Melihat%20 kota%20bandung%20dari%20segi%20lingkungan%20hidup%20dan
2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan%20Peran%20Kelembagaan%20di%20daerah_opt.pdf...
-
Upload
dian-dewi-megadini -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan%20Peran%20Kelembagaan%20di%20daerah_opt.pdf...
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 1/123
BUKU III
PERNIKAHAN DINI
PADA BEBERAPA
PROVINSI DI
INDONESIA:
AKAR MASALAH &
PERAN KELEMBAGAAN
DI DAERAH
2012
Direktorat Analisis
Dampak Kependudukan
Badan Kependudukandan
Keluarga Berencana
Nasional
JAKARTA
2012
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 2/123
BUKU III
PERNIKAHAN DINI
PADA BEBERAPA PROVINSI
DI INDONESIA:
AKAR MASALAH DAN PERAN
KELEMBAGAAN DI DAERAH
2012
Direktorat Analisis
Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional
PENANGGUNG JAWAB:
Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc
PENGARAH :
Dr. Tb. Rachmat Sentika, dr., Sp.A., MARS
TIM PENULIS
Koordinator
Aminullah, S.Sos, MM
Anggota
Tubagus Adi Satria P, SE, ME
Ristya Ira Murti, SE, MAPS
Fajar Ajie Setiawan, SIP
Editor
Tito Agung Yuswono, SE
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 3/123
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya buku III Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia: Akar
Masalah dan Peran Kelembagaan Di Daerah dapat tersusun dan
tersajikan. Buku III ini merupakan buku isu spesifik yang kedua dari buku-
buku mengenai permasalahan dan isu-isu strategis mengenai dampak
kependudukan terhadap aspek sosial ekonomi yang akan disusun
selanjutnya.
Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam memahamipermasalahan dampak kependudukan terhadap aspek sosial dan
ekonomi di Indonesia, khususnya mengenai pernikahan dini. Fenomena
pernikahan dini sangat terkait erat dengan kondisi ekonomi keluarga dan
berdampak pada kemiskinan perempuan yang mengalaminya. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh gambaran komprehensif sejauh mana
dampak sosial ekonomi kependudukan yang terjadi di daerah terkait
dengan fenomena pernikahan usia dini dan sejauh mana peran pengambil
kebijakan dalam mencegahnya.
Kami menyadari masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan
dalam penulisan dan penyusunan buku ini, untuk itu dengan senang hati
kami menerima masukan yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan
dan penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya, semoga hasilnya dapat bermanfaat.
Jakarta, Desember 2012
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Direktur,
Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH i
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 4/123
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ii
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 5/123
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
Latar Belakang............................................................................................................ 1
Identifikasi Masalah ................................................................................................ 6Tujuan Hasil yang Diharapkan ............................................................................. 7
BAB II
METODE PENELITIAN........................................................................................... 9
Objek dan Lokasi Kajian Metode Penelitian .................................................... 9
Analisis Data................................................................................................................ 10
Reliabilitas dan Validitas. .............................................................................. 16
BAB III
PERNIKAHAN DINI SEBAGAI ISU STRATEGIS .......................................... 19
Pengertian Pernikahan Dini .................................................................................. 20
Isu Pernikahan Dini Di Tingkat Global............................................................... 24
Beberapa Penyebab Pernikahan Dini ................................................................ 35
BAB IV
FENOMENA PERNIKAHAN DINI DI INDONESIA ...................................... 39Kebijakan Nasional Terkait Pernikahan Dini.................................................. 44
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH iii
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 6/123
BAB V
STUDI KASUS PERNIKAHAN DINI PADA 4 PROVINSI............................. 53
Provinsi Kalimantan Selatan ................................................................................ 53
Provinsi Bangka Belitung ....................................................................................... 65
Provinsi Sulawesi Tengah ...................................................................................... 77
Provinsi Jawa Barat................................................................................................... 88
Analisis Perbandingan ............................................................................................ 95
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................... 107
Kesimpulan.................................................................................................................. 107
Rekomendasi.............................................................................................................. 110
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 113
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional iv
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 7/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 8/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20dan… 9/123
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR MASALAH1
Berdasarkan data UNDESA (2011) Indonesia termasuk negara dengan
persentase pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37). Posisi ini
merupakan yang tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Pada2
kenyataannya menurut data Riskesdas (2010) , perempuan muda di
Indonesia dengan interval usia 10-14 tahun yang telah menikah terdapatsebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14
tahun di Indonesia sudah menikah sebelum usia 15 tahun. Pada interval
usia yang lebih tinggi, perempuan muda berusia 15-19 yang telah
menikah memiliki angka 11,7% jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun sejumlah 1,6 %. Sementara
untuk interval usia diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun
ditemukan bahwa lebih dari 56,2 persen sudah menikah.
Provinsi dengan persentase perkawinan dini (
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 10/123
Mengapa pernikahan dini menjadi permasalahan? Perlu disadari bahwa
pernikahan dini merupakan gambaran rendahnya kualitas
kependudukan dan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Akibat
yang timbul dari pernikahan dini di tingkat keluarga beragam dan
berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga.
Akibat dari pernikahan dini sangat terkait erat dengan kesejahteraanperempuan muda yang mengalaminya. Mereka setelah menikah
cenderung mengalami drop out dari sekolah dan memperoleh tingkat
pendidikan yang rendah, status sosial yang menurun atau subordinasi
dalam keluarga, hilangnya hak kesehatan reproduksi, tingginya peluang
kematian ibu akibat melahirkan di usia muda hingga kekerasan dalam
rumah tangga. Hal ini pun diungkapkan oleh Erica Field (2004) dalam3
penelitiannya sebagai berikut:
“Early marriage is associated with a number of poor social and physicaloutcomes for young women and their offspring. They attain lower
schooling, lower social status in their husbands’ families, have less
reproductive control, and suffer higher rates of maternal mortality and
domestic violence. They are often forced out of school without an
education; their health is affected because their bodies are too
immature to give birth.”
Gbr. 1. Persentase Perempuan usia 10-59 tahun
menurut umur perkawinan pertama, Riskesdas 2010
3 Field, Erica, Consequences of Early Marriage for Women in Bangladesh, Harvard University, (2004).
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 11/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 12/123
yang semakin memperlebar perbedaan antara kawasan perkotaan dan
pedesaan di Indonesia.
Selain itu pernikahan usia dini dapat pula disebabkan kultur yang masih
sangat permisif mengatur perkawinan sejak dini terutama bagi7
perempuan. Menurut penelitian Jones & Gubhaju (2008) , pernikahan
dini di Indonesia secara frekuen merefleksikan pernikahan yang telah
diatur atau karena kehamilan di luar nikah. Pada pernikahan yang
diatur ini perempuan selalu menjadi pihak yang menikah dengan usia
muda. Hal ini menunjukkan relasi gender secara asimetris sangat terjadi
pada perempuan usia muda dalam isu pernikahan dini. Berdasarkan
beberapa variasi studi kasus yang ditelaah oleh Vidhyandika Moeljarto8
(1997) menggambarkan bahwa relasi gender yang asimetris amatdipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya.
Isu kebutuhan ekonomi dan pendidikan yang rendah juga selalu menjadi
salah satu penyebab diskriminasi gender pada perempuan termasuk9
dalam isu pernikahan usia dini. Penelitian Klasen dan Wink (2002)
menunjukkan dimana wilayah dengan pendidikan dan kesejahteraan
yang meningkat mengalami penurunan dalam bias gender dan wilayah
dengan pendidikan dan kesejahteraan yang buruk menyebabkan biasgender tidak berubah bahkan memburuk.
Secara nasional pengendalian terhadap tingkat pernikahan dini menjadi
krusial karena keseluruhan penyebab dan akibatnya sangat memiliki
keterkaitan dengan pencapaian MDGs antara lain Goal 1. Eradicating
poverty and hunger, Goal 2. Achieving universal primary education,
Goal 3. Promoting gender equality, Goal 4. Protecting children’s lives10\
serta Goal 5&6. Improving Health.
7 Ibid.
8 Moeljarto, Vidhyandika “ Gender dan Kemiskinan : menelaah posisi perempuan dalam pembangunan
pertanian”, dalam Analisa CSIS XXVI (4) 1997: 372-385. (1997)9 Klasen, S., Wink, C. “A Turning Point in Gender Bias in Mortality? An Update on the Number of Missing
Women” in Population and Development Review 28 (2) : 285-312 (June 2002).10
UNICEF, “Child Marriage” in Child Protection information Sheet,The Unicef, (2006)
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 4
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 13/123
Pada dasarnya landasan hukum untuk mengentaskan pernikahan dini
ditingkat global telah diatur dalam berbagai konvensi internasional
antara lain Universal Declaration of Human Rights, Supplementary
Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Institutions and
Practices Similar to Slavery, Convention on Consent to Marriage, Minimum Age for Marriage and Registration of Marriages, International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights, Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination against Women (CEDAW),hingga Convention on
the Rights of the Child (CRC).
Begitu pula di tingkat nasional landasan hukum sebenarnya sudah diatur
dalam UU Perkawinan no 1 / 1974, UU Perlindungan Anak no
23/2002, UU KDRT no 23/2004 serta UU HAM. Pada kenyataannya,Indonesia masih belum dapat melindungi hal tersebut. Hingga saat
Indonesia belum mengatur usia legal minimum menikah adalah 18 tahun
ke atas padahal hingga tahun 2010 sudah terdapat 158 negara dengan
usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke atas.
Atas dasar hal tersebut diatas maka pernikahan usia dini di Indonesia
masih memiliki peluang untuk tetap terjadi mengingat faktor legalitas
yang belum diformulasikan secara penuh dan faktor kultur kelembagaandan karakteristik yang berbeda di masing-masing wilayah sehingga
mendorong terciptanya pernikahan dini.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 5
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 14/123
Atas dasar latar belakang permasalahan diatas maka pada dasarnya telah
diperoleh gambaran penyebab dan dampak pernikahan usia dini, namun
hal tersebut belum menggambarkan akar masalah yang terjadi terutama
dari sisi sosial ekonomi kependudukan di masing-masing daerah. Akar
masalah tersebut perlu dilihat dari berbagai aspek khususnya
kelembagaan, sosial budaya serta aspek kesempatan. Atas dasar hal
tersebut dilakukan kajian dengan judul Pernikahan Dini pada Beberapa
Provinsi di Indonesia: Akar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah.
Melalui kajian ini diharapkan diperoleh gambaran komprehensif
mengenai latar belakang terjadinya pernikahan usia dini tersebut dan
respon kebijakan yang berjalan selama ini di daerah untuk diperoleh
rekomendasi kebijakan secara tepat untuk mengendalikan pernikahan
dini di Indonesia kedepan.
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Pernikahan Dini merupakan gambaran rendahnya kualitas
kependudukan dan menjadi fenomena tersendiri di berbagai daerah.
Akibat kependudukan yang timbul di tingkat keluarga beragam dan
berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga. Disisi kebijakan
Gbr. 3. Kerangka Pemikiran
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 6
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 15/123
nasional, respon atas masalah ini sudah menjadi isu yang cukup strategis
namun belum memiliki gambaran akurat terhadap respon kebijakan yang
diperlukan. Permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan
pertanyaan penelitian yang perlu dijawab antara lain:
• Sejauh mana akar masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi
yang terjadi di beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia
dini?
• Peran kelembagaan dan kebijakan apakah yang ada selama ini
dan apa yang perlu dilakukan agar kebijakan pengendalian usia
pernikahan dapat dilakukan secara tepat dan akurat?
TUJUAN
• Memperoleh gambaran komprehensif sejauh mana akar
masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi yang terjadi di
beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia dini dan
sejauh mana peran kelembagaan didalamnya.
• Memperoleh gambaran kebijakan yang ada saat ini dan masukan
rekomendasi kebijakan yang akurat terkait dengan upaya
pengendalian usia pernikahan di Indonesia.
HASIL YANG DIHARAPKAN
• Diperolehnya gambaran komprehensif sejauh mana akar
masalah khususnya dari sisi sosial ekonomi yang terjadi di
beberapa provinsi terkait dengan pernikahan usia dini dan
sejauh mana peran kelembagaan didalamnya.
•
Diperolehnya masukan rekomendasi kebijakan secara akuratterkait dengan upaya pengaturan usia pernikahan untuk
pengendalian dampak kependudukan.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 7
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 16/123
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 8
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 17/123
BAB II
METODE PENELITIAN
OBYEK DAN LOKASI KAJIAN
Obyek penelitian merupakan Provinsi yang mengalami tingkat
pernikahan tinggi berdasarkan data Riskesdas 2010 dimana dilakukan
Studi kasus ditingkat Keluarga dan Pengambil Kebijakan setempat. Dari
seluruh Provinsi tersebut dipilih 4 Provinsi antara lain Kalimantan
Selatan, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah dan Jawa Barat sebagai
Provinsi yang akan diteliti.
Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan data Riskesdas 2010 dengan
memilih Provinsi dengan tingkat pernikahan dini tertinggi. Provinsi
dengan persentase perkawinan dini (
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 18/123
pernikahan dini tinggi. Untuk Provinsi Sulteng dilakukan di Kab Donggala,
salah satu kawasan dengan tingkat pernikahan dini tinggi dan padat
penduduk karena penopang terdekat kawasan urban Kota Palu. Di Jawa
Barat dilakukan di Kab. Cianjur yang merupakan salah satu kawasan
padat penduduk sekaligus merupakan daerah dengan tingkat pernikahandini tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan eksploratif
dengan melakukan pengumpulan data primer berupa In-depth interview
dan Focus Group Discussion serta menggunakan beberapa pendekatan
dalam metodologi case study interpretif (memahami fenomena melaluipemaknaan dari orang-orang yang terlibat didalamnya) dan metodologi
grounded theory (membangun kesimpulan secara induktif berdasarkan
data yang diperoleh untuk menjelaskan suatu fenomena sosial). Selain itu
dilakukan desk study untuk memperoleh data sekunder yang disusun
berupa deskripsi statistik dan analisis data literatur untuk kemudian
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan data lapangan yang
diperoleh secara cross sectional di 4 Provinsi terpilih.
Metode pendekatan kualitatif dipilih karena dapat mengungkapkan
fenomena khusus kebijakan penjaminan kesehatan masyarakat secara
mendalam dari sisi pengambilan kebijakan. peneliti akan melakukan
investigasi, yaitu secara bertahap peneliti berusaha memahami gejala-
geja la kebi jakan dengan membedakan, membandingkan,
mengkatalogkan, dan mengelompokkan obyek studi. Peneliti memasuki
dunia informan dan melakukan interaksi dengan informan, dan mencari
sudut pandang informan melalui wawancara mendalam, diskusi-diskusi
secara berkelompok dan terfokus dengan stakeholders terkait sertamelakukan observasi langsung di lapangan.
Case study dipilih karena metode ini dapat mempelajari satu unit
kelompok tertentu untuk tujuan memahami kelompok yang lebih besar,
sebagaimana dinyatakan oleh Gerring (2007) dimana case study adalah
“an intensive study of a single unit for the purpose of understanding a larger
class of (similar) units”.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 10
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 19/123
Desain Penelitian yang dilakukan merupakan desain multikasus terjalin.
Menurut Yin (2008) desain multikasus terjalin merupakan study case
yang terdiri dari beberapa kasus dan beberapa unit analisis. Desain
Penelitian bersifat eksploratif, yaitu menemukan fakta dengan
mendalami secara nyata setiap objek secara akurat sifat dari beberapafenomena kelompok atau individu yang berasal dari hasil temuan dalam
pengumpulan data.
Disamping itu untuk memperoleh gambaran kebenaran pelaksanaan
program secara kualitatif dilakukan desk study dengan mendalami
berbagai literatur kepustakaan, statistik, maupun kertas kebijakan
khususnya menyangkut fenomena pernikahan dini di Indonesia. Dengan
pendekatan kualitatif tersebut diharapkan akan diperoleh data informasisecara spesifik yang mana hasilnya tidak memungkinkan untuk
digeneralisasi.
Data yang digunakan mencakup data primer (pengamatan partisipatif,
wawancara, diskusi mendalam) dan data sekunder (studi literatur,
content analysis, historical analysis, dll). Kedua jenis data ini digunakan
untuk bahan analisis dan interpretasi. Data primer dan sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi fakta terkait pernikahan dini dilapangan dan proses pelaksanaan kebijakan terkait.
Data primer yang diperoleh berasal dari informan, informan dipilih
terkait dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian
dengan pendekatan kualitatif. Data yang didapat dari informan melalui
diskusi terbatas, wawancara dan pengamatan. Informasi dengan
wawancara dan diskusi terbatas dilakukan pada pelaku utama kebijakan
baik dari SKPD Daerah, akademisi dan masyarakat yang berhubungan
langsung dengan isu pernikahan dini di lapangan.
Rincian beberapa aktivitas utama dalam pendekatan kualitatif ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Kegiatan Pra Survey
Sebelum peneliti melakukan penelitian di lapangan, sebelumnya
peneliti telah melakukan beberapa hal persiapan yang diperlukan
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 11
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 20/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 21/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 22/123
Diskusi kelompok terfokus dilakukan setidaknya dipilih dari
kelompok antara lain sbb:
1) Keluarga/Kepala Keluarga yang melakukan pernikahan dini
2) Sekelompok Tokoh Masyarakat yang memiliki peran dan diakuikeberadaannya
3) Kelompok Pengambil Keputusan (Perangkat Desa, Tingkat
Kabupaten dan Tingkat Provinsi)
4) Akademisi
Diskusi dilakukan dengan melibatkan beberapa orang dalam
kaitannya dengan kriteria:
1) Pengetahuan mengenai budaya pernikahan dini yang terjadi
2) Pengetahuan mengenai situasi kesejahteraan masyarakat
setempat, dimulai dari situasi pendidikan, perekonomian
kemudian kesehatan hingga budaya khususnya terkait
pernikahan dini.
3) Sejauh mana peran narasumber sesuai dengan posisinya
dimasyarakat.
4) Pengetahuan mengenai pola pernikahan dini di kawasan
tersebut
5) Pengetahuan tentang kebijakan daerah tersebut
6) Pengetahuan tentang fenomena pernikahan dini yang terjadi
dan kemampuan mengungkap pandangan pribadi mereka
mengenai fenomena yang terjadi serta harapan mereka kedepan.
Informan
Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah mereka yang
mempunyai kaitan erat dengan pengambilan keputusan di daerah
tersebut, masyarakat asli setempat yang tidak terkait pengambilan
keputusan, para pemuka agama, para pendatang yang telah lama
menetap, masyarakat perantau dan beberapa pihak lainnya yang
terkait dengan kesejahteraan masyarakat setempat.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 14
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 23/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 24/123
Reliabilitas dan Validitas
Reliabilitas dan validitas merupakan hal yang diperlukan dalam menilai
suatu metode penelitian kualitatif. Dalam menilai reliabilitas
(kehandalan) suatu metode yang digunakan perlu diperhatikan hal-hal
berikut antar lain: dalam analisis tergambarkan pendekatan dan
prosedur analisis data yang digunakan, peneliti memberikan alasan
mengapa pendekatan tersebut digunakan dalam penelitian, peneliti juga
harus menunjukkan suatu proses penyusunan tema, konsep, dan teori
dari pengolahan data. Peneliti juga diharapkan mampu menunjukan
fakta-fakta termasuk dari penelitian kualitatif dan kuantitatif
sebelumnya.
Validitas menggambarkan keabsahan atau kesahihan dalam mengukur
hal yang diteliti. Validitas suatu penelitian dinilai dari keadaan yang
terlihat secara baik dan penggambaran secara tepat atas data yang
dikumpulkan. Dalam term validitas, hal yang diperlukan adalah:
pengaruh yang kuat dari desain penelitian dan pendekatan analisis pada
hasil yang dipresentasikan, kekonsistenan temuan, hasil yang
dipresentasikan luasannya mewakili secara keseluruhan dan berkaitan
dan penelitian menggunakan data asli yang memadai dan sistematik
dengan demikian pembaca yakin bahwa interpretasi data terkait dengandata yang dikumpulkan.
Untuk menggambarkan reliabilitas dan validitas yang telah penulis
lakukan, telah dilakukan hal-hal berikut, antara lain:
1) triangulasi data dan metode. Data dan metode dikumpulkan melalui
sumber majemuk dengan memasukan berbagai data yang telah
diperoleh seperti sumber pustaka referensi, hasil wawancara, diskusi
kelompok terfokus, dokumen-dokumen berupa gambar dan pustaka,peta wilayah, peta transek dan lainnya;
2) pemeriksaan silang antar informan mengenai permasalahan yang
sama;
3) pengamatan berulang di lokasi penelitian yang dilakukan kurang
lebih tiga kali yang dilakukan bersamaan dengan proses
pendokumentasian baik berupa gambar foto maupun peta transek;
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 16
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 25/123
4) klarifikasi prasangka peneliti,
5) mempertimbangkan berbagai masalah dari masukan informan;
\6) menyediakan alasan untuk keputusan mereka menyediakan
masukan atau tidak;7) menjelaskan bagaimana mereka mengetahui tentang masukan, jenis
masukan, dan mengapa;
8) menjelaskan bagaimana masukan dari informan telah digunakan
dalam analisis dan interpretasi data.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 17
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 26/123
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 18
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 27/123
BAB III
PERNIKAHAN DINI SEBAGAI ISU STRATEGIS
Periode remaja adalah sebuah masa transisi baik dari segi fisik maupun
psikis yang menjadi periode di dalam kehidupan setiap manusia. Secara
fisik, periode ini ditandai dengan munculnya pubertas, yaitu mulai
aktifnya seorang remaja secara seksual, munculnya pertumbuhan dan
perubahan fisik yang cepat dan munculnya ketertarikan terhadap lawan
jenis baik secara fisik maupun seksual (Lahey, 2004). Dari segi psikis,
periode remaja adalah sebuah periode transisi dari kanak-kanak menujudewasa. Hal ini bukanlah sebuah proses yang terpisah dengan proses
sebelumnya, melainkan sebuah tahapan lebih lanjut dari masa kanak-
kanak untuk mempersiapkan kematangan menuju masa dewasa. Dalam
periode remaja ini, terjadi pembentukan pola perilaku dan proses
pencarian jati diri, sehingga periode ini seringkali ditandai dengan
munculnya instabilitas emosi. Periode remaja adalah sebuah periode
persiapan menuju dewasa, salah satunya adalah persiapan psikis terkait
dengan pernikahan dan pembentukan keluarga (Hurlock, 1999).
Periode remaja ini kemudian menjadi periode penting di dalam
pertumbuhan manusia mengingat banyaknya proses, baik fisik maupun
psikis, yang terjadi di dalamnya. Proses pertumbuhan ini dapat
terganggun oleh beberapa hal, salah satunya adalah pernikahan dini
(early marriage). Pernikahan adalah kemitraan yang mengikat yang1
disahkan oleh hukum antara dua orang dewasa tanpa adanya paksaan.
Terjadinya pernikahan di dalam periode remaja ini dapat mengganggubeberapa proses pertumbuhan seperti dapat terganggunya proses
pendewasaan diri dan belum matangnya fisik pihak yang melakukan
pernikahan, terutama bagi perempuan muda. Pernikahan dini kemudian
dinilai sebagai isu penting yang harus memiliki batasan yang jelas, tidak
1 Plan-Uk, Early and Forced Marriage – facts, figures, and what you can do, diakses melalui
http://www.plan-uk.org/early-and-forced-marriage/ pada 28 Mei 2012.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 19
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 28/123
2saja di dalam skala nasional tetapi juga di dunia internasional. Hal ini
dikarenakan pernikahan dini seringkali berujung pada kerugian baik dari
segi kesehatan maupun perkembangan bagi pihak wanita, dan juga isu ini3
menjadi sebuah isu pelanggaran HAM yang paling terabaikan secara luas.
PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI
Pernikahan dini mengacu kepada sebuah pernikahan yang berada di
bawah batas umur dewasa atau pernikahan yang melibatkan satu atau
dua pihak yang masih anak-anak. Artikel 1 The United Nations Convention
on the Rights of the Child (CRC) tahun 1989 mendefinisikan anak-anak
sebagai,
“A child means every human being below the age of eighteen years
unless, under the law applicable to the child, majority is attained
earlier.”
Secara umum, sebuah pernikahan dikategorikan sebagai pernikahan dini
(early marriage) atau juga disebut sebagai pernikahan anak-anak (child
marriage) apabila ada salah satu pihak yang masih berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun. Ada beberapa definisi dari pernikahan dini saat ini,
namun sebagian besar berpusat kepada penggolongan di bawah umur 18
tahun. Definisi pertama adalah menurut The Inter-African Committee
(IAC) yang mengatakan bahwa,
“Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is
physically, physiologically, and psychologically, ready to shoulder the4
responsibilities of marriage and child-bearing”
Definisi ini penting bagi usaha pencegahan pernikahan dini di Afrikamengingat beberapa negara di Afrika seperti Chad dan Afrika Tengah
merupakan negara dengan tingkat pernikahan dini tertinggi di dunia.
2 Berbagai konvensi internasional telah dilangsungkan terkait dengan isu pernikahan dini dan hak asasi
anak dan wanita seperti Convention on the Elimination on All Forms of Discrimination AgainstWomen (CEDAW) tahun 1979.
3 IPPF, Ending Child Marriage: A Guide for Global Policy Action, International Planned Parenthood
Federation and the Forum on Marriage and the Rights of Women and Girls, 2006.4 The Inter-African Committee,Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children (1993),
Newsletter, Desember 1993.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 21
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 29/123
Definisi IAC menjadi dasar dari kebijakan pemerintah negara-negara di
Afrika untuk mengurangi tingkat pernikahan dini, seperti yang dilakukan
oleh Ghana melalui Ghana’s Children Act of 1998. Kebijakan ini merupakah
salah satu pioneer kebijakan pemerintah negara Afrika, dengan
memasukkan hak untuk menolak pernikahan paksa seperti yang terteradi Artikel 14.1 dan 14.2 yaitu,
“14.1 No person shall force a child: (a) to be betrothed; (b) to be the
subject of a dowry transaction; or (c) to be married.”
“14.2 The minimum age of marriage of whatever kind shall be eighteen5
years”
Permasalahan pernikahan dini juga terjadi di beberapa negara di Eropa.
Oleh sebab itu, Dewan Parlemen Uni Eropa di dalam pertemuannya tahun
2005 membahas mengenai pernikahan paksa dan pernikahan dini
sebagai bentuk pencegahan dan usaha melawan praktek pernikahan dini.
Di dalam Resolusi Dewan Parlemen Uni Eropa No. 1468 (2005), Artikel 7
tertulis,
“The Assembly defines child marriage as the union of two persons at6
least one of whom is under 18 years of age.”
Pada tahun 1945, The Universal Declaration of Human Rights
dideklarasikan sebagai deklarasi internasional paling komprehensif yang
membahas mengenai hak asasi manusia. Walaupun masih secara umum,
deklarasi ini memasukkan hak wanita dan anak-anak ke dalamnya untuk
kemudian ditindaklanjuti oleh negara peserta deklarasi. Salah satu hasil
negosiasi di dalam deklarasi ini adalah dibutuhkan adanya perjanjian
khusus yang mengatur mengenai pernikahan. Kehendak tersebut
direalisasikan dengan adanya Convention on Consent to Marriage,Minimum Age for Marriage and Registration of Marriage yang
dilaksanakan pada tahun 1964. Artikel 2 dari perjanjian internasional ini
menyebutkan bahwa,
5 Act of The Parliament of The Republic of Ghana Entitled The Children’s Act, 1998, diakses melalui
http://www.law.yale.edu/rcw/rcw/jurisdictions/afw/ghana/Ghana_Childrens_Act.pdf pada30 Mei 2012
6 European Union, Parliamentary Assembly Resolution 1468 (2005) Forced Marriages and Child
M a r r i a g e s, d i a k s e s m e l a l u i h t t p : / / a s s e m b l y . c o e . i n t / M a i n . a s p ? l i n k = /Documents/AdoptedText/ta05/ERES1468.htm pada 31 Mei 2012
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 21
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 30/123
“States Parties to the present Convention shall specify a minimum age
for marriage (“not less than 15 years” according to the non-binding
recommendation accompanying this convention). No marriage shall be
legally entered into by any person under this age, except where a
competent authority has granted a dispensation as to age, for seriousreasons, in the interests of the intending spouses.”
Artikel 2 perjanjian ini tidak menyebutkan dengan jelas batasan umur
minimal yang dimaksud. Namun perjanjian ini ditindak-lanjuti dengan
sebuah rekomendasi tak mengikat di dalam konvensi untuk mengatur
batas umur minimal untuk menikah adalah 15 tahun.
Sebagai tindak lanjut dari Convention on Consent to Marriage, Minimum
Age for Marriage and Registration of Marriage, pada tahun 1994 diadakan
sebuah konvensi internasional dengan agenda mengenai hak-hak wanita
dan anak perempuan yaitu The Convention on the Elimination of All Form
of Discrimination Against Women (CEDAW). Perjanjian internasional ini
adalah yang paling komprehensif mengenai hak-hak wanita dab
menyebutkan bahwa semua pertunangan atau pernikahan seorang anak
seharusnya tidak diperbolehkan di seluruh dunia. Komite yang bertugas
memonitor konvensi ini menyebutkan lebih lanjut di dalam General
Recommendation 21 (Artikel 16-2) bahwa,
“the minimum age for marriage for both male and female should be 18
years, the age when they have attained full maturity and capability to
act.”
Argumen CEDAW mengenai batasan umur dan kondisi mengenai
pernikahan ini dikarenakan hampir seluruh pernikahan dini diatur
berdasarkan persetujuan orang tua dan gagal menjamin kepentingan dari7anak perempuan yang menikah.
Beragamnya definisi pernikahan dini yang ada masih menimbulkan
perdebatan hingga saat ini. Negara-negara masih berdebat mengenai
7 United Nations, General Recommendations Made by the Committee on the Elimination of
Discrimination Against Women,General Recommendation No. 21, sesi ke-tiga belas, 1994.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 22
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 31/123
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 32/123
ISU PERNIKAHAN DINI DI TINGKAT GLOBAL
Pernikahan dini merupakan salah satu isu internasional yang telah lama
menjadi prioritas dunia internasional untuk dihapuskan. Praktik ini
berasal dari interpretasi yang keliru dari ajaran agama, praktik adat-istiadat, budaya, dan kebiasaan kuno yang seringkali bersifat patrialis dan
memandang rendah derajat wanita. Pernikahan dini sebelum umur 18
tahun adalah bentuk pelanggaran berbagai bentuk perjanjian dan
kerjasama internasional. Meski demikian, banyak perempuan muda di
berbagai negara berkembang melihat pernikahan sebagai salah satu jalan
untuk mendapatkan perlindungan dan mengamankan masa depan
mereka. Pandangan ini tidak saja dimiliki oleh perempuan muda tersebut,
tetapi juga oleh keluarga sehingga terkadang terjadi pemaksaan
pernikahan di usia dini dengan harapan pernikahan dini tersebut dapat
menguntungkan mereka baik secara sosial maupun ekonomi.
Kenyataannya, pernikahan dini cenderung lebih memberikan dampak
negatif bagi perempuan muda seperti hilangnya kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan formal, terisolasi secara sosial, berkurangnya
kesempatan untuk mengembangkan diri dan pelayanan kesehatan. Hal ini
mendorong berkembangnya konsensus internasional untuk mengurangi
dan mencegah pernikahan dini melalui berbagai perjanjian dan
kerjasama internasional terutama setelah diadopsinya Millenium
Development Goals pada tahun 2000.
2.2.1 Isu Pernikahan Dini dan Kemiskinan
Dalam mengkaji penyebab-penyebab kemiskinan, Paul Spicker (2002)
memberikan gambaran mengenai penyebab kemiskinan. Ia membagi
penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat mazhab, antara lain:
1. Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskinitu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat
bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.
2. Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi
terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat
pendidikan.
3. Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu
lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 24
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 33/123
4. Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk
dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan
pembedaan status atau hak.
Pendapat ini memberikan gambaran berbeda bagi peneliti dalammenjelaskan penyebab kemiskinan dan alasan mengapa suatu komunitas
dianggap miskin meskipun secara fisik dan materi mereka tidak memiliki
masalah dengan itu. Hal ini terutama terkait dengan penyebab
ketidakseimbangan. Terjadinya pernikahan dini merupakan gambaran
mendasar bahwa terjadi ketidakseimbangan terutama dalam hal
pembedaan status dan hak terutama pada anak yang dinikahkan.
Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001) mengatakan
bahwa seseorang dikatakan miskin bila mengalami “capability
deprivation” dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan
kebebasan yang substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan
substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan
membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan kesehatan.
Kedua hal inilah yang fungsi pemenuhannya disediakan oleh lembaga
keluarga.
Bila mengkaitkan penjelasan diatas dengan penjelasan mengenai konsepkemiskinan pada subbab sebelumnya dimana Paul Spicker (2002), telah
mengidentifikasi bahwa salah satu yang dapat menjelaskan penyebab
terjadinya kemiskinan adalah penjelasan budaya dan struktur dalam
masyarakat, hal-hal tersebut ternyata amat berkaitan sebagaimana
pernyataan Oscar Lewis (dikutip dari Hari Susanto, 2006), dua hal yang
menyebabkan kemiskinan, pertama mereka yang mengecilkan kapasitas
pribadi akibatnya mereka menjadi miskin dan kedua adalah budaya
kemiskinan yaitu suatu cara hidup yang diwariskan dari generasi kegenerasi melalui garis keturunan keluarga. Oscar Lewis sendiri
menyebutkan budaya kemiskinan berkaitan erat dengan struktur
kebudayaan, hubungan–hubungan interpersonal, kebiasaan-kebiasaan,
sistem nilai dan orientasi terhadap masa depan. Dengan demikian dapat
dikatakan budaya pernikahan dini memang menjadi salah satu penyebab
utama terjadinya kemiskinan dan begitu pula sebaliknya.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 25
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 34/123
Permasalahan utama dalam pernikahan dini adalah masalah kesetaraan.
Kesetaraan dalam gender adalah suatu kondisi dimana porsi sosial
perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Hal ini
terwujud bila terdapat perlakuan adil antara laki-laki dan perempuan.
Permasalahan lainnya tentu saja mengenai ketidaksetaraan dalam gender
atau biasa disebut dengan diskriminasi gender. Diskriminasi gender
adalah keadaan suatu sistem atau struktur dimana baik perempuan
maupun laki-laki menjadi korban dari sistem atau struktur tersebut.
Berbagai pembedaan peran dan kedudukan terjadi secara langsung
berupa perbedaan perlakuan dan sikap dan secara tidak lansung berupa
dampak peraturan, perundang-undangan maupun kebijakan yang
menimbulkan bermacam-macam ketidakadilan. Diskriminasi inilah yangmenciptakan kesenjangan dalam peran, fungsi dan tanggung jawab
perempuan dan laki-laki atau lazim disebut dengan bias gender.
Diskriminasi gender dapat terjadi baik pada laki-laki ataupun
perempuan, namun secara agregat diskriminasi gender cenderung jauh
lebih banyak dialami perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender
meliputi:
Marjinalisasi (pemiskinan), dimana perempuan atau laki-lakidipinggirkan dari suatu kegiatan produksi yang secara umum
memerlukan keterampilan atau keahlian, dan keterampilan itu hanya
dipercayakan sepihak pada laki-laki atau perempuan. Dalam hal ini
banyak lapangan pekerjaan cenderung tertutup bagi salah satu jenis
kelamin dan menyingkirkan jenis kelamin yang lain sehingga jenis
kelamin tersebut cenderung menjadi miskin.
Subordinasi, dimana terdapat keyakinan bahwa jenis kelamin yang
satu dianggap lebih utama dari yang lain. Sudah sejak dulu banyakpandangan yang memposisikan perempuan dalam peran dan
kedudukan yang lebih rendah dari laki-laki.
Pandangan stereotype, dimana suatu jenis kelamin dilabelkan atau
dianggap sama secara umum. Perempuan biasanya dilabelkan sebagi
ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai pencari nafkah. Hal ini
dianggap merugikan karena apabila perempuan atau laki-laki
melakukan hal yang dianggap biasa dilakukan jenis kelamin
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 26
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 35/123
lawannya cenderung tidak dihargai dan tidak dianggap. Seperti
perempuan terlibat politik dan mencari nafkah atau laki-laki
mengurus anak sendiri.
Kekerasan, hal ini muncul akibat pembedaan peran yang muncul
dalam berbagai bentuk. Kekerasan ini tidak hanya muncul secara fisik
seperti pemukulan, penyiksaan, kekerasan seksual, tetapi juga secar
non fisik seperti pelecehan martabat, ancaman paksaan, terror yang
mengganggu secara emosional.
Beban kerja ganda (multiple burden), dimana salah satu jenis
kelamin tertentu harus menanggung semua aktivitas tertentu yang
dianggap harus mereka kerjakan. Biasanya terjadi pada perempuan
yang bekerja dimana mereka sudah mencari nafkah dan harusmengerjakan tugas rumah tangganya tanpa dibantu oleh suaminya
yang merasa tidak perlu terlibat dalam hal rumah tangga.
Hal-hal tersebut diatas sangat terkait dengan isu pernikahan dini
sebagaimana penelitian Erica Field (2004) yang salah satunya
menyebutkan bahwa: “Early marriage is associated with a number of poor
social and physical outcomes for young women and their offspring. They
attain lower schooling, lower social status in their husbands’ families, have
less reproductive control, and suffer higher rates of maternal mortality and
domestic violence. They are often forced out of school without an education,
their health is affected because their bodies are too immature to give birth.”
Penyebab-penyebab tersebut mendorong perempuan menjadi miskin
dan ditambah pula dengan rendahnya investasi pembangunan sumber
daya perempuan, proses pemiskinan berlanjut sehingga menyebabkan
perempuan semakin kesulitan memperoleh akses menuju sumber-
sumber produksi. Hal tersebut ditambah lagi dengan buruknyainfrastruktur dan kurangnya informasi.
2.2.2 Isu Pernikahan Dini dan Peran Keluarga
8Jones & Gubhaju (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
pernikahan dini di Indonesia secara frekuen merefleksikan pernikahan
8 Jones & Gubhaju (2008), Trends in Age at Marriage in Provinces of Indonesia,Asia Research Institute
Working Paper no 105
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 27
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 36/123
yang telah diatur. Hal ini menunjukkan peran keluarga sangat erat terkait9
dengan pernikahan dini. Menurut Amartya Sen (1990) , hubungan
keluarga, serupa dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, meliputi
kombinasi kecocokan dan konflik. Manfaat yang nyata bertambah bagi
semua pihak sebagai hasil dari ketetapan keluarga, tetapi wujud daripembagian kerja dan kesanggupan menentukan distribusi yang spesifik
mengenai keuntungan-keuntungan yang diperoleh serta menentukan10
pola-pola tertentu dari ketidakadilan. Peter McDonald mengungkapkan
bahwa berdasarkan berbagai sumber selama abad 20, perempuan yang
lembaga hidupnya berada dalam orientasi keluarga (family-oriented
institutions) cenderung mengalami fertilitas yang tinggi serta kesetaraan
gender yang buruk.
11Lupin Rahman dan Rao (2004) mengungkap bahwa keuntungan dari
bias pertumbuhan ekonomi terhadap pria memberikan dampak yang
negatif bagi peran perempuan dalam pengambilan keputusan keluarga.
Mereka juga mengungkap bahwa terdapat bukti bahwa kekayaan
rumahtangga sebenarnya mengurangi peran perempuan dalam
pengambilan keputusan rumahtangga.
Lalu bagaimanakah dampaknya terhadap kualitas keluarga pada12
pernikahan dini? Vidhyandika Moeljarto (1997) mengungkap bahwa
pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya
akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan,
pendidikan dan skill yang dapat mendukung mereka agar dapat produktif.
Kurangnya akses tersebut secara langsung berakibat pada kemiskinan.
Dengan dasar acuan Todaro, ia menjelaskan bahwa bila wanita miskin,
maka anak menjadi satu-satunya sumber yang dapat dikontrol untuk
mengurangi beban pekerjaan mereka. Hal itu berakibat lepasnya
pendidikan dan kemiskinan semakin menjadi.
9 Sen, Amartya (1990), “Cooperation, Inequality, and the Family” in McNicoll, G. and Mead Cain (1990),
Rural Development and Population: Institutions and Policy , New York: Oxford University Press.10
McDonald, Peter (2000), “Gender Equity in Theories of Fertility Transition” in Population andDevelopment Review 26 (3) : 427-439 (September 2000).
11 Rahman, Lupin, Rao, V. (2004), “The Determinants of Gender Equity in India: Examining Dyson and
Moore’s Thesis with New Data” in Population and Development Review 30 (2) : 239-268 (June2004).
12 Moeljarto, Vidhyandika (1997), “ Gender dan Kemiskinan : menelaah posisi perempuan dalam
pembangunan pertanian”, dalam Analisa CSISXXVI (4) : 372-385.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 28
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 37/123
13Sementara menurut Harmona Daulay (2001) , berbicara mengenai
pengambilan keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari masalah
patriarki yang menggambarkan dominasi pria atas perempuan dan anak-
anak dan ini berlanjut kepada dominasi pria dalam semua lingkup
kemasyarakatan lainnya. Di negara dunia ketiga pada umumnya, menurut14
Ester Boserup (1990) keluarga di pedesaan disusun dalam suatu
autocratic age-sex hierarchies. Keluarga yang lebih muda harus
menunjukkan kepatuhan terhadap pihak yang lebih tua, dan pihak yang
tertua merupakan pengambil keputusan dalam keluarga. Dalam
kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan dapat mengatur tenaga
kerja dari anggota keluarga yang lebih muda dari jenis kelamin yang sama
sesuai dengan kebiasaan pembagian kerja pada umumnya apalagi pada
pasangan perempuan yang berusia dini. Tetapi ketika dibutuhkanperubahan dalam pendistribusian tenaga kerja dalam keluarga (akibat
perubahan metode produksi atau ketersediaan sumberdaya misalnya)
maka pemimpin keluargalah yang menentukan. Dengan semakin banyak
menugaskan pekerjaan pada perempuan dan keluarga yang lebih muda
maka pemimpin keluarga semakin mudah meningkatkan pendapatan
keluarga sementara ia dapat mengurangi beban kerjanya sendiri.
Baik budaya ataupun perjanjian pernikahan menetapkan bahwaperempuan harus melakukan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melayani
anggota keluarga laki-laki dan anak-anak. Kewajiban ini ternyata tidak
hanya merawat anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga saja, tetapi
juga membawa air, mengumpulkan bahan bakar, mengurus ternak atau
hewan piaraan dan mengolah hasil panen. Di kebanyakan masyarakat
pedesaan perempuan diharuskan untuk membantu bekerja di ladang dan
di masyarakat tertentu perempuan dan anak-anak bahkan melakukan
hampir seluruh pekerjaan tani.
Kehamilan yang sering serta diperpanjang dengan masa menyusui
membebani kesehatan perempuan. Jika seorang perempuan menikah
13Daulay, Harmona (2001), Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran: Studi Kasus TKIW di
Kecamatan Rawamarta Kab. Karawang Jawa Barat, Yogyakarta: Galang Press dan FordFoundation.
14 Boserup, Ester (1990), “ Population, the Status of Women, and Rural Development” in McNicoll, G. and
Mead Cain (1990), Rural Development and Population: Institutions and Policy , New York: OxfordUniversity Press.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 29
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 38/123
dini dan menghabiskan seluruh waktunya antara pubertas dan
menopause dengan kehamilan dan menyusui, dan jika pula ia harus
bekerja keras pada tugas-tugas berganda dalam rumah tangga dan di
ladang, tekanan terhadap kesehatannya sangatlah berat. Ketidaksehatan
dan kematian ibu dan anak serta frekuensi aborsi tak terencanadisebabkan atau diakibatkan oleh contoh perawatan anak disertai
bekerja seperti diatas. Dengan demikian sebuah konflik muncul antara
kepentingan keluarga dalam banyaknya jumlah anak yang harus bertahan
hidup dan kepentingan pemimpin keluarga untuk memperoleh tenaga
bekerja sebanyak mungkin dari perempuan dewasa.
Hal tersebut diatas menggambarkan bahwa ekonomi berpengaruh besar
dalam pengambilan keputusan di keluarga. Kebutuhan konsumsikeluarga yang makin tinggi mendorong keinginan untuk meningkatkan
daya beli sekaligus mengurangi beban tekanan ekonomi pada keluarga.
Hal ini menjadi tuntutan seiring dengan faktor arus modernisasi dan
informasi yang masuk dengan cepat hingga ke pedesaan. Perubahan yang
terjadi di lingkungan pedesaan maupun keluarga yang pada awalnya
berjalan lambat, tiba-tiba harus beradaptasi secara cepat akibat arus
informasi yang deras masuk ke lingkungannya, hal ini pun mendorong15
arus konsumsi terjadi lebih cepat di pedesaan. Alvin Toffler menyebutkeadaan ini sebagai “decision stress”. Ini adalah keadaan dimana individu
yang terjebak dalam lingkungan yang yang berubah secara lambat dan
tiba-tiba harus beradaptasi dalam lingkungan baru yang menuntut
perubahan secara cepat dan kompleks sehingga mereka mengalami
future shock (Stres atau disorientasi pada individu dikarenakan
perubahan yang terlalu banyak dalam waktu yang sangat singkat). Inilah
yang dihadapi kepala keluarga di pedesaan saat ini, begitu banyak
dorongan konsumsi dan kebutuhan baru yang direspon segera, belum lagi
tuntutan anggota keluarga yang tinggi akibat perubahan zaman yang
cepat dan tumbuhnya berbagai kebutuhan baru secara pesat. kebutuhan
daya beli yang dihadapi dari hari ke hari kian kompleks.
Yang harus diwaspadai dalam isu pernikahan dini adalah ketika adalah16
keluarga terjebak menjadi korban future shock. Menurut Toffler respon
15 Toffler, Alvin, (1971), Future Shock , Bantam Books, New York . Hal. 355.
16 Ibid Hal. 359.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 30
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 39/123
yang paling umum dilakukan masyarakat terhadap perubahan sosial
seperti ini adalah strategi reversionis, dimana para korban terobsesi
untuk mengulang rutinitas atau kebiasaan yang sudah pernah sukses
beradaptasi atau sukses dilakukan sebelumnya tetapi sebenarnya tidak
relevan dan tidak cocok dilakukan pada keadaan saat ini. Kebutuhanuntuk meningkatkan kesejahteraan keluarga secara cepat termasuk
dalam memenuhi keinginan memiliki daya beli yang tinggi atau
mengurangi beban ekonominya, mendorong pengambilan keputusan,
kepala keluarga untuk segera menikahkan anaknya, padahal itu belum
tentu solusi yang tepat.
2.2.2. Pernikahan Dini dalam Isu Global
Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen dari para
pemimpin negara-negara di dunia melalui Millenium Declaration yang
dideklarasikan pada September 2000. MDGs menyadari bahwa tidak ada
satupun target dari MDGs yang dapat tercapai tanpa dimasukkannya
perlindungan anak-anak ke dalam strategi dan rencana realisasi MDGs,
yang terdiri dari delapan komitmen global yaitu:
1. Menghapus kemiskinan dan kelaparan (Eradicate extreme poverty
and hunger)
2. Mencapai pendidikan dasar universal (Achieve universal primary
education)
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
(Promote gender equity and empower women)
4. Mengurangi kematian bayi dan anak-anak (Reduce child mortality)
5. Meningkatkan kesehatan ibu (Improve maternal health)
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (Combat
HIV/AIDS, malaria, and other disease)7. Menjamin pemeliharaan lingkungan (Ensure environmental
sustainability)
8. Membangun kerjasama global terkait pembangunan (Develop global
partnership for development)
Usaha mengurangi dan menghapuskan pernikahan dini menjadi krusial
karena hal ini berhubungan langsung dengan target-target MDGs. Anak-
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 31
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 40/123
anak yang hidup di dalam kemiskinan dan kelaparan seringkali
merupakan anak-anak yang mengalami penganiayaan, eksploitasi, dan
diskriminasi yang berkaitan erat dengan pernikahan dini. Praktik
pernikahan dini yang seringkali tanpa adanya dokumen resmi membuat
anak-anak terutama anak perempuan tidak dapat mengakses layanankesehatan, pendidikan, dan layanan sosial lainnya. Data angka kelahiran
yang tidak akurat juga membuat pemerintah tidak dapat membuat
rencana dan kebijakan terkait usaha melawan pernikahan dini dan
kemiskinan sehingga usaha mencapai target 1 MDGs dapat terganggu.
Terkait dengan target 2, pernikahan dini seringkali membuat anak
perempuan menjadi putus sekolah atau tidak mendapatkan kesempatan
meraih pendidikan formal dikarenakan pernikahan dini seringkalimembawa dampak isolasi terhadap anak perempuan. Hal ini berkaitan
dengan target 3 MDGs yaitu untuk mendorong adanya kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan. Hilangnya kesempatan meraih
pendidikan formal menghambat perkembangan kualitas perempuan
yang juga mendorong munculnya ketidaksetaraan dan terhambatnya
proses pemberdayaan perempuan. Pernikahan dini terkait erat dengan
tingginya tingkat kematian anak-anak, mengingat ketidaksiapan fisik
anak perempuan untuk mengandung dan melahirkan mendorongtingginya kematian ibu dan anak sehingga bertentangan dengan target 4
MDGs yaitu untuk mengurangi angka kematian anak.
Perlindungan perempuan muda dari praktik pernikahan dini merupakan
salah satu faktor penting di dalam target 5 MDGs yaitu untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan bayi karena kehamilan di usia dini dapat
membahayakan kesehatan mengingat ketidaksiapan fisik anak
perempuan untuk melakukan aktifitas seksual dan mengandung.
Ketidaksetaraan posisi anak perempuan yang seringkali terjadi di dalampernikahan dini membuat pihak perempuan dirugikan dengan
terhambatnya akses informasi dan pendidikan mengenai bahaya dan
penyebaran HIV/AIDS yang menjadi permasalahan utama terutama di
negara-negara di Afrika, terkait dengan target 6. Target 7 MDGs mengenai
kesinambungan lingkungan dapat terganggu salah satunya dengan
adanya ledakan penduduk yang memberikan tekanan bagi akses dan
pasokan pangan dunia. Pernikahan dini menjadi salah satu faktor
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 32
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 41/123
terjadinya ledakan penduduk dikarenakan kurangnya akses pendataan
terhadap pernikahan dan kurangnya informasi untuk merencakan jumlah
keluarga sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol jumlah
penduduk terkait dengan pelestarian lingkungan. Kerjasama
internasional yang merupakan target 8 dari MDGs merupakan salah satucara dalam menanggulangi pernikahan dini, mengingat isu ini merupakan
isu global yang harus ditanggulangi bersama. Hal ini dikarenakan luasnya
persebaran kasus pernikahan dini di dunia sehingga usaha untuk
mengurangi dan menghapuskan pernikahan dini membutuhkan
koordinasi yang global dan meluas pula.
Hingga saat ini, pernikahan dini masih umum terjadi di negara-negara
berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan. Pernikahan dini yangterjadi masuk ke dalam kategori umur sudah menikah di bawah umur 15
tahun dan di bawah umur 18 tahun, dengan kasus praktik pernikahan dini
tertinggi di dunia terjadi di Mali. Berdasarkan data United Nations
Department of Economic and Social Affairs tahun 2011, Mali menempati
posisi tertinggi dengan 20% dari wanita kelompok umur 20-24 menikah
sebelum umur 15 tahun dan 70% diantara kelompok umur tersebut
mengaku telah menikah sebelum umur 18 tahun, yang merupakan batas17
minimal umur untuk menikah yang disetujui 158 negara di dunia.Bangladesh menempati urutan kedua dengan 65% kelompok umur 20-24
mengaku telah menikah sebelum umur 18 tahun, disusul oleh Republik
Afrika Tengah dengan 60%, Mozambik dengan 55%, dan Burkina Faso
dengan 52%.
UNDESA mengambil 62 negara dengan kasus pernikahan dini tertinggi di
dunia sebagai gambaran persebaran kasus pernikahan dini ini, dengan
sampel kelompok umur 20-24 tahun. Berdasarkan statistik di atas, dapat
terlihat bahwa seluruh negara yang berada di 50 besar dengan kasuspernikahan dini terbanyak adalah negara-negara berkembang, dengan
sebagaian besar berada di kawasan Afrika dan Asia Selatan.
17 United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division, Population Facts -
2011/1
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 33
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 42/123
Tabel. 2.1
Persentase perempuan umur 20-24 dalam kurun 2000-2010 yang
telah menikah pada 18 tahun di negara-negara dengan umur18
minimum menikah 18 tahun.
18 Ibid.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 34
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 43/123
BEBERAPA PENYEBAB PERNIKAHAN DINI
Isu pernikahan dini sebagai salah satu isu sentral pembangunan
internasional merupakan isu penting di dalam usaha untuk mencapai
target-target MDGs yang telah disepakati dunia pada tahun 2000 dan
akan dievaluasi ulang pada tahun 2015. Keterikatan isu pernikahan dini
dengan delapan poin pembangunan MDGs mendorong perhatian
terhadap isu ini, mengingat isu gender dan anak-anak merupakan salah
satu prioritas. Percepatan penanggulangan yang dibutuhkan untuk
mendukung usaha global untuk menanggulangi pernikahan menuntut
adanya kajian-kajian yang komprehensif sebagai alternatif masukan bagi
pembuat kebijakan di berbagai negara.
Sebagai organisasi pemerintah internasional yang paling besar, PBB terusberupaya meningkatkan kesadaran dunia dengan memberikan berbagai
informasi. Salah satunya adalah United Nations Population Facts
No.2011/1 yang dipublikasikan PBB pada Desember 2011 yang
memberikan gambaran umum mengenai persebaran isu pernikahan dini
di dunia. Laporan ini memberikan sebuah grafik kasus pernikahan dini
yang terjadi hingga umur 18 tahun di negara-negara yang memiliki syarat
minimal pernikahan tanpa persetujuan orangtua berumur 18 tahun
(Tabel 2.1). Dapat terlihat bahwa pernikahan dini sebelum umur 18 tahunterjadi di negara-negara Afrika terutama Mali, Republik Afrika Tengah,
Mozambik, Eritrea, Uganda dan Burkina Faso. Selain itu, beberapa negara
di kawasan Asia Selatan seperti Bangladesh, Nepal dan India ikut memiliki
persentase yang tinggi dalam kasus pernikahan dini yang terjadi
Secara umum, negara-negara di dunia telah menyetujui bahwa umur
minimal untuk menikah baik perempuan maupun laki-laki adalah 18
tahun. Terkait dengan perempuan, terdapat 158 negara yang mengatur
bahwa umur minimal perempuan adalah 18 tahun. Meski demikian, 29
negara memperbolehkan perempuan untuk menikah di bawah umur 18
tahun dengan adanya izin dari orangtua, termasuk Indonesia. Hal ini
menjadi perhatian bagi beberapa kalangan, terutama organisasi-
organisasi pemerhati isu gender dan anak, mengingat Indonesia
seringkali dilihat sebagai salah satu contoh pembangunan yang berhasil,
dan kebijakan terkait minimal umur ini dapat menjadi salah satu faktor
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 35
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 44/123
yang kurang baik di mata dunia internasional. Mereka berargumen bahwa
terjadi ketimpangan gender antara minimal umur di Indonesia, dengan
melihat bahwa minimal umur bagi pria di Indonesia adalah 18 tahun,
termasuk ke dalam kelompok umum sejumlah 180 negara yang mengatur
bahwa umur minimal pria untuk menikah adalah 18 tahun. Hanya 8negara yang memperbolehkan pria untuk menikah di bawah 18 tahun.
Pernikahan dini seringkali terjadi di negara-negara berkembang dengan
perempuan yang memiliki persentase lebih besar dibandingkan pria. Hal
ini umum terjadi pada perempuan di 63 negara berkembang bila
dibandingkan dengan kasus pada pria yang umumnya hanya di delapan
negara berkembang, dimana 20% dari perempuan berumur 20-24 tahun
di 39 negara tersebut telah menikah sebelum umur 18 tahun. Yangmencengangkan, lebih dari 50% wanita berumur 20-24 tahun di
Bangladesh, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, Mali, Mozambik, dan
Nepal telah menikah sebelum umur 18 tahun. Data-data tersebut
memperlihatkan bahwa pernikahan dini yang direstui oleh orangtua
mempelai masih umum terjadi, memperlihatkan masih rendahnya
penegakan hukum terkait batas minimal umur pernikahan.
Sebuah lembaga penelitian, East-West Center , juga menuliskan tentang
pernikahan dini, yang memfokuskan penelitiannya di Indonesia dan
Nepal. Menurut penelitian mereka, pernikahan dini masih umum
dijumpai di daerah pedesaan di Indonesia dan umum terjadi baik di
daerah urban maupun daerah pedesaan di Nepal. Kenyataan yang juga
memperlihatkan bahwa praktik pernikahan dini merupakan praktik yang
umum terjadi di daerah pedesaan dengan akses pendidikan rendah.
Pernikahan dini yang terjadi di negara-negara berkembang terutama
Indonesia dan Nepal seringkali dikarenakan adanya norma-norma yangberlaku di masyarakat tradisional dengan eratnya hubungan sosial-
ekonomi antar generasi. Hal ini mendorong terjadinya ‘pemaksaan’
pernikahan atau perjodohan remaja oleh orangtua yang berasal dari
kalangan ekonomi lemah dengan alasan bahwa pernikahan dapat
mengurangi beban tanggungan ekonomi keluarga dan menyejahterakan
remaja yang dinikahkan, walaupun hal tersebut belum tentu terbukti.
Fenomena ini terlihat dengan jawaban yang diberikan oleh remaja yang
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 36
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 45/123
terlibat pernikahan dini bahwa alasan mereka untuk menikah “karena19
orangtua saya menginginkan hal tersebut”.
Selain itu, Shirley Johnson-Lans dan Patricia Jones di dalam tulisannya
yang berjudul “Child Brides in Rural India”menyatakan, alasan dari adanyaperjodohan ini juga dikarenakan adanya kesadaran orangtua untuk
mengikuti norma-norma yang dilakukan oleh keluarga lain agar orangtua
tersebut dapat diterima di masyarakat dan mendapatkan pengakuan
sosial dari masyarakat di sekitarnya. Praktek ini seringkali terjadi pada
remaja perempuan di India yang diatur pernikahan/perjodohannya saat
ia masih anak-anak atau berusia di bawah 10 tahun.
Meski demikian, tingkat pertumbuhan kasus pernikahan dini di kedua
negara cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini cukup
menjanjikan, walaupun harus disadari bahwa penurunan angka ini juga
terkait dengan tingkat pertumbuhan penduduk di kedua negara tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asia Research Institute Working
Paper Series No.105 yang berjudul Trends in Age of Marriage in the
Provinces in Indonesia, penurunan angka pertumbuhan kasus pernikahan
dini tersebut terutama disebabkan oleh adanya urbaninasi dan
pembangunan terutama bidang pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu kunci utama di dalam usaha untuk
mengurangi kasus pernikahan dini. Ketersediaan pendidikan
berpengaruh erat tehadap terjadinya pernikahan dini, seperti yang20
dikemukakan di dalam penelitian East-West Center: “The more
education respondents have, the slower the pace of marriage.” Analisa ini
dapat membantu para pembuat keputusan bahwa di dalam upaya untuk
memerangi pernikahan dini, faktor pendidikan harus menjadi faktor yang
dikedepankan sebagai salah satu strategi.
19 Kim, Minja., Thapa, Shyam., and Achmad, Sulistinah, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and
Nepal, East-West Center Working Paper No.108-15, East-West Center, hal. 820
Ibid. hal. 10-11
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 37
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 46/123
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 38
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 47/123
BAB IV
FENOMENA PERNIKAHAN DINI
DI INDONESIA
Sebagian besar penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, Madura, dan
Bali sebesar 60% dari total penduduk Indonesia, dengan sisanya 40%
tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau-pulau
lainnya. Tingginya pertumbuhan di Pulau Jawa tidak serta merta
menghapuskan praktek pernikahan dini mengingat praktek ini terkait
dengan budaya, tekanan sosial, dan dorongan kondisi ekonomi khususnya
modernisasi yang berdampak pada konsumerisme.
Selain itu, rendahnya tingkat perkembangan di pulau-pulau di luar Jawa
ikut mendorong tingginya angka pernikahan dini terkait dengan besarnya
praktek pernikahan dini di pedesaan. Di Indonesia, tingginya usia
perkawinan pertama terjadi dibawah 20 tahun (4,8% pada usia 10-14
tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur pertama menikah pada usia
sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di perdesaan (6,2%),kelompok perempuan yang tidak sekolah (9,5%), kelompok
petani/nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah/kuintil 1
(6,0%).
Tabel 2.2 dibawah memperlihatkan bahwa sebagian besar penduduk
Indonesia tinggal di daerah pedesaan, dengan kelompok umur 10-19
tahun menempati persentase terbesar. Berdasarkan tabel ini, rawannya
pernikahan dini di daerah pedesaan didukung oleh tingginya angkapenduduk kelompok umur rawan pernikahan dini, yaitu 18 tahun ke
bawah.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 39
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 48/123
Tabel 2.2 Sampel Populasi Rumah Tangga di Indonesia,(sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2007)
Pentingnya mengatur umur pernikahan dikarenakan terkaitnya hal ini
dengan kesehatan, fertilitas, pendidikan, dan perencanaan keluargnya
yang menjadi faktor kesejahteraan rumah tangga. Pernikahan dini yang
terjadi dapat mengganggu proses-proses ini, sehingga mengatur umur
perkawinan pertama menjadi penting.
Umur perkawinan pertama adalah indikator dimulainya seorang
perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Di dalam
perkawinan pada usia muda, seseorang akan mempunyai rentang waktu
untuk hamil dan melahirkan dalam waktu yang lebih panjang
dibandingkan pada perempuan yang menikah pada usia yang lebih tua.
Namun perkawinan dengan usia terlalu muda (pernikahan dini) justru
dapat memberikan dampak negatif terhadap kehamilan dan melahirkan
karena belum siapnya fisiologi dan fisik seorang wanita muda.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 40
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 49/123
Gambar 2.1
(sumber: RISKESDAS, 2010)
Gambar 2.1 menyajikan distribusi persentase perempuan menurut
kelompok umur perkawinan pertama. Terlihat bahwa sebagian besar(41,9%) menikah pertama kali pada usia 15-19 tahun dan 4,8% pada usia
10-14 tahun. Angka ini memberikan suatu gambaran mengenai
pernikahan dini yang mengkhawatirkan, mengingat batas umur
pernikahan dini yang disetujui dunia internasional adalah 18 tahun ke
bawah.
Walaupun secara hukum batasan menikah pria di Indonesia adalah 19
tahun dan perempuan 16 tahun, namun hukum ini belummengakomodasi berbagai perjanjian internasional yang mengatur dan
menyarankan dengan tegas persamaan batasan untuk pria dan wanita
adalah sama, yaitu 18 tahun.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pernikahan dini di Indonesia
sebagian besar terjadi di daerah pedesaan / pedalaman dibandingkan
dengan daerah perkotaan. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 2.3 di bawah
ini.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 41
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 50/123
Tabel 2.3.
Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 menurut Umur
Perkawinan Pertama dan Karakteristik, (Riskesdas, 2010)
Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 jika dilihat dari sisi kultur, maka umur
perkawinan usia muda sejak dini 10-14 tahun sebenarnya sudah terjadi
sejak dulu. Terlihat dari persentase pada kelompok umur 55-59 tahun,
diantara mereka 8,3 persen menikah pada usia 10-14 tahun, dan 42,1
persen menikah pada usia 15-19 tahun. Pada perempuan kelompok 15-19
tahun, masih ada 5,4 persen menikah pada usia 10-14 tahun. Hal ini
berarti dalam 4 tahun terakhir masih terjadi pernikahan usia dibawahlima belas tahun dalam jumlah lebih dari persen. Jika dilihat dari
karakteristik pekerjaan dan lokasi, perkawinan usia sangat muda (10-14
tahun) banyak terjadi pada perempuan di daerah perdesaan, pendidikan
rendah, status ekonomi termiskin, dan kelompok petani/nelayan/buruh.
Pernikahan yang terjadi pada kelompok umur 10-14 sebesar 6,2% dan
kelompok umur 15-19 sebesar 48,3%. Terlihat berbanding jauh dengan
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 42
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 51/123
pernikahan yang terjadi di daerah perkotaan pada kelompok umur 10-14
tahun yang kurang lebih setengahnya yaitu sebesar 3,4% dan kelompok
umur 15-19 tahun sebesar 35,6%. Tingginya tingkat pernikahan dini di
daerah pedesaan dapat dikaitkan dengan minimnya akses informasi dan
rendahnya tingkat pendidikan di daerah pedesaan / pedalaman.
Menurut hasil Riskesdas 2010, semakin tinggi pendidikan persentase
usia perkawinan pertama pada usia dini semakin kecil. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendidikan dapat menunda usia perkawinan
pertama pada usia dini. Seperti terlihat di tabel 2.3, pernikahan yang
terjadi di kelompok umur 15-19 tahun paling tinggi terjadi pada
kelompok pendidikan tamatan SD sebesar 54,3% dan kelompok umur 10-
14 tahun sebesar 9,5% terjadi pada kelompok pendidikan tidak sekolah.Kelompok pendidikan tamatan SLTP pun terhitung tinggi, dengan 47,5%
terjadi di kelompok umur 15-19 tahun. Munculnya kekhawatiran juga
dikarenakan hal ini berarti tidak tercapainya program belajar 9 tahun
pemerintah. Salah satu akibatnya adalah pernikahan dini yang
mengganggu akses pendidikan terutama di daerah pedesaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat tinggi
dalam mengurangi angka dan menunda pernikahan dini.
Tersebarnya kasus pernikahan dini menjadi salah satu hambatan yang
dihadapi pemerintah dalam upayanya untuk mengurangi dan
menghapuskan praktek pernikahan dini di Indonesia. Tabel 3.4
memperlihatkan umur perkawinan pertama di Indonesiadenga usia rata-
rata perkawinan pertama adalah pada usia 20 tahun. Namun apabila
diperhatikan, persentase menurut kelompok umur perkawinan pertama
menunjukkan bahwa terdapat perkawinan pada usia muda 10-19 tahun
(46,7%). Tingginya persentase ini dapat dilihat melalui persebarannya,
dengan provinsi dengan persentase perkawinan usia sangat muda (10-14tahun) yang paling tinggi adalah Kalimantan Selatan (9%), Jawa Barat
(7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7
persen. Di kelompok umur 15-19 tahun, persebaran pernikahan dini
dapat terlihat dengan provinsi dengan persentase terbesar adalah
Kalimantan Tengah sebesar 52,1%, Jawa Barat sebesar 50,2%,
Kalimantan Selatan dengan 48,4%, Sulawesi Tengah sebesar 46,3%, dan
Banten sebesar 45,7%.
PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA: AKAR MASALAH & PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH 43
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 52/123
Tabel 3.4
KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT PERNIKAHAN DINI
Keberadaan Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk
terbanyak di dunia memberikan banyak keuntungan bagi proses
pembangunan negara. Namun, selain adanya keuntungan, banyaknya
penduduk juga membawa berbagai permasalahan yang meluas dan
tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Permasalahan kependudukan
antara lain adalah ledakan penduduk, pemerataan kesejahteraan, dan isu
pernikahan dini.
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 44
-
8/16/2019 2012_Nasional_Pernikahan%20Dini%20pd%20beberapa%20Prov%20di%20Indonesia%20Akar%20Masalah%20dan…
http:///reader/full/2012nasionalpernikahan20dini20pd20beberapa20prov20di20indonesia20akar20masalah20da… 53/123
Pernikahan dini di Indonesia merupakan salah satu permasalahan
kependudukan yang menjadi perhatian dunia internasional setelah
Indonesia menempati posisi ke 37 dengan kasus pernikahan dini
terbanyak di dunia atau kedua di ASEAN setelah Kamboja berdasarkan1data UNDESA tahun 2011. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2010 diketahui bahwa terdapat 0.2% atau 22.000
perempuan muda yang telah menikah antara umur 10-14 tahun dan
11.7% dari kelompok umur 15-19 tahun. Hal ini menjadi perhatian
mengingat batasan umur minimal untuk menikah yang telah disetujui
dunia internasional adalah 18 tahun dan 16 tahun menurut kebijakan
pemerintah Indonesia. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan oleh
pemerintah untuk menanggulangi isu pernikahan dini yang terjadi demi
meningkatkan standar hidup perempuan muda di Indonesia.
UU Republik Indonesia No.1/1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Republik Indonesia No.1/1974 Tentang Perkawinan (UU
Perkawinan) disahkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai hasil dari
negosiasi politik antara kelompok hak perempuan, kelompok agama dan
kelompok adat di Indonesia. UU Perkawinan hadir sebagai undang-
undang pertama di Indonesia yang memberikan jaminan hukum
mengenai pernikahan bagi masyarakat Indonesia dan bertujuan untuk
menyatukan berbagai hukum terkait pernikahan setelah sebelumnya isu