17456735 Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Pencegahan Dekubitus
-
Upload
agustina-defiyanti -
Category
Documents
-
view
357 -
download
6
Transcript of 17456735 Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Pencegahan Dekubitus
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Sabandar (2008), dekubitus juga terjadi dengan frekuensi
yang cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena imobilisasi
yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Dan Feigin (2007), juga
mengatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian setelah stroke
tanpa pencegahan yang memadai, pada 10-20% pasien mengalami
dekubitus dengan atau tanpa disertai infeksi.
Dekubitus merupakan kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka
tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Kompressi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada
daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan
akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sutanto, 2008).
1
1
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien
dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien lumpuh
dalam waktu lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder
yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit
(Morison, 2003).
Angka prevalensi yang dilaporkan berbeda direntang antara 3%-11%
(Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989), dan 20%
(Lashem dan Skelskey, 1994). Angka prevalensi pada tempat perawatan dan
perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% (Leshem dan
Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992) sampai 23% (Langemo dkk,
1989; Young, 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di
rumah tanpa sepervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu
jelas (AHCPR, 1994). Keadaan perawatan rumah, angka prevalensi telah
dilaporkan menjadi 12,9% (Hentzen, Bargstrom, dan Pazelh, 1993) dan 19%
(Hanson dkk, 1993) (Potter, Perry, 2005).
Dalam sebuah studi dari 132 rumah sakit di Inggris, David (1983)
menemukan tingkat prevalensi dekubitus sejumlah 6,7%. Nuggist et al
(1987), mempelajari otoritas kesehatan Nottingham, menemukan sebuah
gambaran prevalensi dekubitus sebanyak 5,8%. Lindsay (1989), mempelajari
Leeds Western District, melaporkan gambaran prevalensi dekubitus
sebanyak 4,8%. Preston (1989), menemukan tingkat prevalansi dekubitus
komunitas sebanyak 9,4% (Basford, Slevin, 2006).
2
Menurut Sabandar (2008), hasil penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di Rumah sakit menderita
dekubitus 3-10%, dan 2,7% berpeluang terbentuk dekubitus baru. Dari hasil
penelitian diatas bahwa peningkatan dekubitus terus terjadi hingga 7,7-
26,9%. Lalu Mukti (2005) menambahkan bahwa prevalensi terjadinya luka
dekubitus di Amerika Serikat cukup tinggi sehingga mendapatkan perhatian
dari kalangan tenaga kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi
luka dekabitus bervariasi, tetapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11%
terjadi di tatanan perawatan akut (acute care), 15-25% di tatanan perawatan
jangka panjang (longterm care), dan 7-12% di tatanan perawatan rumah
(home health care).
Insidens di RS. Cipto Mangunkusumo yang tepat penderita ulkus
dekubitus sulit diketahui. Penyelidikan menunjukkan bahwa kira-kira 28%
penderita di rumah sakit mungkin terkena. Penderita dengan trauma medula
spinalis, insidensnya 25 - 85% dengan angka kematian antara 7-8% (Hidayat
dkk, 2000).
Menurut Potter, Perry (2005), ada tiga area intervensi keperawatan
utama mencegah terjadinya dekubitus yaitu: pertama perawatan kulit, yang
meliputi higienis dan perawatan kulit topikal. kedua pencegahan mekanik dan
pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan
tempat tidur dan kasur terapeutik:. Dan yang ketiga pendidikan yang mana
3
pendidikan mempengaruhi pengetahuan perawat dalam pencegahan
terjadinya dekubitus.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan pengetahuan perawat
dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai tahun 2009”.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien
stroke di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
penelitian Ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke di RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan
dekubitus pada pasien stroke berdasarkan pendidikan di RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai pada tahun 2009.
4
b. Mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan
dekubitus pada pasien stroke berdasarkan lama kerja perawat di
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai pada tahun 2009.
c. Mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan
dekubitus pada pasien stroke berdasarkan usia di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai pada tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi tempat penelitian
Sebagai tolak ukur/dasar atau masukan dalam meningkatkan kinerja
pengetahuan perawat dalam penanganan pasien stroke dalam mencegah
dekubitus.
2. Bagi lembaga pendidikan
Diharapkan memberi masukan bagi institusi pendidikan kesehatan D III
Keperawatan sebagai data awal untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Mahasiswa
Mengaplikasikan teori yang telah dipelajari dan mengembangkannya
dalam penelitian.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGETAHUAN
1. Definisi
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi
Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan
tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu (Bakhtirar, 2006).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi,
hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas
Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya
(Irmayanti, 2007).
6
6
Pengetahuan bisa didefinisikan atau diberi batasan sebagaimana
berikut ini :
a. Sesuatu yang ada atau dianggap ada
b. Sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek
c. Hasil kodrat manusia ingin tahu
d. Hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi
Selain definisi yang ada diatas, pengetahuan didefinisikan sebagai
suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia.
Definisi ini juga telah disepakati oleh filosof dan ilmuwan.
Dalam redaksional lain juga dibahasakan maksud dari pengetahuan
(knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan
pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan
hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya . Pengetahuan ini
meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran
(Abdullah, 2007).
Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai fakta atau informasi yang
kita anggap benar berdasarkan pemikiran yang melibatkan pengujian
empiris (pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara langsung)
atau berdasarkan proses berfikir lainnya seperti pemberian alasan logis
atau penyelesaian masalah (Basford, Slevin, 2006).
7
2. Jenis Pengetahuan
Menurut Burhanuddin Salam yang dikutip oleh Bakhtiar (2006),
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat,
yaitu :
a. Pengetahuan biasa
Pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common
sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang
memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik
b. Pengetahuan ilmu
Ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit
science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang
sifatnya kuantitatif dan objektif.
c. Pengetahuan filsafat
Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif
dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada
universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
d. Pengetahuan agama
Pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para
pemeluk agama.
8
3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Forbetterhealth (2009), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat
erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung
dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.
9
Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .
b. Pengalaman kerja
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar
selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
keperawatan.
c. Usia
Dua sikap tradisional mengenai jalanya perkembangan selama hidup :
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun
mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan
dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan
umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan
menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
10
4. Sifat Pengetahuan
a. Berfikir
Ketika kita mengatur ide mengatur sistem yang saling berhubungan
yang menjelaskan fenomena yang ada di lingkungan kita, kita
membentuk suatu pengetahuan dan proses-proses menyusun,
mengatur dan mengaitkan ide merupakan proses berfikir (Basford,
Slevin, 2006).
Menurut Basford, Slevin (2006), secara esensial, berfikir dapat dibagi
menjadi dua jenis:
a) Berfikir konkrit
Fenomena nyata yang dapat diobservasi dialami dalam realita,
misal dalam ruang dan waktu. Fenomena-fenomena manusia,
benda atau peristiwa yang ada untuk dilihat, didengar, atau
dirasakan, kemudian mengobservasi fenomena-fenomena tersebut
dan mengaitkan makna tertentu.
b) Berfikir abstrak
Ide-ide yang kita untai tidak dapat diobservasi secara langsung,
tidak berada dalam ruang dan waktu. Ide-ide tersebut merupakan
gambaran mental yang kita buat sendiri dan berkaitan dengan
setiap upaya kita untuk menerapkan makna, pola dan hubungan.
11
b. Mengetahui
Mengetahui berarti memiliki pengetahuan dan pengetahuan adalah
hasil dari berfikir. Namun demikian tidaklah cukup untuk menyatakan
bahwa pengetahuan adalah hasil sederhana dari berfikir (Basford,
Slevin, 2006).
5. Epistemologi dan jenis pengetahuan
Menurut Basford, Slevin, (2006) Cabang dari filosofi yang
membahas tentang definisi dan klasifikasi pengetahuan disebut
epistemologi. Secara umum ahli filsafat epistemologi mengklasifikasikan
pengetahuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang
Pengetahuan yang mengidentifikasi semua hal yang kita ketahui.
Secara sederhana, kita mengetahui keberadaannya dan kita
mengetahui sesuatu tentang hal tersebut.
b. Pengetahuan bagaimana
Pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Ini yang kita
maksud ketika kita mengatakan bahwa seseorang memiliki “cara
mengetahui sesuatu”. Sebagai contoh, seorang diplomat dapat
berbicara dengan beberapa bahasa yang berbeda, atau seorang
perawat dapat memasang slang nasogastrik, ia mengetahui
bagaimana cara melakukan hal tersebut.
12
c. Pengetahuan bahwa
Pengetahuan dalam memahami sesuatu, tentang apa arti dari
sesuatu, sifat dan cara kerjanya, dan bagaimana hubungannya
dengan hal-hal lain. Pengetahuan bahwa dapat dibagi menjadi:
1) Pengetahuan apriori
Pengetahuan yang diambil dari dasar aksiomatiknya sendiri.
Pengetahuan yang dihasilkan dari proses pemikiran dan dedukasi
tanpa ada stimulus eksternal atau bukti yang berperan pada
kesimpulan. Hal ini dikatakan sebagai suatu yang benar karena
adanya suatu alasan atau bukti-bukti tertentu.
2) Pengetahuan empiris
Pengetahuan ini diambil dari persepsi, misal, observasi yang
dilakukan di lingkuang. Dari hal-hal yang diobservasi didapatkan
pengetahuan dengan proses induksi. Hal tersebut tidak mengubah
kondisi yang ada, dan secara aktual mengobservasi dan
mengetahui bahwa hal-hal tersebut ada.
13
6. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
pengetahuan kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode
ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara
ini antara lain:
a) Cara coba-coba (Trial and Error)
Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial
and error”. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang
lain.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
14
Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang
lalu.
d) Melalui jalan pikiran
Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia menggunakan jalan pikirannya.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular
disebut metodologi penelitian (research methodology). Menurut
Deobold van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh
kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta
sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga
hal pokok, yaitu:
a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan
b) Segala sesuatu yang negative, yakni gejala tertentu yang tidak
muncul pada saat dilakukan pengamatan
c) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala
yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu
15
7. Sumber pengetahuan
Menurut Abdullah (2007), pengetahuan dibahas sekarang memiliki
sumber (source) diantaranya adalah:
a. Intuisi
Subuah maen stream yang terbangun dibenak kita adalah sebuah
eksperimen, coba-coba, yang berawal dari sebuah pertanyaan dan
keraguan maka lahirlah insting. Sebuah bahasa sederhana juga
penulis temukan penjelasan mengenai intuisi, Kamus Politik karangan
B.N. Marbun mengatakan : daya atau kemampauan untuk mengetahui
atau memahami sesuatu tampa ada dipelajari terlebih dahulu.
b. Rasional
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal
adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan
mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang guru,
dan sekolah.
c. Emperikal (Indra)
indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber
pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan
perantaraanya. Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya
akan sirna kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara
partikular.
16
d. Wahyu
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu
merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah
buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Kerlinger (1986) yang dikutip oleh Basford, Slevin (2006),
ada empat cara mengidentifikasi mengetahui berdasarkan pada arti
darimana pengetahuan tersebut diambil. Hal-hal tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Tenacity
meyakini bahwa sesuatu adalah benar karena telah dianggap benar.
Pengetahuan semacam ini sering berkaitan dengan budaya dan
sangat berhubungan erat dengan tenacity.
b. Autoritas
Pengetahuan dianggap benar secara sederhana karena seseorang
atau badan autoritas mengatakan hal tersebut benar. Jenis
pengetahuan ini juga memiliki sifat sosial yang tinggi, dalam hal
adanya tekanan sosial untuk menyetujui hal tersebut dan sangsi
imajinasi atau nyata untuk orang-orang yang tidak menyetujui hal-hal
tersebut.
c. Empirisme
Pengetahuan diperoleh dari obsevasi langsung terhadap dunia
eksternal. Dengan mengobservasi fenomena yang ada di dunia,
17
menggambarkan, mengukur, meneliti adanya hubungan, membuat
pemikiran, generalisasi dari jarak spesifik dengan mengobservasi
situasi lain yang serupa, dengan suatu proses yang disebut induksi
sampai dengan hasil pengetahuan tentang dunia.
d. Apriorisme
Pengetahuan diambil dari berdasarkan ide kesadaran apriori. Konsep
ini adalah hasil dari proses internal dari pemikiran dan deduksi yang
kita lakukan.
8. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangkat alat tes/kuesioner tentang object pengetahuan yang mau
diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari
masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0
(Forbetterhealth, 2009).
Menurut Forbetterhealth (2009), penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan
(tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase
dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
18
Keterangan :
N = Nilai pengetahuan
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat
kualitatif dengan acuan sebagai berikut :
Baik : Nilai = 76-100%
Cukup : Nilai = 56-75%
Kurang : Nilai = 40-55%
Tidak baik : Nilai < 40%
9. Pentingnya pengetahuan dalam keperawatan
Sejauh ini pendapat bahwa pengetahuan merupakan aspek
penting yang sangat vital dari keperawatan. Setiap hal yang dilakukan
sebagai perawat dilakukan berdasarkan pengetahuan yang kita anggap
benar dan hal tersebut praktik yang kita lakukan tersebut harus sesuai
dengan pengetahuan (Basford, Slevin, 2006).
10.Cara mengetahui dalam keperawatan
Menurut Carper (1978) yang dikutip oleh Basford, Slevin (2006),
menemukan bahwa empat pola pengetahuan yang berbeda dan masing-
masing diketahui sebagai cara yang valid dan tidak saling mendahului
19
seperti yang dikemukakan oleh Karlinger (1956). Empat cara mengetahui
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Empirik : Ilmu Keperawatan
Pandangan tradisional dan positivistik terhadap pengetahuan.
Pengetahuan yang predominan kuantitatif, berorientasi pada
pengukuran, objektif dan eksperimental, bukan pengetahuan kualitatif,
deskriptif, subjektif dan interpretatif.
b. Etik : Pengetahuan moral dalam keperawatan
Tidak hanya membahas tentang prinsip-prinsip formal dari
keperawatan dan filosofi moral, tetapi juga membahas tentang sifat
praktis dari keputusan tentang moral yang ditekankan pada kehidupan
individu sehari-hari.
c. Pengetahuan pribadi dalam keperawatan
Pengetahuan pribadi berkaitan dengan kapasitas untuk
mengintrospeksi diri sendiri.
d. Estetika : seni keperawatan
Mengetahui apa yang harus dilakukan pada waktu tertentu tanpa
secara sadar mengetahui apa yang harus dilakukan. Perawat yang
sudah mencapai tingkat pengetahuan estetika (artristy) dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan pada saat itu juga, meskipun ia
tidak dapat menjelaskan mengapa tindakan tertentu tersebut
dilakukan.
20
B. Perawat
1. Definisi
Menurut Internasional Council of Nursing (1965) yang dikutip oleh
Ali (2001), perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk
memberikan pelayanan, dan bertanggung jawab dalam peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.
Menurut Taylor C. Lilis C. Lemone (1989) yang dikutip oleh Ali
(2001), perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan
membantu seseorang dengan melindungi dari sakit, luka, dan proses
penuaan.
Menurut Undang-Undang RI. No. 23 tahun 1992 Tentang
Kesehatan yang dikutip oleh Ali (2001), perawat adalah mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan
perawatan.
2. Peran Perawat
Menurut Ali (2001) peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh
seseorang terhadap orang lain dalam hal ini adalah perawat yaitu :
1) Pemberi asuhan keperawatan
2) Pembela pasien
21
3) Pendidik tenaga perawat dan masyarakat
4) Koordinator dalam pelayanan pasien
5) Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan
sejawat
6) Konsultan/penasehat pada tenaga kerja dan klien
7) Pembaharu sistem, metodologi, dan sikap
3. Fungsi Perawat
Fungsi adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perannya (Ali, 2001).
Menurut Phaneuf (1972) yang dikutip oleh Ali (2001) ada tujuh
fungsi perawat yaitu :
a) Melakukan instruksi dokter (fungsi dependen)
b) Observasi gejala dan respon pasien yang berhubungan dengan
penyakit dan penyebabnya
c) Memantau pasien, menyusun, dan memperbaiki rencana keperawatan
secara terus-menerus berdasarkan kondisi dan kemampuan pasien
d) Supervise semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien
e) Mencatat dan melaporkan keadaan pasien
f) Melaksanakan prosedur dan teknik keperawatan
g) Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan
kesehatan fisik dan mental
22
Sedangkan menurut PK. St. Carolus (1983) yang dikutip oleh Ali
(2001), fungsi perawat dibagi tiga yaitu :
a) Fungsi pokok
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun
sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan,
penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya
dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki
kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan
bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.
b) Fungsi tambahan
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan
rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter
c) Fungsi kolaboratif
Sebagai anggota tim kesehatan, Perawat bekerja dalam
merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang
mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
penyembuhan, dan rehabilitasi.
4. Kode Etik Perawat
Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan
yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau
pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik keperawatan di Indonesia
23
telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di Jakarta pada tanggal 29
November 1989 (Ismani, 2001).
Menurut Ismani (2001), Kode etik keperawatan Indonesia tersebut
terdiri dari 4 bab dan 16 pasal diantaranya :
a) BAB I yaitu tanggung jawab perawat terhadap klien
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada individu keluarga,
atau komunitas, perawat sangat memerlukan etika keperawatan yang
merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung jawab mendasar
terhadap pelaksanaan praktik keperawatan dimana inti dari falsafah
tersebut adalah hak dan martabat manusia. Peraturan tentang
hubungan antara perawat dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
1) Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya senantiasa
berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber dari adanya
kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga dan
masyarakat.
2) Perawat, dalam melaksanakan pengabdian di bidang keperawatan
harus memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari
individu, keluarga dan masyarakat.
24
3) Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu,
keluarga, dan masyarakat harus senantiasa dilandasi rasa tulus
ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
4) Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga,
dan masyarakat khususnya dalam mengambil prakarsa dan
mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada
umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi
kepentingan masyarakat
b) BAB II yaitu tanggung jawab perawat terhadap tugas
1) Perawat memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
diserta kejujuran professional dalam menerapkan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga, dan masyarakat.
2) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali
bila diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
3) Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang dimiliki untuk tujuan yang bertentangan dengan
norma-norma kemanusiaan.
4) Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
25
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosal
5) Perawat mengutamakan perlindungan dan keselamatan
pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima
atau mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya
dengan keperawatan.
c) BAB III yaitu tanggung jawab perawat terhadap sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi
kesehatan lain adalah sebagai berikut:
1) Perawat memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan
tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasian
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2) Perawat menyebaruaskan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalambidang keperawatan.
d) BAB IV yaitu tanggung jawab perawat terhadap profesi
1) Perawat berupaya meningkatkan kemampuan professionalnya
secara sendiri-sendiri dan atau bersaa-sama dengan jalan
26
menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan
2) Perawat menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
menunjukkan prilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
3) Perawat berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan
dalampelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
e) BAB V yaitu tanggung jawab perawat terhadap Negara
1) Perawat melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yag telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang
kesehatan dan keperawatan.
2) Perawat berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran
kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan
keperawatan kepada masyarakat.
27
5. Tujuan Kode Etik Perawat
Menurut Ismani (2001), pada dasarnya tujuan kode etik
keperawatan adalah upaya agar perawat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Tujuan
kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar-perawat,
klien/pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi
keperwatan sendiri maupun hubungannya dengan profesi lain diluar
profesi keperawatan.
b) Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh
praktisi keperawatan yang mengidahkan dedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya.
c) Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan
tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun
masyarakat.
d) Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan keperawatan
agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap
profesional keperawatan.
e) Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai/pengguna
tenaga keperawatan akan pentingnya sikap professional dalam
melaksanakan tugas praktik keperawatan.
28
6. Hak dan Kewajiban Perawat
a. Hak perawat
Menurut Ismani (2001), perawat mempunyai hak-hak sebagai
berikut :
1). Perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan profesinya.
2). Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan
spesialis sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
3). Perawat berhak untuk menolak keinginan psien/klien yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta
standard an kode etik profesi.
4). Perawat berhak untuk mendapatkan informasi lengkap dari
pasien/klien atau keluarganya tentang keluhan kesehatan dan
ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diberikan.
5). Perawat berhak untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya
berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan/
kesehatan secara terus-menerus.
6). Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur oleh
institusipelayanan maupun oleh pasien/klien.
7). Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap
resiko kerja yang dapat menimbulkan bahaya fisik maupun stress
emosional.
29
8). Perawat berhak diikut sertakan dalam penyusunan dan penetapan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
9). Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama
baiknya dicemarkan leh pasien/klien dan/atau keluarganya serta
tenaga kesehatan lainnya.
10). Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ketempat tugas lain,
baik melalui anjuran atau pengumuman tertulis karena
diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan
standar profesi atau kode etik keperawatan atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
11). Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan
mengembangkan karir sesuai dengan bidang profesinya.
b. Kewajiban perawat
Ismani (2001), mengatakan perawat tidak hanya mempunyai
hak-hak akan tetapi perawat juga mempunyai kewajiban yaitu :
1). Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang
bersangkutan.
2). Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan
sesuai dengan standar profesi dan batas-batas kegunaannya.
3). Perawat wajib menghormati hak-hak pasien/klien.
30
4). Perawat wajib merujuk pasien/ klien kepada perawat atau tenaga
kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya
sendiri.
5). Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien/kien
untuk berhubungan dengan keluarganya, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang ada.
6). Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien/klien
untuk menjalankan ibadahnya sesuain dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing sepanjang tidak mengganggu
pasien yang lain.
7). Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien/klien dan
keluarganya sesuai dengan batas kemampuannya.
8). Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga
kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan keperawatan kepada pasien/klien
9). Perawat wajib meningkatkan mutu pelayanan keperawatannya
sesuai dengan standar profesi keprawatan demi kepuasan
pasien/kien.
10). Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan
secara akurat dan berkesinambungan.
31
11). Perawat wajib mengikuti mengikuti perkembangan IPTEK
keperawatan atau kesehatan secara terus-menerus.
12). Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas
kemanusiaan sesuai dengan batas-batas kewenangannya.
13). Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang klien/pasien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak
yang berwenang.
14). Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat
bekerja.
C. DEKUBITUS
1. Definisi
Menurut Tambayong (1999) kata dekubitus berasal dari bahasa
latin decumbo yang berarti “berbaring”.
Menurut Chapman (1986), dekubitus adalah suatu daerah
kerusakan seluler yang terlokalisasi akibat tekanan langsung pada kulit
sehingga menyebabkan iskemia tekanan, maupun akibat kekuatan
gesekan sehingga menyebabkan stres mekanik terhadap jaringan
(Morison, 1995).
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
32
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Sutanto, 2008).
2. Klasifikasi perkembangan dekubitus
Menurut Morison (2003), hampir semua dekubitus terutama
disebabkan oleh tekanan yang terus-menerus, biasanya terjadi pada
pasien yang mengalami immobilisasi, perkembangan dekubitus dapat
diklasifikasikan menjadi lima derajat, yaitu :
Derajat 1 hiperemia yang memucat. Tekanan yang ringan dan singkat
dengan jari pada tempat terjadinya eritema yang diakibatkan
tekanan di atas kulit dalam periode yang lama, dapat
menyebabkan kulit menjadi pucat, menunjukkan bahwa kulit
tersebut utuh.
Derajat 2 Hiperemia yang tidak memucat, eritema yang tidak hilang pada
saat dilakukan tekanan ringan dengan jari, mengindikasikan
adanya beberapa gangguan mikrosirkulasi. Mungkin terjadi
kerusakan superfisial, termasuk ulserasi epidermal.
Derajat 3 ulserasi berkembang melewati dermis, ulserasi berkembang ke
bidang pemisah dengan jaringan subkutan.
Derajat 4 ulkus meluas ke dalam lemak subkutan, otot yang aberada di
bawahnya mengalami pembengkakan dan imflamasi, ulkus
33
cenderung untuk menyebar ke arah lateral, untuk sementara
perkembangan ke bawah dihalangi oleh fasia profundas.
Derajat 5 nekrosis infektif menembus ke bawah menuju fasia profunda.
Pada saat ini destruksi muskulus terjadi dengan cepat
3. Faktor resiko dekubitus
Menurut Potter, Perry (2005), berbagai faktor yang dapat menjadi
predisposisi terjadi dekubitus pada klien diantaranya:
a. Gangguan input sensorik
Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri
dan tekanan beresiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit
daripada klien yang sensasinya normal. Klien yang mempunyai
persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekan dapat
mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau
nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan berorientasi,
mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk
mengubah posisi.
b. Gangguan fungsi motorik
Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko
tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi
tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan
tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya dekubitus.
34
c. Perubahan tingkat kesadaran
Klien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari dekubitus.
Klien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan,
tetapi tidak mampu memahami menghilangkan tekanan itu.
d. Gips, Traksi, Alat ortotik, dan peralatan lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya,
sehingga beresiko tinggi terjadi dekubitus akibat gaya friksi eksternal
mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit atau bisa juga
akibat tekanan gips pada kulit yang terlalu ketat dikeringkat atau juga
akibat ekstremitasnya bengkak
4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan dekubitus
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan
akibat utama tekanan. Tetapi ada faktor-faktor tambahan yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya dekubitus yang lebih lanjut pada klien
termasuk di antaranya gaya gesek dan friksi, kelembaban, nutrisi buruk,
anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakeksia
dan usia (Potter, Perry, 2005).
35
5. Patogenesis dekubitus
Tiga elemen dasar yang menjadi dasar terjadi dekubitus, yaitu :
intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan
besarnya tekanan, dan toleransi jaringan.
Menurut Meehan (1994), tempat yang paling sering terjadi
dekubitus adalah sacrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar,
dan tuberositis iskial (Potter, Perry, 2005).
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan
tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar
pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar
daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan
aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jika tekanan dihilangkan
sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih
kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif (Potter, Perry,
2005).
6. Pencegahan dekubitus
Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko
klien. Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang
mempercepat terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas
36
(penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut
(Potter, Perry, 2005).
Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya
membantu perawat mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan
meminimalkan akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member
kontribusi terjadinya dekubitus. Tiga area intervensi keperawatan utama
mencegah terjadinya dekubitus adalah perawatan kulit, yang meliputi
higienis dan perawatan kulit topical ; pencegahan mekanik dan
pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi,
penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik ; dan pendidikan (Potter,
Perry, 2005).
Potter, Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan
dalam pencegahan dekubitus, yaitu :
a. Higiene dan perawatan kulit
Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada
perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien
dikaji terus-menerus oleh perawat, daripada delegasi ke tenaga
kesehatan lainnya. Jenis produk untuk perawatan kulit sangat banyak
dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari
pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alkohol
menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit.
37
Residu alkalin menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit,
dan meningkatkan pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan,
yang kemudian dapat masuk pada luka terbuka.
b. Pengaturan posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan
gaya gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur
setiggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan perluang terjadinya
dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien immobilisasi harus diubah
sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas
sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval
1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya
dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan
jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien
minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu
unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang. Untuk
mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih baik
diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas kursi
tidak dianjurkan duduk lebih dari 2 jam.
c. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)
Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur
khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada
sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat
38
menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami
perbedaan antra alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi
tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan tekanan. Alat
yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar
permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah
32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi
tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di
bawah besar tekanan yang menutupi kapiler.
Potter, Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan
ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga
tujuan yang telah dijelaskan tersebut :
a. Harapan hidup
b. Kontrol kelembaban kulit
c. Control suhu kulit
d. Redistribusi tekanan
e. Perlunya servis produk
f. Perlindungan dari jatuh
g. Kontrol infeksi
h. Kemudahan terbakar api dan
i. Friksi klien/produk
39
7. Penatalaksanaan dekubitus
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik
yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa
disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk
dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi.
Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan
luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang ade kuat dan
cara penghilang tekanan (Potter, Perry, 2005).
Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk
lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus,
eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan
granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1
kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi
karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi
perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses
penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter, Perry, 2005).
D. STROKE
1. Definisi
Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti stroke
adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh
darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,
40
penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh darah Feigin
(2007).
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan,
dengan gejala lemas/lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilang
kesadaran, dan kematian (Junaidi, 2008).
2. Penyebab dan penggolongan stroke
Serangan stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu
penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak yang disebut stroke
iskemik/non perdarahan dan karena adanya perdarahan di otak yang
disebut stroke hemoragik/perdarahan (Junaidi, 2008).
Menurut Feigin (2007), stroke iskemik biasanya disebabkan oleh :
a) Sumbatan oleh bekuan darah (ateroma)
b) Penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke
otak, atau
c) Embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakrani
(arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di
satu atau beberapa arteri intrakrani (arteri yang ada di dalam
tengkorak) ini disebut infark otak atau stroke iskemik.
41
Lalu Junaidi (2008), menambahan penyebab stroke iskemik yaitu:
d) Infeksi
Stroke bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju otak.
e) Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat menyebabkan stroke, seperti kokain dan
amfetamin, dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah di
otak dan menyebabkan stroke.
f) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah keotak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
parah dan menahun. Hal ini tejadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cidera atau pembedahan,
serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Stroke hemorogik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak (hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan yang menutupi otak (hemoragia subaraknoid) Feigin (2007).
42
3. Faktor resiko
Sebagian besar besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor
penyebab medis (misalnya, peningkatan tekanan darah) dan penyebab
perilaku (misalnya merokok). Penyebab-penyebab ini disebut “faktor
resiko”. Sebagin faktor resiko dapat dikendalikan atau dihilangkan sama
sekali baik dengan cara medis misalnya minum obat tertentu, atau
dengan cara nonmedis misalnya dengan perubahan gaya hidup. Ini
disebut faktor resiko yang dapat dimodifikasi (Feigin, 2007).
Feigin (2007) menyatakan sejumlah faktor resiko yang tidak dapat
diubah atau dimodifikasi mencakup penuaan, kecenderungan ginetis dan
suku bangsa. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi mencakup:
a) Hipertensi
b) Tinggi kandar zat-zat berlemak seperti kolesterol di dalam darah
c) Aterosklerosis (mengerasnya arteri)
d) Berbagai gangguan jantung, termasuk febrilasi atrium (denyut jantung
tidak teratur), diabetes, dan aneurisma intrakranium yang belum
pecah.
e) Riwayat stroke dalam keluarga atau penanda ginetis lainnya
f) Migraine
g) Masalah medis lain mencakup berbagai gangguan darah seperti
penyakit sel sabit dan kelainan pembekuan darah, serta adanya
antibody antifosfolipid.
43
h) Merokok
i) Mengkonsumsi alcohol
j) Inaktivitas fisik (kurang aktif secara fisik)
k) Mengkonsumsi kontrasepsi oral
l) Mendengkur dan apnea tidur
m) Menggunakan terapi sulih hormone
n) Kehamilan
o) Stress dan depresi
p) Menyalah gunaan narkoba
q) Kelebihan berat badan (obesitas)
r) Cidera leher
s) Dan faktor resiko lain seperti infeksi virus dan bakteri
4. Gejala dan tanda stroke
Menurut Junaidi (2008), berikut ini adalah gejala dan tanda-tanda
stroke yang lebih menditail :
a) Adanya serang defisit neurologist fokal, berupa kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai, atau salah satu sisi tubuh
b) Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai,
atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah, terasa
kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
c) Mulut, lidah mencong bila diluruskan
44
d) Gangguan menelan seperti sulit menelan, minum suka tersedak
e) Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak
sesuai dengan keinginan, pelo, sengal, bicara ngaco, kata-katanya
tidak dapat difahami (afasia). Bicara tidak lancer, hanya sepatah-
sepatah kata yang terucap
f) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
g) Tidak memahami pembicaraan orang lain
h) Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
i) Tidak dapat berhitung, kepadaian menurun
j) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
k) Hilangnya kendali terhadap kandung kemih seperti kencing yang tidak
disadari
l) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
m) Menjadi pelupa (dimensia)
n) Vertigo (pusing, puyeng), atau perasan berputar yang menetap saat
tidak beraktivitas
o) Awal terjadinya penyakit (onset), mendadak, dan biasanya terjadi pada
saat beristirahat atau bagung tidur
p) Hilangnya penglihatan berupa penglihatan yang terganggu sebagian
lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa
nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat
q) Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
45
r) Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran berupa tuli satu
telinga atau pendengaran kurang
s) Menjadi lebih sensitif seperti mudah menagis atau tertawa
t) Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
u) Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terorganisasi dengan
baik, sempoyongan, atau terjatuh
v) Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma)
5. Akibat yang dapat ditimbulkan stroke
Sebagian stroke bersifat fatal, sementara yang lain menyebabkan
cacaat tetap atau sementara. Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami
stroke akut akan meningggal dalam 1 bulan pertama 3 dari 10 orang
meninggal dalam 1 tahun, 5 dari 10 orang yang meninggal dalam 5 tahun,
dan 7 dari 10 orang meninggal dalam 10 tahun. Tanpa pencegahan yang
memadai 10-20% pasien mengalami dekubitus (luka akibat terlalul lama
tidur/berbaring) dengan atau tanpa disertai infeksi dalam bulan pertama.
Dekubitus adalah salah satu penyebab utama kematian setelah stroke
(Feigin, 2007).
Junaidi (2008), mengemukakan beberap kecacatan yang mungkin
diderita pasien pascastroke :
a) Tidak mampu berbicara atau kemampuan kemampuan berkomunikasi
menjadi berkurang
46
b) Tidak mampu berjalan secara mandiri, perlu bantuan orang lain atau
alat.
c) Gangguan buang air besar, ngompol
d) Gangguan menelan atau makan
e) Ketidak mampuan berpindah posisi, misal dari tempat tidur ke kursi
f) Perlu bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari misalnya
berpakaian mandi mencuci dan lain-lain.
6. Pemeriksaan yang dilakukan di Rumah Sakit
Menurut Feigin (2007), pemeriksaan yang dilakukan di Rumah
sakit meliputi :
a) CT (Computerised Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
b) Ultrasonografi dan MRA (Magnetic Resonance Angiography)
c) Angiografi otak
d) Pungsi lumbal
e) EKG (Elektrokardiografi)
f) Ekokardiografi
g) Foto torak
h) Pemeriksaan darah dan urin
47
7. Penatalaksanaan stroke
Menurut Junaidi (2008), keadaan khusus yang perlu mendapat
penanganan :
a) Hipertensi
b) Kelainan fungsi jantung
c) Hiperglikemia
d) Hemoglobin yang rendah
e) Penurunan kadar albumin
Penatalaksanaan pada stroke iskemik yang ideal adalah sesuai
dengan patofisiologinya, dan kemajuan dalam bidang biologi molekuler,
seluler, dan subseluler membuktikan bahwa sel neuron yang terancam
mati dan terganggu fungsinya pada serangan stroke bukan hanya di
daerah lesi melainkan juga di daerah sekitarnya yaitu di daerah
penumbra. Jadi penanganan pertama yang ideal untuk stroke adalah
tindakan umum suportif yang dilakukan mulai pre-hospital (dirumah
penderita, selama transportasi, atau di klinik) sampai di ruang gawat
darurat rumah sakit sebelum dikonsultasikan kepada spesialis saraf untuk
penanganan yang lebih khusus. Biasanya diberikan oksigen dan dipasang
infuse untuk memasukkan cairan dan zat makanan, dan diberi terapi
sesuai keadaan atau proses tahapan strokenya. Obat terapi khusus
stroke iskemik adalah obat trombolitik (penghancur thrombus atau
sumbatan pembuluh darah), obat anti agregasi trombosit/antikoagulan
48
(anti pembekuan darah), neuroprotektan (pelindung saraf), dan antagonis
kalsium seperti nimodipin (Junaidi, 2008).
E. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian ini adalah :
Skema 2.1 : Kerangka konsep hubungan pengetahuan perawat
dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke
berdasarkan pendidikan, pengalaman, dan usia.
Variabel Independen Variabel Dependen
F. HIPOTESA PENELITIAN
1. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
pencegahan dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun
2009.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
49
Pengetahuan Perawat :
Pendidikan
Lama kerja
Usia
Pencegahan Dekubitus pada pasien stroke
2. Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan perawat dengan
pencegahan dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun
2009.
Ha : Ada hubungan antara pendidikan perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
3. Ho : Tidak ada hubungan antara lama kerja perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
Ha : Ada hubungan antara lama kerja perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
4. Ho : Tidak ada hubungan antara usia perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
Ha : Ada hubungan antara usia perawat dengan pencegahan dekubitus di
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis survei bersifat deskriptif analitik
dengan desain cross sectional yaitu melihat apakah ada hubungan
pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke
(Notoatmodjo, 2005).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah Di RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai dengan pertimbangan :
a. Tersedianya jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian.
b. RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit milik
pemerintah dengan tipe B yang merupakan lahan praktek bagi
mahasisiwa/i program D III dan S I Keperawatan Universitas Prima
Indonesia Medan.
c. Lokasi penelitian berada di tengah Kota Binjai dan merupakan jalur
transfortasi sehingga dapat mudah dijangkau oleh peneliti.
51
50
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2009 di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang
bertugas di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai pada tahun 2009 yang
berjumlah 252 orang.
2. Sampel
a. Besar sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat RSUD Dr. RM. Djoelham
Binjai pada bulan Juli 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Berdasarkan jumlah populasi perawat pelaksana pada bulan
Juli 2009 yaitu sebanyak 252, didapatkan perawat yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 54 orang. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka ditetapkan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 54 orang.
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara
porposive sampling atau pengambilan sampel yang didasarkan pada
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (kriteria inklusi
52
dan eksklusi). Subjek penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria Inklusi:
1. Perawat pelaksana penyakit dalam (Ruang Melati dan
Flamboyan) ruang ICU.
2. Setuju mengikuti penelitian (inform concent)
Kriteria eksklusi:
1. Perawat pelaksana yang bukan bertugas di ruang penyakit dalam
(Ruang Melati dan Flamboyan) dan ICU.
2. Tidak setuju mengikuti penelitian (inform concent)
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui data
primer yang diperoleh dari pemberian kuesioner yang diberikan pada perawat
di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2009. Lalu peneliti melakukan
penelitian dan memperoleh data dengan memberikan kuesioner pada
responden untuk diisi, setelah diisi oleh responden peneliti mengumpulkan
kembali kuesioner tersebut untuk selanjutnya dikoreksi dan diolah untuk
mendapatkan hasil penelitian.
53
E. Definisi Operasional
VariabelDefinisi
OperasionalParameter Alat Ukur
Skala Ukur
Kode
Variabel independentPengetahuan
Pendidikan
Lama kerja
Usia
Perawat Mengerti dan paham untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam pencegahan dekubitus
Suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang di dapat dari dalam dan luar sekolah yang di jalani seseorang untuk mendalami ilmu keperawatan
Lama peristiwa atau kejadian yang telah dialami perawat dalam pencegahan dekubitus dari awal masuk RS hingga saat dikaji
Ukuran hidup seseorang perawat sejak lahir hingga perawat diteliti
a.Berpengetahuan baik dalam pencegahan dekubitus
b.Berpengetahuan cukup dalam pencegahan dekubitus
c. Kurang tahu mencegah dekubitus
d.Pengetahuan tidak baik untuk mencegah dekubitus
a.Tamatan SPKb.Tamatan D-III
Keperawatanc. Tamatan S-I Keperawatan
a.Mempunyai pengalaman kerja < 2 tahun
b.Mempunyai pengalaman kerja ≥ 2 tahun
a.20-30 tahunb.30-40 tahunc. >40 tahun
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Ordinal
Ordinal
Nominal
Ratio
1)Baik (76-100%)
2)Cukup (56-75%)
3)Kurang (40-55%)
4)Tidak baik (<40%)
1)SPK2)D-III
Keperawatan 3)S-I keperawatan
1)< 2 tahun
2)≥ 2 tahun
1)20-30 tahun2)31-40 tahun3)>40 tahun
Variabel dependentPencegahan dekubitus pada pasien stroke
Pencegahan yang dilakukan pada luka akibat lama berbaring akibat serangan stroke
a.Dapat mencegah dekubitus pada pasien stroke
b.Tidak dapat mencegah dekubitus pada pasien stroke
Kuesioner Nominal 1)Ya
2)Tidak
54
F. Aspek Pengukuran
1. Pengukuran
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner, maka dapat
dikategorikan pengetahuan dalam 4 kategori, yaitu:
a. Baik, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total nilai
13-16 atau 76-100% (kode 1).
b. Cukup, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total
nilai 9-12 atau 56-75% (kode 2).
c. Kurang, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total
nilai 5-8 atau 40-55% (kode 3).
d. Tidak baik, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh
total nilai 0-4 atau <40% (kode 4).
2. Pencegahan Dekubitus
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner, maka dapat
dikategorikan pencegahan dekubitus dalam 2 kategori, yaitu:
a. Ya, bila responden menjawab semua pertanyaan dengan benar
dengan nilai 5 atau 100% (kode 1)
b. Tidak, bila responden tidak dapat menjawab benar dari semua
pertanyaan <5 atau <100% (Kode 2).
55
3. Umur
Umur dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. 20-30 tahun, jika responden berusia < 20 tahun (kode 1).
b. 31-40 tahun, jika responden berusia 20-40 tahun (kode 2).
c. > 40 tahun, jika responden berusia > 40 tahun (kode 3).
4. Lama Kerja
Lama kerja dikategorikan ke dalam 2 kategori, yaitu:
a. < 2 tahun, jika responden bekerja < 2 tahun (kode 1).
b. ≥ 2 tahun, jika responden berusia ≥2 tahun (kode 2).
5. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. SPK, jika responden mendapatkan pendidikan formal
terakhir di SPK (kode 1).
b. D-III Keperawatan, jika responden mendapatkan
pendidikan formal terakhir D-III Keperawatan (kode 2).
c. S1 Keperawatan, jika responden mendapatkan
pendidikan formal terakhir S1 Keperawatan (kode 3).
56
G. Uji Statistik
Untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu
pengetahuan perawat dan variabel dependen yaitu pencegahan dekubitus
pada pasien stroke dilakukan uji statistik chi square (X2). Dasar pengambilan
keputusannya dapat dilakukan dengan perbandingan chi square uji hitung
dan tabel dimana :
1. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan pengetahuan perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan pengetahuan perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
2. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan pendidikan perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan pendidikan perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
3. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan lama kerja perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan lama kerja perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
4. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan usia perawat maka Ho diterima, Ha ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan usia perawat maka Ho ditolak, Ha diterima.
57
H. Pengolahan dan Analisis Data
1. Tekhnik Pengolahan Data
a. Editing
Dilakukan pengecekan atau kelengkapan data yang telah terkumpul.
Bila terdapat kesalahan atau kekurangan data maka akan di perbaiki
dengan memeriksa serta dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Cooding yaitu data telah diedit, diubah kedalam kode atau angka.
Dalam hal ini pengolahan data memberikan kode kepada semua
variable, kemudian mencoba menentukan tempatnya didalam coding
sheet (coding form), dalam beberapa kolom baris ke berapa.
c. Tabulating
Data yang telah lengkap dihitung sesuai dengan variable yang
diperbaiki kemudian data dimasukkan kedalam distribusi frekuensi.
d. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke program
komputer untuk diolah dengan SPSS (Statistik Product Service
Solution) versi 16.
58
2. Analisa Data
Semua data yang diperoleh dibuat suatu analisa sehingga data
tersebut dapat memberi makna yang berguna untuk memecahkan
masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan analisa :
1. Univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran masing-masing
variabel. Data tersebut ditampilkan dalam tabel frekuensi.
2. Bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
Pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien
stroke menggunakan uji chi-square (x2) didapat P<0,05 atau
confidence levelnya 95% dengan kriteria jika xhitung > xtabel
maka ada
hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada
pasien stroke dan jika xhitung < xtabel maka tidak ada hubungan
pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien
stroke.
59