20140305 yp01-stl01

10
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 1 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI MODEL-ELICITING ACTIVITIES Yanto Permana Widyaiswara Madya Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri email:[email protected] ABSTRACT This study is an experimental pretest-posttest control group design conducted to investigate the role of model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematics ability on student’s mathematical communication and mathematical disposition. The study involved 219 tenth grade students from three senior high school of high, medium, and low cluster in Cimahi. The instrumen were a mathematical communication test, and a mathematical disposition scale. The data were analyzed by using two paths Annova, Scheffe test, and t-test. The study found that model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematical ability have influence toward attaining and gaining mathematical communication and disposition. The higher school cluster and student’s prior mathematical ability, the higher student’s mathematical communication and disposition. However, model-eliciting activities (MEAs) approach give the best role compare to the role of conventional teaching, school cluster, and students’ prior mathematics ability on attaining and gaining student’s mathematical communication and disposition. Students of low and medium school cluster taught by using model-eliciting activities approach attained higher on mathematical communication than that of students of high school level taught by conventional approach. There is high association between mathematical communication and mathematical disposition. Key Words: model-eliciting activities approach, mathematical communication, mathematical disposition. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan komunikasi dan disposisi matematis merupakan kemampuan yang esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan kemampuan matematis dan disposisi matematis di atas termuat dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah Menengah Atas antara lain: siswa memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip (diposisi) terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. KTSP 2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada

Transcript of 20140305 yp01-stl01

Page 1: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 1

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI

MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

MELALUI MODEL-ELICITING ACTIVITIES

Yanto Permana

Widyaiswara Madya Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik

dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri

email:[email protected]

ABSTRACT

This study is an experimental pretest-posttest control group design conducted to

investigate the role of model-eliciting activities approach, school cluster, and prior

mathematics ability on student’s mathematical communication and mathematical

disposition. The study involved 219 tenth grade students from three senior high school of

high, medium, and low cluster in Cimahi. The instrumen were a mathematical

communication test, and a mathematical disposition scale. The data were analyzed by

using two paths Annova, Scheffe test, and t-test. The study found that model-eliciting

activities approach, school cluster, and prior mathematical ability have influence toward

attaining and gaining mathematical communication and disposition. The higher school

cluster and student’s prior mathematical ability, the higher student’s mathematical

communication and disposition. However, model-eliciting activities (MEAs) approach

give the best role compare to the role of conventional teaching, school cluster, and

students’ prior mathematics ability on attaining and gaining student’s mathematical

communication and disposition. Students of low and medium school cluster taught by

using model-eliciting activities approach attained higher on mathematical

communication than that of students of high school level taught by conventional

approach. There is high association between mathematical communication and

mathematical disposition.

Key Words: model-eliciting activities approach, mathematical communication,

mathematical disposition.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan komunikasi dan disposisi matematis merupakan kemampuan yang

esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan

kemampuan matematis dan disposisi matematis di atas termuat dalam tujuan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah Menengah Atas antara lain: siswa

memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan

menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip

(diposisi) terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu,

perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

KTSP 2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan

pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara

bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada

Page 2: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 2

dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekedar untuk memenuhi tujuan

pembelajaran matematika saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran

tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah siswa lebih: (1) memahami

keterkaitan antar topik matematika; (2) menyadari akan penting dan strategisnya

matematika bagi bidang lain; (3) mamahami peranan matematika dalam kehidupan

manusia; (4) mampu berfikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam

mencari solusi ; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan karakteristiknya, matematika merupakan ilmu yang bernilai guna,

yang tercermin dalam peran matematika sebagai sebagai bahasa simbolik serta alat

komunikasi yang tangguh, singkat, padat, cermat, tepat, dan tidak memiliki makna ganda

(Wahyudin, 2003). Pernyataan tersebut menggambarkan komunikasi matematis

memegang peranan penting sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep

matematika sendiri dan sebagai ilmu terapan bagi ilmu lainnya. Melalui komunikasi

matematis siswa saling bertukar ide dan mengklarifikasi pemahamannya. Proses

komunikasi tersebut membantu siswa membangun makna dan memperoleh suatu

generalisasi. Dalam upaya mengeksplor dan mengembangkan kemampuan komunikasi

matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah kontekstual

serta memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya dan

mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada.

Kondisi cara dan hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan antara

lain dikemukakan oleh beberapa penulis (Abdi, 2004, Cockcroft, 1981, Mettes, 1979,

Rif’at, 2001, Ruseffendi, 1991, Sumarmo, 1993, 1994, Slettenhaar, 2000, Wahyudin,

1999). Misalnya, siswa belajar matematika hanya mencontoh dan mencatat penyelesaian

soal dari guru (Mettes, 1979), dan hanya diberi tahu guru dan tidak mengeksplor sendiri

(Ruseffendi, 1991), pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif,

kurang menekankan pada pemahaman siswa dan siswa hanya menerima penjelasan guru

(Slettenhaar 2000, Sumarmo, 1993, 1994, Wahyudin, 1999). Menurut Rif’at (2001)

kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung rote learning atau belajar

menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya.

Kesulitan siswa dalam belajar matematika diperkirakan karena pendekatan pembelajaran

yang kurang menarik dan membosankan bagi siswa, dan kurang mengaitkan dengan

pengetahuan awal siswa, dan kurang memberi kesempatan siswa melakukan reinvention

(Abdi 2004, Cockcroft, 1981, Jenning dan Dunne, 1998) dan siswa kurang menguasai

konsep-konsep dasar matematika (Wahyudin, 1999).

Selain dari temuan yang belum memuaskan di atas, terdapat beberapa studi yang

mengimplementasikan pembelajaran inovatif memberikan temuan yang positif. Beberapa

studi tersebut di antaranya adalah kemampuan komunikasi matematik dan pandangan

siswa yang memperoleh Survey, Question, Review, Write (Sudrajat, 2001), lebih baik

dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Temuan lainnya di antaranya adalah:

kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa yang mendapat pendekatan

berbasis masalah dalam kelompok kecil lebih baik dari kemampuan siswa kelas

konvensional (Afgani, 2004), dan kemampuan Komunikasi dan Disposisi matematik

siswa melalui strategi Think Talk and Write (Ansyari, 2004), melalui strategi

transactional reading (Sukmadewi, 2004), dan melalui pendekatan Methaporical

Thinking (Hendriana 2009) lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional.

Berhubungan dengan pembelajaran matematika, Lesh dan Doerr (2003) mengajukan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan

menghubungkan ide matematika dan fenomena nyata yang kemudian dinamakannya

Page 3: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 3

model-eliciting activities. Model ini merupakan jembatan antara model dan interpretasi,

dan memberi peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya

dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa

menjadi bermakna karena ia dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan

konsep yang sudah dikenalnya. Uraian di atas, melukiskan bahwa model-eliciting

activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang

besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika.

Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena

ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang

dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya bahwa

matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya mampu mempelajari

matematika.

Uraian, temuan-temuan sejumlah studi dan analisis di atas memberikan dugaan

bahwa pendekatan model-eliciting activities seperti pendekatan inovatif lainnya yang

menekankan pada siswa belajar aktif akan memberikan hasil belajar siswa yang lebih baik

dari pada pembelajaran konvensional. Rasional tersebut mendorong peneliti untuk

melaksanakan suatu eksperimen yang mengimplementasikan pendekatan model-eliciting

activities untuk mengembangkan kemampuan Komunikasi dan Disposisi matematis

siswa SMA. Memperhatikan sifat matematika yang sistimatik sehingga untuk

mempelajari suatu konsep matematika memerlukan penguasaan materi dan proses

matematika sebelumnya, maka diperkirakan kemampuan awal matematika siswa dan

kluster sekolah yang juga menggambarkan kemampuan matematika siswa sebelum

pembelajaran akan memberikan peranan terhadap pencapaian kemampuan Komunikasi

dan Disposisi matematiks siswa SMA

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Apakah pencapaian dan perolehan (gain) komunikasi matematis dan diposisi

matematis, siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan model-eliciting

activities lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran konvensional ditinjau

dari siswa secara keseluruhan, tingkat kemampuan awal matematika siswa dan

kluster sekolah?

2 Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis dengan disposisi

matematis siswa?

1.3 Hipotesis Penelitian

Sejalan dengan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis penelitiannya

adalah:

1. Kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis, siswa yang

menggunakan pendekatan model-eliciting activities masing-masing lebih baik dari

kemampuan matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis siswa dengan disposisi

matematisnya.

Page 4: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 4

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan desain kelompok kontrol

pretes-postes. Desain penelitiannya sebagai berikut :

A O X O

A O O

Keterangan:

A : Pemilihan sampel secara acak terhadap kelas

O : Tes kemampuan komunikasi matematis siswa

X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities

Subyek penelitian ini adalah sebanyak 219 siswa kelas X dari tiga SMA Negeri

masing-masing dari kluster rendah, menengah, dan tinggi di Cimahi. Penentuan sampel

penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. Dari tiap kluster SMA (tinggi,

menengah, dan rendah) yang ditetapkan Dinas pendidikan Kota Cimahi, masing-masing

diambil satu SMA secara acak, dan dari tiap SMA terpilih dipilih dua kelas X secara acak

dari kelas X yang ada, dan terakhir pada dua kelas yang terpilih ditetapkan secara acak

juga satu kelas kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol.

Instrumen penelitian terdiri dari tes komunikasi matematis dan satu skala disposisi

matematis yang khusus disusun untuk penelitian ini. Penyusunan instrumen dan

kelayakannya berpedoman pada Arikunto (2005). Bahan ajar untuk pendekatan model-

eliciting activities disusun berdasarkan karakteristik pendekatan pembelajaran tersebut.

Analisis data menggunakan anova dua jalur, uji Scheffe dan uji-t dengan menggunakan

bantuan program microsoft excel 2007, MINITAB-15, dan SPSS versi 16.

Berikut ini disajikan sampel butir tes komunikasi matematis yang digunakan

dalam penelitian ini.

Alia mengamati sebuah perlombaan perahu layar dari tepi sebuah mercusuar setinggi

80 m. Dia sedang mengamati dua perahu layar milik Dodi dan Coki yang segaris

dengan kaki menara pada sudut depresi 30o dan 60o. Tepat di tempat Alia berada,

berdiri tegak sebuah tiang bendera yang titik ujungnya terlihat oleh Dodi dengan

sudut elevasi tertentu.

a. Gunakan diagram untuk menggambarkan posisi Dodi dan Coki pada saat itu,

kemudian tentukan jaraknya!

b. Cukupkah informasi di atas untuk menghitung panjang dari tiang bendera tersebut?

Jika ya, hitunglah panjangnya! Jika tidak, tambahkan informasi baru kemudian

hitunglah panjangnya!

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis

Deskripsi pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan komunikasi matematis

berdasarkan pembelajaran, kluster sekolah dan kemampuan awal matematika siswa

(KAM) tersaji pada Tabel 1.

Berdasarkan data pada Tabel 1, diperoleh temuan sebagai berikut.

a) Secara keseluruhan pencapaian komunikasi matematis siswa kelas model-eliciting

activities (MEAs) tergolong cukup baik (19,21 dari 30) dan lebih baik dari

komunikasi matematis siswa kelas konvensional (15,41 dari 30) yang tergolong

sedang. Demikian pula gain komunikasi matematis siswa kelas MEAs (0,51) lebih

tinggi dari gain komunikasi matematis siswa kelas konvensional (0,34). Hasil

serupa ditemukan pula pencapaian dan gain komunikasi matematik siswa pada tiap

Page 5: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 5

kluster sekolah dan tiap level KAM siswa kelas MEAs lebih tinggi dari pencapaian

dan gain siswa kelas konvensional.

b) Pada kedua kelas (MEAs dan konvensional) makin tinggi kluster sekolah dan makin

tinggi KAM siswa ditemukan makin tinggi pula pencapaian dan gain komunikasi

matematis siswa. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa kluster sekolah dan

KAM siswa berperan terhadap pencapaian dan gain komunikasi matematis siswa.

c) Namun, siswa dari kluster sekolah rendah dan menengah yang belajar dengan

MEAs masing-masing mencapai komunikasi matematis yang lebih baik dari

komunikasi siswa dari kluster sekolah tinggi yang belajar dengan pendekatan

konvensional. Temuan tersebut menunjukkan bahwa peran pendekatan MEAs lebih

unggul dari peran kluster sekolah dalam pencapaian komunikasi matematis siswa.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa

yang pembelajarannya menggunakan model-eliciting activities lebih baik daripada yang

menggunakan cara konvensional, walaupun kemampuan komunikasi matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MEAs dan yang memperoleh

pembelajaran Konv berada dalam kualifikasi. Siswa yang belajar dengan pendekatan

MEAs mengkomunikasikan konsep matematiknya dengan menggunakan representasi

model matematika yang akurat berdasarkan budaya atau kulturnya sehari-hari sehingga

konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih konkrit dan mudah dipahami karena

disajikan dalam konteks yang sudah dikenal siswa.

Hasil ini sejalan dengan pendapat Prijosaksono (2007) yang mengatakan bahwa

komunikasi matematis akan berjalan efektif jika memperhatikan aspek-aspek sebagai

berikut :

Kejelasan (clarity)

Ketepatan (accuracy)

Konteks(contex)

Alur (flow)

Budaya (culture)

Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kluster sekolah

dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan

faktor pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

Tabel 1. Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran,

Kluster Sekolah, dan KAM

Kluster

Sekolah KAM

MEAs Konv

Tes

Awal

Tes

Akhir <g> n

Tes

Awal

Tes

Akhir <g> n

Tinggi

Baik 13,73

(0,47)

25,45

(2,30) 0,72 11

13,20

(0,92)

23,10

(2,08) 0,59 10

Sedang 8,07

(1,98)

18,86

(1,88) 0,49 14

9,00

(2,52)

15,29

(2,85) 0,30 17

Kurang 3,60

(0,55)

14,40

(1,34) 0,41 5

2,25

(0,50)

9,00

(0,82) 0,24 4

Sub Total 9,40

(3,95)

20,53

(4,55) 0,54 30

9,48

(3,92)

17,00

(5,32) 0,37 31

Page 6: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 6

Kluster

Sekolah KAM

MEAs Konv

Tes

Awal

Tes

Akhir <g> n

Tes

Awal

Tes

Akhir <g> n

Menengah

Baik 11,67

(1,12)

26,11

(1,96) 0,79 9

13,14

(0,38)

24,43

(1,13) 0,67 7

Sedang 8,16

(1,86)

19,95

(2,41) 0,54 19

9,32

(1,83)

16,74

(2,83) 0,36 19

Kurang 3,27

(0,79)

12,18

(1,78) 0,33 11

3,57

(1,40)

9,86

(1,56) 0,24 14

Sub Total 7,59

(3,40)

19,18

(5,50) 0,52 39

7,98

(3,85)

15,68

(5,58) 0,35 40

Rendah

Baik 11,00

(0,00)

27,00

(0,00) 0,84 3

13,00

(1,00)

24,33

(0,58) 0,67 3

Sedang 8,88

(0,72)

21,63

(2,00) 0,60 16

9,07

(1,14)

19,21

(2,42) 0,48 14

Kurang 4,58

(2,22)

13,89

(3,14) 0,37 19

4,42

(1,61)

9,58

(2,52) 0,20 24

Sub Total 6,89

(2,90)

18,18

(5,22) 0,49 38

6,63

(3,17)

13,95

(5,90) 0,31 41

Total

Baik 12,57

(1,38)

25,91

(2,02) 0,77 23

13,15

(0,75)

23,75

(1,71) 0,63 20

Sedang 8,37

(1,63)

20,18

(2,37) 0,55 49

9,14

(1,92)

16,94

(3,09) 0,37 50

Kurang 4,03

(1,79)

13,43

(2,67) 0,36 35

3,93

(1,60)

9,62

(2,11) 0,22 42

Total 7,85

(3,52)

19,21

(5,19) 0,51 107

7,90

(3,78)

15,41

(5,71) 0,34 112

SMI: 30

Selain itu ditemukan pula bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan

pembelajaran dengan klasifikasi kemampuan matematika secara umum dalam

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan faktor

pendekatan pembelajaran dan KAM tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa pada kluster sekolah menengah dan rendah

pendekatan pembelajaran lebih berperan daripada kluster sekolah dalam pencapaian

kemampuan komunikasi matematis. Selain itu terlihat pula bahwa faktor KAM lebih

berperan daripada pendekatan pembelajaran dalam pencapaian kemampuan komunikasi

matematis. Sehingga dari dua tabel tersebut kita memperoleh kesimpulan bahwa di antara

faktor pendekatan pembalajaran, kluster sekolah dan KAM maka faktor KAM memiliki

peran yang lebih besar dibandingkan dengan faktor yang lainnya dalam pencapaian

kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil inipun sejalan dengan psikologi gestalt

(Purwanto, 1996) yang mengatakan bahwa dalam belajar pribadi atau organisme

memegang peranan paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif

mekanistis belaka tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan

3.2. Analisis Disposisi Matematis Siswa

Deskripsi disposisi matematis siswa berdasarkan pembelajaran, kluster sekolah

dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa tersaji pada Tabel 2.

Berdasarkan data pada Tabel 2 diperoleh temuan sebagai berikut:

Page 7: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 7

a) Secara keseluruhan disposisi matematis siswa kelas model-eliciting activities (MEAs)

tergolong cukup baik (147,21 dari 200) dan lebih baik dari disposisi matematis siswa

kelas konvensional (132,38 dari 200) yang tergolong sedang. Untuk menguji apakah

adanya perbedaan rerata tersebut maka dilakukan uji beda rerata. Hasil perhitungan

dengan uji t tersaji pada Tabel 8. Hasil serupa ditemukan pula diposisi matematis

siswa pada tiap kluster sekolah dan tiap level KAM siswa kelas MEAs lebih tinggi

dari pencapaian siswa kelas konvensional.

b) Pada kelas MEAs makin tinggi kluster sekolah dan makin tinggi KAM siswa

ditemukan makin tinggi pula disposisi matematis siswa. Keadaan tersebut

menggambarkan bahwa pada pembelajaran MEAs, kluster sekolah dan KAM siswa

berperan terhadap disposisi matematis siswa.

Tabel 2. Deskripsi Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran, Kluster Sekolah, dan KAM

Kluster

Sekolah KAM

Pendekatan Pembelajaran TOTAL

MEAs Konv

Rerata s n Rerata s n Rerata s n

Tinggi

Baik 173,18 11,48 11 153,90 8,14 10 164,00 13,90 21

Sedang 150,29 4,01 14 131,53 6,52 17 140,00 10,94 31

Kurang 133,40 5,59 5 119,75 0,96 4 127,33 8,23 9

Sub

Total 155,87 16,51 30 137,23 13,94 31 146,39 17,81 61

Menengah

Baik 174,56 10,75 9 159,14 13,23 7 167,81 13,93 16

Sedang 151,42 6,05 19 134,84 8,01 19 143,13 10,94 38

Kurang 120,55 6,99 11 110,64 11,50 14 115,00 10,82 25

Sub

Total 148,05 21,11 39 130,63 19,96 40 139,23 22,21 79

Rendah

Baik 186,00 3,61 3 171,67 15,53 3 178,83 12,78 6

Sedang 154,31 8,90 16 145,07 6,75 14 150,00 9,13 30

Kurang 119,74 16,46 19 116,75 13,48 24 118,07 14,76 43

Sub

Total 139,53 25,21 38 130,44 21,12 41 134,81 23,48 79

Total

Baik 175,39 11,01 23 158,40 12,28 20 167,49 14,33 43

Sedang 152,04 6,75 49 136,58 8,95 50 144,23 11,08 99

Kurang 121,94 13,57 35 115,00 12,43 42 118,16 13,34 77

Total 147,21 22,33 107 132,38 19,04 112 139,63 21,96 219

SMI: 200

Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities lebih baik

daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara konvensional.

Page 8: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 8

Hasil ini sejalan dengan pandangan konstruksivisme yang mengatakan bahwa

pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan

kognitif. Melalui pendekatan MEAs belajar dapat dipahami sebagai proses kognitif yang

bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh

pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi. Selain itu

dalam pendekatan ini konsep baru yang akan dipelajari siswa dihubungkan dengan

konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa melalui aktivitas pemodelan

matemtika, sehingga terjadi belajar bermakna. Dalam pendekatan ini pula siswa diberi

kebebasan untuk bereksplorasi dengan berbagai cara untuk mengungkapkan

pemahamannya terhadap suatu konsep dan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk

berani mengemukakan pendapatnya. Karena siswa terus dilatih bereksplorasi dan berani

mengemukakan pendapat serta dia merasa belajarnya bermakna maka siswa akan

mempunyai kecenderungan untuk betindak positif dalam belajar matematika.

Tabel 3. Uji Perbedaan Rerata Skor Disposisi Matematis Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan

Pembelajaran

Tes Disposisi (SMI: 200) thit p Ho

Rerata S n

MEAs 147,2 22,3 107 5,28 0,000 Tolak

Konv 132,40 19,0 112

H0 : Tidak ada perbedaan signifikan antara kelas dengan pembelajaran

model-eliciting activities dan kelas konvensional

3.3. Asosiasi antara Komunikasi Matematis dan Disposisi Matematis Siswa Dari hasil perhitungan diperoleh χ2

hit = 155,992 dengan α= 0,05 dan dk = (3-1)(3-

1) didapat χ2tab = 9,49, sehingga dapat disimpulkan terdapat asosiasi antara level

kualifikasi komunikasi dan disposisi matematis siswa. Selanjutnya derajat asosiasi

dihitung melalui koefisien kontingensi C. Dari hasil perhitungan diperoleh C= 0,64 dan

Cmaks = 0,816, sehingga diperoleh C=0,79Cmaks yang termasuk ke dalam kriteria tinggi.

Tabel 4. Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi

dan Disposisi Matematis

Komunikasi

Disposisi

Jumlah

Baik Sedang Kurang

Baik 29 6 0 35

Sedang 7 78 0 85

Kurang 0 80 19 99

Jumlah 36 164 19 219

Page 9: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 9

Dari hasil analisis data di atas diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara kualitas

kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis siswa. Kaitannya termasuk kategori

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa yang kemampuan komunikasi

matematisnya baik, disposisi matematisnya baik pula; (2) Siswa yang kemampuan

komunikasi matematisnya sedang, disposisi matematisnya sedang pula; (3) Siswa yang

kemampuan komunikasi matematisnya kurang, disposisi matematisnya kurang pula.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Ditinjau dari siswa secara keseluruhan maupun menurut kluster sekolah dan tingkat

kemampuan awal matematika, pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan

komunikasi matematis untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan model-

eliciting activities tergolong cukup baik dan lebih baik daripada kemampuan siswa

yang mendapat pembelajaran konvensional yang tergolong sedang. Demikian pula

disposisi matematis siswa kelas MEAs lebih baik dari disposisi matematis siswa kelas

konvensional dan keduanya tergolong cukup baik. Kemampuan matematis dan

disposisi siswa kelas MEAs tergolong cukup baik.

b. Terdapat asosiasi yang tinggi antara kemampuan komunikasi dengan disposisi

matematis.

REFERENSI

Abdi, A. (2004). Senyum Guru matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa.

[Online].Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.ph

p?article_id=6722 [28 maret 2005]

Afgani, J. D. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

Matematika Siswa SLTP melalui Pendekatan Open-ended. Disertasi pada

Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan

Ansyari. B. (2004), Menumbuhkembangkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi

Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-talk-write. Disertasi pada

Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi

Aksara.

Cockcroft, W. (1981). Mathematics counts: Report into the teaching of mathematics in

schools under the chairmanship of W.H. Cockcroft. London, UK: HMSO.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik

dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada

Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.

Jennings, S. & Dunne, R. (1998) Discussion Papers. Tersedia:

http://www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/mathfram.htm

KTSP (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas.

Lesh, R., & Doerr, H. (2003). Foundations of a models and modeling perspective on

mathematics teaching, learning, and problem solving. In R. Lesh & H. Doerr

(Eds.), Beyond Constructivism: Models and Modeling Perspectives on

Page 10: 20140305 yp01-stl01

Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa

2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri 10

Mathematics Problem Solving, Learning and Teaching (pp. 3–34). Mahwah, NJ:

Erlbaum.

Mettes, C.T.W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A General

Strategy. International Journal of Science Education, 57(3),882-885.

Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual Dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika.

Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito

Slettenhaar (2000). Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context.

Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi

Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000)

Sudrajat, (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Peningkatan

Kemampuan Komunikasi dalam Matematika SMU. Tesis pada Sekolah Pasca

Sarjana UPI : tidak diterbitkan

Sukmadewi, T.S. (2004). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat

Tinggi Siswa SMU melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi

transactional Reading. Bandung: Tesis pada PPS UPI. Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan kegiatan Belajar terhadap

kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada siswa SMA di Kodya

Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : tidak diterbitkan

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah matematik pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian

FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, calon guru matematika, dan siswa

dalam mata pelajaran matematika. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI :

tidak diterbitkan

Wahyudin (2003). Ensiklopedi Matematika dan Peradaban Manusia. Jakarta: Tarity

Samudra Berlian.

Prijosaksono (2007). Komunikasi yang Efektif. [online]. Tersedia :

http://bocahalas.lingkungan.org/?p=20 – 18k(4 Desember 2008)

Purwanto, N. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.