1

6
1. 1. PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) 2. 2. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. 3. 3. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan Validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. 4. 4. PRINSIP DASAR AHP Membuat Hierarki Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen- elemen pendukung, dan menyusun elemen secara hierarki Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat Menentukan Prioritas Nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement untuk menghasilkan bobot dan prioritas Konsistensi Logis Tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu 5. 5. STRUKTUR ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Konsep dasar AHP adalah penggunaan matriks pairwise comparison (matriks perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relative antar kriteria maupun alternative. Suatu

description

ok

Transcript of 1

Page 1: 1

1. 1. PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

2. 2. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

3. 3. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan Validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.

4. 4. PRINSIP DASAR AHP Membuat Hierarki Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen- elemen pendukung, dan menyusun elemen secara hierarki Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat Menentukan Prioritas Nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement untuk menghasilkan bobot dan prioritas Konsistensi Logis Tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu

5. 5. STRUKTUR ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Konsep dasar AHP adalah penggunaan matriks pairwise comparison (matriks perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relative antar kriteria maupun alternative. Suatu kriteria akan dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan di atasnya (Saaty, 1986).

6. 6. SKALA DASAR PERBANDINGAN BERPASANGAN Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama Pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama 3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih Penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya. 7 Sangat Penting Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya. 9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada keyakinan tertinggi. 2,4,6,8 Nilai Tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian di antara dua tingkat kepentingan yang berdekatan.

7. 7. Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensian. Saaty (1990) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik ber ordo n dapat diperoleh dengan rumus : CI = (λmaks-n)/(n-1)................................................... (1) Dimana : CI = Indeks Konsistensi (Consistency Index) λmaks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks

Page 2: 1

konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI). Nilai ini bergantung pada ordo matrik n.

8. 8. n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 • Rasio konsistensi dapat dirumuskan : • CR = CI/RI............................................................... (2) • Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian pendapat masih dianggap dapat diterima. Tabel 2. 2 Daftar Indeks random konsistensi (RI)

9. 9. KASUS Kasus dalam Analytic Hierarchy Process (AHP) Universitas Pemodelan ingin mencari mahasiswa terbaik, terdapat 3 orang kandidat yaitu wayan, made,dan komang. Dengan syarat kriteria IPK, karya ilmiah dan jabatan dalam organisasi kemahasiswaaan. Berikut ini adalah sub kriteria yang harus dipenuhi oleh masing-masing kandidat yaitu : IPK (Sangat baik : 3,50 – 4,00), (Baik : 3,00 – 3,39), (Cukup : 2,75 – 2,99) Karya ilmiah (Sangat baik : 85 - 100), (Baik : 75 - 84), (Cukup : 65 - 74) Jabatan organisasi kemahasiswaan (Ketua, coordinator dan anggota)

10. 10. ANALISIS KASUS 1. Membentuk matrik Pairwise Comparison,kriteria. Terlebih dahulu melakukan penilaian perbandingan dari kriteria (Perbandingan ditentukan dengan mengamati kebijakan yang dianut oleh penilai) Kriteria IPK 5 kali lebih penting dari jabatan organisasi, dan 4 kali lebih penting dari nilai karya ilmiah Kriteria nilai karya ilmiah 2 kali lebih penting dari jabatan organisasi Jadi dalam hal ini terjadi 3 kali perbandingan terhadap 3 kriteria (IPK > jabatan, IPK > nilai karya ilmiah, jabatan < nilai karya ilmiah).

11. 11. Nilai bobot IPK didapat dari hasil 1/3*(1/1,450 + 3/5,5 + 5/8) 12. 12. Dan berikut adalah matriks perbandingan berpasangan untuk Faktor IPK, Karya

ilmiah dan Jabatan 13. 13. Perbandingan di atas adalah dengan membandingkan kolom yang terletak paling

kiri dengan setiap kolom ke dua, ketiga dan keempat 14. 14. 2. Melakukan evaluasi untuk faktor IPK, karya ilmiah dan jabatan dalam

organisasi dengan menentukan rangking kriteria dalam bentuk vector prioritas. Ubah matriks Pairwise Comparison ke bentuk desimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut IPK Wayan Made Komang Wayan 1,000 3,000 5,000 Made 0,333 1,000 2,000 Komang 0,200 0,500 1,000 Jumlah 1,533 4,500 8,000

15. 15. Karya ilmiah Wayan Made Komang Wayan 1,000 2,000 4,000 Made 0,500 1,000 3,000 Komang 0,250 0,333 1,000 Jumlah 1,750 3,333 8,000 Jabatan Wayan Made Komang Wayan 1,000 4,000 7,000 Made 0,250 1,000 5,000 Komang 0,143 0,200 1,000 Jumlah 1,393 5,200 14,000

16. 16. Setelah jumlah kolomnya ditentukan, angka–angka dalam table matriks tersebut dibagi dengan jumlah kolomnya masing–masing sehingga menghasilkan tabel berikut IPK Wayan Made Komang Wayan 0,652 0,666 0,625 Made 0,217 0,222 0,250 Komang 0,130 0,111 0,125 Karya ilmiah Wayan Made Komang Wayan 0,571 0,600 0,500 Made 0,285 0,300 0,375 Komang 0,142 0,099 0,125 Jabatan Wayan Made Komang Wayan 0,718 0,769 0,500 Made 0,179 0,192 0,357 Komang 0,103 0,038 0,714

17. 17. Menentukan skala prioritas Untuk menentukan skala prioritas IPK, karya ilmiah dan jabatan untuk ketiga kandidat mahasiswa terbaik tersebut, didapatkan dari nilai rata–rata baris matriks perbandingan berpasangan berikut ini : IPK Wayan Made Komang Jumlah baris Skala Prioritas Wayan 0,652 0,666 0,625 1,943 0,648 Made 0,217 0,222 0,250 0,689 0,229 Komang 0,130 0,111 0,125 0,366 0,122 Karya ilmiah Wayan Made Komang Jumlah baris Skala Prioritas Wayan 0,571 0,600 0,500 1,671 0,557 Made 0,285 0,300 0,375 1,260 0,420 Komang 0,142 0,099 0,175 0,416 0,138

Page 3: 1

18. 18. Jabatan Wayan Made Komang Jumlah baris Skala Prioritas Wayan 0,718 0,769 0,500 1,987 0,662 Made 0,179 0,192 0,357 0,728 0,243 Komang 0,103 0,038 0,714 0,855 0,285

19. 19. Rata-rata baris : IPK : 0,648 = (0,625 + 0,666 + 0,625)/3 0,229 = (0,217 + 0,222 + 0,250)/3 0,122 = (0,130 + 0,111 + 0,125)/3 Karya Ilmiah : 0,557 = (0,571 + 0,600 + 0,500)/3 0,420 = (0,285 + 0,300 + 0,375)/3 0,138 = (0,142 + 0,099 + 0,175)/3 Jabatan : 0,662 = (0,718 + 0,769 + 0,500)/3 0,243 = (0,179 + 0,192 + 0,357)/3 0,285 = (0,103 + 0,038 + 0,714)/3

20. 20. Sehingga didapatkan factor evaluasinya adalah Faktor Wayan Made Komang IPK 0,648 0,229 0,122 Karya ilmiah 0,557 0,420 0,138 Jabatan 0,662 0,243 0,285

21. 21. 3. Menentukan Rasio Konsistensi Penentuan rasio konsistensi dimulai dengan menentukan Weighted Sum Vector. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengalikan angka faktor evaluasi untuk sub kriteria IPK pertama dalam hal ini Wayan dengan kolom pertama dari matriks perbandingan berpasangan awal (yang telah didisemalkan). Kemudian mengalikan faktor sub kriteria IPK pengembang kedua (made) dengan kolom kedua, dan faktor sub kriteria IPK pengembang ketiga (komang) dengan kolom ketiga dari matriks perbandingan berpasangan. Kemudian kita menjumlahkan nilai-nilai atau angka–angka baris per baris Weighted Sum Vector • 1,945 = (0,648*1) + (0,229*3) + (0,122*5) • 0,689 = (0,648*0,333) + (0,229*1) + (0,122*2) • 0,365 = (0,648*0,2) + (0,229*0,5) + (0,122*1)

22. 22. Langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Vector . Hal ini dapat dilakukan dengan cara membagi nilai weighted sum vector dengan nilai faktor evaluasi yang telah didapatkan sebelumnya. • Consistency Vector • 3,001 = 1,945/0,648 • 3,008 = 0,689/0,229 • 2,995 = 0,365/0,122 • Kini setelah kita menemukan consistency vector-nya, kita perlu menghitung nilai–nilai dua hal lainnya, yaitu lambda (λ) dan Consistency Index (CI), sebelum rasio konsistensi terakhir dapat dihitung. Nilai lambda merupakan nilai rata–rata consistency vector. • CI = (λ -n)/(n-1) • Dimana n merupakan jumlah alternatif dalam hal ini jumlah orang yang sedang dibandingkan. Dalam kasus ini, n = 3, untuk tiga nama mahasiswa akademik yang berbeda yang sedang diperbandingkan. Hasil–hasil kalkulasinya adalah sebagai berikut : • λ = (3.001 + 3,008 + 2,995)/3 = 3,025 • Sehingga di dapat : CI = (3,025 - 3)/(3 - 1) = 0,0126 Yang terakhir dalam kalkulasi AHP adalah penghitungan Consistency Ratio. Consistency Ratio (CR). CR = CI/IR = 0,0126/ 0.58 = 0.0217

23. 23. Consistency ratio tersebut mengindikasikan tingkat konsistensi pengambil keputusan dalam melakukan perbandingan berpasangan yang pada akhirnya mengindikasikan kualitas keputusan atau pilihan kita. Umumnya, jika CR nya adalah 0.10 atau kurang, maka perbandingan yang dilakukan si pengambil keputusan termasuk nilai dari hasil perbandingan untuk dasar pengambilan keputusan secara relatif bisa dikatakan konsisten. Untuk nilai CR yang lebih besar dari 0.10, menunjukkan bahwa si pengambil keputusan harus secara serius mempertimbangkan untuk mengevaluasi ulang respon– responnya selama dilakukan perbandingan berpasangan yang dilaksanakan untuk mendapatkan matriks awal dari perbandingan–perbandingan berpasangan.

24. 24. Dan berdasarkan pada perbandingan berpasangan yang dilakukan maka didapat hasil akhir seperti yang terlihat pada tabel berikut ini : Faktor Bobot Wayan Made Komang IPK 0,681 0,648 0,229 0,122 Karya ilmiah 0,201 0,557 0,420 0,138 Jabatan 0,118 0,662 0,243 0,285 Total nilai evaluasi 0,666 0,283 O,161 Nilai 0,666 didapat dari total nilai evaluasi dikali bobot Dengan hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa wayan menjadi mahasiswa terbaik di Universitas Pemodelan

Page 4: 1

25. 25. KESIMPULAN Penggunaan Metode AHP memungkinkan pengambil keputusan dapat melihat keunggulan-keunggulan dari masing-masing alternatif pada kriteria tertentu, sehingga alternatif yang memiliki skor terbesar merupakan pilihan terbaik. Dalam pemberian bobot untuk setiap faktor atau kriteria, diperlukan konsistensi sehingga ketika ditemukan Consistency ratio yang lebih besar dari 0.10, maka perlu dilakukan re-evaluasi terhadap faktor-faktor tersebut. AHP dapat digunakan ketika faktor-faktor yang mempengaruhi relatif cukup banyak, sehingga penilaian terhadap satu faktor terhadap alternatifnya membutuhkan konsistensi untuk mendapatkan pilihan terbaik. Dalam pemberian bobot memerlukan data atau informasi yang akurat, untuk itu dapat dilakukan fogus group antara unsur terkait dalam pengambilan keputusan, sehingga bobot yang diberikan terhadap suatu faktor dapat lebih tepat.