang untuk mengadili sengketa tentang sertipikat hak milik atas
tanah.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala Pengadilan Tata Usaha
Negara dalam menyelesaikan sengketa sertipikat hak milik atas tanah.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
sumbangan pemikiran kepada pengembangan ilmu hukum pada
umumnya, pemikiran ini mengenai kewenangan Pengadilan Tata Usaha
Negara dalam menyelesaikan sengketa hak milik atas tanah di kota
Palembang.
b. Kegunaan praktis ialah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Magister Hukum pada Prodi Ilmu Hukurn Pasca Sarjana
Universitas Muhammadiyah Palembang.
11
E. Kerangka Konseptual
1. Kewenangan adalah kekuasaan atau kompetensi lembaga;
2. Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi
untuk menyelenggarakan urusan pemerintah baik di pusat maupun di
daerah.
3. Badan atau pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang dimaksud peraturan perundang-undangan
dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh badan Perwakilan Rakyat bersama
pernerintah baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik tingkat pusat maupun
di tingkat daerah yang bersifat mengikat secara umum.
4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah, sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan
atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Melihat objek masalah yang akan diteliti adalah tentang
kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa
hak milik atas tanah, penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian
12
hukum sosiologis yang menggunakan data sekunder sebagai bahan hukum
sekunder, yang bersumber dan literatur yang terdiri dari ilmu pengetahuan
hukum, jurnal, laporan penelitian, media masa dan data sekunder sebagai
bahan hukum tersier yang bersumber dan kamus hukum.
2. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengkaji kaedah-kaedah
hukum yang berlaku yang berhubungan dengan kewenangan Pengadilan
Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa sertipikat hak milik atas
tanah, yang didukung dengan data hasil wawancara pada Pengadilan Tata
Usaha Negara Palembang.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri
dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari
Norma atau kaedah dasar yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945
b. Bahan hukum Sekunder yakni yang memberi penjelasan mengenai
bahan hukum primer hasil penelitian, hasil karya dan kalangan ahli
hukum berupa buku-buku ilmu hukum dan sebagainya,
c. Bahan hukum tersier misalnya melalui kamus.
13
4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
1) Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah:
a. Menginventarisir bahan hukum primer berupa peraturan perundang-
undangan yang relevan dengan penelitian,
b. Menginventaris bahan hukum sekunder berupa buku-buku ilmu
hukum,
c. Menelaah Perundang-undangan, buku-buku dan menganalisisnya.
2) Pengolahan Data.
Dilakukan dengan cara menyusun, merapikan, memberi nama coding
sehingga siap dianalisis.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh berupa bahan hukum primer, sekunder dan
tersier kemudian dikaji, diolah dan dianalisis secara kualitatif yuridis, yakni
analisis tidak menggunakan rumus dan angka sehingga diperoleh
kesimpulan atau gambaran sesuai identifikasi masalah.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
14
Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
Permasalahan, Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian, Definisi Konseptual, Metode
Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
Bab II, merupakan tinjauan pustaka yang berisikan landasan teori yang erat
kaitannya dengan obyek penelitian, yaitu: Hak atas tanah dan Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Bab III, merupakan pembahasan yang berkaitan dengan kewenangan
Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadili sengketa tentang Sertipikat hak
milik atas tanah dan kendala Pengadilan Tata Usaha Negara untuk berwenang
mengadili sengketa tentang Sertipikat Hak Milik atas tanah.
Bab IV, berisikan Kesimpulan dan Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
A. Hamid S Attami Farman, Penerapan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, FHUI, 1998.
Baharuddin Lopa, Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Benjamin Mangkoedilaga, Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara, Ghalia
Indonesia, Bandung, 2001.
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2008,.
Kansil C.S.T, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 2000.
Mariam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2006.
Muchsan, Peradilan Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2002.
Prajudi Atmosudirdjo, Peradilan Administrasi Negara, Simposium PTUN, BPHN-
Binacipta, Bandung, 2002.
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008.
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2003.
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara menurut UUD 1945, Alumni
Bandung, 2007.
Sunaryati Hartono, Peradilan Tata Usaha Negara, Bina Cipta, Bandung, 2001.
Victor Sitomorang dan Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara,
Rineka Cipta, Jakarta, 2000
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Pokok-Pokok Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009.
16
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Amandemen) Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Hak Atas
Tanah.