2003MNOT3715

download 2003MNOT3715

of 122

Transcript of 2003MNOT3715

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    1/122

    PELAKSANAAN PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT PADAMASYARAKAT JAWA SEBELUM PEWARIS MENINGGAL DUNIA

    DI KABUPATEN KARANGANYAR

    Tesis

    Disusun Dalarn Rangka Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Magister Kenotariatan

    Oleh:NUR HA YUNINGSIHNIM. B4B001172

    PembimbingProf. I.G.N Sugangga, S.H.

    PROGRAlVI PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATANUNIVERSITAS DIPONEGORO

    SEMARANG2003

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    2/122

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasilpekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang telahdiajukan untuk memperoleh kesarjanaaan di suatu Perguruan Tinggi dandi Lembaga Pendidikan lainnya.

    Pengetahuan yang diperoIeh dari hasil p enelitian maupun yangbeluml tidak diterbitkan sumbernya dijelaskan didalarn tulisanDaftar Pustaka.

    Semarang, November 2003

    ( NUR HA YUNINGSIH )

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    3/122

    HALAMANPENGESAHAN

    PELAKSANAAN PE\YARISAN MENU RUT HUKUlVI ADAT PADAMASYARAKAT JA\YA SEBELUM PEWARIS IHENlNGGALDUNIA

    DI KABUPATEN KARANGANYAR

    TESIS

    Oleh:NUR HA YUNINGSIHNIM. B4BOOl172

    Telah Dipertahankan di Depan Tim PengujiPada Tanggal Januari 2004Dan Dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Diterima

    MenyetujuiKomisi Pembimbing

    Pembimbing Utama Ketua ProgramMagister Kenotariatanc ---,~~~c : : = ~ ~ _ - - - ~ ~

    7" ~'. -rof. I.G.N. SUGANGGA, SHNIP. 130359 063

    Prof. l.e.N. SUeANGeA, SHNIP. 130 359 063

    11

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    4/122

    l'viOTTO :

    P erm uaa n.{an . oren. li...,a fianuru sa n o ra ng rain d an ja nga n m em persulit; 6 eriC aft o ren .fi.._afianli...,a6argem 6 ir a dati ja ng an m em 6u at m ere fi.._ ata fi.._ ut( r J

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    5/122

    PERSElVIBAHA N

    Tesis ini persembatian fijiusus teruntuk : Suami terf(asifi Jl{marfiumj aimarliumafi CBapaf(cfan ie CBefafian[iura "(j)affa" cinta & :, fiarapan/(u

    IV

    c I ~ .~ .~~~

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    6/122

    ABSTRACT

    IMPLEMENTATION OF ENDO\VMENT BASED ONCUSTOMARY LAW AT JAVA SOCIETY BEFORE HEIR DIE

    IN SUB PROVINCE OF KARANGANYAR

    By:

    NUR HAYUNINGSIHNIM. B4BOO 1172

    The elements of heredity custom law still doing in Javanesse publicwas inheriting process before the heir died, the heredity materialcomponents consist of the origine material and collective material, thewidow as relative heir, the son and daughter have the same right to thematerial inheritnace and the role of head village stay dominant in as judgeof keeping the peace village, the adopted child state not as relative heirand heredity material was money from sale, consist of the origrnematerial, unit thing, ingated rice field, home, unit thing of value .

    . Heredity custom law was still recognize have very important role inthe life pattern the Javanesse traditional custom, in Sub Province ofKaranganyar the distribution of material inheritance both before and afterthe heir died because the heredity custom law was still recognizefollowing the development of life in the Javanesse public custom.

    . To know why the Javanesse public custom in Sub Province ofKaranganyar large a part them doing the inheriting before they died, theyusing the Sosiology research methode. It will be know the applied ofheredity law custom in the Javanesse public in Sub Province ofKaranganyar. The research about Javanesse heredity custom law veryimportant it to know whether the condition have influenced by theheredity Islamic law or heredity civil law.

    v

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    7/122

    ABSTRAKSI

    PELAKSANAAN PEWARISAN MENU RUT HUKUM ADAT PADAMASYARAKAT JAWA SEBELUM PEW ARIS MEN1NGGAL DUNIA

    DI KABUPATEN KARANGANYAR

    Oleh:

    NUR HA YUNINGSIHNIM. B4BOO 1172

    Unsur-unsur hukum warts adat yang masih dilaksanakan olehmasyarakat Jawa adalah pewarisan yang terjadi sebelum pewansmeninggal dunia, komponen hart a warisan yang terdiri dari harta asaI danhart a bersarna, janda sebagai ahli waris, anak laki-Iaki dan anakperernpuan rnempunyai hak sarna terhadap hart a warisan orang tua danperanan kepada desa tetap dorninan sebagai hukum perdamaian desa,sedangkan kedudukan anak angkat bukan sebagai ahli wads dan hartawarisan berwujud uang, uang hasil penjualan harta warisan, kesatuanbenda, sawah, rumah, kesatuan benda yang dinilai dengan uang.

    . Hukum waris adat dianggap masih sangat berperan dalam polakehidupan masyarakat adat Jawa di Kabupaten Karanganyar dalarnpembagian warisan sebelum pewaris meninggal dunia maupun setelahpewaris meninggal dunia, karena hukum waris adat dianggap selalu bisamengikuti perkembangan kehidupan pada masyarakat ad at Jawa.

    Untuk mengetahui mengapa masyarakat adat Jawa di KabupatenKaranganyar sebagian besar melakukan pewarisan sebelum pewarismeninggal dunia maka dengan menggunakan metode penelitian ernpirisakan dapat diketahui penerapan hukum waris pada masyarakat Jawa diKabupaten Karanganyar, penelitian tentang hukum waris adat Jawadipandang perlu karena untuk mengetahui apakah sudah terpangaruh olehhukum waris Islam maupun hukum waris perdata.

    VI

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    8/122

    PRAKATA

    Assalamu'alaikum Wr.Wb.Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis penjatkan ke hadirat

    Allah swt. karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapatmenyelesaikan penyusunan tesis yang berjuduI :PELAKSANAAN PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT PADAMASYARAKAT JAWA SEBELUM PEWARIS lVIENJNGGAL DUNIA. DIKABUPATEN KARANGANYAR

    Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan pihak lain,tesis ini tidak mungkin terwujud. oleh karena itu pada kesempatan rru,perkenankanlah penulis menghatirkan terima kasih kepada :1. Bapak Prof, I.G.N. Sugangga, SH selaku ketua Program MagisterKenotariatan Program Pasea Sarjana Universitas Diponegoro sekaliguspembimbing yang telah memberikan ijin dan bimbingan kepada penulisdalam penyusunan .tesis ini,

    2. Bapak Tjipto.S. Soeroso, SH selaku dosen wali yang telah banyakmemberi bantuan kepada penulis dari awal hingga selesainya rnasastudio

    3. Ibu dan Bapak Dosen pada Program Magister Kenotariatan UniversitasDiponegoro at as segala bimbingan dan telah memberikan tambahanilmu selama penulis mengikuti perkuliahan.

    Vll'T

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    9/122

    4. Bapak Camat Kecamatan Jaten Bapak Drs. Larmanto, Bapak CamatKecamatan Kebakkramat Bapak LG.N Triyanto,SH, Bapak CamatKecamatan Colomadu Bapak Drs. Wahyudi,SH,MM yang telahmemberikan ijin kepada penulis dalam penyusunan tesis.

    5. S~amiku terkasih Mas Dody, yang telah memberikan dorongan, doadan segalanya "tanpamu aku bukanlah apa-apa" I Love you so ....

    6. Almarhum Bapak yang telah pergi tuk selamanya tanggal 7 November2003 "maafk:anlah, dan terima kasih atas semua yang kau berikan,selamat jalan semoga Allah memberi Bapak taman surgawi yang indah.

    7. Belahanjiwa, cinta dan harapanku "Daffa" Mom I love you heart life, my baby ...8. Budhe Nuk; yang selalu saja tak repotin "sernoga Allah memberimu

    kebahagiaan"

    9. Sahabatku Rika, Rini, Endah, Dian, Titin, mbak Fahim, Adik-adik kostNia, Sendi Dina, Lilis "kalian begitu baik dech"

    1O.Sernua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu yang telahmemberikan bantuan baik moril maupun material kepada penulisselama mengikuti pendidikan dan penyelesaian penyusunan tesis ini.

    "Hanya Allah pemilik segala kesempurnaan"Sebagai manusia yang penuh keterbatasan, penulis menyadari

    sepenuhnya bahwa tesis ini, masih jauh dari sempurna baik dalam bentukmapun isinya. untuk itu sernua kririk membangun penulis akan menerimadengan lapang hati.

    Vlll. ':""-'rr"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    10/122

    Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagipengembangan ilmu hukum khususnya hukum waris adat di Indonesia.

    Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

    Surakarta, 2003Penulis

    NUl" Hayuningsih

    ix-~ -. '~. :"I"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    11/122

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    12/122

    A.1.2. Ahli Waris menurut Hukum Adat .. 22Al.3. Prinsip-prinsip pembagian Harta

    Warisan....................................... 25AlA. Lembaga penggantian Tempat 49

    A2. Proses Pewarisan 51A2.1. Penetapan Harta Kekayaan Semasa

    Pewaris Masih Hidup 60A2.2. Sifat Hukum War is Adat.. 61

    BAB II I METODOLOGI PENELITIAN 63A. l. Sifat Penelitian 64A.2. Cara Pendekatan.......... 64A.3. Lokasi Penelitian 65AA. Jenis Penelitian.............................................. 65AS. Metode Pengumpulan Data............................. 69A.6. Teknik Pengumpulan Data. 69A.7. 1alannya Peneli tian......................................... 71A.8. Langkah Penelitian............. 72A.9. Teknik Analisa Data.... 73

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 75A. Pendahuluan 75A. I. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......... 76

    Tinjauan Umum Responden............... 77A.1.1. Kedaan Responden 78

    Xl

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    13/122

    B.I. Pewarisan Pada Masyarakat Adat Jawa di KabupatenDaerah Tingkat II Karanganyar....................... 82B.I.I. Pelaksanaan Pewarisan......................... 82B.l.2. Penyelesaian Sengketa Pewarisan pada

    Masyarakat Adat Jawa di KabupatenKaranganyar 103

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105

    A. Kesimpulan............................ 105B. Saran............................................................... 106

    DAFT AR PUST AKA

    Xll

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    14/122

    DAFTAR TABEL

    1. Jenis Responden.............................................................. 782. Umur Responden............................................................. 793. Pekerj aan Responden....................................................... 814. Proses Pewarisan............................................................. 855. Peralihan Harta Warisan 876. Pembagian Harta Warisan Sebelum Pewaris Meninggal

    Dunia 897. Pembagian Harta Warisan Setelah Pewaris Meninggal

    Dunia 928. Asal Harta Warisan 949. Bentuk Harta Warisan........................................ 9510. Macam Ahli Waris 97

    xiii

    . . ' ~ .. -: ~ . . _ ." " il " . .

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    15/122

    BABIPENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAHWarga masyarakat 'dalam kehidupan sehari-hari memang melaksanakan

    aturan-aturan tingkah laku baik yang berupa aturan hukum maupun yang bukanaturan hukum. Namun dalam kenyataan ini, belum nampak mana yang adat dan

    Hukum Adat hanya merupakan sebagian dari adat istiadat suatu

    mana yang Hukum Adat. Sehingga adat dan Hukum Adat berjalan seiring dantidak dapat dipisahkan, tetapi hanya mungkin dibedakan sebagai adat yangmempunyai akibat hukum dan adat yangtidak mempunyai akibat hukum..

    masyarakat, sehingga untuk menelaah Hukum Adat harus mampu membedakanantara adat dan Hukum Adat. Untuk itu diperlukan suatu batasan atau atributuntuk membedakan antara adat dan Hukum Adat. Pada dasamya usaha untuk. membedakan antara adat dan Hukum Adat membutuhkan suatu kriteria yangdapat dijadikan pedoman. Kriteria yang digunakan adalah berupa batasan danatribut yang diberikan kepada gejala hukum (adat) itu. Batasan atau atributdapatberupa sanksi atau akibat hukum, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Van, .Vollenhoen, Soepomo dan Soekantomengenai difinisi Hukum Adat.

    Van Vollenhoven memberikan suatu batasan untuk membedakan antaraadat dan Hukum Adat adalah :

    Hukum Adat adalah hirnpunan peraturan tentang perilaku yang berlakubagi orang Pribumi dan Timur Asing pada satu pihak mempunyai sanksi1

    l' ..... ~."---". -'Tr"'

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    16/122

    2

    (karenanya bersifat "hukum") dan pada pihak lain berada dalam keadaanyang tidak dikodifikasikan I)

    Soepomo mengemukakan bahwa:Peraturan legislatif (unstatury law), meliputi peraturan-peraturan yanghidup, meskipun tidak dikitabkan oleh yang berwajib, dihormati dandidukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum_2)Demikian pula Soekanto mengemukakan bahwa : Hukum Adat adalah

    kompleks adat-adat yang tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, jadi

    mempunyai akibat hukum3)

    Kriteria yang lain, untuk membedakan antara adat dan Hukum Adat

    Untuk melihat apakah sesuatu adat itu sudah merupakan hukum adat, rnakakita wajib melihat sikap penguasa masyarakat hukurn yang bersangkutanterhadap si pelanggar menjatuhkan putusan hukuman, maka adat istiadat itusudah menjadi hukurn adat",

    adalah berupa keputusan para fungsionaris hukum merupakan existential momentbahwa adat mejadi Hukum adat. Sehubungan hal tersebut Ter Haarmengemukakan bahwa :

    Kesanggupan bangsa Indonesia soal kebudayaan ternyata dari Hukum Adatini adalah tinggi mutunya dalarn mengaturketatanegaraan, budi pekerti dan

    Perbedaan adat dengan Hukuh Adat adalah ada tidaknya unsur paksaan atausanksi.

    Hukum Adat merupakan hukum asli Indonesia adalah suatu kebanggaanbangsa Indonesia ~arenadapat melihat bentuk dan wajah dari kepribadian BangsaIndonesia. Dalarn hal ini, Moch Nasroen dengan tegas menyatakan bahwa:

    J) Van Vollenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Djambatan, Jakarta: 19812) Soerojo Wignojodipuro, Kedudukan Serta Perkembangan Hukum Adat, cetakan pertamaGunung Agung, Jakarta, 1982.3) Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, cetakan pertama, Rajawali, Jakarta, 1981 .4) Ter Hear, Asas-asas dan Susunan Hukum Pusponoto, cetakan ketujuh, Pradiya Paramita, Jakarta

    :, .. '.'T.~.-"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    17/122

    3

    pergaulan hidup manusia. Hukum Adat ini .adalah asli kepunyaan danciptaan bangsa Indonesia sendiri 5)Namun harus tetap disadari bahwa Hukum Adat yang dibanggakan tersebut

    bereksistensi dalam suatu suasana perubahan sosial (social change) yang sangatcepat. Perubahan Sosial itu mulai dirasakan bersama semenjak tahun 1945.Sekalipun perubahan sosial tersebut tidak langsung dengan seketika. Namun sejaksaat itu baik disadari atau tidak, proses perkembangan masyarakat berubahdengan cepat sekali. Proses yang sifatnya spontan yang dibiarkan dandigantungkan kepada perkembangan spontan faktor-faktor sosial budaya dalammasyarakat, menjadi suatu proses yang secara sengaja ingin diubah, dipengaruhi

    Hukum Adat sebagai suatu sistem hukum Indonesia mempunyai corakserta diarahkan kepada keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan,

    yang khas berbeda dengan sistem hukum yang dianut di negara Barat. Sekalipun

    saling bertolak belakang, Tradisi menghendaki kelangsungan secara apa adanya

    Hukum Adat bersifat tradisional, yang berarti terikat pada tradisi-tradisi lamayang diwariskan oleh nenek moyang, namun tidak boleh menarik kesimpulansecara tergesa-gesa bahwa Hukum Adat itu pantang berubah. Kelihatanyamemang agak ironi antara tradisi dan perubahan merupakan dua kutub yang

    tanpa perubahan sedikitpun (bersifat sta~is). Sedangkan perubahan tidakmenghendaki secara turun-temurun, tetapi dalam setiap waktu segala-galanyaperlu berubah dan diperbaharui.

    S) Moch. Nasroen, Falsafah Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta. 1967.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    18/122

    4

    Hukum Adat selain bersifat tradisional juga bersifat dapat berubah danmempunyai kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa-perisriwahukum yang timbul dalam perkembangan zaman. Oleh karenanya Hukum Adatmempunyai sifat yang dinamis dan plastis, Dinamis artinya Hukum Adat mampumengikuti perkembangan masyarakat yang pasti membutuhkan perubahan dalamdasar-dasar hukum sepanjang jalannya sejarah. Plastis artinya dalampelaksanaanya diperhatikan hal-hal yang tersendiri.

    Dengan demikian Hukum Adat yang timbul dan berakar dari kenyataanhidup dalam masyarakat, proses pengkaidahanya tidak tergantung kepadapenguasa dan masyarakat. Hukum Adat sebagai hukum yang hidup berIakunyatidak tergantung kekuasaan penguasa; akan tetapi tergantung pada kekuatan dan . !proses sosial yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain,apabila penguasa memutuskan untuk mempertahankan Hukum Adat sebagaihukum yang hidup, tetapi hukum itu sudah mati, maka putusan itu akan sia-siabelaka. Demikian pula sebaliknya apabila penguasa memutuskan Hukum Adat ituharus diganti, padahal hukum itu masih hidup dan kokoh, maka usaha itu jugaakan sia-sia belaka.

    Dalam hal ini Van Volenhoven mengemukakan bahwa:Jikalau dari atas atau penguasa diputuskan untuk mempertahankan HukumAdat, padahal hukum itu susah mati, maka penetapanyaitu sia-sia belakasebaliknya seandainya telah diputuskan dari atas bahwa Hukum Adatharus diganti, padahal di desa-desa diladang-ladang, dan di pasar-pasarhukum itu, masih kokoh serta kuat maka hakimpun akan sia-sia belaka.Hukum adat sebagai hukum yang hidup telah dibahas di dalam seminar

    Hukum Nasional III dan IV oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) 1974

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    19/122

    5

    dan 1975 yang diselenggarakan di Surabaya dan di Yogyakarta, menyimpulkanbahwa: Dalam Rangka pembinaan Hukum Nasional harus memperhatikan HukumAdat yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat (The living law).Konsep "The living law" dikemukakan oleh Eugen Eurlich tahun 1973 sebagaireaksi terhadap pandangan legalistis yang mengutamakan peraturan hukum yangtermuat dalam peraturan perundang-undangan dan mengabaikan tumbuhnya gejala-gejala hukum yang ada di dalam masyarakat; istilah tersebut biasanya digunakanuntuk menunjukkan berbagai macam hukum yang tumbuh dan berkembang dengansendirinya dalam masyarakat Hukum Adat diperkirakan dan diakui sebagai salahsatu faktor pemersatu bangsa Indonesia dan diakuinya eksistensi Hukum Adat olehPemerintah Hindia Belanda yang hidup berdampingan denganHukum Barat.

    Hal ini berarti Hukum Adat mempunyai fungsi dan peranan dalammemelihara dan mempersatukan bangsa. Oleh karenanya Hukum Adat tidak lagiditafsirkan sebagai hukum penduduk asli, tetapi sebagai hukum tidak tertulis daribangsa Indonesia yang harus digali dan dimanfaatkan bagi pembinaan hukumnasional.6)

    Hukum Adat rnerupakan salah satu sumber penting untuk memperolehbahan-bahan bagi pembangunan Hukum Nasional sebab Hukum Adat berintikankepribadian atau jiwa bangsa dan menjelma'menjadi Hukum Nasional.. Hukum. Adat yang berintikan kepribadian bangsa Indonesia perlu dimasukkan sebagaisalah satu ke dalam lembaga-lembaga hukum baru, agar hukum bam itu sesuaidengan rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.

    6) HOman Hadi k us uma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, A lumn i, B an du ng , 1 98 3.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    20/122

    6

    Salah satu dad bidang Hukum Adat untuk pembinaan Hukum WarisNasional adalah Hukum Wads Adat. Oleh karena itu bahan-bahan Hukum WarisAdat perlu diketemukan baik dengan jalan melakukan penelitian kepustakaanmaupun penelitian di lapangan, untuk mencari titik temu dad berbagai sistemhukum dan asas Hukum Waris Adat yang terdapat di seluruh Nusantara.

    Hukum Adat mampu menerima (meresepiir) pengertian-pengertian danlembaga-Iembaga yang berasal dari hukum asing termasuk Hukum Islam, yangberlaku sebagai hukum sendiri serta menjelma menjadi hukum baru. Dan SoerojoWignjodipoero menamakan Hukum Adat Bam. Hukum yang baru itu telah berlakudi seluruh Indonesia yang dituangkan dalam peraturan perundang-undanganmisalnya bidang perbankan, asuransi dan sebagainya, dan hal tersebut belumdikenal sebelumnya. Peraturan perundang-undangan pada hakekatnya merupakanpengejawantahan dari perasaan keadilan dan hukum rakyat serta selanjutnya wajarkalau dipandang sebagai Hukum Adat Modern Indonesia. Perkembangan HukumAdat tidak hanya terjadi sete1ah Indonesia merdeka tetapi sejak jauh sebelumProklamasi Kemerdekaan, Perkembangan Hukum Adat dipengaruhi beberapafaktor yaitu proses kebangkitan individu, pengamh kekuasaan asing, dan agama

    Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang dapatdirumuskan sebagai berikut :1. Mengapa masyarakat adat Jawa di Kabupaten Karanganyar melakukanpewarisan sebelum pewaris meninggal dunia ?

    2. Siapa yang berperanmenyelesaikan permasalahan apabila timbul sengketa ?

    B PERUMUSAN MASALAH

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    21/122

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian In! mempunyai2 (dua) tujuan utama, yaitu :1. Untuk mengetahui dan memahami mengapa masyarakat adat di kabupaten

    Karanganyar melakukan pewarisan sebelum pewaris meninggaI dunia.2. Untuk mengetahui dan memahami siapa yang berperan menyelesaikan

    permasalahan aapabila timbuI sengketa.

    D. MANFAAT PENELITIANPenelitian in i diharapkan dapat memberikan manfaat yang berupa

    sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya waris adat.

    E. SISTEMATIKA TESISTesis dengan juduI "PeJaksanaan Pewarisan Menurut Hukum Adat

    Pada Masyarakat Jawa Sebelurn Pewaris Meninggal Dunia Di KabupatenKaranganyar" ini disusun oleh penulis setelah melakukan penelitian denganmenggunakan metode penelitian sebagaimana akan diuraikan dalam Bab III.

    Tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab yang saling terkait satu sarna lain, dan

    terinci dalam Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV, dan Bab V.Bab I adalah pendahuluan yang didahului dengan latar

    belakang rnasalah yang menarik perhatian penulis untuk melakukanpenelitian guna penyusunan tesis mi. Agar masalah yangditeliti tidak meluas, maka dibuat ruang lingkup permasalahanyang dirumusukan dalam 2 (dua) pertanyaan. Selain itu , dalam

    7

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    22/122

    8

    Bab I ini diuraikan pula apa yang menjadi tujuan penelitian dan manfaat yangdiharapkan dari penelitian yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisantesis.

    Bab II adalah merupakan tinjauan pustaka yang berisi teori-teori yangdigunakan untuk membahas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.Bab ini didahului dengan uraian tentang Pewarisan, baik pengertian maupunobyek, subyek dan sistem pewarisan adat.

    Bab III berisi tentang metode yang digunakan untuk me1akukan penelitianyang meliputi lokasi penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulandata.langkah-langkah penelitian serta diakhiri dengan analisis data.

    Pada Bab IV akan diuraikan pembahasan hasil penelitian terhadapPewarisan menurut hukum adat pada masyarakat Jawa di kabupaten Karanganyar.

    Bab V in i merupakan bab penutup dari seluruh uraian yang telahdijabarkan pada bab-bab sebelumnya, berisi kesimpulan hasil penelitian dansaran.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    23/122

    BABIITINJAUAN PUSTAKA

    A PENGERTIAN HUKUlVI WARIS ADATAdat adalah merupakan suatu pencerminan dari kepribadian sesuatu

    bangsa, merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yangbersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, tiap-tiap bangsa di dunia ini

    memiliki adat sendiri satu dengan yang lain tidak sarna. Dengan adanyaketidaksamaan ini dapat dikatakan bahwa adat itu merupakan unsur terpentingyang memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan. Adat berasal dadbahasa Arab yang berarti kebiasaan. Hukum waris adat adalah Hukum Adat yangmemuat garis-garis ketentuan tentang system dan asas hukum waris, hartawarisan, pewaris dan ahli waris serta bagaimana cara harta warisan itu dialihkan

    ".

    penguasaan dan pemilikan dari pewaris kepada ahli waris. Sehingga padahakikatnya Hukum Adat adalah penerusan dan pengoperan harta kekayaan darisuatu generasi kepada keturunannya.

    Hukum waris adat mempunyai keistimewaan tersendiri, k~rena hart awarisan sudah dapat dipindahkan, atau beralih maupun dioperkan kepada yang. berhak menerimanya berdasarkan hukum, pada waktu pewaris masih hidup danpada umumnya tatkala pewaris sudah tua (tidak kuat bekerja lagi). Hal inilah yangmembedakan hukum warisadat dengan hukum waris menurut Bur-gerlijkWetboek (BW)7)

    7) Sugangga, Hukum Waris Adat, CV. Sumber Karya, Universitas Diponegoro, 1995.9

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    24/122

    10

    Untuk lebih memahami pengertian Hukum Waris Adat, sengaja dikutipbeberapa pendapat para sarjana, antara lain:

    Soepomo, mengemukakan bahwa:Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur prosespenerusan serta pengoperan barang-barang harta benda dan barang tidakberwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia(generatie) kepada turunannyaf

    Ter Haar merumuskan pengertian Hukum Waris Adat:Hukum Waris Adat meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutandengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalantentang penerusan dan pengoperan kekayaan materiel dan immaterial darisuatu generasi kepada generasi berikutnya.

    Demikian pula, Soeripto mengemukakan bahwa:Hukum Waris Adat adalah mengatur penerusan harta kekayaan materiel atauimmaterriel dari suatu generasi (angkatan) kepada ahli waris.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian Hukum Waris Adat itu

    memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan hartakekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada ahli warisnya. Prosespenerusan dan peralihan itu dapat dimulai sejak pewaris masih hidup dan atau setelahpewaris meninggal dunia. Menurut Hukum Adat pewarisan dapat terjadi sebelum dansetelah pewaris meninggal dunia. Sedangkan pewarisan menurutHukum Islam hanyadapat berlangsung setelah pewaris meninggal dunia. Hal ini berkaitan dalammembicarakan warisan masalah pokok yang pertama adalah adanya orang yangmeninggal .dunia yang meninggalkan hart a kekayaan dan adanya orang-orang yangmenerima waris"

    8) Soepomo, Bah-bah tentang Hukum Adat, Pradnya Paramta, Jakarta, 2000.9)Moch. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan Kedua, Indonesia Hill Co, Jakarta, 1987.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    25/122

    11

    Pewarisan dapat dimulai sebelum pewaris meninggaI dunia disebut hibah,toescheiding (Ter Haar) dan akan diperhitungkan kelak dikemudian hari, apabiladilakukan pembagian warisan setelah orang tua meninggal dunia. Sedangkanpewarisan yang terjadi setelah orang tua meninggal dunia disebut warisan, Verefen(Ter Haar). Oleh karen a itu, pengertian pewarisan belurn tentu rnerupakan pembagianharta warisan, akan tetapi mungkin pembagiannya hams ditunda, ataukah mungkinjuga sarna sekali tidak diperkenankan untuk dibagi. Pewarisan adalah sebuah prosesberlangsungnya penerusan dan pengoperan harta kekayaan dari generasi kegenerasi.l'"

    Hukum Waris, di samping mengatur proses pewarisan, juga mengatur ahiiwaris yang berhak menerima harta warisan, baik yang bersifat materiel maupun yangimmateriaL Harta warisan menurut Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yangdapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang dapat dibagi-bagi atau tidak

    '-

    dapat dibagi-hagi menurut jenis dan kepentingan para ahli waris. Harta warisan yangtidak dibagi-bagi merupakan milik hersama para ahli waris dan tidak holeh dimilikisecara perorangan, kecuali dengan izin atau musyawarah keluarga. Harta warisanyang tidak dibagi-bagi merupakan konsep Hukum Adat di dalam lingkungan hukumyang berhubungan dengan asas bahwa: Barta benda yang diterima dari nenek moyangtidak mungkin dimiliki selain dari pada bersama-sama dengan para ahli waris lainnyasecara keseluruhan merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi.i'! Keadaan iniberkaitan dengan keberadaan jenis benda dalam harta warisan yang dibedakan

    10) Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Adat, Cetakan Pertama, Libertym Jakarta, 1978. .11) Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Cetakan Ketiga, Trita Mas Indonesia: Jakarta, 1982.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    26/122

    12

    berdasarkan fungsi dan kedudukannya. Sedangkan hart a wansan yang dapatdibagi-bagi merupakan modal dasar kehidupan somahnya. Hal ini berbeda denganHukum Waris Islam, bahwa harta warisan merupakan satu kesatuan yang dapatdinilai harganya dengan uang dan dapat dipecah-pecah secara matematik.

    Anak si pewaris yang merupakan golongan waris utama dan pada hakikatnyamerupakan satu-satunya golongan ahli waris sebab goIongan ahli waris lain tidak.akan tampil sebagai ahli waris, apabila si pewaris mempunyai anak-anak. Jadi denganadanya anak-anak, maka anggota keluarga lain akan tertutup menjadi ahli waris.Dengan demikian pengertian ahli waris adalah para warga yang paling karib di dalamgenerasi berikutnya yaitu anak-anak kandung. Sedangkan hak mewaris dari. tiap-tiapanak kandung (laki-laki dan perempuan) tidak selalu sama, bahkan ada yangmempunyai hak mewaris dan tidak mempunyai hak mewaris dipihak lain; Untukmenentukan berhak atau tidaknya hak mewaris dipengaruhi oleh system, masyarakatyang dianut. Pada'rnasyarakat yang menganut system bilateral (parental) yang berhakmenjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Sedangkan padamasyarakat unilateral hanya anak laki-laki saja yang berhak mewaris (patrilineal) atauanak perempuan saja yang berhak mewaris (matrilineal).

    Oleh karenanya dalam hal pewarisan bukan hanya sekedar peralihan danpengoperan hart a benda tetapi juga merupakan peralihan dan pengoperan hak sertakewajiban yang diperlakukan secara berkesinambungan. Sehingga para ahli waristidak hanya menerima dan mengambil alih hak-hak pewaris melainkan juga untukmeneruskan dan mengambil alih kewajiban-kewajiban pewaris, misalnya hutang-hutang pewaris dan sebagainya.

    "

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    27/122

    13

    Perbedaan yang terdapat antara hukum waris adat dengan hukum Barat yangterdapat dalam Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) adalah, bahwa hukum waris adattidak mengenaI "bagian mutlak" (Iegitieme partie) seperti yang terdapat dalamhukum Barat, karena dalam Hukum Waris Adat, pengertian penerusan danpengoperanhukum harta kekayaan pewaris kepada ahli waris ini, dimaksudkan agarbarang tersebut tetap Ianggeng atau lestari di tangan ahli waris. Oleh karena itudiusahakan agar barang yang dioperkan kepada ahli waris itu harus tepat, pantas dan

    ahli waris senang pada barang itu. Sejak masih anak-anak ahli waris sudah mendapatperhatian yang sungguh-sungguh dari orang tuanya (pewaris), baik tentangkesenangannya maupun bakat masing-masing, sehingga pada waktu dia (pewaris) t~a,dan sudah saatnya mengoperkan atau meneruskan harta kekayaannya, maka pewarisakan mendapat ahli-ahli waris yang tepat dan pantas untuk menerimahartanya. Carapengoperan harta kepada para ahli waris dalam hukum waris ad at, senantiasa

    .,

    dilaksanakan dengan dasar kerukunan dengan memperhatikan keadaan istimewa(bakat, pantas, patut) seperti tersebut di atas. Itulah sebabnya pula harta benda (hart awarisan) dalam Hukum Waris Adat tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi senantiasadisesuaikan dengan kepantasan dan kepatutan tersebut untuk ahli waris.A.l UNSUR-UNSUR HUKUM WARIS ADAT

    Seperti halnya dengan Hukum Adat, maka hukum waris adatpun mempunyaidua unsur, yaitu :a. Unsur asli, yaitu berupa kebiasaan. Unsur ini merupakan bagian yang

    terbesar dari Hukum Waris Adat. Ini dapat dipahami karena hukumadatdalam hal ini hukum waris adat telah ada jauh sebelum agama-agamayang ada di Indonesia sekarang ini masuk ke Indonesia.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    28/122

    14

    h. Unsur Agama, unsur ini merupakan unsur kecil, karena hanya bagian-bagian tertentu saja dari hukum agama yang diresepir ke dalam hukumadat waris. Contoh apa yang dijumpai di Bali, Hukum Waris Adat Balimeresepir bagian-bagian tertentu dari hukum Agama Hindu yang dipelukoleh sebagaian besar masyarakat Bali. Ter Haar sebenarnya tidaksependapat dengan hukum wads adat adalah hukum agama, tetapi dalamkenyataannya sesudah agama-agama masuk ke Indonesia, banyak pulaunsur-unsur dari hukum agama seperti Hindu, Budha, Islam dan lain-lain,masuk ke dalam hukum waris adat. Apalagi kalau agama itu sudahmenjadi dasar pandangan hidup masyarakatlmanusia, maka sudah tentusering agama menjelma menjadi hukum, setidak-tidaknya mempengaruhihukum.Menurut Prof Surojo Wignjodipuro, SH, "Hukum Adat Waris meliputinorma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiilmaupun yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapatdiserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat,cara dan proses peralihannya".Selanjutnya beliau mengatakan: "Hal yang penting dalam masalah

    warisan ini adalah, bahwa pengertian warisan itu memperlihatkan adanyatiga unsur, yang masing-masing merupakan unsur esensialia (mutlak),yakni:a). seorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta

    kekayaan;

    _ . " i

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    29/122

    15

    b). seorang atau beberapa ahli waris yang berhak menerima kekayaanyang ditinggalkan itu;

    c). harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan "in concerto"yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris.

    Penjelasan dari tiga unsur tersebut dijelaskan :- unsur pertama menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai dimana

    hubungan seorang peninggal wansan dengan kekayaannyadipengarnhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggalwarisan itu berada;

    - unsur kedua menimbulkan, bagaimana dan sampai dimana hams adatali kekeluargaan antara peninggal warisan dengan ahli waris;

    - unsur ketiga menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai dimanaujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungankekeluargaan dirnana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada.

    Juga ditegaskan oleh beliau, bahwa kita wajib mengadakan pernisahanyang jelas antara proses penerusan dan pengoperan harta kekayaan padamasa pemiliknya masih hidup dan proses pada waktu sesudah pemiliknyarneninggal dunia. Proses pertama itu (selama masih hidup) lazimnyadisebut "penghibahan" ( Prof. Soepomo memakai istilah " pewarisan ";Ter Haar rnemakai istilah "toeschiding") umumnya disebut " warisan "(Prof. Soepomo "hibah wasiat", wekasanatau welingan (Jawa), Ter Haar"vereven"; Wirjono Prodjodikiro "warisan"),

    T ""r"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    30/122

    16

    d. Prof Ter Haar, dalam buku beliau yang berjudul " Beginselen en stelselvan het Adatrecht "diterjemahkan menjadi" Asas-Asas dan SusunanHukum Adat ", memberikan rumusan mengenai pengertian waris adat,sebabagai peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan dengan prosesyang sangat mengesankan serta yang selalu berj alan tentang penerusanharta warisan dan pengoperan kekayaan materiil dan immateriil dari suatugenerasi ke generasi berikutnya.

    Dari pendapat-pendapat para ahli hukum adat tersebut di atas dapat ditariksuatu kesimpulan, bahwa hukum waris adat adalah, "keseluruhan peraturanhukum atau petunjuk-petunjuk adat, yang mengatur tentang peralihan maupunpenerusan harta warisan dengan segala akibatnya baik dilakukan semasapewaris masih hidup maupun sesudah meninggal dunia".

    A.1.1 PEMBAGIAN BARTA WARISANDALAMMASYARAKATADAT.1. Sistem Kewarisan Adat

    Pada masyarakat adat di Indonesia mengenal berbagai macambentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda. Sistemketurunan ini sudah dikenal sebelum masuknya agama Islam, Kristenmaupun Hindhu. Sistem keturunan yang berlaku dalam suatu masyarakatsangat berpengaruh pula pada sistem kewarisan dalam Hukum Adat.

    Sistem keturunan (kekerabatan) pada masyarakat adat Indonesia adatiga corak yaitu:

    . . .--"-~- -r- T" . .

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    31/122

    17

    a. Sistem Patrilineal yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garisketurunan bapak, di mana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhdaripada kedudukan wanita dalam pewarisan. Sistem ini banyakterdapat di daerah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram,Nusa Tenggara, dan Irian.

    b. Sistem Matrilineal yaitu sistem keturunan yang ditarik menu rut garisketurunan ibu, di mana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnyadari pada kedudukan pria dalam pewarisan. Sistem ini dianut padamasyarakat Minangkabau, Enggano, dan Timor.

    c. Sistem Bilateral (parental) yaitu sistem keturunan yang ditarikmenurut garis keturunan ke dua belah pihak (bapak dan ibu), di manakedudukan pria dan wanita tidak dibedakan dalam pewarisan. Sistemini banyak dianut pada masyarakat Jawa,.Riau, Kalimantan, danSulawesi.Di samping itu masih ada sistem garis keturunan yang lain antara

    sistem garis keturunan patrilineal dan sistem garis keturunan matrilinealterdapat suatu bentuk sistem campuran atau sistem beralih-alih yangdisebut "sistem alterend", misalnya di daerah Rejang.

    Dalam perkembangannya sekarang ini, pengaruh kekuasaan orangtua sangat besar (bilateral), sehingga mengakibatkan sernakin melemahnyapengaruh kekuasaan kerabat pada sistem kekeluargaan unilateral(patrilineal dan matrilineal) khususnya berkaitan dengan kebendaan danpewarisan, Hal ini bukan berarti bahwa sistem kekeluargaan unilateral

    -- " ' : ,....~.~~--

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    32/122

    habis atau hilang, melainkan masih dapat diketemukan di beberapa daerahdi kalangan masyarakat tertentu di pedesaan. Sehingga apa yangdikemukakan oleh Hazairin masih nampak kebenarannya bahwa "HukumWaris Adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakatyang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannyapatrilineal, matrilineal, dan parental." 12)

    Hukum Waris Adat secara umum dipengaruhi oleh prinsip-prinsip

    garis keturunan yang berlaku pada suatu masyarakat. Prinsip-prinsip garisketurunan ini sangat berpengaruh dalam penetapan ahli waris ataupunbagian harta warisan yang ditinggalkan."Sifat kewarisan dalam suatu masyarakat tertentu berhubungan eratdengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada harta kekayaan dalammasyarakat itU.,,13)

    Sistem kewarisan yang dikenal pada masyarakat Indonesia adalah :a. Sistem Kewarisan individual adalah suatu sistem kewarisan di mana

    setiap ahli warsi mendapat pembagian untuk dapat menguasai danmemiliki harta warisan menurut bagian masing-masing.Sistem kewarisan ini pada umumnya berlaku pada kalangan

    masyarakat yang menganut sistem kekerabatan parental, misalnyaterdapat pada masyarakat di Jawa, Batak dan Lampung, Kebaikansistem kewarisan individual ini antara lain, dengan pemilikan secara

    12) Soebekti R, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurispridensi Mahkamah Agung, Alumni: Bandung,1974. .13) Soerjono dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cetakan Pertama, Alumni: Bandung,1981.

    .... "I

    18

    . I"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    33/122

    19

    individu maka ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki bagianharta warisannya, untuk dipergunakan sebagai modal kehidupan, tanpadipengaruhi oleh anggota -angota keluarga yang lain. Sedangkankelemahan sistem kewarisan ini adalah dapat mengakibatkan pecahnyaharta warisan dan merenggangnya tali kekerabatan. Sehingga dapatmenimbulkan hasrat mgin memiliki secara pribadi, sertamengutamakan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu sistem

    kewarisan individual dapat menjurus ke arah sifat individualisme danmaterialisme.

    b. Sistem Kewarisan Kolektif adalah sistem kewarisan di mana hartawarisan diteruskan dan dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada.ahli waris sebagai kesatuan yang tidak dibagi-bagi penguasaan danpemilikannya, melainkan setiap ahli wans berhak untukmengusahakan, menggunakan atau mendapatkan hasil dari hartawarisan itu. Cara pengelolaan harta warisan itu untuk kepentingan dankebutuhan masing-masing ahli waris diatur bersama berdasarkanmusyawarah dan mufakat. Sistem kewarisan ini terdapat padamasyarakat Minang kabau dan Minahasa.

    Sistem kewarisan kolektif ini mempunyai fungsi yang besar karenaurgensi harta warisan itu diperuntukkan bagi kelangsungan hidup keluarga.besar pada masa sekarang maupun masa mendatang, dalam hal tolongmenolong antara sesame anggota di bawah pimpinan kepala kerabat.

    . .. . .. . ~ . '1"" . "" :" r r ' " . .

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    34/122

    Kelemahan sistem kewarisan kolektif iru adalah menimbulkan caraberfikir terlalu sempit bagi orang luar.

    Pesan atau wasiat dari (:rang tua kepada ahli waris biasanya harusdiucapkan dengan terang dan disaksikan ahli waris, anggota keluarga,tetangga dan pamong desa. Perbuatan pesan ini harus "terang" agarmendapat perlindungan idalam lalu lintas hukum di luar lingkungankerabat. Menurut Hukum Adat yang dapat menerima pesan adalah ahliwans. Soepomo mengemukakan bahwa "Pewarisan atau hibah wasiathanya merupakan perpindahan (verschuiving) harta benda di dalamlingkungan ahli waris." Prinsip tersebut berkaitan dengan tujuan hibahyaitu:

    1.. Memberikan pernyataan mengikat terhadap sifat-sifat dari barang-barang yang akan menjadi harta peninggalan seperti harta asal,warisan, harta yang diperoleh sendiri dan sebagian.

    2. Mewajibkan para ahli wans untuk membagi-bagi hartapeninggalan secara layak menurut anggapan pewaris dan untukmencegah terjadinya perselisihan dalam membagi hartapeninggalan dikemudian hari.

    Penuangan wasiat ke .dalam bentuk testament mulai menjadikebiasaan di kalangan rakyat yang berstatus sosial baik. Testamentsebagai lembaga baru maka pengintergrasiannya ke dalam Hukum Adat.Biasanya ditangguhkan pembagiannya, biasanya dikuasai oleh janda,anak (tertua), anggota keluarga lainnya dan tua-tua adat. Bagi yang

    . . . . - . . . " 1 " "

    20

    't:

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    35/122

    21

    menguasai harta warisan itu, bertanggung jawab untuk menyelesaikansegala hal yang berkaitan dengan harta tersebut, baik berupa hutangmaupun piutang serta pengurusan para ahli waris yang ditinggalkan olehpewaris untuk kelangsungan hidupnya.

    Pada masyarakat bilateral, janda dapat menguasai harta warisansuami selama hidupnya atau mengalihkan kepada anak-anaknya setelahdewasa atau berumah tangga. Bahkan kadang-kadang janda berperansebagai pembagi harta warisan kepada anak-anaknya tanpa ada campurtang an orang lain. Sedangkan apabila janda tidak mempunyai anak,janda dapat menguasai harta warisan sampai ia kawin lagi ataumeninggal dunia (Keputusan M.A. No. 298/K/Sip/1958, tanggal29 Oktober 1958).

    Pada masyarakat patrilineal, yang menganut sistem perkawinanjujur maka isteri masuk anggota kekerabatan suami dan janda tetapdapat menguasai serta menikmati warisan selama hidupnya untukkepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya. Namun apabilajanda tidak mempunyai keturunan, ia dapat kawin lagi dengan saudaralaki-laki suami atau dengan orang lain yang ditunjuk oleh kerabat

    sebagai pengganti suami untuk mendapatkan luar, misalnya pemukamasyarakat, pemuka agama, atau kepala desa. Campur tangan orang IWl[baru diperlukan, apabila dalam pembagian harta warisan itu tidak terjadikesepakatan. Dengan kat a lain selama proses pembagian harta ituberjalan secara rukun dan damai (lancar) maka campur tangan orang luar

    ~" - -: -: -" ;I -" , 0' "'"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    36/122

    22

    tidak diperlukan atau apabila ada, hanya bertindak sebagai saksi(biasanya kepala desa).

    Hukum Adat juga tidak mengenal cara pembagian denganperhitungan secara matematis, tetapi pembagian yang berdasarkan ataspertimbangan karena mengingat wujud benda dan: kebutuhan ahli wadsyang bersangkutan. Jadi walaupun Hukum Adat mengenal asaspersamaan hak, tidak berarti bahwa setiap ahli waris mendapatkan bagianyang sama, nilai harga sama, atau menurut bagian yang sudah ditentukan,Di kalangan masyarakat tertentu pada masyarakat Jawa dijumpaibeberapa kernungkinan cara pernbagian harta warisan yaitu:1. Segendong sepikul artinya bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian

    anak perempuan.2. Dum-dum kupat artinya bagian anak laki-Iaki dan anak perempuan

    berirnbang sarna.Demikian cara pernbagian hart a peninggalan dilakukan

    berdasarkan asas kesarnaan dan kesebandingan.

    A.L2 AHLI WARIS MENURUT HUKUM ADATAhli waris utama dalam masyarakat bilateral adalah anak kandung

    (anak laki-laki dan anak perempuan). Dimasyarakat bilateral (Jawa), anaklaki-laki dan anak perernpuan mernpunyai hak sama atas harta warisan orangtuanya. Hal ini tidak berarti bahwa tiap-tiap anak rnempunyai hak sarnamenurut jumlah angka, akan tetapi pembagian itu didasarkan kebutuhan dankepatutan serta kemampuan (kondisi) dari masing-masing ahli waris.

    ":" ,..,.,.:~ . .," r

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    37/122

    23

    Anak kandung (laki-laki atau perempuan) adalah rnerupakan generasipenerus dari orang tuanya. Oleh karena itu harta warisan dalarn bentuk apapunakan diteruskan pada anak kandung yang pada gilirannya sebagai barang asal.Hal ini sesuai dengan falsafah perkawinan bangsa Indonesia yaitu salah satutujuan pokok perkawinan adalah untuk meneruskan keturunan (anak) , agardapat rnenjadi penerus hidupnya. Berkaitan dengan ini Ter Haarmengernukakan bahwa: anak-anak adalah ternpat di mana pelbagai macarn

    harta benda keluarga kepunyaan orang tuanya berkurnpul jadi satu sebagaisatu rnacam harta benda yang disebut barang asal dan begitu seterusnya ..

    Dengan mendasarkan persarnaan hak antara anak laki-laki danperernpuan maka seyogyanya bagian warisan rnasing-rnasing adalah sarnabesar (satu dibanding satu). Sehingga Mahkarnah Agung melalui keputusanNo.179IK1Sip/1961 menetapkan: bahwa anak laki-Iaki dan anak perernpuandari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisandalarn arti, bahwa bagian anak laki-laki adalah sarna dengan anak perernpuan.

    Kedudukan janda pada rnasyarakat bilateral rnenempati posisi yangtidak kalah pentingnya dalam Hukum Waris Adat. Janda pada dasarnya adalahbukan ahli waris, walaupun demikian janda mempunyai sejumlah hak yangmernberikan kedudukan kuat menu ru t Hukum Waris Adat yaitu berhakmendapatakan bagian harta warisan suami bersama-sama dengan ahli warislainnya serta berhak rnenahan pembagian harta warisan. Disamping itu,apabila dalam perkawinan tidak mendapat keturunan rnaka janda berhakmenguasai dan menikmati harta asal suami sampai kawin lagi atau meninggaldunia.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    38/122

    24

    Kedudukan janda bukan sebagai ahli wans harta wansan suami,merupakan suatu gambaran bahwa janda adalah orangasing. Walaupundemikian sebagai isteri berhak mendapat manfaat dari harta warisan, apabilaharta gonogini tidak mencukupi untuk dapat hidup yang layak sepanjang iatidak kawin lagi atau meninggal dunia.

    Mengenai kedudukan janda, banyak para sarjana mengemukakanbahwa janda bukan ahli waris akan tetapi berhak menikmati harta warisansuaminya baik harta gono-gini maupun harta asal suami. Demikian pulaadanya perkembangan kedudukan janda dalam keputusan-keputusan hakim,sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia menetapkan bahwajanda adalah bukan ahli waris (Keputusan Raadvan Justitie Bataviaa tanggal26 Mei 1939, T.153 - 148 tanggal 17 Nopember 1939 dan T. 151 - 193tanggal 26 Nopember 1939) dan hanya keputusan Landraad Purworejo(T. 143-299) tanggal 25 Agustus 1937 yang menyatakan bahwa janda berhakatas barang pencaharian dan gono-gini, sedangkan barang asal kembalikepada saudara pewaris.

    Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, terdapatKeputusan Mahkamah Agung No.387 KlSip/1958 yang isinya: bahwa jandaberhak mendapat separo harga gono-gini, Dengan adanya keputusanMahkamah Agung tersebut berarti telah terjadi perkembangan kedudukanjanda, yang semula janda hanya berhak menikmati, kemudian menjadimemiliki harta warisansuaminya. Kedudukan janda sebagai ahli wads barusecara tegas diakui legalitasnya pada tahun 1960, yaitu setelah dikeluarkannya

    ' , . "~ -- rT- : "- " . ..

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    39/122

    25

    keputusan Mahkamah Agung No.110 K/SipI1960, tanggal 20 April 1960 yangmenetapkan bahwa: menurut Hukum Adat seorang janda adalah ahli warisalmarhum suaminya. Dengan mendasarkan keputusan tersebut, makaMahkamah Agung tidak lagi membatasi kriteria ahli wads yang didasarkan .persamaan darah atau keturunan melainkan juga didasarkan hubunganperkawinan. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa dalam suatu perkawinanhubungan lahir dan batin antara suami dengan isteri dapat dikatakan

    sedemikian eratnya; sehingga melebihi hubungan suami dengan para anggotakeluarga sedarah. Di samping itu janda ikut mersakan suka dan dukanyakehidupan bersama-sama dengan suami. Berdasarkan kenyataan itu makadapat dirasakan memenuhi rasa keadilan, apabila j anda diberi hak waris hartawarisan suami bersama-sama dengan anaknya.

    Subyek hukum yang berhak mendapatkan warisan adalah:1. Anak-anak kandung, anggota kerabat atau keluarga sedarah.2. Anak angkat (kalau ada)3 I . 14). sten ....

    A.1.3 PRINSIP DASAR PEMBAGIAN BARTA WARISANa. Subyek Hukum Waris Adat.

    Pada umumnya yang termasuk ahli wads dalam hukum waris adat adalah:

    14) Muderin Zain, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Cetakan Pertama, Billa Aksara,Jakarta, 1 9 8 5 . .

    ... ... .. '":~~'"""r-"~

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    40/122

    26

    1. Anak Kandung1.1. Anak sah, anak yang dilahirkan dengan sah, artinya anak yang

    lahir dari perkawinan seorang laki-laki dengan seorang wanitaatau Iebih, berdasarkan peraturan-peraturan hukum atauperundang-undangan yang berlaku. Pengertian anak kandungtidak lain anak yang dikandung oleh Ibu akibat dari hasilperkawinan yang sah dari Ibu dan Bapaknya. Sesuai dengan

    hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia (UU No.1 Tahun1974), perkawinandianggap sah kalau dilakukanmenuruthukum Agama atau kepercayaan. Dengan demikian anak yanglahir dari perkawinan tidak berdasarkan hukum agama, makaanak itu tidak sah, maka dengan sendirinya anak tersebut tidaktermasuk ahli waris dan tidak berhak mewaris.

    1.2. Anak tidak sah, kebalikan dari anak sah, adalah anak tidak sah,artinya anak yang dilahirkan tanpa perkawinan yang sah,Biasanya anak tidak sah ini disebabkan karena adaya hubungangelap atau kumpul.

    2. Anak Tiri

    Anak Tiri adalah anak yang dibawa Ibunya atau Bapaknyadalam perkawinan. Oleh karena itu anak tiri tidak ahli waris .daribapak tirinya, demikian pula anak tiri buka ahli waris dari Ibu tirinya.

    Anak tiri yang hidup bersama di satu rumah dengan .ibukandung dan bapak tiri adalah anggota rumah tangga pula.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    41/122

    27

    Dalam hal demikian ada kerjasama dan untung bersama, yaituhidup bersama didalam satu rumah tangga yang rnembawa hak-hakdan kewajiban-kewajiban antara anggota yang satu terhadap anggotayang lain.

    Terhadap ibunya atau bapaknya sendiri, anak itu adalah waris,terhadap ibu tiri atau bapak tirinya anak itu bukan waris, akan tetapiternan serurnah tangga.

    Landraad Purworejo dahulu rnemutuskan pada tanggal14 Agustus 1937 (T ..148, halarnan 286), bahwa anak tiri tidak berhakatas warisan bapak tiri, ia ikut rnendapat penghasilan dan bagian dariharta peninggalan bapak tiri, yang diberikan kepada ibunya sebagainafkah janda.

    Pun didalam putusan Kamar ke-III dari Raad Yustisi tanggal17 Maret 1939 (T. 151, halaman 168) dikatakan, bahwa anak tiri tidakberhak atas warisan bapak tirinya.

    3. Anak Angkat.Kedudukananak angkat dalam Hukum Waris Adat,

    mempunyai kedudukan. yang khusus karena anak angkat adalah orang

    luar yang rnendapat perlakuan istirnewa dan rnendapat pula bagianwarisan.Perlakuan istimewa ini karena begitu besar perannya dalam rumahtangga tersebut.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    42/122

    28

    Pengangkatan anak di beberapa daerah daerah lingkunganHukum Adat Indonesia ternyata tidak sama. Sehingga berakibat pulapada perbedaan kedudukan anak angkat itu.Anak Angkat adalah anak orang lain yang dijadikan anak dan secaralahir dan batin diperlakukan seakan-akan sebagai anak kandungnyasendiri. Pengangkatan anak angkat tidak memutuskan pertaliankeluarga antara anak yang diangkat dan orang tuanya sendiri.Anak angkat masuk kehidupan rumah tangga orang tua yangmengambilnya, sebagai anggota rumah tangganya (gezinlid), akantetapi ia tidak berkedudukan anak kandung dengan fungsi untukmeneruskan turunan bapak angkatnya. Anak yang diambil sebagaianak angkat itu, di Jawa biasanya anak keponakannya sendiri(neefesofnichtjes-adoptie), lelaki atau perempuan berdasar alasan :a. untuk memperkuat pertalian dengan orang tua anak yang diangkat;b. kadang-kadang oleh sebab belas kasihan, jadi untuk menolong anakitu;

    c. berhubung dengan kepercayaan, bahwa karena mengangkat anakitu, kemudian akan mendapat anak sendiri;

    ,d. mungkin pula untuk mendapat bujang di rumah, yang dapatmembantu pekerjaan orang tua sehari-hari.

    Bagaimanapun juga dengan mengambil anak sebagai anakangkat dan memelihara anak itu hingga menjadi orang dewasa yangkuat gawe, maka timbul dan berkembanglah hubungan rumah tangga

    .. - - '. -- -_--_. , . '- 'J"

    IIIIII

    I

    II

    IIIiI

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    43/122

    29

    (gezinverhouding) antara bapak dan ibu angkat di satu pihak dan anakangkat di lain pihak. Hubungan rumah tangga ini meninimbulkanhak-hak dan kewajiban antara kedua pihak, yang mempunyai.konsekuensi terhadap hart a benda rumah tangga tersebut.Konsekuensi itu digambarkan dengan tepat oleh yurisprudensisebelum Perang Dunia II.

    Putusan Landraad Purworejo, tanggal 28 Agustus 1937(T. 148 halaman 299) menetapkan, bahwa barang pencarian danbarang gono gini jatuh kepada janda dan anak angkat, sedang barangasal kembali pada saudara-saudara peninggal harta, jikalau yangmeninggal itu tidak mempinyai anak (kandung).

    Kamar ke-III dari Raad Yustisi Jakarta, memutuskan padatanggal 24 Mei 1940 (T. 153, halaman 140), bahwa menurut hukumadat di Jawa Barat, anak angkat berhak atas barang gono gini orangtuanya yang telah meninggal, jikalau tidak ada anak kandung atautidak ada turunan seterusnya.

    Anak angkat berhak mendapat natkah dari harta peninggalanseperti halnya dengan janda. Kedudukan anak angkat di dalam hartapeninggalan memang dapat disarnakan dengan kedudukan janda.

    Pengangkatan anak di beberapa daerah lingkungan HukumAdat Indonesia ternyata tidak sarna. Sehingga berakibat pula padaperbedaan kedudukan anak angkat itu.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    44/122

    30

    Pengangkatan anak di masyarakat bilateral, pada umumnyaadalah bukan ahli wads sebab anak angkat tidak mempunyaihubungan darah orang tua angkatnya. Namun diperlakukan sebagaianaknya, sehingga kelak dikemudian hari diharapkan dapatmemelihara dan meneruskan keturunan orang tua angkatnya.Pengangkatan anak di Jawa misalnya, tidak memutuskan hubunganpertalian keluarga antara anak angkat dengan orang tua kandungnya.

    Proses pengangkatan anak pada masyarakat bilateral Jawaberbeda dengan masyarakat unilateral, yaitu hanya sekedar selamatanuntuk penyaksian pengangkatan anak dan dihadiri oleh keluarga dekatdan pemuka masyarakat atau kepala desa. Sehingga pengangkatananak di Jawa lebih bersifat sosial dan Psykhologis dari pada bersifatyuridis. 15)

    '.Mengenai kedudukan anak angkat dalam harta warisan orang

    tua angkatnya, pada umumnya para sarjana memandang bahwa anakangkat adalah bukan ahli waris dalam arti seperti anak kandung. Halini dikemukakan antara lain oleh Bertling, Ter Haar, Soepomo,Djojodigoeno, Imam Sudiyat, dan Soeripto mangemukakan bahwa,anak angkat adalah bukan ahli wads yang berstatus seperti anakkandung tetapi hanya berhak mendapat bagian harta bersama orangtua angkat, sedangkan harta asal tetap kembali ke asal dan berhak

    15) D arien S arag ih., P en gan tar H uk um A dat In don esia, C etak an K ed ua, T ran sisa, B an du ng ., 1 98 4.'

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    45/122

    31

    pula harta warisan orang tua kandungnya. Oleh karena itu,Ojojodigoeno dan Tirtawinata mengemukakan bahwa :

    Anak angkat diibaratkan minum"sumur loro" (dua sumber)artinya anak angkat berhak menerima bagian harta bersamaorang tua angkat tetapi juga masih mendapat warisan dariorang tua kandungnya karena kedudukan dengan orang tuakandungnya tidak terputus.l'" ,Demikian pula apabila pengangkatan ditinjau dari

    yurisprudensi, nampaknya tidak ada perubahan tentang kedudukananak angkat terhadap hart a warisan. Yurisprudensi sebelumKemerdekaan dimulai dengan putusan Landraad Purworejo (T.148-299), tanggal25 Agustus 1937 sampai dengan antara lain, KeputusanNo. 249 KlSip/1972 tanggal 31 Mei 1972 (Jawa Barat), KeputusanNo. 441/Sip/1972 tanggal 2 Januari 1972 (Jawa Tengah) dan

    Mengenai jenis kelamin anak angkat, pada umumnya disesuaikan

    Keputusan No. 514 KlSip/1972 (Jawa Timur) yang isinya : bahwaanak angkat bukan ahli waris seperti anak kandung tetapi berhakmenerima bagian harta bersama orang tua angkatnya.

    dengan sistem kekeluargaan yang dianutnya, misalnya anak laki-laki atau..perempuan (bilateral), anak laki-laki (patrilineal). Sedangkan umurnya,tidak ada ketentuan yang pasti dan: pada umumnya berumur di bawah'lima tahun. Namun juga ada pengangkatan orang yang sudah dewasasebagai anak angkat yaitu di Kecamatan Mertapura dan KabupatenBanjar (Kalimantan).

    16) Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cetakan Pertama, Alumni,Bandung, 1981

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    46/122

    32

    Disamping motifasi pengangkatan anak sebagai penerus keturunan,dikenal pula beberapa motivasi pengangkatan anak antara lain :pengangkatan anak semu, seperti dikemukakan oleh HerlianSumampouw yaitu :

    Adopsi yang' dilakukan sehubungan dengan tindakanmagis, agar terhindar dari bahaya, rnisalnya seorang anaksakit terus rnenerus disebabkan kelahiranya itu sarnadengan hari pasaran (pon, wage, dan seterusnya) orangtuanya. Untuk menghindari hal tersebut, anak itu diberikankepada lain (biasanya saudara dari ibu atau bapaknya)17)

    Di Purwakarta ada semacam kepercayaan yaitu, apabila seseorangmempunyai lima anak laki-laki, rnaka salah seorang (bungsu) dijualkepada saudara dekat yang rnenjadikan anak angkat. Kepercayaan inidipengaruhi sifat Pendawa lima dalam dunia pewayangan dan apabilapengangkatan anak tersebut tidak dilakukan, akan mengakibatkansalahseorang dari orang tuanya atau salah seorang anak laki-laki tersebut akanmeninggal dunia.Dalam hukum adat, dikenal adanya dua macam pengangkatan anak,yaitu:a. Pengangkatan secara terang dan tunai, artinya pengangkatan anak

    . .yang dilakukan secara terbuka dihadiri oleh segenap keluarga,Pemuka-pemuka adatlpejabat adat (ini pengertian terang) danseketika.

    17) Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Cetakan Ketiga, Pradnya Paramita, Jakarta,1985.

    r .. . '~'-'-'--"WO

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    47/122

    Putusan Mahkamah Agung tertanggal 18 Maret 1959, Reg. No. 37KlSip11959, sebagai berikut :"Menurut Hukum Adat yang berlaku di Jawa Tengah, anak angkathanya diperkenankan mewarisi harta gono-gini dari orang tuaangkatnya; jadi terhadap barang pus aka (barang asal) anak angkattidak berhak mewarisinya".Putusan Mahkamah Agung tertanggal 23 Juli 1973, Reg. NO.102KlSip/1972, sebagai berikut :"Menurut Hukum Adat yang berlaku, seorang anak angkat berhakmewarisi harta gono-gini orang tua angkatnya demikian rupa,sehingga ia menutup hak waris pada saudara orang tua angkatnya".

    4. JandaMenurut Hukum Waris Adat seorang janda dapat mewaris atau

    tidak, juga sangat tergantung dari sistem kekeluargaan 'yang dianutoleh masyarakat hukum adat tersebut, maka dapat dikatakan, bahwapada masyarakat adat yang menarik garis kekeluargaan yang bersistemParentallBilateral, janda adalah ahli wads terhadap barang pencaharianbersama (gono-gini) sedang untuk hart a asal almarhu~ suaminyajanda berhak tetap pada kekuasaannya untuk dinikmati sampai jandaitu meninggal dunia atau kawin lagi.Dengan demikian jelaslah, bahwa janda bukan ahli waris almarhumsuaminya. Ia tidak mewaris dari harta asal atau harta bawaanalmarhum suaminya, tetapi dia berhak atas sebagaian dari hartapencaharian bersama (gono-gini), guna kaya, campur-karya), Janda

    r _ ~ - - ~ _ . _ - '-1

    33

    .' .~- - .

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    48/122

    34

    tanpa anak, maka janda berhak mengurus, mengatur dan menikmatiharta peninggalan suami untuk keperluan hidupnya dan anak-anaksampai anak-anak itu mentas atau menear.

    Didalam rumah tangga suami istri itu, istri itu jikalau suaminyatelah meninggal dunia, mempunyai kedudukan istimewa, oleh sebabjikalau misalnya anak-anaknya telah mencar semua, istri sebagaijandatinggal sendiri didalam rumah tangga yang ditinggalkan oleh

    almarhum suaminya .dan berhak tetap tinggal di rumah tangga itudengan hak untuk memegang harta benda yang ditinggalkan, jikalau iamemerlukannya dan selama ia memerlukannya untuk kehidupannya.Menurut putusan Kamar ke-III Raad van lustitie Batavia tanggal26 Mei 1939 (T.1S1: 193) menyatakan bahwa janda tidak dapatdianggap sebagai waris almarhum suaminya, akan tetapi ia berhak.,menerima penghasilan dari harta peninggalan si suami, jika ternyatabahwa harta gono gird tidak meneukupi. Janda berhak untuk ternshidup sedapat dapatnya seperti keadaannya pada waktu perkawinan.Janda berhak menguasai harta peninggalan suami. Ia berhak mengurusdan juga membagi-bagi hart a peninggalan sesegera anak-anak mereka

    memerlukannya bagi kehidupannya. Apalagi terhadap haria bendakeluarga. Dalam pembagian itu mungkin janda mengambil pelbagaisikap yang merupakan aturan yang umum sebagai berikut :

    -- ---, .'--"--,- ---I --'71:"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    49/122

    35

    a. ia tidak mengambil bagian dari harta peninggalan atau harta bendakeluarga, semua dibagi-bagikannya kepada anak, kemudian ia turutsalah seorang anak atau berganti-ganti menurut kesenangan kepadasiapa ia akan ikut;

    b. ia tidak mengambil bagain tetapi ia menenma hasilnya, tampamateng (ng), tampi mateng (kr) (atau punjingan);

    c. ia mengambil sebagian dari harta peninggalan atau dari harta benda

    keluarga untuk kehidupannya. mungkin bagian itu diusahakansendiri, mungkin pula dipercayakan kepada salah seorang anak.Bagian demikian jika berupa tanah disebut "kokohan" atau"gantungan ";

    d. mengambil bagian seperti ditunjuk oleh yang meninggal.

    Dalam keempat sikap tersebut biasanya tidak dibedakan asal harta,mungkin yang diambil jandau adalah barang "gananya sendiri. Jadiwalaupun janda bukan waris dari suami yang wafat, namun rnenuruthukum adat yang penting adalahjanda itu terpelihara hidupnya. Untukitu ada beberapa kemungkinan, mungkin saja harta peninggalandibiarkan kepadanya .tidak dibagi-bagi atau diadakan pembagian, asalsaja kehidupanriya terpelihara, Didalam perkembangannya tampakgejala yang menganggap janda/ balu dapat mewaris harta peninggalanyang berasal dari "gana" dan. bagian gana gini". Hal tersebutdikarenakan pertimbangan sebagai berikut :

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    50/122

    36

    - pertama, untuk menghindari terjadinya perselisihan anak-anakterutama jika kemudian janda kawin lagi;

    - kedua, untuk kepastian hukum, karena banyak terjadi setelah hartatersebut di tangan orang tua menjadi terlantar;

    - ketiga, karena pengaruh hukum Islam dimana janda merupakanwaris dari suami yang meninggaL

    Perkembangan kedudukan janda yang semula hanya sebagai penguasaatas harta peninggalan suami yang wafat, dan bukan merupakan ahliwaris antara satu dan lainnya, tetapi kemudian berubah menjadi ahliwaris antara yang satu dan yang lain, nampak pada putusan-putusanMahkamah Agung RI sebagaimana digambarkan oleh IGN. Sugangga(1978:13) sebagai berikut:- Putusan MARl tanggal 1 Februari 1959 No. 387 K J Sip/ 1958menyatakan bahwa, 'Tidaklah tepat putusan yudex facti, bahwajanda harus menerima hanya sepertiga bagian dari harta gono-gini,oleh karena kalangan masyarakat di Jawa Tengah sudah makin lamamakin meresap perasaan yang dipandang adil berdasarkan sama-sarna ikut sertanya para wanita dalam perjuangan nasional, bahwaseorang janda layak mendapat separoh dari harta gono-gini,sehingga hal ini menjadi pertumbuhan adat di Jawa Tengah.Putusan ini diperkuat dengan tiga putusan MARl tanggal25 Februari 1958, 7 Maret 195.9dan 9 April 1960.

    - Putusan MARl tanggal 8 Juli 1959 No. 387 K J Sip/ 1960 yangmenyatakan bahwa, 'Selama seorang janda belum kawin lagi

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    51/122

    barang-barang gono-gini yang dipegang olehnya tidak dapatdibagi-bagi guna menjamin kehidupannya.

    - Putusan MARl tangga12 September 1960 No. 302 K/Sip/1960 yangmenyatakan bahwa berdasarkan alasan tersebut ditambah denganpeninjauan sehari-hari dad Mahkamah Agung perihal isi hukumadat tentang warisan sekarang di seluruh Indonesia. MahkamahAgung berkesimpulan bahwa hukum adat di Indonesia perihalwarisan mengenai seorang janda perempuan selalu merupakan ahliwaris terhadap barang asal suaminya dalam arti, bahwa sekurang-kurangnya dari barang asal itu sebagian harus tetap berada di tanganjanda sepanjang perlu untuk hidup secara pantas sampai iameninggal dunia atau kawin lagi. Dipertegas lagi dengan putusan-putusan tertanggal 26 Oktober 1960 dan tertanggal 8 November1960.

    - Putusan MARl tanggal 27 Desember 1961 No. 301' K/SipI1961,yang menyatakan 'Seorang janda adalah ahli waris dari alrnarhumsuaminya, dernikian berhak atas bagian dari barang asal dadsuaminya, bagian mana adalah sarna dengan bagian anak kandungdari suarninya.

    - Putusan MARl tanggal 14 Juni' 1968 No.100 KlSip/1969 yangmenyatakan bahwa 'Mengingat pertumbuhan masyarakat yangdewasa ini yang menuju ke arah persarnaan kedudukan antara priadan wanita, dan penetapan janda sebagai ahli wads telah mernpakanjurisprudensi yang dianut oleh Mahkamah Agung, maka sudahlah

    37

    . . ~~

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    52/122

    38

    tepat dan benar pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi dalamperkara ini.

    5, Hak Waris Mereka Selain AnakApabila seseorang meninggalkan anak, maka anak itulah waris

    yang meninggaLHarta peninggalan jatuh kepada anak sebagai waris dan janda

    serta anak angkat, mungkin pula anak tiri, sebagai anggota rumahtangga yang ditinggalkan oleh si mati.

    Apabila tidak ada anak, orang tua si mati berhak atas warisan.Demikian putusan Kamar ke-III dari Raad Justisi Jakarta, tanggal17 Nopember 1939 (di T. 153, halaman 148).

    Selain dari apa yang dapat dituntut oleh janda dan anak angkat,maka apabila tidak ada anak, harta warisan pulang kembali setingkatdalam silsilah si mati dan jatuh kepada keturunan dari orang yangterdapat di tingkat itu, demikian tulisan Prof. Ter Haar dalam bukunya:Beginselen, enz, halaman 212. Apabila pada tingkat tersebut tidak adaketurunan (nakomelingan), maka harta warisan pulang setingkatke atas dan demikian seterusnya,

    Angkatan yang tertua yang masih hidup (oudslevendegeneratie) menutup {sluiuit) angkatan yang lebih muda (jongeregeneraties), dan juga dalam tingkatan-tingkatan tersebut, dasarpenggantian waris (plaatservulling) berlaku juga.

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    53/122

    39

    Apabila keturunan tidak ada, maka orang tualah yang berhak.Apabila orang tua telah meninggal, maka saudara lelaki danperempuan mengganti mereka. Saudara lelaki dan saudara perempuantidak mempunyai hak waris, selama orang tua (dari si mati) masihhidup, Demikianlah putusan kamar ke-III tersebut, tanggal 20 Januari19399T. 150, halaman 232).

    Dalam putusannya, tanggal 30 Juni 1939 (T. 151,. halaman214) Kamar ke-Ill dari Raad Yustisio di Jakarta menetapkan, bahwaibu sebagai waris anaknya yang meninggal lebih dahulu, berhak atasseluruh harta peninggalan anak itu dengan menutup (met uttsluiting)ke1uarga dalam silsilah ke samping (verwanten in de zijline).Lihat pula putusan hakim tersebut, tanggal17 November 1939 (T. 153,halaman 148), yang mengatakan bahwa apabila tidak ada anak, makaorang. tua si mati berhak atas hart a peninggalan anaknya.

    Apabila si mati meninggalkan anak, maka orang tua si mati(kakek dan neneknya itu) tidak berhak atas hart a peninggalan.

    Antara keluarga dalam silsilah ke atas ke bawah(bloedverwanten in de rechte lijn) ada kewajiban untuk saling

    (alipmentatiepticht) jika bantuan nafkah ituemberi natkahdibutuhkannya.

    Pada hakekatnya subyek hukum waris adalah pewaris dan ahliwaris. Pewaris adalah seseorang yang. meninggalkan harta warisan,sedangkan ahli waris adalah seseorang atau beberapa orang yang

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    54/122

    40

    rnerupakan penerima harta warisan. Mereka itu adalah seseorang ataubeberapa orang yang menjadi besar dan hidup sangat dekat dengan sipewaris yaitu anak yang merupakan ahli wads utama. Dengan adanyaanak maka anggota keluarga yang lain tertutup tidak akan rnenjadi ahliwaris apabila si pewaris mempunyai anak,' namun karena pengaruhagama atau hubungan kekerabatan, orang yang semula bukan ahliwaris utama dimasukkan dalam kelompok ahli waris utama. Sehingga

    berhak atau tidaknya menjadi ahli wads dipengaruhi oleh sistemkekeluargaan dan mungkin juga dipengaruhi agama. Janda menuruthukum Adat adalah bukan ahli waris, akan tetapi didaerah-daerahIslam yang sistem masyarakatnya bilateral agak berubah, yaitu bahwajanda mendapat bagian tertentu sebagai warisan.pengelompokan ahliwaris itu berturut-turut akan tampil sebagai ahli waris utama, apabilaahli waris kelornpok utama tidak ada. Pengelompokaan ini adalahgaris pokok keutamaan dan garis pokok penggantian.

    Garis pokok keutamaan ini merupakan garis hukum yangmenentukan urutan-urutan diantara golongan atau kelompok dalamkeluarga pewaris dengan pengertian merupakan garis hukum yang

    menentukan siapakah di antara orang-orang dalam golongankeutamaan tertentu, tampil sebagai ahli waris.

    Dengan menggunakan garis pokok keutamaan itu, maka ahliwaris dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu :

    H "1"

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    55/122

    41

    1. Kelompok keutamaan I Keturunan pewaris (anak) atauketuruannya.

    2. Kelompok keutamaan II Orang tua pewaris.3. Kelompok keutamaan III Saudara pewaris atau keturunannya.4. Kelompok IV Kakek dan nenek pewaris atau

    keturunannya.Dalam menentukan ahli wads dengan menggunakan prinsip

    gans pokok keutamaan dan garis pokok penggantian, maka yangdiperhatikan adalah prinsip-prinsip keturunan yang dianut olehmasyarakat tersebut.

    b. Obyek Hukum Waris AdatPada prinsipnya yang merupakan obyek hukum waris adalah

    harta kekeluarga sebagai harta warisan. Menurut pengertian umumwarisan adalah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seorang yangmeninggal dunia ( pewaris ). Sedangkan menurut Hukum Adat,pengertian warisan adalah harta yang (akan) diteruskan pewaris ketikamasih hidup atau setelah ia wafat, untuk dikuasai atau dimiliki oleh para. .

    ditinggalkan oleh pewaris, kepada ahli warisnya. 18)

    waris menurut sistem kekerabatan dan pewarisan yang berlaku dalammasyarakat adat yang bersangkutan. Harta warisan adalah semua hartakekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud (meteriil) yang

    18) Ibid, hal. 9

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    56/122

    42

    Menurut Hukum Adat harta warisan dapat bersifat ekonornis,magis, dan yuridis. Ekonomis berarti harta warisan sebagai modal dasarkehidupan bagi keturunannya. Magis artinya harta warisan itumengandung kekuatan gaib ( keris pusaka). Sedangkan bersifat yuridisartinya hart a warisan itu mempunyai kekuatan hukum ( tanah gogolan).Sehingga hal ini berakibat cara pewarisannya juga berbeda yaitu : dapatdibagi-bagi, Sedang terhadap hart a warisan yang dibagi-bagi pemiliknyakepada para ahli warisnya tidak berarti bahwa mutlak milik perseorangantanpa fungsi sosial.

    c. Wujud Harta WarisanHarta warisan terdiri dari :

    1. Harta Pustaka :a. tidak dapat dibagi ialah hart a warisan yang mempunyai nilai

    magis religius.b. hart a pusaka yang dapat dibagi, ialah harta warisan yang tidak

    mempunyai nilai magis relegius, seperti : sawah, ladang,rumah, dll

    2. Harta bawaan : yaitu harta yang dibawa baaik oleh pihak istrimaupun pihak suami ke dalam perkawinan (barang gawan, barangasal, jiwa dana, tatadan).Mengenai harta bawaan ini ada dua pendapat :1. tetap menjadi hak masing-masing dari suamil istri.

    .. ,-[" ...

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    57/122

    2. setelah .[ampau beberapa waktu (Iebih dari 5 tahun) menjadimilik bersama.

    3. Harta Perkawinan, yaitu hart a yang diperoleh dalam perkawinan.4. Hak yang didapat dari masyarakat :

    Seperti : sembahyang di Masjid, di Gereja, di Pura, mempergunakankuburan, air sungai, memungut hasil hutan, dll.

    Mengenai harta warisan belum dibagi atau ditangguhkan dikalangan masyarakat Jawa pada umumnya karena hart a warisan ituhanya diwarisi oleh janda beserta anak-anaknya. Sehingga untuksementara janda tetap menguasai dan memelihara harta warisan denganalasan-alasan tertentu. Di samping itu ada harta warisan yang memangtidak dapat dibagi-bagi penguasaan atau pemilikannya karena sifat

    benda, keadaan dan kegunaanya, misalnya keris pusaka, alatperlengkapan adat dan sebagainya, yang harus diterima oleh ahli waristertentu dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

    Menurnt S.A. Hakim .mengernukakan barang-barang asal terdiridari harta asal yang terjadi sebelum dan selama perkawinan.1. Harta asal yang terjadi sebelum perkawinan adalah :

    a. Barang yang dimiliki istri atau suami sebelum perkawinanb. Barang yang dimiliki istri atau suami karena pemberian bagian

    harta yang bertalian dengan kematian yang diperoleh karenapewansan

    c. Barang yang diperoleh karena pewarisan

    . ... . I .

    43

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    58/122

    44

    d. Barang yang diperoleh karena pemberian orang lain2. Harta asal yang terjadi selama dalam perkawinan adalah :

    a. Barang yang diperoleh suami atau istri karena usaha sendiri tanpatempat usaha sendiri

    b. Barang yang diperoleh karena pemberian bagian harta yangbertalian dengan kematian atau karena pewaris, hadiah yangdiberikan kepada suami atau istri

    Di lain pihak Soeripto mengemukakan bahwa termasuk golonganharta asal adalah :a. Pemberian orang tua, barang keturunan warisan dan barang keturunan

    hadiah (harta pusaka).b. Pemberian dari orang tua sebagai hadiah kepada masing-masing

    selama perkawinanc. Warisan sebelum dan selama perkawinand. Pengganti dari pada barang asale. Hasil dari barang asal.

    Mengenai hasil hart a asal, Ter Haar mengemukakan bahwa hasil.dari harta asal kadang-kadang dianggap harta bersama : apabila suami atau

    istri tidak mempunyai harta asal tersebut ikut bekerja untuk menghasilkan.Narnun dalarn keadaan tertentu ada beberapa daerah seperti di Jawa Baratterdapat perkawinan "nyalindung kagelung" yaitu isteri lebih kaya darisuarni dan di Jawa Tengah perkawinan "magih kaya" yaitu :

    .. 'I

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    59/122

    suami lebih kaya dari isteri, maka dalarn perkawinan itu tidak akanterjadi harta bersama.salah satu suami atau isteri ikut bekerja membantu menghasilkan hartaasal tetap masuk hart a asal.

    d. Harta Bersama atau Gono-gini.Harta bersama adalah merupakan harta yang diperoleh selama

    perkawinan, sebagai usaha bersama dengan cucuran keringat bersama

    suami dan atau isteri. Berdasarkan hal tersebut harta bersama adalahharta milik suami dan isteri bersama dan barang rnilik bersama yangtidak dapat diganggu gugat' oleh sisilah ke atas atau ke samping, selamamasih ada salah seorang dari suami atau isteri tersebut.

    Termasuk golongan harta bersama (gono-gini) adalah :a. Barang-barang yang diperoieh bersama suami atau isteri dalam masa

    perkawinan.b. Pemberian-pemberian kepada suami atau isteri bersama selama

    perkawinan.c. Pengganti dari pada barang gono-gini,d. Hasil dari barang bersama.

    Terlepas apakah ada atau tidaknya bantuan suami atau isteriasalkan selama terjadi dalam perkawinan. Hal ini karena peranan suamiatau isteri sangat besar dalam "tata kehidupan rurnah tangga, lebih-lebihdalam perkawinan terdapat keturunan.

    . . . . . [

    45

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    60/122

    46

    Mengenai kedudukan harta asal Ter Haar, mengemukakan bahwabarang asal ini tetap menjadi milik masing-masing suami atau isteri yangsemula memilikinya. Oleh karena itu harta asal suami atau isteri tidakterlepas penguasaan dan pemilikanya, serta masing-masing berhakmelakukan perbuatan hukum.

    Asas umum tersebut tidak berlaku pada masyarakat patrilinialkaren a harta pihak suami (pada perkawinan jujur) atau pihak isteri (padaperkawinan ambil anak), tidak memungkinkan terbentuknyakebersamaan harta menurut hukum. Kebersamaan harta akan terjadiapabila ada kesederajatan antara suami atau isteri atau disebabkan makinmelonggarnya ikatan kerabat.

    Dengan adanya harta bersama milik suami dan isteri inimenunjukkan suatu gejala. Hukum Adat, karena dalam prosesperkembangan memperlihatkan secara jelas tumbuh dan makin kuatnyakedudukan keluarga (somah). Hal ini berarti makin berkurangnyapengaruh ikatan kerabat, dan pengaruh ikatan somah makin lama makinmenjadi nyata dan makin lebih penting.

    Mengenai hutang selama perkawinan merupakan tanggung jawab

    bersama 'yang dibebankan kepada harta bersama. Tetapi apabila tidakcukup dapat dibebankan kepada harta suami atau isteri yang membuathutang, dengan sendirinya hams ada persetujuan kedua belah pihak.

    Dalam hal ada kebersamaan harta dan tidak mempunyai anak,apabila pewaris meninggal dunia maka harta bersama akan dibagi dua

    . .. ~

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    61/122

    47

    sama rata. Akan tetapi apabila janda masih memerlukan harta bersamatersebut untuk kehidupanya maka janda berhak untuk menundapembagian harta tersebut, bahkan apabila dinilai masih kurangmencukupi janda berhak menahan kembalinya harta asal suami sampai iakawin lagi atau meninggal dunia. Berkaitan dengan ini telah adayurisprudensi Mahkamah Agung nomor 298K1Sip/1958 jo. Nomor89K1Sip11968 : seorang janda yang ditinggalkan mati suaminya (tanpa

    anak) berhak menguasai harta go no gini yang diperoleh selamaperkawinan, selama hidupnya atau tidak kawin lagi.

    Pembagian hart a bersama sebelum janda (hidup terlama)meninggal dunia dan kadang-kadang dipaksakan lebih awal realisasinya,apabila yang bersangkutan kawin lagi atau alasan-alasan lain. Hartabersama sebelum janda (hidup terlama) meninggal dunia dan kadang-,kadang dipaksakan lebih awal realisasinya, apabila yang bersangkutankawin lagi atau alasan-alasan lain.

    Dengan demikian baik harta asal maupun sebagian harta bersamasuami, janda hanya mempunyai hak menguasai, artinya janda tidak boleh,mengasingkan (mengoperkan), tetapi hanya dapat menikmati hasilnya

    atau mengambil manfaat dari harta bersama dan harta asal tersebut. Hartabersama merupakan hak mutlak suami dan isteri secara bersama-sama,karena diperoleh selama dalam perkawinan. Oleh karena itu keluarga

    . .pihak suami atau isteri tidak berhak menuntut pembagian harta bersama,selama salah satu suami atau isteri ini masih hidup. Harta bersama tidak

    .... - - ---~.-- .. - ~... ---,,----- 1

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    62/122

    terletak di dalam lingkaran hak dari keluarga asal masing-masing suami

    atau isteri.Namun pembagian tersebut tidak tidak akan terjadi apabila

    kelua:ga tersebut mempunyai anak, sernua harta warisan, baik harta asalmaupun harta bersama menjadi satu kesatuan golongan, yang padagiliranya aka diteruskn ata~ diwariskan kepada anak kandungnya. Prinsiptersebut berpangkal pada salab satu tujuan perawinan adalah untukrneneruskan generasi, Sehingga dalam pembagian harta peninggalanapabila mempunyai anak dapat dilakukan beberapa jalan, yaitu :1. Semua harta warisan dibagi habis (dengan mengingat hibah dansebagainya) diantara para ahli waris. Sedangkan janda tidak menerimabagian warisan melainkan mengikuti salah satu anak secara bergiliratau menetap kepada salah satu anak yang biasanya terkecil(anak bungsu).

    2. Janda mendapatkan pemberian (semacam hibah) dari suaminyasebelum meninggal dunia, misalnya rumah dan pekarangan.Sedangkan harta peninggalan dibagi diantara para ahli wads dankebutuhan janda dipenuhi oleh para ahli waris atau salah sorang anak

    kandungnya.3. Janda mendapatkan harta peninggalan dan sisanya dibagi di antarapara ahli wads dan bagian janda biasanya sama dengan bagian tiap-tiap ahli waris.

    i"I

    48

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    63/122

    Mengenai jumlah bagian yang diterima rnasing-rnasing ahliwans (laki-Iaki dan perernpuan) adalah sarna, akan tetapi kadang-kadang dijumpai pula pembagian tersebut ditentukan berdasakankeadaan dari rnasing-masing ahli waris. Di samping itu dijumpai pulabagian anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan, yaitu anaklaki-laki mendapat sawah dan anak perempuan mendapat rumah. Halitu semua semata-mata di dasarkan atas kerukunan da kebersamaandalam menyelesaikan masalah harta warisan,

    A.1.4 LEMBAGA PENGGANTIAN TEMPATHarta benda keluarga dari semula digunakan sebagai dasar material

    kehidupan keluarga dan keturunannya. Konsekuensi dari alam pikirantersebut, maka timbullah lembaga pengganti tempat atau lembaga hidup waris(plaatsvervulIing). Apabila seorang anak meninggal dunia lebih dahuludaripada si peninggal warisan (ayahnya), dan anak tersebut meninggalkananak-anak, maka cucu dari peninggal warisan ini secara bersama-samamenggantikan kedudukan orang tuanya dan berhak rnenerirna bagian hartawarisan kakek-neneknya.

    Namun demikian para ahli warts tidak rnempunyai hak mutlakterhadap bagian tertentu terhadap harta warisan karena Hukum Waris Adatdisamping menganut dasar persamaan hak, tetapi juga menganut dasarkerukunan dalam pelaksanaan pembagian warisan, Bertitik tolak pada hakikatfungsi harta warisan yaitu sebagai dasar materiel kehidupan somah bagikeluarga dan turunannya, maka Hokum Waris Adat mengenal pula "lembaga

    49

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    64/122

    50

    penggantian waris", Lembaga penggantian wans adalah suatu lembaga,apabila seorang anak meninggal dunia mendahului pewaris (orang tua) dananak tersebut mempunyai keturunan, maka anak dari yang meninggal duniaitu berhak mengganti kedudukan orang tuanya untuk mendapatkan bagian dariharta warisan kakeknya.

    Menurut Keputusan Mahkamah Agung No.391 KlSip/1958 isinyaantara lain adalah: Bahwa menurut Hukum Adat di Jawa yang berhak untuk

    menggantikan kedudukan seorang ahli waris yang lebih dahulu meninggaldunia dari orang yang meninggalkan warisan adalah hanya keturunan dalamgaris menurun, sedangkan suami atau isteri tidak berhak menggantikannya.l'"

    Demikian pula halnya, apabila seorang pewaris tidak meninggalkanketurunan, tetapi meninggalkan anak saudaranya (keponakan), makakeponakan itulah yang menggantikan tempat orang tuanya yang telahmeninggal dunia itu. Dengan demikian lembaga penggantian tempat tidakhanya rnengenal garis keturunan ke bawah saja, tepapi juga garis keturunan keatas dan gads keturunan menyamping. Sedangkan bagian ahli wads penggantitidak sarna dengan orang yang digantikan tempatnya, karen a tergantungkelornpok (jumlah) orang yang menggantikan tempat orang tuanya.

    Lembaga pengganti temp at ini dikenal, baik pada masyarakat bilateral,patrilineal, dan matrilineal. Sehingga bagi mereka yang berasal dari sistembilateral yang menggantikan tempat adalah anak laki-laki atau anakperempuan. Pada masyarakat patrilineal yang menggantikan tempat adalah

    19) Ibid, hal. 10.& "

    ,- -__ ., ._- ~ --.~-- -_- ---->T~_ _ _I

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    65/122

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    66/122

    52

    sudan berlaku secara tradisionaI dan pelaksanaannya berdasarkanrnusyawarah adat dan mufakat keluarga. Sehingga penerusan clanperalihan dapat digunakan gambarkan bilamana anak laki-laki yangmentas (berumah tangga) akan diberikan sawah oleh pewaris,sedangkan anak perempuan diberikan rurnah, perhiasan ataupun alatrumah tangga. Oleh karena itu proses penerusan dan peralihan barangharta kekayaan suatu keluarga dimasyarakat desa merupakan typisch

    bagi masyarakat tradisional di Jawa.Dengan demikian bahwa proses penerusan dan peralihan harta

    warisan terjadi pada waktu masih hidup. Proses ini pada umumnyaterjadi pada masyarakat yang menganut sistem kewarisan individual(masyarakat bilateral dan frekuaensinya tergantung kepentingan darimasing-masing pihak. Sedangkan di Bali, pemberian harta pada saat

    ".

    pewaris masih hidup tidak dengan sendirinya merupakan pengalihanharta warisan. Pemberian harta tersebut kepada ahli waris semasapewaris masih hidup berupa "jiwa dana" yaitu pemberian lepas daripewaris kepada ahli waris dan pengupah jiwa hanya bersifatmenikmati hasilnya harta warisan.

    2. Penunjukkan.Penunjukkan dalam proses pewarisan itu berarti bahwa

    penguasaan dan pemilikan harta warisan belum beralih dan bam akanberalih setelah pewaris meninggal dunia. Sebelum pewaris meninggaldunia, harta warisan tersebut masih dikuasai dan dimanfaatkan oleh

    - _.[ I"i

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    67/122

    53

    pewaris. Sedangkan ahli wads hanya mendapat penunjukkan atas hartawarisan tertentu dari pewaris. Belum mendapatkan sesuatu ( hartawarisan ), selain hak pakai dan hak menikmati hasilnya.

    Penunjukkan tidak saja untuk barang bergerak tetapi jugauntuk barang tetap seperti sawah, kebun yang disebut s c garisan". Garisan artinya pewaris menunjukkan garis batas tanah yang diperuntukkanbagi ahli waris. Pelaksanaan penerusan maupun penunjukkan olehpewaris kepada ahli waris tidak mesti dinyatakan dengan terangdihadapan pemuka desa tetapi pada umumnya hanya dihadap-an ahliwaris dan anggota keluarga yang lain.

    3. Pesan atau wasiatPesan atau wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta

    semasa hidupnya untuk menyatakan keinginannya ya,ng terakhirtentang pembagian harta warisan kepada ahli waris dan barn berlakusetelah pewaris meninggal dunia. Keinginan terakhir ini biasanyadiucapkan pada waktu si pewaris dalam keadaan sakit keras yang tidakdapat diharapkan kesembuhannya lagi atau diucapkan ketika pewarisakan bepergian jauh, misalnya : naik haji.

    Pesan (welingan atau wekasan) itu bam berlaku, sete1ahpewaris tidak kembali lagi atau meninggal dunia. Namun jika pewarismasih hidup dan kembali ke kampung halaman maka ia tetap berhakuntuk mernbah atau mencabut pesannya itu.

    . ....'I ,,-.~.-~l~""'"r'''

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    68/122

    54

    Ada kalanya bagi seorang pewans yang sudah berumur lanjut, ataukarena sudah mulai sakit-sakitan, berpesan kepada para anggotakeluarganya agar sebagian dari harta yang akan ditinggalkannya kelakapabila ia wafat dapat diberikan kepada seseorang. Pesan kewarisan itudisampaikannya dengan lisan atau dengan tulisan di hadapan paraanggota keluarganya dan pesan tersebut akan berlaku setelah pewaristersebut wafat,

    Pesan atau wasiat dari orang tua kepada ahli waris biasanyaharus diucapkan dengan terang dan disaksikan ahli waris, anggotakeluarga, tetangga dan pamong desa, Perbuatan pesan ini hams"terang" agar mendapat perIindungan dalam Iulintas hukum diluarIingkungan kerabat. Menurut Hukum Adat yang dapat menerima pesanadalah ahli waris . Soepomo mengemukakan bahwa "pewarisan atauhibah wasiat hanya merupakan perpindahan (verschuiving) hartabenda didalam Iingkungan ahli waris, Prinsip tersebut berkaitandengan hibah yaitu :1 . Memberikan pernyataan mengikat terhadap sifat-sifat dari barang-

    barang yang akan menjadi harta peninggalan seperti hart a asal,harta yang diperolehsendiri ~.'"

    2. Mewajibkan para ahli waris untuk membagi-bagi hartapeninggalan secara layak menurut anggapan pewaris dan utukmencegah terjadinya perselisihan dalam membagi hartapeninggalan dikemudian hari ,

    -I - r . -r'I

  • 8/7/2019 2003MNOT3715

    69/122

    55

    "Welingan" atau "wekasan" pelaksanaannya kadang-kadangperlu disaksikan pamong desa dan para tetangga, terutama jika yangdiweling itu adalah bidang tanah. Adanya kesaksian pamong desatersebut dimaksudkan agar mudah menyelesaikan apabila di kemudianhari timbul sengketa warisan.

    "Welingan barulah berlaku setelah pemberi welingan wafat danselama pewasiat masih hidup ia berhak mencabut atau mengubah harta

    yang telah dihibah-wasiatkan. Di Jawa welingan berlaku terhadap istri,anak, anak angkat atau juga terhadap orang lain. Menurutyurisprudensi Landraad Surabaya tanggal 15 Maret 1923 (T. 121 :585) dikatakan bahwa 'Mengenai cara pembagian harta dengan hibahwasiat oleh ayah atas sebidang tanah untuk anaknya. Hibah wasiat inidapat diterjemahkan sebagai pemberian dengan pengertian bahwapemberian itu baru berlaku sesudah penghibah wafat. Jadi hak milikbaru beralih pada anak setelah penghibah wafat.

    Dalam pelksanaan hibah wasiat itu tidak memerlukan adanyaizin atau persetujuan dad para ahli waris dan tidak pula adanya hibah

    .e.

    wasiat akan berakibat merugikan para ahli wads. Sebagaimanadikemukakan dalamputusan MARl tanggal 23 Agustus 1960No. 225 KlSip/1960 bahwa :a. .hibah itu tidak memerlukan persetujuan ahli waris.b. hibah tidak mengakibatkan ahli waris dad penghibah tidak berhaklagi atas harta peninggalan dad penghibah.

    . _-1"

  • 8/7