Kelas A FT 01- Senin-10.30-12.10Tim Dosen:Dr. Ir. Taslim Bahar, MTArief Setiawan, ST, MTNovita Pradani, ST, MT

TATA ATURAN PERKULIAHAN (KONTRAK KULIAH)MAHASISWA/ITELAH MEMPROGRAMKAN PADA KRS SEM. GENAP 2013/2014SOPAN, RAPI DAN TERTIBTIDAK DIPERBOLEHKAN MEMAKAI KAOS DAN SANDALTIDAK TERLAMBAT (TOLERANSI MAKS 15 MENIT)KEHADIRAN 75% (syarat dapat mengikuti UAS)MEMILIKI BUKU AJARHP silencePermintaan Ujian Susulan (mid test/final test) paling lambat 3 (tiga) hari setelah jadwal ujian dan hanya dapat dilaksanakan jika dengan pemberitahuan resmi sebelumnya. (contoh: sakit dengan keterangan dokter , dll)Mengumpulkan Tugas Tepat waktu, keterlambatan penyetoran tugas akan mengurangi Nilai Tugas (problem set) atau ditolak.PENILAIANKEHADIRAN (10%) [hadir >75%]TUGAS (PROBLEM SET, TUGAS BESAR) (20%)MID TEST (UTS) (35%) dan FINAL TEST (UAS) (35%)PEMBAGIAN ASISTEN TUGAS BESAR. No urut 1,4,...: ARIEF SETIAWAN, No urut 2,5,....:TASLIM BAHAR.No Urut 3,6,...: Novita Pradani

Aturan Penilaian (1)

REFERENSISilvia Sukirman, 1994, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova, Bandung.Shirley L Hendarsin, 1990, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri, Bandung.Underwood, T. Robin, The Geometric Design of Road, Australia. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990, Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan akhir), Jakarta.Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota , No. 038/TBM/1997, Jakarta.Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992, Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Jakarta.Dan lain-lain

Aturan yang menjadi acuanUU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.UU No.22 Tahun 2009 tentang LaluLintas dan Angkutan JalanUU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan RuangUU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan DaerahPP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan PenjelasannyaPP No 26 Tahun 1985 tentang JalanPP No.43 Tahun 1993 tentang Prasaranadan Lalu Lintas JalanPP No 26 Tahun 2008 tentang RencanaTata Ruang Wilayah NasionalPP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom.Kepmen PU No.640/KPTS/1986 Tahun1986 tentang Perencanaan Tata RuangKotaKemen PU No.480/KPTS/1996 Tahun 1996 tentang Penetaan Ruas-ruasJalan dalam Jaringan Primer.Kepmen Perhubungan No.15 Tahun1997 tentang Sistranas

DEFINISI DAN SEJARAH TENTANG JALANJALAN ADALAH PRASARANA TRANSPORTASI DARAT YANG MELIPUTI SEGALA BAGIAN JALAN, TERMASUK BANAGUNAN PELENGKAP DAN PERLENGKAPANNYA YANG DIPERUNTUKKAN BAGI LALU-LINTAS YANG BERADA PERMUKAAN TANAH, DI ATAS PERMUKAAN TANAH, DI BAWAH PERMUKAAN TANAH DAN/ATAU AIR, SERTA DI ATAS PERMUKAAN AIR, KECUALI JALAN KERETA API, JALAN LORI DAN JALAN KABEL (PP. No. 34 TAHUN 2006)SEJARAH TENTANG JALAN AWALNYA BERUPA JEJAK KEBUTUHAN MAKAN DAN MINUM JALAN SETAPAK (JALAN MUSIMAN) KEBUTUHAN BERBURU DAN CARI IKAN JALAN-JALAN TETAP KEBUTUHAN SOSIAL- EKONOMI ABAD 6 SM DAN 4 SM, JALAN DI SAMPING BERFUNGSI SOSEK JUGA BERFUNGSI POLITIK DAN PERTAHANAN, KEBUDAYAAN

PENGELOMPOKAN JALANMENURUT UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 2004 TENTANG JALANMENURUT PERUNTUKANNYA JALAN UMUM (UNTUK LALU-LINTAS UMUM) JALAN KHUSUS (BUKAN UNTUK LALU-LINTAS UMUM)

PENGELOMPOKAN JALAN .SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN PERANAN PELAYANAN DISTRIBUSI BARANG DAN JASA UNTUK PENGEMBANGAN SEMUA WILAYAH DI TINGKAT NASIONAL DENGAN MENGHUBUNGKAN SEMUA SIMPUL JASA DISTRIBUSI YANG BERWUJUD PUSAT-PUSAT KEGIATAN:

SISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN PERANAN PELAYANAN DISTRIBUSI BARANG DAN JASA UNTUK MASYARAKAT DI DALAM KAWASAN PERKOTAANPENGELOMPOKAN JALAN .

JALAN MENURUT FUNGSIJALAN ARTERI: ARTERI PRIMER DAN ARTERI SEKUNDER ARTERI PRIMER: JALAN ARTERI SKALA WIL. NASIONAL ARTERI SEKUNDER: JALAN ARTERI SKALA PERKOTAANJALAN KOLEKTOR: KOLEKTOR PRIMER DAN KOLEKTOR SEKUNDER JALAN KOLEKTOR PRIMER: JALAN DALAM SKALA WILAYAH JALAN KOLEKTOR SEKUNDER: JALAN SKALA PERKOTAANJALAN LOKAL: JALAN LOKAL PRIMER DAN JALAN LOKAL SEKUNDER LOKAL PRIMER: JALAN LOKAL DALAM SKALA WILAYAH TINGKAT LOKAL LOKAL SEKUNDER: JALAN LOKAL SKALA PERKOTAANJALAN LINGKUNGAN: JALAN LINGKUNGAN PRIMER DAN JALAN LINGKUNGAN SEKUNDER JALAN LING. PRIMER: JALAN SKALA WILAYAH TINGKAT LINGKUNGAN (DI KAWASAN PEDESAAN DI WIL. KAB.) JALAN LING. SEKUNDER: JALAN LING. DALAM SKALA PERKOTAAN (LING. PERUMAHAN, PERDAGANGAN, PARAWISATA DI KAWASAN PERKOTAAN)

JALAN MENURUT STATUSJALAN NASIONAL: JALAN ARTERI PRIMER JALAN KOLEKTOR PRIMER PENGHUBUNG ANTAR IBUKOTA PROPINSI JALAN TOL JALAN STRATEGIS NASIONALJALAN PROVINSI: JALAN KOLEKTOR PRIMER YANG MENGHUBUNGKAN IBUKOTA PROVINSI IBUKOTA KAB./KOTA JALAN KOLEKTOR PRIMER PENGHUBUNG ANTAR IBUKOTA KAB./KOTA JALAN STRATEGIS PROVINSI JALAN DI DKI JAKARTA KECUALI JALAN KATEGORI JALAN NASIONALJALAN KABUPATEN: JALAN KOLEKTOR PRIMER YANG BUKAN JALAN NASIONAL DAN JALAN PROVINSI JALAN LOKAL PRIMER PENGHUBUNG IBUKOTA KAB. DENGAN IBUKOTA KECAMATAN, IBUKOTA KAB. IBUKOTA DESA, ANTAR IBUKOTA KEC., IBUKOTA KEC. DESA DAN ANTAR DESA JALAN SEKUNDER NON JALAN PROVINSI JALAN STRATEGIS KABUPATENJALAN KOTA: JALAN SEKUNDER DI DALAM KOTAJALAN DESA: JALAN LINGKUNGAN PRIMER DAN JALAN LOKAL PRIMER NON JALAN KAB., JALAN YANG MENGHUBUNGKAN ANTAR PEMUKIMAN DI DALAM DESA

JALAN MENURUT KELASJALAN BEBAS HAMBATAN: PENGENDALIAN JALAN MASUK SECARA PENUH TIDAK ADA PERSIMPANGAN SEBIDANG ADA PAGAR RUMIJA, ADA MEDIAN JUMLAH LAJUR 2 PER ARAH DENGAN LEBAR LAJUR 3,5 meterJALAN RAYA: UNTUK LALU-LINTAS MENERUSPENGENDALIAN JALAN MASUK SECARA TERBATAS ADA MEDIAN JUMLAH LAJUR 2 PER ARAH DENGAN LEBAR LAJUR 3,5 meterJALAN SEDANG: UNTUK LALU-LINTAS JARAK SEDANG PENGENDALIAN JALAN MASUK TIDAK DIBATASI JUMLAH LAJUR 2 PER 2 ARAH DENGAN LEBAR JALUR 7 meterJALAN KECIL: MELAYANI LALU-LINTAS SETEMPAT JALAN MASUK TIDAK DIBATASI JUMLAH LAJUR 2 PER 2 ARAH DENGAN LEBAR JALUR 5,5 meter

PERSYARATAN TEKNIS JALANPERSYARATAN TEKNIS KECEPATAN RENCANA (VR) LEBAR BADAN JALAN KAPASITAS JALAN JALAN MASUK PERSIMPANGAN SEBIDANG BANGUNAN PELENGKAP PERLENGKAPAN JALAN PENGGUNAAN JALAN SESUAI FUNGSI TIDAK TERPUTUSJALAN ARTERI PRIMER KECEPATAN RENCANA 60 km/jam LEBAR BADAN JALAN 11 meter KAPASITAS > VOLUME LALU-LINTAS RATA-RATA LALU-LINTAS JARAK JAUH TIDAK BOLEH TERGANGGU OLEH LALU-LINTAS LOKAL, ULANG-ALIK DAN KEGIATAN LOKAL JUMLAH JALAN MASUK DIBATASI SEDEMIKIAN RUPA TIDAK TERPUTUS BILA MEMASUKI KAWASAN PERKOTAAN

JALAN KOLEKTOR PRIMER KECEPATAN RENCANA 40 km/jam LEBAR BADAN JALAN 9,0 meter KAPASITAS > VOLUME LALU-LINTAS RATA-RATA JUMLAH JALAN MASUK DIBATASI DAN DIRENCANAKAN SEHINGGA KEC. RENCANA DAN KAPASITAS MASIH TERPENUHI PERSIMPANGAN SEBIDANG PADA JALAN KOLEKTOR PRIMER DENGAN PENGATURAN TERTENTU HARUS MEMENUHI KEC. RENC., KAPASITAS JALAN TIDAK BOLEH TERPUTUS BILA MEMASUKI KAWASAN PERKOTAAN DAN/ATAU KAWASAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN

JALAN LOKAL PRIMER KECEPATAN RENCANA 20 km/jam LEBAR BADAN JALAN 7,5 meter TIDAK BOLEH TERPUTUS BILA MEMASUKI KAWASAN PEDESAAN

JALAN LINGKUNGAN PRIMER KECEPATAN RENCANA 15 km/jam LEBAR BADAN JALAN 6,5 meter PERSYARATAN TEKNIS DIPERUNTUKKAN BAGI KEND. BERMOTOR RODA TIGA ATAU LEBIH BILA TIDAK DIPERUNTUKKAN BAGI KEND. BERMOTOR RODA TIGA ATAU LEBIH MAKA LEBAR BADAN JALAN 3,5 meterJALAN LINGKUNGAN SEKUNDER KECEPATAN RENCANA 10 km/jam LEBAR BADAN JALAN 6,5 meter PERSYARATAN TEKNIS DIPERUNTUKKAN BAGI KEND. BERMOTOR RODA TIGA ATAU LEBIH BILA TIDAK DIPERUNTUKKAN BAGI KEND. BERMOTOR RODA TIGA ATAU LEBIH MAKA LEBAR BADAN JALAN 3,5 meter