2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan%20Peran%20Kelembagaan%20di%20daerah_opt.pdf...

download 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan%20Peran%20Kelembagaan%20di%20daerah_opt.pdf

of 123

Transcript of 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan%20Peran%20Kelembagaan%20di%20daerah_opt.pdf...

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 1/123

    BUKU III

    PERNIKAHAN DINI

    PADA BEBERAPA

    PROVINSI DI

    INDONESIA:

     AKAR MASALAH &

    PERAN KELEMBAGAAN

    DI DAERAH

    2012

    Direktorat Analisis

    Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukandan

    Keluarga Berencana

    Nasional

    JAKARTA

    2012

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 2/123

    BUKU III

    PERNIKAHAN DINI

    PADA BEBERAPA PROVINSI

    DI INDONESIA:

     AKAR MASALAH DAN PERAN

     KELEMBAGAAN DI DAERAH

    2012

    Direktorat Analisis

    Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga

     Berencana Nasional

    PENANGGUNG JAWAB:

    Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc

    PENGARAH :

    Dr. Tb. Rachmat Sentika, dr., Sp.A., MARS

    TIM PENULIS

    Koordinator

    Aminullah, S.Sos, MM

     Anggota

    Tubagus Adi Satria P, SE, ME

    Ristya Ira Murti, SE, MAPS

    Fajar Ajie Setiawan, SIP

    Editor

    Tito Agung Yuswono, SE

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 3/123

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahiim,

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-

    Nya buku III Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia: Akar

    Masalah dan Peran Kelembagaan Di Daerah dapat tersusun dan

    tersajikan. Buku III ini merupakan buku isu spesifik yang kedua dari buku-

    buku mengenai permasalahan dan isu-isu strategis mengenai dampak

    kependudukan terhadap aspek sosial ekonomi yang akan disusun

    selanjutnya.

    Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam memahamipermasalahan dampak kependudukan terhadap aspek sosial dan

    ekonomi di Indonesia, khususnya mengenai pernikahan dini. Fenomena

    pernikahan dini sangat terkait erat dengan kondisi ekonomi keluarga dan

    berdampak pada kemiskinan perempuan yang mengalaminya. Penelitian

    ini bertujuan untuk memperoleh gambaran komprehensif sejauh mana

    dampak sosial ekonomi kependudukan yang terjadi di daerah terkait

    dengan fenomena pernikahan usia dini dan sejauh mana peran pengambil

    kebijakan dalam mencegahnya.

    Kami menyadari masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan

    dalam penulisan dan penyusunan buku ini, untuk itu dengan senang hati

    kami menerima masukan yang bersifat membangun guna perbaikan di

    masa mendatang.

    Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan

    dan penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan

    yang setinggi-tingginya, semoga hasilnya dapat bermanfaat.

     Jakarta, Desember 2012

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Direktur,

    Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc

     

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  i

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 4/123

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ii

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 5/123

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.................................................................................................... i

    DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

    ABSTRAK ...................................................................................................................... v

    BAB I

    PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

    Latar Belakang............................................................................................................ 1

    Identifikasi Masalah ................................................................................................ 6Tujuan Hasil yang Diharapkan ............................................................................. 7

    BAB II

    METODE PENELITIAN........................................................................................... 9

    Objek dan Lokasi Kajian Metode Penelitian .................................................... 9

    Analisis Data................................................................................................................ 10

    Reliabilitas dan Validitas. .............................................................................. 16

    BAB III

    PERNIKAHAN DINI SEBAGAI ISU STRATEGIS  .......................................... 19

    Pengertian Pernikahan Dini .................................................................................. 20

    Isu Pernikahan Dini Di Tingkat Global............................................................... 24

    Beberapa Penyebab Pernikahan Dini ................................................................ 35

    BAB IV

    FENOMENA PERNIKAHAN DINI DI INDONESIA  ...................................... 39Kebijakan Nasional Terkait Pernikahan Dini.................................................. 44

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  iii

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 6/123

    BAB V

    STUDI KASUS PERNIKAHAN DINI PADA 4 PROVINSI............................. 53

    Provinsi Kalimantan Selatan ................................................................................ 53

    Provinsi Bangka Belitung ....................................................................................... 65

    Provinsi Sulawesi Tengah ...................................................................................... 77

    Provinsi Jawa Barat................................................................................................... 88

    Analisis Perbandingan ............................................................................................ 95

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI  ............................................................... 107

    Kesimpulan.................................................................................................................. 107

     Rekomendasi.............................................................................................................. 110

    DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 113

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional iv

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 7/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 8/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 9/123

    BAB I

    PENDAHULUAN

    LATAR MASALAH1

    Berdasarkan data UNDESA (2011) Indonesia termasuk negara dengan

    persentase pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37). Posisi ini

    merupakan yang tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Pada2

    kenyataannya menurut data Riskesdas (2010) , perempuan muda di

    Indonesia dengan interval usia 10-14 tahun yang telah menikah terdapatsebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14

    tahun di Indonesia sudah menikah sebelum usia 15 tahun. Pada interval

    usia yang lebih tinggi, perempuan muda berusia 15-19 yang telah

    menikah memiliki angka 11,7% jauh lebih besar jika dibandingkan

    dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun sejumlah 1,6 %. Sementara

    untuk interval usia diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun

    ditemukan bahwa lebih dari 56,2 persen sudah menikah. 

    Provinsi dengan persentase perkawinan dini (

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 10/123

    Mengapa pernikahan dini menjadi permasalahan? Perlu disadari bahwa

    pernikahan dini merupakan gambaran rendahnya kualitas

    kependudukan dan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Akibat

    yang timbul dari pernikahan dini di tingkat keluarga beragam dan

    berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga.

    Akibat dari pernikahan dini sangat terkait erat dengan kesejahteraanperempuan muda yang mengalaminya. Mereka setelah menikah

    cenderung mengalami drop out dari sekolah dan memperoleh tingkat

    pendidikan yang rendah, status sosial yang menurun atau subordinasi

    dalam keluarga, hilangnya hak kesehatan reproduksi, tingginya peluang

    kematian ibu akibat melahirkan di usia muda hingga kekerasan dalam

    rumah tangga. Hal ini pun diungkapkan oleh Erica Field (2004) dalam3

    penelitiannya sebagai berikut:

    “Early marriage is associated with a number of poor social and physicaloutcomes for young women and their offspring. They attain lower

    schooling, lower social status in their husbands’ families, have less

    reproductive control, and suffer higher rates of maternal mortality and

    domestic violence. They are often forced out of school without an

    education; their health is affected because their bodies are too

    immature to give birth.”

    Gbr. 1. Persentase Perempuan usia 10-59 tahun

    menurut umur perkawinan pertama, Riskesdas 2010

    3 Field, Erica, Consequences of Early Marriage for Women in Bangladesh, Harvard University, (2004).

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 11/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 12/123

    yang semakin memperlebar perbedaan antara kawasan perkotaan dan

    pedesaan di Indonesia.

    Selain itu pernikahan usia dini dapat pula disebabkan kultur yang masih

    sangat permisif mengatur perkawinan sejak dini terutama bagi7

    perempuan. Menurut penelitian Jones & Gubhaju (2008) , pernikahan

    dini di Indonesia secara frekuen merefleksikan pernikahan yang telah

    diatur atau karena kehamilan di luar nikah. Pada pernikahan yang

    diatur ini perempuan selalu menjadi pihak yang menikah dengan usia

    muda. Hal ini menunjukkan relasi gender secara asimetris sangat terjadi

    pada perempuan usia muda dalam isu pernikahan dini. Berdasarkan

    beberapa variasi studi kasus yang ditelaah oleh Vidhyandika Moeljarto8

    (1997) menggambarkan bahwa relasi gender yang asimetris amatdipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya.

    Isu kebutuhan ekonomi dan pendidikan yang rendah juga selalu menjadi

    salah satu penyebab diskriminasi gender pada perempuan termasuk9

    dalam isu pernikahan usia dini. Penelitian Klasen dan Wink (2002)

    menunjukkan dimana wilayah dengan pendidikan dan kesejahteraan

    yang meningkat mengalami penurunan dalam bias gender dan wilayah

    dengan pendidikan dan kesejahteraan yang buruk menyebabkan biasgender tidak berubah bahkan memburuk.

    Secara nasional pengendalian terhadap tingkat pernikahan dini menjadi

    krusial karena keseluruhan penyebab dan akibatnya sangat memiliki

    keterkaitan dengan pencapaian MDGs antara lain Goal 1. Eradicating

     poverty and hunger, Goal 2. Achieving universal primary education,

    Goal 3. Promoting gender equality, Goal 4. Protecting children’s lives10\

    serta Goal 5&6. Improving Health.

    7 Ibid.

    8 Moeljarto, Vidhyandika “ Gender dan Kemiskinan : menelaah posisi perempuan dalam pembangunan

    pertanian”, dalam Analisa CSIS XXVI (4) 1997: 372-385. (1997)9 Klasen, S., Wink, C. “A Turning Point in Gender Bias in Mortality? An Update on the Number of Missing

    Women” in Population and Development Review 28 (2) : 285-312 (June 2002).10

     UNICEF, “Child Marriage” in Child Protection information Sheet,The Unicef, (2006)

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 4

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 13/123

    Pada dasarnya landasan hukum untuk mengentaskan pernikahan dini

    ditingkat global telah diatur dalam berbagai konvensi internasional

    antara lain Universal Declaration of Human Rights, Supplementary

    Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Institutions and

    Practices Similar to Slavery, Convention on Consent to Marriage, Minimum Age for Marriage and Registration of Marriages, International Covenant on

    Economic, Social and Cultural Rights, Convention on the Elimination of All

    Forms of Discrimination against Women (CEDAW),hingga Convention on

    the Rights of the Child (CRC).

    Begitu pula di tingkat nasional landasan hukum sebenarnya sudah diatur

    dalam UU Perkawinan no 1 / 1974, UU Perlindungan Anak no

    23/2002, UU KDRT no 23/2004 serta UU HAM. Pada kenyataannya,Indonesia masih belum dapat melindungi hal tersebut. Hingga saat

    Indonesia belum mengatur usia legal minimum menikah adalah 18 tahun

    ke atas padahal hingga tahun 2010 sudah terdapat 158 negara dengan

    usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke atas.

    Atas dasar hal tersebut diatas maka pernikahan usia dini di Indonesia

    masih memiliki peluang untuk tetap terjadi mengingat faktor legalitas

    yang belum diformulasikan secara penuh dan faktor kultur kelembagaandan karakteristik yang berbeda di masing-masing wilayah sehingga

    mendorong terciptanya pernikahan dini.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  5

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 14/123

    Atas dasar latar belakang permasalahan diatas maka pada dasarnya telah

    diperoleh gambaran penyebab dan dampak pernikahan usia dini, namun

    hal tersebut belum menggambarkan akar masalah yang terjadi terutama

    dari sisi sosial ekonomi kependudukan di masing-masing daerah. Akar

    masalah tersebut perlu dilihat dari berbagai aspek khususnya

    kelembagaan, sosial budaya serta aspek kesempatan. Atas dasar hal

    tersebut dilakukan kajian dengan judul Pernikahan Dini pada Beberapa

    Provinsi di Indonesia: Akar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah.

    Melalui kajian ini diharapkan diperoleh gambaran komprehensif

    mengenai latar belakang terjadinya pernikahan usia dini tersebut dan

    respon kebijakan yang berjalan selama ini di daerah untuk diperoleh

    rekomendasi kebijakan secara tepat untuk mengendalikan pernikahan

    dini di Indonesia kedepan.

    IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

    Pernikahan Dini merupakan gambaran rendahnya kualitas

    kependudukan dan menjadi fenomena tersendiri di berbagai daerah.

    Akibat kependudukan yang timbul di tingkat keluarga beragam dan

    berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga. Disisi kebijakan

    Gbr. 3. Kerangka Pemikiran

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 6

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 15/123

    nasional, respon atas masalah ini sudah menjadi isu yang cukup strategis

    namun belum memiliki gambaran akurat terhadap respon kebijakan yang

    diperlukan. Permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan

    pertanyaan penelitian yang perlu dijawab antara lain:

    • Sejauh mana akar masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi

    yang terjadi di beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia

    dini?

    • Peran kelembagaan dan kebijakan apakah yang ada selama ini

    dan apa yang perlu dilakukan agar kebijakan pengendalian usia

    pernikahan dapat dilakukan secara tepat dan akurat?

    TUJUAN

    • Memperoleh gambaran komprehensif sejauh mana akar

    masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi yang terjadi di

    beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia dini dan

    sejauh mana peran kelembagaan didalamnya.

    • Memperoleh gambaran kebijakan yang ada saat ini dan masukan

    rekomendasi kebijakan yang akurat terkait dengan upaya

    pengendalian usia pernikahan di Indonesia.

    HASIL YANG DIHARAPKAN

    • Diperolehnya gambaran komprehensif sejauh mana akar

    masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi yang terjadi di

    beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia dini dan

    sejauh mana peran kelembagaan didalamnya.

    Diperolehnya masukan rekomendasi kebijakan secara akuratterkait dengan upaya pengaturan usia pernikahan untuk

    pengendalian dampak kependudukan.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  7

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 16/123

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 8

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 17/123

    BAB II

    METODE PENELITIAN

    OBYEK DAN LOKASI KAJIAN

    Obyek penelitian merupakan Provinsi yang mengalami tingkat

    pernikahan tinggi berdasarkan data Riskesdas 2010 dimana dilakukan

    Studi kasus ditingkat Keluarga dan Pengambil Kebijakan setempat. Dari

    seluruh Provinsi tersebut dipilih 4 Provinsi antara lain Kalimantan

    Selatan, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah dan Jawa Barat sebagai

    Provinsi yang akan diteliti.

    Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan data Riskesdas 2010 dengan

    memilih Provinsi dengan tingkat pernikahan dini tertinggi. Provinsi

    dengan persentase perkawinan dini (

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 18/123

    pernikahan dini tinggi. Untuk Provinsi Sulteng dilakukan di Kab Donggala,

    salah satu kawasan dengan tingkat pernikahan dini tinggi dan padat

    penduduk karena penopang terdekat kawasan urban Kota Palu. Di Jawa

    Barat dilakukan di Kab. Cianjur yang merupakan salah satu kawasan

    padat penduduk sekaligus merupakan daerah dengan tingkat pernikahandini tinggi.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan eksploratif

    dengan melakukan pengumpulan data primer berupa In-depth interview  

    dan Focus Group Discussion  serta menggunakan beberapa pendekatan

    dalam metodologi case study  interpretif (memahami fenomena melaluipemaknaan dari orang-orang yang terlibat didalamnya) dan metodologi

     grounded theory  (membangun kesimpulan secara induktif berdasarkan

    data yang diperoleh untuk menjelaskan suatu fenomena sosial). Selain itu

    dilakukan desk study untuk memperoleh data sekunder yang disusun

    berupa deskripsi statistik dan analisis data literatur untuk kemudian

    dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan data lapangan yang

    diperoleh secara cross sectional  di 4 Provinsi terpilih.

    Metode pendekatan kualitatif dipilih karena dapat mengungkapkan

    fenomena khusus kebijakan penjaminan kesehatan masyarakat secara

    mendalam dari sisi pengambilan kebijakan. peneliti akan melakukan

    investigasi, yaitu secara bertahap peneliti berusaha memahami gejala-

    geja la kebi jakan dengan membedakan, membandingkan,

    mengkatalogkan, dan mengelompokkan obyek studi. Peneliti memasuki

    dunia informan dan melakukan interaksi dengan informan, dan mencari

    sudut pandang informan melalui wawancara mendalam, diskusi-diskusi

    secara berkelompok dan terfokus dengan stakeholders terkait sertamelakukan observasi langsung di lapangan.

    Case study   dipilih karena metode ini dapat mempelajari satu unit

    kelompok tertentu untuk tujuan memahami kelompok yang lebih besar,

    sebagaimana dinyatakan oleh Gerring (2007) dimana case study  adalah

    “an intensive study of a single unit for the purpose of understanding a larger

    class of (similar) units”.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 10

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 19/123

    Desain Penelitian yang dilakukan merupakan desain multikasus terjalin.

    Menurut Yin (2008) desain multikasus terjalin merupakan study case

    yang terdiri dari beberapa kasus dan beberapa unit analisis. Desain

    Penelitian bersifat eksploratif, yaitu menemukan fakta dengan

    mendalami secara nyata setiap objek secara akurat sifat dari beberapafenomena kelompok atau individu yang berasal dari hasil temuan dalam

    pengumpulan data.

    Disamping itu untuk memperoleh gambaran kebenaran pelaksanaan

    program secara kualitatif dilakukan desk study dengan mendalami

    berbagai literatur kepustakaan, statistik, maupun kertas kebijakan

    khususnya menyangkut fenomena pernikahan dini di Indonesia. Dengan

    pendekatan kualitatif tersebut diharapkan akan diperoleh data informasisecara spesifik yang mana hasilnya tidak memungkinkan untuk

    digeneralisasi. 

    Data yang digunakan mencakup data primer (pengamatan partisipatif,

    wawancara, diskusi mendalam) dan data sekunder (studi literatur,

    content analysis, historical analysis, dll). Kedua jenis data ini digunakan

    untuk bahan analisis dan interpretasi. Data primer dan sekunder yang

    digunakan dalam penelitian ini meliputi fakta terkait pernikahan dini dilapangan dan proses pelaksanaan kebijakan terkait.

    Data primer yang diperoleh berasal dari informan, informan dipilih

    terkait dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian

    dengan pendekatan kualitatif. Data yang didapat dari informan melalui

    diskusi terbatas, wawancara dan pengamatan. Informasi dengan

    wawancara dan diskusi terbatas dilakukan pada pelaku utama kebijakan 

    baik dari SKPD Daerah, akademisi dan masyarakat yang berhubungan

    langsung dengan isu pernikahan dini di lapangan.

    Rincian beberapa aktivitas utama dalam pendekatan kualitatif ini dapat

    dijabarkan sebagai berikut:

    Kegiatan Pra Survey 

    Sebelum peneliti melakukan penelitian di lapangan, sebelumnya

    peneliti telah melakukan beberapa hal persiapan yang diperlukan

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  11

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 20/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 21/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 22/123

    Diskusi kelompok terfokus dilakukan setidaknya dipilih dari

    kelompok antara lain sbb:

    1) Keluarga/Kepala Keluarga yang melakukan pernikahan dini

    2) Sekelompok Tokoh Masyarakat yang memiliki peran dan diakuikeberadaannya

    3) Kelompok Pengambil Keputusan (Perangkat Desa, Tingkat

    Kabupaten dan Tingkat Provinsi)

    4) Akademisi

    Diskusi dilakukan dengan melibatkan beberapa orang dalam

    kaitannya dengan kriteria:

    1) Pengetahuan mengenai budaya pernikahan dini yang terjadi

    2) Pengetahuan mengenai situasi kesejahteraan masyarakat

    setempat, dimulai dari situasi pendidikan, perekonomian

    kemudian kesehatan hingga budaya khususnya terkait

    pernikahan dini.

    3) Sejauh mana peran narasumber sesuai dengan posisinya

    dimasyarakat.

    4) Pengetahuan mengenai pola pernikahan dini di kawasan

    tersebut 

    5) Pengetahuan tentang kebijakan daerah tersebut

    6) Pengetahuan tentang fenomena pernikahan dini yang terjadi

    dan kemampuan mengungkap pandangan pribadi mereka

    mengenai fenomena yang terjadi serta harapan mereka kedepan.

    Informan

    Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah mereka yang

    mempunyai kaitan erat dengan pengambilan keputusan di daerah

    tersebut, masyarakat asli setempat yang tidak terkait pengambilan

    keputusan, para pemuka agama, para pendatang yang telah lama

    menetap, masyarakat perantau dan beberapa pihak lainnya yang

    terkait dengan kesejahteraan masyarakat setempat.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 14

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 23/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 24/123

    Reliabilitas dan Validitas

    Reliabilitas dan validitas merupakan hal yang diperlukan dalam menilai

    suatu metode penelitian kualitatif. Dalam menilai reliabilitas

    (kehandalan) suatu metode yang digunakan perlu diperhatikan hal-hal

    berikut antar lain: dalam analisis tergambarkan pendekatan dan

    prosedur analisis data yang digunakan, peneliti memberikan alasan

    mengapa pendekatan tersebut digunakan dalam penelitian, peneliti juga

    harus menunjukkan suatu proses penyusunan tema, konsep, dan teori

    dari pengolahan data. Peneliti juga diharapkan mampu menunjukan

    fakta-fakta termasuk dari penelitian kualitatif dan kuantitatif

    sebelumnya.

    Validitas menggambarkan keabsahan atau kesahihan dalam mengukur

    hal yang diteliti. Validitas suatu penelitian dinilai dari keadaan yang

    terlihat secara baik dan penggambaran secara tepat atas data yang

    dikumpulkan. Dalam term validitas, hal yang diperlukan adalah:

    pengaruh yang kuat dari desain penelitian dan pendekatan analisis pada

    hasil yang dipresentasikan, kekonsistenan temuan, hasil yang

    dipresentasikan luasannya mewakili secara keseluruhan dan berkaitan

    dan penelitian menggunakan data asli yang memadai dan sistematik

    dengan demikian pembaca yakin bahwa interpretasi data terkait dengandata yang dikumpulkan.

    Untuk menggambarkan reliabilitas dan validitas yang telah penulis

    lakukan, telah dilakukan hal-hal berikut, antara lain:

    1) triangulasi data dan metode. Data dan metode dikumpulkan melalui

    sumber majemuk dengan memasukan berbagai data yang telah

    diperoleh seperti sumber pustaka referensi, hasil wawancara, diskusi

    kelompok terfokus, dokumen-dokumen berupa gambar dan pustaka,peta wilayah, peta transek dan lainnya;

    2) pemeriksaan silang antar informan mengenai permasalahan yang

    sama;

    3) pengamatan berulang di lokasi penelitian yang dilakukan kurang

    lebih tiga kali yang dilakukan bersamaan dengan proses

    pendokumentasian baik berupa gambar foto maupun peta transek;

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 16

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 25/123

    4) klarifikasi prasangka peneliti,

    5) mempertimbangkan berbagai masalah dari masukan informan;

    \6) menyediakan alasan untuk keputusan mereka menyediakan

    masukan atau tidak;7) menjelaskan bagaimana mereka mengetahui tentang masukan, jenis

    masukan, dan mengapa;

    8) menjelaskan bagaimana masukan dari informan telah digunakan

    dalam analisis dan interpretasi data.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  17

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 26/123

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 18

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 27/123

    BAB III

    PERNIKAHAN DINI SEBAGAI ISU STRATEGIS

    Periode remaja adalah sebuah masa transisi baik dari segi fisik maupun

    psikis yang menjadi periode di dalam kehidupan setiap manusia. Secara

    fisik, periode ini ditandai dengan munculnya pubertas, yaitu mulai

    aktifnya seorang remaja secara seksual, munculnya pertumbuhan dan

    perubahan fisik yang cepat dan munculnya ketertarikan terhadap lawan

    jenis baik secara fisik maupun seksual (Lahey, 2004). Dari segi psikis,

    periode remaja adalah sebuah periode transisi dari kanak-kanak menujudewasa. Hal ini bukanlah sebuah proses yang terpisah dengan proses

    sebelumnya, melainkan sebuah tahapan lebih lanjut dari masa kanak-

    kanak untuk mempersiapkan kematangan menuju masa dewasa. Dalam

    periode remaja ini, terjadi pembentukan pola perilaku dan proses

    pencarian jati diri, sehingga periode ini seringkali ditandai dengan

    munculnya instabilitas emosi. Periode remaja adalah sebuah periode

    persiapan menuju dewasa, salah satunya adalah persiapan psikis terkait

    dengan pernikahan dan pembentukan keluarga (Hurlock, 1999).

    Periode remaja ini kemudian menjadi periode penting di dalam

    pertumbuhan manusia mengingat banyaknya proses, baik fisik maupun

    psikis, yang terjadi di dalamnya. Proses pertumbuhan ini dapat

    terganggun oleh beberapa hal, salah satunya adalah pernikahan dini

    (early marriage). Pernikahan adalah kemitraan yang mengikat yang1

    disahkan oleh hukum antara dua orang dewasa tanpa adanya paksaan.

    Terjadinya pernikahan di dalam periode remaja ini dapat mengganggubeberapa proses pertumbuhan seperti dapat terganggunya proses

    pendewasaan diri dan belum matangnya fisik pihak yang melakukan

    pernikahan, terutama bagi perempuan muda. Pernikahan dini kemudian

    dinilai sebagai isu penting yang harus memiliki batasan yang jelas, tidak

    1  Plan-Uk, Early and Forced Marriage – facts, figures, and what you can do, diakses melalui

    http://www.plan-uk.org/early-and-forced-marriage/ pada 28 Mei 2012.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  19

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 28/123

    2saja di dalam skala nasional tetapi juga di dunia internasional. Hal ini

    dikarenakan pernikahan dini seringkali berujung pada kerugian baik dari

    segi kesehatan maupun perkembangan bagi pihak wanita, dan juga isu ini3

    menjadi sebuah isu pelanggaran HAM yang paling terabaikan secara luas.

    PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI

    Pernikahan dini mengacu kepada sebuah pernikahan yang berada di

    bawah batas umur dewasa atau pernikahan yang melibatkan satu atau

    dua pihak yang masih anak-anak. Artikel 1 The United Nations Convention

    on the Rights of the Child (CRC) tahun 1989 mendefinisikan anak-anak

    sebagai,

    “A child means every human being below the age of eighteen years

    unless, under the law applicable to the child, majority is attained

    earlier.” 

    Secara umum, sebuah pernikahan dikategorikan sebagai pernikahan dini

    (early marriage) atau juga disebut sebagai pernikahan anak-anak (child

    marriage) apabila ada salah satu pihak yang masih berumur di bawah 18

    (delapan belas) tahun. Ada beberapa definisi dari pernikahan dini saat ini,

    namun sebagian besar berpusat kepada penggolongan di bawah umur 18

    tahun. Definisi pertama adalah menurut The Inter-African Committee

    (IAC) yang mengatakan bahwa,

    “Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is

     physically, physiologically, and psychologically, ready to shoulder the4

    responsibilities of marriage and child-bearing” 

    Definisi ini penting bagi usaha pencegahan pernikahan dini di Afrikamengingat beberapa negara di Afrika seperti Chad dan Afrika Tengah

    merupakan negara dengan tingkat pernikahan dini tertinggi di dunia.

    2 Berbagai konvensi internasional telah dilangsungkan terkait dengan isu pernikahan dini dan hak asasi

    anak dan wanita seperti Convention on the Elimination on All Forms of Discrimination AgainstWomen (CEDAW) tahun 1979.

    3  IPPF, Ending Child Marriage: A Guide for Global Policy Action, International Planned Parenthood

    Federation and the Forum on Marriage and the Rights of Women and Girls, 2006.4 The Inter-African Committee,Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children (1993),

    Newsletter, Desember 1993.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 21

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 29/123

    Definisi IAC menjadi dasar dari kebijakan pemerintah negara-negara di

    Afrika untuk mengurangi tingkat pernikahan dini, seperti yang dilakukan

    oleh Ghana melalui Ghana’s Children Act of 1998. Kebijakan ini merupakah

    salah satu pioneer kebijakan pemerintah negara Afrika, dengan

    memasukkan hak untuk menolak pernikahan paksa seperti yang terteradi Artikel 14.1 dan 14.2 yaitu,

    “14.1 No person shall force a child: (a) to be betrothed; (b) to be the

    subject of a dowry transaction; or (c) to be married.” 

    “14.2 The minimum age of marriage of whatever kind shall be eighteen5 

     years” 

    Permasalahan pernikahan dini juga terjadi di beberapa negara di Eropa.

    Oleh sebab itu, Dewan Parlemen Uni Eropa di dalam pertemuannya tahun

    2005 membahas mengenai pernikahan paksa dan pernikahan dini

    sebagai bentuk pencegahan dan usaha melawan praktek pernikahan dini.

    Di dalam Resolusi Dewan Parlemen Uni Eropa No. 1468 (2005), Artikel 7

    tertulis,

    “The Assembly defines child marriage as the union of two persons at6

    least one of whom is under 18 years of age.” 

    Pada tahun 1945, The Universal Declaration of Human Rights

    dideklarasikan sebagai deklarasi internasional paling komprehensif yang

    membahas mengenai hak asasi manusia. Walaupun masih secara umum,

    deklarasi ini memasukkan hak wanita dan anak-anak ke dalamnya untuk

    kemudian ditindaklanjuti oleh negara peserta deklarasi. Salah satu hasil

    negosiasi di dalam deklarasi ini adalah dibutuhkan adanya perjanjian

    khusus yang mengatur mengenai pernikahan. Kehendak tersebut

    direalisasikan dengan adanya Convention on Consent to Marriage,Minimum Age for Marriage and Registration of Marriage  yang

    dilaksanakan pada tahun 1964. Artikel 2 dari perjanjian internasional ini

    menyebutkan bahwa,

    5  Act of The Parliament of The Republic of Ghana Entitled The Children’s Act, 1998, diakses melalui

    http://www.law.yale.edu/rcw/rcw/jurisdictions/afw/ghana/Ghana_Childrens_Act.pdf pada30 Mei 2012

    6  European Union, Parliamentary Assembly Resolution 1468 (2005) Forced Marriages and Child

    M a r r i a g e s, d i a k s e s m e l a l u i h t t p : / / a s s e m b l y . c o e . i n t / M a i n . a s p ? l i n k = /Documents/AdoptedText/ta05/ERES1468.htm pada 31 Mei 2012

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  21

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 30/123

    “States Parties to the present Convention shall specify a minimum age

     for marriage (“not less than 15 years” according to the non-binding

    recommendation accompanying this convention). No marriage shall be

    legally entered into by any person under this age, except where a

    competent authority has granted a dispensation as to age, for seriousreasons, in the interests of the intending spouses.” 

    Artikel 2 perjanjian ini tidak menyebutkan dengan jelas batasan umur

    minimal yang dimaksud. Namun perjanjian ini ditindak-lanjuti dengan

    sebuah rekomendasi tak mengikat di dalam konvensi untuk mengatur

    batas umur minimal untuk menikah adalah 15 tahun.

    Sebagai tindak lanjut dari Convention on Consent to Marriage, Minimum

     Age for Marriage and Registration of Marriage, pada tahun 1994 diadakan

    sebuah konvensi internasional dengan agenda mengenai hak-hak wanita

    dan anak perempuan yaitu The Convention on the Elimination of All Form

    of Discrimination Against Women (CEDAW). Perjanjian internasional ini

    adalah yang paling komprehensif mengenai hak-hak wanita dab

    menyebutkan bahwa semua pertunangan atau pernikahan seorang anak

    seharusnya tidak diperbolehkan di seluruh dunia. Komite yang bertugas

    memonitor konvensi ini menyebutkan lebih lanjut di dalam General

    Recommendation 21 (Artikel 16-2) bahwa,

    “the minimum age for marriage for both male and female should be 18

     years, the age when they have attained full maturity and capability to

    act.” 

    Argumen CEDAW mengenai batasan umur dan kondisi mengenai

    pernikahan ini dikarenakan hampir seluruh pernikahan dini diatur

    berdasarkan persetujuan orang tua dan gagal menjamin kepentingan dari7anak perempuan yang menikah.

    Beragamnya definisi pernikahan dini yang ada masih menimbulkan

    perdebatan hingga saat ini. Negara-negara masih berdebat mengenai

    7  United Nations, General Recommendations Made by the Committee on the Elimination of

    Discrimination Against Women,General Recommendation No. 21, sesi ke-tiga belas, 1994.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 22

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 31/123

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 32/123

    ISU PERNIKAHAN DINI DI TINGKAT GLOBAL

    Pernikahan dini merupakan salah satu isu internasional yang telah lama

    menjadi prioritas dunia internasional untuk dihapuskan. Praktik ini

    berasal dari interpretasi yang keliru dari ajaran agama, praktik adat-istiadat, budaya, dan kebiasaan kuno yang seringkali bersifat patrialis dan

    memandang rendah derajat wanita. Pernikahan dini sebelum umur 18

    tahun adalah bentuk pelanggaran berbagai bentuk perjanjian dan

    kerjasama internasional. Meski demikian, banyak perempuan muda di

    berbagai negara berkembang melihat pernikahan sebagai salah satu jalan

    untuk mendapatkan perlindungan dan mengamankan masa depan

    mereka. Pandangan ini tidak saja dimiliki oleh perempuan muda tersebut,

    tetapi juga oleh keluarga sehingga terkadang terjadi pemaksaan

    pernikahan di usia dini dengan harapan pernikahan dini tersebut dapat

    menguntungkan mereka baik secara sosial maupun ekonomi.

    Kenyataannya, pernikahan dini cenderung lebih memberikan dampak

    negatif bagi perempuan muda seperti hilangnya kesempatan untuk

    mendapatkan pendidikan formal, terisolasi secara sosial, berkurangnya

    kesempatan untuk mengembangkan diri dan pelayanan kesehatan. Hal ini

    mendorong berkembangnya konsensus internasional untuk mengurangi

    dan mencegah pernikahan dini melalui berbagai perjanjian dan

    kerjasama internasional terutama setelah diadopsinya Millenium

    Development Goals pada tahun 2000.

    2.2.1 Isu Pernikahan Dini dan Kemiskinan

    Dalam mengkaji penyebab-penyebab kemiskinan, Paul Spicker (2002)

    memberikan gambaran mengenai penyebab kemiskinan. Ia membagi

    penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat mazhab, antara lain:

    1. Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskinitu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat

    bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.

     2. Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi

    terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat

    pendidikan.

    3. Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu

    lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 24

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 33/123

    4. Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk

    dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan

    pembedaan status atau hak.

    Pendapat ini memberikan gambaran berbeda bagi peneliti dalammenjelaskan penyebab kemiskinan dan alasan mengapa suatu komunitas

    dianggap miskin meskipun secara fisik dan materi mereka tidak memiliki

    masalah dengan itu. Hal ini terutama terkait dengan penyebab

    ketidakseimbangan. Terjadinya pernikahan dini merupakan gambaran

    mendasar bahwa terjadi ketidakseimbangan terutama dalam hal

    pembedaan status dan hak terutama pada anak yang dinikahkan.

    Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001) mengatakan

    bahwa seseorang dikatakan miskin bila mengalami “capability

    deprivation” dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan

    kebebasan yang substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan

    substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan

    membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan kesehatan.

    Kedua hal inilah yang fungsi pemenuhannya disediakan oleh lembaga

    keluarga.

    Bila mengkaitkan penjelasan diatas dengan penjelasan mengenai konsepkemiskinan pada subbab sebelumnya dimana Paul Spicker (2002), telah

    mengidentifikasi bahwa salah satu yang dapat menjelaskan penyebab

    terjadinya kemiskinan adalah penjelasan budaya dan struktur dalam

    masyarakat, hal-hal tersebut ternyata amat berkaitan sebagaimana

    pernyataan Oscar Lewis (dikutip dari Hari Susanto, 2006), dua hal yang

    menyebabkan kemiskinan, pertama mereka yang mengecilkan kapasitas

    pribadi akibatnya mereka menjadi miskin dan kedua adalah budaya

    kemiskinan yaitu suatu cara hidup yang diwariskan dari generasi kegenerasi melalui garis keturunan keluarga. Oscar Lewis sendiri

    menyebutkan budaya kemiskinan berkaitan erat dengan struktur

    kebudayaan, hubungan–hubungan interpersonal, kebiasaan-kebiasaan,

    sistem nilai dan orientasi terhadap masa depan. Dengan demikian dapat

    dikatakan budaya pernikahan dini memang menjadi salah satu penyebab

    utama terjadinya kemiskinan dan begitu pula sebaliknya.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  25

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 34/123

    Permasalahan utama dalam pernikahan dini adalah masalah kesetaraan.

    Kesetaraan dalam gender adalah suatu kondisi dimana porsi sosial

    perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Hal ini

    terwujud bila terdapat perlakuan adil antara laki-laki dan perempuan.

    Permasalahan lainnya tentu saja mengenai ketidaksetaraan dalam gender

    atau biasa disebut dengan diskriminasi gender. Diskriminasi gender

    adalah keadaan suatu sistem atau struktur dimana baik perempuan

    maupun laki-laki menjadi korban dari sistem atau struktur tersebut.

    Berbagai pembedaan peran dan kedudukan terjadi secara langsung

    berupa perbedaan perlakuan dan sikap dan secara tidak lansung berupa

    dampak peraturan, perundang-undangan maupun kebijakan yang

    menimbulkan bermacam-macam ketidakadilan. Diskriminasi inilah yangmenciptakan kesenjangan dalam peran, fungsi dan tanggung jawab

    perempuan dan laki-laki atau lazim disebut dengan bias gender.

    Diskriminasi gender dapat terjadi baik pada laki-laki ataupun

    perempuan, namun secara agregat diskriminasi gender cenderung jauh

    lebih banyak dialami perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender

    meliputi:

    Marjinalisasi (pemiskinan), dimana perempuan atau laki-lakidipinggirkan dari suatu kegiatan produksi yang secara umum

    memerlukan keterampilan atau keahlian, dan keterampilan itu hanya

    dipercayakan sepihak pada laki-laki atau perempuan. Dalam hal ini

    banyak lapangan pekerjaan cenderung tertutup bagi salah satu jenis

    kelamin dan menyingkirkan jenis kelamin yang lain sehingga jenis

    kelamin tersebut cenderung menjadi miskin.

    Subordinasi, dimana terdapat keyakinan bahwa jenis kelamin yang

    satu dianggap lebih utama dari yang lain. Sudah sejak dulu banyakpandangan yang memposisikan perempuan dalam peran dan

    kedudukan yang lebih rendah dari laki-laki.

    Pandangan stereotype, dimana suatu jenis kelamin dilabelkan atau

    dianggap sama secara umum. Perempuan biasanya dilabelkan sebagi

    ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai pencari nafkah. Hal ini

    dianggap merugikan karena apabila perempuan atau laki-laki

    melakukan hal yang dianggap biasa dilakukan jenis kelamin

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 26

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 35/123

    lawannya cenderung tidak dihargai dan tidak dianggap. Seperti

    perempuan terlibat politik dan mencari nafkah atau laki-laki

    mengurus anak sendiri.

    Kekerasan, hal ini muncul akibat pembedaan peran yang muncul

    dalam berbagai bentuk. Kekerasan ini tidak hanya muncul secara fisik

    seperti pemukulan, penyiksaan, kekerasan seksual, tetapi juga secar

    non fisik seperti pelecehan martabat, ancaman paksaan, terror yang

    mengganggu secara emosional.

    Beban kerja ganda (multiple burden), dimana salah satu jenis

    kelamin tertentu harus menanggung semua aktivitas tertentu yang

    dianggap harus mereka kerjakan. Biasanya terjadi pada perempuan

    yang bekerja dimana mereka sudah mencari nafkah dan harusmengerjakan tugas rumah tangganya tanpa dibantu oleh suaminya

    yang merasa tidak perlu terlibat dalam hal rumah tangga.

    Hal-hal tersebut diatas sangat terkait dengan isu pernikahan dini

    sebagaimana penelitian Erica Field (2004) yang salah satunya

    menyebutkan bahwa: “Early marriage is associated with a number of poor

    social and physical outcomes for young women and their offspring. They

    attain lower schooling, lower social status in their husbands’ families, have

    less reproductive control, and suffer higher rates of maternal mortality and

    domestic violence. They are often forced out of school without an education,

    their health is affected because their bodies are too immature to give birth.”

    Penyebab-penyebab tersebut mendorong perempuan menjadi miskin

    dan ditambah pula dengan rendahnya investasi pembangunan sumber

    daya perempuan, proses pemiskinan berlanjut sehingga menyebabkan

    perempuan semakin kesulitan memperoleh akses menuju sumber-

    sumber produksi. Hal tersebut ditambah lagi dengan buruknyainfrastruktur dan kurangnya informasi.

    2.2.2 Isu Pernikahan Dini dan Peran Keluarga

    8Jones & Gubhaju (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

    pernikahan dini di Indonesia secara frekuen merefleksikan pernikahan

    8 Jones & Gubhaju (2008), Trends in Age at Marriage in Provinces of Indonesia,Asia Research Institute

    Working Paper no 105

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  27

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 36/123

    yang telah diatur. Hal ini menunjukkan peran keluarga sangat erat terkait9

    dengan pernikahan dini. Menurut Amartya Sen (1990) , hubungan

    keluarga, serupa dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, meliputi

    kombinasi kecocokan dan konflik. Manfaat yang nyata bertambah bagi

    semua pihak sebagai hasil dari ketetapan keluarga, tetapi wujud daripembagian kerja dan kesanggupan menentukan distribusi yang spesifik

    mengenai keuntungan-keuntungan yang diperoleh serta menentukan10

    pola-pola tertentu dari ketidakadilan. Peter McDonald mengungkapkan

    bahwa berdasarkan berbagai sumber selama abad 20, perempuan yang

    lembaga hidupnya berada dalam orientasi keluarga (family-oriented

    institutions) cenderung mengalami fertilitas yang tinggi serta kesetaraan

    gender yang buruk.

    11Lupin Rahman dan Rao (2004) mengungkap bahwa keuntungan dari

    bias pertumbuhan ekonomi terhadap pria memberikan dampak yang

    negatif bagi peran perempuan dalam pengambilan keputusan keluarga.

    Mereka juga mengungkap bahwa terdapat bukti bahwa kekayaan

    rumahtangga sebenarnya mengurangi peran perempuan dalam

    pengambilan keputusan rumahtangga.

    Lalu bagaimanakah dampaknya terhadap kualitas keluarga pada12

    pernikahan dini? Vidhyandika Moeljarto (1997) mengungkap bahwa

    pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya

    akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan,

    pendidikan dan skill yang dapat mendukung mereka agar dapat produktif.

    Kurangnya akses tersebut secara langsung berakibat pada kemiskinan.

    Dengan dasar acuan Todaro, ia menjelaskan bahwa bila wanita miskin,

    maka anak menjadi satu-satunya sumber yang dapat dikontrol untuk

    mengurangi beban pekerjaan mereka. Hal itu berakibat lepasnya

    pendidikan dan kemiskinan semakin menjadi.

    9 Sen, Amartya (1990), “Cooperation, Inequality, and the Family” in McNicoll, G. and Mead Cain (1990),

    Rural Development and Population: Institutions and Policy , New York: Oxford University Press.10

      McDonald, Peter (2000), “Gender Equity in Theories of Fertility Transition” in Population andDevelopment Review 26 (3) : 427-439 (September 2000).

    11 Rahman, Lupin, Rao, V. (2004), “The Determinants of Gender Equity in India: Examining Dyson and

    Moore’s Thesis with New Data” in Population and Development Review 30 (2) : 239-268 (June2004).

    12  Moeljarto, Vidhyandika (1997), “ Gender dan Kemiskinan : menelaah posisi perempuan dalam

    pembangunan pertanian”, dalam Analisa CSISXXVI (4) : 372-385.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 28

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 37/123

    13Sementara menurut Harmona Daulay (2001) , berbicara mengenai

    pengambilan keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari masalah

    patriarki yang menggambarkan dominasi pria atas perempuan dan anak-

    anak dan ini berlanjut kepada dominasi pria dalam semua lingkup

    kemasyarakatan lainnya. Di negara dunia ketiga pada umumnya, menurut14

    Ester Boserup (1990) keluarga di pedesaan disusun dalam suatu

    autocratic age-sex hierarchies.  Keluarga yang lebih muda harus

    menunjukkan kepatuhan terhadap pihak yang lebih tua, dan pihak yang

    tertua merupakan pengambil keputusan dalam keluarga. Dalam

    kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan dapat mengatur tenaga

    kerja dari anggota keluarga yang lebih muda dari jenis kelamin yang sama

    sesuai dengan kebiasaan pembagian kerja pada umumnya apalagi pada

    pasangan perempuan yang berusia dini. Tetapi ketika dibutuhkanperubahan dalam pendistribusian tenaga kerja dalam keluarga (akibat

    perubahan metode produksi atau ketersediaan sumberdaya misalnya)

    maka pemimpin keluargalah yang menentukan. Dengan semakin banyak

    menugaskan pekerjaan pada perempuan dan keluarga yang lebih muda

    maka pemimpin keluarga semakin mudah meningkatkan pendapatan

    keluarga sementara ia dapat mengurangi beban kerjanya sendiri.

    Baik budaya ataupun perjanjian pernikahan menetapkan bahwaperempuan harus melakukan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melayani

    anggota keluarga laki-laki dan anak-anak. Kewajiban ini ternyata tidak

    hanya merawat anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga saja, tetapi

    juga membawa air, mengumpulkan bahan bakar, mengurus ternak atau

    hewan piaraan dan mengolah hasil panen. Di kebanyakan masyarakat

    pedesaan perempuan diharuskan untuk membantu bekerja di ladang dan

    di masyarakat tertentu perempuan dan anak-anak bahkan melakukan

    hampir seluruh pekerjaan tani.

    Kehamilan yang sering serta diperpanjang dengan masa menyusui

    membebani kesehatan perempuan. Jika seorang perempuan menikah

    13Daulay, Harmona (2001), Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran: Studi Kasus TKIW di

    Kecamatan Rawamarta Kab. Karawang Jawa Barat,  Yogyakarta: Galang Press dan FordFoundation.

    14 Boserup, Ester (1990), “ Population, the Status of Women, and Rural Development” in McNicoll, G. and

    Mead Cain (1990), Rural Development and Population: Institutions and Policy , New York: OxfordUniversity Press.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  29

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 38/123

    dini dan menghabiskan seluruh waktunya antara pubertas dan

    menopause dengan kehamilan dan menyusui, dan jika pula ia harus

    bekerja keras pada tugas-tugas berganda dalam rumah tangga dan di

    ladang, tekanan terhadap kesehatannya sangatlah berat. Ketidaksehatan

    dan kematian ibu dan anak serta frekuensi aborsi tak terencanadisebabkan atau diakibatkan oleh contoh perawatan anak disertai

    bekerja seperti diatas. Dengan demikian sebuah konflik muncul antara

    kepentingan keluarga dalam banyaknya jumlah anak yang harus bertahan

    hidup dan kepentingan pemimpin keluarga untuk memperoleh tenaga

    bekerja sebanyak mungkin dari perempuan dewasa.

    Hal tersebut diatas menggambarkan bahwa ekonomi berpengaruh besar

    dalam pengambilan keputusan di keluarga. Kebutuhan konsumsikeluarga yang makin tinggi mendorong keinginan untuk meningkatkan

    daya beli sekaligus mengurangi beban tekanan ekonomi pada keluarga.

    Hal ini menjadi tuntutan seiring dengan faktor arus modernisasi dan

    informasi yang masuk dengan cepat hingga ke pedesaan. Perubahan yang

    terjadi di lingkungan pedesaan maupun keluarga yang pada awalnya

    berjalan lambat, tiba-tiba harus beradaptasi secara cepat akibat arus

    informasi yang deras masuk ke lingkungannya, hal ini pun mendorong15

    arus konsumsi terjadi lebih cepat di pedesaan. Alvin Toffler menyebutkeadaan ini sebagai “decision stress”. Ini adalah keadaan dimana individu

    yang terjebak dalam lingkungan yang yang berubah secara lambat dan

    tiba-tiba harus beradaptasi dalam lingkungan baru yang menuntut

    perubahan secara cepat dan kompleks sehingga mereka mengalami

     future shock (Stres atau disorientasi pada individu dikarenakan

    perubahan yang terlalu banyak dalam waktu yang sangat singkat). Inilah

    yang dihadapi kepala keluarga di pedesaan saat ini, begitu banyak

    dorongan konsumsi dan kebutuhan baru yang direspon segera, belum lagi

    tuntutan anggota keluarga yang tinggi akibat perubahan zaman yang

    cepat dan tumbuhnya berbagai kebutuhan baru secara pesat. kebutuhan

    daya beli yang dihadapi dari hari ke hari kian kompleks.

    Yang harus diwaspadai dalam isu pernikahan dini adalah ketika adalah16

    keluarga terjebak menjadi korban future shock. Menurut Toffler respon

    15 Toffler, Alvin, (1971), Future Shock , Bantam Books, New York . Hal. 355.

    16 Ibid Hal. 359.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 30

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 39/123

    yang paling umum dilakukan masyarakat terhadap perubahan sosial

    seperti ini adalah strategi reversionis, dimana para korban terobsesi

    untuk mengulang rutinitas atau kebiasaan yang sudah pernah sukses

    beradaptasi atau sukses dilakukan sebelumnya tetapi sebenarnya tidak

    relevan dan tidak cocok dilakukan pada keadaan saat ini. Kebutuhanuntuk meningkatkan kesejahteraan keluarga secara cepat termasuk

    dalam memenuhi keinginan memiliki daya beli yang tinggi atau

    mengurangi beban ekonominya, mendorong pengambilan keputusan,

    kepala keluarga untuk segera menikahkan anaknya, padahal itu belum

    tentu solusi yang tepat.

    2.2.2. Pernikahan Dini dalam Isu Global

    Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen dari para

    pemimpin negara-negara di dunia melalui Millenium Declaration  yang

    dideklarasikan pada September 2000. MDGs menyadari bahwa tidak ada

    satupun target dari MDGs yang dapat tercapai tanpa dimasukkannya

    perlindungan anak-anak ke dalam strategi dan rencana realisasi MDGs,

    yang terdiri dari delapan komitmen global yaitu:

    1. Menghapus kemiskinan dan kelaparan (Eradicate extreme poverty

    and hunger)

    2. Mencapai pendidikan dasar universal (Achieve universal primary

    education)

    3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

    (Promote gender equity and empower women)

    4. Mengurangi kematian bayi dan anak-anak (Reduce child mortality)

    5. Meningkatkan kesehatan ibu (Improve maternal health)

    6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (Combat

    HIV/AIDS, malaria, and other disease)7. Menjamin pemeliharaan lingkungan (Ensure environmental

    sustainability)

    8. Membangun kerjasama global terkait pembangunan (Develop global

     partnership for development)

    Usaha mengurangi dan menghapuskan pernikahan dini menjadi krusial

    karena hal ini berhubungan langsung dengan target-target MDGs. Anak-

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  31

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 40/123

    anak yang hidup di dalam kemiskinan dan kelaparan seringkali

    merupakan anak-anak yang mengalami penganiayaan, eksploitasi, dan

    diskriminasi yang berkaitan erat dengan pernikahan dini. Praktik

    pernikahan dini yang seringkali tanpa adanya dokumen resmi membuat

    anak-anak terutama anak perempuan tidak dapat mengakses layanankesehatan, pendidikan, dan layanan sosial lainnya. Data angka kelahiran

    yang tidak akurat juga membuat pemerintah tidak dapat membuat

    rencana dan kebijakan terkait usaha melawan pernikahan dini dan

    kemiskinan sehingga usaha mencapai target 1 MDGs dapat terganggu.

    Terkait dengan target 2, pernikahan dini seringkali membuat anak

    perempuan menjadi putus sekolah atau tidak mendapatkan kesempatan

    meraih pendidikan formal dikarenakan pernikahan dini seringkalimembawa dampak isolasi terhadap anak perempuan. Hal ini berkaitan

    dengan target 3 MDGs yaitu untuk mendorong adanya kesetaraan gender

    dan pemberdayaan perempuan. Hilangnya kesempatan meraih

    pendidikan formal menghambat perkembangan kualitas perempuan

    yang juga mendorong munculnya ketidaksetaraan dan terhambatnya

    proses pemberdayaan perempuan. Pernikahan dini terkait erat dengan

    tingginya tingkat kematian anak-anak, mengingat ketidaksiapan fisik

    anak perempuan untuk mengandung dan melahirkan mendorongtingginya kematian ibu dan anak sehingga bertentangan dengan target 4

    MDGs yaitu untuk mengurangi angka kematian anak.

    Perlindungan perempuan muda dari praktik pernikahan dini merupakan

    salah satu faktor penting di dalam target 5 MDGs yaitu untuk

    meningkatkan kesehatan ibu dan bayi karena kehamilan di usia dini dapat

    membahayakan kesehatan mengingat ketidaksiapan fisik anak

    perempuan untuk melakukan aktifitas seksual dan mengandung.

    Ketidaksetaraan posisi anak perempuan yang seringkali terjadi di dalampernikahan dini membuat pihak perempuan dirugikan dengan

    terhambatnya akses informasi dan pendidikan mengenai bahaya dan

    penyebaran HIV/AIDS yang menjadi permasalahan utama terutama di

    negara-negara di Afrika, terkait dengan target 6. Target 7 MDGs mengenai

    kesinambungan lingkungan dapat terganggu salah satunya dengan

    adanya ledakan penduduk yang memberikan tekanan bagi akses dan

    pasokan pangan dunia. Pernikahan dini menjadi salah satu faktor

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 32

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 41/123

    terjadinya ledakan penduduk dikarenakan kurangnya akses pendataan

    terhadap pernikahan dan kurangnya informasi untuk merencakan jumlah

    keluarga sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol jumlah

    penduduk terkait dengan pelestarian lingkungan. Kerjasama

    internasional yang merupakan target 8 dari MDGs merupakan salah satucara dalam menanggulangi pernikahan dini, mengingat isu ini merupakan

    isu global yang harus ditanggulangi bersama. Hal ini dikarenakan luasnya

    persebaran kasus pernikahan dini di dunia sehingga usaha untuk

    mengurangi dan menghapuskan pernikahan dini membutuhkan

    koordinasi yang global dan meluas pula.

    Hingga saat ini, pernikahan dini masih umum terjadi di negara-negara

    berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan. Pernikahan dini yangterjadi masuk ke dalam kategori umur sudah menikah di bawah umur 15

    tahun dan di bawah umur 18 tahun, dengan kasus praktik pernikahan dini

    tertinggi di dunia terjadi di Mali. Berdasarkan data United Nations

    Department of Economic and Social Affairs tahun 2011, Mali menempati

    posisi tertinggi dengan 20% dari wanita kelompok umur 20-24 menikah

    sebelum umur 15 tahun dan 70% diantara kelompok umur tersebut

    mengaku telah menikah sebelum umur 18 tahun, yang merupakan batas17

    minimal umur untuk menikah yang disetujui 158 negara di dunia.Bangladesh menempati urutan kedua dengan 65% kelompok umur 20-24

    mengaku telah menikah sebelum umur 18 tahun, disusul oleh Republik

    Afrika Tengah dengan 60%, Mozambik dengan 55%, dan Burkina Faso

    dengan 52%.

    UNDESA mengambil 62 negara dengan kasus pernikahan dini tertinggi di

    dunia sebagai gambaran persebaran kasus pernikahan dini ini, dengan

    sampel kelompok umur 20-24 tahun. Berdasarkan statistik di atas, dapat

    terlihat bahwa seluruh negara yang berada di 50 besar dengan kasuspernikahan dini terbanyak adalah negara-negara berkembang, dengan

    sebagaian besar berada di kawasan Afrika dan Asia Selatan.

    17 United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division, Population Facts -

    2011/1

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  33

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 42/123

    Tabel. 2.1

    Persentase perempuan umur 20-24 dalam kurun 2000-2010 yang

    telah menikah pada 18 tahun di negara-negara dengan umur18 

    minimum menikah 18 tahun.

    18 Ibid.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 34

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 43/123

    BEBERAPA PENYEBAB PERNIKAHAN DINI

    Isu pernikahan dini sebagai salah satu isu sentral pembangunan

    internasional merupakan isu penting di dalam usaha untuk mencapai

    target-target MDGs yang telah disepakati dunia pada tahun 2000 dan

    akan dievaluasi ulang pada tahun 2015. Keterikatan isu pernikahan dini

    dengan delapan poin pembangunan MDGs mendorong perhatian

    terhadap isu ini, mengingat isu gender dan anak-anak merupakan salah

    satu prioritas. Percepatan penanggulangan yang dibutuhkan untuk

    mendukung usaha global untuk menanggulangi pernikahan menuntut

    adanya kajian-kajian yang komprehensif sebagai alternatif masukan bagi

    pembuat kebijakan di berbagai negara.

    Sebagai organisasi pemerintah internasional yang paling besar, PBB terusberupaya meningkatkan kesadaran dunia dengan memberikan berbagai

    informasi. Salah satunya adalah United Nations Population Facts

    No.2011/1 yang dipublikasikan PBB pada Desember 2011 yang

    memberikan gambaran umum mengenai persebaran isu pernikahan dini

    di dunia. Laporan ini memberikan sebuah grafik kasus pernikahan dini

    yang terjadi hingga umur 18 tahun di negara-negara yang memiliki syarat

    minimal pernikahan tanpa persetujuan orangtua berumur 18 tahun

    (Tabel 2.1). Dapat terlihat bahwa pernikahan dini sebelum umur 18 tahunterjadi di negara-negara Afrika terutama Mali, Republik Afrika Tengah,

    Mozambik, Eritrea, Uganda dan Burkina Faso. Selain itu, beberapa negara

    di kawasan Asia Selatan seperti Bangladesh, Nepal dan India ikut memiliki

    persentase yang tinggi dalam kasus pernikahan dini yang terjadi

    Secara umum, negara-negara di dunia telah menyetujui bahwa umur

    minimal untuk menikah baik perempuan maupun laki-laki adalah 18

    tahun. Terkait dengan perempuan, terdapat 158 negara yang mengatur

    bahwa umur minimal perempuan adalah 18 tahun. Meski demikian, 29

    negara memperbolehkan perempuan untuk menikah di bawah umur 18

    tahun dengan adanya izin dari orangtua, termasuk Indonesia. Hal ini

    menjadi perhatian bagi beberapa kalangan, terutama organisasi-

    organisasi pemerhati isu gender dan anak, mengingat Indonesia

    seringkali dilihat sebagai salah satu contoh pembangunan yang berhasil,

    dan kebijakan terkait minimal umur ini dapat menjadi salah satu faktor

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  35

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 44/123

    yang kurang baik di mata dunia internasional. Mereka berargumen bahwa

    terjadi ketimpangan gender antara minimal umur di Indonesia, dengan

    melihat bahwa minimal umur bagi pria di Indonesia adalah 18 tahun,

    termasuk ke dalam kelompok umum sejumlah 180 negara yang mengatur

    bahwa umur minimal pria untuk menikah adalah 18 tahun. Hanya 8negara yang memperbolehkan pria untuk menikah di bawah 18 tahun.

    Pernikahan dini seringkali terjadi di negara-negara berkembang dengan

    perempuan yang memiliki persentase lebih besar dibandingkan pria. Hal

    ini umum terjadi pada perempuan di 63 negara berkembang bila

    dibandingkan dengan kasus pada pria yang umumnya hanya di delapan

    negara berkembang, dimana 20% dari perempuan berumur 20-24 tahun

    di 39 negara tersebut telah menikah sebelum umur 18 tahun. Yangmencengangkan, lebih dari 50% wanita berumur 20-24 tahun di

    Bangladesh, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, Mali, Mozambik, dan

    Nepal telah menikah sebelum umur 18 tahun. Data-data tersebut

    memperlihatkan bahwa pernikahan dini yang direstui oleh orangtua

    mempelai masih umum terjadi, memperlihatkan masih rendahnya

    penegakan hukum terkait batas minimal umur pernikahan.

    Sebuah lembaga penelitian, East-West Center , juga menuliskan tentang

    pernikahan dini, yang memfokuskan penelitiannya di Indonesia dan

    Nepal. Menurut penelitian mereka, pernikahan dini masih umum

    dijumpai di daerah pedesaan di Indonesia dan umum terjadi baik di

    daerah urban maupun daerah pedesaan di Nepal. Kenyataan yang juga

    memperlihatkan bahwa praktik pernikahan dini merupakan praktik yang

    umum terjadi di daerah pedesaan dengan akses pendidikan rendah.

    Pernikahan dini yang terjadi di negara-negara berkembang terutama

    Indonesia dan Nepal seringkali dikarenakan adanya norma-norma yangberlaku di masyarakat tradisional dengan eratnya hubungan sosial-

    ekonomi antar generasi. Hal ini mendorong terjadinya ‘pemaksaan’

    pernikahan atau perjodohan remaja oleh orangtua yang berasal dari

    kalangan ekonomi lemah dengan alasan bahwa pernikahan dapat

    mengurangi beban tanggungan ekonomi keluarga dan menyejahterakan

    remaja yang dinikahkan, walaupun hal tersebut belum tentu terbukti.

    Fenomena ini terlihat dengan jawaban yang diberikan oleh remaja yang

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 36

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 45/123

    terlibat pernikahan dini bahwa alasan mereka untuk menikah “karena19

    orangtua saya menginginkan hal tersebut”.

    Selain itu, Shirley Johnson-Lans dan Patricia Jones di dalam tulisannya

    yang berjudul “Child Brides in Rural India”menyatakan, alasan dari adanyaperjodohan ini juga dikarenakan adanya kesadaran orangtua untuk

    mengikuti norma-norma yang dilakukan oleh keluarga lain agar orangtua

    tersebut dapat diterima di masyarakat dan mendapatkan pengakuan

    sosial dari masyarakat di sekitarnya. Praktek ini seringkali terjadi pada

    remaja perempuan di India yang diatur pernikahan/perjodohannya saat

    ia masih anak-anak atau berusia di bawah 10 tahun.

    Meski demikian, tingkat pertumbuhan kasus pernikahan dini di kedua

    negara cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini cukup

    menjanjikan, walaupun harus disadari bahwa penurunan angka ini juga

    terkait dengan tingkat pertumbuhan penduduk di kedua negara tersebut.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asia Research Institute Working

    Paper Series No.105 yang berjudul Trends in Age of Marriage in the

    Provinces in Indonesia, penurunan angka pertumbuhan kasus pernikahan

    dini tersebut terutama disebabkan oleh adanya urbaninasi dan

    pembangunan terutama bidang pendidikan.

    Pendidikan merupakan salah satu kunci utama di dalam usaha untuk

    mengurangi kasus pernikahan dini. Ketersediaan pendidikan

    berpengaruh erat tehadap terjadinya pernikahan dini, seperti yang20

    dikemukakan di dalam penelitian East-West Center: “The more

    education respondents have, the slower the pace of marriage.” Analisa ini

    dapat membantu para pembuat keputusan bahwa di dalam upaya untuk

    memerangi pernikahan dini, faktor pendidikan harus menjadi faktor yang

    dikedepankan sebagai salah satu strategi.

    19 Kim, Minja., Thapa, Shyam., and Achmad, Sulistinah, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and

    Nepal, East-West Center Working Paper No.108-15, East-West Center, hal. 820

     Ibid. hal. 10-11

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  37

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 46/123

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 38

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 47/123

    BAB IV

    FENOMENA PERNIKAHAN DINI

    DI INDONESIA

    Sebagian besar penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, Madura, dan

    Bali sebesar 60% dari total penduduk Indonesia, dengan sisanya 40%

    tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau-pulau

    lainnya. Tingginya pertumbuhan di Pulau Jawa tidak serta merta

    menghapuskan praktek pernikahan dini mengingat praktek ini terkait

    dengan budaya, tekanan sosial, dan dorongan kondisi ekonomi khususnya

    modernisasi yang berdampak pada konsumerisme.

    Selain itu, rendahnya tingkat perkembangan di pulau-pulau di luar Jawa

    ikut mendorong tingginya angka pernikahan dini terkait dengan besarnya

    praktek pernikahan dini di pedesaan. Di Indonesia, tingginya usia

    perkawinan pertama terjadi dibawah 20 tahun (4,8% pada usia 10-14

    tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur pertama menikah pada usia

    sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di perdesaan (6,2%),kelompok perempuan yang tidak sekolah (9,5%), kelompok

    petani/nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah/kuintil 1

    (6,0%).

    Tabel 2.2 dibawah memperlihatkan bahwa sebagian besar penduduk

    Indonesia tinggal di daerah pedesaan, dengan kelompok umur 10-19

    tahun menempati persentase terbesar. Berdasarkan tabel ini, rawannya

    pernikahan dini di daerah pedesaan didukung oleh tingginya angkapenduduk kelompok umur rawan pernikahan dini, yaitu 18 tahun ke

    bawah.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  39

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 48/123

    Tabel 2.2 Sampel Populasi Rumah Tangga di Indonesia,(sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2007)

    Pentingnya mengatur umur pernikahan dikarenakan terkaitnya hal ini

    dengan kesehatan, fertilitas, pendidikan, dan perencanaan keluargnya

    yang menjadi faktor kesejahteraan rumah tangga. Pernikahan dini yang

    terjadi dapat mengganggu proses-proses ini, sehingga mengatur umur

    perkawinan pertama menjadi penting.

    Umur perkawinan pertama adalah indikator dimulainya seorang

    perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Di dalam

    perkawinan pada usia muda, seseorang akan mempunyai rentang waktu

    untuk hamil dan melahirkan dalam waktu yang lebih panjang

    dibandingkan pada perempuan yang menikah pada usia yang lebih tua.

    Namun perkawinan dengan usia terlalu muda (pernikahan dini) justru

    dapat memberikan dampak negatif terhadap kehamilan dan melahirkan

    karena belum siapnya fisiologi dan fisik seorang wanita muda.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 40

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 49/123

    Gambar 2.1

    (sumber: RISKESDAS, 2010)

    Gambar 2.1 menyajikan distribusi persentase perempuan menurut

    kelompok umur perkawinan pertama. Terlihat bahwa sebagian besar(41,9%) menikah pertama kali pada usia 15-19 tahun dan 4,8% pada usia

    10-14 tahun. Angka ini memberikan suatu gambaran mengenai

    pernikahan dini yang mengkhawatirkan, mengingat batas umur

    pernikahan dini yang disetujui dunia internasional adalah 18 tahun ke

    bawah.

    Walaupun secara hukum batasan menikah pria di Indonesia adalah 19

    tahun dan perempuan 16 tahun, namun hukum ini belummengakomodasi berbagai perjanjian internasional yang mengatur dan

    menyarankan dengan tegas persamaan batasan untuk pria dan wanita

    adalah sama, yaitu 18 tahun.

    Seperti yang disebutkan sebelumnya, pernikahan dini di Indonesia

    sebagian besar terjadi di daerah pedesaan / pedalaman dibandingkan

    dengan daerah perkotaan. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 2.3 di bawah

    ini.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  41

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 50/123

    Tabel 2.3.

    Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 menurut Umur

    Perkawinan Pertama dan Karakteristik, (Riskesdas, 2010)

    Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 jika dilihat dari sisi kultur, maka umur

    perkawinan usia muda sejak dini 10-14 tahun sebenarnya sudah terjadi

    sejak dulu. Terlihat dari persentase pada kelompok umur 55-59 tahun,

    diantara mereka 8,3 persen menikah pada usia 10-14 tahun, dan 42,1

    persen menikah pada usia 15-19 tahun. Pada perempuan kelompok 15-19

    tahun, masih ada 5,4 persen menikah pada usia 10-14 tahun. Hal ini

    berarti dalam 4 tahun terakhir masih terjadi pernikahan usia dibawahlima belas tahun dalam jumlah lebih dari persen. Jika dilihat dari

    karakteristik pekerjaan dan lokasi, perkawinan usia sangat muda (10-14

    tahun) banyak terjadi pada perempuan di daerah perdesaan, pendidikan

    rendah, status ekonomi termiskin, dan kelompok petani/nelayan/buruh.

    Pernikahan yang terjadi pada kelompok umur 10-14 sebesar 6,2% dan

    kelompok umur 15-19 sebesar 48,3%. Terlihat berbanding jauh dengan

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 42

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 51/123

    pernikahan yang terjadi di daerah perkotaan pada kelompok umur 10-14

    tahun yang kurang lebih setengahnya yaitu sebesar 3,4% dan kelompok

    umur 15-19 tahun sebesar 35,6%. Tingginya tingkat pernikahan dini di

    daerah pedesaan dapat dikaitkan dengan minimnya akses informasi dan

    rendahnya tingkat pendidikan di daerah pedesaan / pedalaman.

    Menurut hasil Riskesdas 2010, semakin tinggi pendidikan persentase

    usia perkawinan pertama pada usia dini semakin kecil. Hal ini

    mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda usia perkawinan

    pertama pada usia dini. Seperti terlihat di tabel 2.3, pernikahan yang

    terjadi di kelompok umur 15-19 tahun paling tinggi terjadi pada

    kelompok pendidikan tamatan SD sebesar 54,3% dan kelompok umur 10-

    14 tahun sebesar 9,5% terjadi pada kelompok pendidikan tidak sekolah.Kelompok pendidikan tamatan SLTP pun terhitung tinggi, dengan 47,5%

    terjadi di kelompok umur 15-19 tahun. Munculnya kekhawatiran juga

    dikarenakan hal ini berarti tidak tercapainya program belajar 9 tahun

    pemerintah. Salah satu akibatnya adalah pernikahan dini yang

    mengganggu akses pendidikan terutama di daerah pedesaan. Hal ini

    mengindikasikan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat tinggi

    dalam mengurangi angka dan menunda pernikahan dini.

    Tersebarnya kasus pernikahan dini menjadi salah satu hambatan yang

    dihadapi pemerintah dalam upayanya untuk mengurangi dan

    menghapuskan praktek pernikahan dini di Indonesia. Tabel 3.4

    memperlihatkan umur perkawinan pertama di Indonesiadenga usia rata-

    rata perkawinan pertama adalah pada usia 20 tahun. Namun apabila

    diperhatikan, persentase menurut kelompok umur perkawinan pertama

    menunjukkan bahwa terdapat perkawinan pada usia muda 10-19 tahun

    (46,7%). Tingginya persentase ini dapat dilihat melalui persebarannya,

    dengan provinsi dengan persentase perkawinan usia sangat muda (10-14tahun) yang paling tinggi adalah Kalimantan Selatan (9%), Jawa Barat

    (7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7

    persen. Di kelompok umur 15-19 tahun, persebaran pernikahan dini

    dapat terlihat dengan provinsi dengan persentase terbesar adalah

    Kalimantan Tengah sebesar 52,1%, Jawa Barat sebesar 50,2%,

    Kalimantan Selatan dengan 48,4%, Sulawesi Tengah sebesar 46,3%, dan

    Banten sebesar 45,7%.

    PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH  43

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 52/123

    Tabel 3.4

    KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT PERNIKAHAN DINI

    Keberadaan Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk

    terbanyak di dunia memberikan banyak keuntungan bagi proses

    pembangunan negara. Namun, selain adanya keuntungan, banyaknya

    penduduk juga membawa berbagai permasalahan yang meluas dan

    tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Permasalahan kependudukan

    antara lain adalah ledakan penduduk, pemerataan kesejahteraan, dan isu

    pernikahan dini.

    Direktorat Analisis Dampak Kependudukan

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 44

  • 8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…

    http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 53/123

    Pernikahan dini di Indonesia merupakan salah satu permasalahan

    kependudukan yang menjadi perhatian dunia internasional setelah

    Indonesia menempati posisi ke 37 dengan kasus pernikahan dini

    terbanyak di dunia atau kedua di ASEAN setelah Kamboja berdasarkan1data UNDESA tahun 2011. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

    (RISKESDAS) 2010 diketahui bahwa terdapat 0.2% atau 22.000

    perempuan muda yang telah menikah antara umur 10-14 tahun dan

    11.7% dari kelompok umur 15-19 tahun. Hal ini menjadi perhatian

    mengingat batasan umur minimal untuk menikah yang telah disetujui

    dunia internasional adalah 18 tahun dan 16 tahun menurut kebijakan

    pemerintah Indonesia. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan oleh

    pemerintah untuk menanggulangi isu pernikahan dini yang terjadi demi

    meningkatkan standar hidup perempuan muda di Indonesia.

    UU Republik Indonesia No.1/1974 Tentang Perkawinan

    Undang-Undang Republik Indonesia No.1/1974 Tentang Perkawinan (UU

    Perkawinan) disahkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai hasil dari

    negosiasi politik antara kelompok hak perempuan, kelompok agama dan

    kelompok adat di Indonesia. UU Perkawinan hadir sebagai undang-

    undang pertama di Indonesia yang memberikan jaminan hukum

    mengenai pernikahan bagi masyarakat Indonesia dan bertujuan untuk

    menyatukan berbagai hukum terkait pernikahan setelah sebelumnya isu