2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi...

14
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng Deskripsi dan klasifikasi merupakan bagian yang penting dalam mempelajari suatu jenis ikan. 2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi ikan bandeng Bandeng (Gambar 1) mampu mentolelir salinitas perairan yang luas (0- 158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan eurihalin. Ikan muda dan dewasa dapat menyesuaikan diri pada perubahan salinitas. Ikan ini juga dapat bertahan pada perubahan jumlah makanan yang tiba-tiba. Makanan alami mereka adalah bentos dan fitoplankton. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yakni suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Schuster 1959; Ghufron dan Kardi 1997). Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri dengan adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini hanya ditemukan di Indonesia (Schuster 1959). Gambar 1 Ikan bandeng (Chanos chanos) (FAO 2011).

Transcript of 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi...

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng

Deskripsi dan klasifikasi merupakan bagian yang penting dalam

mempelajari suatu jenis ikan.

2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi ikan bandeng

Bandeng (Gambar 1) mampu mentolelir salinitas perairan yang luas (0-

158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan eurihalin. Ikan muda dan dewasa

dapat menyesuaikan diri pada perubahan salinitas. Ikan ini juga dapat bertahan

pada perubahan jumlah makanan yang tiba-tiba. Makanan alami mereka adalah

bentos dan fitoplankton. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan yakni suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan

penyakit (Schuster 1959; Ghufron dan Kardi 1997).

Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri dengan

adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini

hanya ditemukan di Indonesia (Schuster 1959).

Gambar 1 Ikan bandeng (Chanos chanos) (FAO 2011).

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

4

Swanson (1998) menyatakan bahwa kadar garam perairan (salinitas)

berpengaruh terhadap fisiologi dan tingkah laku ikan. Pertumbuhan ikan yang

lebih tinggi pada salinitas 50‰ dibandingkan salinitas 35‰ dan pertumbuhannya

sedang pada salinitas 15‰, sedangkan aktivitas paling tinggi ditunjukkan ikan

dengan salinitas air 35‰. Pola yang bervariasi tersebut berhubungan dengan laju

metabolisme ikan dengan kisaran salinitas yang relatif tinggi, yaitu 15‰ dan

55‰.

Toleransinya yang besar terhadap salinitas tersebut sangat menguntungkan

petani ikan. Ikan bandeng juga dapat dibudidaya secara polikultur. Suharyanto

(2008) melakukan penelitian tentang kemungkinan polikultur rajungan

(Portunus pelagius), udang vanamei (Litopenaeus vannamei), ikan bandeng

(Chanos chanos), dan rumput laut (Gracilari sp.) di tambak dan pakan yang

diberikan ikan rucah (Clupea sp.) selama 105 hari mendapatkan hasil, produksi

rajungan adalah 32,6% (18 kg), udang vanamei 70% (10%), ikan bandeng 100%

(30 kg), dan rumput laut 125% (36,25 kg).

Temperatur adalah faktor utama yang bertanggung jawab terhadap

pembatasan habitat spesies pada daerah tropis dan subtropis di Samudera Hindia

dan Pasifik. Batas maksimal toleransi suhu Chanos chanos di atas spesies laut

lainnya, Chanos chanos dapat bertahan pada suhu di atas 40 ºC (Schuster 1959).

Chanos chanos juga ditemukan di pantai-pantai sekitar Laut Merah, pantai

timur Afrika termasuk Zanzibar dan Madagaskar, Teluk Aden, pantai barat daya,

selatan dan barat India, pantai Ceylon, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Taiwan,

perairan antara Filipina dan Indonesia, pantai-pantai di Australia, New Zealand,

New Guinea, Fiji, Samoa, the Society, Gilbert, Lau dan Pulau Tuamoto,

kepulauan Hawai, pantai barat USA (selatan San Francisco), teluk California dan

pantai Meksiko. Berdasarkan informasi ini, sebaran geografis spesies ini adalah

dari 40º BT-100º BB dan 30º-40º LU sampai 30º-40º LS (Schuster 1959).

2.1.2 Komposisi kimia ikan bandeng

Ikan merupakan pangan yang bergizi. Tabel 1 menunjukkan komposisi

kimia ikan bandeng.

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

5

Tabel 1 Komposisi kimia ikan bandeng (Chanos chanos)

Zat gizi Jumlah Satuan

Kalori 126 Kalori

Protein 17,4 Gram

Lemak 5,7 Gram

Air 60,2 Gram

Kalsium 43,4 Milligram

Fosfor 138 Milligram

Besi 0,3 Milligram

Vitamin A 85 Milligram

Vitamin B6 0,4 Milligram

Vitamin B12 2,9 Milligram

Sumber: www.nutritiondata.com (2007)

Jaringan ikan sebagian besar terdiri dari protein. Kandungan protein dalam

daging ikan sehat adalah 16-18%. Protein ditemukan di dalam semua sel dan

semua bagian sel (Lehninger 1982; Burgess et al. 1967). Satu molekul protein

dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah

ratusan dari setiap macam asam aminonya. Berdasarkan kelarutannya dalam air,

protein dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu protein miofibril, protein

sarkoplasma, dan protein stroma (Suhardjo dan Kusharto 1987; Muchtadi et al.

1993).

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging dan

merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari

miosin, aktin, dan protein regulasi (tropomiosin, troponin, dan aktin). Penyusun

utama protein miofibril adalah aktin (hampir 20% dari total miofibril) dan miosin

(sebesar 50-60% dari total protein miofibril). Gabungan aktin dan miosin

membentuk aktomiosin. Miosin merupakan protein esensial yang dapat

meningkatkan elastisitas gel protein. Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi

otot (Muchadi et al. 1993; Suzuki 1981). Menurut Nurjanah et al. (2004), protein

larut garam pada ikan merupakan protein miofibril. Kadar miofibril dalam daging

ikan 65-75% yang terdiri dari miosin, aktin, dan komponen minor lainnya.

Sarkoplasma merupakan protein terbesar kedua di dalam protein daging, memiliki

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

6

sifat larut dalam air dan secara umum ditemukan dalam plasma sel. Protein

sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan

mengganggu pembentukan gel (Hall dan Ahmad 1992). Sarkoplasma memiliki

bobot molekul yang relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk

bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut

sarkoplasma yang tinggi dalam air (Muchtadi et al.1993). Protein stroma adalah

protein yang membentuk jaringan ikat. Protein stroma tidak dapat diekstrak

dengan larutan asam, alkali atau larutan garam netral pada konsentrasi

(0,01-0,10) M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot. Selain protein

stroma, protein kontraktil, seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak

(Suzuki 1981).

Analisis protein untuk bahan pangan, umumnya lebih ditujukan pada

kadar total protein daripada keberadaan protein spesifik dalam bahan pangan

tersebut. Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai

hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan faktor 6,25 dan kadar protein yang

dilaporkan adalah kadar protein kasar (crude protein) (Danitasari 2010).

Kandungan lemak pada suatu makanan dapat rendah maupun tinggi hal

tersebut tergantung pada bahannya. Asam lemak dibagi menjadi dua golongan,

yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh, asam lemak jenuh bertitik leleh lebih tinggi

dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh (deMan 1997). Asam lemak tak

jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh

tunggal (Monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang mengandung dua

atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh majemuk

(Polyunsaturated fatty acid/PUFA) (Muchtadi et al. 1993).

Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut

asam lemak tak jenuh majemuk. Asam lemak tidak jenuh umumnya terdapat

dalam bentuk cis, sedangkan bentuk trans banyak terdapat pada asam lemak susu

ruminansia pada hewan teresterial dan lemak yang telah dihidrogenasi

(Muchtadi et al. 1993). Lemak daging ikan mengandung asam-asam lemak jenuh

dengan panjang rantai C14-C22 dan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan

1-6. Lemak ikan berbeda dengan lemak pada tanaman dan hewan darat. Lemak

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

7

tanaman dan hewan darat jarang yang memiliki asam lemak dengan rantai karbon

lebih dari 18 (Adawyah 2006; Nurjanah dan Abdullah 2010).

Ikan tidak makan terlalu banyak karbohidrat, tetapi makanan mereka

mengandung banyak protein dan lemak. Ketiga jenis makanan, karbohidrat, lemak

dan protein dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan

energi. Jika total pemasukan makanan kurang dari total kebutuhan energi yang

dibutuhkan, maka jaringan lemak akan digunakan untuk melengkapinya. Lemak

tidak dapat menggantikan protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tetapi

dapat menjaga cadangan protein (Burgess et al. 1967).

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen

yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Glikogen terdapat

dalam jumlah jumlah terbanyak dari karbohidrat yang terdapat pada daging ikan

yaitu 0,05 – 0,085 %, selain itu terdapat juga glukosa (0,038 %), asam laktat

(0,005 – 0,43 %) dan berbagai senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat

(Hadiwiyoto 1993).

Mineral dalam makanan ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi

(pembakaran). Pada proses pembakaran yang terbakar adalah bahan-bahan

organik karena itulah disebut abu (deMan 1997; Winarno 1992). Akan tetapi

mineral yang didapat dengan pembakaran tidak mengandung nitrogen yang ada

dalam protein, sehingga jumlahnya berbeda dengan kandungan mineral bahan

yang sebenarnya. Karbonat dalam abu dapat dibentuk karena penguraian bahan

organik. Beberapa unsur sesepora (trace elements) dan beberapa garam dapat

hilang karena penguapan. Oleh karena itu, jumlah mineral dalam makanan

bergantung kepada metode analisisnya (deMan 1997).

Mineral dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu komponen garam utama

dan unsur sesepora (trace elements). Komponen garam utama mencakup kalium,

natrium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, fosfat, dan bikarbonat. Unsur

sesepora dapat dibagi menjadi tiga golongan yang pertama adalah unsur gizi

esensia, termasuk Fe, Cu, I, Co, Mn, dan Zn, yang kedua adalah unsur gizi

nontoksik, termasuk Al, B, Ni, Sn, dan Cr, dan yang terakhir adalah unsur nongizi

dan toksik, termasuk Hg, Pb, As, Cd, dan Sb (deMan 1997).

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

8

Vitamin yang terdapat pada daging ikan terbagi menjadi dua golongan,

yaitu vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B kompleks dan vitamin yang

larut dalam lemak seperti vitamin A, D, dan E. Vitamin A dan D banyak

ditemukan pada spesies-spesies ikan berlemak, terutama dalam hati, seperti pada

ikan cod (Junianto 2003).

2.2 Kemunduran Mutu Ikan

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan

kemunduran mutu (perishable food). Kerusakan ini dapat terjadi secara

biokimiawi maupun mikrobiologi. Proses kerusakan ikan ini berlangsung cepat

terutama di daerah tropis yang mempunyai kelembaban harian yang tinggi. Proses

tersebut dipercepat dengan praktek-praktek penangkapan atau pemanenan yang

tidak baik, cara penanganan yang kurang tepat, sanitasi dan higiene yang tidak

memadai, terbatasnya sarana distribusi dan sarana pemasaran dan sebagainya

(Yuniarti 2010).

Menurut Eskin (1990) ikan yang telah mati akan mengalami perubahan-

perubahan yang mengakibatkan penurunan mutu ikan. Perubahan biokimia dan

fisikokimia mengakibatkan turunnya kesegaran ikan. Proses perubahan tersebut

dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pre rigor, rigor mortis dan post rigor. Jika masih

ingin dilanjutkan penyimpanan ikan yang telah mencapai fase post rigor

selanjutnya ikan akan masuk pada kebusukan. Ikan yang busuk sudah tidak layak

konsumsi lagi, biasanya ikan ini hanya digunakan sebagai tepung ikan.

Kondisi daging ikan pada fase pre rigor masih lembut dan lunak, dan

secara kimiawi ditandai dengan penurunan jumlah ATP dan kreatin fosfat, seperti

halnya pada reaksi aktif glikolisis. Sirkulasi darah berhenti pada awal kematian

dan terjadi perubahan susunan yang kompleks pada daging. Sirkulasi darah yang

terhenti pada ikan mati akan mengakibatkan habisnya aliran oksigen di dalam

jaringan. Tahap berikutnya adalah terjadinya perubahan ATP yang telah terbentuk

selama ikan masih hidup sebagai sumber energi, sehingga sumber ATP semakin

berkurang. Adenosin trifosfat (ATP) mengalami perubahan akibat aktivitas enzim

ATPase, bersamaan dengan itu glikogen akan diurai menjadi asam laktat. Proses

ini menyebabkan terjadinya akumulasi asam laktat sehingga pH jaringan otot ikan

akan terus menurun, kondisi ini disebut rigor mortis. Rigor mortis ditandai dengan

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

9

keadaan otot yang kaku dan keras. Lamanya tahap rigor dipengaruhi oleh

kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu lingkungan. Kandungan glikogen

yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor. Pada fase rigor mortis terjadi

penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya

jumlah ATP. Kelenturan otot yang hilang ini diakibatkan ion Ca2+

yang berikatan

dengan protein troponin sehingga menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik

antara filamen aktin dan miosin (aktomiosin) yang ditandai dengan terjadinya

pengkerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible).

Adenosin trifosfat merupakan sumber energi tertinggi bagi aktivitas ikan. Pada

ikan mati, ATP diperoleh dari penguraian kreatin fosfat. Kemudian ATP mulai

mengalami penguraian ketika kandungan kreatin fosfat dan ATP mencapai titik

yang sama. Hidrolisis ATP menjadi ADP dengan bantuan enzim ATPase akan

menghasilkan energi. Penguraian tersebut terjadi berdasarkan reaksi berikut ini

(Eskin 1990):

ATP + H2O ATPase ADP + H3PO4

Otot ikan ketika baru mati memiliki pH netral atau sedikit basa. Selama

rigor mortis, nilai pH perlahan-lahan turun menjadi 6,2-6,5 karena akumulasi

asam laktat. Kandungan glikogen yang lebih banyak pada otot ikan mati akan

memperpanjang fase rigor mortis (Govidan 1985). Penguraian ATP berkaitan erat

dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor

mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika kandungan

ATP sekitar 1 µmol/g. Energi pada jaringan otot ikan setelah mati diperoleh

secara anaerobik dari pemecahan glikogen melalui proses glikolisis menghasilkan

ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan pH otot, juga

diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Eskin 1990).

Fase post rigor terjadi pada saat otot ikan melunak setelah melewati fase

rigor mortis terjadi kenaikan pH ikan secara perlahan-lahan dengan meningkatnya

laju perubahan autolitik yang ditandai dengan proses pelunakan daging ikan

(Govidan 1985). Serabut otot daging ikan hidup mengandung protein dalam gel

lunak. Selama rigor, gel ini menjadi kaku dan bila rigor telah berlalu, otot daging

menjadi lunak, keadaan ini berlangsung selama 1-7 jam sesaat setelah ikan mati.

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

10

Nilai pH daging ikan pada fase ini sekitar 6-7. Kelenturan ikan yang hilang

tersebut karena terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lambat pada tahap

awal dan kemudian menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Lama tahap rigor

dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu lingkungannya.

Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor (Eskin

1990). Penguraian protein daging ikan karena aktivitas enzim proteolitik

mengakibatkan daging ikan menjadi lunak, mudah dilepaskan dari tulang,

kehilangan elastisitasnya, dan meninggalkan bekas jari pada saat ditekan

(Govidan 1985).

Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses kemunduran kesegaran ikan

adalah penguraian lemak oleh aktivitas enzim jaringan tubuh dan enzim yng

dihasilkan oleh bakteri serta berlangsung akibat oksidasi dengan adanya oksigen

menjadi asam lemak. Akibat dari reaksi ini adalah terjadinya ketengikan,

perubahan warna daging menjadi pucat yang mengarah pada rasa, bau dan

perubahan lain yang tidak dikehendaki. Geesink et al. (2006) melakukan

penelitian mengenai peran µ-kalpain terhadap proteolisis post mortem pada

protein otot menghasilkan kesimpulan bahwa µ-kalpain memiliki peran yang

sangat besar dalam aktivitas proteolisis post mortem.

Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses

penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Pada daging ikan yang masih segar

bakteri dapat ditemukan di permukaan kulit, insang, dan saluran pencernaan. Pada

ikan mati, bakteri yang terkonsentrasi pada ketiga tempat tersebut perlahan-lahan

berpenetrasi dan bergerak aktif menyebar ke seluruh jaringan dan organ ikan

selanjutnya mulai dijadikan tempat berkembangnya bakteri. Dekomposisi berjalan

intensif, khususnya setelah ikan melewati fase rigor mortis, saat itu jaringan otot

longgar dan jarak antar serta diisi oleh cairan (Irianto dan Giyatmi 2009).

2.3 Histologi

Histologi (Histos = jaringan, Logos = ilmu) mempelajari struktur jaringan

tubuh hewan. Histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dari hewan atau

tumbuhan secara terperinci dan hubungan antara pengorganisasian sel dan

jaringan serta fungsi-fungsi yang dilakukannya. Histologi dapat juga disebut

sebagai ilmu anatomi mikroskopis (Hartono 1989).

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

11

2.3.1 Jaringan otot

Peranan jaringan otot yang utama ialah sebagai alat gerak, karena sifatnya

yang mampu berkontraksi. Kontraksi dapat berlangsung bila ada rangsangan

(stimulus) dari syaraf atau pengaruh lain (Hartono 1989). Ikan seperti juga

vertebrata lainnya memiliki tiga tipe sel otot: (1) lurik, tidak bercabang, bekerja

secara sadar; (2) otot jantung yang terdiri dari serabut otot bercabang dan (3) otot

halus yang bekerja secara tidak sadar. Otot lurik dibagi menjadi dua jenis, yaitu

merah and putih. Otot merah (Gambar 2) memiliki jumlah mitokondria dan

aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan otot putih (Gambar 3)

(Morrison et al. 2007).

Gambar 2 Otot merah ikan (Morrison et al. 2007).

Gambar 3 Otot putih ikan (Morrison et al. 2007).

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

12

2.3.2 Mata

Mata terdiri dari tiga bagian dasar atau lapisan (Gambar 4). Bagian paling

luar disebut fibrous tunic, yang dibagi menjadi kornea dan sklera. Fibrous tunic

memberikan mata bentuk yang cocok sebagai sistem visual. Bagian luar dari

fibrous tunic adalah kornea yang transparan sehingga memungkinkan cahaya

masuk dan bentuknya cocok sebagai refraktor (pembelok) cahaya dengan tepat

menuju retina mata (Samuelson 2007).

Bagian tengah mata (Gambar 4) terdapat uvea atau vaskular tunic atau

pembungkus yang terdiri dari koroid, ciliary body dan iris. Koroid terletak pada

pertengahan posterior mata diantara sklera dan retina. Fungsi koroid adalah

menyediakan makanan untuk retina yang sangat tinggi metabolismenya. Ciliary

body berfungsi sebagai tempat pelekatan lensa dan tempat produksi cairan

aqueous humor. Bagian anterior dari vaskular tunic adalah iris, yaitu

perpanjangan ciliary body. Iris sangat kaya pigmen dan otot (pupil) yang mampu

mengatur jumlah cahaya untuk masuk ke bagian posterior (retina). Bagian ketiga

dan yang paling sentral adalah retina (Gambar 5) dan saraf optik. Retina terdiri

dari sel-sel sensitif cahaya dan fotoreseptor yang mentransmisikan rangsangan

kepada otak melalui saraf optik. Bagian lainnya dari mata adalah cairan

intraokular yang terdiri dari vitreous dan aquaeos humor yang bersama-sama

menciptakan sebuah medium transparan untuk mentransmisikan cahaya

(Samuelson 2007).

Gambar 4 Anatomi mata (Care and healed 2010).

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

13

2.4 Pembuatan Preparat Histologi

Proses pembuatan preparat histologis disebut mikroteknik. Jaringan yang

diambil kemudian diproses secara fiksatif untuk menjaga agar sediaan tidak rusak

(bergeser posisinya, membusuk atau rusak). Proses ini juga dapat mengawetkan

morfologi jaringan sehingga tetap seperti keadaan sewaktu hidup dan

mengeraskan jaringan agar dapat diiris serta mencegah jaringan larut selama

proses pembuatan preparat. Zat fiksatif yang baik adalah zat yang dapat

mengeraskan jaringan dengan cukup cepat sehingga tidak terjadi perubahan

bentuk pada saat proses-proses selanjutnya dilakukan (Tabel 3). Zat yang umum

digunakan adalah formalin sebab memiliki karakteristik mampu menembus dan

memfiksasi jaringan dengan cepat, menyimpan dan mempertahankan lemak,

myelin, serabut-serabut saraf, amiloid, homosiderin dan komponen alat tubuh

lainnya (Salim 2010; Rumawas et al. 1974).

Menurut Samuelson (2007), fiksasi dilakukan dengan mengekspos

jaringan pada pengawet kimia seperti formaldehid. Pengeksposan ini dapat

dilakukan dengan cara aktif dan pasif (Tabel 2).

Gambar 5 Retina mata ikan normal (Morrison et al. 2007).

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

14

Tabel 2 Perbedaan fiksasi aktif dan pasif

Kriteria Fiksasi aktif (perfusion

fixation)

Fiksasi pasif (immersion

fixation)

Waktu relatif lebih cepat lebih lambat

Jumlah fiksatif

(agen fiksasi)

relatif lebih sedikit perbandingan dengan

sampel 5:1

Cara fiksasi Fiksatif diinjeksi ke dalam

arteri utama

merendam sampel dalam

fiksatif

Ukuran spesimen relatif besar kecil (ketebalan 2 cm

atau lebih kecil)

Sumber: Samuelson (2007)

Proses fiksasi dilanjutkan dengan dehidrasi yang merupakan proses

menarik air dalam jaringan sehingga jaringan menjadi keras dan kadar airnya

menjadi sangat kecil. Proses selanjutnya adalah clearing atau penjernihan yang

bertujuan menarik alkohol dari jaringan sehingga jaringan menjadi jernih,lebih

keras tetapi elastis (Rumawas et al. 1974).

Embedding merupakan proses memasukkan parafin cair ke dalam sel.

Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam pemotongan jaringan menjadi sangat

tipis. Parafin menerobos masuk ke dalam jaringan tanpa mengganggu struktur sel-

sel dan zat-zat dalam jaringan. Jaringan yang telah dibenamkan dalam parafin cair

lalu diblok (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian

dibekukan dan selanjutnya akan dipotong (Rumawas et al. 1974). Hidrasi

merupakan proses pemasukan air ke dalam preparat jaringan pada gelas objek

yang dilakukan setelah proses dewaxing (pengeluaran parafin).

Preparat siap diwarnai, pewarna yang sering digunakan adalah pewarna

hematoksilin-eosin. Hematosikslin adalah zat warna alami yang pertama

digunakan pada tahun 1863. Zat ini memiliki afinitas yang kecil terhadap jaringan

jika digunakan sendiri, sehingga dikombinasikan dengan aluminium, besi,

kromium, tembaga dan wolfram (yang berfungsi sebagai penajam atau katalisator)

akan menjadi pewarnaan yang baik untuk inti dan kromatin. Bahan aktifnya, yaitu

hematein, dibentuk dengan mengoksidasi hematosiklin. Proses ini dikenal dengan

nama “pamatangan” selama beberapa hari/minggu jika tidak dipercepat dengan

penambahan suatu bahan oksidator (oxydizing agent), seperti HgO dan H2O2.

Formula yang paling sering dimasukkan pada pewarnaan dengan hematosiklin

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

15

adalah pengkombinasian dengan aluminim dalam bentuk tawas. Potongan

jaringan yang diwarnai dengan hematosiklin ini biasanya ditambahkan dengan

eosin, safranin atau pewarna kontras lainnya. Kombinasi hematosiklin dengan

besi atau wolfram/tungsten sering digunakan dalam pewarnaan khusus. Preparat

jaringan yang telah diwarnai dapat dibuat preparat yang lebih awet dengan cara

mounting menggunakan mounting agent misalnya enthelan (Rumawas et al.

1974).

Tabel 3 Kelebihan dan kekurangan berbagai larutan pengawet

Larutan

Pengawet Kelebihan Kekurangan

Formalin Cairan pengawet umum, pH netral,

potongan jaringan dapat

ditinggalkan dalam pengawet tanpa

terjadi perubahan berarti (sampai 1

tahun)

Waktu perendaman > 24 jam,

terjadi pengerutan jaringan

Muller Daya penetrasi cepat dan baik,

memfiksasi nukleus dan sitoplasma

dengan baik

Jika sampel direndam dalam

pengawet (> 24 jam), jaringan

menjadi rapuh, tidak dapat

dipakai untuk pewarnaan

dengan metode histokimia,

harus dicuci dulu dengan air

kran mengalir sebelum

dilakukan dehidrasi

Bouin Daya penetrasi cepat dan merata

tetapi menyebabkan pengerutan,

memberikan warna cemerlang bila

diwarnai dengan metode trichrome,

sangat baik untuk nukleus dan

kromoson, warna kuning membuat

jaringan mudah dilihat saat

perendaman dan pengirisan

jaringan

Bila direndam dalam

pengawet (> 24 jam), jaringan

menjadi rapuh, harus dicuci

dulu dengan air kran untuk

menghilangkan kelebihan

pikrat

Zenker

Formol

(Cairan

Helly)

Daya fiksasi cepat dan kuat, sangat

baik untuk fiksasi sumsum tulang,

limpa dan organ lain yang banyak

mengandung darah, warna

sitoplasma menjadi lebih cemerlang

Pemaparan jaringan dalam

larutan yang melebihi waktu

yang ditentukan

mengakibatkan jaringan rapuh

Sumber: Zulham (2009)

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng · 2.1 Deskripsi, Klasifikasi dan Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak

16

Pada proses pembuatan preparat histologis sering terjadi beberapa

kesalahan sehingga terjadi kegagalan. Samuelson (2007 menguraikan beberapa

masalah yang mungkin terjadi beserta langkah koreksinya (Tabel 4).

Tabel 4 Masalah-masalah dalam preparasi histologis spesimen

Problem Penyebab Hasil Langkah koreksi

Fiksasi yang

tidak cukup

(inadequate

fixation)

Agen fiksasi

yang tidak

cocok, ukuran

spesimen yang

terlalu besar

Kesulitan embedding

(uneven embedding),

lautan hipotonik akan

mengembungkan

spesimen, larutan

hipertonik akan

mengerutkan

spesimen, improper

staining

Uukuran specimen

diperkecil atau

dilakukan fiksasi

dengan metode

perfusion, lihat

kembali kekuatan

agen fiksatif untuk

mendapat tonisitas

yang terbaik

Improper

embedding

Fiksasi yang

tidak cukup dan

atau dehidrasi,

medium

embedding yang

tidak cukup

Specimens section

unevenly, adanya

lubang-lubang di

dalam section

Tingkatkan fiksasi,

gunakan mediam

embedding yang

seharusnya

Irregular

sections

Embedding yang

tidak cukup,

penggunaaan

pisau yang

tumpul,

kesalahan

microtome

Adanya bekas tekanan,

spesimen terburai

Gunakan pisau sekali

pakai yang baru atau

pisau yang tajam,

perbaiki mikrotom

Inadequate

staining

Fiksasi yang

tidak cukup,

stain dan

pewarna yang

sudah lama

Sedikit atau didak ada

warna yang terbagi

oleh stain atau pewarna

Tingkatkan fiksasi,

buat larutan stain dan

pewarna yang baru

Sumber: Samuelson (2007)