2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

12
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr) Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang (Anonim, 2000). Gambar 2.1. Kedelai Kedelai termasuk famili Leguminosae, subfamili Papilonoideae, dan genus Glysin, L dengan nama kultivar Glysin max (L). Kedelai mengandung protein paling tinggi diantara jenis sereal dan legume, sekitar 40% dan mengandung sekitar 20% lemak, kedua tertinggi setelah kacang tanah. Secara rata-rata, protein dan lemak menyumbang 60% berat kering kedelai. Sisanya adalah karbohidrat (± 35%) dan abu (± 5%). Karena pada umumnya kedelai komersial mengandung sekitar 13% air (untuk menjaga stabilitas selama penyimpanan), berdasarkan berat basah kedelai mengandung 35% protein, 17% lemak, 31% karbohidrat, dan 4,4% abu (Liu, 1997 dalam Wahyuningtyas, 2003). Komposisi kimia kedelai sangat bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor,

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.

Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan

mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran

tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah

Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan

Afrika. Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40

jenis. Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4

tipe kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar

penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang

(Anonim, 2000).

Gambar 2.1. Kedelai

Kedelai termasuk famili Leguminosae, subfamili Papilonoideae, dan

genus Glysin, L dengan nama kultivar Glysin max (L). Kedelai mengandung

protein paling tinggi diantara jenis sereal dan legume, sekitar 40% dan

mengandung sekitar 20% lemak, kedua tertinggi setelah kacang tanah. Secara

rata-rata, protein dan lemak menyumbang 60% berat kering kedelai. Sisanya

adalah karbohidrat (± 35%) dan abu (± 5%). Karena pada umumnya kedelai

komersial mengandung sekitar 13% air (untuk menjaga stabilitas selama

penyimpanan), berdasarkan berat basah kedelai mengandung 35% protein, 17%

lemak, 31% karbohidrat, dan 4,4% abu (Liu, 1997 dalam Wahyuningtyas, 2003).

Komposisi kimia kedelai sangat bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor,

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

5

diantaranya adalah varietas, musim/iklim, lokasi geografis, dan tekanan

lingkungan (Schmidl dan Labuza, 2000 dalam Wahyuningtyas, 2003).

Tabel 2.1. Komposisi Gizi Kedelai Kering per 100 gram Biji

Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) 331Protein (gr) 34,9Lemak (gr) 18,1Karbohidrat (gr) 24,8Kalsium (mg) 227Fosfor (mg) 585Besi (mg) 8,0Vitamin A (SI) 110Vitamin B1 (mg) 1,1Air (gr) 7,5

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1972

Kedelai merupakan salah satu komoditas penting karena kedelai

mempunyai nilai kemanfaatan yang tinggi, kedelai bisa diolah menjadi bahan

makanan, minuman serta penyedap cita rasa makanan. Sebagai bahan makanan

pada umumnya kedelai tidak langsung dimakan, melainkan diolah terlebih dahulu

sesuai dengan kegunaannya, misalnya : tempe, tahu, kecap, tauco, tauge bahkan

diolah secara modern menjadi susu dan minuman sari kedelai, kemudian dikemas

di dalam botol (AAK, 1995).

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak

disintesa oleh tanaman. Pada tanaman golongan Leguminosae, khususnya pada

tanaman kedelai mengandung senyawa isoflavon yang cukup tinggi. Bagian tanaman

kedelai yang mengandung senyawa isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji

kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman.

Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama dari

tanaman.Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/g kedelai. (Anonim,

2008). Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau

konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon

ini terutama adalah Genistin, Daidzin, Glisitin (Pradana, 2008). Selama proses

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

6

pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi,

senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses

hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon

yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah Genistein,

Daidzein, dan Glisitein (Pawiroharsono, 1995 dalam Dwinaningsih, 2010).

2.2. Kedelai Lokal varietas Grobogan

Dilepas tahun : 2008

SK Mentan : 238/Kpts/SR.120/3/2008

Asal :Pemurnian populasi Lokal Malabar

Grobogan

Tipe pertumbuhan : determinit

Warna hipokotil : ungu

Warna epikotil : ungu

Warna daun : hijau agak tua

Warna bulu batang : coklat

Warna bunga : ungu

Warna kulit biji : kuning muda

Warna polong tua : coklat

Warna hilum biji : coklat

Bentuk daun : lanceolate

Percabangan : -

Umur berbunga : 30-32 hari

Umur polong masak : ± 76 hari

Tinggi tanaman : 50–60 cm

Bobot biji : ± 18 g/100 biji

Rata-rata hasil : 2,77 ton/ha

Potensi hasil : 3,40 ton/ha

Kandungan protein : 43,9%

Kandungan lemak : 18,4%

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

7

Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi

lingkungan tumbuh yang berbeda cukup

besar, pada musim hujan dan daerah

beririgasi baik.

Sifat lain : - polong masak tidak mudah pecah, dan

- pada saat panen daun luruh 95–100%

saat panen >95% daunnya telah luruh

(Balitkabi, 2008)

2.3. Tempe

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku

kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri

berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan

adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang

kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara

biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam

kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi

(Kasmidjo, 1990 dalam Dwinaningsih, 2010).

Gambar 2.2. Tempe

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

8

Tabel 2.2. Komposisi Gizi Tempe

Komposisi Jumlah

Air (wb) 61,2 %Protein kasar (db) 41,5%Minyak kasar (db) 22,2%Karbohidrat (db) 29,6%Abu (db) 4,3%Serat kasar (db) 3,4%Nitrogen (db) 7,5%

Sumber: Cahyadi (2006)

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah

produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk

padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.

Tabel 2.3. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional

Indonesia 01-3144-1992

Kriteria Uji Persyaratan

Keadaan Bau normal (khas tempe) Warna normal Rasa normal

Air (% b/b) maks 65Abu (% b/b) maks 1,5Protein (% b/b) x (Nx6,25) min 20Cemaran mikroba

E coli maks 10 Salmonella negative

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992)

2.4. Tempe Satu Kali Perebusan

Tempe satu kali perebusan merupakan salah satu jenis tempe dimana

pengrajin melakukan improvisasi terhadap proses pembuatan tempe yaitu pada

tahapan perebusan yang hanya dilakukan sekali. Improvisasi ini biasanya

dilakukan untuk menghemat bahan bakar. Proses perebusan dalam pembuatan

tempe berpengaruh pada nilai gizi serta daya tahan tempe yang dihasilkan.

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

9

Septania (2010) melaporkan bahwa tempe yang dikukus satu kali mempunyai

kadar abu dan air lebih tinggi dibanding tempe yang dikukus dua kali. Sedangkan

kadar karbohidrat dan proteinnya lebih rendah dibanding tempe yang dikukus dua

kali.

2.5. Proses Pembuatan Tempe dan Perubahan Gizinya

Tempe adalah makanan terkenal Indonesia yang dibuat dari kedelai

melalui tiga tahap, yaitu (1) hidrasi dan pengasaman biji kedelai dengan direndam

beberapa lama (untuk daerah tropis kira-kira semalam); (2) pemanasan biji

kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur

tempe yang banyak digunakan ialah Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990 dalam

Dwinaningsih, 2010).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan

baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan

lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe

kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan

mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus,

Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies

atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal

6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang murni, laru juga

dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009 dalam

Dwinaningsih, 2010).

Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan

dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor

yang ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan ini bertujuan untuk mengurangi

bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang

kemungkinan tumbuh selama perendaman (Ali, 2008).

Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan

bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai

telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh

bakteri asam laktat. Perendaman juga betujuan untuk memberikan kesempatan

kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

10

kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang

tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini

dapat menggunakan air biasa atau air yang ditambah asam asetat sehingga pH

larutan mencapai 4-5 (Ali, 2008).

Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar

air biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %.

Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat

sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3. Bakteri yang

berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei, Streptococcus

faecium, dan Streptococcus epidermidis. Kondisi ini memungkinkan

terhambatnya pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen dan pembusuk yang

tidak tahan terhadap asam. Selain itu, peningkatan kualitas organoleptiknya juga

terjadi dengan terbentuknya aroma dan flavor yang unik.

Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi

suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman

dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri

sehingga tidak terbentuk asam (Hidayat, 2008 dalam Dwinaningsih, 2010).

Sebagai akibat perubahan fermentasi kedelai, dihasilkan produk tempe

yang lebih enak, lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna dari pada kedelai. Salah

satu faktor penting dalam perubahan tersebut adalah terbebasnya senyawa-

senyawa isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon), dan teristemewa hadirnya

Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak

terdapat pada kedelai. Faktor-II ternyata berpotensi 10 kali lebih tinggi (dibanding

dengan jenis isoflavon yang lainnya) sebagai antioksidan dan berperan sebagai

antihemolitik, penurun tekanan darah, anti kanker, dan sebagainya (Karyadi dan

Hermana, 1995).

Kedelai dorman mengandung glikosida isoflavon yang terdiri dari : 65%

genistin, 23% daidzin dan 15% glisitin. Pratt dan Hudson (1985) dalam Mey

(2009), melaporkan bahwa daidzin, genistin, dan glisitein yang terdapat pada biji

kedelai dapat dihidrolisis oleh ß-glukosidase selama proses perendaman menjadi

aglikon isoflavon dan glukosanya yaitu genestein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon)

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

11

dan glukosa (1:1), daidzein (7,4’-trihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1) serta

glisitein (6-metoksi-7,4’-dihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1).

Menurut Barz dan Papendorf (1991) dalam Mey (2009), Faktor II dapat

terbentuk karena selama proses perendaman kedelai, ß-glukosidase akan aktif dan

mengubah glisitin, genestin dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi

glisitein, genestein dan daidzein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai

direndam dengan Rhizopus oligosporus terjadi konversi lebih lanjut glisitein dan

daidzein menjadi senyawa Faktor II. Menurut Sutikno (2009), antioksidan faktor

II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat

dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat

terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus

luteus dan Coreyne bacterium.

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya

reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Antioksidan dinyatakan sebagai

senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan

konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat

dioksidasi.

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)

dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) (Trilaksani, 2003).

Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk

makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar

diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen

(BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol.

Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara

sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991 dalam Trilaksani, 2003)

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c)

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

12

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan.

Menurut Pratt dan Hudson (1990) dalam Trilaksani (2003), kebanyakan

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari

tumbuhan.. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada

kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari (Pratt,1992).

Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1950) dalam

Trilaksani (2003), senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah

senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan

asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.

Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi

pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom

hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering

disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom

hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk

lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki

keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi

sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai

mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan

radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990 dalam Trilaksani, 2003).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada

lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.

Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi

maupun propagasi (Gambar 2.3). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang

terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi

untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru

(Gordon, 1990 dalam Trilaksani, 2003). Radikal-radikal antioksidan dapat saling

bereaksi membentuk produk non radikal.

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

13

Inisiasi : R* + AH ———> RH + A* Radikal lipida

Propagasi : ROO* + AH ——> ROOH + A*

Gambar 2.3. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990 dalam Trilaksani, 2003)

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada

laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering

lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2.4). Pengaruh

jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan,

kondisi dan sample yang akan diuji.

AH + O2 ———–> A* + HOO*

AH + ROOH ———> RO* + H2O + A*

Gambar 2.4. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990 dalam Trilaksani, 2003)

Nilai aktivitas antioksidan suatu sampel dapat ditentukan menggunakan

metode kemampuan mereduksi (reducing power). Metode ini didasarkan pada

kemampuan antioksidan dalam pembentukan senyawa feriferosianida

(Fe4[Fe(CN)6]3) berwarna biru berlin yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi

pada pengukuran 700 nm menggunakan spektrofotometer. Besarnya aktivitas

antioksidan dapat diketahui setelah nilai absorbansi dikorelasikan dengan kurva

standar K4Fe(CN)6 (Yildrim dkk, 2001 dan Oyaizu, 1986 dalam Wang dkk, 2003).

2.7. Senyawa Fenolik

Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya adalah senyawa

fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam

sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Senyawa

antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat beraksi sebagai

(a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam

terbentuknya singlet oksigen (Pratt, 1992).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

14

Secara kimiawi, senyawa fenolik dapat terdefinisikan sebagai kelompok

senyawa kimia yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan kelompok

hidroksil ( -OH ). Adanya gugus hidroksil menyebabkan senyawa bersifat polar.

Gambar 2.5. Stuktur Senyawa Fenol

Senyawa fenolik terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan

dan sejauh ini lebih dari 800 struktur senyawa fenolik telah diketahui. Senyawa

fenolik mampu meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh yang pada

akhirnya dapat menekan terjadinya penyakit kanker (Karunia, 2007).

Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah

berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L. Merr), salah satunya adalah

flavonoid. Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang

terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon. Isoflavon kedelai terutama berupa

7-O-monoglukosida-isoflavon, dimana bagian glikosidanya 100 kali bagian

aglikonnya. Senyawa antioksidan alami isoflavon dari kedelai tersebut adalah

5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-0-monoglukosida (genistein) 7,4-

dihidroksiisoflavon-7-0monoglukosida (daidzein), dan 7,4;-dihidroksi6-metoksi-

isoflavon-7-0-monoglukosida (glycitein). Isoflavon lain dari kedelai adalah 6,7,4’-

trihidroksiisoflavon yang hanya terdapat pada produk-produk kedelai

terfermentasi (Pratt,1992). Pratt (1992), juga menyatakan senyawa fenolik berupa

asam fenolat, diantaranya chlorogenic, isochlorogenic, caffeic, ferullic, p-

coumaric, syiringic, vanillic dan p-hydroxybenzoic acids juga terdapat dalam

kedelai. Baru-baru ini, ditemukan senyawa baru dalam tempe yang juga termasuk

dalam golongan senyawa fenolik yaitu 3-Hydroxyanthranilic acid (Esaki dkk,

1996 dalam Pokorony dkk, 2003)

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai (Glycine max L Merr)

15

R1 R2 Komponen

H H Daidzein

OH H Genistein

H OCH3 Glisitein

H OH Faktor-II

Gambar 2.6. Struktur Kimia Isoflavon Aglikon

Gambar 2.7. Struktur 3-Hydroxyanthranilic acid

Kadar fenolik total suatu sampel dapat diuji dengan menggunakan metode

Folin Ciocalteu. Kadar fenolik total pada sampel ditentukan oleh kemampuan

sampel untuk mereduksi reagen Folin Ciocalteu yang mengandung senyawa asam

fosfomolibdat-fosfotungstat berwarna kuning yang akan membentuk senyawa

kompleks berwarna biru. Metode ini dapat mendeteksi semua golongan fenolik

yang terdapat dalam sampel. Kandungan fenoliknya dapat distandarisasi antara

lain dengan asam galat, katekin, asam tanat, dan asam kafeat (Prior dkk, 2005).

Na2WO4 / Na2MoO4 ( fenol – MoW11O40) 4-

Mo (VI) (kuning) + e- Mo (V) (biru)