1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

download 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

of 92

Transcript of 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    1/92

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    2/92

    Health Technology Assessment Indonesia

    Pencegahan Thalassemia[Hasil kajian HTA tahun 2009]

    Dipresentasikan pada Konvensi HTA 16 Juni 2010

    Dirjen Bina Pelayanan Medik KEMENTRIAN KESEHATAN

    REPUBLIK INDONESIA

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    3/92

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    4/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    PANEL AHLI

    1. DR. Dr. Tubagus Djumhana Atmakusumah, SpPD KHOM

    Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Subbagian Hematologi

    Onkologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM Jakarta

    2. DR. Dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA (K)

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Subbagian Hematologi Onkologi, Departemen IKA,

    FKUI/RSCM, Jakarta

    3. Prof. Abdul Salam Sofro

    UTDC-PMI Yogyakarta Fakultas Kedokteran & Pusat Studi Bioteknologi UGM, Yogyakarta

    4. Prof. Riadi Wirawan, SpPK (K)

    Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS PATKLIN) Departemen Patologi

    Klinik, FKUI/RSCM, Jakarta

    5. Dr. Teny Tjitrasari, SpA

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Subbagian Hematologi Onkologi, Departemen IKA,

    FKUI/RSCM, Jakarta

    6. Dr. Iswari Setyaningsih, SpA, PhD

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Lembaga Eikjman, FKUI/RSCM, Jakarta

    7. DR. Dr. Aria Wibawa, SpOG (K)

    Perhimpunan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Subbagian

    Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSCM, JakartaUNIT PENGKAJIAN TEKNOLOGI KESEHATAN INDONESIA

    1. Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn, KIC

    Ketua I

    2. Dr. Santoso Soeroso, SpA, MARS

    Ketua II

    3. Dr. K Mohammad Akib, SpRad, MARS

    Anggota

    4. Dr. Andi Wahyuningsih Attas, SpAn

    Anggota

    5. Drg. Anwarul Amin, MARS

    Anggota

    2

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    5/92

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    6/92

    6. Dr. Diar Wahyu Indriarti, MARS

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    7/92

    Anggota

    7. Dr. Ady Thomas

    Anggota

    8. Dr. Ririn Fristikasari, M.Kes

    Anggota

    9. Dr. Titiek Resmisari

    Anggota

    10. Dr. Sad Widyanti Soekadi

    Anggota

    11. Dr. Maria Gita Dwi Wahyuni

    Anggota

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia3

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    8/92

    Kajian HTA

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    9/92

    PENCEGAHAN THALASSEMIA

    A. Latar Belakang

    Thalassemia dan hemoglobinopati merupakan penyakit kelainan gen tunggal (single

    gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia. Penyebaran penyakit ini mulai dari

    Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah

    sepanjang garis antara Cina bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan

    Pasifik dan Indonesia.1,2 Daerah-daerah tersebut lazim disebut daerah sabuk thalassemia,

    dengan kisaran prevalens thalassemia sebesar 2,515%.3 World Health Organization (WHO)

    pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia, yang meliputi

    4,5% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot).4 Dari jumlah

    tersebut sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia

    dan sisanya adalah

    pembawa sifat thalassemia

    , jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS,

    HbO, dan lain-lain. Saat ini sekitar 7% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan

    ini.5

    Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan.

    Angka pembawa sifat thalassemia-

    adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%,6

    sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%.7 Berdasarkan hasil penelitian di

    atas dan dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia,

    diperkirakan jumlah pasien thalassemia baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi,

    yakni sekitar 2.500 anak. Sementara itu, biaya pengobatan suportif seperti transfusi darah dan

    kelasi besi seumur hidup pada seorang pasien thalassemia sangat besar, yakni berkisar

    200-300

    juta rupiah/anak/tahun, diluar biaya pengobatan jika terjadi komplikasi. Selain itu, beban

    psikologis

    juga menjadi hal yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya.

    Sampai saat ini, thalassemia belum dapat disembuhkan. Pengobatan satu-satunya bagi

    pasien adalah dengan melakukan transfusi darah rata-rata sebulan sekali seumur hidupnya, di

    samping terapi kelasi besi untuk mengeluarkan kelebihan besi dalam tubuh akibat transfusi

    darah rutin. Komplikasi seperti gagal jantung, gangguan pertumbuhan, pembesaran limpa, dan

    lainnya umumnya muncul pada dekade kedua, tetapi dengan tatalaksana yang baik usia pasien

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    10/92

    dapat diperpanjang. Data Pusat Thalassaemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-

    RSCM, mencatat usia tertua pasien mencapai 40 tahun dan bisa berkeluarga serta memiliki

    keturunan. Jumlah pasien yang terdaftar di Pusat Thalassaemia, Departemen Ilmu Kesehatan

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    4

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    11/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    12/92

    Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan bulan Agustus 2009 mencapai 1.494 pasien dengan

    rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat setiap

    tahunnya mencapai 100 orang/tahun.

    Banyak studi menunjukkan bahwa program pencegahan thalassemia akan lebih

    menguntungkan daripada mengobati penderita yang terus bertambah.8,9 Berdasarkangambaran

    masalah di atas, maka program pengelolaan penyakit thalassemia seharusnya lebih ditujukan

    kepada pencegahan lahirnya pasien thalassemia mayor. Salah satu caranya ialah melalui

    skrining thalassemia terutama pada pasangan usia subur yang dilanjutkan dengan diagnosis

    pranatal. Biaya pemeriksaan skrining thalassemia sekitar 350-400 ribu rupiah/orang. Jumlah ini

    tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya penanganan satu orang pasien selama

    setahun. Jika penanganan seorang pasien sekitar 300 juta rupiah maka biaya tersebut setara

    dengan biaya pemeriksaan skrining thalassemia untuk sekitar 750 orang. Lebih lanjut WHO

    menyatakan besarnya biaya tahunan program nasional pencegahan thalassemia sama dengan

    besarnya biaya yang dibutuhkan untuk penanganan medis 1 orang pasien selama 1 tahun.10

    Biaya

    program pencegahan thalassemia ini relatif konstan, sementara biaya penanganan medis

    cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, meskipun dampak ekonomi dan

    psikososial yang diakibatkannya cukup berat, sampai saat ini belum ada kebijakan nasional

    dalam

    hal pencegahan thalassemia di Indonesia. Bagaimana bentuk program pencegahan, metode

    skrining yang tepat guna dan mampu laksana, serta implikasi sosio-etiko-legalnya di Indonesia

    memerlukan kajian ilmiah yang berbasis bukti dari pengalaman berbagai negara di dunia.

    B. Tujuan Pengkajian

    Pengkajian ini bertujuan untuk :

    a. Tersusunnya rekomendasi teknik dan metode skrining thalassemia homozigot dan -HbE

    yang tepat guna dan mampu laksana di Indonesia

    b. Tersusunnya rekomendasi kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pencegahan

    thalassemia homozigot dan -HbE di Indonesia

    c. Tersusunnya rekomendasi solusi implikasi sosio-ekonomi-etiko-legal, asuransi dan agama

    skrining thalassemia homozigot dan -HbE di Indonesia

    C. Metode Pengkajian

    1. Metode Pencarian Literatur

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    13/92

    Penelusuran artikel dilakukan melalui kepustakaan elektronik dengan mengambil

    database PUBMED dan MEDLINE. Kata kunci yang digunakan adalah : thalassemia

    5

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    14/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    15/92

    prevention, thalassemia screening, thalassemia pranatal diagnosis, antenatal diagnosis.

    2. Penggolongan Literatur

    Setiap literatur yang diperoleh dilakukan penilaian kritis (critical appraisal) berdasarkan

    kaidah kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine), kemudian ditentukan

    tingkatannya. Rekomendasi yang ditetapkan akan ditentukan tingkat rekomendasinya. Tingkat

    pembuktian dan tingkat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish

    Intercollegiate Guidelines Network, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan US Agency for

    Health Care Policy and Research.

    a. Tingkat Pembuktian (Level of Evidence)

    Ia. Meta-analisis randomized controlled trials.

    Ib. Minimal satu randomized controlled trials.

    IIa. Minimal satu non-randomized controlled trials.IIb. Studi kohort dan/atau studi kasus kontrol.

    IIIa. Studi cross-sectional.

    IIIb. Seri kasus dan laporan kasus.

    IV. Konsensus dan pendapat ahli.

    b. Tingkat rekomendasi

    A. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat Ia atau Ib.

    B. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIa atau IIb.

    C. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIIa, IIIb, atau IV.

    D. Tinjauan Pustaka Pencegahan Thalassemia

    1. Definisi dan Klasifikasi

    Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan

    berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin.11 Klasifikasi

    thalassemia didasarkan atas jenis subunit globin yang mengalami defek, yaitu thalassemia ,

    thalassemia , thalassemia , dan thalassemia . Sejauh ini, jenis thalassemia dan

    dianggap yang cukup penting. Pada populasi, yang banyak ditemukan adalah thalassemia ,

    juga sering dijumpai varian gen hemoglobin seperti Hb S, C, dan E. Penyakit yang penting pada

    golongan ini adalah sickle cell thalassemia dan Hb E thalassemia.12

    2. Patogenesis

    Penyakit ini diturunkan mengikuti kaidah Mendel dan merupakan kelainan mutasi gen

    tunggal (single gen mutation) terbanyak di dunia. Menurut defek yang terjadi, ditemukan

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    16/92

    6

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    17/92

    beberapa jenis thalassemia, namun tipe yang paling sering, dengan tanda klinis yang umumnya

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    18/92

    berat adalah thalassemia

    ).

    a. Thalassemia

    Thalassemia adalah hasil lebih dari 150 mutasi dari rantai globin , baik berupa

    hilangnya rantai (thalassemia 0) atau berkurangnya rantai (thalassemia +). Keadaan ini

    menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya rantai

    sehingga terjadi presipitasi prekursor eritrosit, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan

    sel darah merah di sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan proses tersebut mengakibatkan

    terjadinya anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan produksi

    eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran

    limpa dan hati, serta hambatan pertumbuhan.12 Perjalanan penyakit selanjutnya tergantung

    apakah pasien mendapat transfusi yang memadai atau tidak. Bila diberikan transfusi yang

    adekuat, pasien dapat tumbuh dan kembang dengan normal tanpa kelainan klinis. Komplikasi

    dapat muncul pada akhir dekade pertama sebagai akibat dari penumpukan zat besi akibat

    transfusi berulang. Penumpukan zat besi ini dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi.1 Di

    akhir dekade ke-2 kehidupan, komplikasi pada jantung mulai muncul dan kematian dapat terjadi

    akibat timbunan zat besi pada jantung (cardiac siderosis). Selain itu pasien juga rawan terkena

    infeksi yang ditularkan melalui darah yang ditransfusi seperti infeksi hepatitis dan HIV. 1

    Thalassemia mayor adalah thalassemia dengan gejala klinis yang paling berat. Bentuk

    yang lebih ringan, dimana gejala klinis baru muncul pada usia yang lebih tua dan pasien tidak

    memerlukan transfusi atau jarang memerlukan transfusi disebut thalassemia

    intermedia.

    Sementara individu yang merupakan karier disebut thalassemia

    minor, dimana pasien tidak

    menunjukkan gejala klinis dan kelainan baru diketahui melalui pemeriksaan hematologi berupa

    anemia hipokrom mikrositer dan peningkatan kadar Hb A2.1,12

    b. Thalassemia

    Karena rantai juga terdapat pada Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (adult

    haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa. Lebih lanjut,

    kelebihan rantai dan tidak langsung mengalami presipitasi di sumsum tulang seperti rantai

    , namun memproduksi tetramer yang tidak stabil 4 (Hb Barts) dan 4 (Hb H). Komponen

    genetik thalassemia lebih kompleks dari thalassemia

    , dimana komposisinya bisa berupa /

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    19/92

    , -/ (hilangnya kedua gen pada kromosom, disebut thalassemia 0), - / (hilangnya

    salah satu gen , disebut thalassemia +). Biasanya hilangnya gen ini terjadi karena delesi,

    walaupun dapat juga akibat mutasi seperti pada thalassemia .13

    (kelainan pada rantai

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    ) dan thalassemia

    7

    (kelainan pada rantai

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    20/92

    Bentuk homozigot dari thalassaemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    21/92

    menyebabkan kematian intrauterin dimana janin

    mengalami anemia yang hebat dan hidropik, sering disebut dengan sindroma hidrop fetal

    hemoglobin Bart. Ibu hamil dengan bayi sindroma hidrop fetal biasanya mengalami toksemia

    gravidarum dan perdarahan postpartum. Sementara bentuk heterozigot thalassemia (0

    thalassemia dan +) menunjukkan gejala yang lebih ringan berupa anemia dan splenomegali.Bentuk terakhir (--/-

    ) dan

    homozigot thalassemia

    ) memiliki gambaran klinis anemia hipokrom ringan. Sementara

    karier thalassaemia

    + tidak menunjukkan kelainan haematologis.12

    3. Diagnosis

    Diagnosis thalassemia ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis, pemeriksaan

    fisis, dan laboratorium.

    4. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalassemia meliputi

    pemeriksaan darah tepi lengkap (complete blood count/CBC), khususnya nilai eritrosit rerata

    seperti MCV (mean corpuscular volume), MCH (mean corpuscular haemoglobin), MCHC (mean

    corpuscular haemoglobin concentration) dan RDW (red blood cell distribution width). Selain itu

    perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yangmeliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan

    cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding

    capacity (TIBC). Komite International untuk Standardisasi Panel Ahli Thalassemia dan abnormal

    Hemoglobin pada tahun 1975 merekomendasikan uji preliminari meliputi pemeriksaan darah

    lengkap yang diikuti dengan elektroforesis pada pH 9.2, uji solubilitas dan sikling serta uji

    kuantitatif HbA2 dan HbF. Bila ditemukan hemoglobin yang abnormal, uji lanjutan untuk

    menentukan Hb varian dengan elektroforesis pada pH 6,0-6,2 pemisahan rantai globin dan

    isoelectric focusing (IEF).14

    5. Penatalaksanaan

    Tatalaksana thalassemia mayor adalah transfusi sel darah merah secara reguler untuk

    menjaga kadar Hb tetap > 9 g/dl, diiringi dengan terapi kelasi besi intensif parenteral

    menggunakan deferoxamine. Splenektomi dipertimbangkan bila kebutuhan transfusi meningkat

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    22/92

    melewati batas yang diharapkan. Pasien thalassemia juga memerlukan suplemen asam folat

    yang dibutuhkan untuk eritropoesis, imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan Hemophilus

    ) disebut juga dengan penyakit Hb H. Karier thalassaemia

    (-

    /-

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    8

    (/

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    23/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    24/92

    influenzae B, pemberian penisilin untuk profilaksis dan vaksinasi hepatitis B. Intervensi terhadap

    defisiensi endokrin akibat penumpukan zat besi dan komplikasi lainnya diintervensi tergantung

    kasus.3

    6. Pencegahan Thalassemia

    Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir

    dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu

    secara retrospektif dan prospektif.1,7 Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara

    melakukan

    penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia

    mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk

    mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk

    pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat,

    skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.7a. Edukasi

    Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat

    penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit

    yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya

    yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula

    pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif

    dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit

    diturunkan dan cara pencegahannya.7

    Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar

    10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan

    pelatihan tenaga kesehatan.15

    b. Skrining Karier

    Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat yang

    memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif)

    dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara

    dramatis.3

    Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada

    suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk

    mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikan kemungkinan

    mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    25/92

    9

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    26/92

    menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan - dan o thalassemia, serta Hb S,

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    27/92

    C, D, E.15

    Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga

    berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah

    dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum

    memiliki anak.

    Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah

    keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang

    teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat

    dilakukan. Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi

    perkawinan antar kerabat dekat.15

    Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia International

    Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 1 sebagai berikut :

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Gambar 1. Algoritma skrining thalassemia

    16

    10

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    28/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    29/92

    Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan

    kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutasi

    spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia

    hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat

    digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat

    defisiensi besi harus disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau

    kadar besi serum, dengan total iron-binding capacity.3

    c. Konseling genetika

    Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier

    dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan

    harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier

    dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu

    atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat

    informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus

    diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur obstetri yang

    mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus

    tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian informasi

    pada pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika

    pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang

    tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda.

    Tanggung jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan

    komprehensif yang memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin

    mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.15

    d. Diagnosis Pranatal

    Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada

    wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut

    teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada

    janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program

    ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang tergantung transfusi dan sindroma Hb

    Barts hydrops.1

    Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.1,3 Metode yang

    digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel

    janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling).

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    30/92

    11

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    31/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    32/92

    Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan sampel

    dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini,3 yaitu pada usia gestasi 9 minggu.1

    Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada

    usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh prosedur pengambilan

    sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan USG kualitas tinggi.Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli.15

    Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion, umumnya efektif

    dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin

    yang baru lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah,

    namun mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.

    Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated

    red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu.3 DNA janin dianalisis dengan

    metode polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis dilakukan dengan

    Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction fragmen length

    polymorphism (RFLP) analysis. Seiring dengan munculnya trauma akibat terminasi kehamilan

    pada ibu hamil dengan janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor, saat ini sedang

    dikembangkan diagnosis pranatal untuk thalassemia sebelum terjadinya implantasi janin

    dengan polar body analysis.1

    Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi. Pada

    umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan standar prosedur

    yang sesuai, kedua metode ini, baik operatif maupun medisinalis, mempunyai efektivitas yang

    baik dalam pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi kebidanan seringkali

    mendasarkan pilihan metode pada usia kehamilan. Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu,

    metode standar pengakhiran kehamilan adalah suction method . Setelah 14 minggu, aborsi

    dilakukan dengan induksi prostaglandin.15 Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah

    kombinasi antara medisinalis dan cara operatif.

    E. Hasil Pengkajian

    1. Teknik dan Metode Skrining

    a. Skrining Karier

    1) Pemeriksaan nilai eritrosit rerata (NER)

    Hasil skrining terhadap 795 orang menunjukkan bahwa pengidap thalassemia ,

    thalassemia dan Hb lepore semuanya menunjukkan nilai MCV < 76 fL, dan MCH < 25 pg,

    yang mengindikasikan bahwa kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk uji saring awal

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    33/92

    12

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    34/92

    thalassemia.17,18 Pada skrining massal terhadap 289.763 pelajar yang dilakukan Silvestroni

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    35/92

    dan

    Bianco (1983) menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi darah tepi dan

    uji fragilitas osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan indeks eritrosit

    dan analisis hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non- sampai 99,65%.19

    Penelitian Maheswari (1999) terhadap 1.286 wanita yang melakukan pemeriksaan

    antenatal menyatakan bahwa angka sensitivitas dan spesivisitas dari nilai MCV dan MCH

    dalam identifikasi karier thalassemia berturut-turut adalah 98 % dan 92%. MCV dan MCH harus

    dipakai bersamaan karena bila hanya salah satu yang digunakan hasil sensitivitas dan

    spesifisitasnya rendah.20 Demikian juga penelitian Rathod dkk (2007) menunjukkan

    penggunaan MCV dan MCH dengan cell counter dapat digunakan dalam deteksi karier

    thalassemia.21

    Galanello dkk (1979) menganjurkan nilai MCV < 79 fL dan MCH < 27 pg sebagai nilai

    ambang (cut-off) untuk uji saring awal thalassemia (lihat tabel 1).22Tabel 1. Nilai MCV dan MCH pada uji saring awal thalassemia

    22

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Sementara penelitian Rogers dkk (1995) menyebutkan nilai cut off untuk skrining

    antenatal thalassemia pada wanita hamil adalah MCH < 27 pg dan MCV < 85 fl, dimana nilai

    MCH lebih superior daripada MCV.23

    2) Elektroforesis Hemoglobin

    Peningkatan kadar HbA2 merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis karier

    thalassemia.20 Subyek skrining yang positif dalam skrining awal dengan nilai eritrosit rerata

    dikonfirmasi dengan penilaian kadar HbA2. Beberapa metode dapat digunakan, seperti

    kromatografi mikrokolum (microcolum chromatography), High-Performance Liquid

    Chromatography (HPLC) dan capillary iso-electrofocusing.20,24,25 Diagnosis ditegakkan bila

    kadar HbA2 > 3,5%.20

    13

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    36/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    37/92

    3) Analisis DNA

    Saxena dkk (1998) melaporkan hasil analisis mutasi DNA dengan menggunakan

    metode Amplification Refractory Mutation System (ARMS) pada diagnosis pranatal terhadap

    415 kehamilan. Hasilnya menunjukkan bahwa ARMS dapat mengkonfirmasi diagnosis pada

    98,3% kasus. Pemeriksaan ini relatif murah dan dapat digunakan untuk diagnosis pranatal.17

    b. Diagnosis Pranatal

    Sumber sampel DNA diambil dengan beberapa cara yaitu dengan metode

    amniosentesis pada usia gestasi setelah 15 minggu atau dengan pengambilan biopsi vili

    khorialis (chorionic villus samples/ CVS) pada usia gestasi setelah 10-12 minggu.20 Saat ini,

    biopsi vili khorialis masih merupakan satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk

    pengambilan sampel analisis DNA pada trimester pertama kehamilan.16, 20 Penelitian Rosatelli

    dkk pada populasi di Italia menunjukkan, diseksi yang hati-hati dan pemisahan jaringan desidua

    ibu dengan bantuan mikroskop fase kontras memperlihatkan tidak ada misdiagnosis untukthalassemia dengan metode pengambilan sampel biopsi vili khorialis ini.26 Penelitian Jackson

    dkk (1992) yang membandingkan metode transervikal dan transabdominal dalam biopsi vili

    khorialis pada 3.999 wanita hamil usia gestasi 7 sampai 12 minggu menunjukkan bahwa kedua

    cara memiliki tingkat keamanan yang sama untuk diagnosis prenatal pada trimester pertama

    kehamilan.18 Sementara penelitian Lau dkk di Cina yang melakukan biopsi vili khorialis

    terhadap

    1.355 kehamilan melaporkan bahwa bila dilakukan oleh tenaga ahli, biopsi vili khorialis

    transabdominal adalah prosedur invasif yang aman dan akurat. 27The Cochrane Library melakukan kajian sistematik terhadap 16 studi RCT

    menyimpulkan bahwa amniosentesis dini pada usia gestasi 9 14 minggu (early

    amniocentesis) bukan merupakan pilihan yang aman dibandingkan amniosentesis pada

    trimester kedua (usia gestasi 17 minggu) sebab meningkatkan keguguran (7.6% vs 5.9% RR

    1.29 95% IK 1.03 - 1.61) dan terdapat insidens talipes yang lebih tinggi dibandingkan CVS (RR

    4.61 95% IK 1.82 - 11.66). Tabor (1986) melakukan studi terhadap 4.606 wanita pada populasi

    risiko rendah mendapatkan bahwa amniosentesis pada trimester kedua meningkatkan

    keguguran spontan sebesar 2.1%, sementara tanpa intervensi persentase keguguran sebesar

    1.3%.28

    Kelemahan utama dari amniosentesis trimester kedua adalah bahwa hasil akhir

    biasanya hanya dapat diketahui setelah usia gestasi 17 minggu. Lamanya masa tunggu untuk

    mendapatkan diagnosis merupakan hal yang sangat berat bagi pasangan, terutama karena

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    38/92

    kebanyakan dokter kandungan enggan untuk menawarkan terminasi bedah pada usia

    14

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    39/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    40/92

    kehamilan lanjut. Pilihan untuk diagnosis pada usia gestasi sebelum 17 minggu yaitu CVS dan

    amniosentesis dini.28

    Rueangchainkhom W, et al (2008) menemukan bahwa CVS dapat menjadi alternatif

    untuk diagnosis pranatal dari berbagai kelainan sitogenetik dan skrining thalassemia di

    Thailand. Meskipun tingkat kegagalan kultur jaringan dan kontaminasi oleh sel ibu lebih besar

    daripada amniosentesis, namun CVS dapat dikerjakan lebih awal daripada amniosentesis dan

    hal ini menguntungkan untuk deteksi kelainan genetik tertentu. Transabdominal CVS yang

    dikerjakan oleh tenaga medis berpengalaman merupakan prosedur alternatif untuk diagnosis

    pranatal thalassemia pada usia gestasi awal.29

    2. Strategi Skrining Thalassemia

    Program pengendalian hemoglobinopati yang didasarkan pada rekomendasi WHO telah

    dilakukan di negara-negara di 6 wilayah kerja WHO dan menunjukkan keberhasilan. Beberapa

    negara telah sukses menekan angka kelahiran bayi thalassemia mayor, seperti di Cyprus dan

    Italia.12 Sementara di kelompok negara berkembang, program pencegahan di Iran demikian

    pula di Thailand dapat dijadikan model.14,16,30,31,32

    Pengalaman Cyprus (data demografi 1984 : populasi 653.400 jiwa, angka kelahiran bayi

    20,70/

    00,

    GNP US $3.339, dan angka bebas buta huruf 93,1%), dimana 1 dari 7 penduduknya

    adalah karier thalassemia dan 1 dari 158 bayi baru lahir diperkirakan adalah thalassemia

    homozigot, program pengendalian thalassemia dapat menekan angka kelahiran bayi denganthalassemia mayor hingga tinggal 2 kasus pada tahun 1984.8 Program ini dimasukkan dalam

    program pembangunan 5-tahunan pemerintah setempat sejak tahun 1969. Program

    pengendalian thalassemia meliputi kampanye edukasi masyarakat, skrining populasi, konseling

    genetik dan diagnosis pranatal (lihat tabel 2). Pasangan yang sebelumnya telah memiliki anak

    dengan thalassemia mayor dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi, sementara pasangan

    karier yang berisiko memiliki anak dengan thalassemia mayor cenderung untuk tidak memiliki

    anak atau melakukan aborsi.8

    15

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    41/92

    Tabel 2. Tahapan program pengendalian thalassemia di Cyprus

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    42/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    8

    Di Cyprus, edukasi masyarakat dilakukan melalui media massa, sekolah dan lembaga

    swadaya masyarakat. Pelajaran tentang thalassemia diajarkan di sekolah dan Departemen

    Pendidikan memasukkannya dalam kurikulum sekolah menengah. Pihak Gereja berpartisipasi

    dengan mensyaratkan adanya sertifikat pranikah yang menandai bahwa pasangan yang akan

    menikah telah melakukan skrining dan telah mendapat cukup informasi tentang thalassemia.8

    Partisipasi masyarakat telah menjadi bagian yang integral dalam program ini. Organisasi

    perkumpulan pasien dan orangtua pasien dibentuk dan berperan serta dalam implementasi

    program, pengumpulan dana, membantu promosi dan edukasi diantaranya dengan

    menyelenggarakan pekan thalassemia, serta saling memberi dukungan moral diantara

    keluarga pasien.8

    Di negara berkembang dengan sumber daya yang terbatas, salah satu kunci

    keberhasilan program pencegahan thalassemia adalah pelaksanaan program yang melibatkan

    sarana pelayanan primer untuk skrining dan konseling dengan pendekatan holistik melalui

    edukasi masyarakat, surveilans, dan perkembangan bentuk layanan untuk mengakomodasi

    kebutuhan populasi yang berisiko thalassemia dengan memperhatikan nilai sosio-etiko-legal

    setempat seperti yang dilakukan di Iran.33 Sejak tahun 1991, pencegahan penyakit tidak

    menular telah dimasukkan dalam program kesehatan primer, dan departemen pengendalian

    penyakit tidak menulartermasuk penyakit genetiktelah dibentuk di bawah Kementrian

    Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran.34 Lima tahun sejak program pencegahan dicanangkan

    tahun 1996, skrining yang disertai dengan konseling genetik telah dilakukan atas 2,7 juta

    pasangan dan mampu menjaring lebih dari 10.000 pasangan yang berisiko memiliki anak

    dengan thalassemia mayor. Pelaksanaan program ini mampu menurunkan kelahiran bayi

    dengan thalassemia mayor.32

    16

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    43/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    44/92

    Dengan jumlah pasien thalassemia mayor sekitar 20.000 orang, 3,75 juta karier,35 dan

    frekuensi karier yang bervariasi di berbagai wilayah (dapat mencapai 10% di beberapa

    provinsi), pemerintah Iran mewajibkan skrining thalassemia dalam pemeriksaan kesehatan

    pranikah (premarital blood test). Skrining dan konseling dilakukan di layanan kesehatan primer

    yang menyediakan layanan diagnostik genetik, konseling genetik dan surveilans. Tim konseling

    genetik di layanan primer terdiri dari dokter dan tenaga kesehatan tersedia di tiap kota. Sarana

    laboratorium milik swasta dan pemerintah diperlengkap untuk dapat mendeteksi dini

    thalassemia dengan protokol standar dan akreditasi nasional. Edukasi pada masyarakat

    dilakukan melalui pemberian informasi tentang thalassemia di sekolah menengah dan instansi

    militer.16,35

    Di Iran, tiap pasangan yang akan menikah harus menjalani skrining pranikah di

    laboratorium setempat. Nilai eritrosit rerata (NER) calon mempelai pria diperiksa terlebih

    dahulu, bila hasilnya mencurigakan, barulah calon mempelai wanita diperiksa. Bila keduanya

    mencurigakan, dilakukan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin, dan bila positif karier maka

    dilakukan konseling genetik. Setelah mendapatkan konseling genetik, pasangan diberikan

    kebebasan untuk menentukan pilihan. Bila pasangan yang berisiko memilih untuk melanjutkan

    pernikahan, diagnosis pranatal menjadi opsi yang dapat dipilih selanjutnya sebelum memiliki

    anak. Apabila hasil konsepsi terdiagnosis thalassemia mayor, maka aborsi terapeutik boleh

    dilakukan sebelum usia janin 16 minggu.16,35 Algoritma skrining thalassemia yang dikerjakan

    di Iran dapat dilihat pada gambar 2.35

    17

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    45/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    46/92

    Gambar 2. Algoritma skrining thalassemia di Iran

    35

    Hasil dari program skrining meningkatkan deteksi prevalens pasangan karier dari

    3,0/1.000 menjadi 4,5/1.000 dan sampai tahun 2000, angka kelahiran bayi dengan thalassemia

    mayor telah turun sampai 30%.32 Dengan menerapkan program skrining, prevalensi kelahiranbayi dengan thalassemia homozigot menurun dari 0,253 untuk setiap 100 kelahiran di tahun

    1.995 menjadi 0,082 untuk setiap 100 kelahiran pada tahun 2004.35

    Di Thailand, dengan hampir 40% populasi potensial mengalami mutasi dan kelainan

    hemoglobin, program pencegahan thalassemia ditujukan untuk mengendalikan 3 kasus utama

    thalassemia berat yaitu Hb Barts hydrops fetalis, thalassemia mayor dan thalassemia -HbE,

    dengan melakukan skrining karier, menawarkan diagnosis pranatal pada janin yang berisiko

    dan memberikan pilihan aborsi terapeutik bagi janin yang terdiagnosis thalassemia mayor.36

    18

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    47/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    48/92

    Program pencegahan dan pengendalian thalassemia telah dicanangkan oleh Kementrian

    Kesehatan Masyarakat bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan Thalassemia

    Foundation. Kementrian Kesehatan Masyarakat telah membuat beberapa standar laboratorium,

    sesuai dengan tingkat layanan kesehatan sebagai berikut :

    Tingkat RS Komunitas : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, dan

    dichlorophenol indophenols (DCIP) precipitation test (untuk skrining Hb E dan

    unstable Hb)

    Tingkat RS Provinsi : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, DCIP

    precipitation test, dan Hb typing dengan elektroforesis

    Tingkat RS Regional : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, DCIP

    precipitation test, dan Hb typing dengan elektroforesis otomatis atau HPLC

    a. Target populasiTarget populasi yang akan di skrining :

    1) Anggota keluarga dari pasien thalassemia mayor, thalassemia intermedia, dan karier

    thalassemia (skrining retrospektif).

    Penelitian Ahmed dkk (Pakistan, 2002) melibatkan 15 keluarga besar (extended family)

    dengan total 988 orang, dimana 10 keluarga (591 orang) memiliki riwayat anggota keluarga

    dengan thalassemia dan kelainan hemoglobin, sementara 5 keluarga (397 orang, sebagai

    kontrol) tidak memiliki riwayat thalassemia. Dilaporkan bahwa 31% dari anggota keluarga

    yang diskrining pada kelompok studi ternyata terbukti karier thalassemia dan kelainan

    hemoglobin lainnya dan 8% dari 214 pasangan suami istri kelompok ini merupakan karier

    ganda (kedua suami-istri karier). Skrining retrospektif ini terutama akan bermakna pada

    populasi yang biasa melakukan pernikahan dengan orang yang memiliki pertalian darah

    (consanguineous marriage).34

    2) Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal).

    Penelitian Ridolfi dkk (Turki, 2002) terhadap skrining thalassemia pada 504 ibu hamil

    dengan usia gestasi kurang dari 14 minggu berhasil menjaring 10 orang ibu hamil sebagai

    karier thalassemia . Setelah dilakukan skrining yang sama terhadap suami dari ibu hamil

    tersebut kemudian ditemukan bahwa 1 orang karier, dan janin dari pasangan tersebut

    terdiagnosis thalassemia mayor.37

    3) Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi).

    4) Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital).

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    49/92

    5) Skrining massal untuk identifikasi karier.

    19

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    50/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    51/92

    b. Analisis Biaya

    Angastiniotis dkk (1984) melaporkan biaya pencegahan thalassemia di Cyprus selama

    tahun 1984 yang melibatkan skrining terhadap 14.430 orang, dan 183 kasus diagnosis pranatal

    berjumlah kira-kira sebesar US $ 66.000. Sementara total biaya yang dibutuhkan untuk terapi

    pasien thalassemia mayor pada tahun yang sama adalah US $ 420.300.8

    Penelitian Ginsberg dkk (1998) di Israel menyebutkan bahwa biaya yang dibutuhkan

    untuk terapi pasien thalassemia mayor selama hidupnya (asumsi usia harapan hidup 30 tahun)

    adalah sebesar US $ 284.154 /orang. Biaya tersebut terdiri dari biaya transfusi (33,1%), biaya

    terapi kelasi besi (22,1%), dan sisanya (44,8%) adalah biaya untuk perawatan di rumah sakit,

    biaya rawat jalan, biaya operasi, biaya laboratorium, biaya jasa konsultasi dan biaya lainnya

    yang diperlukan, sesuai dengan standar prosedur dari rumah sakit setempat (Sharai Zedek

    Medical Center dan Hadassah-Ein Kerem Universitas Hospital, Yerusalem). Sementara itu

    program skrining nasional diperkirakan sebesar US$ 900.197 dan diharapkan dapat mencegah

    kelahiran bayi thalassemia mayor sebanyak 13,4 orang, atau sekitar $ 67.369/kelahiran. Rasio

    biaya yang dibutuhkan antara pengobatan dan pencegahan adalah 4.22:1, dimana pencegahan

    thalassemia lebih cost-effective dibanding pengobatan.9

    3. Implikasi Skrining Thalassemia terhadap Psiko-Sosial, Etiko-Legal dan Agama

    a. Implikasi Psiko-Sosial

    Implikasi skrining thalassemia terhadap kondisi psikososial dapat berakibat negatif bila

    tidak disertai edukasi yang baik. Karenanya edukasi masyarakat merupakan langkah awaldalam program pencegahan thalassemia.8 Tanpa diawali edukasi masyarakat yang optimal,

    skrining thalassemia akan menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan

    stigmatisasi terhadap karier atau pasien dan berlanjut pada adanya diskriminasi dalam

    mendapat pekerjaan serta asuransi kesehatan, seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat

    dengan mewajibkan skrining terhadap penyakit sickle cell.16

    Konseling pada individu/pasangan yang mengidap thalassemia (karier, intermedia

    atau mayor) sangat penting karena adanya implikasi moral dan psikologi ketika pasangan

    karier dihadapkan pada beberapa opsi reproduksi. Pilihan yang tersedia tidak mudah, danmungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda.11 Tanggung jawab utama

    seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif sehingga

    memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani

    sesuai kondisi masing-masing seperti tabel 3 berikut ini :

    20

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    52/92

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    53/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    54/92

    Tabel 3 Beberapa pilihan bagi karier

    16

    Saat diketahui karier Pilihan yang mungkin diambil

    Sebelum menikah (jarang terjadi)

    21 1. Tidak menikah (jarang

    dipilih) 2. Menghindari pernikahan dengan pasangan yang karier (sangat jarang) 3. Memilih pasangan seperti biasa

    (paling sering dipilih)

    Sesudah menikah (lebih sering terjadi)

    4. Memutuskan untuk tidak mempunyai anak (sering dipilih pada kasus berat

    dimana diagnosis pranatal mustahil dilakukan) 5. Mengambil risiko tetap memiliki anak (paling sering dipilih) 6.

    Melakukan diagnosis pranatal (paling sering dipilih) 7. Melakukan inseminasi buatan dengan bantuan donor (AID :

    Artificial

    Insemination by Donor sangat jarang dipilih) atau bentuk prosedur reproduksi bantuan lainnya. 8. Memilih berpisah

    dan mengganti pasangan (sangat jarang dipilih)

    Sesudah kelahiran anak dengan thalassemia

    Sama dengan pilihan 1-8 diatas, disertai dengan kondisi : 9. Menerima keadaan dan merawat anak dengan

    thalassemia (sering terjadi) 10. Menerima keadaan anak namun menolak penatalaksanaan selanjutnya

    (kadang terjadi) 11. Menolak keadaan anak (dapat terjadi)

    b. Implikasi terhadap Jasa Asuransi

    Di Iran, pemerintah membiayai perencanaan program, edukasi, konseling dan

    surveilans. Sementara biaya skrining (sekitar $5), ditanggung oleh pasangan yang akan

    menikah. Asuransi kesehatan milik pemerintah menanggung biaya pemeriksaan DNA dan

    diagnosis pranatal. Sekitar 90% populasi memiliki asuransi dan yang tidak memiliki asuransi

    dibantu oleh pemerintah. Swadana untuk skrining dimungkinkan karena pasangan yang akan

    menikah menginginkan keluarga yang sehat dan telah dipersiapkan untuk berbagai pendanaan

    terkait pernikahan, sementara pihak asuransi bersedia menanggung biaya pemeriksaan karena

    dengan begitu mereka dapat terbebas dari pembiayaan yang lebih besar.32

    c. Implikasi Etiko-Legal dan Agama

    Pengetahuan atas status karier bagi individu atau pasangan yang akan /telah menikah

    dan ingin mempunyai anak bisa jadi menjadi begitu penting. Lebih lanjut, informasi atas status

    karier seseorang /pasangan ini memungkinkan tenaga kesehatan /ahli hematologi untuk

    menginformasikan beberapa opsi reproduksi seperti menjalani diagnosis pranatal, mengakhiri

    kehamilan pada janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor atau mungkin melakukan

    bayi tabung dengan kombinasi diagnosis genetik praimplantasi.38

    Masalah etiko-legal dan agama di beberapa negara terkait dengan program pencegahan

    thalassemia, terutama berhubungan dengan diagnosis pranatal dan tindak lanjutnya. Di

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    55/92

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    56/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    57/92

    Pakistan, tindakan diagnosis pranatal untuk skrining thalassemia pertama kali diperkenalkan

    pada bulan Mei 1994. Ulama setempat memfatwakan bahwa pengakhiran kehamilan pada janin

    yang terdiagnosis mengidap thalassemia mayor diizinkan sebelum usia 120 hari (usia gestasi

    17 minggu).39

    Pengalaman program pencegahan di Iran menunjukkan efektivitas program skrining

    yang didukung oleh penyesuaian kebijakan yang memerhatikan aspirasi populasi yang

    diskrining. Ketika skrining pasangan pranikah digulirkan pada tahun 1997, pengakhiran

    kehamilan dilarang, sehingga pasangan yang akan menikah hanya mempunyai pilihan yang

    terbatas yaitu tetap melanjutkan kehamilan, menunda pernikahan atau menunda memiliki anak,

    atau memutuskan hubungan /bercerai dan mencari pasangan lain. Hal tersebut menimbulkan

    dilema dan akhirnya mendorong adanya diskusi di kalangan ulama yang kemudian

    memfatwakan izin untuk melakukan pengakhiran kehamilan sebelum usia gestasi 15-16 minggu

    dihitung dari waktu haid terakhir, bila janin yang dikandung terdiagnosis mengidap thalassemia

    mayor.16,40

    F. Diskusi

    Informasi dasar tentang frekuensi dan heterogenitas gen thalassemia pada populasi

    target adalah persyaratan utama sebelum menentukan strategi, teknik dan metode skrining

    dalam mengidentifikasi karier. Selain itu, fasilitas teknis, infrastruktur dan ketersediaan biaya

    juga harus menjadi pertimbangan.18

    Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, berikut beberapa hal yang dapat diterapkan

    dalam program pencegahan thalassemia di Indonesia :

    1. Teknik dan Metode Skrining Thalassemia Homozigot dan -HbE

    a. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia

    Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan nilai MCV dan MCH yang diikuti

    dengan elektroforesis hemoglobin secara otomatis yang menghasilkan kadar HbA2, HbF dan

    Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik hipokrom disertai kadar feritin < 12,0

    g/dL atau saturasi transferin < 5% perlu diberikan terapi suplementasi besi. Bila pada

    pemeriksaan kadar hemoglobin setelah 2 minggu menunjukkan peningkatan, terapi besi

    diteruskan dan elektroforesis hemoglobin perlu diulang kembali setelah 3 bulan. Alur diagnostik

    skrining thalassemia dapat dilihat pada gambar 3.

    22

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    58/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    59/92

    NILAI ERITROSIT RERATA (NER) MCV < 80 fL, MCH < 27 pg

    Elektroforesis Hb Kadar Hb A2 Otomatik

    Hb varian Kadar Hb

    Normal

    Normal, ragu

    Hb A2 meningkat F

    atau

    Hb S, C, E D Punjab

    Ferritin O Arab Lepore dll

    Meningkat Normal Defisiensi besi

    Thal

    Interaksi

    Thal

    Koreksi defisiensi besi HPFHHb varian

    homozigot dengan Thal , HPFH

    Thal trait

    Thal trait

    DNA

    Hb A2 normal thal

    Gambar 3. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia

    41

    Bila menggunakan alat elektroforesis otomatis, diagnosis dapat ditegakkan langsung

    tanpa memeriksa nilai MCV dan MCH atau melalui pemeriksaan kedua parameter tersebut

    seperti terlihat pada alur di bawah ini (gambar 4).

    23

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    60/92

    2

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    61/92

    b. Teknik dan metode skrining laboratorium thalassemia homozigot dan -HbE

    Mengingat ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya di Indonesia, maka teknik

    dan metode skrining yang dapat diaplikasikan di Indonesia adalah sebagai berikut :

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Gambar 4. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia

    24

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    62/92

    Tabel 4 Teknik dan metode skrining laboratorium thalassemia homozigot dan -HbE di Indonesia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    63/92

    Level skrining

    Tujuan Pemeriksaan

    Jenis/ Teknik Pemeriksaan

    Alat SDM Terkait Supervisor/

    Quality

    Control Level I (RS Kabupa- ten/Kota)

    Level II (RS Provinsi/ RS pendidikan/ Laboratorium swasta yang memadai)

    Spesialis Obsgin

    Level III (RS Rujukan Nasional)

    Lembaga Eijkman, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Makassar, Bandung

    Level IV (Laboratorium Rujukan Nasional)

    Analisis DNA (common mutation)

    Analisis DNA (uncommon mutation)

    Diagnosis pranatal

    Skrining thalassemia

    Skrining thalassemia

    Skrining thalassemia

    Skrining anemia mikrositik hipokromik

    Skrining anemia mikrositik hipokromik

    Skrining anemia mikrositik hipokromik

    Skrining anemia mikrositik hipokromik

    Analisis DNA

    Feritin

    Hb typing

    Hematologi Lengkap

    Hematologi Lengkap

    Hematologi Lengkap

    Hematologi Lengkap (Hb, MCV, MCH, MCHC, RDW,morfologi darah tepi)

    Feritin

    Feritin

    Analisis DNA

    Hb typing

    Hb typing

    Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn)

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn) ELISA Elektroforesis otomatis Electronic blood cell counter

    (Sysmex, Cell Dyn) ELISA Elektroforesis otomatis

    Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn) ELISA Elektroforesis otomatis

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    64/92

    25

    Ahli Genetika

    Analis kesehatan

    Spesialis Anak

    Spesialis ObsginSpesialis Penyakit Dalam

    Spesialis Patologi Klinik

    Spesialis Anak

    Spesialis Penya- kit Dalam

    Spesialis Patologi Klinik

    Spesialis Anak

    Spesialis Penya- kit Dalam

    Spesialis Obgin yg telah mendapat pelatihan dan sertifikat kompetensi

    Ahli Genetika

    Lembaga Eijkman

    Sarana dan prasarana : Balai Besar Laboratorium Kesehatan

    Kompetensi SDM: Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik

    Lembaga Eijkman

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    65/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    66/92

    Gambar 5 Algoritma skrining thalassemia di Indonesia dengan sistem rujukan berdasarkan ketersediaan

    sarana dan prasarana

    26

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    67/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    68/92

    Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium thalassemia adalah nilai MCV kurang

    dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg.

    Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai

    thalassemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis

    thalassemia.

    Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg, dengan Hb rendah tanpa

    adanya tanda infeksi/radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia

    defisiensi besi.

    Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi

    zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL maka dianggap

    anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi.

    Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan, namun Hb tetap rendah, maka dilakukanpemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis untuk diagnosis thalassemia. Bila

    pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif, maka dilakukan

    analisis DNA.

    2. Kebijakan, Strategi, dan Pelaksanaan Program Pencegahan Thalassemia Homozigot

    dan Thalassemia -HbE di Indonesia

    a. Edukasi Masyarakat

    Edukasi masyarakat merupakan langkah awal dalam program pencegahan

    thalassemia.8 Tanpa diawali edukasi masyarakat yang optimal, skrining thalassemia akan

    menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan stigmatisasi terhadap karier atau

    pasien dan berlanjut pada adanya diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan serta asuransi

    kesehatan, seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat di mana skrining terhadap penyakit

    sickle cell diwajibkan oleh pemerintah.16

    Untuk jangka pendek, edukasi berupa konseling dan pemberian informasi pada populasi

    yang menjadi sasaran skrining. Sementara rencana jangka panjangnya, edukasi ditujukan untuk

    meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat terhadap penyakit

    thalassemia dengan memasukkan materi tentang thalassemia kedalam kurikulum pendidikan

    tingkat sekolah menengah, penyebaran informasi melalui media massa, jaringan internet,

    brosur dan pamflet, serta menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati hari thalassemia

    sedunia yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.

    b. Target populasi

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    69/92

    27

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    70/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    71/92

    Target populasi yang akan di skrining :

    a. Anggota keluarga dari pasien thalassemia mayor, thalassemia intermedia, dan karier

    thalassemia (skrining retrospektif).

    b. Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal).

    c. Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi).

    d. Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital).

    Pada kehamilan, skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali kunjungan.

    Jika ibu merupakan pengidap atau karier thalassemia, maka skrining kemudian dilanjutkan

    pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah janin normal maka skrining janin (pranatal

    diagnosis) tidak disarankan. Jika ayah janin merupakan pengidap atau karier thalassemia maka

    disarankan melakukan konseling genetik dan jika diperlukan skrining pada janin (pranatal

    diagnosis).42

    c. Konseling

    Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, dan langkah atau

    tindak lanjut hasil skrining. Konseling tersedia mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu

    setelah diagnosis thalassemia dapat ditegakkan.

    1) Informed Consent

    Informed consent berisi penjelasan tentang thalassemia, manfaat dan implikasi skrining

    serta tanda persetujuan dari calon yang akan dilakukan skrining.

    2) Konselor

    Konselor adalah orang yang sudah mendapatkan pelatihan serta mendapatkan sertifikat

    melakukan konseling, bisa dokter/tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kompetensi dirinya.

    d. Registrasi Nasional Thalassemia

    Hasil skrining tiap individu, berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah

    divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah Sakit

    Pendidikan setempat. Individu yang mengidap gen thalassemia kemudian dipantau

    perkembangan kesehatan, status marital dan reproduksinya.

    e. Tempat Pelaksanaan Program Pencegahan Thalassemia

    Pelaksanaan program pencegahan thalassemia dipilih berdasarkan beberapa hal

    sebagai berikut :

    a. Besarnya prevalensi kasus thalassemia mayor

    b. Ketersediaan sumber daya manusia dan alat

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    72/92

    28

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    73/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    74/92

    c. Pemantapan kualitas (quality control)

    d. Tempat-tempat yang telah menjadi pilot project penelitian thalassemia.

    3. Implikasi Skrining Thalassemia terhadap Psiko-Sosial, Ekonomi, Etiko-Legal dan

    Agama di Indonesia

    Skrining thalassemia memiliki berbagai implikasi terhadap psikososial, etiko-legal dan

    agama di Indonesia. Strategi dan kebijakan pencegahan yang dibuat harus memerhatikan

    berbagai aspek tersebut. Dalam hal ekonomi dan pembiayaan, berbagai studi menunjukkan

    bahwa skrining thalassemia lebih menguntungkan daripada tidak dilakukan skrining sama

    sekali.8,9,43 Biaya pemeriksaan skrining thalassemia sekitar 300-450 ribu rupiah/orang. Jumlah

    ini tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya penanganan satu orang pasien selama

    setahun. Jika penanganan seorang pasien sekitar 300 juta rupiah maka biaya tersebut setara

    dengan biaya pemeriksaan skrining thalassemia untuk sekitar 750 1,000 orang.

    Dalam implikasi hasil skrining thalassemia terhadap jasa asuransi, pengalaman di Iran

    menunjukkan bahwa pihak asuransi justru bersedia menanggung biaya skrining, karena dengan

    begitu mereka justru terhindar dari pembiayaan yang lebih besar.32 Informasi dan pemahaman

    yang baik dan benar tentang thalassemia pada pihak asuransi tentunya harus diberikan dalam

    program pencegahan ini, sehingga individu yang terdeteksi mengidap thalassemia (terutama

    karier thalassemia), tidak ditolak untuk memiliki jaminan asuransi.

    Dalam hal etiko-legal dan agama, masalah tindak lanjut hasil diagnosis pranatal janin

    yang terdiagnosis mengidap thalassemia mayor memerlukan diskusi yang intensif denganpakar hukum, pakar etik dan rohaniawan dari berbagai agama. Undang-Undang Kesehatan

    tahun 2009 pasal 75 memperbolehkan pengakhiran kehamilan (aborsi) berdasarkan indikasi

    kedaruratan medis yang terdeteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu

    dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan maupun yang

    tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.44

    Pengakhiran tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan

    pratindakan dan diakhiri dengan konseling pascatindakan yang dilakukan oleh konselor yang

    kompeten dan berwenang. Namun undang-undang mensyaratkan tindakan pengakhiran

    tersebut hanya boleh dilakukan pada usia kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid

    terakhir dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan

    serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri dengan seizin ibu hamil dan suami yang

    bersangkutan. Batas penentuan usia kehamilan kurang dari 6 minggu tentunya cukup

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    75/92

    menyulitkan karena diagnosis pranatal thalassemia baru bisa dilakukan setelah usia gestasi 10

    29

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    76/92

    minggu.15 Meskipun begitu, bila kehamilan dengan bayi thalassemia mayor dipertahankan,

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    77/92

    diagnosis pranatal bermanfaat bagi pasangan suami istri sebagai bahan pertimbangan pilihan

    reproduksi berikutnya.

    G. Rekomendasi Kajian HTA Pencegahan Thalassemia

    1. Program pencegahan thalassemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien

    thalassemia mayor dan thalassemia -HbE di Indonesia, karena dari sisi biaya,

    pencegahan thalassemia membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien

    thalassemia mayor dan thalassemia -HbE (Sementara dari sisi pasien, thalassemia akan

    menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal). (Rekomendasi B)

    2. Rekomendasi Teknik dan Metode Laboratorium Diagnosis Thalassemia dan thalassemia

    -HbE.

    a. Teknik dan metode diagnosis laboratorium

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Pemeriksaan MCV dan MCH digunakan untuk uji saring awal dengan nilai batas

    (cut-off) yang digunakan untuk uji saring awal adalah MCV < 80 fL dan MCH < 27

    pg. (Rekomendasi B)

    Pemeriksaan feritin digunakan untuk menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi besi

    yang memberikan hasil positif palsu pada diagnosis thalassemia. (Rekomendasi B)

    Pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis memberikan nilai diagnostik

    yang akurat dengan angka spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Skrining inisial

    terhadap kasus hemoglobinopati dengan alat high-performance liquid

    chromatography (HPLC) atau isoelectric focusing (IEF) menggunakan metode

    otomatis atau manual kuantitatif. Idealnya, sampel darah diperiksa dalam 72 jam

    setelah pengambilan untuk mencegah degradasi hemoglobin. Bila tidak ada metode

    otomatis, maka dapat digunakan metode manual kuantitatif antara lain mengukur

    kadar Hb A2 dengan mikrokolom kromatografi, Hb F dengan metode Betke

    denaturasi 2 menit, serta penentuan fraksi Hb varian dengan elektroforesis cara

    manual. (Rekomendasi B)

    Pemeriksaan analisis DNA digunakan untuk diagnosis pranatal, teknik pengambilan

    sampel janin yang paling aman dan efektif adalah metode chorionic villi sampling

    yang dilakukan antara usia gestasi 10-12 minggu dan mengkonfirmasi diagnosis

    thalassemia pada kasus-kasus yang belum konklusif dengan pemeriksaan

    hematologi lengkap dan Hb typing. (Rekomendasi B)

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    78/92

    30

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    79/92

    b. Teknik dan metode uji saring thalassemia dan thalassemia -HbE di Indonesia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    80/92

    disesuaikan dengan ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya manusia.

    (Rekomendasi C). Algoritma alur diagnosis laboratorium thalassemia terlampir.

    3. Rekomendasi Program Pencegahan Thalassemia Mayor dan Thalassemia -HbE dalam

    Hal Kebijakan, Strategi dan Pelaksanaannya

    a. Kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pencegahan thalassemia di Indonesia

    harus meliputi kegiatan edukasi, skrining, konseling, dan registrasi dengan

    memerhatikan faktor sosio-etiko-legal. (Rekomendasi C)

    b. Edukasi masyarakat

    Edukasi masyarakat adalah titik penting awal keberhasilan program pencegahan

    thalassemia dan thalassemia -HbE dan dilakukan dengan melibatkan berbagai

    komponen masyarakat. Untuk jangka pendek edukasi berupa konseling dan pemberian

    informasi pada populasi yang menjadi sasaran skrining. Untuk jangka panjang edukasiditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat

    terhadap thalassemia dengan memasukkan materi tentang thalassemia ke dalam

    kurikulum pendidikan di sekolah menengah, serta menggunakan berbagai sarana media

    penyebaran informasi. (Rekomendasi C)

    c. Target populasi skrining thalassemia dan thalassemia -HbE yang direkomendasikan

    adalah : (Rekomendasi C)

    Skrining pranikah dilakukan terhadap individu/pasangan yang akan menikah.

    d. Individu yang teridentifikasi thalassemia (karier/intermedia/mayor) selanjutnya dirujuk ke

    spesialis penyakit dalam (usia > 18 tahun), spesialis anak (usia 18 tahun), atau

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Skrining dilakukan terhadap anggota keluarga pengidap thalassemia dan

    thalassemia -HbE (retrospektif).

    Skrining pranatal dilakukan terhadap ibu hamil pada saat kunjungan pertama. Jika

    ibu hamil merupakan pengidap thalassemia atau -HbE atau thalassemia -HbE,

    maka skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin. Jika ayah janin bukan

    pengidap thalassemia atau thalassemia -HbE maka skrining janin (diagnosis

    pranatal) tidak perlu dilakukan. Jika ayah janin merupakan pengidap thalassemia

    maka disarankan melakukan konseling genetik dan dianjurkan untuk melakukan

    skrining janin (diagnosis pranatal).

    Skrining prakonsepsi dilakukan terhadap pasangan yang sudah menikah dan

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    81/92

    berencana mempunyai anak.

    31

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    82/92

    Konseling dilakukan oleh konselor yang sudah mendapatkan pelatihan serta

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    83/92

    sertifikat.(Rekomendasi C)

    f. Registrasi nasional

    Hasil skrining tiap individu, berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah

    divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah

    Sakit Pendidikan setempat. Registrasi nasional ini dapat digunakan untuk

    pengembangan program, pengelolaan, pendidikan, dan penelitian.(Rekomendasi C)

    g. Pemantapan kualitas

    Pemantapan kualitas (quality control) hematologi dilaksanakan melalui Program

    Nasional Pemantapan Kualitas Laboratorium Klinik bidang Hematologi (PNPKLK-H)

    DepKes RI dan Lembaga Eijkman untuk laboratorium diagnostik molekuler. Pemantapan

    kualitas ini dilaksanakan dengan kerjasama Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi

    Klinik (PDS-Patklin). (Rekomendasi C)h. Tempat pelaksanaan program skrining thalassemia

    Penentuan tempat berdasarkan tingkat prevalensi thalassemia atau -HbE mayor,

    ketersediaan sarana, pra sarana dan sumber daya manusia. (Rekomendasi C)

    4. Rekomendasi solusi implikasi psiko-sosial, ekonomi dan etiko-legal terhadap hasil skrining

    spesialis obstetri ginekologi (pada ibu hamil). (Rekomendasi C)

    e. Konseling

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

    Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, informed consent

    praskrining diperlukan untuk langkah atau tindak lanjut hasil skrining. (Rekomendasi

    C)

    Dalam konseling harus dijelaskan beberapa opsi yang dapat diambil oleh pengidap

    thalassemia untuk mencegah lahirnya bayi dengan thalassemia mayor yaitu :

    (Rekomendasi C)

    - Menikah dengan pasangan yang bukan karier

    - Bila suami/istri juga karier, dapat menghindari memiliki anak kandung dan

    melakukan adopsi

    - Bila pasangan suami/istri karier ingin memiliki anak, dapat melakukan diagnosis

    pranatal terhadap janin yang dikandung atau melakukan proses bayi tabung

    (diagnosis genetik pra implantasi)

    Konseling dilakukan mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu setelah

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    84/92

    diagnosis thalassemia dapat ditegakkan. (Rekomendasi C)

    32

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    85/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    86/92

    thalassemia dan thalassemia -HbE :

    a. Psiko-sosial :

    Untuk mencegah dampak psikologi atas hasil skrining yang positif yang tidak

    diharapkan, maka konsultasi sebelum dan sesudah skrining harus dilakukan.

    (Rekomendasi C)

    b. Ekonomi (termasuk asuransi) :

    Untuk menghindari kesulitan dalam memperoleh jaminan asuransi, harus ada sosialisasi

    yang baik dikalangan penyelenggara jasa asuransi bahwa individu karier thalassemia

    atau -HbE, mempunyai risiko yang sama dengan individu lain normal (bukan karier).

    (Rekomendasi C)

    c. Etiko-legal (termasuk agama) :

    Untuk legalitas pengakhiran kehamilan bila janin yang dikandung terdiagnosisthalassemia mayor, diperlukan diskusi yang intensif dengan pakar hukum, pakar etik

    dan rohaniawan dari berbagai agama dengan memperhatikan pengalaman berbagai

    negara di dunia. (Rekomendasi C)

    33

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    87/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    88/92

    DAFTAR PUSTAKA

    1

    Weatherall, DJ. The Thalassemias. Williams Hematology. 6

    th

    edition. Mc-Graw Hill, November 2000. 2Langlois S, Ford JC, Chitayat D. Carrier Screening for Thalassemia and Hemoglobinopathies in Canada. Joint

    SOGCCCMG Clinical Practice Guideline 2008 218: 950-959. 3

    Forget, BG. Thalassemia Syndromes in : Hoffman Hematology, basic principles and practice. 3

    rd

    edition. Churchill

    Livingstone 2000. 4

    World Health Organization/Thalassaemia International Federation. Prosiding dari: Joint meeting on the prevention

    and control of haemoglobinopathies. Nicosia-Cyprus: World Health Organization/Thalassaemia International

    Federation, 1994:20.

    5

    Weatherall DJ, Clegg JB. Inherited haemoglobin disorders: an increasing global health problem. Bull World Hlth Org.

    200179:704-12.

    6

    Sofro ASM. Molecular pathology of beta-thalassemia in Indonesia. South East Asian J Trop Med Public Health

    199526:221-2214.

    7

    Lanni F, Gani RA, Widuri, Rochdiyat W, Verawaty B, Sukmawati, dkk. -thalassemia and hemoglobin-E traits in

    Yogyakarta population. Dipresentasikan pada 11th International Conference on Thalassaemia and

    Haemoglobinophaties & 13rd International TIF Conference for Thalassaemia patients and parents. Singapore 8-11

    Oktober 2008.8

    Angastiniotis M, Kyriakidou S, Hadjiminas M. How thalassaemia was controlled in Cyprus. World Health Forum 1986,

    7: 291-297

    9

    Ginsberg G, Tulchinsky T, Filon D, Goldfarb A, Abramov L, Rachmilevitz EA. Cost-benefit analysis of a national

    thalassemia prevention programme in Israel. J Med Screen 19985: 120-126. 10

    Eleftheriou A. About Thalassemia. Thalassemia International Federation Publication (4). Nicosia-Cyprus 2003. 11

    Weatheral DJ and Clegg JB, 1981. The Thalassemia Syndromes (3th ed). Blackwell Scientific Publ. Oxford. 12

    Weatherall DJ.Fortnightly Review : Thalassemia. BMJ 1997 314:1675. 13

    Marengo-Rowe AJ, MD. He thalassemias and related disorders. Baylor University Medical Center. 200720:27-31

    14

    Clarke GM, Higgins TN. Laboratory Investigation of Hemoglobinopathies and Thalassemias: Review and Update.

    Clinical Chemistry 46:8(B) 12841290 (2000) 15

    WHO. Guidelines for the control of haemoglobin disorder. Geneva 1994. 16

    Renzo Galanello (co-ordinating editor). Prevention of Thalassaemias and other haemoglobin disorders. Nicosia:

    Thalassemia International Federation 2003. 17

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    89/92

    Health Technology Assessment Unit Ministry of Health Malaysia. Maternal Screening for Foetal Abnormality.2003.

    18

    Jackson LG, Zachary JM, Fowler SE, Desnick RJ, Golbus MS, Ledbetter DH, Mahoney MJ, Pergament E, Simpson

    JL, Black S, et al. A randomized comparison of transcervical and transabdominal chorionic-villus sampling. The U.S.

    National Institute of Child Health and Human Development Chorionic-Villus Sampling and Amniocentesis Study

    Group. N Engl J Med. 1992 Aug 27327(9):636-8. 19

    Silvestroni E., Bianco I et al. A highly cost effective method of mass screening for Thalassemia. Br Med J (Clin Res

    Ed) 1983 Mar 26286(6370):1007-9. 20

    Maheshwari M, Menon PSN. et al. Carrier screening and pre-natal diagnosis of beta-Thalassemia. Indian Pediatrics

    199936: 1119-1125 21

    Rathod DA, Kaur A, Patel V, Patel K, Kabrawala R,Viral Patel,et al. Usefulness of Cell CounterBased Parameters

    and Formulas in Detection of -Thalassemia Trait in Areas of High Prevalence. Am J Clin Pathol 2007128:585-589

    22

    Galanello R, Melis MA, Ruggeri R, Addis M, Scalas MT, Maccioni L, Furbetta M, Angius A, Tuveri T, Cao A. Beta 0

    thalassemia trait in Sardinia. Hemoglobin. 1979 3: 3346. 23

    Rogers M, Phelan L, Bain L. Screening criteria for thalassaemia trait in pregnant women. J Clin Pathol

    199548:1054-1056. 24

    Giordano PC. Carrier diagnostics and prevention of hemoglobinopathies using High-Performance Liquid

    Chromatography. 1

    st

    ed. USA : Bio-Rad Laboratories 2006.

    34

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    90/92

    HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    91/92

    25

    Giordano PC. Carrier diagnostics and prevention of hemoglobinopathies using capillary electrophoresis. 1

    st

    ed.

    France : Laboratories Sebia 2007. 26

    Rosatelli M.C., Tuveri T., Scalas M.T., et al: "Molecular screening and foetal diagnosis of thalassaemia in the

    Italian population". Human Genetics 1992, 89:585-9 27

    Lau KT, Leung YT, Fung YT, Chan LW, Sahota DS, Leung NT. Outcome of 1,355 consecutive transabdominal

    chorionic villus samplings in 1,351 patients. Chin Med J (Engl). 2005 Oct 20118(20):1675-81. 28

    Alfirevic Z, Mujezinovic F, Sundberg K. Amniocentesis and chorionic villus sampling for prenatal diagnosis (Review).

    Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 3. Art. No.: CD003252. DOI: 10.1002/14651858.CD003252.

    29

    Rueangchainikhom W, Sarapak S and Orungrote N. Chorionic Villus Sampling for Early Prenatal Diagnosis at

    Bhumibol Adulyadej Hospital. J Med Asoc Thai 2008 91 (1): 1-6. 30

    Issaragrisil S, Siritanaratkul N, Fucharoen S. Diagnosis and management of thalassemia : Thailand as a model. In :

    Major hematologic disease in the developing worldNew aspect of diagnosis and management of thalassemia,malaria, anemia and acute leukemia. Hematology 2001. p.483-488 31

    Arnold C, Allison S. Darr A. Lesson from thalassemia screening in Iran. BMJ 2004:329 : 1115-1117 32

    Samavat A, Modell B. Iranian national thalassaemia screening programme. BMJ 2004:329 : 1134-1137 33

    Christianson A, Streetly A, Darr A. Lessons from thalassaemia screening in Iran Screening programmes must

    consider societal values. BMJ 2004329:11157. 34

    Ahmed S , Saleem M, Modell B, Petrou M. Screening extended families for genetic hemoglobin disorders in

    pakistan. N Engl J Med Oktober 2002 347(15):1162-1168. 35

    Karimi M, Jamalian N, Yarmohammadi H, Askarnejad A, Afrasiabi A, Hashemi A. Premarital screening for b-

    thalassaemia in Southern Iran: options for improving the programme. J Med Screen 200714:6266. 36

    Ratanasiri T, Charoenthong R, Komwilaisak Y, Fucharoen S, Wongkham J, et al. Prenatal Prevention for SevereThalassemia Disease at Srinagarind Hospital. J Med Assoc Thai 2006 89 (Suppl 4): S87-93. 37

    Ridolfi F, Ermis H, Has R, Kokrek A, Gedikoglu G. Prevention of homozygous beta thalassemia by carrier screening

    in pregnancy. Haema 20025(3): 242-245. 38

    Wagner, JE. Practical and Ethical Issues with Genetic Screening. Hematology 2005498-502. 39

    Ahmed S, Saleem M, Sultana N, Raashid Y, Waqar A, Anwar M, Modell B, Karamat KA, Petrou M. Pranatal

    diagnosis of beta-thalassaemia in Pakistan: experience in a Muslim country. Prenat Diagn. 2000 May20(5):378- 383.

    40

    Haddow, JE. Couple screening to avoid thalassemia: successful in Iran and instructive for us all. J Med Screen

    200512:5556. 41

    Lafferty JD, Crowther MA, Ali MA, Levine M. The evaluation of various mathematical RBC indices and their efficacy indiscriminating between thalassemic and non-thalassemic microcytosis. Am J Clin Pathol. 1996 Aug106(2):201-5. 42

    Rogers M, Phelan L, Bain B. Screening criteria for thalassemia trait in pregnant women. J Clin Pathol 1995

    48:1054-1056. 43

    Zeuner D, Ades AE, Karnon J, Brown J, Dezateux C, Anionwu AE. Antenatal and neonatal haemoglobinopathy

    screening in the UK: review and economic analysis. Health Technol Assess 19993(11). 44

    Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009. Pasal 75-76.

  • 7/25/2019 1.PencegahanThalassemia.pdf.pdf

    92/92

    35