2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah....

85
SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM DOSEN PENGASUH : Dr. SYAUGI MARAK SEFF, MA Dr. NUR KOLIS, M.Ag DISUSUN OLEH : JAILANI ABDULLAH 13.0254.1167 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN

description

PascaSarjana IAIN Antasari

Transcript of 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah....

Page 1: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM

DOSEN PENGASUH : Dr. SYAUGI MARAK SEFF, MA

Dr. NUR KOLIS, M.Ag

DISUSUN OLEH : JAILANI ABDULLAH

13.0254.1167

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

KALIMANTAN SELATAN

Page 2: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

SOAL FINAL TEST

SEMESTER GANJIL 2013/2014

1. Sejak masa-masa awal kelahiran Islam, umat Islam sudah dihadapkan dengan masalah-masalah politik seperti problem pengangkatan khalifah sepeninggal nabi Muhammad Saw, konflik Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah, Ali bin Abi Thalib dengan Muawwiyah, dan sebagainya. Dalam konteks ini, paling tidak timbul diskursus tentang relasi agama dan Negara. Menurut anda bagaimana sesungguhnya relasi agama dan Negara dan bagaimana relasi agama dan Negara ini yang dibangun pada masa nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin?.

2. Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik di Mekkah maupun di Madinah?.

3. Hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam disikapi secara berbeda oleh beberapa golongan, seperti mutakallim, ahli fikih dan sufi. Di antara mereka ada yang pemisif, longgar da nada pula yang bersikap ketat, selektif dan kritis terhadap hadis. Bahkan sempat pula muncul kelompok inkarussunnah. Tolong, saudara jelaskan berbagai sikap dan pemikiran firwah terhadap hadis yang terjadi dalam sejarah pemikiran islam dari masa ke masa.

4. Temuan Freedom House yang terungkap dalam index of political righ and civil liberty menyebutkan bahwa dalam tiga dekade terakhir, hanya ada satu Negara muslim yang mampu membangun demokrasi secara penuh selama lebihh dari lima tahun, yaitu Negara mali di Afrika. Dua belas Negara muslim lainnya termasuk dalam kelompok semi demokratis. Sisanya, yakni 35 negara bersifat otoritarian. Lebih dari itu, delapan dari 13 negara dengan pemerintaha paling represif di dunia pada dekade yang lalu adalah Negara Negara muslim. Bagaimana anda melihat temuan ini kalau dikaitkan dengan warisan sejarah peradaban Islam pada masa Nabi Muhammad Saw dengan Negara Madinahnya?.

5. Pemikiran tasawuf merupakan satu disiplin keilmuan Islam yang menggunakan dzauq sebagai metodenya. Sedangkan pemikiran filsafat (Islam) menggunakan pendekatan nalar pikiran rasional. Antara kedua-dua pemikiran tersebut berbeda dalam tataran metodologis. Yang pertama dikenal dengan metode intuitif dan kedua disebut nalar rasional. Dalam sejarah pemikiran islam, perbedaan metode berpikir tersebut berhasil disepadukan oleh syaikh al-Akbar Muhi al-Din ibn Arabi. Coba saudara terangkan bagaimana kiprah Ibn Arabi dalam mensintesakan tasawuf dan filsafat pada zamannya dan bagaimana pengaruhnya di dunia Islam sekarang.

6. Salah satu prestasi yang diraih pada masa Dinasti Turki Usmani adalah lahirnya kodifikasi hukum Islam yaitu majallah al-Ahkam al- ‘adliyyah ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam). Apa yang anda ketahui tentang majallah al-Ahkam al- ‘adliyyah tersebut?.

7. Legislasi adalah pembentukan hukum tertulis melalui Negara. Bagaimana pandangan anda tentang legislasi hukum islam dan dalam konteks Indonesia, seberapa pentingkah legeslasi hukum islam itu dilakukan?

8. Ada pernyataan bahwa demokrasi sebagai satu-satunya sistem pemerintahan sah yang diakui secara universal. Bagaimana demokrasi relevan degan sistem politik Islam?bukankah demokrasi bukan berasal dari Islam? Bagaimana memahami secara tepat hubungan antara demokrasi dan Islam?

JAWABAN

Page 3: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

1. JAWABAN UNTUK NOMOR SATU

Diskursus hubungan agama dan negara bukan tergolong baru, baik dalam wacana

maupun aksi politik. Namun kini seakan mendapat aktualisasinya kembali, terutama

setelah merebaknya fenomena fundamentalisme Islam. Munculnya kembali gejala

fundamentalisme agama ini secara tidak langsung merupakan bentuk bantahan

terhadap konsep sekularisme yang sebelumnnya diyakini kebenaranya berlaku universal

seiring keberlangsungan modernitas yang melanda seluruh pelosok dunia. Sosiolog

kontemporer, Peter L. Berger menyatakan bahwa modernisasi memang akan membawa

pengaruh sekularisasi,tapi pada saat yang sama modernisasi juga menghasilkan gerakan

tandingan yang disebutnya dengan istilah desekularisasi atau fundamentalisme agama.

Kendati agama telah mengalami kebangkitan bersaing dengan ideologi sekuler

lain sebagai penjelas realitas, namun hubungan agama dan negara ini tetap rumit

dibanding mempertautkan kapitalisme dengan demokrasi, misalnya. Kesulitan ini

nampak jelas terutama ketika agama dan negara dilihat sebagai dua entitas yang

berbeda. Agama sebagai entitas yang trensenden tentu sangat berbeda dengan negara

sebagai lembaga profan ciptaan manusia. Agama didefinisikan sebagai keyakinan pada

yang trensenden dengan berbagai laku spritualitas yang mengikutinya harus dikaitkan

dengan negara yang merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan yang berdiri di atas

kesepakatan-kesepakatan dari bermacam-macam golongan untuk bersama-sama

bernaung dalam lingkungan organisasi masyarakat yang mereka dirikan guna menuju

satu tujuan bersama. Negara adalah lembaga ciptaan manusia yang memiliki kekuasaan

dan secara absah untuk menggunakan alat represif kepada warganya. Kekuasaan negara

ini diperoleh karena negaralah lembaga yang diciptakan untuk kebaikan masyarakat

dan warganya secara umum.

Agama dan negara memiliki dasar pijakan pada kenyataan yang berbeda. Agama

dan negara adalah dua kesatuan sejarah yang berbeda hakikatnya, agama adalah kabar

gembira dan peringatan. Sedangkan negara adalah kekuatan pemaksa. Agama

mempunyai khatib, juru dakwah dan ulama, sedangkan negara memiliki birokrasi,

pengadilan dan tentara. Agama dapat mempengaruhi jalannya sejarah melalui

kesadaran bersama. Negara mempengaruhi sejarah dengan keputusan, kekuasaan

dan perang. Agama adalah kekuatan dari dalam dan negara adalah kekuatan dari luar.

Berangkat dari uraian tersebut di atas akan semakin jelas bahwa rumitnya

hubungan agama dan negara terletak pada masalah definisi dan wilayah jangkauanya.

Kesulitan untuk merumuskan hubungan agama yang sakral dengan entitas negara

sebagai ciptaan manusia. Karena itu, dalam melihat hubungan agama dan negara

pertama-tama keberadaan agama sendiri harus dilihat secara fenomenologis,

sebagaimana pengalaman manusia tentangnya bukan entitas normatif dan abstrak.

Dengan perspektif fenomenologi agama, Amin Abdullah menjelaskan bahwa sebenarnya

Page 4: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

esensi keberadaan agama itu dibedakan menjadi dua ketegori dengan cakupan yang

berbeda, yaitu antara agama normatif dan agama historis. Maksud dari agama normatif,

adalah agama dalam wilayah trensenden, milik Tuhan semata. Sedangkan agama dalam

ketegori historis adalah agama sebagaimana dipahami dan ditafsirkan manusia menurut

setting lingkungan sosial dan kepentingan historisnya. Kebenaran absolut sebuah agama

hanya ada dalam wilayah agama normatif, sementara makna kebenaran dalam agama

historis bersifat relatif.

Namun yang patut diperhatikan bahwa antara wilayah normatif, agama pada

dirinya atau sebelum diturunkan Tuhan untuk manusia dan agama pada wilayah historis

sebagaimana dipahami dan dihayati pemeluknya yang berkaitan dengan situasi sosial

historis masing-masing hendaknya tidak diposisikan bertolak belakang. Melainkan

dengan membedakan agama sebagai agama (wilayah normatif) dan agama dalam

bebagai kepanjangan dan implikasinya dalam kehidupan sosial yang tidak bisa

dilepaskan dari doktrin normatifnya. Perpanjangan atau penafsiran dokrin agama oleh

manusia ini dapat dianalisa dalam berbagai ranah kehidupan sosial masyarakat,

termasuk kehidupan politik.

Dengan tidak melepaskan dimensi Illahiahnya, agama harus dipahami sebagai

bagian dari realitas sosial. Dengan mengikuti definisi Peter L. Berger, agama tidak lain

adalah usaha manusia untuk membentuk suatu tatanan kosmos yang sakral dan

trensendental. Kekuatan adi-duniawi ini tidak berasal dari manusia, tapi berkaitan

dengan kehidupanya. Tatanan kosmos yang dianggap sakral tersebut memberikan acuan

kebenaran pada kehidupan manusia bahwa hidupnya terhindar dari kekacauan. Nomos

(aturan) dari yang trensendental dipahami manusia sebagai negasi dari situasi dunia

yang sarat dengan chaos (kekacauan). Peran sosial agama secara garis besar dibagi dua

yaitu sebagai acuan pembangunan dunia dan sebagai pemelihara dunia. Agama memiliki

peran ganda sebagai ideal tipe dalam membangun dunianya agar tetap dalam keadaan

bermakna sekaligus memberikan legitimasi yang berisi segenap pengetahuan dan norma

ketika realitas obyektif hasil kreasi manusia telah tercipta.

Dalam konteks itulah, hubungan agama dan politik harus ditempatkan secara

dialektis. Agama kadangkala menjadi sistem beliefe yang mampu menjadi acuan pada

pembentukan sekaligus legitimasi pada tatanan politik negara. Tapi pada saat

bersamaan, penentuan pemahaman dan penafsiran agama dalam kehidupan ditentukan

oleh sistem sosial-politik yang ada. Agama menjadi sebab sekaligus akibat dari realitas

sosial negara. Pada akhirnya bisa dipahami lembaga negara sebagai institusi dunia,

memainkan peran yang kurang lebih sepadan dengan peran agama sebagai penjelas dan

pengatur kehidupan. Laiknya agama, negara selain menjadi rujukan pembangunan

dunia sosial-individual, juga mampu menjadi pemelihara tertib sosial masyarakat itu

sendiri.

Page 5: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Perbedaan mendasar antara agama dan negara hanya terletak pada dasar

legitimasinya. Namun agama dan negara dapat menyatu, yaitu dalam ranah kekuasaan.

Legitimasi kuasa negara yang paling ampuh hanya tersedia pada agama, demikian pula

produktivitas kuasa agama tidak akan pernah menjadi nyata tanpa basis sosial yang

disediakan negara. Konsep kekuasaan tertinggi dalam taraf kehidupan seseorang di

dunia ada dalam institusi negara. Sementara itu, setiap negara dalam bentuknya yang

paling absolut sama dengan agama itu sendiri. Carl Schmit, ahli politik kontemporer

menyatakan bahwa sebenarnya teori politik modern tentang negara tidak lain adalah

konsep-konsep teologis yang di-sekulerkan. Fenomena ini terjadi bukan hanya lantaran

sejarah yang telah berubah, dimana kekuasaan Tuhan telah digantikan oleh pemberi

hukum. Tapi karena struktur sistematis keberadaan negara tetap membutuhkan

legitimasi teologis bagi pertimbangan konsep-konsep tersebut ketika diaplikasikan dalam

konteks sosiologis-politisnya. Hal ini berarti kesatuan integral antara agama dan negara

tidak hanya terjadi dalam ranah aksi politik, melainkan juga dalam wilayah disiplin

keilmuan.

Dalam konteks Islam, sebagaimana dikatakan oleh M. Arkoun peradaban Islam

tidak lain adalah peradaban “Teks”. al-Qur’an dan sunnah menduduki peran fundamental

yang sangat mempengaruhi perwatakan dan pembentukan tradisi Islam dalam lintasan

sejarahnya. Perkembangan sosial kultural masyarakat Islam tidak dapat dilepaskan dari

tuntutan dan penafsiran atas teks al-Qur’an. Dalam arti itulah bisa dikatakan bahwa

dalam peradaban Islam, agama tidak hanya menjadi faktor komplementer, tapi menjadi

elan vital dari terbentuknya sistem sosial-politik masyarat Muslim. Teks agama tersebut

pada akhirnya memiliki muatan doktrin dan aksi sosial-politik.

Bahkan John L. Esposito dalam bukunya Islam dan Politik menyatakan bahwa

faktor signifikan dan elemen terpenting dalam politik Islam adalah teks yang telah

terkodifikasikan dalam syari`at. Syari`at merupakan elemen kunci yang

menyambungkan hubungan Islam dan politik. Syari`at juga menjadi pembeda dari

doktrin dan aksi politik Islam dengan non-Muslim. Pada akhirnya syari`at ini menjadi

pembentuk identitas kemusliman seseorang dan menjadi dasar bagi pendirian suatu

negara.

Secara sosiologis, benar jika dikatakan bahwa Islam sendiri sebenarnya tidak

mengenal kesatuan konsep agama dan negara. Sebab, menurut Nurcholis Madjid, dalam

Islam tidak ada sebuah lembaga kependetaan yang menjadi wakil Tuhan di dunia dengan

wewenang keagamaan dan berhak menentukan spritualitas seorang hambanya. Peran

sosial dari seorang Syekh hanya terbatas pada pengetahuan agama, wewenangnya

hanya terbatas pada masalah kultur dan tidak ada sangkut pautnya dengan wewenang

politik.Tapi disisi lain, sejarah membuktikan bahwa sejak awal perkembanganya Islam

Page 6: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

mengalami sukses luar biasa dalam politik. Islam sejak awal adalah agama penguasa

atau agama yang terkait dengan kekuasaan negara dalam praktiknya.

Akar historis dari politik Islam telah dimulai sejak masa Nabi, terutama pada

periode Madinah. Sistem yang dibangun oleh Rasulullah s.a.w dan kaum Mukminin yang

hidup bersama beliau di Madinah, jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan

variabel-variabel politik di era modern, dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem

politik religius par excellence. Pada masa Islam awal inilah kesatuan integral antara

agama dan negara nampak terlihat jelas.

Lebih jauh Nurcholis Madjid mengatakan cita-cita politik Islam sepanjang sejarah

selalu merujuk kepada khazanah klasik Islam yang dalam literatur keagamaan Islam

sering disebut masa al-salaf al-salih (Masa klasik yang saleh) atau disebut juga dengan

masa al-sadar al-awwal (inti pertama). Masa tersebut selain menunjuk masa Rasulullah

sendiri, juga masa para sahabat Nabi dan tabi'in (para pengikut Nabi). Hal demikian

terjadi karena realitas politik umat Islam pada masa al-sadar al-awwal diyakini

merupakan realitas politik yang menerapkan secara sungguh-sungguh prinsip normatif

Islam secara empiris mengenai keadilan sosial, persamaan, partisipasi, dan demokrasi

serta berkeadilan sosial.

Dalam aksi politik, oleh mayoritas kaum Muslim era Nabi ini merupakan tipe ideal

dimana cita ideal-ideal Islam terwujudkan dengan amat sempurna. Sedangkan dari segi

pembentukan pemikiran politik, pengaruhnya terbatas pada kenyataannya sebagai ruh

umum yang terus memberikan. ilham terhadap pemikiran ini, memberikan contoh atau

teladan ideal yang menjadi rujukan pemikiran-pemikiran itu dan memberikan titik

pertemuan bagi pendapat-pendapat dan mazhab-mazhab yang berbeda.

Pembahasan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam senantiasa

menarik bagi kalangan intelektual Islam dengan berbagai perbedaan pendapat dan

kontroversi yang mengikutinya. Persoalan ini paling tidak ditenggarai oleh al-Qur’an

maupun hadits yang tidak pernah memberikan penjelasan secara tegas terkait sistem

pemerintahan yang dikategorikan Islami.

Secara garis besar perbedaan pendapat tentang hubungan antara agama dan

negara dalam Islam dapat dikategorisasikan dalam tiga pola utama. Pertama, pendapat

yang menyatakan kesatuan organik antara agama dan politik secara formalistik dalam

suatu negara Islam. Kedua, pendirian sekuleris yang memisahkan dengan tegas antara

Islam dan negara. Negara diyakini memiliki wewenang dalam wilayah publik, sedangkan

agama terkait persoalan privat sehingga tidak mungkin dipertemukan antar keduanya.

Ketiga, pendapat substantif yang menyatakan bahwa Islam memang tidak menggariskan

secara khusus teori tetanegara, namun Islam memiliki etika dan nilai tertentu bagi

kehidupan bernegara.

Page 7: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Corak pemikiran politik yang menekankan kesatuan integral antara agama dan

negara dengan merujuk periode awal Islam begitu mendominasi wacana pemikiran Islam

klasik seperti telihat dari pemikiran politik al-Farabi yang ditulisklan dalam bukunya ArI

Ahl al-Madinah al-FIdilah. Pada umumya pemikiran politik pada abad pertengahan

menyandarkan argumenya pada gagasan ideal negara-kota model Plato untuk

mendukung argumenya tentang sistem Agama oleh pemikir abad pertengahan

diposisikan dalam kerangka normatifnya sebagai kebenaran absolut yang tidak akan

lekang dan mengalami perubahan di tengah zaman yang berubah. Namun ini tidak

berarti bahwa semua pemikir abad pertengahan memaknai agama dalam perspektif

normatif-idealnya.Berkenaan dengan hal tersebut maka pendapat para pakar berkenaan

dengan relasi agama dan negara dalam Islam dapat dibagi atas tiga pendapat yakni

paradigma integralistik, paradigma simbiotik, dan paradigma sekularistik.

A. Paradigma Integralistik

Paham ini merupakan pendapat atau konsep yang menggap agama dan negara

adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Paham ini dianut oleh beberapa

ulama-ulama Islam diantaranya yang paling ekstrim adalah golongan syiah dengan teori

Imamah mereka. Dan juga ulama-ulama terkemuka lainya yakni, Al-Mawardi, Imam Al-

Ghazali, Ibnu Khaldun, serta dikalangan ulama kontemporor seperti Rayid Ridho,

kelompok-kelompok Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al-Bana, Syaid Qutub, dan lain

sebagainya.Mawardi berpendapat bahwa Allah mengangkat untuk umatnya seorang

pemimpin sebagai pengganti (khalifah) nabi, untuk mengamankan agama, dengan

disertai mandat politik. Dengan demikian imam di satu pihak adalah pemimpin agama

dan di lain pihak adalah pemimpin politik. Pemikiran ini tidak beranjak dari ilustrasinya

tentang kepemimpinan pada masa Rasullulah dan Khalifah Ar-Rasyidin.

Begitu juga yang ditegaskan Al –Ghazali bahwa:

Agama dan raja ibarat dua anak kembar; agama adalah suatu fondasi sedangkan

sultan adalah penjaganya; sesuatu yang tanpa fondasi akan mudah runtuh, dan fondasi

tanpa penjaga akan hilang. Keberadaan sultan merupakan keharusan bagi tertib agama,

dan ketertiban agama merupakan keharusan bagi tercapainya kesejahteraan akhirat

nanti.Bagitu juga Ibnu Khaldun yang dengan memberikan uruaian tentang makna

khalifah bahwa khalifah adalah tanggung jawab umum yang dikehendaki oleh peraturan

syariat untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat dengan merujuk

kepadanya. Karena kemaslahatan akhirat adalah tujuan akhir, maka kemaslahatan dunia

seluruhnya harus berpegang kepada syariat. Hakikatnya, sebagai pengganti fungsi

pembuat syariat (Rasullulah, SAW) dalam memeliharaan urusan agama dan mengatur

politik keduniaan. Dan Rasyid Ridha walaupun dia merupakan murid dari Muhammad

Abduh yang berpemikiran simbiotik namun Ridha memiliki ide yang berbeda dengan

sang gurunya, menurut Ridha eksistensi syariat sangat penting dalam rangka penetapan

Page 8: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

hukum syariat Islam. Bahwa Islam adalah agama kedaulatan, politik dan pemerintahan,

maka bentuk pemeintahan yang lain (selain kekhalifahan) baginya tidak dapat

menerpakan syariat Islam.Selanjutnya Al- Ikhwan Al-Muslimin yang dirikan Hasan Al-Bana

di Kairo Mesir tahun 1928, yang mana perhatiannya pada mulanya hanya pada kegiatan-

kegiatan reformasi moral dan sosial, namun dalam perkembangan berikutnya menjadi

suatu organisasi keagamaan dan politik, hal ini terlihat jelas saat mereka mendabakan

berdirinya negara Islam di Mesir. Adapun pendapat tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin yang

paling sentral adalah: Islam adalah suatu agama yang sempurna dan amat lengkap,

yang meliputi tidak saja tuntuan moral dan peribadatan, tetapi juga petunjuk-petunjuk

mengenai cara mengatur segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi

sosial; oleh karenanya untuk pemulihan kejayaan dan kemakmuran, umat Islam harus

kembali kepada agamanya yang sempurna dan lengkap itu, kembali kepada kitab

sucinya, Al-Qur’an dan Sunah Nabi, mencontoh pola hidup rasul dan umat Islam generasi

pertama, tidak perlu atau bahkan jarang meniru pola atau sistem politik, ekonomi dan

sosial barat.

B. Paradigma Simbiotik

Paham ini memahami bahwa agama dan negara adalah saling membutuhkan

artinya memiliki hubungan timbal balik, perbedaanya dengan aliran integralistik adalah

bahwa agama dan negara suatu etensitas yang berbeda, namun saling membutuhkan,

bukanya menyatu seperti yang dimaksud pada paham integralistik. Pemikiran ini di anut

kalangan-kalangan ulama Islam yakni Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, Jamaludin Al-

Afghani, Yusuf Al-Qardawi dan lain-lain.

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan

manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan

negara, maka agama tidak bisa tegak. Pendapat beliau meligitimasikan agama dan

negara merupakan dua etensitas yang berbeda, tetapi saling mebutuhkan. Oleh

karenannya, konstusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak hanya bersal dari adanya

social contect, tetapi bisa saja diwarnai dengan hukum agama.

Jamaludin Al-Afghani dalam membahas ketatanegaraan lebih menghendaki

pemerintahan republik dimana pemikiran beliau lebih dipengaruhi pemikiran barat,

namun hal ini menurut beliau cukup ideal diterapkan pada pemerintahan, sebab di

dalamnya terdapat kekebasan berpendapat dan kepala negara harus tunduk kepada

undang-undang dasar, tetapi tidak lepas dari pemahaman beliau terhadap prisnsip-

prinsip ajaran Islam. Selanjutnya pemikiran beliau dilanjutkan oleh murid beliau yakni

Muhammad Abduh. Abduh tidak menetapkan suatu bentuk pemerintahan. Jika sistem

khalifah masih tetap menjadi pilihan sebagai model pemerintahan, maka bentuk

demikianpun harus sesuai perkembanga masyarakat dalam kehidupan materi dan

kebebasan berpikir, menurutnya lebih jelas lagi bahwa Islam tidak menentukan bentuk

Page 9: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

pemeritahan. Pemerintah dan rakyat mempunyai hak dan kewajiban yang sama

memelihara dasar-dasar agama, dan menafsirkan selama ia berkaitan dengan masalah

keduniaan. Produk dari pemahaman ini tidak bertentangan dengan salah satu pokok

agama. Dalam kepala meraka adalah bentuk pemerintahan. Artinya merekalah

menentukan bagaimana bentuk pemerintahan yang mereka kehendaki. Namun demikian

tidak berari Muhammad Abduh memisahkan antara urusan agama dan negara secara

mutlak, namun menurutnya Islam menetapkan hak-hak dan kewajiban kepada rakyat

dan pemerintah, dan pemeritah wajib menegakan keadilan yang dituntut oleh agama

dan rakyat.

Demikian juga pendapat yang dikemukakan ulama kontemporer Yusuf Al-Qardawi

bahwa: Ada yang mengatakan, karen demokrasi itu merupakan hukum bagi rakyat oleh

rakyat, yang berarti harus menolak pendapat yang mengatakan kedaulatan pembuat

hukum hanya miliki Allah, hal ini merupakan pendapat yang tidak bisa diterima. Prinsip

hukum miliki rakyat, yang merupakan asas demokrasi, tidak bertentangan dengan

prinsip hukum milik Allah yang merupakan asas penetapan hukum dalam Islam.

C. Paradigma Sekularistik

Paradigma ini beranggapan bahwa ada pemisahan antara agama dan negara,

agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki

garapan bidang masing-masing, sehingga keberadaanya harus dipisahkan. Hal ini dianut

beberapa ulama kontemporer yakni Ali Abdul Raziq, Muhammad Husain Haikal dan lain-

lain.

Menurut Raziq, pemerintahan Rasul bukanlah bagian dari tugas kerasulannya,

melainkan tugas terpisah dari dakwah Islamnya dan berada di luar tugas kerasulan.

Alasanya, bahwa Nabi Muhammad, SAW memang telah mendirikan negara di Madinah,

akan tetapi sulit membuat kesimpulan bagaimana prosedur penetapan hukum yang

ditempuh oleh Rasul, demikian pula tidak ada informasi yang cukup mengenai fungsi-

fungsi pemerintahan lain, minsalnya masalah keungan dan wawasan, dan keamanan jiwa

dan harta. Namun demikian, bagian-bagian tugas yang dilakukan oleh Nabi seperti

ekspedisi militer untuk membeladiri, distribusi zakat, jizyah dan ghanimah,

pendeleglasian tugasnya kepada para sahabat untuk melaksanakanya. Jadi kegiatan

kenegaraan merupakan keadaan nabi yang terpisah dari jabatan beliau sebagai Rasul,

melainkan merupakan tugas beliau sebagai pemimpin dalam dunia muamalah manusia

biasa. Pendapat tesebut sealiran dangan pendapat Muhammad Husain Haikal dimana ia

menyampaikan bahwa : Sesungguhnya Islam tidak menetapkan sistem tertentu bagi

pemerintah, dan akan tetapi ia melatakan kaidah-kaidah bagi tingkah laku dan

muamalah dalam kehidupan antar manusia. Kaidah-kaidah itu menjadi dasar untuk

menentukan sistem pemerintahan yang berkembang sepanjang sejarah.

Page 10: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Diluar sikap dan paradigma yang menerima atau menolak adanya hubungan

Agama dan Negara (sebagaimana pro dan kontra yang sudah kita kenal dan

berkepanjangan), disini saya ingin melihat secara historis analisis lebih-lebih dari segi

sosialis-kulturalis yang peran menjadi pergumulan peradaban dalam Islam. Sebelum

masuk lebih jauh antara relasi agama dan negara, ada baiknya kita pahami betul

beberapa item berikut:

Memahami betul makna Agama dan Negara

Mengapa harus memahami betul makna Agama dan negara, karena sudut

pandang yang berbeda tentang agama dan negara sehingga menimbulkan

perspektif yang berbeda yang berimbas pada berbeda concolation

terhadap relasi keduanya.

I. Beberapa tokoh mendefinisikan Negara secara berbeda-beda; menurut Roger H.

Soltau, Negara didefinisikan sebagai agency (alat) atau authority (wewenang)

yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama

masyarakat. Lain halnya dengan apa yang dikemukakan Harold J. Laski,

menurutnya Negara merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena

mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung

daripada individu atau kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk

mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Sementara Harold J.

Laski dan Max Weber mendefinisikan bahwa Negara adalah suatu masyarakat

yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam

suatu wilayah.

II. Dalam konsepsi Islam, dengan mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah, tidak

ditemukan rumusan tentang Negara secara eksplisit, hanya di dalam al-Quran

dan al-Sunnah terdapat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Selain itu, konsep Islam tentang Negara juga berasal dari 3 (tiga)

paradigma, yaitu: pertama, Paradigma tentang teori khilafah yang dipraktikkan

sesudah Rasulullah saw, terutama biasanya merujuk pada masa Khulafa al-

Rasyidun. Kedua, Paradigma yang bersumber pada teori Imamah dalam paham

Islam Syi’ah. Ketiga, Paradigma yang bersumber dari teori Imamah atau

pemerintahan.Dari beberapa poin di atas dapat dipahami secara sederhana

bahwa yang dimaksud Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya

diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warga

negaranya untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan

(control) monopolistis dari kekuasaan yang sah. Saya lebih cendrung pada

pedapat dan sikap al-Jabiri yang mengkilas balikkan –dalam masalah relasi agama

dan negara- pada sejarah yang ia sebut dengan tradisi (Lihat al-Din Wa al-Daulah

Wa al-Tathbiq al-Syari’ah dalam pembahasan Agama dan Negara dalam rujukan

tradisi, H. 55-118). Al-Jabiri menghimbau kepada umat Islam agar jangan

Page 11: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

terhegemoni dengan ungkapan atau pertanyaan palsu yang akan

mengklasifikasikan rasional dualistik terbatas yang menghipotesiskan dua

kemungkinan. Pertanyaan itu adalah Apakah Islam itu agama atau negara,

sehingga kemungkinan jawabnnya adalah Islam itu agama bukan negara, Islam

itu negara bukan agama atau Islam adalah agama sekaligus negara, hal ini dalam

pandangan al-Jabiri adalah hal yang absurd, karena Islam secara definitif adalah

suatu Agama.

Memahami betul tujuan/peran Agama dan Negara

Mengapa harus memahami betul tujuan/peran agama dan Negara, karena

sudut pandang yang berbeda tentang tujuan dan peran agama dan negara

akan sehingga menimbulkan perspektif yang berbeda yang berimbas pada

berbeda justifikasi terhadap relasi keduanya atau terhegomini dengan

latar belakang dan kepentingan sesoarang.Tujuan sebuah Negara yang

banyak diperbincangkan adalah bermacam-macam, antara lain;

Pertama : Bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata.

Kedua : Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum.

Ketiga : Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.

Pandangan konsepsi negara dalam wacana pemikiran, diantara:

I. Dalam konsep dan ajaran Plato, tujuan adanya Negara adalah untuk

memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan

sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan

Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta

menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin. Dalam ajaran dan

konsep teokratis yang diwakili oleh Thomas Aquinas dan Agustinus, tujuan

Negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan

tentram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan. Masih banyak

pemikiran dari pemikir tentang tujuan sebuah negara.

II. Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi, tujuan Negara

adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh

dari sengketa dan menjaga intervensi asing. Paradigma ini didasarkan

pada konsep sosio-historis bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan

watak dan kecenderungan berkumpul dan bermasyarakat, yang membawa

konsekuensi antara individu-individu satu sama lain saling membutuhkan

bantuan. Sementara menurut Ibnu Khaldun, tujuan Negara adalah untuk

mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada

kepentingan akhirat.

III. Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara hukum, tujuan Negara

adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan

berpedoman pada hukum. Dalam Negara hukum segala kekuasaan dari

Page 12: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

alat-alat pemerintahannya didasarkan atas hukum. Semua orang tanpa

kecuali harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang

berkuasa dalam Negara itu.

Rujukan yang dijadikan pemahaman untuk memahami antara agama dan

Negara.

Salah satu yang penting diperhatikan dalam memahami relasi agama dan

negara adalah rujukan yang dijadikan pijakan untuk memahami relasi

keduanya, mengapa demikian, karena justifikasi terhadap relasi agama

dan negara akan selalu dalam pemikiran dan pendapat yang bertolak

belakang antara menerima dan menolak dikarenakan rujukan yang

menjadi landasan dan paradigma berbeda.

alam kontek Islam, saya lebih condong pada pendapat yang melihat relasi

agama dan negara dari islam itu sendiri (genuin) tanpa melihat dan

dipengaruhi oleh perkembangan isu kenegaraan dan keagamaan diluar

islam. Hal ini, senada dengan apa yang dilontarkan al-Jabiri yang

mengkritik pemikir kontemporer saat ini, walaupun mereka menghadirkan

gebrakan baru dalam wacana agama dan negara dengan mengajukan

paradigma baru atau telaah kontemporer, namun yang sangat

disayangkan menurut adalah bahwa mereka bertolak dari dasar-dasar

hepotesis yang tidak didukung oleh Nushush (teks-teks) ataupun

pengalaman sejarah Arab Islam (al-‘Aql al-‘Arabi) bahkan mereka

megajukan penafsiran baru terhadap teks-teks itu secara agak berlebihan

sehingga berefek pada terlampauinya makna yang tekandung dari teks-

teks itu sendiri. Hal tersebut terkadang bertambah parah lagi dengan

mengabaikan perbedaan antara yang ilmiah dan yang ideologis atau

antara fakta sejarah dengan yang semata-mata keinginan subyektif, baik

yang terkandung dalam wacana itu sendiri maupun pada wacana-wacana

rujukan dalam mazhab atau aliran bagi pemikir modern maupun pemikir

klasik. hal ini merupakan sebuah kesalahan metodologis yang sangat

berbahaya, karena berbicara tentang term Agama dan Negara ini sangat

rentan dengan kepentingan politik dan tunduk pada kebutuhan serta

logika politik tersebut, sementara itu dalam penilaian al-Jabiri, rujukan

(Marja’iyyah/authority) yang dijadikan oleh sarjana kontemporer adalah

rujukan yang sudah terkontaminasi dan dipengaruhi oleh konstelasi politik

zamannya, kalau hal ini sudah terjadi -dalam pengamatan al-Jabiri- maka

dapat dipastikan bahwa kebenaran akan kabur dan kemudian lenyap

diantara tangga-tangga politik masa lalu dan labirin politik masa depan.

Rujukan dalam islam yang lebih awal secara historis menimbulkan

perbincangan antara agama dan negara adalah periode Khulafaurrasyidin.

Mengapa kita melihat dan menjadikan rujukan tersebut, karena Alquran

Page 13: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

dan Sunnah tidak mengatur hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan

dan perpolitikan. Alquran dan Sunnah tidak terlibat dengan persoalan

hubungan antara agama dan negara secara rinci dan jelas sebagaimana

dalam persoalan keagamaan seperti perkawinan dan waris. Mengapa

praktek sahabat (Khulafaurrasyidin) yang menjadi titik berat dalam

memahami relasi agama dan negara, beberapa fakta berikut dapat kita

analisis:

Orang-orang Arab ketika Nabi Muhammad diutus tidak mempunyai

raja dan negara. Sistem politik yang berlaku dalam starata sosial

bangsa Arab adalah sistem kesukuan yang belum memenuhi syarat

sebagai sebuah Negara, apalagi dilihat dari teritorial tertentu dan

jumlah penduduk yang tinggal pada saat itu.

Seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad maka kaum muslimin

dalam menjalankan agama baru yang dibawa Nabi bukan hanya

dalam ruang ingkup individual namun juga dalam bentuk prilaku

sosial. Prilaku sosial ini berkembang sering berkembangnya dakwah

dan ajaran Islam sehingga sampai puncaknya pada saat Nabi

berhijrah kemadinah yang mana Nabi merupakan seorang

pemimpin, komandan sekaligus pembimbing masyarakat muslim

dan hal yang menarik adalah Al-Jabiri menolak dengan keras untuk

disebut sebagai raja atau pemimpin Negara.

Hal-hal yang diatur dalam dakwah Islam khususnya hal-hal yang

berhubungan dengan persoalan keduniaan, sedangkan dunia Nabi

dan para sahabat telah mencapai taraf yang mapan dan luas.

Manakala Nabi wafat para sahabat merasakan kekosongan

konstitusional namun disisi lain dakwah Nabi telah berakhir

bersamaan dengan terbentuknya satu Negara atau suatu yang

menyerupai negara. Jika agama adalah wahyu Allah yang tidak

seorangpun berhak mewarisinya dan tidak pula menggantikan

Nabi, maka bersamaan dengan pertumbuhan dan penyebaran

dakwah membutuhkan adanya orang yang menjaga, mengatur

serta memperhatikannya pasca wafatnya Nabi. Siapakah yang

berhak memimpin, menjaga dan meneruskan perjuangan

tersebut…?

Alquran berulang kali membicarakan perihal “ummat”, umat Islam

dan kaum Muslim (Ali-Imran:110) justru menghindari dari

pembicaraan mengenai sistem politik, sosial dan ekonomi yang

sebenarnya telah menyatukan umat tersebut dengan Negara.

Perdebatan yang terjadi di Saqifah Bani Sa’idah yang berakhir

dengan pembaiatan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah,

Page 14: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

merupakan perdebatan murni dan diselesaikan berdasarkan

pertimbangan kekuatan sosial politik murni (kesukuan) yang

mengandung dua pemahan yaitu: kekuatan dan potensi.

Dari fakta-fakta inilah apat disimpulkan bahwa persoalan hubungan antara agama

dan negara tidak terlontar di zaman Nabi tidak pula di zaman khulafaurrasyidin. Semua

perintah berada ditangan Nabi dan perintah itu tidak dianggap sebagai sebuat institusi

kerajaan (al-Mulk), karena kerajaan berkonotasi jelek pada saat itu apalagi dianggap

sebagai Negara (Dawlah) yang dalam pemahaman orang Arab berarti perputaran harta

atau perang, yakni perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lainnya.

Namun kalau kita menelisik pada pelaksanaan hukum-hukum yang digariskan

Islam sudah barang tentu ada yang menaunginya, hal inilah yang dikaitkan al-Jabiri

dengan kekhalifahan, namun kekhalifahan ini dalam analisis al-Jabiri sangat erat

kaitannya dengan pertimbangan kekuatan. Ia mengemukakan fakta-fakta historis yang

menjelaskan hal tersebut diantaranya:

Islam lahir dalam satu masyarakat yang tidak bernegara dan Negara Arab Islam

tumbuh secara bertahap dan menyebar luas dengan adanya penaklukan-

penaklukan wilayah sekitar semananjung Arabia.

Tidak adanya kepastian apakah Nabi sejak periode awal dakwah beliau telah

berkeinginan untuk mendirikan negara.

Alquran tidak menjelaskan dengan jelas bahwa dakwah Islam merupakan dakwah

yang bertujuan untuk mendirikan sebuah Negara, kerajaan atau imperium.

Namun dari fakta lain ada dua fakta sebaliknya, yaitu:

Alquran mengandung hukum-hukum yang menuntut kaum muslimin untuk

melaksanakannya dan sebagian dari hukum itu memerlukan kekuasaan yang

mewakili komunitas mereka untuk melaksankannya seperti hukuman atas

pencuri.

Pelaksanaan hukum-hukum Islam pada akhirnya telah mengantarkan kepada

perkembangan dakwah Islam menjadi satu negara yang teratur dan memiliki

lembaga-lembaga yang berkembang bersama dengan perkembangan dan

perluasan geografis, peradaban dan pemikiran dunia Islam.

Fakta dan kenyataan yang kontradiktif inilah yang dalam pandangan al-Jabiri

hanya dapat dijawab melalui pengalaman historis Islam seperti pengangkatan Abu Bakar

sebagai khalifah yang pada finalnya mengembalikan penentuannya pada kesukuan yang

mengandung dua pemahan yaitu: kekuatan dan potensi, inilah merupakan hubungan

erat antara kekhalifahan dengan kekuatan yang pada akhirnya -peristiwa ini- menjadi

dasar bagi suatu analogi (Qiyas) yang terdiri dari tiga unsur utama:

Page 15: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Siapa yang akan menjadi khalifah. Dalam persoalan ini -menurut versi sunni-

bukan membicarakan sebuah Negara sebagai institusi melainkan pada orang

yang akan dibai’at menjadi khalifah.

Khalifah harus satu (kesatuan khalifah).

Khalifah harus berdasarkan pilihan bukan teks.

Menurut al-Jabiri dari analisis inilah tidak ada sistem pemerintahan yang

disyariatkan Islam, melainkan berpijak pada model seorang komandan dan perang.

Manakala perluasan wilayah dan masalah-masalah bermunculan karena tidak ditangani

dengan penanganan damai dan berdasarkan hukum fikih, maka yang berbicara akhirnya

adalah pedang yang menyebabkan khilafah terbentuk menjadi kerajaan atau dinasti.

Dari sinilah dalam pandangan al-Jabiri, penegakan hukum syariat harus diberangi

penegakan yang menegakkan hukum, disamping banyaknya hukum-hukum syariat yang

berwatak sosial seperti hukuman dan sanksi (al-hudud wa al-‘Uqubat). Disisi lain, umat

Islam berkewajiban mempertahankan wilayah teritorialnya yang termasuk dalam

masalah jihad.

Dari peparan diatas dalam menyikapi relasi agama dan negara lebih-lebih

dihubungkan dengan masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, saya lebih mengikuti al-Jabiri

yang berkesimpulan bahwa negara dalam Islam telah lahir dimasa rasul dan kemudian

menjadi mapan dan bertambah luas dimasa Khulafaurrasyidin yang disebabkan dua hal;

penerapan hukum-hukum syariat dan jihad.

2. JAWABAN UNTUK NOMOR DUA

Tidak dapat diingkari oleh siapapun bahwa nabi Muhammad saw. adalah manusia

terbesar di muka bumi. Kebesarannya tidak hanya diakui oleh orang muslim, tetapi juga

oleh orang-orang Barat; tidak hanya diakui oleh para pengikutnya, tetapi juga oleh para

lawannya. Nabi Muhammad saw. adalah manusia sempurna (insân kâmil). Memang

benar ia adalah manusia biasa, tetapi di sisi lain ia tidak seperti umumnya manusia. Syair

Arab mengatakan: Muhammadun basyarun lâ kalbasyari bal huwa kal yâqûti baina al-

hajari. Muhammad adalah manusia, tetapi tidak seperti manusia lainnya. Ia seperti yâqût

(batu mulia) di antara batu-batu.

Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah terbagi dalam 2 periode, yaitu di Mekkah

dan Madinah. Pada awal periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara sembunyi-

sembunyi, mendatangi orang-orang dekat Beliau antara lain istri Beliau Khadijah,

keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam. Ketika turun surat al

Muddatstsir : 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di tengah masyarakat, setiap

bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk mengenal dan masuk Islam (masih

dalam keadaan sembunyi-sembunyi). Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan

Page 16: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama

seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash

dan Thalhah bin Ubaidillah yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain

seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan

rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah

(kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini

Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta

membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan

aktivitas ini lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk

Islam.

Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan membangun pola pikir

yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka

muncullah sekelompok orang yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam)

yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini

bertepatan dengan turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk

berdakwah secara terang-terangan dan terbuka. Ini berarti Rasulullah dan para

sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al

istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan). Dari tahapan

kontak secara individu menuju tahap menyeruh seluruh masyarakat. Sejak saat itu mulai

terjadi benturan antara keimanan dan kekufuran, antara pemikiran yang haq dan

pemikiran yang batil. Tahapan ini disebut marhalah al tafa’ul wa al kifah yaitu tahap

interaksi dan perjuangan. Di tahapan ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah

Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan menakutkan di

antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat yang dipimpin oleh Ja’far bi

Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara

Rasulullah dan sahabat yang lain terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua

kabilah atau ketua suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar

Mekkah. Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya datang ke

Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan mengajak mereka

masuk Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap perjuangan Rasulullah.

Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena Rasulullah dan

para sahabat selalu melecehkan khayalan mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka,

menyebarkan rusaknya kehidupan mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup

mereka yang sesat. RASULULLAH TIDAK PERNAH BERKOMPROMI APALAGI BEKERJASAMA

MENJALANKAN SISTEM KEHIDUPAN RUSAK DAN SESAT BUATAN MANUSIA JAHILIYAH. Al

Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara

gamblang : “sesunggunya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan

neraka jahannam.” (QS 21 : 98). al Qur’an juga menyerang praktek riba yang telah turun

temurun mewarnai kehidupan jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa

Page 17: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

riba agar dapat menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah

apapun di sisi Allah.” (QS 30:39), demikian juga dengan kecurangan2 dalam takaran

yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu

orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan

apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS

83:1-3). Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah

dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.

Di tengah cobaan yang sangat berat tersebut, datanglah kabar gembira akan

kemenangan dari Madinah. Hal ini terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj

datang ke Mekkah untuk berhaji. Kemudian Rasulullah mendatangi mereka, berdakwah

kepada mereka dan merekapun akhirnya masuk Islam. Setelah selesai melaksanakan

haji dan mereka kembali ke Madinah, mereka menceritakan keislaman mereka kepada

kaumnya. Sejak saat itu cahaya Islam mulai muncul di Madinah.

Pada musim haji tahun berikutnya, datang 12 orang dari Madinah ke Mekkah, lalu

mereka membai’at Rasulullah dalam peristiwan Bai’at ‘Aqobah pertama. Bai’at ini adalah

sebuah pernyataan janji di hadapan Rasulullah bahwa mereka akan berpegang teguh

pada risalah Islam dan meninggalkan semua perbuatan-perbuatan yang rusak dan sesat

yang selama ini mereka praktekkan dalam kehidupan. Ketika penduduk Madinah ini akan

kembali, Rasulullah memerintahkan Mush’ab bin Umair untuk ikut bersama mereka dan

mengajarkan Islam kepada penduduk Madinah.

Berbeda dengan penduduk Mekkah yang jumud dan berusaha untuk

mempertahankan status quo, terutama para penguasa kekufuran seperti Abu Lahab, Abu

Jahal dan Abu Sofyan, penduduk Madinah lebih baik dan bersahabat dengan Islam.

Mereka mau menerima agama baru tersebut. Bahkan ketika musim haji tiba dan Mush’ab

kembali ke Mekkah serta melaporkan kepada Rasulullah tentang kondisi perkembangan

Islam di Madinah yang sangat baik, Rasulullah mulai berpikir untuk memindahkan medan

dakwah dari Mekkah ke Madinah. Ketika rombongan haji dari Madinah yang berjumlah 75

orang datang, terjadilah peristiwah Bai’at Aqobah kedua. Bai’at ini adalah sebuah

pernyataan dan janji di hadapan Rasulullah bahwa mereka penduduk Madinah akan

melindungi Rasulullah dan menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah untuk memimpin

mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun memimpin mereka berperang

melawan orang-orang yang menghalangi risalah Islam. Tidak lama setelah itu Rasulullah

memerintahkan kepada para sahabatnya untuk melakukan hijrah ke Madinah dan

Rasulullah menyusul kemudian.

Sejak tiba di Madinah, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya membangun

masjid sebagai tempat sholat, berkumpul, bermusyawarah serta mengatur berbagai

urusan ummat. Sekaligus memutuskan perkara yang ada di antara mereka. Beliau

menunjuk Abu Bakar dan Umar sebagai pembantunya. Beliau bersabda “dua (orang)

Page 18: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

pembantuku di bumi adalah Abu Bakar dan Umar.” Dengan demikian Beliau

berkedudukan sebagai kepala negara, qlodi dan panglima militer. Beliau menyelesaikan

perselisihan yang terjadi di antara penduduk Madinah dengan hukum Islam, mengangkat

komandan ekspedisi dan mengirimkannya ke luar Madinah. Negara Islam oleh Rasulullah

ini dijadikan pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas pondasi yang kokoh

dan pusat persiapan kekuatan militer yang mampu melindungi negara dan menyebarkan

dakwah. Setelah seluruh persoalan dalam negeri stabil dan terkontrol, Baliau mulai

menyiapkan pasukan militer untuk memerangi orang-orang yang menghalangi

penyebaran risalah Islam. Wallah’alam.

Skema Metode Dakwah Rasulullah :

1) PERIODE MEKKAH

A. Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan

Pemantapan Aqidah

Pembentukan Syakhsiyah Islamiyah

Pembentukan Kutlah/kelompok Dakwah

B. Tahapan Interaksi dan Perjuangan

Pertarungan Pemikiran (shira’ul fikr)

Perjuangan Politik (Kifahus siyasi)

2) PERIODE MADINAH

C. Tahapan Penerapan Syarat Islam (tathbiq ahkam al Islam)

Membangun Masjid

Membina Ukhuwah Islamiyah

Mengatur urusan masyarakat dengan syariat Islam

Membuat Perjanjian dengan warga non muslim

Menyusun strategi politik dan militer

Jihad

Nabi mulai menyambut perintah Allah dengan mengajak manusia untuk

menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi da’wah Nabi ini

dilakukannya secara rahasia untuk menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy

yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi saw tidak menampakan

da’wah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah

kecuali kepada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik

sebelumnya.

Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin

Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu

bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf,

Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.

Page 19: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin

melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi

dari pandangan orang Quraisy.

Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita,

Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abil

Arqam, sebagai tempat pertama untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Da’wah

pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut

Islam. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang

Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.

Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan Ibnu Ishaq

menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga tahun. Demikian pula

dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup ini berjalan selama tiga tahun.

Ibnu Hisyam berkata: kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki,

memeluk Islam, sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi bahan

pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan

mengajak kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw

melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Maka

siarkanlah apa yang diperintahkan kepdamu dan janganlah kamu pedulikan orang

musyrik.”(al-Hijr : 94). “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan

rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang

beriman.” (Asy-Syu’ara: 214-215). Dan katakanlah, “sesungguhnya aku adalah pemberi

peringatan yang menjelaskan.” (al-Hijr: 89).

Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah,

kemudian menyambut perintah Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan

kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang musyrik” dengan pergi ke atas

bukit Shafa lalu memanggil, “Wahai Bani Fihir, wahai Bani ‘Adi,“ sehingga mereka

berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang

terjadi. Maka Nabi saw berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di

belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu,

apakah kamu mempercayaiku?”Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah melihat kamu

berdusta. “ kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi

peringatan kepada kalian dari sisksa pedih.” Kemudian Abu lahab memprotes, “Sungguh

celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami. “Lalu

turunlah firman Allah: ”Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia

akan binasa.”

Kemudian Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman Allah, ”Dan berilah

peringatan kepada kerabatmu yang terdekat” dengan mengumpulkan semua keluarga

dan kerabatnya, lalu berkata kepada mereka, “Wahai Bani Ka’b bin Lu’ai, selamatkanlah

Page 20: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

dirimu dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’b, selamatkanlah dirimu dari api

neraka! Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdul

Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu

dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa dapat membela kalian di hadapan Allah,

selain bahwa kalian mempunyai tali kekeluargaan yang akan aku sambung dengan

hubungannya.”

Da’wah Nabi saw secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oleh bangsa

Quarisy, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah

mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi

kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah mengingatkan mereka akan perlunya

membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya di jelaskan oleh

Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat memberi faidah atau

bahaya sama sekali. Dan, bahwa turun-temurunya nenek moyang mereka dalam

menyembah tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka

secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka: Dan apabila dikatakan kepada

mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”mereka menjawab,”(Tidak), tetapi

kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang

kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga,) walaupun nenek moyang mereka itu tidak

mengetahui suatu pun, dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170).

Ketika Nabi saw mencela tuhan mereka, membodohkan mimpi mereka, dan

mengecam tindakan taqlid buta kepada nenek moyang mereka dalam menyembah

berhala, mereka menentang dan sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya, Abu

Thalib, yang membelanya.

Prinsip dakwah Rasulullah saw dapat diturunkan dari fase atau pembabakan

kehidupan Muhammad saw. Banyak ahli yang merumuskan kehidupan Rasulullah dalam

beberapa fase, yakni fase pertamaMuhammad saw sebagai pedagang, fase kedua

Muhammad saw sebagai nabi dan rasul. Kedua fase ini berlangsung dalam periode

Mekah. Fase ketiga Muhammad saw sebagai politisi dan negarawan, danfase keempat

Muhammad saw sebagai pembebas. Fase ketiga dan keempat berlangsung dalam

periode Madinah.

Dari keempat fase tersebut, terlihat bahwa perjuangan Rasululllah saw dalam

menegakan amanat risalahnya, mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup

penting, strategis, dan sistimatis, menuju keberhasilan dan kemenangan yang gemilang,

terutama dengan terbentuknya masyarakat muslim di Madinah dan terjadinya futuh

Mekah. Juga sebagai dasar bagi perkembangan dan perjuangan untuk menegakan dan

menyebarkan ajaran Islam ke segala penjuru dunia.

Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang pengembangan dan

pembangunan masyarakat, terdapat tiga posisi penting fungsi Rasulullah saw sebagai

Page 21: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

figur pemimpin umat, yakni: Pertama, Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat,

kedua, Rasulullah saw sebagai pendidik masyarakat,ketiga Rasulullah saw sebagai

negarawan dan pembangun masyarakat.

Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, berlangsung ketika beliau menjadi

pedagang. Ketika itu beliau sering kali melakukan perjalanan ribuan mil ke sebelah utara

jazirah Arab. Dalam perjalannya, Rasulullah saw berhubungan dengan berbagai ragam

orang dari berbagai bangsa, suku, agama, bahasa, tradisi, dan kebudayaan, dengan

bermacam watak dan sifatnya. Beliau berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai

agama dan kepercayaan yang dianut; yaitu Yahudi, Nasrani, Majusi, dan orang-orang

Romawi.

Dalam perjalannya ini, beliau mengadakan fact-finding, (menghimpun data dan

fakta) mengenai berbagai aspek hidup dan kehidupan berbagai bangsa. Hal ini menjadi

pengalaman dan pengetahuan beliau tentang geografis, sosiologis, etnografis, religius,

psikologis, antropologis, karakter dan watak dari berbagai bangsa. Pengeahuan tentang

situasi dan kondisi ini sangat bermanfaat dalam menentukan taktik, strategi, dan metode

perjuangannya.

Dari data dan fakta yang menjadi pengetahuan dan pengalamannya itu,

Rasulullah saw sering mengadakan tafakur (merenung), dan kadang-kadang berkhalwat,

bersemedi (tahannus) di suatu tempat sunyi yang terkenal dengan Gua Hira. Di tempat

inilah beliau mengolah, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengambil kesimpulan yang

akan menjadi bahan pertimbangan dalam sikap, langkah, dan pendekatan strategi

perjuangan hidup dan kehidupannya. Objektivitas, akurasi, dan validitas hasil penelitian

dan perenungan itu tidak diragukan lagi karena beliau termasyhur sebagai orang jujur

(al-amin). Kesimpulan utama dari hasil penelitian dan perenungan adalah masyarakat

Arab harus diselamatkan dari jurang kehancuran serta membangun landasan yang baru.

Upaya kerja keras Rasulullah saw dalam mencari solusi dari masalah yang sedang

dihadapinya itu, kemudian dijemput oleh hidayah ilahi dengan turunnya wahyu pertama,

lima ayat surat al-alaq. Dengan ayat Al-Qur’an yang mulia inilah, dimulai kegiatan

dakwah dan risalah Islamiyah yang ditugaskan kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk

disampaikan kepada segenap manusia, melalui pembinaan dan pendidikan yang

berdasarkan la ilaha illa al-llah (nilai dasar ketahuidan).

Dengan demikian, dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah saw mulai

berfungsi sebagai pendidik dan pembimbing masyrakat (social educator), melalui

perombakan dan revolusi mental masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah berhala

yang merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak menggunakan akal pikiran yan sehat,

tidak memiliki peri kemanusiaan dan menghinakan kaum wanita dan sebagainya,

menuju sikap mental yang mengangkat derajat kemanusiaan yang penuh percaya diri

dan hanya menyembah dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.

Page 22: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Adapun sistim pembinaan dan pendidikan yang dikembangkan Rasulullah saw

adalah sistim kaderisasi dengan membina beberapa orang sahabat. Kemudian para

sahabat ini mengembangkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Dimulai dari Khulafa Ar-

Rasyidin, kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari pembinaan dan kaderisasi di

Mekah yang agak terbatas, kemudian dikembangkan di Madinah dengan membentuk

komunitas muslim di tengah-tengah masyrakat Madinah yang cukup heterogen.

Pembinaan dan pendidikan di Mekah lebih dioerientasikan pada pembinaan ketauhidan

sehingga ayat Al-Qur’an yang turun dalam periode ini lebih ditekankan pada pembinaan

akidah dan ibadah. Ayat-ayat dan surat yang turun biasanya pendek-pendek dan diawalii

ungkapan “Ya ayyuha an-nasa”.

Adapun di Madinah, pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw lebih banyak

ditekankan pada pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah masyarakat

nonmuslim. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di periode ini lebih ditekankan pada masalah

muamalah, sistim kemasyarakatan, kenegaran, hubungan sosial, hubungan antaragama

(toleransi), ta’awun, ukhuwah, dan sebagainya. Ayat-ayat yang turun pada periode ini

biasanya panjang-panjang dan diawali ungkapan “Ya ayyuha al-ladzina amanu”.

Pada peride Madinah ini, lahirlah suatu peristiwa yang monumental dan sangat

penting sebagai cermin bagi kehidupan beragama dan bermasyarakat di masa

mendatang, yakni terumuskannya suatu naskah perjanjian dan kerja sama antara kaum

muslimin dan masyarakat Madinah (nonmuslim), yang kemudian terkenal dengan

sebutan Piagam Madinah

Di Madinah itulah Rasulullah saw mulai membangun sistim hukum, tatanan

masyarakat, dan kenegaraan. Fungsi Rasulullah saw meningkat dari fungsi pendidik

menjadi negarawan pembangun masyarakat (community builder) atau pembangun

Negara (state builder). Di bawah pembinaan dan kepemimpinan Rasulullah saw, kota

Madinah menjadi sebuah kota masyarakat yang beradab, sadar hukum, penuh toleran,

bersikap saling tolong menolong, dihiasi persaudaraan dan semangat kerja sama antara

warga masyarakat. Gambaran masyarakat seperti itu, kemudian dikenal dengan sebutan

masyarakat madani.

Pada masa awal-awal perkembangan Islam, masyarakat Islam menampilkan diri

sebagai masyarakat alternative, yang memberi warna tertentu pada kehidupan manusia.

Karakter yang paling penting yang ditampilkan oleh masyarakat Islam ketika itu adalah

kedamaian dan kasih sayang.

Masyarakat model seperti ini tampil di tengah kehadiran Rasulullah saw, baik di

Mekah atau Madinah, yang banyak disebut sejarawan sebagai model masyarakat ideal

dalam level masyarakat Arab yang masih sangat sederhana. Sejumlah karakteristik

penting yang diperlihatkan masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw ini, diantaranya

Page 23: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

adalah: memiliki akidah yang kuat dan konsisten dalam beramal (berkarya). Semua itu

dipandu oleh kepemimpinan yang penuh wibawa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip dakwah Rasulullah saw,

yaitu : Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan perenungan, Melalui

perncanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan

masyarakat,Bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian

cara terbuka (marhalah alaniyyah), Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian

masyarakat secara umum, Melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi

yang negative untuk menguasai suasana yang lebih positif, Melalui syiar dan pranata

Islam, antara lain melalui khotbah, adzan, iqamah, dan shalat berjamaah, ta’awun, zakat,

dan sebagainya, Melalui musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat

sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa,Melalui cara dan

tindakan yang akomodatif, toleran, dan saling menghargai, Melalui nilai-nilai

kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis, Menggunakan bahasa kaumnya, melalui

kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri uqulihim), Melalui surat.

Sebagaimana yang telah dikirim ke raja-raja berpengaruh pada waktu itu, seperti pada

Heraklius, Melalui uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan,

dorongan dan motivasi (tarhib wa targhib). Melalui Kelembutan dan pengampunan.

Seperti pada peristiwa Fathul Mekah disaksikan para pemimpin kafir Quraisy sambil

memendam kemarahan dan kebencian. Begitu pula isi hati Fadhalah, yang begitu dalam

kebenciaanya kepada Rasulullah sehingga ingin membunuhnya. Tanpa ia duga,

Rasulullah mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur dengan lembut, fadhalah

menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela diri. Tetapi Rasulullah tidak

marah, bahkan melempar dengan senyumnya. Seketika Fadhalah terpesona dengan

reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia yang berada dalam puncak ketakutan

merasakan kelegaan luar biasa. Tumbuh simpatinya dan kebenciannya mulai surut.

Hatinya benar-benar berbalik ketika Rasulullah meletakan tangan kanan tepat di

dadanya. Sentuhan fisik refleksi dari kasih sayang Rasulullah ini benar-benar

mengharubiru perasaan Fadhalah. Kedengkian dan kebenciaan berubah menjadi

kecintaan yang mendalam.

Dari prinsip dan langkah-langkah perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat

diturunkan kaidah-kaidah dakwah Rasulullah saw sebagai berikut:

Tauhidullah, yakni sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati, tidak

menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon, dan meminta

pertolongan kepada Allah SWT. Sebagai pencipta dan pemelihara alam

semesta. Kaidah ini bertujuan untuk membersihkan akidah (tathir al-

i’tiqad) masyrakat dari berbagai macam khurajat dan kepercayaan yang

keliru, menuju satu landasan, motivasi, tujuan hidup dan kehidupan dari

Page 24: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Allah dan dalam ajaran Allah menuju mardhatillah (min al-Lah, fi al-Allah,

dan ila Allah).

Ukhuwah Islamiah, yakni sikap persaudaraan antarsesama muslim karena

adanya kesatuan akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistim sosial,

dan peradaban sehingga terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang

melahirkan persaudaraan yang erat dan mesra, dan terjalin pula kasih

sayang, perasaan senasib sepenanggungan, serta memperhatikan

kepentingan orang lain, seperti mementingkan kepentingan diri sendiri.

Dengan demikian, terhindar dari sikap individualisme, fanatisme golongan,

fir’aunisme, materialisme, dan dari segala penyakit jiwa lainnya.

Musawah, yakni sikap persamaan antar sesama manusia, tidak arogan,

tidak saling merendahkan dan meremehkan orang lain, tidak saling

mengaku paling tinggi. Ini karena perbedaan dan penghargaan di sisi Allah

adalah dilihat prestasi pengabdian dan ketakwaannya.

Musyawarah, yakni sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain,

tidak menonjolkan kepentingan kelompok, memperhatikan kepentingan

bersama untuk meraih kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal ini

dilakukan oleh Rasulullah saw, antara lain di Madinh, yaitu dengan

munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam

kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 159, Q.S. Asu’ara:

38.

Ta’awun, yakni sikap gotong-royong, saling membantu, kebersamaan

dalam menghadapi persoalan dan tolong-menolong dalam hal-hal

kebaikan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah

ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah: 2, Q.S. At-Taubah: 71, q.s. Al-Anfal: 46.

Takaful al-ijtima, yakni sikap pertanggungjawaban bersama senasib

sepenanggungan, kebersamaan dan sikap solidaritas sosial. Ayat-ayat

yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. At-

Tahrim: 6, Q.S. Al-Baqarah:195.

Jihad dan Ijtihad, yakni sikap dan semangat kesungguh-sungguhan, serius

menunjukan etos kerja yang tinggi, kreatif, inovatif dalam penyelesaian

yang dihadapi. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan

kaidah ini, antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4, 10-13.

Fastahiq al-khayrat, yakni sikap dan semangat berlomba-lomba dalam

kebaikan, pada berbagai lapangan hidup dan kehidupan. Ayat-ayat yang

dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-

Imran: 114, Q.S. Al-Mu’minun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.

Tasamuh, yakni sikap toleransi, tenggang rasa, tidak memaksakan

kehendak, mengikuti dan melaksanakan sesuatu dengan landasan ilmu,

saling menghargai perbedaan pandangan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk

Page 25: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Az-Zumar: 18, Q.S. Al-

Baqarah: 256, Q.S. Al-Ankabut: 46, Q.S. An-Nahl: 125, 109, 1-6.

Istiqamah, yakni sikap dan semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan

terus di atas ajaran yang benar dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang

dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain Q.S.

Fushshilat: 6, 30, 32, Q.S. Al-Ahqaff: 13-14, Q.S. Asy-Syu’ara: 13-15.

Sebelum kita melangkah untuk melihat masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah

saw, sepatutnya kita memberikan perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang

menjadi inti kehidupan beliau dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan Rasul,

sehingga Allah mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu maupun

orang-orang di kemudian hari. Dikatakan kepada Rasulullah saw: “Wahai orang yang

berselimut, bangunlah (untuk shalat), di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya).” (al-

Muzzamil: 1-2), “Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” (al-

Muddatstsir: 1-2).

Maka, beliau pun bangkit dan terus bangkit lebih dari dua puluh tahun, memikul

beban amanat besar di bumi ini, seluruh beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di

berbagai medan.

Beliau memikul beban perjuangan dan jihad di medan perasaan manusia yang

tenggelam dalam angan-angan dan konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan

dunia dan syahwat. Ketika perasaan manusia berhasil dibersihkan dari noda-noda

jahiliyah dan kehidupan dunia, mulailah peperangan lain di medan yang lain pula,

bahkan peperangan ini tiada putus-putusnya. Yaitu, peperangan melawan musuh-musuh

da’wah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan da’wah ini sampai ke akarnya

sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah Arab hampir saja

berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi umat yang baru ini serta

menghadangnya di perbatasan bagian utara.

Ketika semua ini berlangsung, peperangan pertama yaitu peperangan perasaan

tidaklah berhenti, karena peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan.

Sesaat pun syaithan tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati

manusia. Di sanalah, Muhammad saw bangkit menyerukan da’wah Allah, dan melakukan

peperangan yang tiada henti-hentinya di berbagai medan. Beliau berjuang menghadapi

kesulitan hidup, padahal dunia berada di hadapannya. Beliau berjuang keras tidak kenal

lelah, ketika orang-orang mu’min beristirahat menikmati ketenangan dan ketentraman.

Semua itu beliau lakukan dengan semangat yang tak pernah kendor dan kesabaran

tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan qiyamul lail dan beribadah kepada Rab-Nya,

membaca Al-Qur’an, dan bermunajat kepada-Nya sebagaimana yang diperintah-Nya.

Demikianlah, beliau hidup dalam perjuangan dan peperangan yang tiada henti-

hentinya lebih dari dua puluh tahun. Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan

Page 26: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

karena sibuk dengan urusan yang lain. Sehingga, da’wah meraih suatu keberhasilan

yang gemilang, sulit dicerna oleh akal manusia. Jazirah Arab tunduk kepada da’wah

Islam, debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab, dan akal

yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala ditinggalkan, bahkan

dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid. Suara adzan terdengar

membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah dihidupkan oleh iman yang

baru. Para da’i bertolak ke arah utara dan selatan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan

menegakkan hukum-hukum Allah.

Berbagai bangsa dan kabilah bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia

pun keluar dari penyembahan terhadap hamba menuju peribadatan kepada Allah. Di

sana, tidak ada pihak yang memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa

dan rakyat, orang yang zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah,

bersaudara dan saling mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Allah telah

menyingkirkan penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang

dari diri mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang yang berkulit

merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh manusia adalah anak

keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah.

Berkat da’wah Islam, terwujudlah kesatuan Arab, keadilan sosial, kebahagiaan

manusia dalam segala urusan dunia dan akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun

berubah, demikian garis sejarah dan pola pikir.

Sebelum ada da’wah Islam, dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan,

sehingga perasaannya memburuk, jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-

norma sosialnya jadi kacau, dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh

gelombang kemewahan dan kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan

kegelapan, meskipun pada saat itu sudah terdapat agama-agama langit. Namun, agama

itu telah jauh diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak berdaya

menguasai manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak memiliki ruh.

Setelah da’wah Islam tampil dan memainkan perannya dalam kehidupan

manusia, jiwa manusia menjadi bersih dari khayalan dan khurafat, perbudakan,

kerusakan dan kebusukan, kekotoran dan kemerosotan. Masyarakat pun menjadi bersih

dari kezhaliman dan kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan

kelas, kediktatoran penguasa, dan pelecehan para dukun. Da’wah ini tampil membangun

dunia di atas kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun,

kebebasan dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan,

kehormatan, serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan

dan menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan.

Page 27: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Berkat perkembangan-perkembangan ini, jazirah Arab mengalami suatu

kebangkitan yang penuh berkah, yang belum pernah dialaminya sejak adanya bangunan

di atas jazirah tersebut.

3. JAWABAN UNTUK NOMOR TIGA

Sunnah atau lebih dikenal dengan hadis, mempunyai sejarah yang unik dan

panjang. Ia pernah mengalami masa transisi dari tradisi oral ke tradisi tulisan.

Pengkompilasiannya pun membutuhkan waktu yang cukup panjang. Persaingan politik

antar kelompok Muslim dalam rangka perebutan kekuasaan juga ikut mewarnainya.

Sampai pada akhir abad ke-9 M, usaha pengkodifikasian tersebut dapat menghasilkan

beberapa koleksi besar (kitab hadis) yang dianggap autentik, di samping sejumlah besar

koleksi hadis lainnya.

Seleksi dan pengeditan koleksi kitab hadis tersebut, menurut pandangan

Mohammed Arkoun, menimbulkan kontroversi berkepanjangan di antara tiga golongan

Muslim besar, yakni; Sunni, Syi’i (Syi’ah), dan Khariji (Khawarij). Kelompok Sunni

menganggap, kompilasi sahihayn dari Bukhari dan Muslim sebagai yang paling autentik.

Syi’ah 12 (Isna ‘Asyariyah) mengklaim, hasil kompilasi Kulayni sebagai “suitable for the

science of religion” dan dilengkapi juga dengan koleksi Ibn Babuyah dan al-Tusi .

Sementara, Khawarij memakai koleksi Ibn Habib (tercatat akhir abad ke-8) yang disebut

sebagai al-sahih al-rabi’ (The true one of spring).

Terdapat satu anggapan, bahwa perbedaan aqidah dalam aliran-aliran Islam

berdampak atau bahkan merupakan sumber pada perbedaan hadis yang diakui oleh

masing-masing kelompok. Kelompok Sunni misalnya, hanya berpegang pada riwayat

Sunni saja, sementara kelompok Syi’ah hanya mengakui hadis-hadis riwayat kelompok

Syi’ah saja. Demikian seterusnya.

Masing-masing kelompok cenderung egois dan hanya mementingkan

kelompoknya. Lebih parah lagi, hadis-hadis yang ada banyak dibuat oleh kelompok

tertentu demi kepentingan kelompoknya, bahkan tidak sedikit yang mendiskreditkan

mazhab yang berseberangan. Dampak terbesar dari anggapan ini adalah, hadis-hadis

yang ada tidak bisa dipertanggungjawabkan otentisitasnya karena dibuat/dipalsukan

oleh mazhab-mazhab tertentu demi kepentingan mereka.

Perbedaan konsepsi secara metodologis tentang hadis antara Sunni dan Syi’ah

bergulir pada wilayah kajian epistimologi. Pilihan untuk menggunakan epistimologi dalam

kajian ini karena epistemologi, sebagai suatu cabang filsafat yang membahas tentang

asal, struktur, metode-metode, kesahihan, dan tujuan pengetahuan. Epistemologi, juga

merupakan sarana untuk mendekati masalah-masalah pokok berkaitan dengan dinamika

ilmu pengetahuan yang menyangkut sumber, hakekat, validitas dan metodologi.

Page 28: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Dalam tradisi Sunni, yang dimaksud dengan hadis ialah segala sabda, perbuatan,

taqrir, dan hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Hadis dalam

pengertian ini oleh ulama hadis disinonimkan dengan istilah al-sunnah. Dengan

demikian, menurut umumnya jumhur ulama hadis, bentuk-bentuk hadis atau al-sunnah

ialah segala berita berkenaan dengan; sabda, perbuatan, taqrir, dan hal-ihwal Nabi

Muhammad saw.

Dari definisi hadis yang ditetapkan Sunni di atas, memberikan batasan tentang

segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw., sekaligus adanya anggapan

bahwa wahyu telah terhenti setelah wafatnya Nabi Muhammad. Dengan demikian

apapun yang bersumber dari Nabi dapat dijadikan dasar hukum dan sekaligus sumber

ajaran Islam. Sebaliknya apapun yang tidak bersumber langsung dari Nabi bukan

termasuk hadis, dan karenanya tidak wajib diikuti dan tidak dapat dijadikan dasar hukum

apalagi dijadikan sebagai sumber ajaran Islam. Dengan demikian sumber utama yang

dapat mengeluarkan hadis menurut Sunni hanya Nabi Muhammad saw.

Pada dasarnya, hampir semua mazhab dalam Islam, sepakat akan pentingnya

peranan hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Otoritas Nabi saw dalam hal ini

(selain al-Qur’an) tidaklah terbantahkan dan mendapat legitimasi melalui wahyu juga,

sehingga secara faktual, Nabi saw adalah manifestasi al-Qur’an yang pragmatis. Dalam

diskursus Islam, terdapat berbagai permasalahan yang tidak cukup dijelaskan hanya

dengan mengacu kepada al-Qur’an, tetapi juga harus mengacu kepada hadis Nabi saw.

Hal ini dikarenakan al-Qur’an lebih banyak menerangkan secara global. Sesuatu yang

global inilah yang harus dijelaskan dan dijabarkan. Dan di sinilah hadis mempunyai

fungsi menafsirkan yang mubham, memerinci yang mujmal, membatasi yang mutlak,

mengkhususkan yang ‘am, dan menjelaskan hukum-hukum sasarannya bayan al-tafsir,

bahkan hadis juga mengemukakan hukum-hukum yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an

(sunah pembentuk).Pernyataan seperti ini, banyak ditegaskan oleh al-Qur’an, misalnya

QS. al-Hasyr (57): 7, QS, al-Nahl (47): 80, QS. al-Ahzab (33): 21, dan lain sebagainya.

Kenyataan ini menunjukkan betapa penting dan strategisnya posisi hadis dalam

bangunan (pondasi) ajaran Islam. Sehingga, tidak berlebihan jika dikatakan (oleh

sebagian ulama) bahwa al-Qur’an lebih membutuhkan hadis daripada sebaliknya.

Pada dasarnya, ketika Nabi saw masih hidup fenomena hadis tidak begitu krusial

dan pembicaraan mengenai perkatan, perbuatan, dan ketetapan Nabi saw pun sebagai

hal yang biasa-biasa saja, karena hadis sebagai sumber pedoman masyarakat muslim

waktu itu lebih bersifat peneladanan langsung tanpa melibatkan rumusan-rumusan

verbal (living tradition). Para sahabat lebih berusaha untuk hidup sesuai dengan ajaran-

ajaran Nabi saw, sehingga diktum dan fatwa Nabi saw yang aktual seringkali terjalin

secara halus dan tidak dapat dibedakan. Akan tetapi, setelah Nabi saw wafat, umat Islam

mulai serius menyikapi hadis Nabi saw tersebut. Pembicaraan tentangnya menjadi

Page 29: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

sebuah fenomena yang dilakukan masyarakat muslim dengan sengaja dan penuh

kesadaran. Karena, sebuah generasi baru sedang tumbuh dan secara otomatis

membutuhkan suatu bimbingan dengan mempertanyakan perilaku Nabi saw.

Dengan demikian, menurut Sunni hakekat hadis pada dasarnya adalah wahyu

Allah yang diberikan melalui Nabi Muhammad saw berupa peneladanan langsung yang

melibatkan rumusan-rumusan verbal (living tradition). Karena itulah, hadis mempunyai

peranan yang sangat urgen ketika disandingkan dengan al-Qur’an. Keduanya menjadi

sumber hukum yang harus diyakini oleh umat Islam.

Definisi hadis sahih yang disepakati oleh ulama Sunni meliputi beberapa unsur. Di

antara kriteria yang ditetapkan ulama untuk mendapatkan suatu hadis sahih adalah:

Sanad bersambung;

Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil;

Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabit;

Sanad dan matan hadis terhindar dari syaz;

Sanad dan matan hadis terhindar dari ‘illat.Sedangkan dari segi matannya harus

sesuai dengan al-Qur’an, sunnah yang sahih, tidak menyalahi fakta historis dan

tidak bertentangan dengan akal dan panca indera.

Langkah selanjutnya, hadis-hadis tersebut diklasifikasi dan dimasukkan dalam

kategori-kategori tertentu. Misalnya dengan menggunakan ilmu Jarh wa al-Ta’dil yang

melibatkan berbagai ilmu, hadis-hadis dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kategori

dengan tingkat kecermatan yang tinggi. Seseorang yang diterima atau ditolak hadisnya

harus melalui seleksi dan evaluasi kritis terlebih dahulu. Demikianlah, kriteria-kriteria

kesahihan hadis yang dibangun oleh ulama Sunni. Sekaligus menetapkan bahwa suatu

hadis yang tidak memenuhi kelima unsur tersebut adalah dha’if dan tidak dapat

dijadikan sebagai dasar hukum.

Dengan tidak mudahnya suatu informasi diterima sebagai suatu kebenaran

sebagaimana ditunjukkan di atas dengan standar-standarnya, menunjukkan bahwa Islam

bukan hanya mementingkan atau mewajibkan mencari ilmu saja, tetapi juga aspek

epistemologinya (masalah kebenaran). Tidak dikesampingkannya aspek epistemologi

dalam bangunan keilmuan Islam, terutama hadis telah menunjukkan bagaimana

kejujuran intelektual dengan memegang pengetahuan lebih dari sesuatu yang lain, tetapi

juga sebagai sesuatu yang dapat dinilai salah dan benar dengan pertanggungjawaban

serentak pada tingkat individu dan kelompok, dipraktekkan. Semuanya adalah dalam

rangka agar segala perilaku mendapat pengabsahan dan landasan dari otoritas yang

memiliki kriteria yang tinggi sehingga kebaikan dunia dan akhirat dapat dicapai secara

bersamaan atas dasar teladan dari Nabi. Dengan demikian keberadaan hadis sebagai

Page 30: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

sumber kedua setelah al-Qur’an telah memberi pengaruh yang besar pada seluruh

aktivitas Muslim dalam mencari pijakan dan memberi teladan bagi kaum Muslim dalam

bertindak.

Hadis dalam tradisi Syi’ah yang mempunyai pengertian segala sesuatu yang

disandarkan kepada yang ma’sum, Nabi saw dan Imam dua belas, baik itu berupa

perkataan, perbuatan, maupun ketetapan adalah sumber hukum yang kedua setelah al-

Qur’an. Syi’ah menjadikan imam seperti kedudukan Nabi Muhammad dalam menjelaskan

al-Qur’an. Mereka juga berpandangan bahwa para periwayat mereka melarang

mengamalkan zahir al-Qur’an karena mereka tidak berpedoman dalam syari’at kecuali

dari para imam mereka. Mereka mengatakan bahwa imam mempunyai ilham yang

sebanding dengan wahyu bagi Rasulullah saw.

Dari definisi hadis di atas, memberi kesimpulan bahwa sumber hadis bukan hanya

Nabi Muhammad, melainkan setiap imam yang ma’shum juga dapat mengeluarkan hadis

yang dapat dijadikan hujjah. Dengan demikian, Syi’ah juga mempunyai keyakinan

tentang berlangsungnya wahyu pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.

Menurut Syi’ah, substansi atau hakekat hadis mempunyai tiga macam: Pertama:

Khabar dan riwayat yang mengandung petunjuk pembersihan jiwa, akhlak, nasehat dan

cara-cara pengobatan penyakit hati. Dengan muatan berisi ancaman, dan dorongan.

Atau yang berkaitan dengan tubuh, seperti kesehatan, penyakit, sakit dan pengobatan.

Juga manfaat buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, air dan batu. Di samping itu

khabar tersebut mengandung do’a, zikir, dan keutamaan ayat-ayat. Serta semua hal

yang disunnahkan, baik dalam pembicaraan, perbuatan, maupun sikap. Itu semua,

menurut kaum Syi’ah, bisa dijadikan landasan untuk beramal ibadah. Dan tidak perlu

mencari tahu apakah sanad dan matannya shahih atau tidak. Kecuali jika ada tanda-

tanda yang menunjukkan kepalsuannya.

Kedua: Yang mengandung hukum syara’ parsial, taklifi atau wadl’i. Seperti

taharah, berwudlu, cara shalat, zakat, khumus, jihad dan semua bagian muamalat,

transaksi yang diperbolehkan. Juga tentang nikah, thalaq, warisan, hudud dan diyat.

Semua khabar dan riwayat tersebut tidak boleh langsung dijalankan. Namun diberikan

kepada faqih yang mujtahid untuk menterjemahkannya. Sedangkan orang awam harus

mengikuti mujtahid marji’.

Ketiga: Khabar dan riwayat yang mengandung pokok-pokok aqidah, seperti

pengitsbatan al-Khaliq swt., juga tentang hasyr, barzakh, sirâth, mîzân, hisâb dan lain-

lain.

Jadi, pada hakekatnya hadis menurut Syi’ah adalah Khabar dan riwayat yang jika

berkaitan dengan aqidah dan pokok agama mereka, seperti tauhid, ‘adl, nubuwwah,

Page 31: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

imâmah dan ma’ad. Jika khabar tersebut sesuai dengan dalil-dalil ‘aqli, urgensi, dan

tanda-tanda yang qath’i, maka ia dapat dijalankan, dan tidak perlu menyelidiki sanad.

Dalam kaitannya dengan kesahihan hadis, para ulama Syi’ah dalam kajian sanad

telah memberikan kriteria-kriteria sebagai periwayat hadis. Ada beberapa kriteria yang

harus terpenuhi sebagai seorang periwayat hadis untuk dapat diterima riwayatnya.

Diantaranya adalah: 1) sanadnya bersambung kepada imam ma’sum tanpa terputus, 2)

seluruh periwayat dalam sanad berasal dari kelompok Imamiyah dalam semua tingkatan,

dan 3) seluruh periwayat dalam sanad bersifat ‘adil, dhabit. Dengan demikian, hadis

sahih menurut Syi’ah adalah, hadis yang memiliki standar periwayatan yang baik dari

imam-imam di kalangan mereka yang ma’shum.

Pengaruh Imamiyah di sini tampak pada pembatasan imam yang ma’shum

dengan persyaratan periwayat harus dari kalangan Syi’ah Imamiyah. Jadi hadis tidak

sampai pada tingkatan sahih jika para periwayatnya bukan dari Ja’fariyah Isna ‘Asyariyah

dalam semua tingkatan.

Sedangkan pengertian hadis menurut disiplin ilmu ushul fiqh adalah ucapan-

ucapan Nabi saw. yang berkaitan dengan hukum. Namun, bila ia mencakup perbuatan

dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum dinamakan sunnah. Dan pengertian

hadis/sunnah menurut pandangan ulama ahli fiqh, disamping pengertian yang

dikemukakan ulama ushul fiqh, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi yang

mengandung pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan

apabila ditinggalkan tidak berdosa”.

Terjadinya perbedaan pengertian tersebut di atas disebabkan perbedaan sudut

pandang masing-masing terhadap hadis/sunnah. Ulama hadis memandang bahwa hadis

maupun sunnah adalah hal yang satu dan tidak dapat dipisahkan antara keduanya,

disamping mereka juga berpendapat bahwa Rasulullah saw. adalah sosok yang patut

diteladani (uswatun hasanah), sehingga apapun yang berasal dari beliau dapat diterima

sebagai hadis. Ulama ushul fiqh memandang bahwa hadis merupakan salah satu sumber

atau dalil hukum serta sebagai dasar bagi para mujtahid dalam bidang hukum.

Sedangkan ulama fiqh menempatkannya sebagai salah satu dari hukum taklifi yang lima,

yaitu wajib, haram, makruh, mubah dan sunat, karena menurut mereka hadis adalah

sifat syar’iyyah untuk perbuatan yang dituntut mengerjakannya akan tetapi tuntutan

melaksanakannya tidaklah pasti, sehingga orang yang melaksanakannya diberi pahala

dan tidak disiksa orang yang meninggalkannya.

Harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara hadis dan al-Quran

dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Dari segi redaksi, diyakini

bahwa wahyu al-Quran disusun langsung oleh Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril

yang kemudian Nabi Muhammad saw. langsung menyampaikannya kepada umat, dan

demikian seterusnya dari generasi ke generasi. Redaksi al-Quran dapat dipastikan tidak

Page 32: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

mengalami perubahan, karena sejak diterimanya oleh Nabi, ia ditulis dan dihafal oleh

sekian banyak sahabat dan kemudian disampaikan secara mutawatir oleh sejumlah

orang yang mustahil mereka sepakat berbohong. Atas dasar ini wahyu-wahyu al-Quran

menjadi qath’i al-wurud.

Berbeda dengan hadis yang pada umumnya disampaikan oleh orang per orang

dan itupun seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang

diucapkan oleh Nabi saw. Disamping itu, diakui pula oleh ulama hadis bahwa walaupun

pada masa sahabat sudah ada yang menulis teks-teks hadis, namun pada umumnya

penyampaian atau penerimaan kebanyakan hadis hanya berdasarkan hafalan para

sahabat dan tabi’in. ini menjadikan kedudukan hadis dari segi otentisitasnya adalah

zhanni al-wurud.

Secara bahasa, kata al-hadis berasal dari kata hadatsa – yahdutsu – hadtsan –

haditsan dengan pengertian yang bermacam. Al-hadis dapat berarti al-jadid min al-

asyya’ (sesuatu yang baru)

sebagai lawan dari kata al-qadim (sesuatu yang sudah lama, kuno, klasik). Kata al-hadits

dapat

pula berarti al-qarib, yakni menunjukkan pada waktu yang dekat atau singkat. Al-hadis

juga

mempunyai makna al-khabar yang berarti ma yutahaddats bih wa yunqal (sesuatu yang

diperbincangkan, dibicarakan, diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang

lain.

Definisi hadis atau sunnah dapat dibedakan menurut disiplin ilmunya. Menurut

sebagian ulama hadis, pengertian sunnah sama dengan pengertian hadis, yakni segala

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw., baik ucapan, perbuatan, sikap/ketetapan,

sifatnya sebagai manusia biasa, dan akhlaknya apakah itu sebelum atau sesudah

diangkatnya menjadi rasul. Berbeda dengan al-Thibby dan lainnya yang berpendapat

bahwa hadis tidak hanya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw., akan

tetapi termasuk perkataan, perbuatan dan ketetapan para sahabat dan tabi’in.

Bersama al-Qur’an, hadis menjadi point yang sensitif dalam kesadaran spiritual

maupun

intelektual muslim. Tidak saja karena ia menjadi sumber pokok ajaran Islam, tetapi juga

sebagai tambang informasi bagi pembentukan budaya Islam, terutama sekali

historiografi Islam yang cukup banyak merujuk pada hadis-hadis. Hadis menjadi semakin

krusial ketika makin banyaknya masalah yang muncul, sementera Nabi dan sahabat

telah banyak yang wafat. Ketika Nabi s.a.w. masih hidup persoalan dapat dipecahkan

dengan otoritas al-Qur’an atau Nabi Muhammad sendiri.

Demikian pula pada masa sahabat, masyarakat dapat melihat praktek nabi yang

dijalankan para sahabat. Tetapi setelah itu berbagai informasi tentang nabi menjadi

Page 33: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

sangat penting bagi kaum

muslim. Itu sebabnya belakangan sangat banyak sekali muncul literatur hadis dalam

berbagai

bentuk dan jenisnya dengan muatan hadis-hadis yang cukup beragam.

Dalam kaitannya sebagai sumber pokok ajaran Islam, hadis pada umumnya lebih

merupakan

penafsiran kontekstual dan situasional atas ayat-ayat al-Qur’an dalam merespon

pertanyaan para

sahabat Nabi. Dengan demikian hadis merupakan interpretasi nabi saw yang

dimaksudkan untuk

menjadi pedoman bagi para sahabat dalam mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an. Karena

kondisi sahabat dan latar belakang kehidupannya berbeda, maka petunjuk-petunjuk

yang diberikan nabi berbeda pula. Pada sisi lain, para sahabat pun memberikan

interpretasi yang berbeda terhadap hadis nabi. Dari sini, maka hadis pada umumnya

bersifat temporal dan kontekstual.

Situasi sosial budaya dan alam lingkungan semakin lama semakin terus berubah

dan berkembang. Dengan semakin jauh terpisahnya hadis dari situasi sosial yang

melahirkannya, maka sebagian hadis nabi terasa tidak komunikatif lagi dengan realitas

kehidupan sosial saat ini. Karena itu

pemahaman atas hadis nabi merupakan hal yang mendesak, tentu dengan acuan yang

dapat dijadikan sebagai standarisasi dalam memahami hadis. Realitanya bahwa hadis

nabi lebih banyak dipahami secara tekstual, bahkan belakangan gejala ini muncul di

kalangan generasi muda Islam, tidak saja di Indonesia, tetapi juga di banyak negeri Islam

lainnya.

Pendekatan ini terhadap sebahagian hadis Nabi merupakan satu keharusan, tidak

selamanya mampu memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang muncul

belakangan, bahkan malah menjadi sesuatu yang kontradiktif sehingga memalingkan

kepercayaan terhadap hadis Nabi. Karena pemahaman seperti ini maka sebagian

sarjana-sarjana muslim lantas menyerang hadis yang tanpak kontradiktif dan tidak

komunikatif dengan zaman meskipun ulama hadis menyatakan bahwa hadis tersebut

dilihat dari kaedah-kaedah ilmu hadis yang demikian ketat, validitasnya diakui dan

makbul (shahih). Karena itu upaya atau pengkajian terhadap konteks-konteks hadis

merupakan aspek yang sangat penting dalam menangkap makna hadis yang akan

diamalkan. Sayangnya, menurut Afif Muhammad, pendekatan kontekstual atas hadis

Nabi saw, belum begitu memperoleh perhatian. Bagi orang yang belum mengenal apa itu

Ilmu Tasawwuf atau Sufi tentu akan merasa asing untuk

.

Page 34: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

keduanya, karena tidak tahu orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk

mempelajarinya bahkan sampai mengejeknya. Hal ini serupa dengan awal kedatangan

Islam tempo dulu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.: "Permulaan Islam ini

asing, dan akan kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing

(orang-orang Islam)." HR. Muslim dari Abi Hurairah.

Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran bid'ah yang ajarannya masih saja

diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu kesufian hati perlu benar-benar bersih dan

jeli untuk menangkap doktrin-doktrin yang diajarkan dalam sufi itu sendiri dengan

catatan tidak melenceng dari Islam. Tanpa didampingi ilmu sebagai manusia terlalu

gampang untuk mencoreng, mencela dan berprasangka buruk terhadap sesama. Dalam

sebuah hadits Nabi Saw.: "Hati-hatilah kalian terhadap prasangka, karena sesungguhnya

prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta." HR. Bukhari & Muslim.

Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari oleh al-Qur'an dan

Hadits denga

tujuan utamanya amar ma'ruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi Saw. tanda-tanda

sufi dan ilmu kesufian sudah ada, namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul,

sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan

lain sebagainya. Barulah pada

tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawwuf ini berdiri sebagai ilmu yang

berdiri sendiri yang bersifat Keruhanian. Kontribusi Ilmu Tasawwuf ini banyak dibukukan

oleh kalangan orang-orang Sufi sendiri seperti Hasan al-Basri, Abu Hasyim Shufi al-Kufi,

al-Hallaj bin Muhammad al-Baidhawi, Sufyan ibn Sa'id ats-Tsauri, Abu Sulaiman ad-

Darani, Abu Hafs al-Haddad,Sahl at-Tustari, al-Qusyairi, ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat,

Basyir al-Haris, as-Suhrawardi, Ain

Qudhat al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga kini terus berkembang.

4. JAWABAN UNTUK NOMOR EMPAT

Salah satu tema yang muncul begitu kuat ke permukaan dewasa ini dalam

diskursus keislaman dan kemodernan adalah demokrasi dan demokratisasi. Ide ini kalau

kita melihat dari konteks historisnya, dikenal dunia Islam lewat kolonialisme Barat -yang

diawali dengan pendudukan Napoleon di Mesir- dan jalur pengiriman mahasiswa muslim

ke Eropa dan Ameika Serikat. Belakangan, di kawasan Timur Tengah umpamanya, isu

demokratisasi kembali mencuat seiring dengan gencarnya gelombang demokratisasi di

Page 35: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Uni Soviet (kini Rusia) dan Eropa Timur, pasca berakhirnya perang Teluk II 1991 dan

sesudah terjadiya pergolakan politik di Aljazair 1992.

Selain itu, belahan dunia lainnya seperti Asia Tenggara termasuk Indonesia juga

mengalami hal yang sama. Hal ini pernah disinyalir oleh Samuel P. Huntington bahwa

telah terjadi gelombang demokratisasi ketiga di dunia, setelah sebelumnya terjadi

gelombang pertama tahun 1922 dan kedua tahun 1950-an. Gelombang ketiga itu diawali

dengan runtuhnya rezim komunisme di Eropa Timur dan Tengah pada akhir 1989. Itu

berarti, kemenangan mutlak bagi demokrasi". Dalam setengah abad terakhir ini,

demokrasi dalam pengertian moderen, telah memperoleh kekuatan universal sebagai

kekuatan politik, sebagai sebuah inspirasi dan sebuah ideologi.

Dr. Bachtiar Efendi dalam pengantar buku Dilema Islam Dilema Demokrasi tulisan

Mun'im A. Sirry mengatakan "Ditengah proses demokatrisasi yang terjadi dimana-mana

itu, pada mulanya dunia Islam tidak menjadi bagian perhatian dengan alasan dunia Islam

tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak memiliki pengalaman

demokrasi yang cukup.

"The Islamic countries of the Middle East and North Africa generall lack much

preivious democratic experience, and most appear to have little prospect of transition

even to semidemocracy", demikian tulis Larry Diamond, Juan J, Linze dan Seymour Martin

Lipset dalam pengantar buku suntingan mereka, Democracy in Developing Countries.

Pandangan seperti ini sejalan dengan pendapat Samuel P. Huntington dalam

bukunya The Third Wave, yang selain konfusinisme, ia meragukan bahwa ajaran Islam

sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Luthfi Asysyaukani bahkan menulis bahwa

Demokrasi di negara muslim payah. Lebih jauh ia mempertanyakan "Apakah kita masih

layak untuk mengatakan bahwa Islam menghargai kebebasan manusia, bahwa Islam

memiliki doktrin-doktrin yang luhur tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi…?"

Perbincangan Islam dan demokrasi ini kemudian diperparah lagi dengan temuan freedom

index yang dikeluarkan oleh Freedom House (1998) yang terangkum dalam Index of

Politic Right and Civil Liberty, bahwa selama dua puluh lima tahun terakhir, negara-

negara muslim di dunia -berjumlah 48 negara- umumnya gagal untuk membentuk

sebuah politik yang demokratis. Selama periode itu, hanya satu negara muslim yang

berhasil membentuk demokrasi sepenuhnya selama lima tahun yaitu Mali di Afrika.

Negara semidemokrasi berjumlah 12, sisanya adalah negara otoritarian. Bahkan,

mayoritas rezim-rezim yang rtepresif di dunia pada akhir 1990-an adalah di negara-

negara muslim (Mun'im A. Sirry: 2002).

Pada akhir Desember 2001 yang lalu, Freedom House kembali mengeluarkan

laporannya dan menyebutkan bahwa di antara negara-negara yang ada di dunia,

kawasan Islam tidak ada yang masuk dalam katagori demokratis. Paling banter, masuk

Page 36: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

dalam katagori "Partly Free" yaitu Banglades, Indonesia, Jordan, Kuwait, Maroko, Turki,

dan Malaysia.

Sedangkan Aljazair, Mesir, Libanon, Oman, Pakistan, Tunisia, Uni Emirat Arab,

Yaman, Brunei, Iran, Qatar, Bahrain, Afghanistan, Irak, Libia, Arab Saudi, Sudan dan

Syiria masuk dalam katagori "Not Free (tidak demokratis)". Oleh karena itu, Freedom

House menyimpulkan bahwa "There is a dramatic, expanding gap in the levels of

freedom and democracy between Islamic countries and the rest of the world". Yang lebih

dramatis lagi adalah kesimpulan sebuah studi yang bertajuk Freedom in the 2001-2002

bahwa " a non Islamic country is more than three times likely to be democratic than an

Islamic state" (Bachtiar Efendi: 2002).

Bila dikritisi, muncul pertanyaan dari kasus ini: "Bisakah demokrasi menerima

kekuatan politik Islam?", mengapa saya utarakan seperti itu, karena sejak tahun 1970-an

wacana yang dikembangkan adalah "Bisakah kekuatan politik Islam menerima

Demokrasi?" dari sinilah kita dapat melihat dari penyebar isu demokratis, yaitu Barat

yang sekarang lebih di dominasi Amerika. juga bisa dilihat ketakutan Barat yang sangat

over terhadap kebangkitan kekuatan politik Islam.

Survey ini banyak dikritik karena mempergunakan perkiraan kasar,

sehingga tidak mampu mengungkapkan ciri-ciri sistem politik suatu negara, dan

mengabaikan dimensi-dimensi penting yang lain dari demokrasi, misalnya hak-hak

dan kebebasan politik. Selain itu dengan survey ini negara-negara yang diragukan

memberikan kekebasan politik yang sesungguhnya (liberal) seperti AS, Swis, Belanda,

Denmark, juga masuk kategori “paling demokratis”, juga negara-negara seperti

Jepang, Kosta Rika (dengan rata-rata skor 1), Ekuador, Jamaika (skor rata-rata 2),

Papua Nugini, Thailand (dengan skor rata-rata 2.5).

Pada masa pemerintahan Clinton, menyebarkan demokrasi ke luar negeri

merupakan salah satu dari tiga pilar utama kebijakan luar negeri Amerika serikat.

Sementara itu, penggantinya George W. Bush lebih progresif dengan mengangkat

ancaman baru demokrasi global, yaitu terorisme global. Lalu perang total terhadap

terorisme menjadi prasyarat baru bagi negara ketiga untuk disebut demokratis. Terlebih

lagi, akhir-akhir ini Amerika Serikat "ngotot" untuk melakukan penyerangan ke Irak. Dari

apa yang telah dipaparkan, apakah tidak mungkin kecemasan Barat terhadap Islam dan

posisinya sebagai promotor demokratrisasi dengan segala kepentingannya, menggiring

Barat untuk menggunakan unsur kekuatan nasionalis sekuler di negeri-negeri muslim

sebagai tembok penghalang bagi kekuatan politik Islam di panggung demokrasi?.

Mengapa demikian…?, saya ingin melihatnya dan mengaitkannya dengan historis

peradaban Islam pada masa nabi Muhammad SAW dengan icon Negara Madinahnya.

Sesuai dengan realita diatas bahwa konsep Negara Demokrasi dan konsep Negara Islam

merupakan dua paradigma. Saya disini tidak menganggaka dan mengungkap tentang

Page 37: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

pro kontra antara Islam vs demokrasi dalam ranah negatif dan fositif baik dari kalangan

muslim (perorangan maupun organisasi) atau non muslim seperti Lisa Anderson, John L.

Esposito, dan Fawaz A. Gerges, yang berpandangan bahwa Islam punya nilai-nilai positif

bagi tumbuhnya demokrasi. Mereka berpendapat Islam dan demokrasi -dalam bahasa

ilmiah- punya korelasi positif.

Sebagai muslim tentu mengakui bahwa islam itu sesuai kapan dan dimanapun ia

berada, lebih-lebih menanggapi isu demokrasi dalam sebuah negara. Namun yang

menjadi standar adalah yang perlu ditanyakan, standar versi Islam atau versi lain. Hal ini

lebih hangat diperbincakan apabila dikaitkan dengan Madinah sebagai basis wilayah

dakwah nabi Muhammad SAW. Pertanyaan dualistik yang muncul biasanya adalah

apakah Madinah itu negara atau tidak. Untuk menjawabnya perlu diutarakan pertanyaan

berikut; apa standar penentuan itu sebuah negara atau tidak, apakah versi Islam atau

bukan...?. untuk membuka wacana disini saya mengkilas balikkan dengan melihat

historisasi pergumulan kehidupan dan interaksi yang terjadi di Madinah pada masa Nabi

berikut masa khulafaurrasyidin.

Di Madinah Rasulullah SAW membangun peradaban baru yang di dasarkan

kepada Islam. Rasulullah SAW menjadi pemimpin yang bertanggungjawab mengurus

urusan umat (rakyat) secara keseluruhan. Sementara hukum yang berlaku adalah hukum

Islam. Keberadaan pemimpin , rakyat dan hukum ini cukup untuk mengatakan apa yang

dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah adalah sebuah negara atau memenuhi

karakteristik sebuah negara.

Menarik diperhatikan adalah komunitas (dalam bahasa kecil) atau negara (dalam

bahasa besar) yang dibangun Rasulullah SAW ini dihuni oleh warga yang beragam

(pluralitas bukan pluralisme). Terdapat Yahudi Bani Auf, Yahudi Bani Najjar, termasuk

masih terdadapat orang-orang musyrik penyembah berhala. Namun pluralitas ini tidak

menghalangi pemberlakuan hukum Islam oleh negara. Sebab hukum Islam memang

bukan hanya untuk muslim tapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia (rahmatan lil

‘alamin), termasuk non muslim.

Bahwa yang berlaku adalah hukum Islam tampak dari salah satu point penting

dari piagam Madinah (watsiqoh al madinah). Sebagaimana dalam Sirah Ibnu Hisyam

disebutkan apabila muncul perselisihan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam

perjanjian wajib dikembalikan kepada Allah dan Rasulullah SAW.

Yang membedakan dengan konsep negara nation-state, wilayah kekuasaan

negara Islam ini tidak berhenti pada batasan-batasan kebangsaan, tapi meluas sebagai

konsekuensi kewajiban mendakwah Islam ke seluruh penjuruh dunia. Jumlah penduduk

yang masih sedikit di masa Rasul dengan batas wilayah masih sekitar Madinah, tidak

menjadi alasan untuk mengatakan bahwa itu adalah negara. Bukankah Singapura, Brunai

Darussalam, Swiss adalah tetap dikatakan negara meskipun penduduknya sedikit...?,

Page 38: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Apalagi kemudian negara Islam dimasa Khulafaurrasyidin dan khalifah selanjutnya

meluas hampir mencapai 2/3 dunia dengan jutaan orang penduduknya ?

Dalam perjalannannya, Madinah tampak jelas dari apa yang dipraktikkan

Rasulullah SAW sebagaimana lazimnya kepala negara. Rasulullah SAW memimpin kaum

muslimin, mengatur. urusan-urusan dan kepentingan rakyatnya, memenuhi kebutuhan

pokok, menjamin keamanan dan kesehatan dan melindungi penduduk Madinah.

Rasulullah SAW menjadi hakim (qadhi) saat terjadi perselisihan antara rakyatnya,

termasuk mengangkat Ali bin Abi Tholib, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Musa al Asy’ari

sebagai qodhi di di Yaman. Untuk membantu pemerintahannya Rasululah SAW

mengangkat Mu’ad bin Jabal menjadi wali (setingkat gubernur) di Janad, Kholid bin Walid

sebagai amil (setingkat walikota) di Shun’a, Ziyad bin Lubaid wali di Hadramaut, Abu

Dujanah sebagai amil di Madinah.

Dalam politik luar Madinah, Rasulullah saw mengirim surat-surat diplomatik,

utusan diplomatik, yang intinya mengajak wilayah dan kerajaan lain untuk memeluk

agama Islam. Termasuk menjadi amirul jihad (pemimpin perang) dalam berbagai

pertempuran. Mengirim Hamzah bin Abdul Muthalib dan sahabat lainnya dalam

detasemen menyerang Quraisy, mengutus antara lain Zaid bin Haritsah menyerang

Romawi, Khalid bin Walid menyerang Dumatul Jandal. Semua ini merupakan fakta tak

terbantahkan bahwa (menurut pendukungnya) Madinah adalah sebuah negara.

Adapun kewajiban mendirikan negara Islam yang kemudian disebut juga sebagai

Khilafah Islam adalah merupakan konsekuensi dari kewajiban menerapkan seluruh

syariah Islam sebagai bukti keimanan seorang muslim. Keberadaan negara (kekuasaan)

adalah hal yang mutlak untuk itu. Kewajiban syariah Islam seperti dalam menetapkan

mata uang berdasarkan dinar (emas) dan dirham (perak), mengadili pihak yang

bersengketa, menjatuhkan hukuman terhadap pelaku kriminal, mengirim pasukan,

menjamin pendistribusian harta di tengah masyarakat, menjamin kebutuhan pokok

rakyat adalah masuk dalam wewenang negara bukan kelompok atau individu.

Dalam perjalanannya madinah mencatat langkh-langkah taktis yang dilakukan

nabi dalam mengatur kehidupan dan keberlanjutannya di Madinah, diantaranya:

A. Pembinaan Masjid

Peristiwa hijrah telah menyebabkan penyebaran agama Islam semakin meluas

terutamanya dengan terbinanya Masjid Quba dan Masjid Madinah yang menjadi

tempat ibadat dan penyebaran agama Islam. Kaum Ansar di Madinah menyambut

Muhajirin dari Mekah dan buat pertama kali, kegiatan dakwah dapat dilakukan

secara terbuka. Kaum Ansar banyak berkorban untuk mengembangkan agama

Islam.

Page 39: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Setelah tiba ke Madinah Nabi Muhammad SAW telah membina masjid-masjid

yang bukan sahaja menjadi tempat ibadat dan penyebaran agama Islam tetapi

juga digunakan untuk menyebarkan pendidikan dan ilmu pengetahuan Islam.

B. Pembentukan Ummah (persaudaraan)

Nabi Muhammad adalah seorang negarawan. Sebagai langkah pertama terhadap

penyatuan masyarakat Islam di Madinah, Nabi Muhammad SAW

mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum Muhajirin :

Muahajirin dengan Muhajirin.

Ansar dengan Ansar.

Muhajirin dengan Ansar.

Semangat Asabiyah telah digantikan dengan semangat ummah mengikut akidah

Islam. Hubungan persaudaraan mengatasi masalah perbedaan dari segi sosial

dan ekonomi. Kedua-dua golongan bergaul dan bekerjasama untuk kebaikan

agama Islam dan negara.

C. Mewujudkan hukum legal (Piagam Madinah)

Perwujudan sebuah piagam untuk dijadikan panduan untuk membentukkan

sebuah negara Islam yang berdaulat. Piagam Madinah bukan saja membentukkan

persaudaraan antara Anshar dan Muhajirin tetapi juga perpaduan antara orang

Islam dengan orang bukan Islam terutamanya orang Yahudi. Kaum Yahudi

diberikan kebebasan mengamalkan ibadat mengikut agama mereka selama

mereka mematuhi undang-undang Islam dan peraturan yang diterima umum.

Orang Islam dan bukan Islam dapat hidup secara aman damai dan bebas

menjalankan aktiviti masing-masing. Keselamatan penduduk Madinah terjamin

dan mereka bertanggungjawab mempertahankan negara Madinah daripada

serangan musuh. Penduduk Madinah juga mengakui Nabi Muhammad SAW

sebagai pemimpin agama dan ketua negara. Dengan pengakuan itu Nabi telah

menjadi pemimpin yang berwibawa dalam urusan pentadbiran dan pemerintahan

negara Islam Madinah.

D. Mengasaskan Penyelesaian Masalah Melalui Musyawarah

Baginda berjaya mengasaskan sistem musyawarah dalam segala hal-hal politik.

Dalam hubungan dengan kaum Yahudi semasa Perang Badar, Nabi Muhammad

SAW tidak menunjukkan permusuhannya terhadap kaum Yahudi tetapi terus

mengadakan perundingannya dengan mereka. Hanya setelah perundingan gagal

barulah mereka disingkirkan secara terhormat dari Madinah. Baginda juga

menjalankan musyawarah semasa mewujudkan persaudaraan antara Ansar dan

Muhajirin serta antara Aus dan Khazraj. Konsep musyawarah terbayang dalam

hubungan politik antarabangsa.

E. Mewujudkan Tentara Islam di Madinah

Page 40: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Baginda juga adalah seorang pemimpin tentera Islam yang menyertai beberapa

ekspedisi ketenteraan untuk mempertahankan kesucian agama Islam daripada

ancaman dan serangan musuh. Dalam mempertahankan kedaulatan negara Islam

Madinah. Baginda merupakan seorang panglima tentera dan ahli strategi dalam

bidang ketenteraan.

F. Mengadakan Hubungan Luar

Baginda adalah seorang diplomat yang mengambil inisiatif untuk menghantar

perwakilan ke luar seperti Mesir, Byzantine, dan Parsi.

G. Menyusun semula struktur ekonomi Madinah

Penyatuan masyarakat yang berlaku telah mewujudkan semangat saling

membantu sehingga meliputi segenap bidang.Golongan Muhajirin bergiat dalam

bidang pertanian. Nabi menggalakkan umat Islam bergiat dalam bidang

perniagaan.Umat Islam menguasai semula kawasan subur dan oasis daripada

penguasaan orang Yahudi dengan cara membelinya semula.

Langkah-langkah yang dilakukan Rasulullah untuk membentuk masyarakat

Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan cara mempersaudarakan

orang-orang Muhajirin dan Anshar. Kemudian Rasulullah setelah dapat

membentuk Madinah dan untuk mengatur permerintahan semua elemen

masyarakat Madinah yaitu membuat dokumen ketentuan hidup bersama yang

ditandatangani oleh Nabi yang dikenal dengan konstitusi (Madinah).

Dari sejarah itu, menunjukkan bahwa betapa kuatnya jalinan kohesitas di antara

elemen masyarakat Madinah yang majemuk baik ditinjau dari segi keturunan,

agama maupun dari segi budaya selama kepemimpinan Rasulullah.

Keanekaragaman sosial yang tercermin dengan komposisi warga yang terdiri dari

Arab Muslim, Yahudi, dan Arab non Muslim mampu diikat oleh tali kepentingan,

cita-cita bersama, kewajiban menaati kontrak sosial yang dibuat bersama. Mereka

menjadi bangunan sosial yang harmonis lantaran didasari sikap saling

menghargai diantara berbagai elemen masyarakat yang plural. Mereka juga

menunjukkan satu kata dan perbuatan dalam menaati konstitusi yang telah

mereka rumuskan.

Sekarang, kalau kita kembalikan dengan temuan Freedom House yang terangkum

dalam Index of Politic Right and Civil Liberty dengan kesimpulan bahwa selama lebih dari

lima tahun negara muslim tidak ada yang mampu menjalankan demokrasi kecuali Mali.

Namun melihat realita secara sekilas tentang perjalanan Madinah yang di pimpin Nabi

apakah tidak layak disebut Negara...?, kalau tidak, maka kembali saya pertanyakan yang

apa yang menjadi standar dalm menentukan sebuah negara, apaka versi Islam atau versi

yang lain (Barat). Saya lebih senada dengan apa yang diutarakan al-Jabiri bahwa kita

harus terlepas dari toeri dan knsep manapun dan kita bangun teori dan konsep yang

sesuai dengan framework dan worlview masyarakat muslim dengan melihat sejarah

Page 41: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

yang sudah diraih ummat Islam pada masa awal. Kalua Barat menggaungkan demokrasi

versi mereka, maka Islam juga menyuarakan Demokrasi ala Islam. Manakala mereka

merumuskan konsep negara versi mereka, maka Islampun harus merumuskan konsep

negara versi Islam sendiri. Sehingga dalam perdebatan wacana yang kita usung adalah

konsep dan teori Islam sebagai sanggahan atau rival dari konsep dan teori non Islam.

Disinilah kita mempunyai ketegasan dan ketuntasan dalam konsep demokrasi dalam

sebuah negara, bukan mencaplok teori dan konsep dari luar apakanlagi mencoba

menerapkannya yang pada akhirnya kita akan kecolongan dan kebablasan atau menjadi

The Sick Men.

Untuk lebih mendalam lagi pemaham kita tentang relasi agama dan negara,

dapat kita lihat dalam pergumulan perdebatan wacana demokrasi vs Islam yang mana

demokrasi dianggap sebagai satu-satunya sistem pemerintahan sah yang diakui secara

universal. Bagaimana demokrasi relevan dengan sistem politik Islam…?, bukankah

demokrasi bukan berasal dari Islam…?, bagaimana memahami secara tepat hubungan

antara demokrasi dan Islam.

5. JAWABAN UNTUK NOMOR LIMA

Seperti yang kita ketahui tasawuf sebelum Ibn ‘Arabi banyak sekali terfokus pada

bimbingan amali atau panduan praktis untuk para murid ataupun berbagai ungkapan sufi

yang mengekspresikan al-ahwâl (keadaan-keadaan spiritual) atau al-maqam

(pengalaman spiritual) yang telah mereka alami. Tetapi dengan keberadaan Ibn ‘Arabi,

tiba-tiba kita berhadapan dengan doktrin ‘irfan, kosmologi, termasuk psikologi dan

antropologi yang sangat monumental, hingga menjadi turning point dalam tradisi

tasawuf. Ibn ‘Arabi telah mengekspresikan doktrin tasawuf dalam bentuk dan rumusan

teoretis. Doktrin tasawuf—yang sebelumnya hanya secara implisit terkandung dalam

kata-kata para syaikh sufi—di tangan Ibn ‘Arabi telah diformulasikan secara benderang.

Ibn ‘Arabi telah menjadi pemapar par excellence tasawuf Islam.

Dengan kata lain, mengeksplisitkan doktrin irfan, hanya menunjukkan bahwa

masyarakat pada masa itu sudah hilang akses pada fakultas intuisi dan batin. Maka itu

mereka membutuhkan penjelasan yang teoretis yang sangat elaboratif. Menurut Nasr,

keberadaan doktrin irfan yang telah diformulasikan Ibn ‘Arabi bisa memelihara

keterjagaan auntentisitas tradisi tasawuf di tengah manusia-manusia yang sering berada

dalam bahaya penyimpangan lewat pikiran yang tidak benar dan juga karena mereka

sudah kehilangan akses pada intuisi intelektual.

Melalui doktrin irfan Ibn ‘Arabi, tasawuf telah mendominasi kehidupan spiritual

dan intelektual Islam sampai sekarang. Sekali lagi, yang ingin ditegaskan di sini, Ibn

‘Arabi telah menjadikan esoterisme sebagai poros dan pusat dimensi fundamental

sekaligus esensial dalam Islam. Kiprah dalam mensintesakan tasawuf dan filsafat tidak

lepas dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Page 42: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Secara internal tasawuf terpengaruh oleh tindakan nabi dan para sahabatnya

yang berlandaskan pada hikmah dan mauidzah yang terdapat dalam Al qur’an dan Al

sunnah. Banyak ayat Al Qur’an yang mereka gunakan sebagai dalil untuk justifikasi atas

tindakan maupun perilaku mereka. Misalnya saja Al Muzammil : 1-8 yang mengajak

untuk berdzikir dan beribadah. Atau surat Al Mujadalah : 7 yang menggambarkan

kedekatan hubungan manusia dengan Allah. Adapun hadist-hadist yang dijadikan dasar

pemikiran mereka tentang tujuan dari penciptaan makluk, seperti hadist qudsi yang

berbunyi : “Aku (bagaikan) gudang yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenali,

untuk itu aku menciptakan makluk, kemudian mereka mengenalku”.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi tasawuf diantaranya adalah tradisi

Kristen yang sudah lebih dulu muncul di Jazirah Arab sebelum Islam datang. Peradaban

India-Cina. Selain itu yang begitu terlihat dalam faktor eksternal ini adalah pengaruh dari

filsafat Yunani, terutama Plato, Aristoteles dan Neoplatonisme. Klasifikasi faktor internal

dan eksternal ini ditujuakan untuk tasawuf secara umum, meski demikian pemikiran

tasawuf Ibnu ‘Arabi juga tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor yang telah disebut di

atas.

Secara eksplisit A.E. Affifi memaparkan sumber-sumber yang mempengaruhi

pemikiran Ibnu ‘Arabi dalam dua kelompok besar yaitu : sumber-sumber dari Islam dan

sumber-sumber non Islam. Sumber-sumber Islam disebutkan ada tujuh macam yaitu :

Qur’an dan Hadist-hadist Nabi, Sufi-sufi pantheistik, seperti Hallaj, Bayazid dan

sebagainya. Asketik-asketik muslim, Theologia-theologia skolastik seperti Asy’ari dan

Mu’tazilah, Carmathian dan Ismailian (terutama Ikhwanus Shafa), Aristotelian dan

Neoplatonik Persia, terutama Ibnu Sina Isyraqiyah.

Sedangkan sumner-sumber non Islam adalah filsafat hellenistik, terutama

Neoplatonik dan filsafat Pilo dan Stoies. AE. Affifi tidak memberi penjelasan secara rinci

mengenai unsur-unsur tersebut, tetapi menurutnya pada sisi filosofis Ibnu ‘Arabi lebih

merupakan seorang Neoplatonis sebagaimana yang di tunjukkan oleh aliran Ikhwanus

Shafa. Pada sisi mistis gayanya sama dengan Hallaj, tetapi tidak dalam emosionalnya,

karena Ibnu ‘Arabi jauh lebih besar sikap intelektualnya. Pada sisi logika serta dalam hal

etika dan eskatologinya, Ibnu ‘Arabi menggunakan banyak sekali theologia-theologia

muslim.

Bagaimanapun juga harus diakui bahwa Ibnu ‘Arabi sosok ekletik yang berusaha memadukan berbagai unsur – unsur pemikiran. Disamping ajaran Islam yang menjadi unsur fundamental dari permikirannya, unsur-unsur tersebut juga berasal dari ajaran Kristen kuno, Filsafat Yunani, Persia dan India. Namun kita harus mengakui bahwa pemikirannya ini tidak semata-mata diambil secara apa adanya atau asal-asalan dari sumbernya. Oleh Ibnu ‘Arabi setiap unsur yang diambil disesuaikan dengan proporsinya kemudian dipadukan, diolah dan di analisa sehingga menghasilkan formula yang dapat diklaim otentik sebagai hasil pemikirannya. Fakta sejarah membuktikan, meskipun dalam penyampaiannya cenderung tidak beraturan dan sangat sulit dipahami, ajaran Ibnu ‘Arabi dinyatakan oleh banyak pemikir sebagai doktrin yang paling lengkap dan matang.

Page 43: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Pemikiran Ibnu ‘Arabi digambarkan sebagai puncak dari penggambaran spritual dan intelektual dari tokoh tokoh sebelumnya.

Tasawuf Ibn ‘Arabi menarik antusiasme para sufi dan salik di Dunia Islam, terutama melalui para muridnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Murid dan pengikutnya telah memberikan analisis, penafsiran, dan ulasan atas karya-karyanya. Di antara murid-muridnya adalah Shadr al-Dîn al-Qunawi, Mu`yid al-Dîn al-Jandi, ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî , Syaraf al-Dîn Dawûd al-Qaysharî, Sayyid Haydar Amulî, ‘Abd al-Karîm al-Jîlî, ‘Abd al-Rahmân al-Jâmî, ‘Abd al-Wahhâb al-Sya`rânî, ‘Abd al-Ghanî al-Nâbulusî dan lain-lainnya.

Melalui sufi dari Gujarat, India, Yunasril Ali mengatakan, Muhammad ibn Fadl Allâh al-Burhanpûrî, ajaran tasawuf Ibn’Arabî menyebar di Asia Selatan. Di sini, tasawuf Ibn al-‘Arabî diulas dan diperkenalkan oleh sejumlah ulama sufi seperti Hamzah Fansûri, Syams al-Dîn al-Sumatrânî, ‘Abd al-Shamad al-Fâlimbânî, Dawûd al-Fathânî, Muhammad Nafîs al-Banjârî, dan yang lainnya.

Pengaruh Ibn ’Arabi tidak hanya menancap di lingkungan tradisi teologi Sunni, tetapi merembet jauh ke negeri Persia yang mayoritas bermazhab Syi’ah. Salah seorang filosof Iran yang dipengaruhi Ibn ’Arabi adalah Mulla Shadra. Ia membangun suatu mazhab baru. Dalam mazhab yang disebut Shadra sendiri sebagai Hikmah al-Muta’âliyah, terdapat seluruh unsur aliran-aliran pemikiran Islam sebelum yang membentuk sebuah mazhab independen. Karena itu, mereka yang menganggapnya sebagai seorang pengikut filsafat Ibn Sina ataupun pembaharunya, atau filsafatnya sebagai pelengkap filsafat Ibn Sina, terjebak pada pendapat yang keliru. Karena mereka tidak mengetahui filsafat Mulla Shadra.

Filsafat Shadra merupakan “perpaduan” dari berbagai aliran pemikiran seperti aliran filsafat Ibn Sina, kalam Syi’ah, dan tasawuf Ibn ‘Arabi. Jika kita mencoba mengamati dengan jeli pengaruh yang ditinggalkan oleh Ibnu Arabi terhadap pemikiran Islam, goresan diatas tidaklah cukup. Sehingga, cukuplah kiranya saya sebutkan beberapa pernyataan para ilmuan di antaranya, yaitu:

1. Seorang orientalis spanyol, Juan Rivera, menyatakan bahwa Muhyiddin Ibnu Arabi telah memberikan pengaruh eksplisit dalam filsafat Raimundo Lulio. Mereka yang membuka beberapa tulisan Raimundo Lulio akan mendapati bahwa ia mengikuti pemikiran Ibnu Arabi (Zakhair al-A'laq, hal. 175, Pentahqiq al-Syanqiriy 1995).

2. Miguel Asin Palacios, juga seorang orientalis Spanyol, menyatakan bahwa Ibnu Arabi telah meninggalkan pengaruh besar dalam buku-buku Dante, seperti The Divine Comedy dan diikuti oleh banyak orang. Ia telah membuat sebuah daftar rinci terhadap pengaruh Ibnu Arabi terutama buku al-Futuhat al-Makkiyah dan buku Rihlah ila Mamlakatillah.

3. Seorang orientalis Jepang, Toshihiko Izutsu, menyatakan bahwa Taoisme dan perkembangannya telah dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Arabi dalam beberapa bidang, filsafat, tasawuf, kognitif, monotheis, hak mutlak dan kehendak. (Dzakhair al-A'laq, h. 18).

4. Spinoza juga terpengaruh dengan konsep Panteisme Ibnu Arabi. Ia juga terpengaruh dalam konsiliasi antara kebenaran filosofis dan kebenaran kognitif Ibn Rusyd. Dr. Ibrahim Madkur telah menjelaskan secara rinci dan mendalam hubungan antara Ibn Arabi dan Spinoza. (Wihdat al-Wujud bain Ibn Araby wa Spinoza, Kairo: 1972).

5. Gottfried Leibniz juga terpengaruh oleh pemikiran Ibnu Arabi. Hal ini sudah dapat terlihat dengan membandingkan secara sederhana antara keduanya. (Mahmud Qasim, Kairo, 1972).

Page 44: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Demikianlah pengaruh besar yang telah ditorehkan Ibn Arabi terhadap perkembangan islam dari masa ke masa semoga Allah membalas segala kebaikan dan segala hal yang telah beliau torehkan untuk perkembangan Islam.

6. JAWABAN UNTUK NOMOR ENAM

Berbicara tentang Turki Usmani lebih-lebih berkaitan dengan hukum Islam yang

berkembang pada saat itu, maka kita perlu memposisikan turki Usmani dalam ranah

sejarah dengan melihat kilas baliknya pada periode Rasulullah saw dan para sahabat.

Pada periode Rasulullah saw dan para sahabat mereka menghadapi persoalan

hidup dalam setiap kesempatan dengan bimbingan kitabullah dan sunnah Nabi

Muhammad saw untuk mengetahui hukum syara’ pada waktu itu cukup bagi umat Islam

langsung menyimak teks (bacaan), tafsiran dan penjelasan Nabi mengenai al-Qur’an

sebagai sumber hukum ditunjang oleh suasana kehidupan sosial ketika itu masih

dibawahi bimbingan Nabi sebagai utusan Allah yang memiliki kepribadian teguh untuk

tetap pada tuntutan Allah swt. Adapun setelah Rasulullah wafat, maka para sahabat

berfungsi sebagai pemberi arah (petunjuk), mereka memelihara al-Qur’an, hadis dan

hukum-hukum melalui istimbat untuk berjalan pada jalan yang lurus.

Seiring dengan perkembangan zaman dan perluasan wilayah Islam, masalah

hukum yang dihadapi umat pun semakin kompleks. Setiap menghadapi kasus masalah

yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah maka para tokoh

tasyri’ melakukan ijtihad baik secara individual maupun secara kolektif. Karena itu para

pemikir Islam siap berijtihad menjawab tantangan zaman, sehingga Islam tetap relevan

dengan situasi dan kondisi masyarakat.

Tahap periodesasi hukumpun berkembang yang berlangsung dalam silih

bergantinya tampuk kepemimpinan umat Islam baik Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah

sampai pada masa Turki Usmani yang juga turut andil dalam mewarnai perkembangan

hukum Islam. Islamisasi yang telah dilancarkan oleh bangsa Turki Usmani mempunyai

arti yang sangat penting dalam sejarah perkembangan hukum Islam. Pada masa

pemerintahan Usmani telah dilakukan legislasi besar-besaran, diantaranya dalam bidang

hukum perdata Islam dengan merumuskan kodifikasi hukum bernama Majallah al-Ahkam

al-Adliyah.

Dalam perjalanan yang melatarbelakangi munculnya Majallah al-Ahkam al-Adliyah

adalah Gerakan Reformasi (Tanzimat) dan disusul dengan Taqnin (kodifikasi yang

bersifat legalitas) pada masa Sultan Abdulmejid I dan Abdulaziz (1839-76). Dalihnya

adalah pembaruan dan modernisasi. Ada sejumlah elemen penting dari Tanzimat ini,

yang tidak lain adalah penghentian hukum muamalat, digantikan dengan hukum sekuler.

Pertama-tama diadopsinya doktrin persamaan hak bagi warga nonmuslim, yang

berimpilkasi penghapusan jizyah, yakni pajak kepala bagi nonmuslim (1839). Ini menjadi

pintu masuk banyak hal: penghapusan hukum dzimmi (1857), izin pemilikan tanah bagi

Page 45: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

orang asing (1867), pengenalan dan penerapan sistem peradilan sekuler yang

menggantikan peradilan Islam, dan pencetakan uang kertas kaime saat Istambul

dinyatakan bangkrut (1876). Sebelum itu semua, pada 1826, pemerintah sebelumnya,

Sultan Mahmud, lebih dulu dipaksa membubarkan'Tentara Jihad', Janissari; memisahkan

pendidikan Islam dan sekuler, serta mengadopsi cara hidup sekuler Eropa.

Dalam kemelut Tanzimat itu para hakim mengalami banyak persoalan di

lapangan, karena berpegang pada Hukum Perdata (1850) dan Hukum Dagang (1861)

baru yang merujuk pada hukum sekuler yang diadopsi dari Eropa (Swiss). Mereka tidak

mengerti hukum muamalat. Maka, dibentuklah sebuah Komisi Yuris, dengan mandat

mengkodifikasi hukum mauamalat yang sebelumnya berlaku berbada-abad, tapi

berserakan. Hasilnya adalah sebuah kitab Hukum Perdatan Islam, berjudul asli; Mejelle

Ahkame Adliye yang berasaskan mazdhab Hanafi.

Ahmad Zarqa menyebutkan bahwa latar belakang yang melandasi pemikiran

pemerintah Turki Usmani untuk menyusun Majalah al-Ahkam al-Adliyyah yang

didasarkan Mazhab Hanafi (mazhab resmi pemerintah) ini adalah terdapatnya beberapa

pendapat dalam Mazhab Hanafi sehingga menyulitkan penegak hukum untuk memilih

hukum yang akan diterapkan dalam kasus yang mereka hadapi. Atas dasar ini,

pemerintah Turki Usmani meminta ulama untuk mengkodifikasikan fiqih dalam Mazhab

Hanafi tersebut dan memilih pendapat yang paling sesuai dengan perkembangan zaman

ketika itu. Namun hal ini kiranya merupakan dampak dari adanya tanzimat tersebut dari

pemerintah Turki Usmani sendiri.

Mejelle Alkahme Adliye selesai disusun 1869, dituntaskan pada 1885, di masa

Sultan Abdul Hamid II, sultan terakhir yang berupaya menegakkan kembali syariat Islam.

Mejelle telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (Majallah Al-Ahkam al-Adliya), Inggris

(The Mejelle and A Complete Code of Islamic Civil Law) dan bahasa Melayu di negara

bagian Johor, Malaysia, yang jadi rujukan hukum, sejak 1913 (Majalah Ahkam Johor). Di

Turki sendiri, meskipun sistem hukum perdata sekuler semakin mencengkeram, Mejelle

terus berlaku sampai 1926, dua tahun sejak resmi berakhirnya Kesultanan Utsmani.

Kodifikasi ini terdiri atas enam belas (16) buku, dua belas buku mengatur urusan

komersial, dan empat buku terakhir mengatur soal terakhir soal-soal penyelesaian

sengketa dan prosedur berperkara (sulh dan ibra').

Buku I tentang Perdagangan (Buyu'). Lalu beberapa masalah tentang sewa-

menyewa (Buku II Ijarah), tentang perwalian (Buku III Kafalah), pemindahan utang (Buku

IV Hawalah), serta gadai (Buku V Rahn). Beberapa buku selanjutnya mengatur soal-soal

penitipan (Buku VI Amanah), soal hibah (Buku VII Hibah), tentang Perbuatan Curang dan

Perusakan (Buku VIII Ghasab dan Itlaf), kemudian soal larangan, pemaksaan, dan

peringatan (Buku IX).

Page 46: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Kemudian satu buku mengatur soal kerja sama usaha yang terdiri atas dua

bentuk perserikatan dan investasi perdagangan (Buku X Syirkat dan Mudarabah),

diteruskan dengan soal keagenan (Buku XI Wakalah). Empat buku terakhir termasuk soal

kompromi (Buku XII), soal pengakuan (Buku XIII), gugatan atau dakwaan (Buku XIV),

tentang bukti dan sumpah (Buku XV), serta terakhir tugas dan wewenang hakim (Buku

XVI).

Versi bahasa Inggris ditulis sebagai berikut: Book 1: Sale, Book 2: Hire, Book 3:

Guarantee, Book 4: Transfer of Debt, Book 5: Pledges, Book 6: Trust and trusteeship,

Book 7: Gift, Book 8: Wrongful Appropriation and Destructions, Book 9: Interdiction,

Constraint and Pre-emption, Book 10: Joint Ownership, Book 11: Agency, Book 12:

Settlement and Release, Book 13: Admissions, Book 14: Actions, Book 15: Evidence and

Administration of an Oath, Book 16: Administration of Justice by the Courts.

Sedangkan dalam versi bahasa Arab sebagai berikut:

لكتاب األول في البيوع وينقس[م إلى مقدم[ة وس[بعة أب[واب، الكت[اب الث[اني في اإلج[ارات ويش[مل على مقدم[ة

وثمانية أبواب، الكتاب الثالث في الكفالة ويحتوي على مقدمة وثالثة أبواب، الكت[[اب الراب[[ع في الحوال[[ة ويحت[[وي

على مقدمة وب[[ابين، الكت[[اب الخ[[امس في ال[[رهن ويش[[تمل على، مقدم[[ة وأربع[[ة أب[[واب، الكت[[اب الس[[ادس في

األمانات ويشتمل على مقدمة وثالثة أبواب، الكتاب السابع في الهبة ويشتمل على مقدمة وثالث[[ة أب[[واب، الكت[[اب

الثامن في الغصب واإلتالف، ويشتمل على مقدمة وبابين، الكتاب التاسع في الحجر واالكراه والش[[فعة، ويش[[تمل

، الكت[[اب العاش[[ر في أن[[واع الش[[ركات، ويش[[تمل على مقدم[[ة وثماني[[ة أب[[واب، الكت[[اب على مقدمة وثالث أبواب�

الحادي عشر في الوكالة، ويشتمل على مقدمة وثالثة أبواب، الكتاب الثاني عش[[ر في الص[[لح واإلب[[راء، ويش[[تمل

على مقدمة وأربعة أبواب، الكتاب الثالث عشر في اإلقرار، ويشتمل على أربعة أبواب، الكت[[اب الراب[[ع عش[[ر في

الدعوى ويشتمل على مقدمة وبابين، الكتاب الخامس عشر في البينات والتحلي[[ف ويش[[تمل على مقدم[ة وأربع[[ة

أبواب، الكتاب السادس عشر في القضاء، ويشتمل على مقدمة وأربعة أبواب

Secara keseluruhan Mejelle memuat 1851 pasal (edisi Inggris, 379 halaman),

didahului dengan pasal-pasal tentang ketentuan umum, baik pada setiap Buku, maupun

sebagai Pendahuluan Mejelle itu sendiri, yang berisi prinsip dan kaidah hukum (qawaid)

yang berlaku, terdiri atas 100 pasal. Mejelle juga dilengkapi dengan daftar istilah

(Glossary) alfabetis. Jumlah pasal yang mengatur soal transaksi di pasar merupakan

yang paling banyak jumlahnya. Buku I tentang perdagangan, misalnya, terdiri atas 300

pasal, Buku II tentang sewa-menyewa terdiri atas 207 pasal.

Mejelle merupakan tata hukum muamalah secara luas, kecuali soal hukum

keluarga yang terdiri atas munakahat (pernihakan) dan faraid (warisan), yang diatur

secara terpisah dalam kitab lain yaitu tentang undang-undang keluarga (Qanunul ‘Ailat)

yang dikhususkan untuk masalah-masalah perkawinan dan putusnya perkawinan.

Banyak ketentuan-ketentuannya yang diambil bukan dari mazhab Hanafi, seperti tidak

sahnya perkawinan orang yang dipaksa dan tidak sahnya talak yang dijatuhkannya.

Page 47: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Jika pada masa Abbasiyah sumber hukum yang digunakan dalam menetapkan

hukum pada suatu perkara beragam sesuai dengan mazhab yang dianut oleh hakim di

pengadilan tersebut, maka pada masa Turki Usmani seluruh hakim berkewajiban untuk

menerapkan materi hukum yang telah dikodifikasikan tersebut.

Setelah perang Dunia II, bermunculan kodifikasi hukum di berbagai negara Arab.

Sebelumnya, kodifikasi hukum Islam diawali oleh Mesir pada tahun 1875 dan diikuti pula

dengan kodifikasi tahun 1883. kodifikasi hukum di Mesir ini merupakan campuran antara

hukum Islam dan hukum Barat (Eropa). Setelah itu pada tahun 1920, Muhammad Qudri

Pasya, seorang pakar hukum Mesir, membuat kodifikasi hukum Mesir di bidang perdata

yang diambil secara murni dari hukum Islam (fiqih). Lebih lanjut kodifikasi hukum di

Mesir mengalami berbagaii perubahan antara lain pada tahun 1920, 1929, 1946 dan

1952. di irak pun muncul kodifikasi hukum Islam yaitu pada tahun 1951 dan 1959.

kodifikasi hukum Islam di yordania pertama kali dilakukan pada tahun 1951 dan

mengalami perubahan pada tahun 1976. Libanon, yang merupakan bagian kerajaan

Turki Usmani, melakukan kodifikasi pula pada tahun 1917 dan 1934. kemudian suriah

mulai mengkodifikasi hukum Islam pada tahun 1949, Libya pada tahunn 1953, Maroko

pada tahun 1913, Sudan pada tahun 1967 dan negara-negara Islam lainnya.

Di Asia tenggara, malaysia tercatat sebagai negara pertama yang melakukan

pembaruan hukum Islam, terutama hal-hal yang berhubungan dengan hukum-hukum

keluarga. Hal ini dapat dilihat dalam Muhammadan Marriage Ordinance Nomor V tahun

1880 yang diperuntukkan bagi daerah pulau Penag, Singapura dan Malaka. Sedangkan

untuk daerah Melayu bersatu (Perak, Selagor, Negeri Sembilan, dan Pahang)

diberlakukan Regestration of Muhammadan Marriage and Divorces Enactment 1885.

Sedangkan untuk daerah negara-negara Melayu tidak bersekutu (Kelantan, Perlis,

Trenggono, dan Johor) diberlakukan the Devorces Regulation tahun 1907. Bagaimana

dengan Indonesia...?.

Dibakukan dan dibukukannya hukum pada Dinasti Turki Usmani ini sangat

berpengaruh pada perkembangan hukum Islam berikutnya yang mana model kodifikasi

hukum yang dilakukan dan diterapkan oleh Turki Usmani di amini dan dikembangkan

oleh negara-negara muslim lainnya. Kodifikasi hukumpun berkembang sesuai dengan

keadaan masa dan tempat yang mana asal dari kodifikasi tersebut menitikberatkan pada

persaingan antara hukum sekuler dan mempertahankan hukum Islam yang kemudian

dilegislasikan atas nama hukum negara. Dari kodifikasi dan legislasi hukum khususnya

dalam konteks Indonesia tentu ada pasang surutnya serta fositif dan negatif dari

keduanya.

7. JAWABAN UNTUK NOMOR TUJUH

Menyorot legislasi hukum Islam, khususnya dalam konteks ke Indonesiaan serta

pentingnya legislasi hukum Islam itu sendiri dapat kita lihat melalui pendekatan historis

Page 48: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

dan tinjauan terhadap esensi, eksistensi, pelembagaan, pembaharuan, pengembangan

dan prospek penerapannya dalam konteks Indonesia

Pertama-tama kita melihat posisi legislasi hukum itu dalam perjalanan sejarah yang

dapat kita lihat melalui periodisasi hukum Islam (fiqih), sebgai berikut:

Periode risalah. Periode ini dimulai sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW sampai

wafatnya beliau (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum

sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah

Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Periode al-Khulafaur Rasyidun. Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi

Muhammad SAW sampai Mu’awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk

pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqih pada periode ini,

disamping Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya

berbagai ijtihad para sahabat.

Periode awal pertumbuahn fiqih. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqih sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.

Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada

pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini

termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode

sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad

yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu

pengetahuan berkembang.

Periode kemunduran. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai

munculnya Majalah al-Ahkam al- ‘Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki

Usmani). Perkembangan fiqih pada periode ini merupakan lanjutan dari

perkembangan fiqih yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini

dalam sejarah perkembangan fiqih dikenal juga dengan periode taqlid.

Periode pengkodifikasian fiqih. Periode ini di mulai sejak munculnya Majallah al-

Ahkam al-Adliyyah sampai sekarang. Upaya pengkodifikasian fiqih pada masa ini

semakin berkembang luas, sehingga berbagai negara Islam memiliki kodifikasi

hukum tertentu dan dalam mazhab tertentu pula, misalnya dalam bidang

pertanahan, perdagangan dan hukum keluarga. Kontak yang semakin intensif

antara negara muslim dan Barat mengakibatkan pengaruh hukum Barat sedikit

demi sedikit masuk ke dalam hukum yang berlaku di negara muslim. Disamping

itu, bermunculan pula ulama fiqih yang menghendaki terlepasnya pemikiran

ulama fiqih dari keterikatan mazhab tertentu dan mencanangkan gerakan ijtihad

digairahkan kembali.

Mustafa Ahmad al-Zarqa mengemukakan bahwa ada tiga ciri yang mewarnai

perkembangan fiqih pada periode ini.

Page 49: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Munculnya upaya pengkodifikasian fiqih sesuai dengan tuntutan situasi dan

zaman. Hal ini ditandai dengan disusunnya Majalah al-Ahkam al-Adliyyah di

Kerajaan Turki Usmani yang memuat persoalan-persoalan muamalah (hukum

perdata).

Upaya pengkodifikasian fiqih semakin luas, bukan saja di wilayah yurisdiksi

Kerajaan Turki Usmani, tetapi juga di wilayah-wilayah yang tidak tunduk pada

yurisdiksi Turki Usmani, seperti Suriah, Palestina dan Irak. Pengkodifikasian

hukum tersebut tidak terbatas pada hukum perdata saja, tetapi juga hukum

pidana dan hukum administrasi negara. Persoalan yang dimuat dalam hukum

perdata tersebut menyangkut persoalan ekonomi/perdagangan, pemilikan tanah,

dan persoalan yang berkaitan dengan hukum acara. Meluasnya pengkodifikasian

hukum di bidang perekonomian dan perdagangan disebabkan karena meluasnya

hubungan ekonomi dan perdagangan di dalam dan luar negeri. Untuk itu,

penguasaan terhadap hak milik yang ada di dalam negeri juga diatur, seperti

pengadministrasian tanah-tanah rakyat dengan menetapkan berbagai peraturan

yang menyangkut pemilikan tanah, serta penyusunan perundang-undangan yang

berkaitan dengan tata cara berperkara di pengadilan. Akibat yang ditimbulkan

oleh pengkodifikasian hukum perdata di bidang perekonomian dan perdagangan

ini adalah semakin jumudnya fiqih di tangan para fuqaha Hanafi yang datang

belakangan (muta’akhkhirin) serta terhentinya upaya pembaruan hukum dan

bahkan upaya pen-tarjih-an hukum.

Terlepas dari hal tersebut, kodifikasi hukum tentu ada sisi positif dan negative.

Dalam pembahasan para ahli fiqih, dikemukakan beberapa sisi negatif kodifikasi hukum

Islam tersebut antara lain:

Munculnya kekakuan hukum.

Manusia dengan segala persoalan kehidupannya senantiasa berkemdang dan

perkembangan ini sering kali tidak diiringi dengan hukum yang mengaturnya.

Dalam persoalan ini ulama fiqih menyatakan, “Hukum bisa terbatas, sedangkan

kasus yang terjadi tidak terbatas.” Di sisi lain, fiqih Islam tidak dimaksudkan

untuk berlaku sepanjang masa, tetapi hanya untuk menjawab persoalan yang

timbul pada suatu kondisi, masa dan tempat tertentu. Oleh karena itu, hukum

senantiasa perlu disesuaikan dengan kondisi, tempat dan zaman yang lain. Tidak

jarang diteukan bahwa peristiwa yang menghendaki hukum lebih cepat

berkembang dibandingkan dengan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, kodifikasi

hukum bisa memperlambat perkembangan hukum itu sendiri.

terhentinya upaya ijtihad.

Kodifikasi hukum Islam dapat mengakibatkan kemandekan upaya ijtihad

dikalangan ulama fiqih. Seorang ulama atau hakim bisa saja terpaku pada fiqih

yang telah dikodifikasi tersebut sehingga perkembangan berpikirnya pun mandek.

Page 50: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Munculnya persoalan taklid baru.

Kodifikasi hukum Islam bisa memunculkan persoalan taklid baru karena warga

negara yang terikat pada kodifiksi hukum tersebut hanya terikat pada satu

pendapat. Padahal fiqih Islam masih dapat berkembang, berbeda antara satu

pendapa dan pendapat lainnya, sehingga setiap orang dapat mengikuti pendapat

mana saja selama belum mampu berijtihad sendiri. Hal ini juga memberikan

kesan mengenai sempit dan sulitnya fiqih, serta berlawanan dengan ungkapan

iktilaf ala al-aimmah rahmah li al-ummah (perbedaan pendapat dikalangan ulama

merupakan rahmat bagi umat). Apabila suatu hukkum telah dikodifikasi, maka

hukum itu harus dipatuhi olehh seluruh warga negara dan bersifat mengikat bagi

para pelaku hukum. Apabila hakim menentukan hukum secara berbeda daengan

hukum yang telah dikodifikasi, maka hakim tersebut melanggar perundang-

undangan yang sah.

Disamping sisi negatif di atas, ulama fiqih juga mengemukakan sisi positif adanya

kodifikasi hukum Islam tersebut, antara lain :

memudahkan para praktisi hhukum untuk merujuk hukum sesuai dengan

keinginannya. Kitab-kitab fiqih yag tersebar di dunia Islam penuh dengan

perbedaan pendapat yang kadang-kadang membingungkan dan menyulitkan.

Dengan adanya kodifikasi hukum, para praktisi hukum tidak perlu lagi mentarjih

berbagai pendapat dalam literatur fiqih.

Mengukuhkan fiqih Islam dengan mengemukakan pendapat paling kuat. Fiqih

Islam penuh dengan perbedaan pendapat, bukan hanya antar mazhab, tetapi juga

perbedaan antarulama dalam mazhab yang sama, sehingga sulit untuk

menentukan pendapat terkuat dari sekian banyak pendapat dalam satu mazhab.

Keadaan seperti ini sangat menyulitkan praktisi hukum (apalagi orang awam)

untuk memilih hukum yang akan diterapkan, belum lagi meneliti apakah orang itu

bermazhab Hambali atau Syafi’I, sehingga hasil ijtihad Mazhab Hanafi atau Maliki

tidak diterapkan kepadanya. Dalam kaitan ini, kodifikasi hukum Islam yang sesuai

dengan pendapat yang kuat akan lebih prakti dan mudah dirujuk oleh para

praktisi hukum, apabila di zaman modern ini para hakim pada umumnya belum

memenuhi syarat-syarat mujtahid, sebagaimana yang ditetapkan oleh ulama.

menghindari sikap taklid mazhab di kalangan praktis hukum, yang selama ini

menjadi kendala dalam lembaga-lembaga hukum.

Menciptakan unifikasi hukum bagi lembaga-lembaga peradilan. Apabila hukum

dalam suatu negara tidah hanya satu, maka akan muncul perbedaan keputusan

antara satu peradilan dan peradilan lainnya. Hal ini bukan hanya membingungkan

umat, tetapi juga mengganggu stabilitas keputusan yang saling bertentangan

antara satu peradian dan peradilann lainnya. Dalam kaitan ini, Wahbah Zuhaili,

ahli fiqih dan usul fiqih kontemporer Suriah berkomentar bahwa kodifikasi hukum

Page 51: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

di zaman sekarang merupakan tuntutan zaman dan tidak dapat dihindari karena

tidak semua orang mampu merujuk kitab-kitab fiqih dalam berbagai mazhab,

khususnya orang yang tidak menguasai bahasa Arab. Namun demikian,

menurutnya, kodifikasi hukum Islam tidak bersifat kaku. Artinya, kalau

dikemudian hari ternyata tuntutan zaman dan perubahan masyarakat

menghendaki hukum lain dan penerapan sebagian materi hhukum yang telah

dikodifikasi tidak sesuai lagi dengan kemaslahatan masyarakat, maka pihak

pemerintah harus melakukan perubahan materi hukum tersebut.[8] Dalam kaitan

dengan ini, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah berlaku kaidah, “Perubahan

hukum sesuai perubahan situasi dan kondisi masyarakat dan lingkungannya.

Sekalipun ada kecemasan terhadap sisi-sisi negatif kodifikasi hukum Islam

tersebut, seperti mandeknya ijtihad dan tidak berkembangnya hukum, akhirnya ulama

Islam di zaman modern lebih banyak mendukung ide kodifikasi hukum di negeri masing-

masing karena terdesak oleh situasi dan kondisi sosio-kultural dan politik. Bahkan di

berbagai negara Islam, kodifikasi hukum disesuaikan dengan kebutuhan zaman dan

bidangnya masing-masing, seperti kodifikasi bidang hukum perdata, pidana

perseorangan serta keluarga, peradilan, tata usaha negara, administrasi negara dan

keuangan negara.

Di Indonesia, sebagaimana negeri-negeri lain yang mayoritas penduduknya

beragama Islam, keberdayaanhukum Islam itu sendiri telah sejak lama memperoleh

tempat yang layak dalam kehidupan masyarakat seiring dengan berdirinya kerajaan-

kerajaan Islam, dan bahkan pernah sempat menjadi hukum resmi Negara.

Setelah kedatangan bangsa penjajah (Belanda) yang kemudian berhasil

mengambil alih seluruh kekuasaan kerajaan Islam tersebut, maka sedikit demi sedikit

hukum Islam mulai dipangkas, sampai akhirnya yang tertinggal-selain ibadah-hanya

sebagian saja dari hukum keluarga (nikah, talak, rujuk, waris) dengan Pengadilan Agama

sebagai pelaksananya.

Meskipun demikian, hukum Islam masih tetap eksis, sekalipun sudah tidak

seutuhnya. Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam tidak pernah mati dan bahkan

selalu hadir dalam kehidupan umat Islam dalam sistem politik apapun, baik masa

kolonialisme maupun masa kemerdekaan serta sampai masa kini.

Dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam di Indonesia itu kemudian dibagi

menjadi dua:

Hukum Islam yang bersifat normatif, yaitu yang berkaitan dengan aspek

ibadah murni, yang pelaksanaannya sangat tergantung kepada iman dan

kepatuhan umat Islam Indonesia kepada agamanya.

Page 52: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Hukum Islam yang bersifat yuridis formal, yaitu yang berkaitan dengan

aspek muamalat (khususnya bidang perdata dan dipayakan pula dalam

bidang pidana sekalipun sampai sekarang masih dalam tahap perjuangan),

yang telah menjadi bagian dari hukum positif di Indonesia.

Meskipun keduanya (hukum normative dan yuridis formal) masih mendapatkan

perbedaan dalam pemberlakuannya, namun keduanya itu sebenarnya dapat terlaksana

secara serentak di Indonesia sesuai dengan UUD 45 pasal 29 ayat 2.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa esensi hukum Islam Indonesia adalah

hukum-hukum Islam yang hidup dalam masyarakat Indonesia, baik yang bersifat

normatif maupun yuridis formal, yang konkritnya bisa berupa UU, fatwa ulama dan

yurisprudensi.

Adapun eksistensi hukum Islam di Indonesia yang sebagian daripadanya telah

terpaparkan pada uraian sebelumnya, sepenuhnya dapat ditelusuri melalui pendekatan

historis, ataupun teoritis.

Dalam lintas sejarah, hukum Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi empat

periode, dua periode sebelum kemerdekaan, dan dua lagi pasca kemerdekaan.

Dua periode pertama, dapat dibagi lagi ke dalam dua fase sebagai berikut:

Fase berlakunya hukum Islam sepenuhnya. Dalam fase ini, dikenal teori reception

in complexu yang dikemukakan oleh L.W.C. Van Den Breg.

Menurut teori ini, hukum Islam sepenuhnya telah diterima oleh umat Islam

berlaku sejak adanya kerajaan Islam sampai masa awal VOC, yakni ketika

Belanda masih belum mencampuri semua persoalan hukum yang berlaku di

masyarakat.

Setelah Belanda dengan VOC-nya mulai semakin kuat dalam menjarah kekayaan

bumi Indonesia, maka pada tanggal 25 Mei 1760 M pemerintah Belanda secara

resmi menerbitkan peraturan Resolutio der Indischr Regeering yang kemudian

dikenal dengan Compendium Freijer.

Peraturan ini memang tidak hanya memuat pemberlakuan hukum Islam dalam

bidang kekeluargaan (perkawinan dan kewarisan), tetapi juga menggantikan

kewenangan lembaga-lembaga peradilan Islam yang dibentuk oleh para raja atau

sultan Islam dengan peradilan buatan Belanda.

Keberadaan hukum Islam di Indonesia sepenuhnya baru diakui oleh Belanda

setelah dicabutnya Compendium Freijer secara berangsur-angsur, dan terakhir

dengan staatstabled 1913 No. 354.

Dalam Staatsbled 1882 No. 152 ditetapkan pembentukan Peradilan Agama di

Jawa dan Madura, dengan tanpa mengurangi legalitas mereka dalam

melaksanakan tugas peradilan sesuai dengan ketentuan fiqhi.

Page 53: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Fase berlakunya hukum Islam setelah dikehendaki atau diterima oleh hukum

adat.

Dalam fase ini, teori Reception in Complexu yang pertama kali diperkenalkan oleh

L.W.C. Van Den Breg itu kemudian digantikan oleh teori Receptio yang

dikemukakan oleh Cristian Snouk Hurgronye dan dimulai oleh Corenlis Van

Vallonhoven sebagai penggagas pertama.

Untuk menggantikan Receptio in Complexu dengan Receptio, pemerintah Belanda

kemudian menerbitkan Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie, disingkat

Indische Staatsregeling (I.S), yang sekaligus membatalkan Regeerrings

Reglement (RR) tahun 1885, pasal 75 yang menganjurkan kepada hakim

Indonesia untuk memberlakukan undang-undang agama.

Dalam I.S. tersebut, diundangkan Stbl 1929: 212 yang menyatakan bahwa hukum

Islam dicabut dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda. Dan dalam pasal 134

ayat 2 dinyatakan:

"Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesame orang Islam, akan diselesaikan

oleh hakim agama Islam apabila hukum Adat mereka menghendakinya, dan

sejauh itu tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonansi".

Berdasarkan ketentuan di atas, maka dengan alasan hukum waris belum diterima

sepenuhnya oleh hukum adat, pemerintah Belanda kemudian menerbitkan Stbl.

1937: 116 yang berisikan pencabutan wewenang Pengadilan agama dalam

masalah waris (yang sejak 1882 telah menjadi kompetensinya) dan dialihkan ke

Pengadilan Negeri.

Dengan pemberlakuan teori Receptio tersebut dengan segala peraturan yang

meninak-lanjutinya, di samping dirancang untuk melumpuhkan system dan

kelembagaan hukum Islam yang ada, juga secara tidak langsung telah

mengakibatkan perkembangan hukum Barat di Indonesia semakin eksis,

mengingat ruang gerak hukum adapt sangat terbatas tidak seperti hukum Islam,

sehingga dalam kasus-kasus tertentu kemudian dibutuhkan hukum Barat.

Dengan demikian, maka pada fase ini hukum Islam mengalami kemunduran

sebagai rekayasa Belanda yang mulai berkeyakinan, bahwa letak kekuatan moral

umat Islam Indonesia sesungguhnya terletak pada komitmennya terhadap ajaran

Islam.

Dua periode kedua, yakni setelah kemerdekaan dapat dibagi pula ke dalam dua

fase sebagai berikut:

Hukum Islam sebagai sumber persuasif, yang dalam hukum konstitusi disebut

dengan persuasisive source, yakni bahwa suatu sumber hukum baru dapat

diterima hanya setelah diyakini.

Page 54: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Hukum Islam sebagai sumber otoritatif, yang dalam hukum konstitusi dikenal

dengan outheriotative source, yakni sebagai sumber hukum yang langsung

memiliki kekuatan hukum.

Piagam Jakarta, sebelum Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, berkedudukan

sebagai sumber persuasuf UUD-45. Namun setelah Dekrit yang mengakui bahwa

Piagam itu menjiwai UUD-45, berubah menjadi sumber otoritatif.

Suatu hal yang pasti adalah, bahwa proklamasi kemerdekaan RI yang

dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, mempunyai arti yang sangat

penting bagi perkembangan sistem hukum di Indonesia.

Bangsa Indonesia yang sebelumnya dikondisikan untuk mengikuti system hukum

Belanda mulai berusaha untuk melepaskan diri dan berupaya untuk menggali

hukum secara mandiri.

Hal ini bukan berarti mengubahnya secara revolutif sebagaimana perolehan

kemerdekaan itu sendiri. Perubahan suatu produk hukum yang telah lama

melembaga dalam tata-pola kehidupan bangsa adalah tidak mudah. Ia

memerlukan upaya persuasif dan harus dilakukan secara terus menerus, simultan

dan sistematis.

Upaya pertama yang dilakukan oleh pemerintah RI terhadap hukum Islam adalah

pemberlakuan teori Receptio Exit gagasan Hazairin yang berarti menolak teori

Receptio yang diberlakukan oleh pemerintah colonial Belanda sebelumnya.

Menurutnya, teori receptio itu memang sengaja diciptakan oleh Belanda untuk

merintangi kemajuan Islam di Indonesia. Teori itu sama dengan teori IBLIS karena

mengajak umat Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintah Allah

dan Rasul-Nya.

Perkembangan hukum Islam menjadi semakin menggembirakan setelah lahirnya

teori Receptio a Canirario yang memberlakukan hukum kebalikan dari Receptio,

yakni bahwa hukum adat itu baru dapat diberlakukan jika tidak bertentangan

dengan hukum Islam. Dengan teori yang terakhir ini, maka hukum Islam jadi

memiliki ruang gerak yang lebih leluasa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perkembangan hukum Islam di

Indonesia telah melampaui tiga tahapan: 1. Masa penerimaan, 2. Masa suram

akibat politik kolonial Belanda, 3. Masa pencerahan dengan menjadikan hukum

Islam sebagai salah satu alternatif utama yang dipercaya oleh pemerintah RI

dalam upaya menciptakan hukum nasional.

Dalam perjalanan legislasi hukum Islam Indonesia dapat dilihat dari adanya

kontribusi hukum Islam itu sendiri, setidak-tidaknya dalam aspek penjiwaan dan nilai

Islami (khususnya bidang perdata karena bidang pidana untuk saat ini masih belum

memungkinkan) terhadap hukum nasional adalah :

Page 55: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

UU No. 14 tahun 1970 tentang kekuatan-kekuatan pokok kekuasaan

kehakiman pada pasal 10 ayat (1) diperundangkan; "Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh peradilan dalam lingkungan: 1) Peradilan

umum, 2) Peradilan Agama, 3) Peradilan Militer, 4) Peradilan Tata Usaha

Negara. Dari sudut pelembagaan, UU ini telah terkodifikasikan serta

terunifikasikan dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga

menjadi undang-undang tertulis dan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia

tanpa terkecuali. Namun demikian, secara substansial terdapat bagian-

bagian tertentu yang hanya berlaku khusus bagi masyarakat Islam saja.

UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang ini telah

terlahirkan setelah melalui berbagai perjuangan yang panjang nan sulit

penuh liku dalam tiga zaman: zaman Kolonial Belanda, zaman pendudukan

Jepang, dan pasca kemerdekaan. Pada tahun 1946, pemerintah RI mulai

menyerahkan pembinaan Peradilan Agama dan Kementerian Kehakiman

kepada Kementrian Agama melalui Peraturan Pemerintah No. 5/SD/1946

kemudian setelah pengakuan kedaulatan, 27 Desember 1949 Pemerintah

RI melalui Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951, menegaskan

kembali pendiriannya untuk tetap memberlakukan Peradilan Agama.

Sebagai tindak lanjut dari penegasan tersebut, setidak-tidaknya telah

diterbitkan tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur Peradilan

Agama di Indonesia, yaitu: stbl 1882 No. 152 jo stbl 1937 No. 116 tentang

Peradilan Agama di jawa dan Madura. Stbl 1937 No. 638 dan 639 tentang

Peradilan Agama di Kalimantan Selatan.

UU No. 7 1989, maka selain lebih mempertegas keberadaan lembaga

Peradilan Agama dalam system pengadilan nasional, juga telah

membatalkan segala peraturan tentang Peradilan Agama yang telah ada

sebelumnya.

Lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Inpres No. 1 Tahun

1991 yang berisikan rangkuman berbagai pendapat hukum dari kitab-kitab

fiqhi untuk dijadikan sebagai pertimbangan bagi hakim agama dalam

mengambil keputusan, dan kemudian disusun secara sistematis

menyerupai kitab perundang-undangan, terdiri dari bab-bab dan pasal-

pasal, adalah merupakan salah satu kontribusi pembaharuan hukum Islam

di Indonesia. Disebut sebagai pembaharuan, karena di satu sisi gagasan

keberadaan KHI tersebut tidak pernah tercetus secara resmi sebelumnya

(meskipun materi perbandingan mazhab sudah lama dikenal), juga

beberapa materi muatannya memang termasuk baru, khususnya bagi

masyarakat Islam Indonesia, seperti ahli waris pengganti, pelarangan

perkawinan berbeda agama, dan sebagainya.

Page 56: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Sesungguhnya keadaan Islam dan masyarakat Islam di masa depan khususnya

Indonesia sangat tergantung pada kecakapan para intelektualnya dalam menghadapi,

mengerti dan memecahkan berbagai persoalan yang baru. Namun kenyataan

menunjukkan, bahwa masih ada sebagian umat Islam, bahkan dari kalangan intelektual

yang masih bersikukuh mempertahankan intepretasi ajaran lama dan tidak terbuka

terhadap gagasan-gagasan baru.

Sebagai contoh konkrit, khususnya dalam bidang hukum Islam adalah penetapan

terhadap gagasan fiqih bercorak keindonesiaan oleh Hazairin dengan mazhab Nasional

yang ia gambarkan dalam Hendak Kemana Hukum Islam, Tujuan Serangkai Tentang

Hukum dan Hasbi Ash-Shiddieqy dengan Fiqhi Indonesia yang dimuat dalam Jeram-Jeram

Peradaban Muslim tantangan dan kritikan pun datang bukan hanya dari kalangan awam,

namun yang sangat keras justru dari pada cendekiawan, seperti Ali Yafie dalam Mata

Rantai yang Hilang, Dalam Pesantren walaupun belakangan nampak adanya

kecenderungan untuk mendukungnya yang ia utarakan dalam Menggagas Fiqhi

Indonesia.

Adanya berbagai perkembangan dan pembaharuan hukum tersebut, maka sangat

dimungkinkan hukum Islam di Indonesia kemudian berkembang sesuai dan seiring

dengan perubahan sosial terutama di era globalisasi saat ini. Dimana kemajuan teknologi

informasi seringkali dapat menimbulkan pergeseran nilai-nilai yang semula dianggap

sudah sangat mapan. Jika umat Islam Indonesia tidak cepat mengantisipasi perubahan

sosial tersebut dan sekaligus mencari solusi dan pemecahan yang tepat, maka tidak

mustahil Islam akan dilanda krisis relevansi (crisis of relevance) dan akihrnya tersisihkan

serta ditinggalkan orang. Diantara wacana kontemporer yang menjadi tantangan besar

bagi umat Islam Indonesia adalah wacana demokrasi yang menggoyang perpolitikan

Indonesia dan tidak dipungkiri hal itu akan bersenggolan dan bersentuhan dengan

penetapan dan penerapan hukum Islam.

8. JAWABAN UNTUK NOMOR DELAPAN

Istilah "demokrasi" saat ini tidak dapat dilepaskan dari wacana politik apapun,

baik dalam konteks mendukung, setengah mendukung, atau menentang. Mulai dari skala

warung kopi pinggir jalan sampai hotel berbintang lima, demokrasi menjadi obyek yang

paling sering dibicarakan, paling tidak di negeri ini.

Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter. Jika tidak

demokratis, pasti totaliter. Totaliter sendiri memiliki kesan buruk, kejam, bengis,

sehingga negara-negara komunis sekalipus tidak ketinggalan ikut memakai istilah

demokrasi, walaupun diembel-embeli sebagai "Demokrasi Sosialis" atau "Demokrasi

Kerakyatan".

Page 57: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Demokrasi merupakan pemerintahan ”dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.

Ucapan Abrahan Lincoln. Demokrasi “menjanjikan“ tatanan dunia baru yang adil dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga dengan dikomandani Barat/Amerika

upaya demokratisasi dunia terus diperjuangkan. Negara-negara mayoritas muslim yang

selama ini dianggap belum demokratis menjadi lahan dakwah demokrasi yang

membutuhkan kejeniusan dan keseriusan tingkat tinggi.

Demokrasi dalam lahan pasang surut pendukung dan penolaknya menjadi

perbincangan hangat, apakanlagi dalam kasus negara muslim. Pengkritik demokrasi

seperti gatano Mosca, Clfre Pareto, dan Robert Michels cenderung melihat demokrasi

sebagai topeng ideologis yang melindungu tirani minoritas atas mayoritas. Kritik yang

sama muncul dari C. Wright Mills yang memfokuskan penelitian pada persoalan elit

politik. Berdasarkan penelitiannya pada sebuah kota kecil di AS, dia melihat bahwa

meskipun pemilu dilakukan secara demokratis, ternyata elit penguasa yang ada selalu

datang dari kelompok yang sama. Kelompok ini merupakan kelompok elit didaerah

tersebut yang menguasai jabatan-jabatan negara, militer, dan posisi kunci

perekonomian.

Para pendukung demokrasi sangat bangga dengan menyatakan bahwa dalam

demokrasi setiap keputusan yang diambil adalah suara mayoritas rakyat. Namun

kenyataannya tidaklah begitu. Tetap saja keputusan diambil oleh sekelompok orang

yang berkuasa, yang memiliki modal besar. Bukankah untuk menjadi aanggota dewan

atau pejabat dibutuhkan modal besar. Memang dalam kenyataannya, sulit untuk

membuat keputusan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan rakyat. Jadi bisa

disebut, klaim ‘suara anggota parlemen adlah cerminan suara rakyat’ hanya mitos

belaka. Seharusnya, kalau prinsip ini benar-benar dilaksanakan, setiap kali parlemen

akan menghasilkan sebuah UU atau kebijakan, mereka terlebih dahulu bertanya kepada

rakyat. Klaim demokrasi adalah pemerintahan rakyat adalah anggapan utopis belaka.

Pada praktiknya tidak mungkin seluruh rakyat memerintah. Tetap saja yang menjalankan

pemerintahan adalah elit pengusa yang berasal dari pemilik modal kuat.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat interaksi demokrasi dan Negara

muslim diantaranya; benarkah demokrasi akan menjadi solusi atas berbagai persoalan di

dunia, lebih dekatnya di Indonesia saat ini. Apakah demokrasi akan memberikan

kebaikan pada manusia sebagaimana yang digembar-gemborkan para juru dakwahnya

atau sebaliknya? Bagaimana hakikat demokrasi yang sebenarnya? Apakah Islam

memiliki titik temu dengan demokrasi? Bagaimana realitas demokrasi sesungguhnya?

Dan apa peranan negara-negara adidaya dalam pemaksaan ide demokrasi kepada

negeri-negeri Islam? dan sebagainya. Sebelum jauh dalam membicarakan demokrasi,

ada pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah sejarah demokrasi itu seperti

apa.

Page 58: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Dalam perjalanan sejarah demokrasi dapat kita lihat dari sejak memudarnya

kejayaan Imperium Romawi (abad ke-3 M), gereja Kristen mulai masuk ke arena

kekuasaan politik. Kaisar Konstantin, penguasa Romawi yang pertamakali memeluk

agama Kristen, menggabungkan kekuasaan negara dengan urusan gereja sehingga

pihak gereja memiliki peranan besar dalam pengambilan keputusan politik.

Kerajaan-kerajaan lokal mulai muncul di Eropa sejak tahun 476 M. Seperti halnya

Romawi, gereja turut menjadi penentu dalam sepak-terjang penguasa kerajaan. Para

bangsawan dan politikus--yang umumnya dari keluarga kaya--menjadi boneka yang

dikendalikan penuh oleh gereja. Tetapi karena ajaran Kristen tidak mengatur urusan

kenegaraan, gereja membuat berbagai fatwa menurut kemauan mereka sendiri dan hal

itu diklaim sebagai wewenang yang diterimanya dari Tuhan. Tidak heran jika sosok

kerajaan-kerajaan Eropa saat itu lebih mirip dengan Imperium Romawi Kuno yang

paganistis dan belum mengenal agama.

Gereja memiliki supremasi yang sangat tinggi hampir dalam setiap urusan. Para

pemuka gereja diyakini sebagai satu-satunya pihak yang berhak berkomunikasi langsung

dengan Tuhan, dan hasil "komunikasi" itu diajukan kepada penguasa kerajaan untuk

ditetapkan sebagai keputusan politik. Eropa memiliki sejarah yang cukup berdarah

mengenai hal ini : ribuan wanita dibunuh ketika gereja mencap perempuan sebagai

tukang sihir, kaum ilmuwan yang tidak setuju dengan pendapat gereja harus rela

dipenjara atau bahkan dibunuh (seperti yang menimpa Galileo Galilei dan Nicolaus

Copernicus), perampasan tanah milik rakyat untuk dibagi-bagikan kepada penguasa dan

pemuka gereja, sampai orang yang hendak matipun tak luput dari pemerasan oleh

gereja. Pendapatan terbesar gereja berasal dari penjualan Kunci Surga (Keys to Heaven),

yaitu menjual surat pertobatan kepada orang-orang yang hendak meninggal. Dengan

membayar sejumlah uang, gereja meyakinkan orang tersebut bahwa dosa-dosanya telah

diampuni dan boleh memasuki surga.

Kelaliman gereja (yang difasilitasi oleh penguasa), kekalahan telak pasukan salib

dari tentara Khilafah Islamiyyah, dan kegeraman para pemikir Eropa kepada gereja,

menumbuhkan benih-benih pemberontakan pada abad ke-14. Hal ini juga disebabkan

oleh gencarnya penerjemahan buku-buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin Eropa

sejak abad ke-10 yang berpusat di Andalusia (Spanyol). Kegemilangan peradaban Islam

telah memberi inspirasi kepada para pemikir Eropa untuk mendobrak kejumudan yang

meliputi seluruh daratan Eropa saat itu, yang dikenal sebagai Dark Ages (Masa

Kegelapan).

Pada tahun 1618 meletus perang sipil di seluruh daratan Eropa antara pendukung

dan penentang supremasi gereja. Perang itu berlangsung selama 30 tahun dan

menghabiskan sepertiga penduduk Eropa serta meruntuhkan sebagian besar kerajaan

Page 59: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

yang bercokol di Eropa. Perang terlama terjadi antara Perancis dan Spanyol sampai

tahun 1659. Akibatnya, para pemikir terpecah menjadi 2 kelompok:

yang mempelajari filsafat Yunani, disebut Naturalis, dan meyakini bahwa akal

manusia mampu menyelesaikan semua persoalan;

yang berpihak pada gereja, disebut Realisme, dan meyakini ajaran gereja sebagai

kebenaran.

Di Itali, dua kelompok ini dikenal sebagai Gulf dan Ghibelline, dan mereka saling

berperang memperebutkan kekuasaan. Pertentangan panjang itu akhirnya dimenangkan

oleh kelompok naturalis yang mendasarkan pemikirannya pada penyingkiran peran

agama (Kristen) dari kehidupan negara, atau dikenal dengan sekularisme.

Sekularisme benar-benar menggembirakan hati para filosof dan politikus. Tidak

ada lagi gereja yang memenjarakan kebebasan berpikir mereka. Politik dan segala

urusan duniawi telah menjadi sangat bebas nilai. Tidak ada satupun yang membatasi.

Tidak nilai agama. Tidak pula nilai moral. Salahsatu lambang betapa liarnya dunia politik

sekuler adalah buku karya Niccolo Machiavelli yang berjudul The Discourses on the First

Ten Books of Livy dan The Prince. Salahsatu pilar pemikiran politiknya adalah: "….politik

adalah sesuatu yang sekuler. Politik adalah pertarungan antar manusia untuk mencari

kekuasaan. Semua orang pada dasarnya sama, brutal, dan egoisme politik harus

mengikuti aturan universal yang sama untuk semua orang. Penguasa yang sukses harus

belajar dari sejarah, harus mengamati para pesaingnya, dan mampu memanfaatkan

kelemahan mereka."

Sekularisme tetap dianut hingga masa kini. Menteri Luar Negeri AS, Madeleine

Albright, pada tanggal 23 Oktober 1997 di depan sivitas akademika Columbus School of

Law, The Catholic University, Washington D.C. menyatakan: "Di AS, kita meyakini

pemisahan gereja dan negara. Konstitusi kita merefleksikan ketakutan atas penggunaan

agama sebagai alat penyiksaan, yang pada abad ke-17 dan 18 menyebabkan banyak

orang melarikan diri ke daratan Amerika…".

Sekularisme merupakan akar demokrasi. Dalam sistem politik yang sekularistik,

dimana agama hanya menjadi "inspirasi moral dan alat penyembuhan", kehendak akal

manusia menjadi penentu semua keputusan. Dan inilah ciri yang utama dari demokrasi,

yaitu menyerahkan keputusan politik kepada kehendak masyarakat (the will of the

people), sesuai dengan pertimbangan akal manusia.

Mengapa demokrasi dipilih? Mengapa menjadi the only game in town? Teori

pertama mengatakan bahwa demokrasi menyebarkan perdamaian. Imanuel Kant

dalam “Perpetual Peace” (1795) mengatakan bahwa:

Page 60: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Pada republik federal terdapat kecenderungan pemimpin politik mendorong

dukungan masyarakat kepada negara sehingga membuat negara lebih kuat

dalam menghadapi ancaman.

Pada negara demokrasi pemerintah dikontrol oleh masyarakat, sehingga

untuk memutuskan perang diperlukan persetujuan masyarakat. Keputusan

perang menjadi tidak mudah. Jadi, bukan demokrasi menghapuskan

peperangan, namun terdapatnya mekanisme konstitusional dalam demokrasi.

Selain terdapat komitmen moral untuk tidak saling berperang, terbentuk pula

spirit of commerce di antara negara-negara demokratis –yang disebutnya sebagai

“uni pasifik”. Kondisi ini menguat ketika ada saling ketergantungan ekonomi antar

negara.

Demokrasi menjadi salah satu komponen dari perkembangan globalisasi yang

digerakkan oleh liberalisasi perdagangan, kapitalisme global, yang berjalan seiring

dengan bangkitnya kembali libertarianisme dan kebangkitan ekomomi klasik. Fukuyama

(The End of History and the Last Man,1992) mengatakan bahwa akhir dari peradaban

adalah kapitalisme, Lesther Thurow (The Future of Capitalism, 1996) menambahkan

bahwa persaingan kini bukanlah kapitalis dengan sosialis, namun kapitalis dengan

kapitalis, dan Heilbrowner (Vison of the Future, 1995) dengan tegas mengatakan bahwa

kapitalisme akan menjadi ideologi peradaban abad 21 dan bahkan ke depan, karena

belum ada konsep pengganti yang lebih baik dan lebih menarik. Sementara ituFriedman

(The Lexus and The Olive Three: Understanding Globalization, 2000) bahwa bangsa yang

paling cocok untuk tatanan global hanyalah Amerika (Serikat), jadi tidak aneh jika

globalisasi identik dengan Amerikanisasi, dan Amerika identik dengan kapitalisme-

libertaianisme-demokrasi liberal). Seperti kata Boaz (Libertarianisme, A Primer, 1996)

bahwa liberatarianisme bangkit lagi karena fasisme, komunisme, sosialisme, dan negara

kesejahteraan telah terbukti gagal.

Dari paparan diatas jelaslah bahwa ide demokrasi bukan anak kandung Islam

sendiri, lalu bagaimana Islam menjawab isu demokrasi ini. Disini kita akan melihat

perbandingan sistem demokrasi dan sistem Islam.

Ditinjau dari akar kelahirannya, Islam jelas berbeda dengan demokrasi. Sistem

Islam tidak lahir dari akal-akalan manusia, tetapi merupakan wahyu Allah swt. Tetapi

memang ada sementara pihak yang mencoba menyebut Islam sebagai Mohammedanism

untuk menimbulkan kesan sebagai agama buatan Muhammad, seperti yang dinyatakan

oleh H.A.R. Gibb. Dalam hal ini Allah swt berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan

untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah

Kuridhai Islam menjadi agama bagi kalian." (QS al-Maaidah : 3).

Selain dari segi akar kelahirannya, pilar-pilar demokrasi bertentangan secara

diametral dengan Islam. Beberapa elemen pokok demokrasi adalah:

Page 61: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

kedaulatan ada di tangan rakyat;

rakyat sebagai sumber kekuasaan;

penjaminan terhadap empat kebebasan pokok, yaitu kebebasan beragama

(freedom of religion), kebebasan berpendapat (freedom of speech), kebebasan

pemilikan (freedom of ownership), dan kebebasan bertingkah laku (personal

freedom).

KEDAULATAN

Kedaulatan (as siyadah) didefinisikan sebagai "menangani dan menjalankan suatu

kehendak atau aspirasi tertentu". Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan

rakyat. Hal ini berarti rakyat sebagai sumber aspirasi (hukum) dan berhak menangani

serta menjalankan aspirasi tersebut.

Dalam sistem demokrasi, rakyat berfungsi sebagai sumber hukum. Semua produk

hukum diambil atas persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung (demokrasi

langsung) maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen (demokrasi perwakilan). Inilah

cacat terbesar dari sistem demokrasi. Manusia dengan segala kelemahannya dipaksa

untuk menetapkan hukum atas dirinya sendiri. Pikiran manusia akan sangat dipengaruhi

lingkungan dan pengalaman pribadinya. Pikiran manusia juga dibatasi oleh ruang dan

waktu. Atas pengaruh-pengaruh itulah maka manusia bisa memandang neraka sebagai

surga, dan surga sebagai neraka.

Dalam sistem demokrasi, jika mayoritas rakyat menghendaki dihalalkannya

perzinaan, maka negara harus mengikuti pendapat tersebut. Budaya sebagian suku di

Sumatera Utara yang terbiasa meminum tuak, dapat memaksa penguasa setempat

untuk mengizinkan peredaran minuman keras. Mayoritas rakyat Iran pada Revolusi Islam

1979 menginginkan diterapkannya sistem pemerintahan Wilayatul Faqih, tetapi sekarang

muncul gugatan terhadap sistem tersebut, maka penguasa harus memperhatikan

kehendak tersebut. Walaupun dalam konsep Syi'ah, sistem Wilayatul Faqih adalah

sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar.

Dalam sistem demokrasi, masyarakat kehilangan standar nilai baik-buruk.

Siapapun berhak mengklaim baik-buruk terhadap sesuatu. Masyarakat bersikap "apapun

boleh". Di San Fransisco, para eksekutif makan siang di restoran yang dilayani oleh

pelayan wanita yang bertelanjang dada. Tetapi di New York (masih di AS), seorang

wanita telah ditangkap karena memainkan musik dalam suatu konser tanpa pakaian

penutup dada. Newsweek menyatakan: "…kita adalah suatu masyarakat yang telah

kehilangan kesepakatan….suatu masyarakat yang tidak dapat bersepakat dalam

menentukan standar tingkah laku, bahasa, dan sopan santun, tentang apa yang patut

dilihat dan didengar."

Page 62: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Dalam Islam, penetapan hukum adalah wewenang Allah swt. Penetapan hukum

tidak bermakna teknis, tetapi bermakna penentuan status baik-buruk, halal-haram,

terhadap sesuatu hal. Allah swt berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah."

(QS al-An'aam : 57)

"Kemudian jika kamu (rakyat dan negara) berlainan pendapat tentang sesuatu,

maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya)." (QS an-Nisaa :

59)

"Tentang apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah."

(QS asy-Syuuraa : 10)

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang

lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (QS al-Maaidah : 50)

Abdul Qadim Zallum mengomentari ayat di atas: "Hukum Jahiliyah adalah hukum

yang tidak dibawa Muhammad saw dari Tuhannya, yaitu hukum kufur yang dibuat oleh

manusia."

Dengan demikian jelaslah bahwa Islam menempatkan kedaulatan di tangan Allah

sebagai Musyarri' (Pembuat Hukum), sebagai pihak yang paling berhak menentukan

status baik-buruk terhadap suatu masalah. Segala produk hukum dalam sistem Islam

harus merujuk kepada keempat sumber hukum Islam, yaitu al-Qur'an, as-Sunnah, Ijma

Shahabat, dan Qiyas (ijtihad).

KEKUASAAN

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat dan mereka

"mengontrak" seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika

penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa dapat

dipecat karena penguasa tersebut merupakan "buruh" yang digaji oleh rakyat untuk

mengatur negara. Konsep inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan

Montesquieu (1689-1755), dikenal dengan sebutan Kontrak Sosial.

Dalam sistem Islam, kekuasaan ada di tangan rakyat. Dan atas dasar itu rakyat

dapat memilih seorang penguasa (Khalifah) untuk memimpin negara. Pengangkatan

seorang Khalifah harus didahului dengan suatu pemilihan dan dilandasi perasaan

sukarela tanpa paksaan (ridha wal ikhtiar). Tetapi berbeda dengan sistem demokrasi,

Khalifah dipilih oleh rakyat bukan untuk melaksanakan kehendak rakyat, tetapi untuk

melaksanakan dan menjaga hukum Islam. Maka seorang Khalifah tidak dapat dipecat

hanya karena rakyat sudah tidak suka lagi kepadanya, tetapi dapat dipecat jika tidak lagi

melaksanakan hukum Islam walaupun baru sehari menjabat. Bukhari, Muslim, Ahmad,

an-Nasai, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit: "Kami membaiat

Rasulullah saw (sebagai kepala negara) untuk mendengar dan mentaatinya dalam

Page 63: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

keadaan suka maupun terpaksa, dalam keadaan sempit maupun lapang, serta dalam hal

yang tidak mendahulukan urusan kami (lebih dari urusan agama), juga agar kami tidak

merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, kecuali (sabda Rasulullah): 'Kalau kalian

melihat kekufuran yang mulai nampak secara terang-terangan (kufran bawaahan), yang

dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah."

Untuk memutuskan apakah seorang Khalifah lalai dalam pelaksanaan hukum

Islam, negara mempunyai instrumen hukum berupa Mahkamah Mazhalim yang berhak

mengadili dan memecat penguasa. Dan kaum muslimin juga didorong untuk selalu

mengoreksi penguasa. Rasulullah saw bersabda: "Pemimpin para syuhada adalah

Hamzah bin Abdul Mutthalib, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang

lalim, lalu ia menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat munkar, lalu

penguasa itu membunuhnya (karena marah)."

KEBEBASAN

Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk memberi

kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan kehendaknya--apapun

bentuknya--secara terbuka dan tanpa batasan atau tekanan.

Masyarakat demokratis bebas memeluk agama apapun, berpindah-pindah agama,

bahkan tidak beragama sekalipun. Juga bebas mengeluarkan pendapat, walaupun

pendapat itu bertentangan dengan batasan-batasan agama. Bebas pula memiliki segala

sesuatu yang ada di muka bumi, termasuk sungai, pulau, laut, bahkan bulan dan planet

jika sanggup. Harta dapat diperoleh dari segala sumber, baik dengan berdagang ataupun

dengan berjudi dan korupsi. Dalam sistem demokrasi, masyarakat juga bebas bertingkah

laku tanpa peduli dengan mengabaikan tata susila dan kesopanan.

Islam tidak mengenal kebebasan mutlak. Islam telah merinci dengan jelas apa

saja yang menjadi hak dan kewajiban manusia. Islam bukan hanya berorientasi kepada

kewajiban, tetapi juga hak sebagai warganegara dan individu. Islam melarang seorang

muslim untuk mempermainkan agama dengan cara berpindah-pindah agama. Rasulullah

saw bersabda: "Barangsiapa mengganti agamanya (Islam), maka jatuhkanlah hukuman

mati atasnya." (HSR Muslim dan Ashabus Sunan). Islam juga membatasi seorang muslim

untuk hanya mengatakan kebenaran dan melarangnya untuk berpendapat dengan

sesuatu yang batil. Ubadah bin ash-Shamit meriwayatkan: "…dan kami akan

mengatakan kebenaran di manapun kami berada. Kami tidak takut karena Allah

terhadap celaan orang yang mencela." Ummu Athiyah dari Abu Said ra meriwayatkan

bahwa Rasulullah saw bersabda:"Jihad paling utama adalah (menyampaikan) perkataan

yang haq kepada penguasa yang zalim."

Islam melarang seseorang untuk memiliki benda-benda yang tidak berhak

dimilikinya, baik secara pribadi maupun kelompok. Islam telah merinci beberapa cara

Page 64: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

pemilikan yang terlarang, misalnya pencurian, perampasan, suap (riswah), korupsi, judi,

dan sebaliknya menghalalkan beberapa sebab pemilikan, yaitu bekerja, waris,

mengambil harta orang lain dalam keadaan terdesak yang mengancam jiwanya, serta

harta yang diperoleh tanpa pengorbanan semisal hadiah, hibah, sedekah, atau zakat.

Dalam masalah tingkah laku, Islam memberikan batasan susila yang jelas,

terutama masalah interaksi pria-wanita (ijtima'iy). Di dalam sistem demokrasi, interaksi

pria-wanita yang sangat bebas telah memunculkan berbagai masalah pelik, seperti

menyebarnya berbagai penyakit menular seksual (PMS) mulai dari sifilis sampai AIDS

yang sukar disembuhkan. Belum lagi lahirnya anak-anak yang identitasnya tidak jelas,

dan konon 75% generasi muda Inggris saat ini dilahirkan dari orangtua yang tidak

menikah secara resmi (zina).

Hingga masalah-masalah kesusilaan yang ringan pun, Islam memberi aturan yang

rinci semata-mata untuk menjaga kehormatan manusia. Misalnya, al-Qur'an melarang

seseorang untuk memasuki rumah orang lain tanpa izin pemilik rumah. Allah swt

berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah orang

lain, sampai kamu mendapatkan izin, dan kamu mengucapkan salam kepada

penghuninya." (QS an-Nuur : 27)

Dalam Islam hal yang diusung dan disamakan dengan demokrasi adalah Syura,

namun betulkan ada kesamaan antara keduanya sehingga Islam bis menerima

domokrasi ataukah keduanya memang berbeda.

Adanya prinsip syura dalam sistem Islam dan musyawarah dalam sistem

demokrasi tidak dapat dijadikan alasan untuk menyamakan Islam dengan demokrasi.

Becak memiliki roda, demikian pula dengan mobil. Tetapi bukankah becak jauh berbeda

dengan mobil?

Tidak semua masalah dapat dimusyawarahkan dalam Islam. Hal inilah yang

membedakannya dengan sistem demokrasi yang mengharuskan setiap keputusan

diambil dengan suara terbanyak, tidak peduli apakah hasil keputusan itu melanggar

batasan-batasan agama yang sudah mereka singkirkan jauh-jauh dari panggung

kehidupan dunia. Islam membatasi musyawarah hanya untuk masalah-masalah yang

mubah. Adapun masalah-masalah yang telah jelas halal-haramnya, tidak dapat

dimusyawarahkan untuk dicabut atau sekedar mencari jalan tengah.

Rasulullah saw pernah menolak keberatan sebagian besar Shahabat ketika beliau

menyetujui tawaran pihak Quraisy dalam Perjanjian Hudaibiyah. Umar bin Khatthab

menunjukkan penentangan yang paling keras. Tetapi Rasulullah saw mengatakan:

"Wahai Ibnul Khatthab, aku adalah Rasulullah, dan aku tidak akan mendurhakai-Nya. Dia

adalah penolongku dan sekali-kali tidak akan menelantarkan aku." Setelah itu turunlah

surat al-Fath yang menjanjikan kemenangan bagi kaum muslimin.

Page 65: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Untuk masalah-masalah teknis dan menyangkut keterampilan tertentu, Rasulullah

saw menyerahkan keputusannya kepada para pakar dalam bidang tersebut. Ketika

meletus perang Badar Kubra, Rasulullah saw menempatkan pasukannya jauh di belakang

sebuah sumur (sumber air). Melihat hal ini, Hubbab bin al-Mundzir bertanya: "Wahai

Rasulullah, apakah ini wahyu atau sekedar pendapatmu?" Lantas dijawab oleh beliau:

"Ini hanyalah pendapatku." Hubbab al-Mundzir kemudian mengusulkan kepada beliau

untuk menempatkan pasukannya di depan sumur, sehingga mereka dapat menguasai

sumur tersebut dan menimbunnya jika pasukan Quraisy menyerang sehingga musuh

tidak dapat mengambil air dari sumur itu. Rasulullah saw lantas mengubah pendapatnya

dengan pendapat Hubbab tersebut.

Untuk masalah-masalah yang sifatnya mubah (boleh), Rasulullah saw meminta

pendapat kaum muslimin. Ketika Perang Uhud, beliau dan sebagian Shahabat yang

terlibat dalam Perang Badar memilih menyambut musuh dari dalam benteng kota

Madinah. Tetapi mayoritas penduduk Madinah dan sebagian Shahabat yang tidak ikut

Perang Badar memilih untuk menyongsong musuh di luar benteng. Melihat semangat

yang begitu membara, ditambah ucapan Hamzah bin Abdul Mutthalib yang ketika Perang

Badar tidak turun ke medan laga, akhirnya Rasulullah saw memutuskan untuk

menyambut musuh di luar benteng. Dalam hal ini, beliau hanya meminta pendapat

mengenai lokasi penyambutan musuh. Adapun kewajiban jihad tidak beliau

musyawarahkan karena jihad merupakan kewajiban yang tidak berhenti hingga hari

kiamat. Allah swt berfirman:"Wahai orang-orang yang beriman, telah diperintahkan

kalian untuk berperang, padahal berperang itu merupakan sesuatu yang kalian benci."

(QS al-Baqarah : 216)

Rasulullah saw bersabda: "Jihad itu wajib atas kalian, bersama seorang pemimpin,

apakah dia pemimpin yang taat maupun yang buruk." (HR Abu Dawud dan Abu Ya'la dari

Abu Hurairah).

Dan memang pada kenyataannya, menyerahkan setiap keputusan politik kepada

seluruh warganegara adalah sesuatu yang mustahil dan justru dapat mengkhianati

kebenaran. Sistem polis di Yunani Kuno yang digembar-gemborkan telah menerapkan

demokrasi langsung (direct democracy), ternyata melakukan diskriminasi rasial dengan

memberikan hak bersuara hanya kepada golongan penduduk kaya dan menengah.

Adapun golongan pedagang asing dan budak (yang merupakan mayoritas penduduk)

tidak memiliki hak suara samasekali.

Dalam lapangan peradilan, sistem juri seperti yang dipakai di AS dan Inggris telah

mengundang kritik yang sangat keras. Para juri dipilih mewakili setiap komunitas di

suatu kota/distrik tanpa melihat kemampuan masing-masing sedangkan hakim hanya

bertugas mengatur persidangan agar sesuai dengan hukum acara. Vonis terhadap

terdakwa dijatuhkan berdasarkan kesepakatan atau suara mayoritas anggota juri.

Page 66: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik

Dengan sistem seperti ini, diharapkan akan lahir keputusan pengadilan yang

"demokratis".

Tetapi layakkah nasib seorang terdakwa (apalagi terdakwa hukuman mati)

diserahkan kepada 10-12 orang yang samasekali buta hukum? Mereka (para juri) bisa

jadi buta huruf, tidak menguasai asas-asas hukum pidana, atau bahkan pernah

melakukan kejahatan yang sama dengan si terdakwa. Atau termakan oleh kepandaian

bersilat lidah dari para pengacara sehingga vonis yang dijatuhkan tidak lagi didasarkan

pada bukti-bukti materiil yang memang hanya dapat dipahami oleh para ahli hukum.

Sistem juri adalah pengadilan primitif, sisa-sisa peradilan hukum rimba, yang tidak

menjunjung kebenaran hukum, tetapi mengambil suara mayoritas (siapapun orangnya)

sebagai kebenaran.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa demokrasi yang bukan anak kandung Islam.

Ketika tema demokrasi disentuhkan dengan Islam dalam tema Syura (Musyawarah), saya

kira, itu hanya titik-titik sentuh yang kita buat sendiri. Artinya, barang yang sebenarnya

berbeda kemudian kita cari-cari titik kesamaannya. Nah akhirnya, kemudian terjadi over

simplifikasi, sehingga demokrasi itu disamakan dengan syura. Padahal berbeda.

Demokrasi itu menghajatkan mendiskusikan semua perkara, baik itu perkara yang sudah

jelas dalam hukum Islam maupun yang samar-samar. Artinya, semuanya haruslah

produk dari akal manusia. Misalnya di Indonesia, soal minuman keras tidak selesai.

Sedang dalam Islam sudah selesai dan tak perlu diperdebatkan. Jadi, karena demokrasi

mengajarkan kepada kita untuk membicarakan semua perkara, akibatnya masalah yang

sudah demikian gamblang tidak pernah selesai. Jadi kalau ada pihak yang menyamakan

syura dengan demokrasi, menurut saya itu terlalu menyederhanakan masalah. Sedang

syura, itu dalam tema-temanya hanya membicarakan pada tema-tema tertentu yang

telah ditentukan oleh syariah.

Page 67: 2.Muhammad Saw, selain dibangkitkan sebagai Nabi, beliau juga diutuskan untuk menjadi khalifah. Bagaimana strategi Nabi Muhammad Saw. Menyelesaikan tahapan-tahapan risalahnya itu baik