2. PENDAHULUAN PANDUAN

download 2. PENDAHULUAN PANDUAN

of 27

Transcript of 2. PENDAHULUAN PANDUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil pembelajaran. Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi menurut Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 dan Standar Kompentensi Lulusan menurut Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijalaskan : Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6). Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang 1

menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2). Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20). Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas- luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi peserta didik. Untuk keperluan diatas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan. B. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang khas. Demikian juga halnya dengan PAB. Adapun karakteristik PAB adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Buddha merupakan pendidikan untuk menanamkan rasa percayakepada Tuhan Yang Maha Esa, membangkitkan kesadaran bahwa agama merupakan kebutuhan hidup untuk mencapai kebahagiaan di alam sekarang maupun di alam nanti, serta membantu meningkatkan motivasi untuk berbuat baik dan mendalami ilmu yang sedang dipelajarinya. PAB membangun kesadaran akan persoalan bukan saja hidup sesudah mati tetapi juga apa yang harus diperbuat selama hidup di dunia ini. Kesadaran yang dibangun meningkat mulai dari belajar dharma (pariyatti), mengamalkan dharma (patipatti), dan akhirnya memperoleh hasil dari pelaksanaan dharma (pativeda.) Di samping itu, setiap individu harus dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah dilakukannya, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan selanjutnya.

2. PAB memuat kajian konprehensif akan peran dan fungsi Agama Buddha dalam kehidupanmodern yang pluralistik dan turbulent dengan menekankan proses pengembangan karakter peserta didik yang harus mampu mendorong peserta didik agar memiliki motivasi, kemandirian, rasa percaya diri, ketekunan, ketabahan, tekad kerja keras, suka pada tantangan, kreatif, energik, dan berinisiatif tinggi berlandaskan Buddhadharma. PAB diarahkan untuk membangun kualitas mental pribadi peserta didik agar memiliki visi yang jelas, wawasan dan pengetahuan yang kontekstual, tujuan hidup yang jelas, komitmen terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup yang tinggi, harga diri, kompetensi, kemampuan hidup secara harmonis dan kreatif dalam masyarakat yang pluralistik, peduli terhadap lingkungan, mengembangkan Empat Kediaman Luhur (brahmavihara), yakni cinta kasih universal (metta), perasaan belas kasih terhadap yang menderita (karuna), perasaan simpati terhadap kebahagiaan orang lain (mudita), dan keseimbangan batin (upekkha) serta mengembangkan perasaan malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat (hiri) dan perasaan takut terhadap akibat melakukan perbuatan jahat (ottapa) yang timbul melalui pikiran, ucapan, dan tindakan jasmani 2

3. Tema-tema esensi dalam PAB bersumber pada keyakinan (saddha), sejarah, Tripitaka(Tipitaka), moralitas (sila), meditasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna) sehingga peserta didik akan berakhlak mulia atau berbudi pekerti luhur, memahami jati dirinya sebagai manusia sebagai makhluk sosial, tekad kerja keras, mandiri, dan bertanggungjawab yang tercermin dalam pola hidup sehari-hari dalam hubungannya (1) dengan Tuhan dan Triratna; (2) dengan sesama manusia; dan (3) dengan lingkungan hidup sekitar atau hukum kosmis yang mengatur alam semesta (dhammaniyama). 4. Pemelajaran PAB menggunakan pola pendekatan terpadu, demokratis, humanistis, fungsional, dan kontekstual sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat modern. Agar PAB lebih fungsional dan bermakna bagi peserta didik maka strategi pembelajaran yang digunakan meliputi lima dimensi pendekatan yaitu: a. Pendekatan dengan dimensi Konsekuensial yaitu pola pendekatan pemelajaran yang menekankan pada peran dan fungsi Agama Buddha sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam berperilaku keseharian sesuai Buddhadharma. Peserta didik dilatih dan dibiasakan mempraktekkan dan merasakan manfaat pengamalan ajaran Agama Buddha dalam kehidupan nyata seperti berperilaku jujur, santun, tertib, taat waktu, bersih, tekun, sabar, bersemangat, tolong menolong, berdana punia, bajik, damai, tanpa kekerasan, murah hati, mandiri, percaya diri, tekad kerja keras, suka pada tantangan, kreatif, energik, dan berinisiatif tinggi. b. Pendekatan dengan dimensi Inferensial yaitu pola pendekatan pemelajaran menyangkut penumbuhan dan pengembangan intensitas perasaan dan pengalaman religius peserta didik secara sadar dalam upaya meyakini Tuhan, Triratna, dan para Bodhisattva-Mahasattva. c. Pendekatan dengan dimensi Ideologis yaitu pendekatan pembelajaran yang terkait dengan tingkat keyakinan peserta didik pada Buddhadharma. Peserta didik dibangun kesadarannya agar menghayati keyakinan (saddha), sejarah, Tripitaka (Tipitaka), moralitas (sila), meditasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna). d. Pendekatan dengan dimensi Ritualistis yaitu pola pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan peserta didik dalam menjalankan ritual-ritual Agama Buddha. Peserta didik dilatih untuk menjalankan ritual dengan membaca doa-doa agama Buddha (paritta/mantra) setiap hari, setiap minggu di Vihara atau Cetiya, pada hari-hari Uposatha, dan aktif mengikuti kegiatan hari besar Waisak, Asadha, Kathina, Maghapuja, dan hari-hari raya agama Buddha lainnya. e. Pendekatan dengan dimensi Intelektual yaitu pola pendekatan pembelajaran yang terkait dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta didik tentang Agama Buddha.

3

C. Karakteristik Peserta Didik Peserta didik adalah manusia dengan segala karmaphalanya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (sandang, pangan dan papan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya). Dalam tahap perkembangannya, peserta didik SMP berada pada tahap periode perubahan yang sangat pesat fisik maupun emosional. Berikut ini disajikan perkembangan yang erat terkaitan dengan pengajaran PAB, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. 1. Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia peserta didik SMP, merupakan period of formal operation. Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pengajaran Pendidikan Agama Buddha adalah bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Pengajaran PAB akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan dan karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar mereka maksimal. Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), (7) kecerdasan antar pribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru PAB, akan sangat membantu peserta didik untuk menguasai kemampuan pengamalan Agama Buddha.

2. Perkembangan Aspek Psikomotor Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain: 4

a. Tahap kognitif Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini peserta didik sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustrasi yang tinggi. b. Tahap asosiatif Pada tahap ini, seorang peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis/reflek. Pada tahap ini, seorang peserta didik masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku. c. Tahap autonomi Pada tahap ini, seorang peserta didik telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pemelajar untuk memikirkan tentang bagaimana gerakan-gerakan itu. 3. Perkembangan Aspek Afektif Keberhasilan proses pengajaran PAB juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif peserta didik. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam peserta didik SMP yaitu: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulusstimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai. Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memperoleh perkembangan bathin yang bersih dan prilaku yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku peserta 5

didik yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pemelajaran, yang meliputi: 1. Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri. 2. Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego. 3. Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa tegang, frustrasi, khawatir, dsbnya. 4. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan. 5. Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko. 6. Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain. II. PENGERTIAN, PRINSIP, DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Silabus Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam indikator ketercapaian kompetensi, materi pokok, pengalaman belajar, dan penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaanpertanyaan: 1. Kompetensi apa yang harus dicapai peserta didik yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok; 2. Bagaimana cara mencapainya, yang dijabarkan dalam pengalaman belajar serta alokasi waktu dan sumber belajar yang diperlukan; dan 3. Bagaimana mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai. a. Pengembang Silabus Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. 1. Guru Sebagai tenaga professional yang memiliki tangung jawab langsung terhadap kemajuan belajar peserta didik, seorang guru diharapkan mampu mengembangkan silabus sesuai dengan kompentensi mengajarnya secara mandiri. Di sisi lain guru lebih mengenal karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah serta lingkungannya. 2. Kelompok Guru Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut 6

A.

3. Kelompok Kerja Guru (MGMP/PKG) Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolahsekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat. 4. Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional

B.

Prinsip Pengembangan Silabus 1. Ilmiah Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan. 2. Relevan Cakupan, Kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. 3. Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 4. Konsisten Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. 5. Memadai Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar 6. Aktual dan Kontekstual Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. 7. Fleksibel Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya. 7

8. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor) 9. Desentralistik Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik. Maksudnya bahwa kewenangan pengembangan silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah masing-masing. C. Tahap-tahap Pengembangan Silabus 1. Perencanaan Tim yang ditugaskaan untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan internet. 2. Pelaksanaan Dalam melaksanakan penyusunan silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Standar Kompetensi Lulusan serta Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan. 3. Perbaikan Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pemelajaran. Pengkaji dapat terdiri atas para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan peserta didik itu sendiri. Pemantapan Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria dengan cukup baik dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah lainnya. Penilaian Silabus Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.

8

III. SILABUS

KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN

A. Komponen silabus Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini : 1. Identitas Silabus 2. Standar Kompentensi 3. Kompetensi Dasar 4. Materi Pokok 5. Pengalaman Belajar 6. Indikator 7. Alokasi Waktu 8. Sumber Belajar 9. Penilaian Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus secara horisontal sebagai berikut.

9

SILABUS Sekolah Kelas Mata Pelajaran Semester Aspek Standar Kompetensi

: SMP : VII (tujuh) : Pendidikan Agama Buddha : 1 (Satu) : Saddha : 1. Memahami komponen dan kriteria agama Buddha

Materi Penilaian Kegiatan Kompetens Pokok/ Alokasi Sumber Pembelajara Indikator Teknik Bentuk Contoh i Pembelajara Instrumen Instru- Waktu Belajar n Dasar n men

Catatan: * Pengalaman belajar: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan peserta didik untuk mencapai SK dan KD * Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran (n x 40 menit) * Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber,atau lainnya

10

B.

Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengisi Identitas Identitas adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus, seperti nama sekolah, mata pelajaran, kelas/jurusan, dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus. 2. Menentukan Standar Kompentensi Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan atau semester untuk mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi yang dipilih atau digunakan sesuai dengan yang terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran. Sebelum menentukan atau memilih Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut : a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi; b. keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran; c. keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran. d. menuliskan Standar Kompetensi di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. 3. Menentukan Kompentensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi. Kompetensi dasar yang digunakan atau dipilih sesuai dengan yang tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar Mata Pelajaran. Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi; b. Keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran; c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran, 13

4. Mengidentifikasi Materi Pokok Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan: a. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik b. Kebermanfaatan bagi peserta didik. c. Struktur keilmuan. d. Kedalaman dan keluasan materi. e. Relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan. f. Alokasi waktu. Selain itu juga harus diperhatikan: a. kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya b. tingkat kepentingan (Significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh peserta didik c. kebermanfaatan (utility) : materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya d. layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat. e. menarik minat (interest) : materinya menarik minat peserta didik dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut. 5. Mengembangkan Pengalaman Belajar Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Kriteria mengembangkan pengalaman belajar sebagai berikut: a. Pengalaman belajar disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara propesional sesuai dengan tuntutan kurikulum. b. Pengalaman belajar disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh. c. Pengalaman belajar memuat rangkaian kegiatan yan harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. d. Pengalaman belajar berpusat pada peserta didik (student centered). Guru harus selalu berfikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar peserta didik memiliki kompetensi yang telah di tetapkan e. Materi (content) pengalaman belajar dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.

14

f. Perumusan pengalaman belajar harus jelas materi/konten yang ingin dikuasai peserta didik. g. Penentuan urutan langkah pemelajaran sangat penting artinya bagi materi-materi yang memerlukan prasyarat tertentu. h. Pendekatan pemelajaran yang di gunakan bersifat spiral (mudah ke sukar; konkret ke abstrak; dekat ke jauh) dan juga memerlukan urutan pemelajaran yang berstruktur. i. Rumusan pernyataan dalam pengalaman belajar minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi. Dalam memilih kegiatan peserta didik guru harus mempertimbangkan hal sebagai berikut: a. memberikan peluang bagi peserta didik untuk mencari, mengolah dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru. b. mencerminkan ciri khas dalam pegembangan kemampuan mata pelajaran. c. Disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, sumber belajar dan sarana yang tersedia d. Bervariasi dengan mengkombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan, kelompok dan klasikal. e. Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual peserta didik seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosialekomomi dan budaya serta masalah khusus yang dihadapi peserta didik yang bersangkutan. Mencantumkan pengalaman belajar peserta didik yang diskenariokan guru di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. 6. Merumuskan Indikator Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang nenunjuk tanda-tanda, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indikator dirumuskan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik dan dirumuskan dalam kata kerja operasioanl yang terukur dan atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar dalam menyusun alat penilaian. Kriteria indikator sebagai berikut. Sesuai tingkat perkembangan berpikir peserta didik Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (Life Skills). Harus dapat menunjukan pencapaian hasil belajar peserta didik secara utuh (kognitif, afektif dan psikomotor). 15

Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan Dapat diukur / dapat dikuantifikasi Memperhatikan ketercapaian standar lulusan secara nasional Berisi kata kerja operasional Tidak boleh mengandung pengertian ganda (ambigu). Menuliskan indikator yang sudah ditentukan ke dalam kolom matriks silabus yang sudah tersedia. 7. Menetukan Alokasi waktu Alokasi waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian satu Kompetensi dasar, dengan memperhatikan: a. Minggu efektif per semester b. Alokasi waktu mata pelajaran c. Jumlah kompetensi per semester.

Jumlah waktu yang diperlukan untuk ketercapaian suatu Standar Kompetensi dan atau Kompetensi dasar dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. 8. Menentukan Sumber /Bahan/Alat Sumber Merupakan rujukan, referensi atau pustaka yang digunakan dalam menyusun silabus atau pemelajaran. Bahan Bahan adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pratikum atau pemelajaran lain, misalnya : milimeter blok, benang, daun, kertas, tanah liat, glukosa. Alat Alat adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pratikum atau pemelajaran lain, misalnya : jangka, bandul, mikroskop, gelas ukur, globe, harmonika, matras. Sumber /Bahan/Alat ini dicantumkan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

9. Penentuan Penilaian Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen. a. Teknik Penilaian Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam 16

pengambilan keputusan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pemelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes. Teknik tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul atau salah. Untuk melaksanakan teknik penilaian diperlukan adanya berbagai kriteria berikut: 1) Penulisan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam pembuatan soal-soalnya. 2) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator. 3) Penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah peserta didik mengikuti proses pemelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. 4) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik. 5) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti proses pemelajaran lagi, sedang bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan. 6) Peserta didik yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya. 7) Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian yang tepat. 8) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pemelajaran: kognitif, afektif dan psikomotorik dengan menggunakan berbagai model penilaian, formal dan tidak formal secara berkesinambungan. 9) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan pelajaran dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. 10) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar peserta didik. 11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan indikator dengan demikian hasil akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi. 12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan

17

penguasaan kompetensi oleh peserta didik, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pemelajarn. 13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pemelajaran. Misalnya, jika pemelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan. b. Bentuk Instrumen Bentuk instrumen yang dapat dikembangkan dapat meliputi instrumen-instrumen yang erat terkait dengan jenis tes. Oleh karena itu, bentuk instrumen dapat dibedakan menjadi: 1) Instrumen Tes yang dapat berbentuk: esai/uraian, objektif, isian, menjodohkan, unjuk kerja 2) Instrumen Nontes yang dapat berupa: lembar observasi, penugasan, kuesioner, Penentuan dan pencantuman bentuk instrumen ini dengan memperhatikan jenis tes apa yang akan digunakan. Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. c. Contoh Instrumen Instrumen yang sudah tersusun, selanjutnya diberikan contoh yang dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyulitkan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya bentuk instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, selanjutnya keseluruhan komponen yang semestinya terdapat di dalam suatu silabus mata pelajaran dapat dilihat di bawah ini. Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran) dan evaluasi rencana pembelajaran.

IV. PENUTUP Contoh silabus yang terdapat di dalam Lampiran 3 bukan contoh satu-satunya di dalam pengembangan silabus yang disusun berdasarkan Standar Isi. Untuk itu, diharapkan sekolah atau daerah dapat mengembangkan sendiri bentuk silabus yang lain.

18

Dalam pelaksanaan pembelajaran, silabus harus dijabarkan lebih operasional dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA . (1997). Berbagai bentuk objektif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Mahapeserta didik di Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan UGM, Yogyakarta. (2000). Jataka, Cerita untuk Anak-Anak, Jakarta: Dhammadipa Arama Dalai Lama and Cutler, H.C., (2000), Seni Hidup Bahagia, Jakarta: Gramedia Dhamasagara, (2000), Dharma dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta: Dharmasagara Putra Dhammananda, (1994), Hidup Sukses dan Bahagia, Bandung: Karaniya Franzmetcalt, (2001), What Whold Buddha Do, terj., Jakarta: Yayasan Pemuda Buddhayana Indonesia Hall, Gene E. (1986). Competency Base Education : A Process for the improvement of Education, New Jersey : Englewood Cliffs, Inc. MBI, (1980), Kebahagiaan dalam Dhamma, Jakarta: Majelis Buddhayana Merryfield, Merry M., Ellaine Jarchow, and Sarah Pickert (1997). Preparing Teachers to Teach Global Perspectives : A Handbook for Teacher Educators. California: Carwin Press, Inc. Mantra, Prof. Ida Bagus., (1984) Tata Susila Buddha Dharma, Denpasar : PHDI Mukminan, dkk (2002). Pedoman umum pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi peserta didik Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Yogyakarta: Program Pascasarjana Mulyono, W., (1992), Sejarah Perkembangan Agama Buddha jld 1 dan 2, Jakarta: Universitas Terbuka

19

Narada, (1998), Sang Buddha dan Ajaran-Ajaran-Nya jld 1 dan 2, jakarta: yayasan Dammadipa Arama Narada, (2000), Orang Tua dan Anak, Jakarta: Aksara Buddhis Mandiri Narada, (2000), Menjadi Umat Buddha, Jakarta: Sangha Theravada Indonesia Popham W. James (1986). Evaluasi Pengajaran (terjemahan: Irwanto). Yogyakarta: Kanisius. Priastana, J., (2000), Buddha Dharma Kontekstual, Jakarta: Yasodhara putri Pyinnyathita, (1999), Menuju Keharmonisan Bermasyarakat, Bandung: Pemuda Vihara Vimala Dharma Rasyid Teja, S., M., (1997), Sila dan Vinaya, Jakarta: Buddhis Budhi Sumangalo, (1997), Buddha Dharma untuk Anak, Bandung, Karaniya Sura, Gede, (1985), Pengendalian Diri dan Etika dalam Agama Buddha, Tim Penyusun , (1999), Buku Pelajaran Agama Buddha SMTP Kelas I, Surabaya : Paramita Tim Penyusun , (1999), Buku Pelajaran Agama Buddha SMTP Kelas II, Surabaya : Paramita Tim Penyusun , (1994), Buku Pelajaran Agama Buddha SMTP Kelas III, Surabaya : Paramita Tim Penyusun , (1993), Buku Bacaan Agama Buddha SMTA Kelas I, Jakarta : Hanuman Sakti Widyadharma, (1994), Riwayat Hidup Buddha Gotama, Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda Wowor, C., (1990), Hukum Karma Buddhis, Jakarta: Arya Surya Candra

20

Lampiran I GLOSARIUMarahat: orang suci tingkat pertama dalam doktrin Buddhis bhavana: pengembangan batin (persamaan dari samadhi, meditasi, semedi) bodhisattva: makhluk yang bercita-cita mencapai penerangan sempurna brahmavihara: tempat kediaman luhur atau sering disebut sebagai sifat-sifat ketuhanan buddha: orang yang telah mencapai penerangan sempurna (pencerahan) carita: watak manusia dhamma: (pali) ajaran Buddha (kebenaran) dharma: (sansekerta) ajaran Buddha (kebenaran) dhammacakkapavattana:pemutaran roda dharma (khotbah pertama Buddha) dhammaniyama: hukum tertib koskmik yang mengatur alam semesta dhammapada: salah satu kitab suci agama Buddha yang terdiri atas 426 syair berpasangan dharmayatra: berziarah ke tempat-tempat suci agama Buddha hiri: perasaan malu untuk berbuat jahat kamma: (Pali) perbuatan karma: (Sansekerta) perbuatan kathina: salah satu hari raya umat Buddha sebagai hari persembahan dana kepada kecakapan hidup (life skill): kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat, misalnya: kemampuan berfikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai warganegara yang bertanggung jawab, kesiapan untuk terjun ke dunia kerja. kecukupan (adequacy): mempunyai cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran yang memadai untuk menunjang penguasaan Kompetensi dasar maupun standar kompetensi. kompetensi dasar: kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik untuk standar kompensi tertentu dari suatu mata pelajaran. kompetensi lulusan: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan lulusan suatu jenjang pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. konsistensi (ketaat-asasan): keselarasan hubungan antarkomponen dalam silabus (Kompetensi dasar, materi pembelajaran dan pengalaman belajar). sangha (persamuan para bhikkhu) lobha: sifat serakah mantra: doa dalam bahasa sansekerta 21

materi pembelajaran: bahan ajar minimal yang harus dipelajari peserta didik untuk menguasai Kompetensi dasar meditasi: pengembangan batin (persamaan dari samadhi, bhavana, meditasi, semedi) metta: sifat cinta kasih universal mudita: sifat belas kasih kepada yang menderita nibbana: terhentinya kekotoran batin/keinginan secara total, tujuan akhir umat Buddha namaskara: bersujud lima titik (dahi, ujung jari-jari kaki, siku-siku, lutut, telapak tangan) nirvana: (Sansekerta) istilah lain dari Nibbana, nirvana bukan surga ottapa: perasaan takut terhadap akibat perbuatan jahat pancadhamma: lima dharma sebagai sifat aktif dari pelaksanaan pancasila Buddhis pancasila:lima landasan moral yang dilaksanakan oleh umat Buddha awam parinibbana: (Pali) istilah wafat atau mangkatnya Sang Buddha parinirvana: (Sansekerta) istilah wafat atau mangkatnya Sang Buddha patipati: melaksanakan dharma pariyati: belajar dharma pativeda: hasil dari pelaksanaan dharma pembelajaran berbasis kompetensi: pembelajaran yang mensyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. pendekatan hierarkis: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas penjenjangan materi pokok. pendekatan prosedural: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas urutan penyelesaian suatu tugas pembelajaran. pendekatan spiral: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas lingkup lingkungan, yaitu dari lingkup lingkungan yang paling dekat dengan peserta didik menuju ke lingkup lingkungan yang lebih jauh. pendekatan tematik: strategi pengembangan materi pembelajaran yang bertitik tolak dari sebuah tema. pendekatan terjala (webbed): strategi pengembangan pelajaran, dengan menggunakan topik dari beberapa mata pelajaran yang relevan sebagai titik sentral, dan hubungan antara tema dan sub-tema dapat digambarkan sebagai sebuah jala (webb). pengalaman belajar: pengalaman atau kegiatan yang perlu dilakukan oleh peserta didik dalam berinteraksi dengan objek belajar untuk menguasai Kompetensi dasar atau materi pembelajaran. ranah afektif: aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. ranah kognitif: aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir; kemampuan memperoleh pengetahuan; kemampuan yang berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. ranah psikomotor: aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan; kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik. relevansi: keterkaitan, kesesuaian. samadhi: pengembangan batin (persamaan dari samadhi, bhavana, meditasi, semedi) 22

samatha: ketenangan batin silabus: susunan teratur materi pembelajaran mata pelajaran tertentu pada kelas/semester tertentu. sila: moralitas standar isi : ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. standar kompetensi: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik; kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran. standar kompetensi lulusan : kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. tathagata: sebutan lain dari Buddha Gotama triratna: tiga permata, sebagai soko guru agama Buddha tripitaka (Sansekerta): nama kitab suci agama Buddha tipitaka (Pali):nama kitab suci agama Buddha upekkha: sikap batin seimbang vihara: tempat ibadah agama Buddha vinaya: peraturan disiplin para bhikkhu/bhiksu/ni

23

Lampiran II CONTOH KATA KERJA OPERASIONALmelafalkan membaca membedakan membuat menafsirkan menceritakan mendefinisikan mendemonstrasikan mendeskripsikan menentukan menerapkan menerjemahkan menganalisis mengenal mengevaluasi menggambarkan menggunakan menghitung mengidentifikasikan mengkonstruksikan mengucapkan mensintesis menunjukkan menyelesaikan menyimpulkan menyusun merumuskan

24

25

Lampiran III SILABUS Sekolah Kelas Mata Pelajaran Semester Aspek Standar Kompetensi

: SMP : VII (tujuh) : Pendidikan Agama Buddha : 1 (Satu) : Saddha : 1. Memahami komponen dan kriteria agama Buddha

Materi Kompetensi Pokok/ Kegiatan Dasar Pembelajar Pembelajaran an 1.1 Menjelas- Hakikat kan Tuhan hakikat Praktik Tuhan ibadah Yang Buddha Mahaesa

Penilaian Indikator Teknik Bentuk Contoh Instrumen Instrumen Tes tertulis

Alokasi Sumber Waktu Belajar

Mengka ji hakikat Tuhan dalam agama Buddha dan sumber-sumber lain. Mengka ji pengertian dan tujuan puja bakti Menga mati objek-objek pemujaan pada gambar-gambar

Mendeskripsika Tes n Tuhan dalam agama Buddha Membaca doadoa agama Buddha (paritta) dalam berbagai peristiwa Melakukan ibadah Buddha (puja bakti)

1. Mengapa Tuhan4 x 40 dalam agamamenit Buddha tidak dipersonifikasika n? 2. Tuliskan paritta Saccakiriya Gatha dengan baik dan benar! 3. Jelaskan tujuan melakukan puja

Kitab Suci Udana Paritta Lingkungan Narasumbe r

26

Materi Kegiatan Kompetensi Pokok/ Indikator Dasar Pembelajar Pembelajaran an atau di vihara Memba ca dan melafalkan doadoa agama Buddha (paritta) Melakuk an studi pustaka mengenai nilai paritta Memba ca paritta untuk penyembuhan orang sakit Memba ca paritta untuk upacara pemakaman Memba ca paritta untuk pelimpahan jasa Mempra ktikkan puja bakti Menyim pulkan hasil

Penilaian Teknik Bentuk Contoh Instrumen Instrumen bakti!

Alokasi Sumber Waktu Belajar

Penugas an Tugas Proyek

Lakukan survei lapangan (di vihara) sehingga ditentukan hal-hal mengenai: a. Macammacam objek pemujaan agama Buddha. b. Makna paritta c. Tata cara praktik puja bakti

27

Materi Kegiatan Kompetensi Pokok/ Indikator Dasar Pembelajar Pembelajaran an kajian dan studi pustaka Memaja ngkan hasil kajian dan studi pustaka di papan pajangan

Penilaian Teknik Bentuk Contoh Instrumen Instrumen

Alokasi Sumber Waktu Belajar

......................................, ..............................................

Mengetahui, Kepala ...................

Guru,

..................................................... NIP/NIK

........................................... NIP/NIK

28