1979-1208-2011-184(1)

download 1979-1208-2011-184(1)

of 11

Transcript of 1979-1208-2011-184(1)

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    1/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 184

    SISTEM KOPLING PLTN TIPEHTGR

    DENGAN INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN

    Erlan Dewita, Dedy Priambodo, Siti AlimahPusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN

    Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710

    E-mail :[email protected]

    ABSTRAKSISTEM KOPLING PLTN TIPE HTGR DENGAN INSTALASI PRODUKSI HIDROGEN.

    Dalam rangka mengatasi defisit listrik di propinsi Kaltim serta untuk mengatasi menipisnya

    cadangan minyak bumi, maka beberapa cara telah dilakukan, seperti : mengganti minyak bumi

    dengan batubara cair, dan energi terbarukan lainnya seperti hidrogen. Di antara teknologi produksi

    hidrogen, steam reforming merupakan teknologi yang telah komersial. Dewasa ini, panas tinggi yang

    diperlukan dalam proses produksi hidrogen dipasok dari pembakaran bahan bakar fosil yangberdampak lingkungan karena melepaskan gas-gas yang seperti : CO2, SO2 dan NOx. Karena itu,

    introduksi PLTN tipe HTGR dengan skala kecil, menengah, dan ramah lingkungan dipertimbangkan

    kelayakannya untuk dibangun dalam mengatasi masalah tersebut. Reaktor tipe HTGR dengan

    keluaran suhu pendingin 900~10000C merupakan tipe PLTN potensial yang digunakan untuk tujuan

    kogenerasi yaitu untuk pembangkit listrik, dan sumber panas untuk aplikasi non-listrik, seperti :

    produksi hidrogen, sehingga dihasilkan listrik dan gas hidrogen secara simultan. Hasil studi

    menunjukkan bahwa untuk sistem kopling HTGR dan instalasi produksi hidrogen dibutuhkan sistem

    penukar panas intermediate, ACS (Auxiliary Cooling System), sistem kendali volume dan kemurnian

    helium, beberapa sistem pendingin dan kompresor, kontrol suhu dan tekanan, kontrol aliran helium

    dan persyaratan keselamatan tambahan untuk produksi hidrogen dengan panas nuklir.

    Kata Kunci : Hidrogen, Steam Reforming, PLTN, kopling, kogenerasi, HTGR

    ABSTRACTCOUPLING SYSTEM OF HIGH TEMPERATURE GAS REACTOR AND THE HYDROGEN

    PRODUCTION INSTALATION. In order to overcome the electricity deficit in Kaltim Province

    and in order to overcome the decrease of oil reserve, so the several manner has been conducted, such as

    : to replace of oil with liquefied coal, and another renewable energy, such as hydrogen. Among the

    hydrogen production technology, steam reforming has been commercial technology. Currently, the

    heat for hydrogen production is supplied by burning of fossil fuel that has environmental impact,

    because the released gas, such as : CO2, SO2 and Nox. Therefore, introduction of the environmetally

    friendly small medium reactor (SMR) is considered for feasibility to build in order to overcome that

    problem. The HTGR type reactor with 900~10000C outlet coolant temperature is potential NPP type

    to use for cogeneration purpose, that is either for electricity generation plant, even for heat source in

    non electricic applications, such as : hydrogen production, so it can simultaneously produce electricity

    and hydrogen gas. The result of study shows that for coupling system of HTGR and hydrogen

    production installation is needed intermediate heat exchanger (IHX), ACS (Auxiliary Cooling

    System), control of helium purity and volume, amount of compressor and cooling system, control of

    temperature and pressure, control of helium flow and additional safety requirements for hydrogen

    production by nuclear heat.

    Keywords :hydrogen, steam reforming, NPP, coupling, Cogeneration, HTGR

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    2/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 185

    1.

    PENDAHULUANDewasa ini, di Indonesia energi listrik sebagian besar dipasok dari PLTU yang

    menggunakan bahan bakar fosil dan berdampak lingkungan karena mengemisikan gas-gas

    CO2, SOxdan NOx. Karena itu, untuk diversifikasi energi dan konservasi lingkungan maka

    pemerintah melalui Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Perpres No.5 tahun

    2006, menekankan pada penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang sudah siap

    secara teknis dan ekonomis serta ramah lingkungan, seperti : Bahan Bakar Nabati (biodiesel,

    bio-ethanol/gasohol, bio-oil dan Pure Plant Oil), bahan bakar sintetis, panas bumi, mini dan

    mikro hidro, nuklir, surya, angin dan hidrogen.

    Potensi hidrogen sebagai sumber energi yang ramah lingkungan sangat besar, karena

    begitu melimpahnya ketersediaan hidrogen di alam dan besarnya energi yang bisa

    dibangkitkan oleh hidrogen. Sebagai gambaran panas yang dihasilkan pada pembakaran

    1Kg hidrogen ekivalen dengan 3,93 liter bahan bakar minyak, ekivalen dengan 33,5 kWh

    listrik. Namun demikian, hidrogen sangat jarang dijumpai di alam dalam keadaan bebas

    (murni) tapi dalam bentuk persenyawaan. Untuk mendapatkan hidrogen murni diperlukan

    panas. Energi panas tersebut dapat dihasilkan salah satunya dari listrik yang dibangkitkan

    oleh panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, maupun nuklir. Cara mendapatkan

    hidrogen ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan. Jika proses menggunakan

    bahan baku gas alam atau fraksi hidrokarbon ringan lainnya disebut steam reforming. Proses

    yang dilakukan bila menggunakan bahan baku batu bara adalah gasifikasi, yaitu mengubah

    batu bara dengan penambahan oksigen dan uap air menjadi hidrogen, karbon dioksida, dan

    senyawa-senyawa kimia lainnya. Sedangkan bila menggunakan bahan baku air, proses yang

    digunakan adalah elektrolisis.

    Di antara teknologi produksi hidrogen yang ada, Steam reforming adalah teknologi

    yang telah diaplikasikan secara komersial. Metode Steam reforming dilakukan dengan

    mengubah senyawa alkana dengan penambahan uap air menjadi hidrogen dan karbon

    dioksida. Teknologi ini sudah banyak digunakan dalam bidang industri yang berbasis

    hidrogen antara lain industri petrokimia, industri Ammonia (NH3), Dimethyl Ether

    (CH3OCH3) dan Methanol (CH3OH).

    Hingga saat ini, hidrogen masih diproduksi dengan menggunakan panas dari bahan

    bakar fosil yang diketahui mengemisikan gas-gas rumah kaca. Pembangkit Listrik Tenaga

    Nuklir (PLTN) tipe HTGR (High Temperature Gas Cooled Reaator) merupakan tipe reaktor

    berpendingin gas helium dengan suhu pendingin keluar reaktor tinggi (900~10000C) dan

    bermoderator grafit yang berpotensi selain dapat mengatasi masalah polusi gas rumah kaca,

    juga berpotensi untuk tujuan kogenerasi, yaitu selain digunakan sebagai pembangkit tenaga

    listrik, juga sebagai sumber panas untuk aplikasi non-listrik seperti proses produksi

    hidrogen yang memerlukan suhu tinggi atau gabungan dari kedua aplikasi listrik dan panas

    (kogenerasi). Dalam PLTN kogenerasi, sebagian energi digunakan untuk menghasilkan

    listrik dan sebagian lagi digunakan untuk produksi hidrogen sehingga dihasilkan listrik dan

    hidrogen secara simultan. Karena itu, pada kogenerasi dibutuhkan kopling yang merupakan

    interface antara PLTN dengan instalasi produksi hidrogen. Studi dilakukan untuk

    memahami/ pra rancangan sistim kopling reaktor gas suhu tinggi dengan instalasi produksi

    hidrogen termasuk komponen yang dibutuhkan dan kondisi operasinya serta aspek

    keselamatannya. Hasil studi diharapkan dapat memberi masukan/bahan pertimbangan bagi

    pengambil keputusan dalam mengatasi krisis energi di Indonesia dan program diversifikasi

    energi dan konservasi lingkungan yang dicanangkan pemerintah dapat tercapai.

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    3/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 186

    2.

    SISTEM KOPLING PLTN TIPE HTGR DENGAN INSTALASI

    PRODUKSI HIDROGEN2.1. TeknologiHigh Temperature Gas Reactor (HTGR) dan Aplikasinya

    Reaktor tipe HTGR adalah salah satu jenis reaktor daya tipe maju yang di desain

    dengan sistem keselamatan pasif dan melekat yang sangat handal. Reaktor berpendingin

    gas ini dikarakterisasi dengan penggunaan grafit sebagai moderator dan reflektor, gas

    helium sebagai pendingin inert fase tunggal, bahan bakar partikel berlapis dan teras

    berdensitas daya rendah. Penggunaan bahan teras yang bersifat tahan panas dikombinasi

    dengan pendingin gas helium menyebabkan suhu pendingin bisa mencapai 9500C serta

    efisiensi termal yang tinggi merupakan beberapa keuntungan reaktor tipe HTGR. Hingga

    saat ini terdapat beberapa reaktor tipe HTGR yang dimiliki oleh beberapa negara dengan

    status dekomisioning maupun sedang dikembangkan. Pembangkit pertama yang telah

    dibangun dan dioperasikan meliputi : Dragon, reaktor riset berdaya 20 MW thdi UK, Peach

    Bottom Unit-1 berdaya 115 MWth di USA dan AVR berdaya 40 MWth di Jerman. Ketiga

    reaktor tersebut mulai beroperasi sekitar pertengahan tahun 1960 dan memiliki sejarah

    pengoperasian yang sangat baik. Pengalaman operasi AVR dengan berbagai percobaan

    bahan bakar maupun kondisi pengoperasian telah membawa kesuksesan dalam mencapai

    temperatur operasi hingga 900C. Karena itu AVR dapat dianggap sebagai sa lah satu

    tonggak pengembangan reaktor gas temperatur tinggi. Reaktor Dragon dan Peach Bottom di

    dekomisioning setelah mencapai semua tujuan yang direncanakan. Sementara itu, reaktor

    daya yang telah dibangun dan dioperasikan pada tahun 1970 dan 1980, yaitu : Fort Saint

    Vrain di Amerika Serikat dan THTR-300 di Jerman. Berbasis pada teknologi reaktor

    (DRAGON, Peach Bottom, AVR, THTR, Fort St. Vrain), akhir-akhir ini dikembangkan

    reaktor VHTR (Very High Temperature Reactor). Reaktor VHTR dengan suhu pendingin

    keluar reaktor mencapai 10000C ini, merupakan pengembangan dari reaktor GT-MHR (Gas

    Turbine-Modular Helium Reactor) dengan suhu pendingin keluar reaktor 8500C dan

    merupakan salah satu konsep desain reaktor generasi IV yang bertujuan untuk kogenerasi.

    Reaktor dirancang dengan 2 tipe teras, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,

    Gambar 1. Elemen Bahan Bakar Bentuk Prismatik dan Bentuk Bola [2]

    yaitu teras HTGR yang dikembangkan oleh Amerika dan Jepang menggunakan elemen

    bahan bakar bentuk prismatik dan teras HTGR dengan elemen bakar tipe bola, yang

    dikembangkan oleh Jerman, Rusia dan Cina.[2] Adapun bahan bakar yang digunakan adalah

    partikel berlapis dengan inti bahan bakar (kernel) berupa persenyawaan uranium (UO2, UC,

    UCO) dengan pengayaan rendah (3~20%). Dewasa ini, partikel bahan bakar yang

    digunakan adalah partikel berlapis jenis TRISO dengan 4 lapisan yang membungkus kernel

    dengan diameter 500 m. Lapisan tersebut tersusun dengan susunan mulai dari yang paling

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    4/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 187

    dalam yaitu lapisan pyrolitic carbondensitas rendah (PyC), lapisan pyrolitic carbondensitas

    tinggi sebelah dalam (IPyC), lapisan silikon karbida (SiC) berfungsi untuk mempertahankan

    integritas mekanik dan stabilitas dimensi dari partikel bahan bakar berlapis serta sebagai

    penahan terhadap hasil belah yang bersifat logam yang lepas dari kernel bahan bakar dan

    yang terluar adalah lapisan pyrolitic carbon densitas tinggi sebelah luar (OPyC) yangberfungsi sebagai pelindung mekanik dari lapisan SiC.

    Potensi PLTN sebagai penyedia panas dapat diaplikasikan selain untuk pembangkit

    listrik, juga dapat dikopel dengan berbagai industri untuk memanfaatkan panasnya.

    Kemampuan PLTN dalam menyediakan panas sangat bervariasi, seperti yang ditunjukkan

    pada Gambar 2, diantara tipe PLTN yang ada (LWR, LMR, AGR dan HTGR), PLTN tipe

    HTGR mempunyai kemampuan menyediakan panas temperatur tinggi (900-1000C),

    sehingga dapat diaplikasikan untuk berbagai industri yang mana kebutuhan panasnya

    bervariasi. [3]

    Gambar 2. Grafik Temperatur Beberapa Jenis Reaktor dan

    Jangkauan Aplikasi Untuk Berbagai Industri[3]

    Panas temperatur tinggi PLTN tipe HTGR dapat digunakan untuk produksi hidrogen

    dengan metode steam reforming yang memerlukan suhu ~ 800C, dan produksi hidrogen

    dengan metode elektrolisis temperatur tinggi ~ 900C. Selain itu, HTGR juga dapat menjadi

    sumber panas untuk produksi besi, semen dan gelas, peningkatan mutu batubara

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    5/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 188

    (pencairan/ gasifikasi batubara), dan untuk proses yang memerlukan temperatur lebih

    rendah, seperti penyulingan minyak, desalinasi air laut, pemanasan kota dan pembangkit

    uap untuk enhanced oil recovery.

    2.2. Gas HidrogenHidrogen merupakan unsur yang sangat berlimpah di alam, namun tidak berada

    dalam bentuk gas (H2), tetapi dalam bentuk senyawa, yaitu air dan bahan bakar fosil

    (hidrokarbon), seperti : gas metana yang merupakan komponen utama dari gas alam.

    Komponen gas alam yang penting untuk dihindari sehubungan produksi gas hidrogen

    adalah senyawa sulfur (H2S), hidrokarbon bukan metana dan hidrokarbon cair. Gas

    hidrogen dapat diproduksi salah satunya melalui proses steam reforming yang merupakan

    motode yang paling umum digunakan. Untuk memproduksi gas H2 dari suatu senyawa

    diperlukan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia. Energi nuklir dan energi

    terbarukan merupakan energi yang sangat ideal untuk produksi hidrogen sebab energi

    tersebut tidak mengemisikan gas CO2. Di Amerika, hidrogen diaplikasikan dalam sejumlah

    industri, dimana pengguna terbesar adalah industri amonia (40,3%), oil refinery(37,3%) danindustri metanol (10%). Sedangkan kecenderungan konsumsi hidrogen dunia mengalami

    kecenderungan yang sama, yaitu industri ammonia (62,4%), oil refining (24,3%) dan industri

    metanol (8,7%).

    Hidrogen mempunyai sifat-sifat seperti yang ditunjukkan seperti pada Tabel 1, pada

    suhu dan tekanan standar,hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non logamber

    valensitunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mudahterbakar. Hidrogen adalah

    unsur teringan dengan massa sekitar 14 kali lebih kecil dari pada massa udara. [4]Karena itu

    hidrogen mempunyai kemampuan tinggi untuk mendifusi dalam udara sekitarnya dan

    hilang dengan cepat pada area terbuka dan bermigrasi melalui ruang yang sangat kecil.

    Tabel 1. Sifat-Sifat Gas Hidrogen[4]

    Parameter Nilai

    Berat molekul

    Titik didih

    Tekanan kritis

    Suhu kritis

    Panas reaksi

    Batas mudah terbakar dalam udara

    Batas mudah meledak dalam udara

    Optimum campuran dengan udara yang

    berakibat ledakanTekanan maksimum ledakan dalam udara

    Suhu nyala sendiri

    Suhu kebakaran dalam udara

    Energi ledakan

    Kecepatan ledakan dalam udara

    2,016

    20,268K

    12,759 atm

    32,976 K

    142,5 MJ/kg

    4,1-74 % volume

    18,3-59% volume

    29,53% volume

    1 MPA

    574C

    2318K

    2,02 kg TNT/m3gas

    1,48-2,15 km/det

    Sifat-sifat ini menyebabkan gas hidrogen sulit untuk disimpan secara efisien. Karena itu,

    pada umumnya beberapa industri yang menggunakan hidrogen di Indonesia,

    menggunakan hidrogen secara langsung dari instalasi produksi hidrogen. Atom hidrogen

    juga mampu menembus struktur molekul beberapa logam sehingga membuat logam

    menjadi rapuh, khususnya disebabkan beban fisik akibat temperatur tinggi. Batas

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suhu_dan_tekanan_standar&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Non-logamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Valensi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Pembakaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pembakaranhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Valensi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Non-logamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suhu_dan_tekanan_standar&action=edit&redlink=1
  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    6/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 189

    konsentrasi hidrogen dalam udara sehingga dapat terbakar adalah pada 4,1 74 % volume

    dan hidrogen mengalami perubahan fase menjadi cair pada temperatur -252,89C (20,26K).

    2.3. Proses Produksi Hidrogen melalui Steam ReformingGas Alam

    Steam reformingmerupakan proses termokimia yang umum digunakan dalam industriproduksi hidrogen. Proses dilakukan dengan cara mereaksikan metana dengan uap pada

    suhu tinggi (700-9000C), tekanan 3-25 bar dengan menggunakan katalis untuk membentuk

    hidrogen, karbon monoksida dan sejumlah kecil karbon dioksida. Proses steam reforming

    dengan diagram alir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, dimulai dari tahap

    pretreatment, dimana pada tahap ini dilakukan penghilangan senyawa sulfur

    (desulfurization), pertama umpan dimasukkan ke dalam flash drum untuk menghilangkan

    komponen-komponen fase cair, selanjutnya hidrogen yang di daur ulang dari arus proses

    kaya hidrogen (setelah pemisahan CO2 oleh MDEA tetapi sebelum purifikasi akhir oleh

    PSA) dimasukkan ke dalam umpan bentuk gas untuk penggunaan di hilir proses

    hidrogenasi. Pada reaktor (2-R-01a dan 2-R-01b), senyawa sulfur organik dihidrogenasi dan

    melepaskan sulfurnya dalam bentuk H2S. Tahap kedua adalah reforming (2-R-02), dilakukanreaksi antara metana dan uap, sehingga hidrokarbon yang bukan metana harus dikonversi.

    Dalam proses ini metana direaksikan dengan steam pada temperature 750-800 0C untuk

    memproduksi gas sintetik (syngas), diproses inilah pertama kali hidrogen (H2) terbentuk

    tercampur dengan karbon monoksida (CO). Reaksi metana dan steam merupakan reaksi

    yang sangat endotermis sehingga diperlukan pasokan panas. Tahap 3, konversi gas, pada

    tahap ini gas sintesis dari reformer yang berisi H2dan CO. Reaksi shift, CO + H2O CO2+

    H2, dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan H2. Keseimbangan reaksi ini lebih

    suka produk pada suhu reaksi rendah tetapi suhu tinggi diperlukan untuk mencapai laju

    reaksi praktis. Reaksi shift berlangsung di dua reaktor. Pada reaktor pertama (HTS)

    dibutuhkan suhu tinggi (3500C). Suhu dalam reaktor akan meningkat karena reaksi shift

    bersifat eksotermis.

    Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Hidrogen dengan Metode Steam

    Reforming

    Pada suhu ini, reaksi ditingkatkan dengan katalis berbasis besi dan akan mengurangi

    beberapa konsentrasi CO. Pada reaktor kedua (LTS), digunakan suhu yang lebih rendah

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    7/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 190

    (190 2100C) untuk meningkatkan konsentrasi keseimbangan H2 dan digunakan katalis

    berbasis tembaga.

    2.4. Sistem Kopling PLTN tipe HTGR dengan Instalasi Produksi Hidrogen

    Dalam rangka kogenerasi untuk menghasilkan listrik dan gas hidrogen secarasimultan dengan memanfaatkan panas PLTN, maka dibutuhkan sistem kopling yang

    merupakan interface antara PLTN dan instalasi produksi hidrogen. Pada sistem kopling,

    seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, terlihat bahwa pada bejana pengungkung

    (containment vessel) terpasang sebuah bejana reaktor yang dilengkapi dengan 2 buah sistem

    penukar panas ( 1-HE-04a dan 1-HE-04b) untuk menjaga suhu pada bejana (sistem

    pendingin bejana), sistem penukar panas intermediate(IHX) dan sistem penukar panas lain

    seperti : ACS =Auxiliary Cooling System(1-HE-03) dan PPWC (1-HE-02) serta sistem penukar

    panas darurat (1-HE-13) untuk sistem pendinginan darurat. Sistem Pendingin bantu (ACS)

    dioperasikan untuk memindahkan panas residu dari teras pada saat reaktor scram.

    Sedangkan sistem penukar panas (1-HE-13) digunakan untuk pendinginan darurat apabila

    terjadi trip pada instalasi produksi hidrogen atau terjadi kegagalan pada sistem penukarpanas IHX. Pada dasarnya sistem pendingin utama terdiri dari sistem pendingin primer,

    sistem pendingin sekunder, sistem pendingin air bertekanan dan sistem pendingin darurat.

    Gambar 4. Sistem Kopling PLTN tipe HTGR dengan Instalasi Produksi Hidrogen

    Pada sistem pendingin primer terpasang tiga buah penukar panas seperti : IHX (penukar

    panas intermediate He-He), pendingin air bertekanan primer (PPWC) dan sistem penukar

    panas darurat (1-HE-13). Gas helium dari pendingin primer dengan suhu 900 oC, tekanan 4

    MPa (40 Bar) dan kecepatan alir 273 kg/det ditransfer menuju IHX dan PPWC melalui

    concentric hot gas duct. Pada IHX dipasang pengontrol tekanan dan pada sistem tersebut

    terjadi perpindahan panas antara gas helium dari pendingin primer dengan gas helium dari

    pendingin sekunder. Gas helium primer yang keluar dari IHX akan ditransfer menuju turbin

    untuk membangkitkan listrik (PLTN). Pada sistem kopling juga dipasang 2 buahcompressor

    (1-C-01) untuk aliran pendingin gas helium pendingin primer kembali ke reaktor dan

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    8/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 191

    compressor (1-C-02) untuk aliran gas helium pendingin sekunder kembali ke IHX serta 4

    pengontrol tekanan yang dipasang pada IHX, ACS, PPWC dan sistem pendingin darurat.

    Selanjutnya gas helium dari pendingin sekunder yang keluar dari IHX dengan suhu 875 oC

    dan tekanan 4,2 Mpa (42 Bar) ditransfer menuju splitter(sistem pembagi aliran gas helium)

    dimana gas helium dengan kecepatan alir 93 kg/det dialirkan ke instalasi produksi hidrogenuntuk kapasitas produksi 150.000 ton/ tahun, sedangkan sisanya digunakan untuk produksi

    listrik dan untuk proses-proses kimia lainnya. Pada sirkulasi gas helium pendingin

    sekunder dipasang kontrol aliran helium (FRC = Flow Rate Control) dan helium make-up

    system (sistem pengontrol volume dan kemurnian gas helium) sebagai bagian dari sistem

    keselamatan untuk mengantisipasi apabila terjadi kebocoran dan kontaminasi gas helium

    dalam sirkulasi pendingin sekunder. Sedangkan gas helium dari pendingin primer yang

    keluar dari IHX dibantu dengan pendinginan dengan sistem pendingin air bertekanan

    primer (PPWC = Primary Pressurized Water Cooler) hingga suhu 500oC dengan kecepatan 273

    kg/det akan disirkulasi dengan bantuan compressor (1-C-01) kembali menuju reaktor. Pada

    arus aliran pendingin gas helium menuju reaktor dipasang kontrol suhu dan tekanan. Pada

    sistem kopling juga dipasang sistem pendinginan darurat untuk mengantisipasi apabilaterjadi kerusakan pada reaktor kimia sehingga panas yang dibawa gas helium yang gagal

    menuju reaktor kimia didinginkan dengan sistem pendinginan darurat tersebut. Sistem

    pendinginan tersebut terdiri dari 4 buah sistem penukar panas.

    2.5. Aspek Keselamatan Sistem Kopling

    Keselamatan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam mendisain

    sistem kopling dengan tujuan untuk melindungi dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi

    akibat pengoperasian suatu sistem baik pada kondisi normal maupun kecelakaan. Namun

    demikian, terdapat perbedaan antara filosofi keselamatan untuk sebagian besar industri

    kimia dengan filosofi keselamatan dari PLTN. Perbedaan mendasar dalam filosofi desain

    keselamatan antara PLTN dan instalasi produksi hidrogen disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat bahan berbahaya yang akan ditangani, yaitu bahan radioaktif dan bahan kimia.

    Reaktor nuklir (PLTN) dirancang harus mempunyai tingkat keselamatan yang sangat tinggi,

    karena reaktor memuat material bahan bakar nuklir yang sangat radioaktif. Demikian juga

    dengan industri kimia khususnya instalasi produksi hidrogen yang merupakan gas yang

    sangat eksplosif (mudah meledak). Berkaitan dengan PLTN, reaktor didesain tertutup

    dalam struktur beton tebal dan responnya terhadap beberapa kondisi transien adalah

    dengan menutup semua akses untuk pelepasan material radioaktif. Hal ini bertentangan

    dengan sebagian besar industri-industri kimia khususnya industri yang memproses material

    yang mudah terbakar seperti : gas hidrogen, dimana industri akan dibangun pada lokasi

    terbuka. Analisis keselamatan pada industri kimia dipertimbangkan terhadap kemungkinan

    adanya kebakaran, kebocoran, dan ledakan. Konstruksi udara terbuka berfungsi untukmencegah akumulasi bahan eksplosif, namun demikian kebocoran kecil dari katup diijinkan

    apabila sesuai batasan-batasan dalam peraturan. Bahaya-bahaya potensial dari instalasi

    produksi hidrogen diidentifikasi oleh input industri kimia, output industri kimia, kimia

    proses, penanganan hidrogen dan untuk produksi hidrogen dengan metode steam reforming

    menggunakan panas nuklir maka penanganan metana dalam jumlah besar sebagai gas yang

    mudah terbakar. Pada kondisi kecelakaan bahan-bahan kimia mungkin dilepaskan ke

    lingkungan, seperti bahan-bahan korosif termasuk H2SO4, sulfur dioksida (SO2), sulfur

    trioksida (SO3) dan hidrogen yodida (HI). Bahan kimia seperti Iodine (I2) dan HI merupakan

    bahan beracun. Untuk beberapa bahan berbahaya seperti kebocoran hidrogen, strategi

    keselamatannya adalah pengenceran dengan udara sampai pada dibawah konsentrasi

    hidrogen yang dapat terbakar dalam udara. Sebagai contoh, sejumlah kecil hidrogen dalam

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    9/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 192

    ruang tertutup merupakan bahaya eksplosif karena batas konsentrasi hidrogen di udara

    sebesar 4,1 74 % volume.Namun, pelepasan hidrogen dalam jumlah besar ke lingkungan

    merupakan bahaya yang relatif kecil bila terjadi di tempat terbuka. Karena itu, sebagian

    besar industri kimia dibangun di tempat yang terbuka agar pengenceran bahan kimia dapat

    terjadi secara cepat dengan udara pada kondisi kecelakaan. Strategi yang berlawanandigunakan untuk PLTN dimana tujuannya adalah menahan radionuklida karena bahaya

    bahan tersebut tidak hilang bila diencerkan dengan udara. Dalam hal transfer panas dari

    PLTN menuju instalasi produksi hidrogen pada dasarnya tidak sama seperti produksi listrik

    dari reaktor nuklir, panas temperatur tinggi hanya dapat ditansfer dengan jarak yang cukup

    terbatas, hal ini disebabkan transmisi listrik lebih mudah dibanding transfer panas

    temperatur tinggi, sehingga reaktor dan instalasi produksi hidrogen (industri) harus

    diletakkan berdekatan satu sama lain yaitu dengan jarak minimal 100 meter.[5]

    3. PEMBAHASANSteam reforming merupakan metode produksi hidrogen yang sudah komersial dan

    digunakan pada sebagian besar industri pupuk yang ada di Indonesia, seperti : PT. Pupuk

    Kaltim, Petrokimia Gresik, pupuk Kujang dan beberapa industri pupuk lainnya. Dewasa ini,

    gas alam digunakan sebagai bahan baku dan bahan bakar yang jumlah cadangannya

    terbatas. Sebagai gambaran, bahwa perbandingan prosentase gas alam yang digunakan

    untuk produksi hidrogen adalah untuk bahan baku 40% dan bahan bakar 60%. Karena itu,

    introduksi PLTN kogenerasi selain untuk pembangkit listrik, perlu dianalisis

    pemanfaatannya, sehingga dapat menghemat cadangan gas alam. Dalam kaitannya dengan

    pemanfaatan panas PLTN untuk produksi hidrogen yang memerlukan temperatur tinggi (

    800C), maka PLTN tipe HTGRdengan temperatur pendingin keluar reaktor 900 1000C

    cocok digunakan untuk tujuan tersebut. PLTN tipe HTGRmenggunakan Siklus Bryton dan

    menggunakan gas helium sebagai fluida kerjanya. Pada siklus fluida kerja, seperti yang

    ditunjukkan pada flowsheet (Gambar 4), dimana suhu gas helium keluar reaktor 1000OC (70

    bar) dengan melalui hot gas duct diekspansikan ke turbin yang langsung memutar generator.

    Pada dasarnya sistem kopling yang dapat diterapkan pada PLTN dan/atau Pembangkit

    Listrik lainnya terdiri dari dua jenis yaitu kopling listrik dan kopling termal. Kopling listrik

    seperti yang digunakan pada kopling dengan desalinasi berbasis membran lebih sederhana

    dibanding dengan sistem kopling termal. Sistem kopling listrik hanya berupa koneksi listrik

    antara PLTN/ Pembangkit Listrik lainnya dengan instalasi desalinasi berbasis membran.

    Sementara itu sistem kopling termal pada PLTN PWR/ Pembangkit Listrik lainnya

    memanfatkan uap panas dari sistem sekunder sehingga berakibat pada berkurangnya listrik

    yang diproduksi, potensi kehilangan produksi listrik tergantung pada optimalisasi skema

    sistem yang dilakukan. Berbeda dengan PLTN PWR/PLTU, sistem kopling termal PLTN

    HTGR dapat memanfaatkan panas sisa (waste heat) dari siklus helium. Sehingga skema

    sistem kopling termal yang ditawarkan PLTN HTGR tidak akan mengganggu produksi

    listrik dari PLTN. Reaktor tipe HTGRadalah salah satu jenis reaktor daya tipe maju yang

    mempunyai sistem keselamatan pasif dan melekat, sehubungan dengan fitur berikut[6]:

    Penggunaan bahan bakar partikel berlapis yang terbungkus dalam bahan matriks

    grafit sehingga dapat menahan produk fisi.

    Koefisien temperatur negatif dari teras, sehingga reaktor dapat padam secara pasif

    bila temperatur naik melebihi temperatur normal.

    Penggunaan gas helium sebagai pendingin yang bersifat inert dan fase tunggal serta

    penggunaan grafit sebagai moderator yang mempunyai stabilitas temperatur tinggi.

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    10/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 193

    Bejana pengungkung harus disediakan untuk mencegah lepasnya produk fisi dan

    masuknya udara berlebih ke dalam teras dalam kasus kecelakaan akibat kehilangan

    tekanan.

    Sebagai gambaran, dalam desain keselamatan LWR, penghalang ganda berbentuk (1) pelet

    bahan bakar, (2) kelongsong, (3)pengungkung pendingin, (4) sungkup (containment), (5)gedung reaktor, dan (6) daerah eksklusif. Dibandingkan dengan desain keselamatan LWR,

    desain keselamatan reaktor tipe HTGR mempunyai lapisan penghalang ganda sebagai

    berikut, (1) kernel bahan bakar, (2) lapisan PyC, (3) lapisan IpyC, (4) lapisan SiC, (5) lapisan

    OpyC, (6) pengungkung pendingin, (7) gedung reaktor, dan (8) daerah eksklusif. Dari

    penjelasan di atas jelas bahwa penghalang ganda ke 4 yang berbentuk sungkup dalam

    desain keselamatan LWR digantikan dengan lapisan SiC dalam HTGR. Dalam suatu

    kecelakaan parah kegagalan sungkup dalam LWR akan membebaskan sebagian besar

    kandungan zat radioaktif ke lingkungan, sedangkan dalam HTGR hanya akan

    membebaskan kandungan zat radioaktif dalam kernel bahan bakar berdiameter 0,5 mm

    yang jauh lebih kecil kuantitasnya. Dalam PLTN kogenerasi, hal penting yang perlu

    diperhatikan baik dari sisi teknologi dan keselamatannya adalah sistem kopling yangmerupakan interface antara PLTN dengan instalasi produksi hidrogen. Terkait dengan

    sistem keselamatan dalam sistem kopling, diperlukan beberapa komponen seperti pada

    Gambar 4, dimana komponen inti dari sistem kopling adalah sistem penukar panas

    intermediate (IHX = Intermediate Heat Exchanger) yang digunakan untuk tujuan agar apabila

    terdapat kontaminan-kontaminan radioaktif yang terbawa pada gas pendingin primer tidak

    terbawa pada chemical area. Karena itu, tekanan pada sistem pendingin primer harus di

    desain lebih rendah dari pada tekanan pada sistem pendingin sekunder. Sistem penukar

    panas tersebut juga didesain harus sangat efektif dalam mentransfer panas dari pendingin

    helium primer ke helium proses pada sisi sekunder. Sedangkan untuk pendinginan darurat

    apabila terjadi trippada instalasi produksi hidrogen atau kegagalan pada sistem penukar

    panas intermediate maka dipasang sistem pendinginan darurat (1-HE-13).Mempertimbangkan hidrogen merupakan unsur yang mudah terbakar pada konsentrasi 4,1

    74% volume dalam udara, dan mudah meledak pada konsentrasi 18,3 59% volume

    dalam udara, maka gas hidrogen dalam kondisi stagnan harus dihindari. Sedangkan

    strategi yang dilakukan apabila terjadi kebocoran hidrogen adalah pengenceran dengan

    udara sampai konsentrasi dibawah konsentrasi hidrogen dapat terbakar. Strategi

    berlawanan digunakan pada PLTN dimana perlu adanya pengungkung untuk menahan

    radionuklida karena bahaya radioaktivitas tidak hilang meskipun dilakukan pengenceran

    dengan udara. Disamping itu, lokasi reformer harus cukup dekat dengan PLTN dengan

    tujuan untuk mengurangi panjangnya pipa saluran untuk helium panas.

    4. KESIMPULANSistem kopling PLTN tipe HTGR dengan instalasi produksi hidrogen memerlukan

    beberapa komponen, seperti : beberapa sistem penukar panas, diantaranya IHX (Intermediate

    Heat Exchanger), ACS (Auxiliary Cooling System), PPWC (Primary Pressurized Water Coolant),

    sistem pendingin darurat (1-HE-13) untuk mengatasi apabila terjadi trip pada instalasi

    produksi hidrogen, kontrol tekanan, kontrol temperatur, kompresor, pengontrol volume

    dan kemurnian helium. Diantara beberapa komponen tersebut, sistem penukar panas

    intermediate (IHX) merupakan komponen inti dari sistem kopling yang digunakan untuk

    tujuan keselamatan, sehingga tekanan pada sistem pendingin primer harus lebih rendah

    dari sistem pendingin sekunder.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/25/2019 1979-1208-2011-184(1)

    11/11

    Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    ISSN 1979-1208 194

    [1]. ____________, Krisis Listrik di Kalimantan Timur, http ://www.kutaikartanegara.

    com/forum/viewtopic.php, November 2007

    [2]. ION, S., NICHOLLS, D., MATZIE, R., MATZNER, D., Pebble Bed Modular Reactor,

    The First Generation IV Reactor To be Constructed, World Nuclear Association Annual

    Symposium, London, 3-5 September 2003[3]. LILLINGTON, J., The Future of Nuclear Power, Elsevier, Amsterdam, 2004

    [4]. IAEA, Hydrogen as an energy carrier and its production by nuclear power, TECDOC

    1085, IAEA, May 1999

    [5]. SMITH, C., BECK, S., GALYEAN, W., Separation Requirements for a Hydrogen

    Production Plant and High Temperature Nuclear Reactor, INL, September 2005

    [6]. FORSBERG, C.W., GORENSEK, M., HERRING, S.., PICKARD, P., 'Safety Related

    Physical Phenomena for Coupled High Temperature Reactors and Hydrogen

    Production Facilities, Proceedings of the 4th International Topical Meeting on High

    Temperature Reactor Technology, Washington DC, September 28 October 1, 2008

    DISKUSI1. Pertanyaan dari Sdr. Sunardi (PPEN-BATAN)

    Apakah manfaat kogenerasi PLTN dengan instalasi produksi hidrogen dibandingkan

    dengan instalasi produksi hidrogen yang sudah umum dilakukan dalam industri

    pupuk:

    Jawaban :

    1. Kogenerasi mempunyai tujuan untuk memanfaatkan panas sisa PLTN, sehingga

    dapat meningkatkan nilai ekonomi dari PLTN.

    2.

    Dewasa ini, sebagian besar industri pupuk menggunakan gas alam sebagai bahan

    baku dan bahan bakar untuk memproduksi hidrogen, dengan perbandingan 40%

    untuk bahan baku dan 60% untuk bahan bakar. Sehingga, kogenerasi PLTN

    dengan instalasi produksi hidrogen akan berdampak dalam penghematan

    cadangan gas alam.

    2. Pertanyaan dari Sdr. Arum Puni (PPEN-BATAN)

    Komponen utama apakah yang diperlukan terkait dengan keselamatan sistem kopling

    PLTN dengan instalasi produksi hydrogen?

    Jawaban :

    Terkait dengan sistem keselamatan dalam sistem kopling diperlukan beberapa

    komponen, namun komponen inti dari sistem kopling adalah sistem penukar panas

    intermediate (IHX = Intermediate Heat Exchanger) yang digunakan untuk tujuan agar

    apabila terdapat kontaminan-kontaminan radioaktif yang terbawa pada gas pendingin

    primer tidak terbawa pada chemical area. Karena itu, tekanan pada sistem pendingin

    primer harus di desain lebih rendah dari pada tekanan pada sistem pendingin

    sekunder. Sistem penukar panas tersebut juga didesain harus sangat efektif dalam

    mentransfer panas dari pendingin helium primer ke helium proses pada sisi sekunder.

    http://www.kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.phphttp://www.kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.phphttp://www.kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.phphttp://www.kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php