1
-
Upload
seftianandriono5732 -
Category
Documents
-
view
209 -
download
2
Transcript of 1
PPEEMMBBUUAATTAANN PPEETTAA IINNFFOORRMMAASSII PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH TTIIGGAA DDIIMMEENNSSII
LLAAPPOORRAANN PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
KKeeggiiaattaann PPeemmbbiinnaaaann PPeennaattaaaann RRuuaanngg NNaassiioonnaall TTaahhuunn AAnnggggaarraann 22000066
JJuunnii 22000066
DDEEPPAARRTTEEMMEENN PPEEKKEERRJJAAAANN UUMMUUMM DDIIRREEKKTTOORRAATT JJEENNDDEERRAALL PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG SSAATTUUAANN KKEERRJJAA PPEEMMBBIINNAAAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG NNAASSIIOONNAALL
PPEEMMBBUUAATTAANN PPEETTAA IINNFFOORRMMAASSII PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH TTIIGGAA DDIIMMEENNSSII
LLAAPPOORRAANN PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
KKeeggiiaattaann PPeemmbbiinnaaaann PPeennaattaaaann RRuuaanngg NNaassiioonnaall TTaahhuunn AAnnggggaarraann 22000066
Juni 2006
KKeerrjjaassaammaa AAnnttaarraa ::
SSAATTUUAANN KKEERRJJAA PPEEMMBBIINNAAAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG NNAASSIIOONNAALL dengan
PT Waindo SpecTerraKompleks Perkantoran Pejaten Raya Gedung 7 – 8 Jln. Pejaten Raya. no.2 Pasar Minggu, Jakarta Selatan Telp. 021 – 708 53970, 798 6816, 798 6405 Email : [email protected], Website : Waindo.co.id
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan karunia-Nya lah laporan pendahuluan “Pembuatan Peta
Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi” ini dapat selesai dengan
baik.
Perubahan pemanfaatan ruang yang cepat dewasa ini di daerah perkotaan
ditambah dengan arus urbanisasi yang besar membuat penataan ruang
menjadi sangat penting artinya karena terkait dengan pemenuhan akan
kebutuhan lahan untuk berbagai keperluan.
Untuk menunjang hal tersebut, maka dilaksanakan pekerjaan “Pembuatan
Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi” agar tersedia basis
data serta peta-peta tematik tiga dimensi yang bermanfaat untuk
pengambilan keputusan yang terkait dengan penataan ruang.
Kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
persiapan laporan ini. Tanggapan dan saran yang berguna bagi pelaksanaan
kegiatan ini dan sekaligus sebagai perbaikan sangat kami harapkan
Jakarta, Juni 2006
PT. Waindo SpecTerra
Agustina Nurul Team Leader
Laporan Pendahuluan i
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan
DDAAFFTTAARR IISSII
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ii
BAB I Pendahuluan ……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Maksud dan Tujuan …………………………………………….. 6
1.3 Sasaran ………………………………………………………….. 7
1.4 Lingkup dan Lokasi Kegiatan ………………………………… 8
1.5 Keluaran ………………………………………………………… 9
1.6 Sistematika Pembahasan ……………………………………. 10
BAB II Gambaran Umum Wilayah Kerja............................................ 12
2.1 Letak Geografis ………………………………………………… 12
2.2 Kondisi Topografi ………………………………………………. 13
2.3 Kondisi Klimatologis ……………………………………………. 14
2.4 Kondisi Geologi ………………………………………………… 15
2.5 Penggunaan Lahan ……………………………………………. 17
2.6 Populasi dan Sosial Budaya ………………………………….. 20
BAB III Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan ……………………….. 23
3.1 Pendekatan …………………………………………………… . 23
3.2 Metodologi ………………………………………………………. 27
3.2.1 Umum …………………………………………………………… 27
3.2.2 Spesifikasi Teknis ……………………………………………… 28
3.2.3 Persiapan ………………………………………………………… 30
3.2.4 Pengumpulan Data………………………………………………. 30
ii
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan
BAB IV Tenaga Ahli dan Rencana Kerja………………………………… 60
4.1 Organisasi Pelaksanaan Proyek……………………………….. 61
4.2 Rencana Kerja dan Tugas Tim…………………………………. 61
4.2.1 Rincian Kerja Tenaga Ahli ……………………………………… 61
4.2.2 Asisten Tenaga Ahli, Tenaga Pendukung, dan Peralatan … 61
4.3 Jadual Penugasan Personil ……………………………………. 65
4.4 Jadual Kegiatan …………………………………………………. 67
BAB V Hasil Yang Diserahkan………………………………………….. 67
5.1 Pelaporan ………………………………………………………… 67
5.1.1 Laporan Pendahuluan……………………………………………. 67
5.1.2 Laporan Antara ………………………………………………….. 67
5.1.3 Konsep Laporan Akhir …………………………………………. 68
5.1.4 Laporan Akhir …………………………………………………… 68
5.1.5 Keluaran Yang Berupa Hasil Inovasi………………………….. 69
5.1.6 Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi…….. 69
BAB VI Penutup ………………………………………………………….. 70
iii
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
BBAABB II PPeennddaahhuulluuaann
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yang ada di Indonesia akan
berpengaruh dalam dinamika pemanfaatan ruang, sehingga berlangsung cepat.
Dinamika pemanfaatan ruang yang berlangsung sangat cepat membutuhkan
sistem penataan ruang yang komprehensif, akurat, dan up to date. Di perkotaan,
dinamika pembangunan yang terjadi ditunjukkan dengan tingkat urbanisasi yang
sangat tinggi. Berdasarkan data Word Resources tahun 2000, tercatat bahwa
antara tahun 1990-1995, laju pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 4,76%
lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk nasional yang mencapai 1,7%.
Diperkirakan pada akhir tahun 2018, sekitar setengah dari penduduk Indonesia
akan tinggal di perkotaan (52%).
Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan tingginya
tingkat urbanisasi akan menimbulkan berbagai dampak yang tidak sederhana. Hal
tersebut sangat berhubungan dengan pemenuhan akan kebutuhan lahan dan
infrastruktur akan menjadi sangat penting, karena berhubungan dengan berbagai
macam kegiatan yang di lakukan oleh penduduk. Dampak dari urbanisasi yang
sangat tinggi dalam jangka pendek, dan kemungkinan akan terus berlanjut terus
adalah :
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk perkantoran maupun perumahan
menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian yang mencapai 30 hektar pertahun (Kompas, 10 Oktober,
2001).
Meningkatnya polusi udara terutama oleh kendaraan bermotor yang
mencapai 70% dari total polusi udara di perkotaan (Kompas, 21
September, 2002).
Laporan Pendahuluan 1
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Semakin berkurangnya perumahan maupun perkantoran yang
menyediakan lahan untuk taman dan membiarkan lahannya dalam bentuk
tanah tanpa ditutup oleh teras, hal tersebut akan menyebabkan semakin
berkurangnya daerah resapan air .
Semakin terjadi peningkatan penghunian di bantaran sungai, yang
seharusnya menjadi kawasan penyangga, sehingga berdampak pada
penurunan kualitas daerah aliran sungai.
Berbagai hal diatas merupakan contoh sebagian kecil yang menunjukkan
kurangnya kepedulian dan pemahaman kita tentang arti penting fungsi ekologis
dan daya dukung lingkungan dalam penataan ruang. Oleh karena itu diperlukan
penataan ruang untuk mencegah terjadinya berbagai macam hal yang mungkin
terjadi, seperti banjir, kurang tersedianya lahan pertanian yang akan
mengakibatkan berkurangnya produksi beras, berkuranya ketersediaan air di
karenakan kurangnya daerah resapan air dsb. Dengan tingginya laju
pembangunan di Negara Indonesia, sehingga di perlukan pengelolaan ruang yang
komprehensif, akurat dan up to date pada seluruh tingkatan hierarki penataan
ruang mulai dari nasional, pulau, provinsi, kabupaten dan kota.
Proses penataan ruang memerlukan berbagai sumber data yang mencakup
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam setiap
tahapan di perlukan data spasial dan non-spasial yang berasal dari multi institusi
dan multi-level (Pusat - Daerah). Sementara penyusunan kebijakan dan strategi
penataan ruang yang implementable memerlukan masukan data dan informasi
peta yang akurat dan tepat waktu. Oleh karena itu di perlukan monitoring secara
berkelanjutan melalui pemetaan wilayah oleh masing-masing sektor dengan
menyiapkan informasi spasial (peta) tematik yang akan digunakan untuk
penyusunan kebijakan rencana tata ruang berdasarkan tingkatan hierarki
penataan ruang mulai dari tingkat RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW
Kabupaten dan Kota, sehingga sustainabilitas lahan tetap terus terjaga.
Laporan Pendahuluan 2
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Dalam undang-undang nomor 24 tahun 1992, yang dimaksudkan dengan
penataan ruang adalah proses dalam penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan rencana tata ruang dan pengendalian rencana tata ruang dalam
suatu wilayah. Penyusunan peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi
dimaksudkan untuk membuat/menyusun format peta penataan ruang wilayah
dalam bentuk matra tiga dimensi, yang selama ini produk tata ruang di buat dalam
bentuk peta dua dimensi. Dengan perbedaan tampilan pada peta penataan ruang
tersebut diharapkan dapat memperoleh beberapa peningkatan dalam proses
penataan ruang tersebut. Berkaitan dengan tujuan tersebut maka pemerintah
melalui Ditjen Penataan Ruang Departemen PU berupaya untuk meningkatkan
format peta dua dimensi menjadi bentuk tiga dimensi dan media e-governmentnya
dengan beberapa pertimbangannya.
Sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya Pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum telah
menyusun pedoman rencana tata ruang wilayah Pulau Jawa dan Bali
berdasarkan PP No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rencana tata ruang wilayah pulau Jawa dan Bali ini telah mendapatkan
kesepakatan para Gubenur wilayah Provinsi yang terkait dalam pertemuan
kerjasama yang telah di laksananakan di Denpasar Bali pada bulan Juni tahun
2004.
Saat ini rencana tata ruang tersebut sedang dalam proses RaPerPres untuk
ditetapkan menjadi satu keputusan Presiden yang digunakan sebagai acuan
dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah dan arahan pembangunan
wilayah serta sektoral untuk wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang ada di
pulau Jawa dan Bali.
Sebagai produk hukum berupa peraturan (PerPres) dalam ketetapan yang
mengikat, maka seluruh substansi yang terkandung di dalam rencana tata ruang
wilayah Pulau Jawa dan Bali ini harus:
1. Memuat seluruh materi dan substansi yang jelas dan akurat, sehingga
setiap penyimpangan dan kesalahan sekecil apapun dapat di hindari
Laporan Pendahuluan 3
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
atau juga diberikan sanksi jika terjadi kesalahan sesuai dengan
kekuatan hukum yang terkandung di dalam perturan tersebut.
2. Memiliki sifat informatif sehingga seluruh masyarakat, institusi dan
lembaga (pemerintah, swasta) dapat memperoleh kejelasan tentang
peraturan Presiden tentang rencana tata ruang wilayah Pulau Jawa dan
Bali termasuk substansi dan materi yang terkandung di dalamnya.
Dalam hal lain Penyelenggaraan Penataan Ruang diarahkan untuk :
Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang
efektif, transparan dan partisipatif,
Mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang
tertib berdasarkan rencana tata ruang, dan
Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjamin
efektifitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan.
Dalam mendukung keberhasilan peraturan Presiden dalam bentuk produk
hukum yang mengikat tersebut, maka dibutuhkan media yang dapat dipergunakan
dalam memberikan kemudahan memperoleh informasi dan juga memberikan
kejelasan pada substansinya.
Produk tata ruang wilayah pulau Jawa dan Bali, berbentuk dokumen-
dokumen standar, yang berisi beberapa materi rencana tata ruang wilayah dalam
bentuk narasi dan peta-peta arahan penataan ruang wilayah pulau Jawa dan Bali
Pada implementasi rencana tata ruang Pulau Jawa dan Bali ada beberapa
kendala pemahaman yang disebabkan oleh:
1. Kurangnya pemahaman pada substansi karena produk rencana tata
ruang tersebut berbentuk dokumen buku dan peta diperlukan
pemahaman dokumen tersebut yang mendalam dan keahlian khusus
dalam memahami, sehingga hanya instansi dan lembaga tertentu saja
yang dapat mempergunakan.
2. Kurangnya pemahaman rencana tata ruang karena kendala
tersebut, mengakibatkan kurang tertibnya penyelenggaraan rencana
Laporan Pendahuluan 4
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
tata ruang sebagaimana diamanatkan pada pokok tertib pemanfaatan
ruang.
3. Perangkat pengendalian ruang untuk efektifitas dan efisiensi
pembangunan masih kurang terjadi karena kendala masih lemahnya
pemahaman akan rencana tata ruang.
Untuk itu diperlukan media yang dapat membantu dalam mengatasi
beberapa kondisi yang terjadi dalam rencana tata ruang wilayah pulau Jawa dan
Bali, media ini juga sebagai perangkat untuk:
Mempermudah dalam memahami rencana tata ruang wilayah Pulau
Jawa dan Bali sebagai produk hukum yang memuat aturan dan sanksi
hukum yang melekat di dalamnya, sehingga seluruh instansi, lembaga
dan masyarakat dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan
rencana tata ruang wilayah pulau Jawa dan Bali ini sebagai satu
peraturan yang harus dipatuhi.
Memahami dan menggali beberapa potensi yang terdapat dalam
rencana tata ruang wilayah, yang selama ini belum tergali karena
minimnya informasi yang di sediakan dalam peta maupun buku rencana
tata ruang.
Mengantisipasi permasalahan yang dapat ditimbulkan sebagai akibat
dari penyimpangan rencana tata ruang pulau yang telah ditetapkan
dalam peraturan Presiden.
Sehingga dalam membantu mengantisipasi kondisi tersebut diatas, pada
tahun anggaran ini Ditjen Penataan Ruang melaksanakan kegiatan “Pembuatan
Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi” dengan kandungan
tematiknya adalah sebagai berikut:
1. Peta kontur/ketinggian
2. Peta kemiringan lahan
3. Peta kesesuaian lahan
4. Peta kerapatan vegetasi
5. Peta daerah terbangun
Laporan Pendahuluan 5
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
6. Peta kepadatan penduduk.
Keenam peta informasi penataan ruang tiga dimensi ini dibuat dalam skala
1:250.000 untuk pulau Jawa dan Bali.
Penyusunan peta penyelenggaraan tata ruang dalam format tiga dimensi ini
memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan produk yang telah disusun
selama ini. Sehingga secara langsung produk tersebut diharapkan memiliki sifat
lebih informatif dibandingkan produk peta vektor yang ada.
Pembuatan peta informasi penataan ruang wilayah dalam bentuk tiga
dimensi akan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan penggunaan data
yang lain. Keunggulan penggunaan data dalam bentuk tiga dimensi adalah data
yang tidak terlihat jelas dalam bentuk dua dimensi dapat terlihat dengan jelas,
karena garis-garis kontur dan bayangan akan sangat terlihat dengan jelas. Hal
tersebut akan menimbulkan persepsi yang ditampilkannya lebih jelas, misalnya
dari suatu slope dapat dilihat dengan jelas.
Data dalam bentuk tiga dimensi merupakan data yang menampilkan
informasi ketinggian, sehingga data dan informasi spasial (peta) yang
memperlihatkan dinamika pemanfaatan ruang untuk pengambilan kebijakan dalam
penataan ruang dapat menjadi lebih efesien dan efektif. Dengan demikian
diharapkan kebijakan-kebijakan penataan ruang yang di keluarkan dapat cepat
merespon kebutuhan yang ada dan valid dalam memecahkan masalah tata ruang
yang muncul, untuk itu diperlukan penyusunan peta-peta informasi dalam bentuk
tiga dimensi dalam rangka mendukung penyelenggaraan penataan ruang wilayah
di Indonesia.
1.2 Maksud danTujuan
Pelaksanaan pekerjaan ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan adalah dalam rangka:
Laporan Pendahuluan 6
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
a. Memberi kemudahan dalam memperoleh informasi rencana tata ruang
wilayah pulau, dengan media teknologi informasi yang didukung oleh
kesiapan data wilayah 6 tema peta, dalam bentuk 3 dimensi,
b. Menyiapkan data dan infomasi spatial yang diperlukan dalam
penyelenggaraan penataan ruang dalam 6 peta tematik dalam bentuk
peta 3 dimensi.
c. Melalui peta tiga dimensi diharapkan pengguna memperoleh kejelasan
data dan informasi secara cepat dan akurat.
d. Memanfaatkan teknologi informasi untuk mempermudah pemahaman
materi rencana tata ruang wilayah pulau Jawa dan Bali yang selama ini
menjadi kendala arus informasi.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ni adalah:
a. Meningkatkan pemahaman dalam penyelenggaraan penataan ruang
wilayah, sebagai produk hukum yang perlu akurasi substansi dan
informatif untuk dilaksanakan pada tahap implementasinya.
b. Meminimalkan penyimpangan penyelenggaraan penataan ruang melalui
peta tiga dimensi yang akan memberikan gambaran riil pada aspek
spatialnya sehingga pelanggaran dalam bentuk penyimpangan rencana
tata ruang yang telah menjadi Peraturan Hukum dapat dihindari
seminimal mungkin, serta optimalisasi penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan melalui peta tiga dimensi ini.
c. Mewujudkan rencana tata ruang yang implementatif, aplicable, riil yang
mendapat dukungan penuh dari peta informasi tiga dimensi dengan
keenam tematik dalam petanya.
1.3 Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dalam pekerjaan ini adalah:
a. Tersusunnya Peta Informasi Rencana Tata Ruang Wilayah dalam
format 3 dimensi dalam 6 peta tematik yang akan mendukung
Laporan Pendahuluan 7
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
penyelenggaraan penataan ruang wilayah pulau Jawa dan Bali, terlebih
setelah menjadi produk hukum berupa peraturan Presiden
b. Peningkatan kemudahan dalam mendapatkan informasi tata ruang
wilayah untuk memacu peran aktif stakeholders dalam keterlibatannya
pada penyelenggaraan penataan ruang serta kegiatan selanjutnya yang
berupa penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian dalam rencana
tata ruang sebagaimana ketentuan yang telah di tetapkan.
Dalam upaya mendukung sasaran tersebut maka produk fisik yang akan
menjadi keluaran dalam pekerjaan ini adalah:
Peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi untuk Pulau Jawa
dan Bali yang meliputi 6 peta tematik dalam skala 1:250.000 yaitu:
- Peta kontur/ketinggian
- Peta kemiringan lahan
- Peta kesesuaian lahan
- Peta kerapatan vegetasi
- Peta daerah terbangun
- Peta kepadatan penduduk
Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah tiga dimensi akan dicetak
dalam format region wise (Pulau) dan format sheet wise (Bakosurtanal /
untuk skala 1 : 250.000.
Dibuat juga dalam bentuk soft copy (CD) dengan format vektor (shp)
lengkap dengan data base/atributnya, format siap saji (jpg) dan format
interaktif.
1.4 Lingkup dan Lokasi Kegiatan
Kegiatan pembuatan peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi ini
memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1.4.1 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan ini meliputi:
Laporan Pendahuluan 8
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Mengumpulkan data kependudukan seluruh kota dan wilayah yang ada
di dalam wilayah Pulau Jawa dan Bali.
Menyiapkan peta citra satelit untuk seluruh cakupan wilayah yang ada di
pulau Jawa dan Bali yang dapat mendukung proses analisis kerapatan
vegetasi dan daerah terbangun.
Menyiapkan dan mengumpulkan peta kesesuaian lahan skala 1:250.000
untuk seluruh wilayah Pulau Jawa dan Bali.
Menyiapkan dan mengumpulkan data ketinggian digital (Digital
Elevation Model) yang selanjutnya diproses menjadi peta kontur,
ketinggian dan peta kemiringan lahan.
Memproses peta tiga dimensi dengan data dasar citra satelit untuk
keenam tema.
Melakukan pemrosesan dan menyajikan keenam informasi tiga dimensi
dalam format skala 1:250.000 dan format region wise (pulau).
Mengemas peta tiga dimensi menjadi tampilan peta informasi penataan
ruang tiga dimensi yang informatif dan menarik melalui penyajian
animasi peta untuk kemudian dapat ditayangkan melalui portal
penataan ruang.
1.4.2 Lokasi Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan penyusunan peta informasi penataan ruang wilayah
ini mencakup pulau Jawa dan Bali.
1.5 Keluaran
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah:
a. Peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi untuk pulau Jawa
dan Bali dalam skala 1:250.000 yang meliputi 6 tematik yaitu:
1. Peta kontur/ketinggian
2. Peta kemiringan tanah
3. Peta kesesuaian lahan
4. Peta kerapatan vegetasi
Laporan Pendahuluan 9
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
5. Peta daerah terbangun dan
6. Peta kepadatan penduduk
b. Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah tiga dimensi tersebut di buat
dalam format Pulau Jawa dan Bali ukuran A0 dan dicetak sejumlah 10
eksemplar dan format sheet wise skala 1 : 250.000 (Bakosurtanal)
sejumlah 5 eksemplar.
c. Dibuat juga dalam bentuk soft copy (CD) berupa format vektor (shp)
lengkap dengan data base/data atributnya, format siap saji (JPG) dan
media interaktif (avi).
1.6 Sistematika Pembahasan
Sistem pembahasan Laporan Pendahuluan Penyusunan Peta Informasi
Penataan Ruang Wilayah Pulau Jawa dan Bali ini disusun dalam 5 bab seperti
diuraikan sebagai berikut ini:
Bab I : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, tujuan dan
lokasi kegiatan serta keluaran pekerjaan yang diharapkan.
Bab II : Gambaran Umum Wilayah Kerja
Membahas tentang penataan ruang wilayah pulau Jawa dan Bali yang
berkaitan dengan 6 tema peta yakni: Kontur/ketinggian, kemiringan
lahan, kerapatan vegetasi, daerah terbangun dan kepadatan penduduk.
Bab III : Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Menguraikan pendekatan dan metodologi dalam penyusunan peta
informasi penataan ruang wilayah Pulau Jawa dan Bali dalam 6
tematiknya.
Bab IV : Tenaga Ahli dan Rencana Kerja
Menjelaskan tentang struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan, tugas
dan tanggung jawab personil, rencana kerja dan jadual pelaksanaan
pekerjaan jadual penugasan personil serta sistem pelaporan yang harus
di serahkan.
Laporan Pendahuluan 10
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Bab V : Hasil Yang Diserahkan
Bab ini menjelaskan hasil-hasil pekerjaan yang harus diserahkan kepada
pengguna jasa baik yang bersifat data mentah maupun hasil analisis serta
data analog maupun data digital.
Laporan Pendahuluan 11
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
BBAABB IIII GGAAMMBBAARRAANN UUMMUUMM
WWIILLAAYYAAHH KKEERRJJAA
2.1 Letak Geografis
Pulau Jawa berukuran kira-kira 132.000 km2, terletak paling selatan dari gugusan
pulau-pulau terbesar dari Kepulauan Indonesia. Dari kelima gugus pulau terbesar
yang ada di Indonesia, pulau Jawa merupakan pulau terkecil namun mempunyai
penghuni terbesar dari seluruh penduduk yang ada di Indonesia. Pulau Jawa
membentang dari barat ke timur yang terbagi dalam enam provinsi. Sebelah barat
pulau ini adalah Selat Sunda yang memisahkan dengan pulau Sumatera, sebelah
utara merupakan Laut Jawa yang memisahkan dari Pulau Kalimantan, dan dibagian
timur terdapat Selat Bali yang memisahkan dari Pulau Bali. Ketiga perairan tersebut
merupakan laut teritori Kepulauan Indonesia. Sedangkan dibagian selatan
merupakan Samudera Hindia yang merupakan laut bebas yang memisahkan batas
terluar Kepulauan Indonesia dengan negara Australia. Di sekitar Pulau Jawa terdapat
beberapa gugusan pulau-pulau kecil yang secara administratif masuk ke dalam salah
satu provinsi di Pulau Jawa. Gugusan Pulau Ujung Kulon termasuk dalam wilayah
Provinsi Banten, Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang termasuk ke
dalam provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Karimun Jawa termasuk dalam wilayah
Provinsi Jawa Tengah, gugusan Pulau Madura, Kepulauan Bawean dan Kepulauan
Kangean termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur.
Provinsi Banten mempunyai luas wilayah 9.160,70 km2, Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta memiliki luas wilayah 650 Km2/ 65.000 Ha, Provinsi Jawa Barat
dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 Pulau di Samudera Indonesia, 4 Pulau di
Laporan Pendahuluan
12
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laut Jawa, 14 Pulau di Teluk Banten dan 20 Pulau di Selat Sunda) mempunyai luas
wilayah 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha, Luas daratan Provinsi Jawa Timur adalah
47,922 km2 yang mencakup 36 % dari luas keseluruhan wilayah, sisanya ± 200.000
km2 merupakan wilayah hutan. Pulau/Provinsi Bali terletak pada 8°03'40" - 8°50'48"
Lintang Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur, dengan luas wilayah 563
286 ha.
2.2 Kondisi Topografi
Ciri utama daratan Pulau Jawa adalah merupakan bagian dari busur kepulauan
gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung Pulau Sumatera
hingga ujung Pulau Sulawesi. Kondisi topografi Pulau Jawa sangat bervariasi, hal ini
disebabkan karena di pulau ini terdapat gugusan gunung api baik yang sudah tidak
aktif maupun yang masih aktif. Selain itu, terdapat juga dataran tinggi dan
pegunungan yang terbentuk dari batuan sedimen yang terbentuk pada zaman purba.
Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah landai yang
membentang luas dan pada umumnya digunakan untuk kegiatan budidaya manusia.
Hanya sebagian kecil saja di bagian utara Pulau Jawa yang bukan merupakan
dataran seperti Rembang (bagian timur Jawa Tengah) sampai ke arah timur hingga
Pulau Madura dan Kepulauan Kangean. Daerah dataran ini pada umumnya
mempunyai ketinggian 0 – 10m dpl. Ke arah selatan topografi semakin terjal karena
merupakan gugusan gunungapi.
Gugusan gunungapi yang membentang dari barat ke timur ini mempunyai
ketinggian hingga 2000m dpl. Sebagai efek dari banyaknya gunung berapi tersebut di
daerah sekitar gunungapi biasanya merupakan daerah yang subur, sehingga daerah
tersebut banyak digunakan untuk pertanian. Bagian selatan Pulau Jawa sebagian
besar merupakan perbukitan kapur dengan ketinggian antara 100 – 1500m dpl.
Perbukitan yang berbatasan dengan Samudera Hindia biasanya mempunyai lereng
Laporan Pendahuluan
13
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
pantai yang terjal. Hanya sebagian kecil saja dari Pulau Jawa bagian selatan yang
mempunyai lereng landai yaitu di bagian tengah.
Sedangkan kondisi topografi Pulau Bali pada umumnya merupakan dataran yang
terdapat di bagian utara dan selatan pulau ini. Sedangkan dibagian tengah
merupakan gugusan gunungapi yang beberapa diantaranya masih aktif. Hanya
sebagian kecil saja dibagian selatan yang merupakan perbukitan yang berbatasan
dengan Samudera Hindia sehingga membentuk pantai yang curam.
2.3 Kondisi Klimatologis
Pulau Jawa yang berada di sebelah selatan khatulistiwa secara langsung
mempengaruhi perubahan iklimnya, perubahan iklim di Pulau Jawa seperti daerah
lain di Indonesia mengikuti perubahan putaran dua iklim yaitu musim penghujan dan
kemarau. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22°C dan
34,2°C, sedangkan suhu pegunungan dengan ketinggian antara 400 - 1.350 m dpl
mencapai antara 15,2°C - 29°C.
Keberadaan iklim sangat dipengaruhi Angin Monson (Monson Trade) dan
Gelombang La Nina atau El Nino. Saat musim penghujan (Nopember - Maret) cuaca
didominasi oleh angin barat (dari Sumatera Hindia sebelah selatan India) yang
bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim
kemarau (Juni - Agustus), cuaca didominasi oleh angin timur yang menyebabkan
Pulau Jawa mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian selatan,
terlebih lagi bila berlangsung El Nino.
Pulau Jawa beriklim tropis, dengan kelembaban 73 - 94%. Karena terletak di
dekat garis khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin musim. Curah hujan rata-
rata 2.000 mm/tahun, curah hujan paling besar sekitar bulan Januari dan paling kecil
pada bulan September, namun di beberapa daerah pegunungan curah hujan rata-
Laporan Pendahuluan
14
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
rata antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun, sementara kecepatan angin bergerak
antara 6 – 45 knot.
Kondisi klimatologi Pulau Bali tidak berbeda jauh dengan Pulau Jawa. Jumlah
curah hujan yang terbanyak adalah pada bulan Januari. Di Bali terdapat 4 buah
danau (Beratan, Batur, Buyan, Tamblingan) dan 24 buah gunung di mana Gunung
Agung merupakan gunung tertinggi di Bali dengan ketinggian 3.142.00 m. Penyinaran
matahari pada saat musim kemarau dimana matahari bergerak melalui daerah lintang
utara, maka lama penyinaran pada saat ini umumnya tidak lebih dari 12 jam.
Sebaliknya pada musim hujan, dimana matahari bergerak di daerah Lintang Selatan,
maka jam penyinaran matahari dapat mencapai lebih dari 12 jam. Suhu udara sangat
bervariasi mengingat wilayah ini banyak terdapat pegunungan. Di daerah yang dekat
dengan pantai, suhu maksimum mencapai 33oC pada siang hari dan suhu minimum
22oC pada malam hari. Di daerah pegunungan, suhu maksimum mencapai 25oC
pada siang hari dan suhu minimum 19oC pada malam hari.
2.4 Kondisi Geologi
Sebagian besar dataran yang terdapat di Pulau Jawa terdiri dari endapan
Pleistocene terdapat ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas
lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman
sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak
tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium.
Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan
permukaan keras semakin dangkal 8- 15 m. Pada bagian kota tertentu terdapat juga
lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.
Kondisi geologi dari tanah di wilayah Jawa Timur dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar. Kelompok pertama yaitu di bagian utara (memanjang dari bagian
barat atau Mantingan sampai ke bagian timur atau Bondowoso), berupa lempung
keabuan. Kelompok kedua adalah di bagian selatan (memanjang dari Pacitan sampai
Laporan Pendahuluan
15
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
dengan Baluran), berupa tanah lempung dengan kandungan lumpur. Struktur geologi
Jawa Timur didominasi oleh aluvium dan bentukan hasil gunung api kwarter muda,
keduanya meliputi 44,51% luas wilayah darat. Batuan lain yang relatif luas
penyebarannya adalah Milosen, sekitar 12,33% dan hasil gunung api kwarter tua
sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan. Batuan sedimen aluvium tersebar di
sepanjang sungai Brantas dan Bengawan Solo yang merupakan daerah yang relatif
subur. Batuan miosen tersebar di sebelah selatan dan utara Jawa Timur, membujur
ke timur yang merupakan daerah kurang subur. Batuan ini juga mendominasi
keadaan geologi di pulau Madura. Pada beberapa tempat terdapat tanah mergel atau
tanah lempung hitam. Tanah jenis ini indeks plastisitasnya sangat besar sehingga
sifat kembang kerutnya juga besar dan kurang baik untuk fondasi bangunan apapun.
Satuan morfologi dataran aluvium merupakan dataran pantai dan dataran rawa
dengan kemiringan lereng < 5 % dan berada pada ketinggian 0 - 25 m diatas
permukaan laut. Pola aliran sungai sejajar dengan lembah lebar dan dangkal. Batuan
penyusun berupa endapan aluvium rawa, pantai dan sungai, terdiri dari kerakal,
kerikil, pasir, lanau dan lumpur. Satuan ini menempati di sepanjang pantai bagian
timur daerah pemetaan mulai dari Banyuwangi hingga Muncar. Satuan morfologi
perbukitan batugamping membentuk deretan perbukitan memanjang dari timur ke
barat yang setempat dicirikan oleh bentuk topografi karst. Kemiringan lereng agak
terjal (5 - 8 %) hingga hampir tegak (> 70 %) dan berada pada ketinggian 25 - 440 m
diatas permukaan laut. Batuan penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu,
batugamping tufaan, tufa dan aglomerat. Sebarannya terdapat di daerah Tanjung
Sembulungan dan Watudodol.
Satuan morfologi kaki gunungapi umumnya merupakan dataran yang
bergelombang dengan kemiringan lereng 5 - 8 % hingga 15 - 30 % dan berada pada
ketinggian 25 - 500 m di atas permukaan laut. Pola aliran sungai sejajar dan
membentuk lembah-lembah sungai yang cukup lebar, agak dalam dan berbentuk “U”.
Batuan penyusunnya terdiri dari endapan lahar dari Formasi Kalibaru. Sebarannya
Laporan Pendahuluan
16
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
menempati bagian tengah hingga selatan daerah pemetaan yaitu di sekitar daerah
Cluring, Srono, Singojuruh, Glagah, Kalipuro dan Songgon.
Satuan morfologi kerucut gunungapi mempunyai bentuk bentang alam dengan
kenampakan khas berupa kawah-kawah gunungapi dengan kemiringan lereng 15 -
30% hingga > 70 % dan berada pada ketinggian 500 - 2806 m diatas permukaan laut.
Pola aliran sungainya radial dengan lembah yang dalam dan sempit. Batuan
penyusunnya berupa batuan gunungapi muda yang merupakan hasil erupsi gunung
api tersebut diatas yaitu lava, breksi dan tufa. Sebarannya menempati di bagian utara
daerah pemetaan, yaitu meliputi G. Raung, G. Ijen, G. Suket, G. Merapi, G. Gempol
dan G. Tapak.
Geohidrologi daerah ini diuraikan menggunakan parameter kondisi sungai,
danau, dan air tanah. Kondisi umum geohidrologi Provinsi Jawa Timur dicirikan
dengan adanya sungai yang mengalir di wilayah tersebut, baik yang bermuara di Laut
Jawa, Selat Madura maupun Samudera Indonesia. Dua buah sungai besar adalah
Kali Brantas sepanjang 317 km dan Bengawan Solo. Bentuk akumulasi air
permukaan dibedakan menjadi akumulasi alami dan akumulasi buatan. Akumulasi air
permukaan ini merupakan sumber air dan sekaligus sebagai pengaman terhadap
bahaya banjir, yaitu dalam bentuk peredaman terhadap besarnya puncak banjir.
2.5 Penggunaan Lahan
Berdasarkan penggunaan lahan yang terdapat di Pulau Jawa, luas lahan yang
ada dapat dibagi menjadi ; sawah berpengairan teknis (38,26 persen), selainnya
berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Dengan teknik irigasi yang
baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih dari dua kali sebesar 69,56
persen. Berikutnya lahan kering yang dipakai untuk tegalan/kebun/ladang/huma
sebesar 34,36 persen dari total bukan lahan sawah. Persentase tersebut merupakan
yang terbesar, dibandingkan presentase penggunaan bukan lahan sawah yang lain.
Laporan Pendahuluan
17
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
No Nama Daerah Hutan Semak Ladang/
Pekarangan Lahan
Pertanian Sawah Tanaman Keras &
Perkebunan Air Pemukiman
1 Jawa Barat 4.977 8.445 1.968 7.713 9.958 7.788 780 4.331
2 Jawa Tengah 2.031 3.109 364 6.065 9.497 5.866 432 6.166
3 Yogyakarta 13 455 189 449 837 408 5 548 4 Jawa Timur 5.409 3.658 368 8.466 11.231 10.146 967 6.513 TOTAL 12.450 28.117 31.006 22.693 31.523 24.208 2.184 17.558
Sedangkan penggunaan lahan yang terdapat di pulau Bali secara umum dapat
dibagi menjadi beberapa penggunaan sebagaimana berikut :
Lahan Kehutanan
Luas kawasan hutan di Bali mencapai 130.686,01 hektar atau sebesar 23,24
persen. Sedangkan jika dilihat dari fungsinya, maka luas lahan untuk hutan lindung
merupakan kawasan terbesar yaitu mencapai 95.766,06 hektar atau 73,28 persen
dan yang paling kecil adalah luas lahan untuk hutan produksi tetap yang hanya
mencapai 1 907,10 hektar atau 1,46 persen.
Lahan Persawahan
Luas lahan persawahan di Bali tahun 2000 mencapai 85.777,00 hektar atau 15,23
persen dari seluruh luas wilayah. Jika dilihat dari jenis pengairannya maka lahan
sawah teririgasi merupakan lahan persawahan terbesar yang mencapai 98,77
persen. Kemudian disusul lahan persawahan tadah hujan 1,22 persen dan lahan
sawah lainnya yang mencapai 0,01 persen. Namun pada tahun 2002, luas lahan
persawahan mengalami penurunan menjadi 81.416,00 hektar. Penurunan ini
disebabkan karena semakin menyempitnya sawah irigasi yang disebabkan karena
adanya alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman, atau lahan industri atau lahan
lainnya.
Laporan Pendahuluan
18
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Lahan Kering
Alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman menjadi penyebab utama semakin
menyepit lahan persawahan di Bali. Hal ini terlihat dengan semakin luasnya lahan
pemukiman dari tahun 2000 sampai tahun 2002. Pada tahun 2000 luas lahan
pemukiman mencapai 43.550,00 hektar sedangkan pada tahun 2002 bertambah
menjadi 44.758,00 hektar atau naik sebesar 2,77 persen.
Berdasarkan data yang ada, luas lahan untuk tegalan/ladang dari tahun 2000
sampai tahun 2002 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 luas ladang
mencapai 127.428 hektar kemudian meningkat sebesar 0,23 persen (127.723 hektar)
di tahun 2001. Pada tahun 2002, luas lahan untuk ladang kembali meningkat menjadi
128.594 hektar atau sebesar 0,68 persen.
Selain untuk pemukiman ternyata pengalihan fungsi lahan juga menyebabkan
perubahan pada luas lahan untuk usaha lain. Pada tahun 2000 luas lahan untuk
usaha lain mencapai 43.671,29 hektar dan kemudian turun sebesar 3,43 persen di
tahun 2001. Penurunan luas lahan untuk usaha lainnya ternyata menjadi lahan tidak
diusahakan. Hal ini berkaitan erat karena pada tahun yang sama lonjakan yang
cukup signifikan terjadi pada lahan yang tidak diusahakan yang mencapai kenaikan
sebesar 174,44 persen dari semula 489 hektar tahun 2000 menjadi 1.342 hektar di
tahun 2001. Namun pada tahun 2002, tanah yang semula tidak diusahakan kembali
menurun. Keadaan ini terbukti dengan semakin meningkatnya luas lahan untuk
usaha lain yang mencapai 8,35 persen dan diikuti penurunan yang cukup tajam untuk
tanah yang tidak diusahakan sebesar minus 65,87 persen.
Sedangkan untuk luas lahan untuk danau / waduk buatan selama tiga tahun
terakhir tidak mengalami perubahan, yaitu sebesar 3.588,7 hektar. Luas lahan kolam
air tawar terus mengalami peningkatan dari 147 hektar tahun 2000 menjadi 283
hektar di tahun 2002 atau naik sebesar 92,52 persen dan yang mengalami
penurunan adalah luas lahan untuk tambak ikan. Pada tahun 2000 luas lahan tambak
ikan mencapai 670 hektar namun pada tahun 2002 luasnya tinggal 579 hektar atau
mengalami penurunan, yaitu sebesar minus 13,58 persen. Laporan Pendahuluan
19
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
2.6 Populasi dan Sosial Budaya
Pada tahun 1995, Pulau Jawa berpenduduk hampir 114 juta jiwa, dengan
kepadatan penduduk rata-rata 862 orang/km2, dengan kisaran 40.000 di beberapa
tempat. Kepadatan penduduk Pulau Jawa yang sangat tinggi terutama disebabkan
oleh pengaruh sejarah, dan tanahnya yang sangat subur sehingga memungkinkan
pembuatan teras-teras sawah irigasi.
Suku Jawa merupakan kelompok etnis tunggal. Biasanya suku ini terbagi dalam
tiga wilayah. Wilayah Kejawen membentang dari Banyumas sampai ke Blitar.
Kebanyakan penduduk yang mendiami wilayah ini bermata pencaharian sebagai
petani (bercocok tanam). Sebagian besar penduduk memeluk agama Islam,
meskipun mereka terbagi dalam dua kelompok: Islam ortodoks, dan mereka yang
menggabungkan Islam dengan adat-istiadat, ritual, dan mistik Jawa.
Wilayah kedua dikenal sebagai wilayah pesisir. Wilayah ini membentang meliputi
dataran di bagian utara mulai dari Cirebon sampai Surabaya dan Pasuruan.
Kebanyakan dari mereka lebih bercirikan masyarakat perkotaan ketimbang
masyarakat pedesaan. Karakteristik penduduk yang mendiami wilayah ini adalah
keras. Suku Jawa yang mendiami wilayah ini umumnya adalah pemeluk agama Islam
ortodoks dan pedagang-pedagang kecil yang membawa serta kepercayaan mereka
dalam perjalanan melintasi Jawa dan wilayah di sepanjang Nusantara lainnya.
Wilayah ketiga adalah Blambangan, yang terdapat di ujung timur Pulau Jawa.
Penduduk asli Blambangan yang telah memeluk agama Islam dikenal sebagai orang
Osingan, memiliki beberapa tradisi budaya yang unik, tetapi tradisi ini semakin luntur
karena pengaruh imigran yang datang dari Madura (wilayah utara) dan dari Kejawen
(wilayah selatan). Hanya di antara kelompok kecil masyarakat di Tengger, tradisi-
tradisi kuno Blambangan masih terpelihara. Selain itu, Pulau Jawa juga berpenghuni
Suku Sunda, Suku Madura, Suku Tengger, dan Suku Badui.
Laporan Pendahuluan
20
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Jumlah penduduk Bali tahun 1997 berjumlah 2.906.582 jiwa terdiri dari 1.446.822
jiwa laki-laki dan 1.459.760 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk warga
negara Indonesia keturunan berjumlah 2.906.582. Jumlah transmigran yang dari Bali
tahun 1997 total berjumlah 5.458 jiwa. Berdasarkan data statistik tahun 2002 tercatat
jumlah penduduk di Bali sebanyak 3 216 881 jiwa yang terdiri dari 1.632.995 jiwa
(50,76%) penduduk laki-laki dan 1.583.886 jiwa (49,24%) penduduk perempuan.
Jumlah penduduk tahun 2002 ini naik 1,92 persen dari tahun sebelumnya sebanyak
3.156.392 jiwa. Dengan luas wilayah 5.632,86 km2, maka kepadatan penduduk di
Bali telah mencapai 571 jiwa/km2.
Sementara itu, jumlah penduduk usia 0 -14 tahun mencapai 830.267 orang di
tahun 2002 atau turun sebesar 0,91 persen dibandingkan penduduk usia yang sama
di tahun 2001. Penduduk usia 15 - 64 tahun mencapai 2.192.228 orang atau naik
sebesar 3,40 persen di banding tahun 2001 dan penduduk di atas 65 tahun sebesar
194.386 orang atau turun sebesar 1,96 persen dibanding tahun 2001. Dengan
meningkatnya penduduk usia kerja maka secara langsung akan mempengaruhi
angka ketergantungan. Tahun 2001 angka ketergantungan mencapai 49 orang per
100 orang usia kerja sedangkan tahun 2002 mencapai 47 orang per 100 usia kerja
atau turun sebesar 4,36 persen.
Laporan Pendahuluan
21
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
BBAABB IIIIII MMeettooddoollooggii PPeellaakkssaannaaaann
PPeekkeerrjjaaaann Pembuatan peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi ini dilaksanaan
melalui pendekatan dan metodologi
3.1 Pendekatan 1. Umum
Pengertian dari Penataan Ruang dalam UU Nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang dan SK Meteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah (kini PU) No.
327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Pedoman bidang Penataan Ruang tanggal
12 Agustus 2002 adalah “Proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian ruang”. Berkaitan dengan pengertian tersebut maka Penataan
Ruang Wilayah Jawa dan Bali akan memiliki 3 makna pokok yaitu:
1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang dibangun dari beberapa
informasi data, kebijakan, aturan yang ada terkait dengan wilayah pulau Jawa
dan Bali.
2. Pemanfaatan ruang akan bertumpu pada rencana tata ruang yang telah
ditetapkan sebagai acuan dalam pengaturan ruang wilayah Pulau Jawa dan
Bali sebagaimana telah melalui beberapa proses dan pada akhirnya
ditetapkan sebagai Peraturan Presiden dan
3. Pengendalian yang mengarahkan pemanfaatan ruang sebagaimana telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang tersebut.
Penyelenggaraan penataan ruang akan bertumpu pada 3 fungsi dan
substansi tersebut diatas pada wilayah pulau Jawa dan Bali.
Laporan Pendahuluan 23
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Oleh karena itu “ pekerjaan Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang
Wilayah Tiga Dimensi” juga merupakan kegiatan dalam upaya menjalankan
penataan ruang wilayah sebagaimana ketiga fungsi tersebut diatas.
2. Substansial
Pada tahap proses penyusunan rencana tata ruang wilayah Pulau Jawa dan
Bali yang kemudian menjadi pedoman pemanfaatan dan pengendalian tata ruang,
diperlukan beberapa data, informasi dan beberapa kebijakan dalam
pembangunan untuk selanjutnya melalui teknik analisa dan penyusunan rencana
data dan informasi tersebut di perlukan sebagai masukan utama yang
memungkinkan terbentuknya rencana tata ruang.
Data-data tersebut berdasarkan kebutuhannya dapat di bagi dalam:
1. Kebijaksanaan pembangunan;
2. Analisis regional;
3. Ekonomi dan sektor unggulan;
4. Sumberdaya manusia;
5. Sumberdaya buatan;
6. Sumberdaya alam; 7. Sistem permukiman;
8. Penggunaan lahan;
9. Kelembagaan.
Dari kesembilan jenis data di atas maka data dalam bentuk peta dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan penyusunan peta informasi penataan
ruang dikelompokkan dalam:
1. Sumber daya alam yang termasuk di dalamnya adalah data fisik dasar terdiri
dari peta-peta antara lain:
A. Sumber daya tanah Ketersediaan lahan;
Kemiringan lahan;
Laporan Pendahuluan 24
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Jenis tanah;
Geologi tata lingkungan;
Morfologi/kontur dan ketinggian lahan
Iklim.
Peta-peta tematik yakni peta kontur dan ketinggian, peta kemiringan lahan,
peta kesesuaian lahan, yang berkaitan dengan pelaksanaan penyusunan peta
informasi penataan ruang wilayah Pulau Jawa dan Bali adalah:
a. Kesesuaian lahan atau ketersediaan lahan yang merupakan hasil dari
analisa terhadap data fisik dasar lahan dalam beberapa parameter yang
ditetapkan seperti kemiringan lahan yang dapat di gunakan untuk
konstruksi atau untuk konservasi dll.
b. Peta kemiringan lahan
c. Peta Kontur dan ketinggian dalam morfologi
B. Sumber daya hutan. Sebaran dan luas hutan produksi terbatas;
Sebaran dan luas hutan produksi tetap;
Sebaran dan luas hutan yang dapat dikonversi;
Sebaran dan luas hutan lindung;
Densitas dan produksi hasil hutan.
Berkaitan dengan tematik yang akan dikerjakan adalah peta Densitas pohon
dalam lahan.
1. Sumber daya manusia Data yang dibutuhkan adalah:
Jumlah penduduk;
Kepadatan penduduk; Pertumbuhan penduduk;
Penduduk menurut mata pencaharian;
Penduduk menurut tingkat pendidikan;
Penduduk menurut struktur usia;
Penduduk menurut struktur agama;
Laporan Pendahuluan 25
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Penduduk menurut jenis kelamin;
Penduduk menurut struktur pendapatan;
Jumlah kepala keluarga;
Angka kelahiran dan angka kematian;
Tingkat mobilitas penduduk;
Tingkat harapan hidup;
Tingkat buta huruf.
Data yang dibutuhkan dalam peta tematik hanya pada item 2 yaitu kepadatan
penduduk.
3. Penggunaan Lahan
Dalam peta tematik tiga dimensi untuk daerah terbangun, maka dapat
dideskripsikan melalui peta penggunaan lahan dimana daerah terbangun
merupakan gabungan penggunaan lahan yang terdiri dari sebaran pemukiman
(desa, kota yang karena skalanya terlihat dalam luasan yang terbatas), jaringan
prasarana dan sarana yang ada dsb.
Peta tematik sebagai informasi penyelenggaraan tata ruang wilayah pulau
Jawa dan Bali yang akan disusun terdiri dari:
1. Peta Kontur/Ketinggian
2. Peta Kemiringan lahan
3. Peta Kesesuaian Lahan
4. Peta Daerah Terbangun
5. Peta Kerapatan Vegetasi
6. Peta Kepadatan Penduduk.
Ke enam tematik tersebut juga termasuk dalam peta yang digunakan dalam
melakukan proses penataan ruang, sehingga dapat di simpulkan bahwa
pendekatan yang dilakukan dalam menyusun parameter dan variabel dalam peta
tiga dimensi menggunakan pendekatan yang selama ini di manfaatkan dalam
penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Laporan Pendahuluan 26
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Pendekatan yang dilakukan dalam pekerjaan ini adalah pendekatan yang
menggunakan teknologi penginderaan jauh untuk ekstraksi data spasial, seperti
lahan terbangun, kerapatan vegetasi, lereng, elevasi dll. Data penginderaan jauh
yang digunakan berupa citra satelit Landsat 7 ETM+ dan data DEM-SRTM.
Pendekatan pengolahan data spasial yang digunakan adalah
menggunakan metode Sistem Informasi Geografi (SIG). Metode ini memiliki
kemampuan yang sangat andal dalam pengolahan dan penyusunan basis data
spasial dalam jumlah besar.
3.2 Metodologi
Pembuatan peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi dengan 6
tematik yang dikerjakan menggunakan metodologi sesuai dalam pedoman
penyusunan rencana tata ruang yang telah dibakukan. Dalam 6 komponen tematik
tersebut masing-masing memiliki spesifikasi teknis dalam penerapannya sesuai
dengan keluaran yang diperlukan pada rencana tata ruang wilayah, yang masing-
masing akan diuraikan berikut ini.
3.2.1 Umum
Dalam penyusunan rencana tata ruang dibutuhkan berbagai data dan
informasi yang berkaitan dengan aspek yang di analisa di dalamnya. Analisa
menggunakan konsep yang berkaitan dengan tematik yang diberikan seperti
1. Untuk lereng lahan dipergunakan standar kemiringan lahan yang telah baku
di pakai dalam melakukan analisa kelayakan konstruksi, sehingga akan
didapatkan tipologi lahan dengan jenis kemiringan dengan input teknologi
yang dipakai.
2. Ketinggian lahan akan dimanfaatkan berapa analisa yang berkaitan dengan
V(O)max, Kelayakan Konstruksi atau tipe vegetasi yang sesuai dengan
ketinggian tempat.
3. kerapatan vegetasi dilakukan dengan konsep perhitungan indeks vegetasi,
yang selama ini dipakai dalam mengukur jenis hutan.
Laporan Pendahuluan 27
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
4. Jumlah penduduk dipakai untuk menetapkan tipologi wilayah pemukiman/
kota, dengan sebarannya berdasarkan rank yang disusun pada proyek
NUDS. Sehingga di hasilkan kota kecil, sedang dan kota besar.
5. Kesesuaian lahan, merupakan gabungan dari beberapa data dasar seperti
tersebut diatas sehingga menghasilkan arahan-arahan bagi penggunaan
lahan dalam rencana tata ruang wilayah. Berkaitan dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Pulau Jawa dan Bali maka kesesuaian yang diberikan
dalam bentuk arahan Budidaya dan Non Budidaya.
6. Peta daerah terbangun hanya memperlihatkan aktifitas penduduk dalam
kawasan yang akan dimanfaatkan dalam proses pemanfaatan dan
pengendalian ruang berdasarkan beberapa masukan di atas.
Dengan demikian peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi pulau
Jawa dan Bali dapat di manfaatkan sebagai media monitoring, evaluasi dan
pedoman dalam rencana tata ruang yang telah di jadikan pedoman melalui
keputusan Presiden.
3.2.2 Spesifikasi Teknis
Ke enam peta tematik tersebut memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan
atribut yang di perlukan yaitu:
1. Peta Ketinggian Lahan
Peta ketinggian lahan merupakan informasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kesesuaian tumbuh vegetasi dan berkembang di dalam
interval ketinggiannya. Dari berbagai tingkat ketinggian/elevasi dapat dizonasi
daerah-daerah yang mendukung untuk penggunaan lahan yang berupa pertanian
maupun hortikultura. Hal tersebut secara tidak langsung memberikan kenampakan
yang spesifik dari lahan dengan elevasi tertentu, sehingga vegetasi yang ada juga
akan mempunyai sifat-sifat yang khas.
2. Peta Kemiringan Lahan Atribut kemiringan lahan umumnya bernotasi huruf dari A sampai F dengan
sesuai dengan interval lerengnya, masing-masing atribut ini memiliki karakteristik
Laporan Pendahuluan 28
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
tersendiri dalam daya dukung konstruksi. Kemiringan lahan ini berpengaruh
terhadap kondisi drainase daerah tersebut. Kelas lereng dengan nilai yang kecil
menunjukkan kecenderungan drainase untuk penggenangan dan sebaliknya
lereng dengan nilai yang tinggi akan menunjukkan aliran permukaan yang besar
sehingga tingkat penggenangan akan semakin kecil. Pengaruh penggenangan
terhadap konstruksi (penggunaan lahan non pertanian) dan pertanian adalah
bahaya banjir, terutama pada daerah yang merupakan cekungan.
3. Peta Kesesuaian Lahan
Peta kesesuaian lahan ini merupakan hasil dari analisa beberapa sumber
data dasar, seperti kemiringan lahan, batuan geologi, tanah, ketinggian dll, sesuai
dengan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut dan arahan pemanfaatan ruang dalam
peta rencana tata ruang wilayah Pulau Jawa dan Bali yang memanfaatkan ruang
berdasarkan dua klasifikasinya dengan beberapa macam turunannya maka
analisa dalam penyusunan peta informasi tata ruang tiga dimensi ini
menggunakan output yang sama.
4. Peta Daerah Terbangun Daerah terbangun di artikan sebagai wilayah dengan telah mendapatkan
input konstruksi, sehingga untuk wilayah yang terbuka tetapi belum mendapatkan
input konstruksi belum dapat dikategorikan sebagai daerah terbangun. Melalui
penilaian kerapatan bangunan per ha maka dapat diklasifikasikan daerah
terbangun pedesaan, semi perkotaan dan perkotaan.
5. Peta Kerapatan Vegetasi Kerapatan vegetasi diartikan dalam jumlah tegakan pohon persatuan luas,
terutama di pakai pada wilayah yang memiliki jenis tumbuhan tahunan, dengan
perhitungan indeks vegetasinya.
6. Peta Kepadatan Penduduk Penyebaran penduduk dihitung dari jumlah penduduk persatuan luas (ha).
Kepadatan penduduk yang semakin tinggi mengindikasikan pertumbuhan
Laporan Pendahuluan 29
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
bangunan yang lebih mengarah ke vertikal, sedangkan kepadatan penduduk yang
kecil cenderung pertumbuhan pembangunan ke arah horizontal.
3.2.3. Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap paling awal dari pekerjaan ini yang
digunakan untuk inventarisasi data, studi pustaka, dan persiapan administratif.
a. Inventarisasi Data yang Dibutuhkan dan Keberadaan Data
Pada tahap ini dilakukan inventarisasi data baik data primer maupun data
sekunder serta keberadaan data. Proses ini akan sangat membantu dalam proses
untuk memperoleh data yang diperlukan karena data yang dibutuhkan jelas dan
dimana lokasi mendapatkannya juga jelas keberadaannya.
b. Persiapan Administratif
Persiapan administratif yang dimaksudkan adalah perihal surat menyurat
maupun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mendapatkan data
yang dimaksud. Administratif ini biasanya kalau kita berhubungan dengan instansi
tertentu untuk mendapatkan data.
3.2.4 Pengumpulan Data
Setelah semua data yang diperlukan untuk dapat melalukan pekerjaan ini
diinventaris maka data tersebut dikumpulkan, baik dari instansi pemerintah
maupun dari sumber-sumber yang lain. Data pada pekerjaan ini meliputi data
primer dan data sekunder.
a. Data Sekunder
Data Sekunder pada pekerjaan ini meliputi data-data pendukung yang
diperlukan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Data sekunder ini dapat berupa
peta-peta tematik maupun data statistik kependudukan. Data sekunder yang
berupa peta tematik antara lain adalah : peta kesesuaian lahan, peta administrasi,
peta infrastruktur, dan lain-lain.
Laporan Pendahuluan 30
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
b. Data Primer
Data primer pada pekerjan ini meliputi : citra satelit landsat 7ETM+ tahun
perekaman 2001 – 2006, data DEM SRTM yang dikeluarkan oleh NASA tahun
2002, dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh
Bakosurtanal.
Gambar 3.1. Cakupan Citra Landsat Indonesia
Citra landsat 7ETM+ yang digunakan pada pekerjaan ini adalah :
Path/Row : 123/64 Path/Row : 123/65 Path/Row : 122/64 Path/Row : 122/65 Path/Row : 121/64 Path/Row : 121/65 Path/Row : 120/64
Path/Row : 119/65 Path/Row : 119/66 Path/Row : 118/65 Path/Row : 118/66 Path/Row : 117/65 Path/Row : 117/66 Path/Row : 116/66
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 yang digunakan adalah :
Lembar : 1108 Lembar : 1109 Lembar : 1110 Lembar : 1208 Lembar : 1209 Lembar : 1210 Lembar : 1308 Lembar : 1309 Lembar : 1407 Lembar : 1408 Lembar : 1409
Lembar : 1507 Lembar : 1508 Lembar : 1509 Lembar : 1607 Lembar : 1608 Lembar : 1609 Lembar : 1707 Lembar : 1708 Lembar : 1709 Lembar : 1807
Laporan Pendahuluan 31
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Data DEM SRTM yang digunakan pada pekerjaan ini adalah : S05E105.hgt S05E106.hgt S05E107.hgt S05E108.hgt S05E109.hgt S05E110.hgt S05E111.hgt S05E112.hgt S05E113.hgt S05E114.hgt S05E115.hgt S05E116.hgt
S06E105.hgt S06E106.hgt S06E107.hgt S06E108.hgt S06E109.hgt S06E110.hgt S06E111.hgt S06E112.hgt S06E113.hgt S06E114.hgt S06E115.hgt S06E116.hgt
S07E105.hgt S07E106.hgt S07E107.hgt S07E108.hgt S07E109.hgt S07E110.hgt S07E111.hgt S07E112.hgt S07E113.hgt S07E114.hgt S07E115.hgt S07E116.hgt
S08E105.hgt S08E106.hgt S08E107.hgt S08E108.hgt S08E109.hgt S08E110.hgt S08E111.hgt S08E112.hgt S08E113.hgt S08E114.hgt S08E115.hgt S08E116.hgt
S09E105.hgt S09E106.hgt S09E107.hgt S09E108.hgt S09E109.hgt S09E110.hgt S09E111.hgt S09E112.hgt S09E113.hgt S09E114.hgt S09E115.hgt S09E116.hgt
c. Pengolahan Data
Pengolahan data pada pekerjaan kali ini dilakukan untuk memroses semua
data yang ada baik yang berupa data spasial maupun data non spasial. Proses
pengolahan data meliputi pengolahan peta digital, pengolahan citra satelit,
pemutakhiran lahan terbangun dan obyek planimetris, pemetaan tingkat kerapatan
vegetasi, pemetaan elevasi dan kemiringan lereng, pemetaan kesesuaian lahan
1. Peta Digital Peta digital merupakan peta yang dihasilkan dari proses digital dengan
menggunakan hardware komputer dan software yang dapat untuk melakukan
proses pemetaan. Untuk mendapatkan peta digital ini ada berbagai tahapan yang
harus dilalui, yaitu :
- Scanning Scanning merupakan proses untuk mengubah format data dari data
hardcopy ke dalam format digital dengan bantuan alat scanner. Peta-peta cetak,
baik itu peta RBI maupun peta-peta pendukung yang lain discan agar dapat
diproses secara digital.
- Transformasi Koordinat Transformasi koordinat dilakukan untuk memberikan sistem koordinat
tertentu dan juga untuk membetulkan geometri dari peta hasil scnning agar sesuai
dengan keadaan sesungguhnya dilapangan. Peta yang discan adalah peta RBI
Laporan Pendahuluan 32
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
dan juga peta-peta tematik pendukung. Proses transformasi koordinat ini mutlak
dilakukan agar didapatkan peta digital dengan akurasi yang tinggi dan agar tidak
terjadi pergeseran antara peta yang satu dengan peta yang lain pada waktu
proses overlay.
- Digitasi Lahan Terbangun dan Obyek Planimetris Tahap selanjutnya adalah memilih informasi yang diperlukan dari peta RBI
hasil scan dan melakukan digitasi terhadap obyek tersebut . Peta RBI memuat
semua informasi unsur alami yang ada dipermukaan bumi. Tidak semua informasi
yang terdapat pada peta RBI kita perlukan dalam pekerjaan ini tetapi pada
pekerjaan kali ini yang diperkukan hanya informasi mengenai lahan terbangun dan
obyek planimetris seperti : jalan dan sungai. Berdasarkan hal tersebut maka
digitasi hanya dilakukan pada obyek lahan terbangun dan obyek planimetris.
- Editing dan Topologi Kualitas dari data spasial sangat ditentukan oleh ada tidaknya error dan
topologi yang bagus. Editing dilakukan untuk menghilangkan error yang terjadi
saat digitasi. Kesalahan yang terjadi biasanya berupa overshoot dan undershoot
Obyek dikatakan overshoot jika obyek tersebut seharusnya berhimpit dengan
obyek lain tetapi ternyata obyek tersebut melebihi daerah perpotongan. Obyek
dikatan undershoot jika obyek tersebut kurang dari daerah perpotongan. Obyek
yang biasanya mengalami overshoot dan undershoot adalah obyek jalan dan
obyek sungai. Kesalahan yang terjadi pada topologi adalah adanya gap dan
overlap. Gap merupakan data yang kosong dari data spasial dan overlap adalah
adanya data yang tumpang tindih antara obyek yang satu dengan obyek yang lain.
Oyek yang biasanya terdapat gap dan overlap adalah obyek yang berupa area
(polygon), misalkan : data spasial lahan terbangun.
2. Pengolahan Citra Satelit Landsat 7 ETM+, format digital, full band, perekaman 2001/2006, liputan
awan < 20 %, yang mencakup seluruh daerah pada pekerjaan kali ini. Enhanced
Thematic Mapper Plus (ETM+) merupakan sensor multispektral radiometer yang di
bawa oleh satelit Landsat 7. Sensor ini telah menyediakan liputan simultan sejak
Juli 1999, dengan putaran 16 hari.
Laporan Pendahuluan 33
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Pada pekerjaan kali ini akan digunakan citra satelit landsat 7 ETM+. Citra
landsat ini terdiri dari 8 band (saluran). Band 1 menggunakan spektrum ultra violet,
band 3 menggunakan spektrum biru, band 4 menggunakan spektrum hijau, band 5
menggunakan spektrum merah, band 5, 7 menggunakan spektrum inframerah
dekat dan inframerah jauh, band 6 menggunakan spektrum thermal, dan band 8
menggunakan spectrum visible. Citra landsat 7 ETM+ mempunyai berbagai
macam resolusi spasial : band 1,2,3,4,5,7 mempunyai resolusi spasial 30 meter,
band 6 mempunyai resolusi spasial 60 meter, dan band 8 mempunyai resolusi
spasial 15 meter. Luas cakupan tiap scene dari citra satelit landsat adalah 170 x
183 kilometer (106 x 115 mil).
Tabel 6.1. Panjang Gelombang dan Resolusi dari Citra Landsat
Landsat 7
Panjang
gelombang
(micrometer)
Resolusi
(meter)
Band 1 0.45-0.52 30
Band 2 0.53-0.61 30
Band 3 0.63-0.69 30
Band 4 0.78-0.90 30
Band 5 1.55-1.75 30
Band 6 10.40-12.50 60
Band 7 2.09-2.35 30
Enhanced Thematic
Mapper Plus (ETM+)
Band 8 .52-.90 15
Tabel 6.2.Resolusi spektral dan aplikasi yang bisa digunakan dari masing-masing band
Band Resolusi spektral (Microns)
EM Region Aplikasi
1 0.45 - 0.52 Biru tampak Pemetaan pesisir, diskriminasi vegetasi dan tanah
2 0.52 - 0.60 Hijau tampak Menduga vigositas vegetasi 3 0.63 - 0.69 Merah tampak Penyerapan klorofil untuk diskriminasi
tumbuhan 4 0.76 - 0.90 Inframerah dekat Survey biomasa dan deliniasi badan air 5 1.55 - 1.75 Inframerah tengah Pengukuran kelembaban vegetasi dan
tanah; diskriminasi salju dan awan 6 10.40- 12.50 Inframerah thermal Pemetaan termal, studi kelembaban tanah
dan pengukuran stress tanaman 7 2.08 - 2.35 Middle Infrared Pemetaan hidrotermal 8 0.52 - 0.90
(panchromatic)
Hijau, merah tampak, inframerah dekat
Pemetaan area luas, studi perubahan perkotaan
Laporan Pendahuluan 34
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
a. Koreksi Citra Citra satelit sebelum digunakan harus dikoreksi. Koreksi yang dilakukan
meliputi koreksi radiometri dan koreksi geometri.
- Koreksi Radiometri Koreksi radiometri digunakan untuk mengkoreksi nilai spectral yang
terdapat pada citra satelit. Tenaga pantulan dari obyek dipermukaan bumi yang
sampai ke sensor satelit banyak mengalami hambatan atmosfer yang
menyebabkan adanya bias. Bias ini akan menyebabkan tidak samanya tenaga
yang dipantulkan oleh obyek dengan tenaga yang diterima oleh sensor.
Gambar 3.2. Koreksi radiometri
Untuk berbagai kepentingan bias ini harus dikoreksi sehingga tenaga yang
diterima sensor akan sama atau mendekati dengan tenaga matahari yang
dipantulkan oleh obyek ke sensor.
- Koreksi Geometri Koreksi geometri pada awal proses penggunaan citra satelit landsat
digunakan untuk membetulkan geometri citra satelit agar sesuai dengan keadaan
sesungguhnya di lapangan. Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan
Laporan Pendahuluan 35
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
system koordinat tertentu dengan bantuan titik control dilapangan (ground control
point).
Titik control merupakan titik ikat dimana yang digunakan sebagai pengikat
adalah obyek yang sama antara obyek didalam citra dengan obyek dilapangan.
Titik control dapat diperoleh dari survey GPS maupun dari peta-peta yang sudah
ada (misal : peta RBI).
Gambar 3.3. Koreksi geometri dengan menggunakan titik control (GCP)
b. Penyusunan Citra Komposit Warna
Citra satelit landsat dapat digunakan dan ditampilkan dalam bentuk band
tunggal (single band) maupun dengan menggunakan komposit. Kalau
menggunakan single band proses pengenalan obyek pada citra akan sangat
terbatas karena interpretasi kita hanya dibantu oleh satu band tanpa
memperhitungkan band yang lain. Disamping warna yang dihasilkan hanya satu
warna (misal : grey scale) sehingga akan menghambat dalam proses pengenalan
obyek.
Berbagai kelemahan diatas dapat diatasi dengan membuat komposit citra.
Komposit dilakukan dengan menggabungkan 3 band dari citra satelit untuk
Laporan Pendahuluan 36
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
menghasilkan citra baru. Citra baru ini akan mempunyai warna yang lebih bagus
sehingga akan sangat membantu dalam proses pengenalan obyek. Disamping itu
kita juga dapat mengkombinsikan berbagai macam band sesuai dengan tujuan
interpretasi yang dilakukan. Hal tersebut karena masing-masing band akan
mempunyai interaksi yang berbeda dengan obyek sehingga dengan
mengkombinasikan band tertentu diharapkan akan dapat memperjelas obyek yang
akan diinterpretasi.
Gambar 3.4. Citra satelit single band dengan rona (warna) keabuan
Gambar 3.5.Citra satelit dengan komposit warna (komposit 547)
Laporan Pendahuluan 37
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
c. Fusi Citra
Fusi atau penggabungan citra dilakukan untuk menggabungkan antara 2
citra yang mempunyai resolusi spasial yang berbeda. Fusi dilakukan untuk
mendapatkan citra baru dengan resolusi spasial yang lebih bagus. Dengan
resolusi spasial yang bagus maka akan semakin detil obyek yang dapat ditangkap
oleh sensor. Citra satelit landsat 7ETM+ band 8 (pankromatik) mempunyai
resolusi spasial 15 meter. Resolusi ini lebih baik bila dibandingkan dengan band
yang lain dari citra satelit landsat. Dengan menggabungkan band 8 ini dengan
band yang lain akan dihasilkan citra baru dengan resolusi 15 meter. Proses
mosaiking citra dilakukan dengan software ER Mapper 6.4 dengan
menggabungkan citra yang yang terpotong menjadi tiap scene. Pada satu wilayah
antar scene saling bertampalan, sehingga jika digabungkan atau dioverlay akan
menjadi satu bagian wilayah.
(a) (b)
Gambar 3.6. Fusi citra, (a) citra asli sebelum proses fusi (resolusi spasial 30meter), (b) band 8 (resolusi spasial 15meter), (c) citra setelah proses fusi (resolusi spasial 15meter dengan warna RGB).
Laporan Pendahuluan 38
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
d. Filter Processing
Filter merupakan formula matematis yang diterapkan pada citra untuk
menonjolkan aspek-aspek tertentu sesuai dengan keperluan pekerjaan. Ada
banyak filter dalam image processing tetapi untuk pekerjaan ini hanya
menggunakan filter sharpen. Filter ini akan memberikan efek penajaman pada
citra satelit landsat.
3 Pemutakhiran Lahan Terbangun dan Obyek Planimetris Pemutakhiran merupakan proses untuk melakukan updating data. Pada
proses sebelumnya telah dilakukan pembuatan peta digital dari peta RBI dan peta
pendukung yang lain. Peta-peta tersebut kemudian didigitasi untuk mengambil
informasi yang diperlukan dimana yang didigitasi adalah lahan terbangun dan
obyek planimetris (jalan dan sungai).
Gambar 3.7. Proses updating data lahan terbangun dan obyek planimetris dengan menggunakan citra landsat.
Laporan Pendahuluan 39
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Peta RBI dan peta-peta penunjang lainnya dibuat pada tahun yang lebih tua
daripada tahun perekaman citra satelit landsat 7ETM+. Peta yang didigitasi dari
peta RBI maupun peta yang lain dalam hal ini telah out of date atau kadaluarsa.
Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan proses updating data dengan
menggunakan citra satelit Landsat. Lahan terbangun dan obyek planimetris
diupdate menggunakan citra landsat.
4. Pemetaan Tingkat Kerapatan Vegetasi
Penggunaan citra satelit untuk pemetaan kerapatan vegetasi sangat
membantu dibandingkan dengan pemetaan kerapatan vegetasi secara terestrial
terutama dalam hal biaya dan waktu pelaksanaan. Pemetaan kerapatan vegetasi
dilakukan secara digital dengan bantuan komputer.
a. Transformasi Indek Vegetasi Transformasi merupakan formula yang digunakan untuk menonjolkan
aspek tertentu dari citra satelit landsat. Banyak transformasi yang dikenal dalam
pemrosesan citra penginderaan jauh. Untuk pekerjaan kali ini yang berkaitan
dengan pemetaan kerapatan vegetasi maka digunakan transformasi index
vegetasi (NDVI). Transformasi ini melibatkan band 3 (spectrum merah) dan band 4
(spectrum inframerah dekat) dari citra satelit landat. Penggunaan band ini karena
band ini peka terhadap vegetasi disamping itu nilai spectral obyek vegetasi
perbedaannya cukup signifikan bila dibandingkan dengan obyek yang lain.
Formula dari NDVI pada citra landsat adalah sebagai berikut :
NDVI = Band 4 – Band 3
Band 4 + band 3
Citra hasil proses transformasi akan mempunyai nilai baru, bukan dari 0
hingga 255 melainkan -1 hingga 1. Semakin besar nilainya (mendekati 1) maka
vegetasinya semakin rapat dan pada visualisasi di computer akan kelihatan
dengan warna yang lebih pekat.
Laporan Pendahuluan 40
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
(a) (b)
Gambar 3.8. (a) Citra Landsat asli sebelum proses transformasi, (b) Citra setelah proses transformasi index vegetasi, semakin cerah berarti tutupan vegetasi semakin rapat
b. Klasifikasi Digital Tingkat Kerapatan Vegetasi
Tingkat kerapatan vegetasi hasil proses transformasi mempunyai nilai dari -
1 hingga 1, untuk mengetahui tingkat kerapatannya maka citra ini harus
dikelaskan sesuai dengan klasifikasi kerapatan yang digunakan, misalkan : sangat
jarang, jarang, sedang, rapat, dan sangat rapat.
Gambar 3.9.Klasifikasi digital tingkat kerapatan vegetasi. Merah=sangat rapat, kuning=rapat, biru muda=sedang, biru tua=jarang
Laporan Pendahuluan 41
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
c. Deliniasi Tingkat Kerapatan Vegetasi
Proses selanjutnya untuk memetakan tingkat kerapatan vegetasi adalah
melakukan deliniasi pada citra hasil proses klasifikasi. Deliniasi didasarkan atas
perbedaan warna yang ada pada citra. Dengan dilakukannya proses deliniasi ini
berarti terjadi perubahan format data dari data raster ke dalam format vektor.
Gambar 3.10. Deliniasi tingkat kerapatan vegetasi.
5. Pemetaan Elevasi dan Kemiringan Lahan
Data Digital Elevation Model merupakan data raster dimana tiap pixelnya
menunjukkan nilai rata-rata ketinggian. DEM dapat diperoleh dari garis interpolasi
garis-garis kontur ataupun dari data DEM-SRTM. Data DEM kali ini diperoleh dari
data DEM-SRTM yang dikeluarkan oleh NASA. DEM SRTM ini mempunyai
resolusi spasial 92 meter.
Gambar 3.11. Data Digital Elevation Model yang berasal dari data SRTM lembar
S01E100 dengan mode colour shadding
Laporan Pendahuluan 42
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 3.12. Digital Elevation Model ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi. Data diatas diambil dari beberapa lokasi di Wilayah Sungai Indragiri,Sumatera
Data DEM SRTM terbagi dalam banyak potongan citra dimana tiap-tiap
potongan citra mempunyai nama file yang spesifik dengan extension *.hgt. Nama
file DEM SRTM sesuai dengan posisinya dalam system koordinat
latitude/longitude (geodetic), misalkan : N00E097.hgt. Berarti DEM SRTM tersebut
terletak pada latitude 97 dan longitude 0 disebelah utara garis katulistiwa.
a. Fill sink Sebelum data DEM SRTM digunakan terlebih dahulu dilakukan
preprocessing terhadap data yang diperoleh. Hal tersebut untuk melakukan
koreksi terhadap error yang terjadi seperti kekosongan nilai pixel pada areal
tertentu. Koreksi tersebut dinamakan SRTM-fill yaitu mengisi nilai pixel sehingga
mempunyai nilai ketinggian.
Laporan Pendahuluan 43
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 3.13 : (kiri) DEM SRTM sebelum dilakukan fill sink (kanan) DEM SRTM setelah dilakukan fill sink.
b. Digital Mosaik Pada pekerjaan kali ini daerah kerjanya meliputi Pulau Jawa dan Pulau
Bali. Daerah kerja yang cukup luas ini terliput oleh banyak DEM SRTM. Untuk
mendapatkan satu kesatuan DEM dari daerah kerja maka masing-masing DEM
SRTM tersebut harus dimosaik. Data DEM SRTM sudah mempunyai referensi
sistem koordinat, yaitu sistem koordinat latitude/longitude (geodetik) sehingga
mosaik dapat dilakukan secara otomatis.
c
ba
Gambar 3.14 : Mosaik DEM SRTM, (a) DEM SRTM pada cakupan S07E10 (b) DEM SRTM pada cakupan S07E107 (c) citra DEM hasil proses mosaik
Laporan Pendahuluan 44
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
b
a
Gambar 3.15 : mosaik DEM P. Jawa dan P. Bali (a) DEM dalam pandangan 2 dimensi, (b) DEM dalam pandangan 3 dimensi
Gambar 3.15 : Mosaik DEM Indonesia dalam pandangan 2 dimensi. c. Transformasi Sistem Koordinat
Transformasi system koordinat dilakukan untuk membetulkan geometri dari
citra mosaic DEM SRTM agar sesuai dengan keadaan sesungguhnya dilapangan.
Transformasi koordinat mutlak dilakukan agar koordinat DEM SRTM sama dengan
sumber data spasial yang lain (misalkan : Landsat) sehingga pada waktu dioverlay
tidak terjadi pergeseran dengan sumber data yang lain. Transformasi koordinat
dilakukan dengan menggunakan titik ikat (ground control point) yang diperoleh dari
GPS survey atau menggunakan data lain yang telah terkoreksi.
Laporan Pendahuluan 45
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
d. Pemetaan Elevasi
Pada pekerjaan kali ini akan dilakukan pemetaan elevasi dari permukaan
bumi. Pemetaan elevasi akan dilakukan secara digital dengan menggunakan data
DEM SRTM. DEM terdiri dari piksel-piksel dimana setiap piksel mempunyai nilai
tertentu. Nilai ini mencerminkan ketinggian dari permukaan bumi.
Penggunaan DEM untuk pemetaan elevasi akan sangat membantu dalam
hal waktu dan biaya bila dibandingkan dengan pemetaan elevasi secara terestrial.
Disamping itu data yang diperoleh akan mempunyai akurasi yang lebih tinggi
karena tidak adanya faktor human error.
Pemetaan ketinggian didasarkan atas pengelompokan nilai ketinggian
sehingga akan didapatkan kelas-kelas ketinggian. Pembagian kelas ketinggian
desesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan dan kondisi dari medan yang akan
dipetakan.
Gambar 3.16 : Pemetaan elevasi di daerah Jabodetabek
Laporan Pendahuluan 46
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
e. Pemetaan Kemiringan Lahan
Pada pekerjaan kali ini juga akan dilakukan pemetaan kemiringan lereng.
Pemetaan juga dilakukan secara digital dengan menggunakan data DEM.
Pemetaan dilakukan dengan menggunakan filter DEM, dimana filter ini akan
memroses data ketinggian menjadi kemiringan lereng, baik dalam satuan derajat
maupun persen.
Gambar 3.17 : Pemetaan kemiringan lahan di daerah Jabodetabek. Kelas kemiringan
lereng : 0-8%,8-15%,15-25%,25-40%, >40%. d. Pembuatan Garis Kontur
Garis kontur juga dibuat secara digital dengan menggunakan data DEM.
Pembuatan dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer sehingga
menggurangi adanya human error di dalam pembuatan garis kontur.
Laporan Pendahuluan 47
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 3.18 : (a) DEM SRTM, (b) Pembuatan garis kontur dari DEM SRTM (a) (b)
6. Pemetaan Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan dipetakan dengan cara scoring dan pembobotan.
Masing-masing peta tematik diberi skor sesuai dengan tingkat kepentingannya
dalam kesesuaian lahan. Peta-peta tematik yang digunakan sebagai dasar
penentuan kesesuaian lahan adalah : peta ketinggian, peta kemiringan lahan, peta
kerapatan vegetasi.
Peta tematik 1
Peta tematik 2
Peta tematik 3
Skor
Skor
Skor
Skor
Peta Kesesuaian Lahan
Overlay + Bobot
Peta tematik 4
Gambar 3.19: Skema pembuatan peta kesesuaian lahan
7. Penyusunan Basis Data Spasial
Pada pekerjaan ini akan dihasilkan berbagai macam data spasial, baik peta
dasar maupun peta tematik yang lain. Pada pekerjaan ini juga dikumpulkan data
demografi dan kependudukan yang cukup banyak. Untuk menangani data spasial
dan data non spasial yang cukup kompleks tersebut perlu dibuat suatu basis data,
agar data yang diperoleh lebih terstruktur sehingga akan mudah didalam
penggunaannya.
Laporan Pendahuluan 48
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
a. Tematik Spasial
Data tematik spasial yang dimaksudkan adalah peta-peta tematik yang
mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan. Peta tematik tersebut meliputi : peta
kontur/ketinggian, peta kemiringan lahan, peta kesesuaian lahan, peta kerapatan
vegetasi, peta daerah terbangun, dan peta kepadatan penduduk.
Data spasial mempunyai banyak informasi yang menyertainya (attribute
data). Data atribut yang tidak dimanajemen dengan baik akan menyebabkan
sulitnya orang lain dalam menggunakan data. Manajemen data atribut ini akan
dilakukan dengan membuat penamaan field yang mudah dimengerti sehingga
orang yayang menggunakan akan langsung mengetahui maksud dari field yang
digunakan.
Untuk manajemen data spasial dapat dilakukan dengan pembuatan herarki folder
yang jelas sehingga perbedaan antara data spasial yang satu dengan yang lain
dapat dilihat dengan jelas. Pembuatan herarki folder yang jelas juga akan
memudahkan orang dalam menggunakan data. Manajemen data spasial juga
diwujudkan dalam penamaan file. Penamaan file dibuat baku sehingga tidak
membingungkan di dalam penggunaannya.
Gambar 3.20 : Contoh hirarki folder dan penamaan file yang digunakan dalam manajemen data spasial
b. Batas Administrasi
Batas administrasi merupakan data yang cukup penting karena
menyangkut kepemilikan daerah administratif. Data ini diperoleh dari instansi yang
Laporan Pendahuluan 49
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
terkait dengan pemetaan batas administrasi yaitu BPN. Batas administrasi juga
mempunyai data atribut yang menyertainya. Data atribut ini berisi kode dan nama
dari wilayah administratif. Pengkodean wilayah administratif akan disesuaikan
dengan kode baku nasional sehingga orang akan mudah menggunakannya dan
kode ini akan seragam antar daerah.
c. Data Demografi dan Kependudukan
Data demografi dan kependudukan merupakan data nonspasial. Data ini
cukup banyak dan cukup kompleks sehingga diperlukan manajemen data yang
cukup bagus agar memudahkan di dalam penggunaannya. Manajemen data ini
diwujudkan dengan penamaan file yang standar dan dengan pembuatan herarki
folder yang jelas. Data demografi dan kependudukan ini juga berfungsi sebagai
data atribut dari data spasialnya. Untuk menjadikan sebagai data atribut maka
informasi ini harus dikaitkan dengan obyek spasial, yaitu batas administrasi.
Dengan pemasukan informasi demografi dan kependudukan maka informasi yang
dikandung oleh batas administrasi akan menjadi semakin kaya (kompleks).
8. Pembuatan Sotware Aplikasi Sistem Informasi Penataan Ruang Wilayah
Pembuatan software aplikasi ditujukan untuk dapat memberikan informasi
mengenai penataan ruang wilayah. Software ini akan didesain agar dapat
menampilkan data citra, baik citra landsat 7ETM+, citra DEM SRTM, video animasi
3D, maupun peta-peta tematik yang lain (misalnya : peta kontur, peta kemiringan
lereng, peta kepadatan penduduk, dll). Software ini juga didesain untuk bisa
membuat peta menjadi transparan sehingga peta dapat dioverlay dengan citra
landsat maupun dengan DEM SRTM ataupun dengan peta tematik yang lain.
Software juga didesain untuk dapat melakukan query sehingga pengguna dapat
memilik kriteria tertentu yang ada dalam peta untuk dapat ditampilkan dilayar.
Fase-fase yang harus dilakukan dalam pembangunan suatu sistem informasi
penataan ruang adalah fase perencanaan, fase analisis, fase desain, fase
implementasi, fase penggunaan, fase instalasi dan uji coba, fase evaluasi. Masing
- masing fase dijabarkan sebagai berikut.
Laporan Pendahuluan 50
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Fase Perencanaan Fase perencanaan merupakan fase dimana analis menjelaskan cakupan
proyek mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan. Perencanaan yang
dibuat akan menunjukkan hal-hal yang salah yang mungkin dapat dicegah
sekaligus juga menata urutan kerja dan menyediakan kontrol dasar.
a. Mendefinisikan permasalahan
b. Menentukan tujuan sistem
c. Mengidentifikasi kendala sistem
d. Melakukan studi kelayakan
e. Menentukan mekanisme kontrol
Fase Analisis
Setelah fase perencanaan selesai dilakukan serta mekanisme kontrol
diterapkan maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap sistem
yang sudah ada. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk mendesain sistem yang
baru atau pengembangan sistem. Fase ini sangat penting dilakukan agar dapat
mengidentifikasikan kebutuhan informasi para pengguna serta menentukan level
pelaksanaan sistem yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam mempelajari kebutuhan informasi pengguna, analis ikut serta dalam
berbagai aktivitas pengumpulan informasi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan
diantaranya adalah interview perorangan dan pengumpulan data-data pemetaan
dan data tabular. Dari ketiga aktivitas tersebut, interview perorangan merupakan
aktivitas yang lebih dominan dilakukan karena cara ini lebih mudah dan lebih
efektif. Pertanyaan interview yang umumnya dilakukan mencakup mengevaluasi
keputusan apa saja yang biasanya dibuat dan mengevaluasi informasi apa saja
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan tersebut. Selain itu pertanyaan lain
yang dapat diajukan adalah informasi apa saja yang ingin diperoleh.
Analisis kebutuhan dan analisis sistem berkaitan langsung dengan siapa
yang berhak mengakses sistem dan bentuk sistem yang akan dihasilkan
- Analisis Kebutuhan
Laporan Pendahuluan 51
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 321 .Login pengguna software aplikasi Sistem akan melibatkan 2 pihak sebagai pengguna dan administrator.
o Pengguna, pengguna yang dapat mengakses data dengan mudah dan
tanpa harus memasukkan password untuk melihat data. Tetapi pengguna
hanya bisa melihat dan mendapatkan informasi dan tidak berhak dalam
melakukan perubahan terhadap data.
o Administrator, pengguna yang dapat melakukan perubahan terhadap data
sehingga untuk masuk kedalam sistem harus memasukkan password
terlebih dahulu, guna menjaga keamanan terhadap data.
- Analisis Sistem
o Mengintegrasikan antara aplikasi pengelola data atribut atau data statistika
tabular dan data spasial
o Menampilkan peta-peta lokasi depot logistik, data administrasi, Data
Demografi, Data Sosial Ekonomi dan peta geografi yang disesuaikan
dengan kebutuhan sistem
o Melakukan analisis terhadap ketersediaan beras pada level wilayah tertentu
dan menampilkan data hasil analisis dalam bentuk tabular dan grafik.
o Melakukan analisis pada peta terhadap persebaran wilayah yang memiliki nilai
keteresediaan beras rendah.
Fase Desain
Pelaksanaan mulai dari fase perencanaan sampai dengan fase analisis
dipergunakan untuk membangun suatu sistem. Desain sistem dalam hal ini adalah
penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sebuah sistem.
Beberapa document tools dapat digunakan untuk menggambarkan desain
sistem pada fase ini diantaranya dengan menggunakan data flow diagram (DFD),
selain itu juga sistem flow chart. Pada fase ini pengembangan sistem dipengaruhi
oleh tipe dan jenis output yang diinginkan serta tipe dan jenis input yang tersedia.
Laporan Pendahuluan 52
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Tipe dan jenis output yang diinginkan menjadi dasar dalam perancangan desain
input. Fase ini dilakukan melalui beberapa tahap penting yaitu:
Menentukan desain input Dalam tahap ini dilakukan evaluasi sumber data yang diperoleh sebagai
data input sistem. Input data dalam GISKBN meliputi data dasar dan data yang
berhubungan dengan kebutuhan informasi ketersediaan beras berupa data
konsumsi beras, data produksi beras sebagainya yang mencakup seluruh wilayah
Indonesia.
Data-data input peta berupa data peta administrasi, jalan, sungai, lahan
terbangun, citra satelit landsat 7ETM+, citra DEM SRTM.
Menentukan desain output Dalam tahap ini dilakukan evaluasi data output apa saja yang dihasilkan
sesuai dengan permintaan. Adapun Output yang akan dihasilkan oleh sistem
adalah berupa:
1. Tampilan peta lokasi infrastruktur, pada tiap wilayah kabupaten.
Gambar 3.22 . Gambar contoh tampilan software aplikasi. 2. Tampilan peta berbagai skala dengan layer-layer sebagai variabel pendukung
seperti peta citra (Landsat, IKONOS dan DEM), jika diperlukan.
3. Data-data tabular yang berkaitan dengan data sosial kependudukan
(berdasarkan data BPS), dihubungkan langsung dengan tampilan peta.
Laporan Pendahuluan 53
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 3.23 . Contoh Data Kodifikasi Wilayah BPS.
Gambar 3.24. Tampilan Grafik (chart) hasil analisa.
c. Menentukan desain basis data Dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahapan desain model
konsepsual, desain model logik dan desain model fisik. Desain model konsepsual
mempelajari elemen-elemen data yang terdapat pada berbagai format pelaporan
dan kebutuhan informasi. Desain model logik mempertimbangkan kemudahan
dalam pengoperasiannya.
Laporan Pendahuluan 54
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Desain model fisik mengimplementasikan desain model logik ke dalam bentuk
tabel-tabel. Dengan kata lain desain model fisik merupakan penjabaran dari desain
model logik ke dalam struktur data dari database.
d. Menentukan desain proses Merepresentasikan aliran data dan informasi. Hal ini diwujudkan dengan
membuat context diagram dan data flow diagram (DFD). Pada desain proses akan
digambarkan keseluruhan sistem dari tahap awal hingga selesainya sistem. Proses
sistem akan digambarkan pada diagram alir.
Fase Implementasi
Fase ini merupakan gabungan dan integrasi dari sumberdaya konsepsi
yang menghasilkan sistem yang baik. Merupakan tahapan dimana sistem mulai
diimplementasikan, sehingga pengguna harus mengetahui perangkat keras dan
perangkat lunak yang akan mendukung software aplikasi penataan ruang . Fase ini terdiri dari beberapa tahapan diantaranya :
1. Perolehan sumberdaya perangkat keras
2. Perolehan sumberdaya perangkat lunak
3. Penyiapan basis data
4. Penyiapan fasilitas fisik
5. Penjelasan manual pengoperasian sistem kepada pengguna
Fase Penggunaan dan Pemeliharaan Sistem
Pada fase ini user diharapkan menggunakan sistem secara maksimal untuk
mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan pada fase perencanaan. Pada fase
ini juga dilakukan audit sistem yaitu studi formal untuk memastikan apakah sistem
baru memenuhi kriteria pelaksanaan yang telah ditetapkan atau tidak.
Fase Instalasi dan Uji Coba
Pembuatan GISKBN ini dilakukan dengan merancang program menu
tersendiri yang memudahkan user dalam mengoperasikan sistem nantinya.
Laporan Pendahuluan 55
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Berdasarkan hal ini maka sistem yang dibangun bisa memenuhi kriteria sistem
yang praktis, tidak rumit, mudah dan aplicable.
Fase Evaluasi
Tahap ini merupakan tahap dimana sebelum di jalankan, sistem harus di
lihat dulu apakah telah berfungsi sebagai mana mestinya dan telah memenuhi
keinginan pengguna dalam memperoleh informasi.
Gambar 3.25. Contoh software aplikasi untuk sistem informasi 3.2.3. Digital Kartografi dan Produksi Peta
Kartografi adalah proses untuk membuat peta menjadi siap cetak.
Kartografi dikerjakan secara digital dengan bantuan computer. Proses kartografi
dibuat sebagus mungkin dengan memperhatikan aspek-aspek atau kaidah-kaidah
kartografi. Hal tersebut agar peta yang dihasilkan mudah dimengerti oleh
pengguna peta. Desain simbol, warna, dan tekstur dibuat informatif sehingga peta
mudah dimengerti oleh pengguna. Proses kartografi juga mencakup tata letak dari
untuk-unsur penyusun peta, misalkan : judul, keterangan/legenda, grid, graticule,
sumber, dll. Penempatan informasi tersebut dibuat sebaik mungkin sehingga tidak
saling menutupi dan segi estetisnya juga dapat tercapai.
Laporan Pendahuluan 56
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Gambar 3.26. Contoh peta hasil proses kartografi dan siap untuk dicetak
Produksi peta merupakan tahapan setelah proses kartografi. Peta-peta
yang sudah siap cetak akan dicetak (produksi) dengan menggunakan printer dan
plotter. Printer digunakan untuk mencetak peta dengan ukuran maksimal A3 dan
plotter digunakan untuk mencetak peta dengan ukuran cetak maksimal A0.
Laporan Pendahuluan 57
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Pencetakan peta dilakukan dengan menggunakan resolusi 300dpi sehingga peta
hasil cetakan mempunyai kualitas yang bagus (detil obyek kelihatan/tidak kabur).
Gambar 3.27. Proses pencetakan peta ukuran A0 dengan meggunakan plotter 9. Pembuatan Tampilan Peta dan Video Animasi 3D
Daerah selatan sepanjang Pulau Jawa dan Pulau Bali mempunyai topografi
yang cukup bervariasi, dari yang dataran rendah sampai dataran tinggi. Untuk
dapat mengamati daerah secara menyeluruh tentunya akan sangat memakan
waktu.
Pembuatan video animasi akan sangat membantu dalam mengamati
kondisi daerah yang cukup luas secara menyeluruh, di samping itu dengan
pembuatan video animasi 3D tampilan akan menjadi lebih interaktif. Video animasi
3D akan membuat pengamat seperti terbang di atas daerah penelitian dengan
ketinggian terbang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dan kedetilan obyek
yang ingin diamati. Video animasi 3D juga memungkinkan pengamatan dari
berbagai macam sudut pandang (view angle).
Tampilan animasi 3D bisa menggunakan DEM SRTM, citra landsat 7ETM+
yang ditempatkan di atas DEM (drape) sehingga seolah-olah pengamat benar-
benar terbang di atas permukaan bumi, dan dapat juga menggunakan tampilan
peta-peta tematik.
Laporan Pendahuluan 58
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
10. Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pengembangan sumberdaya manusia diwujudkan dengan melakukan
training. Training ditujukan untuk pemberi pekerjaan. Materi training mengenai
pekerjaan pembuatan peta informasi penataan ruang dan bagaimana
menggunakan software aplikasi yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Training
dilakukan selama 3 hari, maksimum peserta 5 orang, lokasi dan fasilitas
disediakan oleh pihak pemberi pekerjan.
Gambar 3.28. Training sebagai sarana transfer teknologi yang menjadi tambahan dalam pekerjaan ini
Laporan Pendahuluan 59
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 60
BBAABB IIVV TTeennaaggaa AAhhllii ddaann
RReennccaannaa KKeerrjjaa
4.1 Organisasi Pelaksanaan Proyek
Dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Peta Informasi Penataan
Ruang Tiga Dimensi Pulau Jawa dan Bali, Tim Konsultan akan melakukan
kerjasama dengan Tim Teknis/ Tim Pengarah, yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Dirjen Penataan Ruang Departemen PU dengan mengadakan koordinasi,
konsultasi, dan diskusi untuk semua bagian dari penugasan ini. Adapun dengan
Pemimpin Kegiatan, secara tim diwakili oleh ketua tim yang akan
memtanggungjawabkan hal-hal yang tercakup dalam dokumen kontrak, baik
secara administrasi proyek maupun substansi/bahan yang berhubungan dengan
proyek. Konsultan akan membentuk suatu struktur tim pelaksanaan pekerjaan
berdasarkan penugasan personil di atas.
Organisasi proyek secara keseluruhan terbagi menjadi tiga tingkatan,
yakni:
1. Tenaga ahli
2. Asisten Tenaga Ahli
3. Tenaga Pendukung
Seluruh tenaga personil tersebut di bawah koordinasi team leader. Para
tenaga ahli membuat persipan teknis, metodologi, persiapan survei, pengumpulan
data dan informasi, melakukan review dan analisa, merumuskan konsep dan
strategi, membuat penyusunan laporan dan ekspose/pembahasan termasuk
mengikuti diskusi/dialog dan konsultasi.
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 61
Kesemuanya dilaporkan ke tim leader yang bertanggungjawab atas
kualitas substansi secara menyeluruh. Untuk menunjang kelancaran tugasnya,
team leader dibantu oleh sejumlah staf pendukung. Secara keseluruhan struktur
organisasi pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Peta Inforamsi Penataan Ruang
Tiga Dimensi Pulau Jawa dan Bali dapat dilihat dalam Gambar 4.1.
Diagram 4.1: Organisasi Pelaksanaan Kerja
4.2 Rencana Kerja dan Tugas Tim
4.2.1. Rincian Kerja Tenaga Ahli Komposisi tenaga ahli yang diusulkan merupakan gabungan dari beberapa
keahlian, yaitu tenaga ahli yang berhubungan dengan kegiatan penyusunan peta
informasi tiga dimensi pulau Jawa dan Bali. Dengan komposisi tersebut
diharapkan tim akan berjalan baik dan kompak, sehingga akan tercapai tujuan
dan sasaran seperti yang diharapkan dalam Kerangka Acuan Kerja.
Tugas dan tanggungjawab tenaga ahli yang terlibat diuraikan sebagai
berikut:
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 62
I. Ketua Tim (Ahli Perencana Kota/Wilayah) 1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan
dan segi teknis
2. Memberikan informasi yang kontinyu pada pemberi tugas mengenai
perkembangan dari pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
sistematika pelaporan atau pun laporan yang sifatnya insidentil
3. Mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan tenaga ahli
4. Menyiapkan program dan kerangka pelaksanaan pekerjaan
5. Merumuskan batasan dan potensi pengembangan
6. Meninjau aspek legal dan administratif dalam pelaksanaan pekenjaan
7. Menentukan sistem klasifikasi untuk tema kontur dan ketinggian,
kemiringan lahan, kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan, daerah
terbangun dan kepadatan penduduk
8. Menentukan data-data yang akan digunakan untuk penyusunan peta
3 dimensi penataan ruang wilayah
9. Menentukan data-data yang sesuai untuk kebutuhan penyusunan
kebijakan dan strategi penataan ruang
10. Melakukan analisa terhadap kontur dan ketinggian, kemiringan lahan,
kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan, daerah terbangun dan
kepadatan penduduk kaitannya terhadap penataan ruang wilayah
II. Ahli Remote Sensing 1. Menyiapkan citra satelit untuk seluruh Pulau Jawa dan Bali
2. Melakukan pra pemrosesan citra satelit yang meliputi koreksi
radiometrik dan koreksi geometrik
3. Melakukan penajaman citra, mosaiking citra dan color balancing
4. Melakukan analisis kerapatan vegetasi menggunakan data citra satelit
5. Melakukan analisis daerah terbangun menggunakan data citra satelit
III. Ahli Pengembangan GIS 1. Menyiapkan informasi spasial peta tematik untuk melakukan
pemetaan wilayah
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 63
2. Menyiapkan dan mengumpulkan peta kesesuaian lahan skala 1:
250.000 untuk seluruh Pulau Jawa dan Bali
3. Membuat peta kontur dan ketinggian, kemiringan lahan dari data DEM
4. Memproses peta 3 dimensi dengan dasar citra satelit untuk kontur,
ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan,
daerah terbangun, kepadatan penduduk
5. Bertanggungjawab pada pekerjaan building topologi agar dihasilkan
data yang sesuai dengan spesifikasi dan syarat-syarat pekerjaan
6. Mengkoordinir operator basis data pada saat editing dan entry data
atribut
7. Melakukan pemrosesan dan menyajikan keenam informasi tematik
menjadi peta informasi tiga dimensi dalam format skala 1:250.000 dan
format region wise (pulau)
IV. Ahli Manajemen Database 1. Bertanggungjawab terhadap team leader terhadap pelaksanaan
pekerjaan pembangunan basis data
2. Mengumpulkan data spasial kependudukan seluruh kota dan
kabupaten diseluruh Pulau Jawa dan Bali
3. Mendisain sistem database untuk data tematik kontur, ketinggian,
kemiringan lereng, kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan, daerah
terbangun, kepadatan penduduk
4. Menyusun kamus data untuk penyeragaman nama coverage dan data
atribut database untuk data tematik kontur, ketinggian, kemiringan
lereng, kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan, daerah terbangun,
kepadatan penduduk
5. Melakukan koneksi data spasial dengan data atribut untuk data
tematik kontur, ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan vegetasi,
kesesuaian lahan, daerah terbangun, kepadatan penduduk
6. Melakukan input data spasial, data raster dan data atribut ke dalam
sistem database
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 64
V. Ahli Pengelolaan Sumberdaya Alam 1. Menentukan faktor-faktor fisik lahan yang akan digunakan untuk
penyusunan peta kesesuaian lahan
2. Melakukan pemetaan parameter-parameter fisik lahan yang akan
digunakan untuk penyusunan peta kesesuaian lahan
3. Melakukan analisis data spasial untuk memperoleh peta kesesuaian
lahan
4. Melakukan analisis secara komprehensif terhadap faktor kontur,
ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan,
daerah terbangun, kepadatan penduduk kaitannya dengan penataan
ruang wilayah
VI. Ahli Desain Grafis 1. Mengemas peta 3 dimensi menjadi tampilan peta informasi penataan
ruang 3 dimensi yang informatif dan menarik
2. Membuat penyajian animasi peta
3. Mendisain tampilan peta untuk portal penataan ruang wilayah
4. Mendesain tampilan peta 3 dimensi interaktif
4.2.2. Asisten Tenaga Ahli, Tenaga Pendukung dan Peralatan
A. Asisten Tenaga Ahli
Dalam melaksanakan pekerjaannya, tenaga ahli dibantu dengan asisten
agar pekerjaan dapat ditangani dengan sempurna. Namun demikian tidak semua
tenaga ahli mempunyai asisten, tetapi hanya beberaoa asisten diantaranya:
1. Asisten Tenaga Ahli Remote Sensing.
2. Asisten Tenaga Ahli GIS.
3. Asisten Tenaga Ahli Data Base.
4. Asisten Tenaga Ahli Pengembangan Sumber Daya Alam.
B. Tenaga Pendukung
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan 65
Dalam sub bab ini akan diuraikan keperluan tenaga pendukung yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Peta Informasi Penataan
Ruang Tiga Dimensi Pulau Jawa dan Bali. Tenaga pendukung yang diperlukan
antara lain:
1. Sekretaris/administrasi
2. Operator Komputer
C. Peralatan
Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, maka akan disediakan peralatan
yang akan menunjang pelaksanaan pekerjaan, Sejak ada pengumuman
pemenang, konsultan akan segera menyiapkan peralatan kantor maupun
peralatan untuk kegiatan survei di lapangan.
Peralatan kantor maupun peralatan survei yang disediakan akan
delengkapi dengan daftar peralatan untuk mendukung kegiatan teknis. Untuk
kelengkapannya akan diuraikan lebih jauh dalam proposal biaya yang
menjabarkan tentang jumlah, kapasitas, kondisi, jenis, keadaan, lokasi,
kepemilikan dan besaran biaya yang diperlukan.
4.3 Jadual Penugasan Personil
Sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing tenaga ahli,
asisten tenaga ahli, dan tenaga pendukung, maka setiap tenaga ahli, asisten
tenaga ahli dan tenaga pendukung akan diberikan jadual penugasan dalam
melaksanakan pekerjaan ini sesuai dengan porsi pekerjaannya, Jadual
penugasan personil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1.
iga Dimensi
67
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah T
ndahuluan
Tabel 4.1 : JADWAL PENUGASAN PERSONIL (TENAGA AHLI DAN PENDUKUNG) PEMBUATAN PETA INFORMASI PENATAAN RUANG WILAYAH TIGA DIMENSI
BULAN
NO POSISI NAMA PT 1
2
3
4
5
6
7
MM
KET
1 Ketua Tim Ir. Agustina Nurul Hidayati, MTP WS 7 -
2 Ahli Remote Sensing Muhammad Helmi, S.Si WS 7 -3 Ahli Pengembangan
GIS Ir. Pradono Joanes De Deo, M.Si WS 7 -
4 Ahli ManajemenDatabase
Ir. Achmad Maududie, M.Sc WS 6 -
5 Ahli PengelolaanSumberdaya Alam
Ir. Eddi Irianto Mulyono Hadi WS 6 -
6 Ahli Desain Grafis Zulkarnain Jusuf, ST, MT WS 6 -
Diah Saraswati, S.Si WS 5 -7 2 Asisten Ahli Remote Sensing
Susilawati, ST WS 4 -8 Asisten Ahli
Pengembangan GIS Dedi Sudarmaji, S.Si WS 4 -
9 Asisten AhliManajemen Database
Muhammad Agung Nugroho, S.Kom WS 4 -
10 Asisten AhliPengelolaan SDA
Rivan Juniawan, S.Hut WS 4 -
11 Sekretaris Erna Dwi Kistanti, A.Md WS 7 -12 Operator Komputer Nugroho Widi Jatmiko,
ST WS 7
7 -
Ket WS : PT Waindo SpecTerra
Laporan Pe
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan
4.4 Jadual Kegiatan
Jangka waktu pekerjaan Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Tiga
Dimensi direncanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender. Agar tahap demi
tahap pekerjaan awal sampai final dapat selesai sesuai jadwal dan dengan
hasil maksimal, maka konsultan pelaksana PT Waindo SpecTerra berusaha
menyusun jadual pelaksanaan pekerjaan (lampiran 6c) dalam bentuk MS
Project.
Pada lampiran 6 c dibawah ini dapat dilihat pekerjaan dimulai dari 10 Mei
sampai 10 Desember 2006. Secara garis besar pelaksanaan pekerjaan
meliputi :
1. Persiapan
2. Pemrosesan Data Satelit
3. Digitasi Peta
4. Quality Control I
5. Updating Peta RBI
6. Survey Lapangan
7. Pengumpulan Data Sekunder
8. Quality Control II
9. Pembuatan Peta Tematik
10. Quality Control III
11. Penyusunan Peta Tiga Dimensi
12. Kartografi, Lay Out dan Pencetakan Peta-Peta
13. Pelaporan
67
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan Pendahuluan
Diagram Rencana Kerja
Pembuatan peta informasi penataan ruang wilayah tiga dimensi
Rencana kegiatan bulan I - III
Sumber Data Proses Peta Tematik Klasifikasi
Peta Daerah Terbangun
Peta Kesesuaian
Peta Kerapatan Vegetasi
Kriteria Tata Ruang
Kriteria Tata Ruang
Contouring DEM SRTM
- Indonesia Database - Data BPS
Baplan Kehutanan
Puslittanak
Peta Rupabumi Bakosurtanal
Join Data
Digitasi
Digitasi
Editing
Editing
Kriteria Tata Ruang
Kontur Lahan : - Ketinggian/elevasi - Kelerengan lahan
Kriteria Tata Ruang
Peta Kepadatan Penduduk
Peta 3 Dimensi
Colour drapping
68
Kriteria Tata Ruang
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Rencana kegiatan bulan III - VII
Animasi Informasi Penataan Ruang
3 Dimensi
Skenario Animasi Pelaporan Akhir
Software Aplikasi
Transfer Teknologi
Bulan ke 3 - 4
Peta 3 Dimensi Konsep Informasi Penataan Ruang
Bulan ke 5 Bulan ke 6 Bulan ke 7
Laporan Pendahuluan
69
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
BBAABB VV HHaassiill YYaanngg DDiisseerraahhkkaann
5.1. Pelaporan
Jenis laporan yang harus diserahkan kepada pengguna jasa adalah:
5.1.1 Laporan Pendahuluan, berisi: 1. Rencana kerja secara menyeluruh;
2. Mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung beserta pembagian
dan pendistribusian tugas, dan uraian/penjabaran tugas masing-
masing;
3. Jadual kegiatan beserta target pencapaian hasil/keluaran;
4. Desain kebutuhan data dan informasi untuk menyusun peta tiga
dimensi;
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak SPMK
diterbitkan sebanyak 15 (limabelas) buku laporan. Muatan laporan ini terlebih
dahulu harus dikonsultasikan kepada Tim Supervisi yang telah ditunjuk oleh
pengguna jasa.
5.1.2 Laporan Antara, berisi: 1. Penjelasan data dan informasi sosial kependudukan seluruh kota
maupun ibukota kabupaten di seluruh Pulau Jawa-Bali;
2. Pendiskripsian data citra satelit untuk seluruh pulau Jawa-Bali;
3. Hasil proses analisis kerapatan vegetasi dan daerah terbangun;
4. Pendiskripsian data ketinggian digital (misalnya: digital elevation
model/DEM)
5. Hasil proses pembuatan peta kontur/ketinggian, dan peta kemiringan
lahan;
Laporan Pendahuluan 70
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
6. Pendiskripsian data kesesuaian lahan untuk seluruh Pulau Jawa dan
Bali, dan disajikan dalam peta kesesuaian lahan skala 1:250.000;
Hasil sementara pelaksanaan pekerjaan yang dituangkan dalam laporan
antara ini harus dilaporkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak SPMK
diterbitkan sebanyak 20 (dua puluh) buku laporan. Muatan laporan ini terlebih
dahulu harus dikonsultasikan kepada Tim Supervisi yang telah ditunjuk oleh
pengguna jasa.
5.1.3 Konsep Laporan Akhir, berisi: 1. Penyempurnaan muatan laporan berdasarkan masukan dalam
pembahasan Laporan Antara;
2. Hasil pemrosesan peta tiga dimensi dengan data dasar citra satelit
untuk keenam tema (kontur & ketinggian, kemiringan lahan,
kerapatan vegetasi, kesesuaian lahan, daerah terbangun, dan
kepadatan penduduk);
3. Hasil pemrosesan dan penyajian keenam informasi tematik menjadi
peta informasi tiga dimensi dalam format skala 1:250.000 dan format
region wise (pulau).
Hasil sementara pelaksanaan pekerjaan yang dituangkan dalam konsep
laporan akhir ini harus dilaporkan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sejak SPMK
diterbitkan sebanyak 20 (dua puluh) buku laporan. Muatan laporan ini terlebih
dahulu harus dikonsultasikan kepada Tim Supervisi yang telah ditunjuk oleh
pengguna jasa.
5.1.4 Laporan Akhir, berisi: 1. Penyempurnaan muatan laporan secara keseluruhan berdasarkan
masukan dalam pembahasan Konsep Laporan Akhir; dan
2. Hasil pengemasan peta tiga dimensi menjadi tampilan peta informasi
penataan ruang tiga dimensi yang informatif dan menarik
(diantaranya melalui penyajian animasi peta) untuk kemudian dapat
ditayangkan melalui portal penataan ruang.
Laporan Pendahuluan 71
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan sejak SPMK
diterbitkan sebanyak 30 (tiga puluh) buku laporan, dan ringkasan laporan
(Summarry Report) sebanyak 30 (tiga puluh) buah, Album Peta Cetak Tiga
Dimensi untuk 6 (enam) tema dengan format skala 1 : 250.000 masing-masing
sebanyak 5 (lima) eksemplar dan Peta Cetak Tiga Dimensi untuk 6 (enam) tema
format region wise (pulau) ukuran kertas lebar A0 (dan panjang menyesuaikan)
sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar, Peta digital Tiga Dimensi untuk 6 (enam) tema
dalam format vektor (shp) yang telah dilengkapi dengan database / data
atributnya, format siap saji (.jpg), dan format interaktif (.avi). Disamping itu,
rekaman seluruh hasil kegiatan dalam bentuk CD sebanyak 15 (limabelas) copy
CD yang berisi: (1) data-data yang digunakan, namun tidak tercantum dalam
dokumen laporan, dan (2) seluruh hasil kerja penyedia jasa sebagaimana telah
ditentukan dalam KAK disertai copy file dalam format “PDF”. Muatan laporan ini
terlebih dahulu harus dikonsultasikan kepada Tim Supervisi yang telah ditunjuk
oleh pengguna jasa. Disamping itu, seluruh hasil pekerjaan ini harus
dituangkan/disajikan dalam bentuk leaflet yang dibuat sebanyak 250 lembar,
berwarna, kertas glossy, dan minimal berukuran kertas A4, serta disampaikan
bersamaan dengan laporan akhir.
5.1.5 Keluaran Yang Berupa Hasil Inovasi Inovasi yang berupa produk – produk tambahan yang di hasilkan dari
pekerjaan ini tidak menimbulkan harga biaya tambahan (additional cost). Biaya
untuk produk pekerjaan ini telah dicover didalam anggaran biaya yang ada
Produk inovasi yang dapat di serahkan berupa :
- Basis data spasial tematik peta tiga dimensi dan peta lain yang di
hasilkan.
- Sofware aplikasi sistem informasi peta tiga dimensi untuk menampilkan
dan melancarkan pemrosesan peta – peta yang di hasilkan.
Pelatihan selama tiga hari di PT. Waindo Specterra untuk keperluan untuk
pengembangan SDM terkait dengan pekerjaan ini.
Laporan Pendahuluan 72
Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang Wilayah Tiga Dimensi
BBAABB VVII PPeennuuttuupp
Demikian laporan pendahuluan ini kami sampaikan, semoga bermanfaat dan
dapat melancarkan kegiatan Pembuatan Peta Informasi Penataan Ruang
Wilayah Tiga Dimensi, di Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Satuan Kerja
Pembinaan Penataan Ruang Nasional, Departemen Pekerjaan Umum.
Laporan Pendahuluan
73